Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan usia dini merupakan masalah penting di Indonesia, akan tetapi
tingkat penerimaan dan praktik pernikahan usia dini berbeda-beda di seluruh
Indonesia secara geografis, ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Usia pernikahan
sangat dipengaruhi oleh adat istiadat atau kepercayaan setempat dan agama.
Beberapa daerah di Indonesia, karena adat istiadat maka banyak anak perempuan
menikah di usia dini. Selain itu, ada yang menikah atas keinginan orang tua,
karena stigma tentang perempuan dewasa yang tidak menikah, kekhawatiran akan
kehamilan atau seks pranikah, dan kemiskinan. Sehingga pernikahan usia dini di
Indonesia bersifat kompleks dan mencerminkan keanekaragaman nilai dan norma
sosial di Indonesia (BPS, 2016).
Menurut United Nations Development Economic and Social Affairs Indonesia
merupakan negara ke-37 dengan prosentase pernikahan usia muda yang tinggi
dan merupakan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja. Data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa, proses
pertumbuhan masih berlangsung sampai dengan usia 18 tahun, umur menarche
termuda terutama umur 6-12 tahun perlu mendapatkan perhatian khusus untuk
tidak menikah. Umur pertama menikah pada usia 10-14 tahun di Indonesia sudah
cukup tinggi yaitu 4,8% dan pada usia 15-19 tahun yaitu 41,9%. Bahkan
kelahiran lima tahun terakhir sebelum pengamatan ini dilakukan, sudah terjadi
pada 0,3 per 1000 perempuan yang berusia 10-14 tahun, dan 53,9 per 1000
perempuan yang berusia 15-19 tahun. Umur pertama menikah pada usia sangat
muda (10-14 tahun) cenderung lebih tinggi di pedesaan (6,2%), dan pada
kelompok perempuan yang tidak bersekolah (9,5%), petani/ nelayan/buruh
(6,3%), serta status ekonomi terendah (6,0%). (UNDESA 2010 dalam Kemkes
2015)
Di Indonesia, provinsi dengan presentase perkawinan dini umur 10-14 tahun
tertinggi adalah Jawa Tengah (52,1%), Kalimantan Selatan (9%), Jawa Barat
(7,5%), Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masing-masing (7%), dan
Banten (6,5%) sedangkan provinsi dengan prosentase kasus perkawinan dini
umur 15-19 tahun tertinggi adalah Kalimantan Tengah (52,1%), Jawa Barat
(50,2%), Kalimantan Selatan (48,4%), Bangka Belitung (47,9%), dan Sulawesi
Tengah (46,3%) (BKKBN 2012).
Berdasarkan data di Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2016, jumlah remaja
usia 15 - 24 tahun, sebanyak 2.514.109 orang. Dari jumlah tersebut, 30 - 35 % di
antaranya melakukan pernikahan usia dini. Beralih ke daerah kabupaten
jeneponto berdasarkan data yang di peroleh dari Desa Bonto Katangka pada
tahun 2016 kejadian pernikahan dini di usia muda kurang dari 20 tahun sebanyak
13 orang, tahun 2017 sebanyak 10 orang dan tahun 2018 10 orang.
Menurut UU perkawinana No 1 tahun 1974 perkawinana adalah ikaatan lahir
batin antara seseorang pria dan seseorang wanita sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
ketuhanan Yang Maha Esa (Setianingrum dan Aziz, 2014).
Pernikahan ideal adalah pernikahan yang dilakuakn oleh seorang laki-laki
dengan usia minimal 25 tahun dan usia minimal wanita 20 tahun karena secara
biologis alat reproduksi masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum
siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai
hamil dan melahirkan (BKKBN, 2012)
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan di usia muda pada
keluarga prasejahtera ini. Mulai faktor pendidikan, ekonomi, lingkungan, serta
adat istiadat yang dilakukan keluarga (Harian SIB, 2017). Berdasarkan hasil
survei yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2014
menunjukkan bahwa anak perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali
lebih besar untuk meninggal dalam kasus kehamilan dan persalinan daripada
perempuan usia 20-24 tahun, dan secara global kematian yang disebabkan oleh
kehamilan merupakan penyebab utama kematian anak perempuan usia 15-19
tahun (WHO 2014).
Anak perempuan menghadapi risiko tingkat komplikasi yang terkait dengan
persalinan yang jauh lebih tinggi, seperti fistula obstetri, infeksi, perdarahan
hebat, anemia dan eklampsia. Terdapat kajian yang menunjukkan bahwa
perkawinan usia anak di Indonesia berhubungan dengan buruknya kesehatan
reproduksi dan kurangnya kesadaran anak perempuan terhadap risiko persalinan
dini (Statistik 2016).
Dengan semakin meningkatnya jumlah remaja dan diikuti dengan masalah
