Anda di halaman 1dari 20

Clinical Science Session

Hari/tanggal : Senin / 9 September 2019

NASKAH PSIKIATRI

Insomnia
Hipersomnia
Somnabulisme (Sleepwalking)
Mimpi Buruk (Nightmares)

Oleh: Asrining Tyas P 2810 B


Debby Amanda P 2795 B
Joko Purnama P 2277 B

Preseptor : dr. Taufik Ashal Sp.KJ

BAGIAN PSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M. DJAMIL

PADANG

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-Nya
penulis dapat menyelesaikan Referat tentang Insomnia Non-organik, Hipersomnia Non-
organik, Somnabulisme (Sleepwalking), dan Mimpi Buruk (Nightmares). Referat ini penulis
susun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Taufik Ashal, Sp. KJ selaku
preseptor yang telah memberikan arahan dan semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan referat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak
kekurangan, untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga referat ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 8 September 2019

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Tidur adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Tidur bermanfaat untuk kesehatan
seperti penambahan energi, penampilan dan kesejahteraan fisik. Selain itu, tidur juga
berfungsi sebagai perbaikan dan peningkatan memori pada seseorang mengurangi stres dan
kecemasan.1 Pada kondisi istirahat, tidur memberikan fungsi homeostatik bagi tubuh yang
bersifat menyegarkan dan sangat penting untuk termoregulasi normal dan penyimpanan
energi.2
Pola tidur yang baik dan teratur dapat memberikan efek yang bagus terhadap
kesehatan.3 Perubahan pola tidur umumnya disebabkan oleh tuntutan aktifitas sehari-hari
yang menyebabkan berkurangnya kebutuhan untuk tidur, hal ini menyebabkan sering
mengantuk yang berlebihan pada siang harinya.2 Kebutuhan tidur setiap orang juga berbeda-
beda. Banyak orang dengan penidur panjang (long-sleeper) yang memerlukan waktu tidur 9
hingga 10 jam pada malam hari sedangkan yang lain adalah penidur pendek (short-sleeper)
yang hanya membutuhkan tidur kurang dari 6 jam setiap malam. Lama tidur tidak selalu
berhubungan dengan gangguan tidur. 1
Gangguan tidur sendiri didefinisikan sebagai pola tidur yang tidak memuaskan bagi
seseorang yang dicirikan dengan gangguan dalam jumlah, kualitas atau waktu tidur pada
seorang individu.2
1.2 BATASAN MASALAH
Clinical Science Session ini membahas tentang Insomnia, Hipersomnia,
Somnambulisme dan Nightmare.
1.3 TUJUAN PENULISAN
Clinical Science Session ini bertujuan untuk mengetahui tentang Insomnia,
Hipersomnia, Somnambulisme, dan Nightmares.
1.4 METODOLOGI PENULISAN
Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan kepustakaan merujuk pada berbagai
literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 INSOMNIA
Insomnia adalah salah satu gangguan tidur dimana seseorang merasa sulit untuk
memulai tidur. Gangguan tidur yang terjadi yaitu lamanya waktu tidur atau kuantitas tidur
yang tidak sesuai. Selain itu gangguan tidur yang terjadi berhubungan dengan kualitas tidur
seperti tidur yang tidak efektif.4
Insomnia merupakan keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan untuk memulai
tidur, kesulitan untuk mempertahankan tidur, dan rasa tidak puas dengan tidurnya.5 Insomnia
merupakan gangguan tidur bersifat sementara ataupun persisten yang paling sering terjadi
yaitu berupa kesulitan untuk memulai tidur.2 Insomnia dapat disimpulkan sebagai kondisi
dimana seseorang sulit untuk memulai tidur dan mempertahankan tidurnya. Walaupun
mereka memiliki waktu tidur yang cukup, namun tidur yang mereka lakukan tidak memiliki
kualitas dan akan menimbulkan kelelahan di pagi harinya. Gangguan insomnia dapat bersifat
sementara ataupun menetap.
2.1.1 KLASIFIKASI INSOMNIA
Kozier & Erb (2008) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis insomnia, (1) Insomnia
akut yaitu insomnia yang terjadi dua sampai tiga minggu dan disebabkan karena stres dan
perasaan khawatir. (2) Insomnia Kronis yaitu insomnia yang sudah terjadi lebih dari satu
bulan.5 Menurut Munir (2015) klasifikasi berdasarkan bentuk insomnia yaitu6 :
1. Difficulty in Initiating Sleep (DIS)
Jenis ini sering disebabkan karena tidur yang terjaga yang disertai kecemasan dan
faktor lain.
2. Difficulty in Maintaining Sleep (DMS)
Biasanya terbangun secara tiba-tiba, atau pada saat-saat tertentu seperti merasa pusing
tiba-tiba kemudian terbangun.
3. Early Morning Waking (Sleep Offset Insomnia)
Sering terjadi pada orang tua dan biasanya disebabkan karea demensia, penyakit
parkinson, gejala menopause, depresi, dan obat-obatan.
Menurut International Classification of Sleep Disorder 2 (ICSD-2), insomnia dapat
ditegakkan bila terdapat satu atau lebih keluhan, yaitu: kesulitan memulai tidur, kesulitan
untuk mempertahankan tidur sehingga sering terbangun dari tidur, bangun terlalu dini hari

