Anda di halaman 1dari 32

KIMIA ANALISIS 4

CRUDE PALM OIL ( CPO )

DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD ISRAQ

155291

4C

SMK SMAK MAKASSAR

2018
SEJARAH CPO

Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) berasal dari Afrika


Barat dan dikenal di Indonesia sejak tahun 1848, ketika ditanam di Kebun
Raya Bogor. Tanaman ini merupakan tumbuhan tropis dan tergolong
dalam famili Palmae, mulai diusahakan secara komersial dalam skala
perkebunan di Sumatera Utara sejak tahun 1911. Sebelumnya mulai
dilakukan percobaan penanaman di Muara Enim (1869), Musi Hulu (1870)
dan Bitung (1880).
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diyakini berasal dari Afrika
Barat. Walaupun demikian, kelapa sawit ternyata cocok dikembangkan
diluar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Hingga kini, kelapa sawit
telah diusahakan dalam bentuk perkebunan dan pabrik kelapa sawit.
Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia pada tahun 1848 dan mulai
dibudidayakan secara komersial dalam bentuk perusahaan perkebunan.
Dalam perkembangannya, melalui salah satu produknya yaitu minyak
sawit (Tim Penulis, 1997) Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis
minyak. Minyak yang berasal dari daging buah (mesokarp) berwarna
merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau
crude palm oil (CPO). Sedangkan minyak kelapa sawit atau palm kernel oil
(PKO) (Mangoensoekarjo, 2008).
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh
pemerintah Belanda pada tahun 1848, saat itu ada 4 batang bibit kelapa
sawit yang dibawa dari Mamitius dan Amsterdam kemudian ditanam di
kebun Raya Bogor. Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai dibudidayakan
secara komersial. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah Adrien Hallet (orang Belgia). Bididaya yang dilakukannya diikuti
oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di
Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi

1
di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan
mencapai 5.123 Ha. Pada tahun 1919, Indonesia mengekspor minyak
sawit sebesar 576 ton dan pada tahun 1923 mengekspor minyak inti sawit
sebesar 850 ton. Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa
sawit maju pesat sampai bisa menggeser dominasi ekspor Negara Afrika
waktu itu. Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa
sawit mengalami kemunduran. Lahan perkebunan mengalami penyusutan
sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak
sawit pun di Indonesia hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948 /
1949, pada hal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton
minyak sawit.
Sebelum Perang Dunia II tahun1939, tercatat ada 66 kebun kelapa
sawit di Indonesia, kemudian menyusut hanya 45 kebun pada tahun 1957
dan berkat REPELITA I, II dan III kini telah berjumlah 152 kebun yang
sudah menyebar ke berbagai propinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa barat,
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan
dan Irian Jaya. Dalam perkembangan budidayanya telah meliputi areal
sekitar 260.939 ha di tahun 1979, 405.464 ha ditahun 1983 dan di
proyeksikan luas areal pada akhir Pelita V mencapai 1,60 juta ha dengan
produksi 4 juta ton lebih (PT. Perkebunan VII, 1992).
Pada tahun 1957, setelah Belanda dan Jepang meninggalkan
Indonesia, pemerintah mengambil alih perkebunan (dengan alasan politik
dan keamanan). Untuk mengamankan jalannya produksi, pemerintah
meletakkan perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan.
Pemerintah juga membentuk BUMIL (Buruh Militer) yang merupakan kerja
sama antara buruh perkebunan dan militer. Perubahan manajemen dalam
perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negeri yang
tidak kondusif, menyebabkan produksi kelapa sawit menurun dan posisi

2
Indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh
Malaysia. Pada masa pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan
diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan sektor penghasil devisa negara.
Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan.
Sampai pada tahun 1980, luas lahan mencapai 294.560 Ha dengan
produksi CPO (Crude Palm Oil) sebesar 721.172 ton. Sejak itu lahan
perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama
perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan Pemerintah yang
melaksanakan program Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) (
Rhephi, 2007).
Perkebunan kelapa sawit selain menghasilkan minyak sawit mentah
(CPO;Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (PKO; Palm Kernel Oil) juga
menghasilkan berbagai produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai
produk setengah jadi dan produk jadi. Produk setengah jadi meliputi Oleo
Pangan (minyak goreng, margarin dan shortening) dan Oleokimia (asam
lemak, alkohol dan gliserin). Sedangkan produk jadi terdiri dari sabun dan
kosmetika (Basyar, A.H, 1999). Kelapa sawit yang pada saat itu dibiarkan
tumbuh liar di hutan-hutan telah dikenal oleh penduduk Afrika Barat
sebagai tanaman pangan yang penting, yang diproses dengan sangat
sederhana menjadikan minyak dan tuak sawit. Disamping itu kelapa sawit
mulai diperhitungkan sebagai penghasil produk dagangan sehingga di
Eropa mulai muncul Pabrik atau Industri sabun dan margarin yang
menggunakan bahan baku minyak sawit mentah (CPO; Crude palm Oil)
dan minyak inti sawit (PKO; Palm Kernel Oil) untuk proses operasionalnya.
Oleh karena itu, maka timbullah keinginan para pemilik Industri sabun dan
margarin untuk mendirikan Pabrik Minyak Sawit di daerah tersebut (Tim
Penulis PS, 1998).

3
PROSES PENGOLAHAN CPO

A. Stasiun Penerimaan Buah


1. Weight Bridge

Gambar Weight Bridge

Jembatan Timbang (weight bridge) berfungsi sebagai tempat


penimbangan tandan buah segar (TBS) yang dibawa ke pabrik dan hasil
kontrol untuk mendapatkan rendemen dan kapasitas pabrik. Stasiun ini
berukuran 8 x 2.5 meter dengan kapasitas maksimum 40 ton.
Pengukurannya memakai sistem elektronik sehingga mampu
menghasilkan output angka dimonitori pengendali. Jumlah jembatan
timbang yang ada sebanyak 2 unit.setiap pagi/harinya jembatan timbang
dinormalkn dengan memberikan beban seberat 510 kg .jika Jembatan
Timbang (weight bridge) normal maka massa dari beban tersebut tidak
akan berubah.