pernikahan usia dini, yang merupakan awal terjadinya permasalahan kesehatan
reproduksi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang prevalensi
dan faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di Desa Bonto Katangka
Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto. Pemilihan lokasi ini berdasarkan
informasi yang diperoleh saat pengambilan data awal, bahwa pernikahan usia dini
masih terjadi di daerah tersebut. Namun belum ketahui prevalensi dan faktor
penyebab pernikahan dini.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui Prevalensi dan
faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di Desa Bonto Katangka Kecematan
Tarowang Kabupaten Jeneponto.
C. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan penelitian ini untuk
mengetahui :
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui prevalensi dan faktor penyebab terjadinya pernikahan dini
di Desa Bonto Katangka Kecematan Tarowang Kab. Jeneponto
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui prevalensi pernikahan dini di Desa Bonto Katangka
Kecematan Tarowang Kab. Jeneponto
b. Untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya pernikahan dini Di Desa
Bonto Katangka Kecematan Tarowang Kab. Jeneponto
D. MANFAAT PENELITIAN
A. Manfaat teoritis
Sebagai pijakan dan referensi pada peneliti-peneliti selanjutnya yang
berhubungan dengan peningkatan kemampuan berfikir pada anak usia dini
serta menjadi bahan kajian yang lebih lanjut.
B. Manfaat ilmiah
a. Bagi profesi
Profesi kebidanan di tuntut untuk melakukan tindakan aktif produktif
dengan cara memberi penyuluhan pada remaja, sehingga dapat mencegah
terjadinya pernikahan dini.
b. Bagi institusi
1. Penelitian ini dapat memberikan manfaat khususnya bagi masyarakat
Desa Bonto Katangka agar dapat memahami pentingnya pengetahuan
tentang dampak pernikahan dini pada kesehatan reproduksi
2. Bagi masyarakat Desa Bonto Katangka diharapkan dari hasil penelitian
ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih baik untuk menunda
keiginan menikah dini.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti untuk mengadakan penelitian
lebih lanjut tentang pernikahan dini.
E. KEASLIAN PENELITIAN
1. Risnawati Sembiring (2017) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pernikahan Usia Dini Pada Remaja Putri Di Kecematan Tanjung Rejo
Percut Sei dengan 83 responden jumlah remaja putri yang bergaul bebas pada
kasus sebanyak 21 orang (46,67) lebih besar bila dibandingkan pada control
sebanyak 17 orang (18,89%) sedangkan remaja putri yang tidak bergaul bebas
pada kasus sebanyak 24 orang (53,33%) lebih sedikit dibandingkan pada
control sebanyak 73 orang (81.11%).
2. Eny Widyawati (2017) dengan judul “Determinan Pernikahan Dini Di
Indonesia Jurusan Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Social, Universitas
Negeri Yogyakarta dengan 857 responden variable pendidikan pasangan tidak
sekolah berpengaruh signifikan terhadap pernikahan dini di Indonesia
pendidikan pasangan yang tidak sekolah akan memprediksiakan 13,3% untuk
melakukan pernikahan dini dibandin dengan pendidikan pasangan tingkat
SMP. Variable pendidikan tingkat SD berpengaruh signifikan terhadap
pernikahan dini di Indonesia pendidikan pasangan tingkat SD akan
memprediksiakan 3,8% untuk melakukan pernikahan usia dini di bandingkan
dengan pendidikan pasangan tingkat SMP sedangkan variable responden
tingkat SMA tidak berpengaruh terhadap pernikahan dini tingkat pendidikan
SMA memprediksikan sebesar 2,3%.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pernikahan Dini
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang terjadi secara formal atau tidak
formal yang dilakukan dibawah usia 18 tahun (UNICEF, 2014). Sedangkan
pernikahan usia anak menurut BKKBN merupakan pernikahan yang dilakukan
oleh remaja dibawah usia minimum. Usia minimum yang dianggap sudah cukup
matang untuk menikah adalah perempuan usia 20 tahun dan laki-laki usia 25
tahun. Pada usia tersebut dianggap usia yang telah matang secara psikologis,
pendidikan, pekerjaan, dan kemampuan fisik khususnya bagi perempuan untuk
hamil dan melahirkan (BKKBN 2010).
B. Faktor- Faktor Penyebab Pernikahan Dini
Menurut Akhiruddin (2016) pernikahan di usia dini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor yaitu:
a. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan orang tua dan masyarakat yang tingkat pendidikan dan