4
dan sulit untuk tidur kembali, dan tidur dengan kualitas yang buruk. Selain itu setidaknya
terdapat satu gangguan disiang hari seperti kelelahan, gangguan atensi, gangguan konsentrasi
dan memori, gangguan dalam hubungan sosial, gangguan mood atau mudah tersinggung,
nyeri kepala, dan gangguan pencernaan akibat kurang tidur.7
Noman (2015) menggolongkan insomnia dalam tiga kategori8 :
1. Transient Insomnia
Kategori insomnia ini berlangsung selama beberapa hari hingga kurang dari satu
minggu. Insomnia ini diakibatkan karena stres, cemas, suasanya hati yang berlebihan, dan
sakit. Keadaan ini dapat kembali lagi pada pola tidur yang normal.
2. Acute Insomnia
Acute Insomnia berlangsung selama beberapa minggu hingga kurang dari satu bulan.
Biasanya disebabkan oleh penyakit yang sudah diderita sejak lama.
3. Cronic Insomnia
Insomnia ini berlangsung lebih dari satu bulan hingga menahun dan disebabkan
karena penyakit kronis, stres, dan cemas yang berkepanjangan.
2.1.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INSOMNIA
Insomnia dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah usia lanjut dan jenis
kelamin perempuan. Pada usia lanjut terjadi perubahan daya tahan tubuh yang membuat
mereka rentan memiliki masalah kesehatan. Hal tersebut dapat memicu terjadinya insomnia
pada usia lanjut. Jenis kelamin perempuan juga menjadi penyebab insomnia karena
berhubungan dengan perubahan hormone saat menstruasi atau menopause.5
Menurut National Sleep Foundation wanita lebih banyak mengalami insomnia
dibandingkan pria, 57% wanita mengalami tanda gejala insomnia beberapa kali dalam satu
mingggu. Insomnia lebih banyak terjadi pada wanita karena fase tertentu dalam
kehidupannya seperti siklus menstruasi, kehamilan, dan menopause. Menopause pada wanita
menyebabkan terjadinya penurunan hormon estrogen dan progesteron yang berhubungan
dengan kejadian insomnia.7
Faktor lain yang mempengaruhi insomnia yaitu keadaan lingkungan. Lingkungan
yang tidak nyaman seperti suhu ruangan yang terlalu tinggi dan teman tidur yang
mendengkur akan menyulitkan seseorang untuk tidur. Selain itu gangguan kesehatan seperti
rasa nyeri, alergi, atau sesak nafas juga akan menyulitkan seseorang untuk tidur.9

5
Menurut Munir (2015) faktor-faktor penyebab insomnia yaitu6 :
1. Stres
Stres akibat pekerjaan, sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif
dimalam hari.
2. Kecemasan dan depresi
Hal ini disebabkan karena terjadi ketidakseimbangan kimia dalam otak atau
kekhawatiran yang menyertai depresi.
3. Obat-obatan
Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa
antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan, dan kortikosteroid.
4. Kafein, nikotin, dan alkohol.
5. Kondisi medis
Gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan kondisi medis lainnya dapat menyebabkan
insomnia karena menimbulkan rasa tidak nyaman.
Faktor yang menyebabkan insomnia yang disebutkan dalam penelitian Susanti (2015)
di Poliklinik Saraf RS. M. Djamil Padang menyebutkan bahwa insomnia paling banyak
dialami oleh pasien yang mengalami depresi dan nyeri punggung. Keluhan paling banyak
berasal dari pasien lansia dan wanita. Insomnia banyak terjadi pada wanita diperkirakan
karena sering mengalami perubahan hormon. Sedangkan nyeri menyebabkan insomnia
karena kondisi yang tidak nyaman.7
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Kairupan, Rottie, & Malara (2016) disebutkan
bahwa 47 remaja dari 60 remaja yang merokok mengalami insomnia. Hal itu disebabkan
karena nikotin yang terkandung dalam rokok akan mengenai reseptor diotak dan seolah
membuat otak selalu menagih nikotin lagi, sehingga pecandu memiliki waktu lebih lama
untuk tertidur. Selain karena merokok remaja yang mengalami insomnia dapat disebabkan
karena stress atau cemas, depresi, efek samping pengobatan, kelainan kronis, alkohol, dan
kafein.10
Remaja yang aktif dalam media sosial rentan mengalami insomnia. Fasilitas yang
sering mereka gunakan adalah chatting, browsing, dan downloading. Kegiatan tersebut sering
mereka lakukan karena remaja memiliki keinginnan untuk bersosialisasi yang tinggi sehingga
mereka sering menghabiskan waktu dimalam hari untuk mengakses media sosial dan bermain
game online. Selain itu mereka juga menggunakan internet sebagai media untuk mengerjakan
tugas di rumah pada malam hari.11