Gambar Prinsip Jembatan Wheatstone dan Straingauge

4
Cara kerja jembatan timbangan
Pada saat kendaraan berhenti diatas platform maka sensor load cell
akan mendeteksi besarnya perubahan dimensi jarak yang disebabkan oleh
suatu elemen gaya. load cell yang terdiri dari satu buah strain gauge atau
lebih, yang ditempelkan pada batang atau cincin logam. Piranti ini
dirancang untuk mengukur gaya tekanan mekanis, gaya pemampatan
(kompresi), atau gaya puntir yang bekerja pada sebuah objek. Ketika
batang atau cincin logam piranti ini berada di bawah tekanan, regangan
yang timbul pada terminal-terminalnya dapat dijadikan rujukan untuk
mengukur besarnya gaya. apabila komponen atau struktur dibebani,
terjadi regangan dan ditransmisikan ke foil grid. Tahanan foil grid berubah
sebanding dengan regangan ( Pa ) beban. Maka junction box yang
sebagai indikator digital akan membaca tegangan ( Volt ) yang dihasilkan
oleh jembatan wheatstone. Dan akan mengubahnya dalam satuan massa
( kg ).
Spesifikasi alat timbang yang digunakan pada stasiun ini adalah
sebagai berikut :
1. Kapasitas : Maksimum 40.000 kg dengan pembulatan timbangan
kelipatan 10 kg.
2. Merek / type / No.seri : Avery Berkel / L225 / 05160127

2. Sortasi dan Loading Ramp


Dalam melakukan proses sortasi tandan buah segar (TBS),
ada beberapa langkah prosedur sortasi yang dilakukan , antara lain :
1. Introduksi
Kualitas tandan buah segar (TBS) adalah suatu ukuran
mutu yang sangat penting karena mempengaruhi dari proses
ekstraksi minyak (ekstraksi minyak dan kehilangan) dan mutu dari
hasil minyak. tandan buah segar (TBS) dengan kematangan yang
optimum akan menghasilkan minyak yang maksimum dan

5
meminimalkan proses selanjutnya. Prosedur sortasi tandan buah
segar (TBS) memberikan suatu pancapaian dari tandan buah
segar (TBS) yang diterima di pabrik. Hal ini juga menjadi suatu
tolak ukur kepada manajemen kebun untuk menjaga standart
panen mereka.
2. Definisi dan Spesifikasi
Penggolongan buah terbagi atas beberapa klasifikasi
beserta dengan standart yang diperbolehkan untuk masing -
masing buah dalam 1 truk yang membawa tandan buah segar
(TBS).
Kriteria buah dalam sortasi adalah sebagai berikut :
a. Buah Unripe
Buah unripe adalah buah yang digolongkan sebagai buah
mentah dan berondolan yang lepas dari tandan kurang dari 5
brondolan.

b. Buah Normal Ripe


Buah normal ripe adalah buah yang digolongkan sebagai
buah matang/masak dengan berondolan yang lepas mulai dari 5
brondolan sampai 50% jumlah total brondolan yang ada di dalam
1 tandan buah segar.

6
c. Buah Over Ripe
Buah over ripe adalah digolongkan sebagai buah yang
sudah lewat masak dengan brondolan lepas lebih dari 50% -
90%.

d. Buah Empty Bunch


Buah empty bunch adalah buah dengan brondolan yang
sudah lebih dari 90% yang terlepas dari janjangan.

e. Buah Long stalk


Buah long stalk adalah buah yang tangkai janjangan
panjang lebih dari 2,5 cm, hal ini akan menambah berat saat
ditimbang, dan akan menimbulkan losses saat perebusan.

7
Setelah dilakukan sortasi oleh karyawan PT. PP.London
Sumatra Indonesia Tbk, maka supir akan diberi surat jalan mengenai
sortasi yang sudah dilakukan oleh pabrik.
3. Sampling
Prosedur ini di tunjukkan untuk hasil panen dari kebun dan
hasil panen pihak ketiga. Dalam keadaan normal, sortasi tandan
buah segar (TBS) hanya di lakukan untuk hasil panen yang segar.
Adapun cara lain, hasil panen yang bermalam dapat disortasi tetapi
harus dicatat bahwa panen tersebut sudah bermalam. Sortasi yang
sama di lakukan untuk kedua kasus tersebut Minimal 100 janjangan
yang dibutuhkan untuk satu kali sortasi, dimana secara acak
diselesaikan. Frekuensi pengambilan contoh sedikitnya satu truk dari
masing-masing kebun/divisi setiap hari pengolahan. Sortasi panen
dari kebun harus diatur sehingga semua panen dapat di sortasi.
Loading ramp merupakan tempat penampungan tandan buah
segar (TBS) untuk beberapa saat sambil menunggu waktu untuk
menuju ke bagian awal dari pengolahan. Tahap penerimaan buah ini
harus secepat mungkin untuk meminimalkan kemungkinan terjadi
proses degradasi perubahan minyak. Pada stasiun loading ramp
terdapat veron sebagai tempat penyimpanan sementara tandan buah
segar (TBS) yang akan diolah dan lantai sortasi yang digunakan
untuk sortasi.
Ukuran dimensi loading ramp adalah 5300 mm x 3000 mm x
3250 mm. Terdapat 20 pintu yang digunakan untuk mengeluarkan
buah menuju lori. Masing-masing pintu memiliki kapasitas
penyimpanan sebesar 15 ton. Sehingga unit loading ramp secara
keseluruhan memiliki kapasitas keseluruhan sebesar 300 ton.
Loading ramp merupakan bangunan dengan kemiringan 30o yang
terbuat dari plat baja. Loading ramp sendiri dilengkapi dengan pintu-

8
pintu hidrolik yang digerakkan dengan mesin hidrolik sehingga
memudahkan pengisian tandan buah segar (TBS) ke dalam
conveyer untuk proses selanjutnya.
4. Bunch Splitter
Bunch Splitter merupakan suatu alat yang bertujuan untuk
melubangi buah yang dibawa oleh conveyor agar mengurangi
waktu perebusan sekitar 10 menit dari waktu sebelum adanya
Bunch Splitter yaitu 97 menit menjadi 87 menit. Lubang-lubang
yang dibuat berfungsi agar uap dapat masuk ke dalam buah
sehingga buah buah dapat matang seluruhnya dengan efesiensi
waktu yang singkat.