pengetahuanya rendah akan mendorong adanya kecederungan untuk
menikahkan anak yang masih di bawah umur.
b. Tingkat Kebutuhan Ekonomi
Tingkat kebutuhan ekonomi yang rendah, keadaan ekonomi keluarga yang
minim akan menyebabkan orang tua menikahkan anak perempuanya dengan
orang yang dianggapnya mampu untuk meringankan beban ekonomi keluarga.
c. Kemauan Sendiri
Kemauan sendiri, anak perempuan dan anak laki-laki yang merasa sudah
saling mencintai akan terpengaruh dan termotivasi untuk menikah di usia dini.
d. Faktor Keluarga
pernikahan dini terjadi karena orang tua tidak mampu menyekolahkan
anaknya sehingga anak akan cepat-cepat dinikahkan, disebabkan pula karena
anak tidak memiliki kemauan untuk melanjutkan sekolahnya dan takut jika
menjadi perawan tua maka jalan keluar satu-satunya adalah menikahkan
secepatnya apabila ada jodohnya.
Sedangkan menurut (Harian SIB, 2017) Ada beberapa faktor penyebab terjadinya
pernikahan di usia muda pada keluarga prasejahtera ini. Mulai faktor pendidikan,
ekonomi, lingkungan, serta adat istiadat yang dilakukan keluarga.
C. Dampak Pernikahan Dini
Maraknya pernikahan usia dini akan berkontribusi pada tingginya angka
kematian ibu. Karena itu, pendewasaan usia pernikahan dan pembekalan
pengetahuan kesehatan reproduksi mesti dilakukan. Sebab, upaya menurunkan
kematian ibu saat hamil, persalinan, dan masa nifas sulit dilakukan tanpa
menyiapkan kehamilan ibu sejak dini. Pernikahan usia dini termasuk faktor risiko
kematian ibu. Risiko kematian ibu naik jika hamil di usia terlalu muda, jarak
antarkehamilan terlalu rapat, jumlah anak terlalu banyak, dan hamil di usia terlalu
tua. Dari sisi kesehatan, organ reproduksi perempuan berusia di bawah 19 tahun
belum matang, sehingga menikah dan hamil di usia itu berisiko tinggi seperti
perdarahan. Di usia itu, pengetahuan kesehatan reproduksi remaja juga kurang.
Pernikahan dini akan berdampak pada kesehatan reproduksi anak perempuan.
Dari segi fisik, remaja belum kuat dan tulang panggulnya masih terlalu kecil
sehingga bisa berisiko pada saat proses persalinan. Remaja cenderung tidak
menyadari risiko yang akan terjadi jika melakukan pernikahan dini dan tidak
memahami tentang hak-haknya terkait kesehatan reproduksi. Sebagai salah satu
contoh adalah lemahnya peran seorang perempuan dalam memutuskan kapan
akan hamil dan melahirkan serta berapa jumlah anak yang akan dimiliki.
Keinginan mempunyai anak dan jumlah setelah menikah sebagian merupakan
keputusan yang diputuskan oleh pasangannya tanpa mengingat kondisi alat
reproduksi perempuan pada saat itu sehingga perempuan yang menikah dini harus
mengalami proses kehamilan dan persalinan pada usia yang masih belum matang
(Susilo 2014).
Menikah dini akan menghadapi risiko komplikasi persalinan yang jauh lebih
tinggi seperti fistula obstetri, perdarahan yang hebat, anemia dan eklampsia
(Statistik 2016).
a. Fistula obtetri
Anatomi tubuh remaja belum siap untuk proses mengandung maupun
melahirkan sehingga dapat terjadi komplikasi berupa obstructed labour serta
obstetric fistula. Data dari United Nations Populasi Fund for Population
Activities (UNFPA) tahun 2015, lebih dari 2 juta wanita di sub-Sahara Afrika,
Asia, kawasan Arab, Amerika Latin dan Karibia yang diperkirakan hidup
dengan fistula, dan 50.000 sampai 100.000 kasus baru berkembang setiap
tahunnya. Fistula merupakan kerusakan pada organ kewanitaan yang
menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia
kurang dari 20 tahun sangat rentan mengalami obstetric fistula salah satunya
dapat terjadi akibat hubungan seksual di usia dini (UNFPA).
b. Perdarahan yang hebat
penyebab kematian yang tinggi pada ibu adalah adanya perdarahan pada
proses persalinan.
c. Anemia
Kehamilan di usia muda akan berisiko bagi ibu untuk mengalami anemia
karena remaja berisiko mengalami anemia akibat pola makan yang salah serta
pada proses kehamilan terjadi hemodelusi yang pada akhirnya memperburuk
kondisi anemia pada kehamilan remaja.
d. Pre-eklampsia atau eklampsia.
. Adanya kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan
anemia dapat meningkatkan risiko terjadinya keracunan hamil dalam bentuk
pre-eklampsia atau eklampsia. Ibu muda yang saat hamil sering mengalami
ketidakteraturan tekanan darah dan mengakibatkan keracunan kehamilan serta
kekejangan akan berisiko untuk terjadinya kematian ibu.
D. Kerangka teori