6
Rasa khawatir terhadap gangguan tidur yang dialami seseorang dapat menyebabkan
insomnia. Rasa khawatir tersebut disebabkan karena mencemaskan akan kebiasaan tidur dan
waktu tidur yang kurang dapat mempengaruhi kesehatannya. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa rasa cemas atau khawatir merupakan faktor yang dapat memengaruhi
insomnia.12
2.1.3 GEJALA INSOMNIA
Gejala insomnia pada umumnya berupa kesulitan untuk memulai tidur, sulit mengatur
waktu tidur, bangun tidur terlalu awal, dan kualitas tidur yang buruk (Horsley et al, 2016).
Menurut Kozier & Erb (2008) gejala insomnia diantaranya5 :
1. Sulit untuk memulai tidur
Seseorang yang mengalami insomnia akan sulit untuk memulai tidur walaupun sudah
merasa lelah. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Susanti (2015) menyebutkan bahwa
keluhan yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah kesulitan untuk memulai tidur.7
2. Sering terbangun saat tengah malam
Keadaan insomnia sering mengalami terbangun dimalam hari, sehingga tidurnya
selalu terjaga.
3. Sulit kembali tertidur
Setelah terbangun dimalam hari, biasanya penderita insomnia akan sulit untuk tertidur
kembali.
4. Bangun terlalu pagi
Penderita insomnia akan bangun terlalu pagi karena tidurnya terjaga.
5. Tidak merasa puas akan tidur
Pada saat bangun di pagi hari biasanya penderita insomnia tidak merasa puas dengan
tidurnya, mereka akan merasakan letih karena tidurnya selalu terjaga.
6. Mengantuk di siang hari
Mengantuk di siang hari disebabkan karena kurang tidur dimalam hari.
7. Sulit untuk berkonsentrasi
Penderita insomnia akan sulit untuk berkonsentrasi saat siang hari karena mereka
merasa lemas dan mengantuk.
Menurut Pangau (2015) gejala insomnia ditandai dengan buruknya kualitas kerja,
cepat marah, sakit, kepala, sulit berkonsentrasi, dan merasa lelah. Keadaan insomnia yang
lebih parah dapat ditandai dengan gejala berkurangnya fungsi panca indera, merasa seolah-
olah berada diluar tubuhnya, dan sensitif atau merasa orang-orang disekitarnya memusuhi
dirinya. Hal tersebut tentu saja sangat mengganggu aktivitas sehari-hari.13

7
2.1.4 DAMPAK INSOMNIA
Dampak dari insomnia menurut Munir (2015) berupa kelelahan, sulit untuk
berkonsentrasi, mengantuk saat beraktivitas disiang hari, penurunan motivasi, dan performa
sosial yang buruk. Orang yang kurang tidur akan cenderung melakukan kesalahan saat
bekerja dan mudah tersinggung. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa lelah karena
kekurangan waktu tidur.6
Insomnia dapat menimbulkan gangguan untuk melakukan aktvitas sepanjang hari,
melemahkan energi dan mood, kesehatan, serta kualitas hidup, dan menyebabkan rasa frustasi
bagi yang mengalaminya. Jika insomnia terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan baik mental maupun fisik.14
Insomnia menyebabkan seseorang kesulitan untuk bereaksi terhadap sebuah situasi
dan gagal membuat berbagai pertimbangan yang rasional. Hal tersebut tidak baik bagi
seseorang yang mengalami insomnia untuk melakukan hal yang membutuhkan konsentrasi
tinggi seperti mengemudi, melakukan operasi, dan menerbangkan pesawat. Sudah ada
beberapa kejadian serius yang disebabkan karena insomnia seperti bencana internasional
berupa tumpahan minyak terparah di dunia dari kapal tanker Exxon Valdez dan radiasi nuklir
yang mengerikan di Chernobyl.15
2.1.5 PENATALAKSANAAN INSOMNIA
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada orang yang mengalami insomnia adalah
melakukan behavioral treatment untuk memperbaiki kebiasaan pola tidur. Contoh behavioral
treatment sebagai berikut5 :
1. Kontrol stimulus
Yaitu dengan cara membuat lingkungan yang nyaman agar merasa tenang sehingga
dapat memudahkan kita untuk tertidur.
2. Terapi kognitif
Terapi ini dilakukan dengan cara berlatih untuk memciptakan pikiran yang positif dan
yakin untuk bisa tertidur.
3. Pembatasan tidur
Menghindari waktu tidur yang berlebihan disiang hari, sehingga dapat memulai tidur
dengan mudah dimalam hari.
Latihan relaksasi jangka pendek sebelum tidur seperti meditasi dan nafas dalam dapat
membantu untuk meningkatkan kualitas tidur. Selain itu relaksasi mental yang dilakukan
dengan cara yoga juga dapat membantu, hal tersebut dikarenakan relaksasi dapat
menenangkan pikiran sehingga tubuh akan lebih tenang dan mudah untuk tidur.6

8
Relaksasi lain yang dapat digunakan adalah aromaterapi, penelitian yang dilakukan
oleh (Lestari & Rodiyah, 2016) disebutkan bahwa aromaterapi lavender dapat mengatasin
insomnia. Terapi non farmakologi ini membantu lansia untuk menenangkan diri dan
mengolah stressor yang menyebabkan insomnia. Aroma minyak lavender yang terhirup akan
merangsang otak sehingga memberikan relaksasi fisik, sehingga terapi ini dapat digunakan
untuk menurunkan tingkat insomnia.16
Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyowati & Nisa (2014) menyebutkan bahwa
mandi dengan air hangat dapat mengurangi kejadian insomnia pada lansia. Air hangat
merupakan salah satu media yang dapat memperlancar sirkulasi darah dan pernafasan karena
efek hidrostatik dan hidrodinamik. Selain itu air hangat memiliki dampak fisiologis bagi
tubuh yang dapat menghilangkan rasa nyeri, menenangkan jiwa, dan merelaksasikan tubuh.14
Terapi brain gym juga dapat digunakan untuk mengatasi insomnia. Brain gym
merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara gerakan-gerakan kecil untuk melatih otak.
Kegiatan ini bermanfaat untuk merelaksasikan otot tubuh dan meningkatkan fungsi kognitif.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nisa (2015) disebutkan bahwa lansia yang diberikan
terapi brain gym mengalami penurunan gejala insomnia.17
Menurut Express (2009) untuk memudahkan tidur kita dapat mengkonsumsi makanan
yang mengandung triptofan. Triptofan merupakan asam amino yang dapat menghasilkan
serotonin, yaitu zat yang bertugas menghantarkan sinyal-sinyal antara ruang syaraf dengan
sel-sel syaraf atau disebut neurotransmiter yang dapat menibulkan perasaan mengantuk.
Asam amino dapat diperoleh dengan mengkonsumsi makanan seperti kalkun, ikan tuna,
pisang, kurma, kacang-kacangan, yoghurt dan susu.18