Gambar Bunch Splitter


Cara kerja bunch splitter dimulai dari buah yang berasal
dari loading ramp dan dibawa dengan fresh fruit bunch conveyor
menuju bunch splitter, bunch splitter tersebut nantinya akan
memberi lubang pada Fresh Fruit Bunch dengan cara menusuk
bagian pemukaan buah hingga kedalaman ± 10 cm, agar
mengurangi waktu perebusan sekitar 10 menit. Bunch splitter
tersebut bergerak berlawanan arah dan di gerakkan dengan
elektromotor. Hasil dari bunch splitter tersebut langsung masuk
kedalam lori dan dibawa ke stasiun strerilizer dengan mengunakan
transfer carriage dan capstand.

9
Spesifikasi dari Bunch Splitter adalah sebagai berikut :
G1
Putaran : 36 rpm
G2
Putaran : 24 rpm
Spesifikasi elektromotor G1 dari bunch splitter :

Type : GKL 225 S-4


Tegangan : 350-415 Volt
Putaran : 1475 rpm
Frekkuensi : 50 HZ
Spesifikasi elektromotor G2 dari bunch splitter :

Type : YKL 180 L


Daya : 22 kw
Frekkuensi : 50 HZ
Putaran : 1465 rpm

B. Stasiun Perebusan ( Sterilization )


Stasiun perebusan bertujuan untuk :
 Menghentikan perkembangan asam lemak bebas dengan cara
menonaktifkan aktifitas enzim pemecah minyak yang bekerja sebagai
katalisator pembentukan asam lemak bebas.
 Untuk membantu proses berikutnya yaitu mempermudah berondolan

lepas dari janjangannya, melunakkan daging buah agar mudah di


ekstrak minyaknya dan perkondisi biji sehingga mudah di pecah di
stasiun inti.
1. Sistem Perebusan (Sterilizer)
Sterilizer merupakan proses perebusan buah dengan
menggunakan steam. Proses sterilisasi dilakukan dalam suatu tabung
sterilizer berbentuk silinder. Pada stasiun ini terdapat dua unit
sterilizer dengan kapasitas masing-masing sterilizer 5 lori. Setiap lori
memiliki kapasitas 9,5 ton tandan buah segar (TBS). Proses sterilisasi
dilakukan dengan menggunakan sistem 3 peak (perebusan 3
puncak) dan 16 step .Peak yang dimaksud yakni ;

10
 Deaerasi. Proses ini bertujuan untuk membuang udara yang
terperangkap di dalam tabung sterilizer. Udara merupakan
penghantar panas yang buruk, sehingga akan menghambat laju
perpindahan panas ke buah. Dalam proses deaerasi steam masuk
dari inlet valve, exhaust valve tertutup, dan condensate valve
terbuka sebagai laluan udara keluar. Waktu yang diperlukan untuk
deaerasi berkisar .. menit.
 Puncak pertama. Setelah deaerasi, exhaust valve dan condensate
valve ditutup dan steam terus diinjeksikan melalui inlet valve. Proses
injeksi steam ini berlangsung sekitar .. menit dan tekanan dalam
tabung akan naik sampai 2,5 bar. Ini merupakan proses pemanasan
awal. Setelah itu, tekanan kemudian diturunkan tiba-tiba dengan
membuka exhaust valve dan condensate valve, sementara inlet valve
tertutup. Steam yang berubah menjadi kondensat dan air yang
terkadung dalam buah akan keluar dengan perlakuan ini.
 Puncak kedua. Tahapan ini sama dengan tahapan sebelumnya,
tetapi tekanan dalam tabung perlu dinaikkan sampai 2,8 bar dengan
waktu yang disesuaikan. Pada akhir puncak kedua ini juga tekanan
diturunkan tiba-tiba (efek kejut akan mempermudah lepasnya kernel
dari cangkanggnya)
 Puncak ketiga. Puncak ke tiga adalah proses sterilisasi. Pada
proses ini tekanan dalam tabung mencapai 3 bar dan tekanan itu
perlu ditahan sekitar .. menit. Temperatur dalam tabung dapat
mencapai 140 C. Steam sebagian akan berubah menjadi kondensat
dan perlu dibuang melalui condensate valve di sela-sela puncak ke
tiga ini. Air yang terkandung dalam buah juga akan dipaksa keluar
dan juga perlu di buang melalui valve yang sama. speak ini dilakukan
dengan 16 step.Setelah waktunya tercapai, inlet valve ditutup
sementara exhaust dan condensate valve dibuka, tekanan diturunkan

11
lagi sampai 0 bar. Dengan demikian proses sterilisasi selesai. Buah
yang keluar dari sterilizer dikatakan buah steril dan siap untuk
diperoses di tahapan selanjutnya.Proses sterilisasi yang demikian
dikenal dengan istilah tripple peak operation.

Gambar Sterilizer
C. Stasiun Penebah ( Threshing )
Stasiun penebah bertujuan untuk memisahkan brondolan dari
janjangan semaksimal mungkin. Setelah proses perebusan selesai, lori
dalam sterilizer dikeluarkan dan ditarik dengan capstand menuju
proses threshing. Proses ini berlangsung di stasiun threshing. Hasil
yang didapat dari proses perontokan ini berupa janjangan kosong dan
berondolan sawit. Proses perontokan dilakukan dengan menggunakan
alat berupa Thresher, yaitu suatu Drum berputar yang dibatasi oleh
sisi-sisi yang berlubang dan dilengkapi dengan pisau pelempar yang
dapat memberikan efek bantingan terhadap buah. Thresher berputar
pada kecepatan 26 rpm. Pada stasiun ini terdapat 3 unit Thresher.
Adapun proses yang berlangsung pada stasiun ini adalah :
1. Tippler
Tippler berfungsi untuk menuangkan tandan buah yang telah
direbus dari lori, yang selanjutnya buah yang telah direbus ini dibawa
oleh konveyor/elevator ke theresher. Prinsip kerjanya yaitu dengan
membalik posisi lori sebesar 1800 sehingga isi daripada lori dapat
keluar dari lori yang dibalik posisinya. Penuangan ini dilakukan dengan
perlahan-lahan dimulai dengan ¼ putaran. Ketika isi tippler terisi ½

12
penuh peuangan lori diteruskan bertahap sampai lori kosong. Proses
penuangan untuk 1 lori dilakukan lebih dari 3 kali penuangan. Proses
ini berlangsung selama 12 menit/lori. Setelah isi lori kosong, posisi lori
dikembalikan ke posisi awal dan ditarik keluar menggunakan capstand.

