Anda di halaman 1dari 7

Upaya Pelestarian Biodiversitas Jahe Sebagai Tanaman Obat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Tumbuhan adalah
gudang bahan kimia yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit.
Kemampuan meracik tumbuhan berkhasiat obat dan jamu merupakan warisan turun temurun dan
mengakar kuat di masyarakat. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisonal tersebut
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Indonesia adalah suatu negara kepulauan yang memiliki hutan tropika terbesar kedua di dunia, kaya
dengan keanekaragaman hayati dan dikenal sebagai salah satu dari 7 (tujuh) negara
“megabiodiversity” kedua setelah Brazilia. Distribusi tumbuhan tingkat tinggi yang terdapat di hutan
tropika Indonesia lebih dari 12 % (30.000) dari yang terdapat di muka bumi (250.000). Tumbuh-
tumbuhan itu telah dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan, sejak awal peradaban seperti
untuk sandang, pangan, papan, energi, dan sumber ekonomi (Ersam: 2004).

Disamping itu, setiap spesies tumbuhan merupakan sumber bahan kimia hayati (chemical resources),
sehingga biodiversitas dapat dipandang sebagai suatu industri atau pabrik bahan kimiawi yang
berproduksi sepanjang tahun menghasilkan bahan kimia berguna (Chemical Prospectives) melalui
proses rekayasa bioteknologi alami (Achmad, 2001).

Data terakhir memperlihatkan penelitian kimiawi tumbuhan tingkat tinggi baru 0,4% yang sudah
dilakukan. Disisi lain obat-obat modern yang diperdagangkan sampai saat ini, menunjukkan 25%
diantaranya berasal dari kimiawi tumbuh-tumbuhan tropika, baik sebagai tumbuhan obat.

Keanekaragaman hayati suku zingeberacea di Indonesia adalah salah satu aset nasional dengan nilai
ekonomis yang tinggi, yang merupakan ecological specific dengan comparative advantage.
Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali
penggunaaan obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di
sekitar.

Kebiasaan masyarakat dalam menggunakan obat-obatan alami dilakukan secara turun temurun.
Tanaman obat yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit di
budidayakan atau di tanam sebagai tanaman obat keluarga oleh masyarakat. Hal tersebut
merupakan salah satu upaya untuk melestarikan keanekaragaman tanaman yang berpotensi sebagai
obat-obatan.

Berdasarkan hal tersebut tulisan ini mencoba memaparkan jahe sebagai tanaman obat yang bisa di
tanam dan dibudidayakan sebagai upaya pelestarian biodiversitas tanaman obat melalui program
TOGA (tanaman obat keluarga).

1.2. Perumusan masalah

Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan meningkatkan kembali
penggunaaan obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada di
sekitar. Sebagai langkah awal yang sangat membantu untuk mengetahui suatu tumbuhan berkhasiat
obat adalah dari pengetahuan masyarakat tradisional secara turun temurun (Dharma, 2001).
Menurut Rifai (1998), kelompok etnik tradisional di Indonesia mempunyai ciri-ciri dan jati diri budaya
yang sudah jelas terdefinisi, sehingga diduga kemungkinan besar persepsi dan konsepsi masyarakat
terhadap sumberdaya nabati di lingkungannya berbeda, termasuk dalam pemanfaatan tumbuhan
sebagai obat tradisional.

Flora dan fauna serta mineral yang berkhasiat sebagai obat harus dikembangkan dan disebar luaskan
agar maksimal mungkin dapat dimanfaatkan dalam upaya-upaya kesehatan masyarakat. Khususnya
untuk tanaman obat penyebar luasannya dapat dilakukan melalui TOGA (tanaman obat keluarga)
(Tukiman: 2004).

Oleh karena itu apakah jahe merupakan tanaman obat yang bisa di tanam dan di budidayakan
sebagai upaya pelestarian biodiversitas tanaman obat melalui program TOGA.