Faktor-faktor penyebab
pernikahan dini :

1. Tingkat Pendidikan Pernikahan dini


2. Tingkat kebutuhan
ekonomi (BKKBN 2010).
3. Kemauan sendiri
4. Faktor keluarga
(Akhiruddin 2016)

Gambar 1.2 Kerangka teori


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif cross-sectional dengan
uji chi square untuk mengetahui prevalensi dan faktor penyebab terjadinya
pernikahan dini yang menggunakan data primer dimana semua data diperoleh
dari hasil wawancara yang telah diisi oleh peneliti. (Notoadmojo, 2014)
B. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang memiliki
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian
ditarik kesimpulannya (Hidayat, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua ibu yang menikah di periode Januari sampai Desember 2019 di Desa
Bonto Katangka Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Sastroasmoro 2014). Sampel
dalam penelitian ini adalah semua ibu yang menikah di periode Januari sampai
Desember 2019 di Desa Bonto Katangka Kecamatan Tarowang Kabupaten
Jeneponto, dengan jumlah 48 orang.
c. Tehnik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel ini adalah total sampling. total sampling
yaitu pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi
(Sugiono 2014).
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada semua ibu yang menikah di periode Januari
sampai Desember 2019 di Desa Bonto Katangka Kecamatan Tarowang Kabupaten
Jeneponto, dengan jumlah 48 orang. hal ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi
dan faktor penyebab terjadinya pernikahan dini.
D. Variabel penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu variable dependent adalah pernikahan dini
dan independent adalah faktor penyebab terjadinya pernikahan dini di Desa Bonto
Katangka Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto.
E. Kerangka konsep penelitian
Pada penelitian ini melihat prevalensi dan faktor penyebab terjadinya
pernikahan dini di Desa Bonto Katangka Kecamatan Taroang Kabupaten
Jeneponto.
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Faktor
Pernikahan
sssssssss
1. Tingkat pendidikan
Dini
2. Tingkat kebutuhan
ekonomi
3. Kemauan sendiri
4. Faktor keluarga

F. Defenisi Operasional
Defenisi Operasional merupakan definisi berdasarkan karakteristrik yang
diamati dari suatu yang didefinsikan yang dapat diamati (diukur) yang artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi
oleh orang lain (Nursalam, 2013).
Gambar 3.2 Definisi operasional
Variabel Definisi Alat Hasil Ukur Skala
No Operational Ukur Ukur