2. Thresher
Thresher ini berfungsi untuh melepaskan brondolan dari
janjangan dengan cara diputar dan dibanting berulang-ulang dengan
tujuan untuk melepaskan semua brondolan dari janjangan. Kemudian
buah yang sudah masak tadi dimasukkan kedalam thresher namun
diatur agar tidak kepenuhan yang dapat mengakibatkan pemisahan
yang tidak bagus antara brondolan dari janjangan dan menimbulkan
losses pada minyak. Thresher ini dilengkapi dengan batang-batang besi
yang memanjang sepanjang thresher. Berondolan yang sudah lepas
(losses fruit) kemudian dibawa oleh first thresher bottom conveyor
menuju lose fruit conveyor.
D. Stasiun Kempa ( Pressing )
Stasiun kempa bertujuan untuk mengekstrak minyak dalam
daging buah dengan cara di press semaksimal mungkin dan menekan
persentasi biji yang pecah seminimal mungkin. Proses pelumatan
dilakukan dalam suatu tangki digester berbentuk tabung yang
dilengkapi dengan expeller arm dan penambahan steam. Proses
pengepressan terhadap buah dilakukan dengan bantuan screw press
yang berputar pada putaran 11 rpm. Fungsi dari pressing station ini
adalah :

13
 Melumatkan berondolan didalam digester sebelum masuk ke
mesin proses.
 Mengepress brondolan untuk mendapatkan minyak yang
maksimum dengan sedikit biji yang hancur.
 Melarutkan dan menyaring minyak mentah.

Pada pressing station terdapat peralatan yang digunakan untuk


membantu proses pengepressan buah yang terdiri dari :
1. Digester
Alat yang berfungsi melumatkan dan mendorong keluar
berondolan yang dicacah untuk diproses di pressan. Proses ini
bertujuan untuk membuka daging buah sehingga memudahkan
proses pengepressan. Cara kerja dari alat ini yaitu pisau-pisau yang
terdiri dari pisau pengaduk dan pisau pelempar yang dibuat
bersilang satu sama lain dan berputar pada as sehingga daging
buah pecah dan terlepas dari bijinya. Pada digester terjadi
pemanasan dengan menggunakan steam yang bersuhu ± 95 °C.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam digester adalah :
 Pada saat pengoperasian digester harus penuh atau ¾.
 Pipa minyak keluar dari bottom plate harus tetap bersih agar
minyak tetap lancar mengalir ke oil gutter.
 Kebocoran minyak harus dihindari.
 Perawatan terhadap pisau-pisau digester.
2. Screw Press
Berfungsi untuk mengekstrasikan minyak dari daging buah
yang telah dicacah di dalam digester. Cara kerja screw press adalah
ketika daging buah yang telah dicacah dari digester masuk ke
mesin screw press. Pada mesin screw press terdapat rongga untuk
daging buah. Pada saat daging buah masuk kerongga tersebut.
Maka main screw akan mendorong daging buah dengan adanya

14
putaran as putar ( poros ). Ketika itulah buah sawit terkempa /
terperas sehingga mengeluarkan minyak yang selanjutnya masuk
ke oil gutter. Kemudian dari oil gutter diberi air kondesat ± 20%
dari hot water tank yang berfungsi agar memperlancar jalannya
minyak yang diperas yang kemudian dialirkan ke sand trap tank.
Sedangkan nut dan fibre dari screw press dikirim ke cake breaker
conveyor untuk dibawa ke bagian nut polishing drum untuk
dipisahkan antara nut dan fibre nya.

E. Stasiun Klarifikasi ( Clarification )


Stasiun klarifikasi bertujuan untuk memisahkan minyak dan
sludge, mengurangi kadar kotoran dan kadar air dalam minyak sampai
batas – batas yang diizinkan, dan mengambil kembali minyak yang
terperangkap dalam sludge sehingga angka kehilangan minyak dalam
sludge dapat seminimal mungkin. Adapun alat – alat yang ada dalam
stasiun klarifikasi yang mempunyai tujuan, cara kerja dan spesifikasi
masing – masing adalah sebagai berikut :
1. Oil Gutter
Berfungsi untuk mengalirkan minyak dari screw press ke
dalam sand trap tank. Cara kerja oil gutter yaitu hasil dari proses
mesin screw press yang menghasilkan minyak dan masih bercampur
dengan kotoran dikirim ke dalam sand trap tank, didalam oil gutter
juga perlu penambahan air pada crude oil agar mempermudah
pemisahan minyak dan kotoran, air yang dipakai untuk dillution
water adalah air condensate sterilizer, jika masih kurang maka
ditambahkan dengan air panas.
2. Sand Trap Tank
Berfungsi untuk mengendapkan pasir dan kotoran kasar
lainnya dari proses pressing sebelum diproses dibagian stasiun
pemurnian, sehingga memperlambat terjadinya keausan pada