2.2 HIPERSOMNIA
Kantuk yang berlebihan (hipersomnia) adalah masalah serius yang berpotensi
mengancam kehidupan seseorang. Hal ini tidak hanya mempengaruhi dan menimbulkan
dampak pada individu yang terkena tetapi juga pada keluarga, rekan kerja, dan masyarakat
luas.2
Rasa kantuk sendiri dapat disebabkan oleh (1) kurang tidur, (2) disfungsi neurologis
dasar dalam sistem otak yang mengatur tidur, (3) gangguan tidur, atau (4) fase ritme sirkadian
seseorang. Kuesioner riwayat tidur seringkali membantu dalam mendiagnosis gangguan tidur
pasien.2
Kantuk pada hipersomnia merujuk pada rasa kantuk yang berlebihan, adanya
kecenderungan untuk tertidur, dan ketika ekstrem, adanya ketidakmampuan untuk terjaga.

9
Rasa kantuk memengaruhi perhatian, konsentrasi, memori, dan kognitif Dampak serius
kantuk termasuk kegagalan di sekolah, kehilangan pekerjaan, kecelakaan lalu lintas dan
kecelakaan kerja. Hipersomnia primer didiagnosis ketika tidak ada penyebab lain yang
ditemukan dan terjadi setidaknya selama 1 bulan.2
2.2.1 EPIDEMIOLOGI HIPERSOMNIA
Tingkat keluhan kantuk di siang hari yang berlebihan pada populasi umum adalah
antara 0,5-5% orang dewasa. Hipersomnia didiagnosis pada sekitar 5-10% orang yang datang
sendiri ke klinik dengan keluhan utama kantuk di siang hari.19
2.2.2 KLASIFIKASI HIPERSOMNIA
1. Sindrom Kleine-Levin.
Sindrom Kleine-Levin adalah kondisi yang relatif jarang, ditandai dengan terjadinya
episode hipersomnia berulang. Selama episode hipersomnia, periode sadar biasanya ditandai
dengan penarikan dari kontak sosial dan kembali tidur adalah pilihan utama. Sindrom Kleine-
Levin adalah yang paling dikenal dari hipersomnia berulang meskipun jarang terjadi. Ini
lebih banyak menyerang laki-laki di awal masa remaja; namun, hal itu dapat terjadi di
kemudian hari dan pada wanita.2
2. Hipersomnia terkait menstruasi
Pada beberapa wanita, episode hipersomnia berulang berhubungan dengan siklus
menstruasi, ditandai dengan hipersomnia pada atau sesaat sebelum timbulnya menstruasi.
Gejala-gejalanya biasanya berlangsung selama 1 minggu dan sembuh dengan menstruasi.
Faktor endokrin mungkin terlibat.2
3. Hipersomnia idiopatik.
Hipersomnia idiopatik (HI) muncul dalam beberapa bentuk. HI ditandai dengan
periode tidur yang sangat lama, dan setelah itu individu tetap mengantuk. HI juga dapat
terjadi tanpa periode tidur yang lama. HI adalah gangguan kantuk yang berlebihan di dimana
pasien tidak memiliki gejala tambahan yang terkait dengan narkolepsi. Selanjutnya pasien
siap tertidur jika diberi kesempatan untuk tidur siang pada hari berikutnya. Sesuai namanya,
etiologi HI tidak diketahui, namun diduga adanya gangguan di sistem saraf pusat. Usia onset
biasanya antara 15 dan 30 tahun, dan hipersomnia menjadi masalah seumur hidup.2
4. Sindrom Tidur Tidak Cukup yang Diinduksi Perilaku
Sindrom tidur tidak cukup berasal dari pengabaian individu atas jadwal tidur dan
bangunnya. Biasanya bersifat subklinis dan terjadi pada sebagian besar populasi. Bantuan
medis umumnya tidak dibutuhkan karena individu sadar akan penyebab kantuknya.2

10
5. Hipersomnia Karena Kondisi Medis
Beberapa kondisi medis yang diketahui menyebabkan hipersomnia adalah trauma
kepala, stroke, ensefalitis, penyakit Parkinson, kondisi peradangan tumor, penyakit genetik,
dan penyakit neurodegeneratif.2
6. Hipersomnia Karena Penggunaan Obat atau Zat
Kantuk dapat disebabkan oleh penggunaan atau penyalahgunaan hipnotik sedatif,
sedatif antihistamin, antidepresan sedasi, antiepileptik, neuroleptik, dan analgesik opioid.
Hipersomnia juga dapat dipicu oleh penghentian penggunaan stimulan tradisional (kokain,
amfetamin), kafein, atau nikotin.2
2.2.3 DIAGNOSIS HIPERSOMNIA
Kriteria DSM-5 untuk kelainan hipersomnia adalah sebagai berikut:19
1. Kantuk berlebihan yang dilaporkan sendiri, meskipun periode tidur utama setidaknya 7
jam, dengan setidaknya satu dari gejala berikut: 1) Tidur atau tertidur berulang pada hari
yang sama; 2) Episode tidur utama berkepanjangan lebih dari 9 jam per hari yang tidak
restoratif; 3) Kesulitan sepenuhnya bangun setelah bangun tiba-tiba.
2. Hipersomnia terjadi setidaknya tiga kali per minggu selama setidaknya 3 bulan.
3. Hipersomnia disertai dengan kesulitan atau gangguan signifikan dalam fungsi kognitif,
sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
4. Hipersomnia tidak dijelaskan dengan lebih baik dan tidak terjadi secara eksklusif pada
gangguan tidur lainnya (misalnya, narkolepsi, gangguan tidur terkait pernapasan,
gangguan tidur-bangun ritme sirkadian, atau parasomnia).
5. Hipersomnia tidak disebabkan oleh efek fisiologis suatu zat.
6. Gangguan mental atau kondisi medis tidak cukup menjelaskan hipersomnia.
Selain itu, gangguan hipersomia ditentukan oleh durasi: akut (kurang dari 1 bulan),
subakut (1-3 bulan), persisten (lebih dari 3 bulan); dan berdasarkan tingkat keparahan
berdasarkan tingkat kesulitan mempertahankan kewaspadaan siang hari: ringan (1-2 hari
seminggu), sedang (3-4 hari seminggu), parah (5-7 hari seminggu).19
Kriteria PPDGJ III untuk kelainan hipersomnia adalah sebagai berikut:20
1. Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur/ “sleep attack”
(tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang memanjang dari
saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep drunkenness).
2. Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari satu bulan atau berulang dengan
kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan
mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.