1.3. Tujuan dan kegunaan makalah

Adapun tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh masyarakat
dalam melestarikan biodiversitas jahe sebagai tanaman obat melalui program TOGA. Di harapkan
dari hasil tulisan ini memberikan informasi tanaman jahe bisa digunakan sebagai obat dan perlu
dijadikan TOGA bagi masyarakat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Obat

Pemanfaatan tanaman sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Tumbuhan adalah
gudang bahan kimia yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit.
Kemampuan meracik tumbuhan berkhasiat obat dan jamu merupakan warisan turun temurun dan
mengakar kuat di masyarakat. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisonal tersebut
tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Di hutan tropis Indonesia terdapat 30.000 spesies tumbuhan. Dari jumlah tersebut sekitar 9.600
spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru 200 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan
baku pada industri obat tradisional. Peluang pengembangan budidaya tanaman obat-obatan masih
sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka
dan kosmetika tradisional.

Tanaman obat didefenisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau
eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan obat-obatan. Ahli lain
mengelompokkan tanaman berkhasiat obat menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai
masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.

2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan
mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat
dipertanggungjawabkan secara medis.

3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki
senyawa atau bahan biokatif berkhasiat obat tetapi belumdibuktikan penggunaannya secara ilmiah-
medis sebagai bahan obat.

Sejak zaman dahulu masyarakat Indonesia mengenal dan memanfaatkan tanaman berkhasiat obat
sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah kesehatan yang dihadapinya. Pengetahuan
tentang pemanfaatan tanaman obat merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan pengalaman,
pengetahuan, dan keterampilan, yang secara turun-temurun telah diwariskan oleh generasi
berikutnya, termasuk generasi saat ini. Pengobatan tradisional dengan tanaman obat merupakan
pengobatan yang efektif, efesien dan ekonomis (Wijakusuma: 2000).

Lebih dari 1000 spesies tanaman dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tanaman tersebut
menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologi yang beraneka
ragam, memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit
(Radji: 2005).

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih
dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya
beli masyarakat. Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah
kebawah terutama dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak orang
beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman
dibandingkan obat sintesis (Pramono, 2009).

Pada kenyataannya bahan obat alam yang berasal dari tanaman porsinya lebih besar dibandingkan
yang berasal dari hewan atau mineral, sehingga sebutan obat tradisional hampir selalu identik
dengan tanaman obat (Pramono, 2009).

2.2. Pengertian TOGA

Toga adalah singkatan dari tanaman obat keluarga. Taman obat keluarga pada hakekatnya sebidang
tanah baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan
tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-
obatan. Kebun tanaman ohat atau bahan ohat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat ,
khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.

2.3. Tanaman Jahe

Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Jahe (Zingiber officinale)
berasal dari Asia, yang tersebar dari India sampai Cina. Karena itu, kedua bangsa ini disebut-sebut
sebagai yang pertama kali memanfaatkan jahe, terutama sebagai bahan minuman, bumbu masakan
dan obat.

Tanaman jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe merupakan salah satu
rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak,
pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai
minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Jahe juga
dapat memberi efek rasa panas dalam perut, maka jahe juga digunakan sebagai bahan minuman
seperti bandrek, sekoteng dan sirup (Koswara: 2011).

Jahe telah dibudidayakan di negara-negara Australia, Sri Lanka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia,
Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, dan Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi.
India merupakan negara produsen terbesar, yaitu lebih dari 50 persen dari total produksi jahe dunia
(Dechacare: 2011).

2.3.1. Kandungan Rimpang Jahe

Sifat khas jahe disebabkan adanya minyak atsiri dan oleoresin jahe. Aroma harum jahe disebabkan
oleh minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya menyebabkan rasa pedas. Minyak atsiri dapat diperoleh
atau diisolasi dengan destilasi uap dari rhizoma jahe kering. Ekstrak minyak jahe berbentuk cairan
kental berwarna kehijauan sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen
pembentuk rasa pedas. Kandungan minyak atsiri dalam jahe kering sekitar 1-3 %. Komponen utama
minyak atsiri jahe yang menyebabkan bau harum adalah zingiberen dan zingiberol.

Oleoresin jahe banyak mengandung komponen pembentuk rasa pedas yang tidak menguap.
Komponen dalam oleoresin jahe terdiri atas gingerol dan zingiberen, shagaol, minyak atsiri dan resin.
Pemberi rasa pedas dalam jahe yang utama adalah zingerol (Koswara: 2011).