15
peralatan dan mengurangi terjadinya penyumbatan pada lubang
vibrating screen dan nozel centrifuge (unit operasi berikutnya).
Pengoprasiannya adalah setiap akhir shift harus melakukan
pembersihan tangki dengan cara mendrain bagian bawah tangki
sehingga pasir dan kotoran lain keluar. Cara kerja sand trap tank
adalah material yang berat misalnya batu atau pasir akan
mengendap di bawah, selanjutnya material dengan berat jenis yang
lebih ringan (minyak kasar) akan naik keatas dan keluar melalui pipa
over flow menuju ke vibrating screen.
3. Vibrating Screen
Fungsinya untuk menyaring fibre halus, pecahan shell, dll
yang terikut bersama DCO. DCO akan mengalir pada bagian tengah
vibrating dan akan turun ke saringan berikutnya. Sedangkan kotoran
dan yang lainnya kembali ke digester melalui waste conveyor dan
fruit elevator. Gerakan getar vibrating screen diperoleh dari putaran
electromotor yang mana pada electromotor tersebut diberi beban
eksentrik. Screen yang digunakan adalah mesh 20 dan mesh 40.
4. Dilluted Crude Oil Tank (DCO Tank)
Fungsinya sebagai pengumpul dan pemanas awal sebelum
DCO dipompakan ke clarifier tank. Untuk menghasilkan pemisahan
yang baik, temperatur di DCO tank dijaga 90 – 95 . Pemanasan
pada DCOT diperoleh dari steam injeksi dengan tekanan 3 bar. Pada
saat pemompaan, level DCO dalam DCOT juga harus tetap terjaga
yang mana umumnya dipasangkan level switch otomatis. Umumnya
DCOT terdiri dari 3 sekat. Sekat pertama untuk pengendapan
kotoran, sekat kedua dan ketiga untuk menampung overflow dari
sekat sebelumnya, sebelum akhirnya dipompakan ke clarifier tank.
5. Distributor Tank
Berfungsi untuk membagi minyak ke clarifier tank yang di
pompa dari DCO tank. Cara kerjanya adalah minyak yang telah

16
dipompa dari DCO tank kemudian masuk ke distributor tank dan
dibagikan ke clarifier tank, dengan kapasitas clarifier tank adalah 170
MT.
6. Clarifier Tank
Fungsi dari alat ini untuk mengendapkan campuran dari crude
oil. Campuran yang dimaksud adalah pasir, air, serat, emulsi dan
minyak. Clarifier tank berbentuk silinder vertical yang bagian
bawahnya berbentuk kerucut terbalik. Cara kerjanya adalah crude oil
yang didalam clarifier tank diaduk dengan alat yang namanya stirred
agiator agar tidak terjadi penggumpalan dalam crude oil.
7. Clean Oil Tank
Berfungsi untuk menampung minyak yang berbentuk silinder
dengan bagian bawahnya yang berbentuk kerucut terbalik. Terdapat
satu unit clean oil tank dengan kapasitas sebesar 28 ton. Clean oil
tank dilengkapi dengan pipa injeksi steam dan thermometer untuk
menjaga temperatur minyak. Minyak pada clean oil tank akan
dialirkan dengan pompa menuju oil purifier untuk diproses lebih
lanjut lagi. Cara kerja dari clean oil tank adalah minyak yang berasal
dari clarifier tank tersebut masuk kedalam clean oil tank dan diproses
lagi menuju oil purifier. Kotoran – kotoran yang ringan dan pasir
akan mengendap di bagian bawah clean oil.

8. Oil Purifier
Berfungsi untuk menurunkan kadar kotoran dan air dari
minyak yang dialirkan dari clean oil tank. Cara kerjanya adalah
minyak yang dialirkan dari clean oil tank masuk ke bagian utama dari

17
oil purifier berupa bowl dengan lubang di tengahnya. Pemisahan
sludge dari minyak terjadi akibat adanya gaya sentrifugal yang
diberikan oleh putaran bowl yang digerakkan oleh electromotor.
Minyak yang keluar dari oil purifier kemudian dipompakan menuju
vacum dryer.
9. Float Tank
Berfungsi untuk mengatur agar feeding minyak yang masuk
ke vacum drier konstan, pelampung yang digunakan pada float tank
harus dalam kondisi baikan tidak bocor. Cara kerja float tank adalah
mengkonstankan minyak yang akan masuk ke vacum dryer.
10. Vacum Drier
Berfungsi untuk mengurangi kadar air dalam minyak. Cara
kerja vacum drier adalah dari oil purifier minyak dipompakan ke float
tank dan masuk ke vacum drier. Disini minyak disemprotkan dengan
menggunakan nozle sehingga campuran minyak dan air tersebut
akan pecah. Hal ini akan mempermudah pemisahan air dalam
minyak, dimana minyak yang memiliki tekanan uap lebih rendah dari
air akan turun ke bawah dan minyak yang sudah dikurangi kadar
airnya akan diproses ke oil transfer pump.
11. Storage Tank
Berfungsi untuk tempat penyimpanan minyak hasil produksi
sebelum dilakukan penjualan. Minyak tetap dipanasi menggunakan
steam coil untuk menjaga tempratur 50–55 ºC, agar mencegah
naiknya FFA dan pembekuan Calm Palm Oil (CPO).

18
SIFAT FISIKA DAN KIMIA CPO

2. Sifat Fisika
Minyak kelapa sawit (crude palm oil, CPO) merupakan
trigliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, salah satunya yaitu
palmitat. Asam lemak tak jenuh merupakan penyusun minyak kelapa
sawit sehingga berwujud cair pada suhu ruang. Sifat fisika minyak
kelapa sawit lainnya yaitu:
Tabel Sifat fisika dari minyak kelapa sawit (CPO)
Sifat Minyak Kelapa Sawit (CPO)
Bobot jenis pada suhu kamar 0,9
Indeks bias 40oC 1,4565 – 1,4585
Bilangan iod 48 – 56
Bilangan penyabunan 196 – 205
Titik leleh 25oC – 50oC
Warna Kuning, kuning kecoklatan
Bau Khas minyak sawit
Tingkat kejernihan Jernih
Sumber : Krischenbauer (1960)
Minyak kelapa sawit bersifat semi solid. Hal ini dikarenakan
minyak kelapa sawit memiliki titik leleh yang cukup tinggi yaitu 25oC- 50
oC. Nilai densitas minyak kelapa sawit berkisar antara 0.909 – 0.917
g/mL pada suhu ruang. Suhu dapat mempengaruhi nilai densitas
minyak kelapa sawit, dimana semakin tinggi suhu maka nilai densitas
minyak menurun (Wulandari et al., 2011). Indeks bias minyak kelapa
sawit pada suhu 40 oC sebesar 1.4565 – 1.4585. Minyak kelapa sawit
mengandung zat warna alamiah yang ikut terekstraksi bersama minyak
pada proses ekstraksi. Zat warna tersebut terdiri dari α-karoten, β-
karoten, xanthopil, klorofil dan antosianin sehingga menimbulkan warna
kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan pada
minyak. Pigmen warna kuning (karotenoid) bersifat tidak stabil pada
asam dan suhu tinggi. Karotenoid merupakan senyawa hidrokarbon tak
jenuh dan dapat terhidrolisis sehingga warna kuning berkurang

19
(Pasaribu, 2004). Berat jenis minyak kelapa sawit sebesar 0.9 serta
tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut nonpolar seperti dietil
eter, benzena, kloroform dan heksana.