11
3. Tidak ada gejala tambahan “narcolepsy” (cataplexy, sleep paralysis, hypnagogic
hallucination) atau bukti atau bukti klinis untuk “sleep apnoe” (nocturnal breath cessation,
typical intermitten snoring sounds, etc).
4. Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada siang
hari.
2.2.4 TATALAKSANA HIPERSOMNIA
Hipersomnia yang disebabkan oleh kurang tidur diobati dengan memperpanjang dan
mengatur periode tidur. Namun, jika kantuk timbul dari narkolepsi, kondisi medis, atau
idiopatik hipersomnia, biasanya dikelola secara farmakologis. Tidak ada obat untuk ini
kondisi, tetapi gejalanya dikelola dengan zat yang membangunkan (wake-promoting
substance) seperti modafinil (Provigil; pengobatan lini pertama) atau psikostimulan
tradisional seperti amfetamin dan turunannya (jika modafinil gagal).2
Meskipun terapi obat adalah pengobatan pilihan, pendekatan terapi keseluruhan harus
mencakup tidur siang yang dijadwalkan, penyesuaian gaya hidup, konseling psikologis.2
2.2.5 PROGNOSIS HIPERSOMNIA
Hipersomnia yang tidak diobati menunjukkan perjalanan yang kronis tetapi stabil.
Hipersomnia idiopatik adalah kelainan seumur hidup, diyakini tidak memiliki kecenderungan
untuk mengalami perburukan secara spontan, meskipun beberapa penelitian telah melaporkan
hingga 25% pasien hipersomnia idiopatik menunjukkan peningkatan spontan pada
hipersomnia pada siang hari.21

2.3 SOMNABULISME (SLEEPWALKING)


Gangguan tidur sambil berjalan juga dikenal sebagai sleepwalking atau
somnambulisme. Tidur berjalan ditandai dengan keadaan kesadaran yang tidak biasa di mana
mempengaruhi perilaku motorik yang kompleks, termasuk berjalan-jalan, terjadi selama
tidur. Selama berjalan dalam tidur, individu memiliki wajah yang menatap kosong dan relatif
tidak respon terhadap upaya komunikatif orang lain dan sulit untuk membangunkan. Ketika
berjalan dalam tidur, baik selama episode atau keesokan harinya, mereka tidak dapat
mengingat peristiwa yang pernah terjadi dan tidak memiliki gangguan perilaku ataupun
kognisi, meskipun mereka mungkin memiliki periode singkat awal disorientasi setelah
bangun dari episode tidur berjalan. Sleepwalking biasanya terjadi selama tidur gelombang
lambat (tahap 3-4) dan karena itu dominan di sepertiga pertama dari malam. Prevalensi
puncak sleepwalking terjadi pada usia 12 tahun, dengan onset antara usia 4 dan 8 tahun.
Sekitar 2-3% anak-anak dan 0,5% orang dewasa memiliki episode regular. Tidur berjalan

12
terdapat dalam keluarga dengan 80% dari sleep walkers memiliki riwayat keluarga positif
untuk tidur berjalan.22
Somnabulisme atau sleepwalking adalah aktivitas motorik saat tertidur.2 Pasien dapat
berjalan di sekitar kamar tidur, tetapi juga dapat berjalan ke luar kamar. Individu sulit bangkit
tetapi biasanya kembali ke tempat tidur dengan atau tanpa tuntutan. Aktivitas kompleks
jarang terjadi. Individu tersebut sering tidak benar-benar berjalan, tetapi duduk dan membuat
gerakan tanpa tujuan dan komat-kamit. Terdapat anggapan bahwa terdapat hubungan yang
kuat antara somnabulisme dan teror malam. Pasien gangguan ini berisiko mengalami cedera,
terutama di lingkungan yang tidak di kenalnya dengan baik. Gambaran tipikal gangguan
tingkah laku ini didapat dengan gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian
pertama malam selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak
memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi dengannya dan dapat
dibangunkan susah payah.22
2.3.1 MANIFESTASI KLINIS SOMNABULISME
Seseorang yang mengalami sleepwalking dapat mengalami22 :
1. Duduk di tempat tidur dan membuka matanya
2. Memiliki ekspresi mata sayu atau berkaca-kaca
3. Berkeliaran di sekitar rumah, mungkin membuka dan menutup pintu atau mematikan
dan menghidupkan lampu
4. Melakukan aktivitas rutin, seperti berpakaian atau membuat snack, bahkan mengemudi
mobil
5. Bicara atau bergerak dengan canggung
6. Menjerit, terutama jika juga mengalami mimpi buruk
7. Sulit dibangunkan ketika episode sleepwalking terjadi
Sleepwalking biasanya terjadi selama tidur nyenyak di awal malam, biasanya satu
sampai dua jam setelah tertidur. Orang yang melakukan sleepwalking tidak akan ingat
episode sleepwalking-nya di pagi hari. Sleepwalking umum terjadi pada anak-anak dan
biasanya semakin hilang ketika remaja disebabkan jumlah tidur nyenyak yang menurun.22
2.3.2 DIAGNOSIS SOMNABULISME
Kriteria diagnostik DSM-IV-TR Gangguan berjalan di dalam tidur :23
1. Episode berulang bangkit dari tempat tidur saat sedang tidur dan berjalan berkeliling,
biasanya terjadi pada sepertiga tidur pertama episode tidur utama.