2.3.2. Khasiat Jahe

Sejak dulu Jahe dipergunakan sebagai obat, atau bumbu dapur dan aneka keperluan lainnya. Jahe
dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan nafsu makan dan pencernaan.

Jahe yang digunakan sebagai bumbu masak terutama berkhasiat untuk menambah nafsu makan,
memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan. Hal ini dimungkinkan karena terangsangnya
selaput lendir perut besar dan usus oleh minyak asiri yang dikeluarkan rimpang jahe.

Minyak jahe berisi gingerol yang berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual
dan muntah, misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga rasanya
yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus, membantu mengeluarkan gas usus
serta membantu fungsi jantung. Dalam pengobatan tradisional Asia, jahe dipakai untuk mengobati
selesma, batuk, diare dan penyakit radang sendi tulang seperti artritis. Jahe juga dipakai untuk
meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat (Koswara: 2011)

Penelitian modern telah membuktikan secara ilmiah berbagai manfaat jahe, antara lain :

• Menurunkan tekanan darah. Hal ini karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan
memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar dan memperingan
kerja jantung memompa darah.

• Membantu pencernaan, karena jahe mengandung enzim pencernaan yaitu protease dan lipase,
yang masing-masing mencerna protein dan lemak.

• Gingerol pada jahe bersifat antikoagulan, yaitu mencegah penggumpalan darah. Jadi mencegah
tersumbatnya pembuluh darah, penyebab utama stroke, dan serangan jantung. Gingerol juga diduga
membantu menurunkan kadar kolesterol.

• Mencegah mual, karena jahe mampu memblok serotonin, yaitu senyawa kimia yang dapat
menyebabkan perut berkontraksi, sehingga timbul rasa mual. Termasuk mual akibat mabok
perjalanan.

• Membuat lambung menjadi nyaman, meringankan kram perut dan membantu mengeluarkan
angin.

• Jahe juga mengandung antioksidan yang membantu menetralkan efek merusak yang disebabkan
oleh radikal bebas di dalam tubuh.

BAB III

METODE PENULISAN

3. 1. Prosedur Pengumpulan Data

Metode penulisan tulisan ini dilakukan dengan telaah pustaka yang relevan dari berbagai sumber
media elektronik. Data yang diperoleh dari media elektronik didapat dari internet berupa skripsi,
artikel dan jurnal. Data yang dikumpulkan ditempatkan sesuai dengan pembagian sehingga tersusun
suatu tulisan yang logis dan sistematis.

3.2. Analisis

1. Jurnal Bioscientiae Volume 2, Nomor 1 oleh Kuntorini, Penelitian mengenai etnobotani suku
Zingiberaceae sebagai obat tradisional pada berbagai golongan etnis di Kodya Banjarbaru bertujuan
untuk mengkaji tingkat pengetahuan dan pemanfaatan suku Zingiberaceae sebagai obat tradisional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuh jenis anggota suku Zingiberacea digunakan dalam
pengobatan tradisional, yaitu Alpinia galanga, Curcuma domestica, Curcuma xanthorrhiza,
Kaempferia galanga, Zingiber officinale, Kaempferia pandurata, dan Curcuma aeruginosa. Tingkat
pemanfaatan suku Zingiberaceae dari hasil penelitian belum merata untuk tiap jenisnya yaitu
dengan melihat dari Indeks Nilai Penting (INP). Empat jenis dari suku Zingiberaceae (Lengkuas,
Temulawak, Temu ireng dan Temu kunci) penggunaan tanaman tersebut masih dibawah 20 % dari
jumlah responden untuk tiap etnis, sedangkan tingkat pemanfaatan tanaman kunyit dan jahe tingkat
penggunaannya diatas 20 %. Kaempferia galanga 10 % untuk pengobatan jenis penyakit gangguan
pernapasan, Zingiber officinale 10 % untuk pengobatan demam, adapun Curcuma xanthorrhiza 10 %
untuk pengobatan jenis penyakit dalam dan menetralkan darah.