1. Pernikahan Pernikahan yang Lembar 1= Jika menikah di Ordinal


dini dilakukan oleh wawancara usia ≤ 20 tahun
remaja dibawah
usia minimum. 2= Jika menikah di
Usia minimum usia > 20
yang dianggap
sudah cukup
matang untuk
menikah adalah
perempuan usia
20.
2. Tingkat Tingkat Lembar 1= SD -SMA Ordinal
pendidikan pendidikan orang wawancara 2= Perguruan
tua dan tinggi
masyarakat yang
tingkat
pendidikan dan
pengetahuanya
rendah
3. Tingkat Keadaan Lembar 1= Jika Ordinal
kebutuhan ekonomi wawancara menikahkan anak
ekonomi keluarga yang perempuan dengan
minim akan alasan menopang
menyebabkan ekonomi keluarga
orang tua 2= jika menikahkan
menikahkan anak perempuan
anak bukan alasan
perempuanya ekonomi
4. Kemauan Anak perempuan Lembar 1= YA Ordinal
sendiri dan anak laki- wawancara
laki yang merasa 2= Tidak
sudah saling
mencintai akan
terpengaruh dan
termotivasi
untuk menikah
di usia dini.
5. Faktor Pernikahan dini Lembar 1= Jika menikah Ordinal
keluarga terjadi karena wawancara dengan
orang tua tidak keinginan orang
mampu tua
menyekolahkan
anaknya 2= Jika bukan
sehingga anak keinginan orang
akan cepat-cepat tua
dinikahkan

G. Jenis Data
Metode pengumpulan data dibagi 2 cara, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber
penelitian, yaitu diperoleh langsung dari responden melalui tekhnik
wawancara.
b. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diambil dari data ibu yang menikah di
periode Januari sampai Desember 2019 Di Desa Bonto Katangka Kecemtan
Tarowang Kabupaten Jeneponto.
H. Tekhnik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tekhnik wawancara yang
terdiri dari beberapa faktor penyebab terjadinya pernikahan dini .
I. Instrumen Penelitian
Alat pengumpulan data dirancang oleh peneliti sesuai dengan kerangka
konsep yang telah dibuat. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar wawancara wawancara.
J. Pengolahan Data
Menurut (Notoadmodjo, 2014), setelah data yang diperlukan dalam penelitian
ini terkumpul, maka dilakukan tahap pengelolaan data yang melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:
Editing (Penyuntingan)Pada tahap ini, mengumpulkan dan memeriksa data
check list yang ada lalu diperiksa apakah data yang ada sudah sesuai dengan
jumlah sampel dan apakah cara pengisiannya sudah benar atau terdapat
kekeliruan.
Coding (Pengkodean)Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis
memberikan kode tertentu pada tiap data sehingga memudahkan dalam
melakukan analisis data.
Data Entry (Memasukan Data)Mengisi kolom-kolom atau kode dengan
jawaban masing-masing pertanyaan.
Tabulating (Tabulasi Data)Pada tahap ini data yang sama dikelompokkan
dengan teliti dan teratur, kemudian dihitung dan dijumlahkan, kemudian
dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.
Apabila semua data dari setiap sumber atau responden dimasukkan, perlu di
cek kembali untuk melihat kemunkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,
ketidak lengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan dan kolerasi
(Notoadmodjo, 2014).
K. Analisa Data (Sugiyono, 2014)
Dalam analisa data dideskripsikan angka atau nilai jumlah variabel dengan
ukuran presentase dengan menggunakan rumus frekuensi presentase adalah
𝐹
P=𝑁 x 100%

Keterangan:
F : Frekuensi
N : Banyaknya data
P : Angka presentas
Analisis bivariat digunakan untuk melihat independent dan dependent
dengan menggunakan uji statistik “ chi-squere “. Untuk menggetahui ada
tidaknya hubungan 2 variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna.
Adapun rumus uji statistik tersebut adalah:
2
(O − E)2
𝑥 =Ʃ
E
Keterangan:
X2 : Nilai Chi-square
E : Nilai Ekspesasi yang di harapkan
O : Nilai Observasi

Anda mungkin juga menyukai