13
2. Selama berjalan dalam tidur, orang tersebut memiliki wajah yang kosong, dan menatap,
relative tidak responsif terhadap upaya orang lain untuk berbicara dengan mereka, dan
sangat sulit untuk dibangunkan.
3. Saat bangun (baik dari episode berjalan di dalam tidur atau keesokan paginya), orang ini
mengalami amnesia akan episode tersebut)
4. Dalam beberapa menit setelah bangun dari episode berjalan dalam tidur, tidak ada
aktivitas atau perilaku mental yang terganggu (meskipun awalnya bisa terdapat periode
singkat bingung dan disorientasi)
5. Berjalan dalam tidur menyebabkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain.
6. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh, penyalah
gunaan obat, suatu obat) atau keadaan medis umum.2
Pedoman diagnostik Somnambulisme (sleepwalking ) F51.3 menurut PPDGJ III. 20
1. Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti :
a. Gejala yang utama adalah satu atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya
pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan; (kesadaran berubah)
b. Selama satu episode, individu menunjukkan wajah bengong (blank, staringface),
relatif tidak memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi
keadaaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita dan hanya daoat
disadarkan/dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah.
c. Pada waktu sadar/bangun (setelah satu episode atau besok paginya), individu tidak
ingat apa yang terjadi
d. Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada
gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan
disorientasi dalam waktu singkat.
e. Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik
2. Somnambulismeharus dibedakan dari serangan Epilepsi Psikomotor dan Fugu Disosiatif
(F44.1).
2.3.3 PENATALAKSANAAN SOMNABULISME
Pedoman umum2 :
1. Penenangan hati adalah pengobatan utama.
2. Jika faktor-faktor lingkungan atau predisposisi ditemukan, harus dilakukan upaya
untuk menghilangkannya. Yakinkan tidur yang cukup, pengaturan siklus tidur,

14
dan pengobatan kondisi medis (misalnya, gastroesophageal reflux, apnea tidur
obstruktif, gerakan kaki periodik, kejang).
3. Hindari pendengaran, sentuhan, atau rangsangan visual pada awal siklus tidur.
Ini terlihat pada beberapa peristiwa pasien dengan parasomnia.
4. Instruksikan orang tua untuk mengunci jendela dan pintu , menghilangkan
hambatan dan benda-benda tajam dari ruangan , dan menambahkan alarm (jika
perlu) untuk mengurangi kemungkinan cedera selama episode.
Tindakan farmakologis mungkin diperlukan dalam situasi berikut2 :
1. Kemungkinan cedera besar.
2. Perilaku lanjutan yang menyebabkan gangguan signifikan atau keluarga kantuk
berlebihan di siang hari .
3. Gejala yang tidak biasa yang hadir .
4. Intervensi nonfarmakologi telah terbukti tidak memadai .
Benzodiazepin, antidepresan trisiklik, dan serotonin reuptake inhibitor telah terbukti
berguna . Clonazepam dalam dosis rendah sebelum tidur dan dilanjutkan selama 3-6 minggu
biasanya efektif. Obat sering dapat dihentikan setelah 3-5 minggu tanpa kambuhnya gejala.2

2.4 MIMPI BURUK (NIGHTMARES)


Nightmares atau disebut juga mimpi buruk merupakan sebuah gangguan ansietas
mimpi yang terjadi ditandai dengan munculnya mimpi yang terus berulang dan berulang
selama tidur dan mimpi terasa mengancam dan menakutkan sehingga membuat tidur menjadi
tidak aman dan nyaman. Nightmare merujuk untuk menguraikan mimpi yang menyebabkan
tingginya tingkat kecemasan atau ketakutan (American Psychiatric Association, 1994).
Secara umum, isi mimpi buruk berputar bahaya di sekitar individu (misalnya, dikejar-kejar,
diancam, luka, dll). Ketika mimpi buruk terjadi dalam konteks gangguan stres pasca trauma
(PTSD), mereka cenderung melibatkan cerita asli yang mengancam atau mengerikan setelah
keadaan yang terlibat dalam peristiwa traumatik. Misalnya, seseorang mungkin mengalami
mimpi menakutkan yang melibatkan teroris, kecelakaan pesawat, bangunan runtuh,
kebakaran, orang melompat dari gedung, dll selamat perkosaan mungkin mengalami mimpi
mengganggu tentang pemerkosaan itu sendiri atau beberapa aspek dari pengalaman yang
sangat menakutkan (misalnya, ditahan dengan todongan pisau).24,25
Mimpi buruk bisa terjadi beberapa kali dalam satu malam tertentu, atau seseorang
mungkin pengalaman mereka sangat jarang. Individu mungkin mengalami mimpi yang sama
berulang kali, atau mereka mungkin mengalami mimpi yang berbeda dengan tema yang