3.3. Sintesis

Dari hasil analisis data-data tersebut dapat diketahui bahwa masih banyak masyarakat yang belum
optimal memanfaatkan tanaman jahe sebagai salah satu tanaman obat. Padahal jahe disamping
sebagai bumbu masakan yang sering digunakan masyarakat juga sebagai salah satu tanaman obat
yang mampu mengatasi berbagai penyakit. Jahe juga termasuk salah satu keanekaragaman hayati
dari suku Zingiberacea yang harus dilestarikan. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya pelestarian
biodiversitas jahe sebagai tanaman obat melalui program TOGA.

BAB IV

PEMBAHASAN

Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih
dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya
beli masyarakat. Obat tradisional dan tanaman obat banyak digunakan masyarakat menengah
kebawah terutama dalam upaya preventif, promotif dan rehabilitatif. Sementara ini banyak orang
beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional relatif lebih aman
dibandingkan obat sintesis (Pramono, 2009).

Pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman obat merupakan warisan budaya bangsa berdasarkan
pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan, yang secara turun-temurun telah diwariskan oleh
generasi berikutnya, termasuk generasi saat ini (Wijakusuma: 2000). Kebiasaan itu dapat kita
rasakan, jika ada salah satu anggota keluarga yang sakit maka langkah pertama yang dilakukan
adalah meminum ramuan obat alami yang ada disekitar kita. Jahe salah satunya yang digunakan
untuk menghangatkan tubuh dalam keadaan yang dingin. Tidak hanya itu saja menurut Koswara
(2011) jahe juga biasa digunakan untuk mengatasi batuk,salesma, diare dan penyakit radang sendi
tulang seperti arthritis dan juga untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat.

Upaya pengobatan tradisional dengan obat-obat tradisional merupakan salah satu bentuk peran
serta masyarakat dan sekaligus merupakan teknologi tepat guna yang potensial untuk menunjang
pembangunan kesehatan serta menjaga kelestarian biodiversitas tanaman obat. Hal ini disebabkan
antara lain karena pengobatan tradisional telah sejak dahulu kala dimanfaatkan oleh masyarakat
serta bahan-bahannya banyak terdapat di seluruh pelosok tanah air. Dalam rangka peningkatan dan
pemerataan pelayanan kesehatan masyarakat, obat tradisional perlu dimanfaatkan dengan sebaik-
baiknya. Untuk lebih meningkatkan penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang semakin luas
dan kompleks dengan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 99a/Menkes/SK/III/1982 tanggal 2 Maret
1982 telah di tetapkan Sistem Kesehatan Nasional yang merupakan penjabaran pola Pembangunan
Nasional dan sebagai petunjuk pelaksanaan pembangunan dibidang kesehatan (Tukiman: 2004).

Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk
meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan
kesejahteraan umum. Flora dan fauna serta mineral yang berkhasiat sebagai obat harus
dikembangkan dan disebar luaskan agar maksimal mungkin dapat dimanfaatkan dalam upaya-upaya
kesehatan masyarakat. Khususnya untuk tanaman obat penyebar luasannya dapat dilakukan melalui
TOGA (tanaman obat keluarga) (Tukiman: 2004). Melalui TOGA juga merupakan salah satu upaya
pelestarian biodiversitas tanaman obat.

Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya banyak digunakan diantaranya
sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang
gula dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu
tradisional. Jahe juga dapat memberi efek rasa panas dalam perut, maka jahe juga digunakan
sebagai bahan minuman seperti bandrek, sekoteng dan sirup (Koswara: 2011).

Jahe salah satu keanekaragaman dari suku zingeberaceae yang harus dilestarikan oleh masyarakat.
Dengan adanya program TOGA yang digalakkan pemerintahan setempat dalam upaya-upaya
kesehatan masyarakat juga sangat membantu dalam pelestarian keanekaragaman jahe itu sendiri.
Peran pemerintah dan masyarakat sangat penting disini, karena pemerintahan yang memberikan
penyuluhan kepada masyarakat dan masyarakat yang akan melakukan dan melaksanakan program
TOGA ini.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Tanaman jahe bisa digunakan sebagai obat alami untuk mengobati berbagai penyakit.