3. Sifat Kimia
Minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) mengandung hampir
sejumlah asam lemak jenuh (palmitat 44% dan stearat 4%) dan asam
lemak tak jenuh (asam oleat 39% dan asam linoleat 11%) (Gunstone et
al., 2007). Minyak sawit juga terdiri dari > 90% trigliserida, 2-7%
digliserida, <1% monogliserida dan 3-4% asam lemak bebas dan
sekitar 1% dari komponen kecil yang meliputi karotenoid, vitamin E
(tokoferol dan tokotrienol), sterol, fosfolipid, glikolipid , dan terpena
serta alifatik hidrokarbon yang berkontribusi terhadap stabilitas dan
sifat gizi minyak kelapa sawit (Goh et al., 1985). Minyak kelapa sawit
mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan dengan minyak nabati
lainnya seperti minyak kacang kedelai, minyak biji kapas, minyak
jagung dan minyak biji bunga matahari dimana dengan kandungan
asam lemak tidak jenuh yang tinggi (50,2 %), minyak kelapa sawit
sangat cocok digunakan sebagai medium penggoreng.
Sifat kimia dari minyak kelapa sawit lainnya yang dapat dijabarkan
adalah sebagai berikut :
1. Pada reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak dan
gliserol. Hidrolisa ini terjadi karena adanya air atau kelembaban
tinggi.
2. Penambahan sejumlah basa akan terjadi reaksi penyabunan.
Jumlah asam lemak bebas dalam minyak tidak diinginkan karena
akan mempengaruhi kualitas minyak.

20
3. Bila terjadi kontak dengan sejumlah oksigen, akan terjadi reaksi
oksidasi yang akan menyebabkan minyak berbau tengik
(Yoeswono, 2008).

Tabel Komposisi asam lemak dari CPO


Asam Lemak Rumus Molekul Jumlah (%)
Range Rata-
rata
Asam Lemak Jenuh
Laurat C12: 0 0,1 - 1,0 0,2
Miristat C14: 0 0,9 – 1,5 1,1
Palmitat C16: 0 41,8 – 46,8 44,0
Stearat C18: 0 4,2 – 4,1 4,5
Arakhidonat C20: 0 0,2 – 0,7 0,4

Asam Lemak Tak Jenuh


Palmitoleat C16: 1 0,1 – 0,3 0,1
Oleat C18: 1 37,3 – 40,8 39,2
Linoleat C18: 2 9,1 – 11,0 10,1
Linolenat C18 : 3 0 – 0,6 0,4
Sumber : Hamilton (1995)

21
FRAKSINASI DAN KRISTALISASI CPO

Minyak Kelapa Sawit (CPO) yang diperoleh dari pabrik pengolahan


CPO berupa minyak mentah berwarna jingga kemerahan karena
mengandung beta-karoten. Minyak mentah di Fraksi Minyak Kelapa Sawit
ini terdiri atas dua fraksi, yaitu fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein).
Untuk menjadi minyak goreng, minyak sawit mentah ini mengalami dua
tahap,yakni pemurnian (refinery) dan fraksinasi (pemisahan). ).Proses
pemurnian dilakukan untuk menghilangkan kotoran, air, asam lemak
bebas , dan warna (proses bleaching), serta bau (proses deodorizing)
yang tidak diinginkan. Minyak sawit "murni" (refined, bleached, and
deodorizedpalm oil atau RBDPO) kemudian diolah lebih lanjut dengan
proses fraksinasi untuk memisahkan fraksi cair (olein) dan fraksi padat
(stearin). Fraksi olein (RBD Olein) inilah yang digunakan sebagai minyak
goreng, sedangkan fraksi stearin biasanya digunakan sebagaibahan baku
untuk pembuatan margarin dan mentega putih (shortening).
Proses fraksinasi yang sering juga disebut sebagai proses
penyaringan. Proses fraksinasi ini bertujuan untuk memisahkan fraksi
padat dari fraksi cair. Caranya dilakukan dengan menurunkan suhu minyak
menjadi 20oC. Kemudian disaring sehingga fraksi padat bisa dipisahkan
dari firaksi cair. Fraksi padat yang terkandung dalain fraksi cair itu dikenal
sebagai Solid Fat Content (SFC).
Dalam berbagai praktek proses dari kristalisasi fraksionasi sangat
berhubungan dengan kemampuan untuk pemisahan efisien kristal dari
cairan yang tergantung pada mekanika pemisahan sebagaimana kelakuan
fase dari sistem.
Urutan tahap-tahap fraksionasi dapat dibedakan menjadi :
 Pendinginan dari minyak menjadi keadaan lewat jenuh untuk
membentuk kristalisasi

22
 Kemajuan perkembangan dari kristal dan fase cair
 Pemisahan dari kristal dari fase cair
Efisiensi pemisahan dari fraksi cair dan padat tergantung pada
metode pendinginan, yang menentukan bentuk dan ukuran kristal. Minyak
dan lemak dapat terkristalisasi dalam berbagai bentuk polimorfik,
khususnya alpha, beta-prime, dan lain-lain.
Kecepatan kristalisasi dari bentuk alpha lebih besar dari pada
bentuk beta-prime. Kecepatan pendinginan yang tinggi menyebabkan
beratnya penglewatjenuhan yang bentuknya banyak dan kecil, tidak
berbentuk, kristal yang lembut dari campuran tipe kristal yang sulit
difiltrasi. Pendinginan yang bertahap dari hasil minyak dengan kristal beta-
prime dan beta yang stabil sangat mudah difiltrasi dari fase cair.
Tiga unit proses, yang berbeda untuk fraksionasi trigliserida, yang
mencakup proses kristalisasi dan pemisahan yang dilakukan secara
komersial untu menghasilkan nilai tambah minyak dan lemak fraksionasi
adalah :
 Dry Crystal fractionation
 Solvent fractionation
 Aqueous detergent fractionation.