15
sama. Ketika orang terbangun dari mimpi buruk, mereka biasanya dapat mengingatnya secara
rinci. Setelah terbangun dari mimpi buruk, orang biasanya melaporkan perasaan
kewaspadaan, ketakutan, dan kecemasan. Mimpi buruk terjadi hampir secara eksklusif
selama rapid eye movement (REM) tidur. Meskipun tidur REM terjadi dan mematikan
sepanjang malam, periode tidur REM menjadi lebih lama dan bermimpi cenderung menjadi
lebih intens di paruh kedua malam. Akibatnya, mimpi buruk lebih mungkin terjadi selama
ini.25
2.4.1 EPIDEMIOLOGI NIGHTMARES
Prevalensi mimpi buruk bervariasi menurut kelompok umur dan jenis kelamin. Mimpi
buruk dilaporkan pertama kali mengalami antara usia 3 dan 6 tahun (American Psychiatric
Association, 1994). Dari 10% sampai 50% dari anak-anak antara usia 3 dan 5 mengalami
mimpi buruk yang cukup parah untuk menyebabkan kekhawatiran orang tua mereka. Ini tidak
berarti bahwa anak-anak dengan mimpi buruk selalu memiliki gangguan psikologis. Bahkan,
anak-anak yang mengembangkan mimpi buruk dengan tidak adanya peristiwa traumatik
biasanya tumbuh dari mereka ketika mereka semakin tua. Sekitar 50% orang dewasa
melaporkan memiliki setidaknya mimpi buruk sesekali. Diperkirakan bahwa antara 6,9% dan
8,1% dari populasi orang dewasa menderita mimpi buruk kronis. Perempuan melaporkan
mengalami mimpi buruk lebih sering daripada pria. Perempuan melaporkan dua sampai
empat mimpi buruk bagi setiap satu mimpi buruk yang dilaporkan oleh laki-laki. Tidak jelas
pada saat ini apakah pria dan wanita benar-benar mengalami tingkat yang berbeda dari mimpi
buruk, atau apakah wanita hanya lebih mungkin untuk melaporkan mereka.25,26
2.4.2 ETIOLOGI NIGHTMARES
1. Kecemasan atau stres adalah yang paling umum: Pada 60 persen kasus, peristiwa besar
dalam hidup mendahului timbulnya mimpi buruk.
2. Penyakit dengan demam.
3. Kematian orang yang dicintai (berkabung).
4. Reaksi yang merugikan atau efek samping dari obat.
5. Penarikan terbaru dari obat seperti pil tidur.
6. Konsumsi alkohol yang berlebihan.
7. Penarikan alkohol gangguan.
8. Pernapasan mendadak dalam tidur (sleep apnea).
9. Gangguan tidur (narkolepsi, gangguan teror tidur).
10. Mengonsumsi sebelum tidur, yang meningkatkan metabolisme dan aktivitas otak tubuh,
dapat menyebabkan mimpi buruk terjadi lebih sering.26,27

16
2.4.3 MANIFESTASI KLINIS NIGHTMARES
Kriteria bagi pastikan mimpi buruk adalah25-27 :
1. Berulang kali bangun dengan ingatan rinci panjang, mimpi menakutkan yang berpusat di
sekitar ancaman terhadap kelangsungan hidup, keamanan atau harga diri, biasanya terjadi
pada paruh kedua tidur atau saat tidur siang.
2. Menjadi berorientasi dan waspada langsung ketika bangun tidur.
3. Hasil dalam kesulitan atau penurunan bidang penting kerja, sosial atau lainnya fungsi.
4. Gejala tidak disebabkan oleh kondisi medis umum atau dengan penggunaan obat atau
bahan lainnya.
Menurut PPDGJ III dan DSM 5 Gambaran klinis Nightmares sebagai berikut20 :
1. Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan
yang dapat diingat kembali dengan rinci dan jelas (vivid), biasanya perihal ancaman
kelangsungan hidup, keamanan atau harga diri; terbangunnya dapat terjadi kapan saja
selama periode tidur, tetapi yang khas adalah pada paruh kedua masa tidur;
2. Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar penuh dan mampu
mengenali lingkungannya;
3. Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur terganggu, menyebabkan penderitaan cukup
berat bagi individu.
2.4.4 KOMPLIKASI NIGHTMARES
Mimpi buruk bisa menjadi masalah kesehatan mental kronis untuk beberapa individu,
tetapi belum jelas mengapa mereka didapatkan pada beberapa orang dan beberapa orang
tidak. Satu hal yang jelas adalah bahwa mimpi buruk biasa terjadi di fase awal setelah
pengalaman traumatis. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan orang yang
memiliki gejala PTSD (termasuk mimpi buruk) setelah trauma akan sembuh tanpa
pengobatan. Hal ini biasanya terjadi sekitar bulan ketiga setelah trauma. Namun, jika gejala
PTSD (termasuk mimpi buruk) tidak menurun secara substansial sekitar bulan ketiga, gejala-
gejala ini dapat menjadi kronis (Rothbaum, Foa, Riggs, Murdock, & Walsh, 1992). Jika Anda
telah menderita mimpi buruk selama lebih dari 3 bulan, Anda dianjurkan untuk menghubungi
kesehatan mental perawatan perilaku profesional dan berdiskusi dengan dia yang dijelaskan
di atas.28

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Catrett, Christina D, Gaultney, Jane F. Possible Insomnia Predicts Some Risky