2. Tanaman obat jahe perlu dilestarikan karena merupakan salah satu plasma nutfah dan bagian dari
keanekaragaman suku zingeberaceae yang banyak manfaatnya disamping sebagai tanaman obat.

3. Program TOGA merupakan salah satu upaya penyebar luasan dan pelestarian tanaman obat,
terutama pada jahe.

Disarankan agar masyarakat terus menggalakkan program TOGA ini. Jahe selain sebagai bahan
masakan juga bisa digunakan dalam pengobatan alternatif dari penggunaan obat-obat sintetik yang
dalam kadar tertentu sangat berbahaya bagi kesehatan. Disamping itu juga sebagai upaya
pelestarian biodiversitas dari keanekaragaman suku zingeberaceae. Juga disarankan tidak hanya jahe
yang di tanam, tetapi tanaman obat lainnya juga perlu di tanam

DAFTAR PUSTAKA

Achmad S.A., E.H. Hakim, L. Makmur, D. Mujahidin, Y.M. Syah, (2001), Sejumlah senyawa kimia baru
dengan kerangka berlandaskan 3-isoprenil-flavon dari tumbuh-tumbuhan Moraceae hutan tropika
Indonesia dan kegunaannya, Makalah Seminar Kimia Indonesia Wilayah Barat, Universitas Riau,
Pakan Baru. Diakses tanggal 6 Februari 2011.

Anonymous a: 2011 http://e-course.usu.ac.id/content/budidaya/agronomi/textbook.pdf

Dechacare. 2011. Jahe untuk Mengobati Rematik, Batuk dan Radang Tenggorokan.
http://www.dechacare.com/Jahe-untuk-Mengobati-Rematik-Batuk-dan-Radang-Tenggorokan-
I606.html

Dharma, A. 2001.Uji Bioaktifitas Metabolit Sekunder. Makalah Workshop Peningkatan Sumber Daya
Alam Hayati dan Rekayasa Bioteknologi. FMIPA UNAND, Padang.

Ersam, Taslim. 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia dalam Merekayasa Model
Molekul Alami. Seminar Nasional Kimia VI,
2004. Surabaya. http://www.its.ac.id/personal/files/pub/764-beckers-chem-
imia%20ITS%20TE%2004.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2011.

Koswara, Sutrisno. 2011. Jahe, Rimpang dengan sejuta


Khasiat. http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/JAHE,%20RIMPANG%20DENGAN%20BERBAGAI%2
0KHASIAT.pdf

Kuntorini, Evi Mintowati. 2005. Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae Sebagai Obat Tradisional Oleh
Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru. BIOSCIENTIAE Volume 2, Nomor
1. http://bioscientiae.unlam.ac.id/v2n1/v2n1_kuntorini.pdf. diakses tanggal 6 Februari 2011

Pramono, Katno s. (2009). Tingkat Manfaat Dan Keamanan Tanaman Obat Dan Obat Tradisional,
Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu. Fakultas Farmasi,
UGM.(http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat%20tradi sio nal. pdf.) (Diakses 21 April 2009)

Radji, Maksum. (2005). Peranan Bioteknologi Dan Mikroba Endofit Dalam Pengembangan Obat
Herbal. Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknolo gi.(http://www.fp.unud.ac.id/biotek/wp-
content/uploads/2009/02mikroba-endofit.pdf,) (Diakses 21 April 2009)

Rifai, M.A. 1998. Pemasakinian Etnobotani Indonesia : Suatu Keharusan demi Peningkatan Upaya
Pemanfaatan, Pengembangan dan Penguasaannya. Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III ( 5-6
Mei 1998, Denpasar-Bali) : 352-356. Diakses tanggal 5 Februari 2011.

Tukiman. 2004. Pemanfaatan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) untuk Kesehatan keluarga. Universitas
Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-tukiman.pdf. diakses tanggal 6 Februari
2011

Wijakusuma, Hembing. (2000). Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia Sebagai Produk
Kesehatan. Risalah Pertemuan Ilmiah Penelilian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi:
Indonesia. (http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/ File% 20Prosiding /Kesehatan/ Risa
lah%202000/2000/Hembing-Wijaya.pdf) (Diakses 17 April 2009)

Anda mungkin juga menyukai