Proses dry fractionation terdiri dari winterization, dewaxing,


hydraulic pressing dan fraksionasi kristal. Ini adalah bentuk yang paling
luas penggunaannya dimana kristalisasi dilakukan tanpa adanya bantuan
bahan pelarut. Proses winterization sangat efektif untuk menghilangkan
sejumlah kecil lemak padat dalam jumlah besar cairan minyak.
Dewaxing merupakan variasi dari proses winterization untuk
menghilangkan sejumlah kecil wax-wax dari beberapa minyak sayur yang
banyak terdapat dalam keadaan tidak jenuh.
Hydraulic pressing sangat efektif menghilangkan sebagian kecil
cairan minyak dari lemak padat dengan jumlah besar. Beberapa minyak

23
seperti minyak kelapa sawit, mengandung fraksi cair dan padat, dapat
dipisahkan dengan dry fractionation, tetapi tidak sebaik proses lainnya.

Dry Crystal Fractionation


Dry Crystal Fractionation biasanya digunakan untuk memisahkan
fraksi berat stearin dan fraksi ringan olein dari produk asal yang
mengandung keduanya dengan level tinggi seperti minyak kelapa sawit
dan lemak laurat. Prinsip dasarnya adalah pendinginan lambat minyak
dalam kondisi yang dikontrol tanpa bantuan pelarut.
Fraksi stearin dan olein dapat dipisahkan dengan berbagai proses,
seperti filtrasi, sentrifugasi, tekanan hidrolik rotary drum dan sebagainya.
Dalam proses ini, kristal besar umumnya diinginkan untuk pemisahan
yang efisien. Kristal besar biasanya berkumpul bersama dalam gumpalan-
gumpalan yang terperangkap dalam fase olein cair. Hasil ini dalam. stearin
lunak atau olein rendah yang sulit dipisahkan.
Pendinginan lambat yang dikontrol dan minyak asal akan
mengurangi masalah ini untuk mendapatkan pemisahan yang lebih bersih
dari fraksi olein dan stearin.

Detergent Fractionation
Prosedur proses ini menggunakan prinsip dasar yang sarna dengan
dry fractionation seperti kristalisasi disebabkan oleh pendinginan dengan
pengendalian minyak tanpa tambahan pelarut. Perbedaannya larutan
detergen encer ditambahkan untuk mengkristalkan bahan dalam
membantu pemisahan olein. cair dan sterarin padat.
Larutan mengandung 5% detergen seperti sodium lauryl sulfat,
yang secara istimewa melembabkan permukaan kristal menggantikan
cairan minyak. Sekitar 2% elektrolit seperti magnesium atau alumunium
sulfat ditambahkan kedalam larutan untuk menyatukan olein cair.

24
Pemisahan kemudian dilakukan dengan sentrifugasi. Fase yang
lebih berat mengandung stearin dipanaskan untuk mencairkan stearin dan
mempengaruhi pemisahan minyak dan air. Pemisahan yang sempurna
dapat dilakukan dengan sentrifugasi kedua.

Solvent Fractionation
Fraksionasi ini adalah proses yang sangat mahal dan hanya dapat
dibenarkan untuk persiapan penambahan nilai, produk berkualitas tinggi.
Tujuan pokok penggunaan teknologi fraksionasi pelarut adalah produksi
komersial produk minyak dan lemak dengan sifat yang khas. Kristalisasi
fraksional dari larutan hasil yang ditambah. air dalarn pemisahan yang
lebih efisien dengan perbaikan hasil mengurangi waktu proses, dan
meningkatkan kemurnian daripada fraksionasi yang dilakukan taripa
pelarut.
Secara. komersil fraksionasi pelarut dilaksanakan dengan beberapa
proses berbeda yang bersistern batch, semi kontinyu dan kontinyu. Sistem
recovery kristaliser, filter dan pelarut dapat dibedakan rancangannya, dan
satu dari beberapa pelanit organik dapat digunakan. Pelarut yang telah
digunakan adalah aseton, heksan, dan 2-nitropropan.
Proses fraksionasi dimulai dengan pemanasan minyak umpan diatas
temperatur lelehnya dan pencampuran dengan pelarut panas dengan
perbandingan satu bagian untuk minyak dengan 3 atau 5 bagian untuk
pelarut dalam berat. Larutan kernudian didinginkan untuk mengkristalisasi
fraksi berat. Temperatur kristalisasi bervariasi tergantung pada. sifat dasar
pelarut, konsentrasi minyak dalam larutan dan karakteristik lain yang
diperlukan.
Sebagai contoh minyak laurat dalam pelarut aseton, temperatur 26
– 68 oF (-2 - 20 oC) digunakan untuk menghasilkan iodin stearin dengan
nilai 1,8 - 8,3. Bahan padat kemudian dilucuti dari pelarut untuk satu
fraksi. Penghilangan pelarut dari hasil filtrat dari fraksi lain. Fraksionasi

25
selanjutaya dapat dilakukan dengan melarutkan kembali salah satu fraksi
dan mengulangi proses.
Minyak goreng sawit yang diperoleh dari proses fraksinasi tunggal
pada suhu 10oC mengandung sekitar 15-20 persen SFC, sedangkan yang
didapat dari proses fraksinasi ganda hanya mengandung sekitar 0 – 5%
SFC. Minyak goreng sawit fraksinasi ganda selalu akah berbentuk cair
pada suhu rendah karena kandungan SFC-nya juga rendah. Sedangkan
minyak goreng sawit fraksinasi tunggal akan membeku apabila direndam
dalam air es karena kandungan SFC nya lebih tinggi.
Dengan kata lain, kandungan dari asam lemak tak jenuh minyak
goreng sawit fraksinasi ganda, lebih tinggi ketimbang produk fraksinasi
tunggal. Hal ini kerap dikaitkan dengan keadaan minyak (lemak) di dalam
tubuh. Bahwa, minyak yang membeku di dalam air es (minyak sawit
fraksinasi tunggal) juga akan membeku di dalam badan manusia. Padahal
suhu tubuh adalah 37 oC.
Konsumsi asarn lemak tak jenuh berlebihhn juga membahayakan
kesehatan. Sebab dapat membentuk lebih banyak senyawa radikal dalam
tubuh. Sesuatu yang dapat merusak sel-sel dan jaringan tubuh. Dari
Sebuah penelitian membuktikan, mengkonsumsi asam lemak tidak jenuh
yang berlebihan bisa meningkatkan peluang atherosclerosis karena
rusaknya pembuluh darah oleh senyawa radikal itu.
Minyak goreng sawit yang dikenal dengan istilah umum, yaitu
minyak goreng curah umumnya hanya memakai satu kali proses
fraksinasi, sehingga masih banyak mengandung fraksi padat stearin yang
relatif lebih banyak dari minyak goreng yang mempunyai bermerek yang
menggunakan 2 (dua) kali proses fraksinasi.
Oleh karena itu penampakan minyak goreng curah tidak sejernih
minyak goreng bermerek. Penampakan ini berkaitan erat dengan titik cair