Behaviors Among Adolescents When Controlling for Depressive Symptoms.
University of North Carolina at Charlotte. USA. 2009.
2. Sadock, B.J, Sadock, V.A. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry: Behavioral
sciences/Clinical Psychiatry. Edisi Kesebelas. Lippincott Williams & Wilkins.
Philadelphia. 2015.
3. Guyton AC, Hall JE, editors. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 12. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC; 2008.
4. Hidaayah, Nur., & Alif, Hilmi. (2016). Hubungan Tingkat Kecemasan dengan
Terjadinya Insomnia Pada Wanita Premenopause di Dusun Ngablak Desa
Kedungrukem Kecamatan Benjeng Kebupaten Gresik. Jurnal Ilmiah Kesehatan , Vol.
9 No. 1 Hal.69-76.
5. Kozier, B., Erb, G,. Snyder, S.J. & Berman, A. (2008). Fundamental of Nursing Eight
edition. Pearson Education South Asia.
6. Munir, B. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung Seto.
7. Susanti, L. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Insomnia di
Poliklinik Saraf RS DR. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas diakses pada
tanggal 26 November 2016. http://jurnal.fk.unand.ac.id.
8. Noman, M., Iqbal, A., Sajjad, Y., Khan, J.A., & Mahmood, L. (2015). Causes of
Insomnia and Its Effects on Day to Day Activities of Rehman Medical College
Students. Journal of Medical Students, 1(1): 28-36.
9. Sulistiana, Sriyono, & Nurhidayati. (2013). Pengaruh Gender, Gaya Belajar, &
Reinforcement Guru Terhadap Prestasi Belajar Fisika Siswa Kelas XI SMA Negeri
Se-Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013. Radiasi 3(2).
10. Kairupan, J.M., Julia, R., & Reginus, M. (2016). Hubungan Merokok dengan
Kejadian Insomnia pada Remaja di SMA Negeri 1 Remboken Kabupaten Minahasa.
Ejournal Keperawatan, 4 (1). Diakses pada tanggal 18 November 2016.
11. Syamsoedin, W., Heendro, B., Ferdinan, W. (2015). Hubungan Durasi Penggunaan
Media Sosial dengan Kejadian Insomnia pada Remaja di SMA Negeri 9 Manado.
Jurnal Keperawatan, 3(1). Diakses pada tanggal 28 November 2016.
12. Molen, Y.F., Luciane, B.C., Lucila, B.F., & Gilmar, F. (2013). Insomnia:
Psychological and Neurobiological Aspect and Non-Pharmacological Treatments.

18
Neurologia, Universidade Federal de São Paulo, Sao Paulo SP, Brazil. Diakses pada
tanggal 14 Januari 2017.
13. Pangau, S. (2015, April). Konsultasi Kesehatan: Gimana Sih Mengatasi Insomnia?.
Reformata, Edisi 186, 10. Diakses pada tanggal 24 November 2016.
14. Sulistyowati & Khairun, N. (2014). Perbedaan Insomnia Sebelum dan Sesudah Mandi
Air Hangat pada Wanita Menopause di Dusun Laren Desa Laren Kecamatan Laren –
Lamongan. Surya, 3. Diakses pada tanggal 25 November 2016. stikesmuhla.ac.id
15. Comfort, R. (2010). Mengatasi Insomnia: Kiat Praktis & Alkitabiah untuk Membantu
Orang yang Sulit Tidur. Jakarta: Inspirasi.
16. Lestari, YT., & Rodiyah. (2016). Pengaruh Pemberian Lavender Aromatherapy
terhadap Penurunan Insomnia pada Lanjut Usia di UPT Panti Werdha Mojopahit
Mojoke
17. Nisa, Khairun. (2015). Brain Gym Effects On The Change Of Cognitive Function
And Insomnia To Improve Quality Of Life In Elderly In Panti Tresna Werda Natar
Lampung Selatan. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung.
Diakses pada tanggal 4 Desember 2016.
18. Express. (2009). Bebas Insomnia: Seri Penyembuhan Alami. Yogyakarta: Kanisius.
19. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders. 5th edition. Washington, DC: American Psychiatric Association.
20. Maslim, R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ-III. 2001 (4)
21. Preda Adrian. Primary Hypersomnia. https://emedicine.medscape.com/article/291699-
overview#a6. 2018.
22. Matwiyoff G, Chiong TL. Parasomnias: An Overview. Indian J Med Res. 2010 (1)
23. Frances A. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Fourth ed.
American Psychiatric Association. 2005 (3)
24. Gibson LE. Nightmares. National Center for Post-Traumatic Stress Disorder.
http://www.lpac.ca/main/PDF/Nightmares.pdf.
25. Aurora R.N, Rochelle S.Z, . Auerbach S.H dkk. Best Practice Guide for the Treatment
of Nightmare Disorder in Adults. Journal of Sleep Medecines.
http://www.aasmnet.org/resources/bestpracticeguides/nightmaredisorder.pdf.
26. Spoormaker V.I. A Cognitive Model of Recurrent Nightmares. Max Planck Institute
of Psychiatry, Germany. http://journals.ub.uni-
heidelberg.de/index.php/IJoDR/article/view/21/102.
27. Levin R. Sleep and Dreaming Characteristics of Frequent Nightmare Subjects in a
University Population. Vol. 4, No. 2, 1994.
http://www.asdreams.org/journal/articles/4-2levin.htm.

19
28. Schredl M. Nightmare Frequency in Patients with Primary Insomnia. International
Journal of Dream Research Volume 2, No. 2 (2009). journals.ub.uni-
heidelberg.de/index.php/IJoDR/article/download

20

Anda mungkin juga menyukai