26
(temperature di saat lemak mulai mencair) dancloud point (temperatue di
saat mulai terlihat adanya padatan) dari minyak.
Titik cair dan cloud point sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak
yang terdapat di dalamnya. Semakin banyak kandungan asarn lemak
jenuhnya, maka titik cair dan cloud point minyak goreng akan semakin
tinggi. Pada suhu yang lebih rendah dari cloud point-nya, maka
penampakan minyak goreng akan lebih kental atau padat.

27
ANALISA CPO

1. Kadar Air (Metode Oven)


1. Dasar Prinsip
Kadar air dihitung sebagai berat yang hilang setelah contoh
uji dipanaskan pada suhu 103°C ± 2°C selama 3 jam atau 130°C ±
2°C selama 30 menit.
2. Cara Kerja
1. Keringkan wadah yang akan dipakai dalam oven pada suhu 103°C
untuk sedikitnya 15 menit, dinginkan dalam desikator, lalu
timbang.
2. Lelehkan contoh minyak dengan pemanasan pada suhu 50°C
sampai 20°C, dan aduk rata.
3. Timbang 5 gram sampai 10 gram contoh uji minyak yang sudah
dilelehkan tersebut ke dalam wadah yang sudah dikeringkan tadi.
Masukkan wadah dengan contoh uji tersebut ke dalam desikator
hingga suhu minyak mencapai suhu ruang, kemudian timbang.
4. Panaskan dalam oven pada suhu 130°C ± 2°C selama 30 menit,
kemudian segera masukkan ke dalam desikator, dinginkan selama
15 menit, lalu timbang.
5. Ulangi pemanasan dalam oven selama 30 menit, pendingin dalam
desikator dan penimbangan beberapa kali, sampai selisih berat
antara 2 penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,02 % dari
berat contoh uji.
3. Rumus
𝑤2 − 𝑤3
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑖𝑟 =
𝑤2 − 𝑤1
Ket : W1 = Bobot Wadah Kosong (gram)
W2 = Bobot Wadah + Sampel Sebelum Pemanasan (gram)
W3 = Bobot Wadah + Sampel Setelah Pemanasan (gram)

28
2. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
1. Dasar Prinsip
Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b)
dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak sawit
mentah (CPO) dimana berat molekul asam lemak bebas tersebut
dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat).
2. Cara Kerja
1. Panaskan contoh uji pada suhu 60°C sampai 70°C, aduk hingga
homogen.
2. Timbang contoh uji sesuai tabel dibawah ini ke dalam
Erlenmeyer 250 ml :
Tabel Berat contoh uji yang ditimbang berdasarkan % asam lemak bebas
% Asam lemak bebas Berat contoh ± 10 % (g)

< 1,8 10 ± 0,02

1,8 – 6,9 5 ± 0,01

> 6,9 2,5 ± 0,01

3. Tambahkan 50 ml pelarut yang sudah dinetralkan.


4. Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya
pada 40°C sampai contoh minyak larut semuanya.
5. Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes.
6. Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga
mencapai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna
menjadi merah muda (merah jambu) yang stabil untuk minimal
selama 30 detik.
7. Catat pengunaan ml larutan titar.
8. Lakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, perbedaan antara
kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0,05 %.

29
3. Rumus

Ket : V = Volume Larutan Penitar (ml)


N = Normalitas Larutan Penitar
W = Bobot Sampel (gram)
25,6 = konstanta untuk menghitung kadar asam lemak bebas
sebagai asam palmitat.

3. Penentuan Bilangan Iod


1. Dasar Prinsip
Bilangan yodium dinyatakan sebagai gram yodium yang diserap
per 100 gram minyak.
2. Cara Kerja
1. Lelehkan contoh uji pada suhu 60°C sampai 70°C, dan aduk
hingga rata.
2. Timbang 0,4 gram sampai 0,6 gram contoh uji tersebut ke dalam
Erlenmeyer bertutup asah 250 ml atau 500 ml.
3. Tambahkan 15 ml sikloheksan untuk melarutkan contoh uji
tersebut.
4. Tambahkan 25 ml laruan Wijs dengan menggunakan pipet
gondok (jangan di pipet dengan mulut), tutup Erlenmeyer
tersebut dengan penutupnya. Kocok kemudian simpan dalam
tempat / ruang gelap selama 30 menit atau 3 menit bila
ditambahkan merkuri asetat.
5. Tambahkan 10 ml larutan KI 10 % dengan pipet gondok dan 50
ml air suling.
6. Tutup Erlenmeyer tersebut, kocok, kemudian lalukan titrasi
dengan larutan natrium tiosulfat 0,1 N sampai terjadi perubahan

30
warna dari biru tua menjadi kuning muda.
7. Tambahkan 1-2 ml indikator kanji, lanjutkan titrasi sampai warna
birunya hilang setelah dikocok kuat-kuat.
8. Lakukan penetapan sekurang-kurangnya duplo. Perbedaan
antara kedua hasil uji tidak boleh lebih besar dari 0,5.
9. Lakukan penetapan blanko dengan cara yang sama.
3. Rumus
Bilangan Iod =
Ket : N = normalitas larutan natrium tiosulfat 0,1 N
V2 = volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan blanko
V1 = volume natrium tiosulfat yang digunakan pada penetapan contoh
W = Bobot Sampel (gram)
12,69 = konstanta untuk menghitung bilangan iod

31

Anda mungkin juga menyukai