Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

“PENYAKIT SIFILIS”

OLEH :

1. JORY TOMALUWENG : 17 3145 353 020


2. DEWI SINTYA YUNUS : 17 3145 353 031
3. NURUL KHOFIFAH : 17 3145 353 007
4. SARTINA : 17 3145 353 011
5. RIZKY AMALIA YUNUS : 17 3145 353 035
6. MERLIN : B1D119130
7. NURUL KHOTIMAH : B1D119133

PROGRAM STUDI DIV TEKNOLOGI LABORATORIUM


MEDIS
FAKULTAS FARMASI TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN
INFORMATIKA
UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa sebab atas segala rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya, makalah mengenai “PENYAKIT SEFILIS”
ini dapat diselesaikan tepat waktu. Meskipun kami menyadari masih banyak
terdapat kesalahan didalamnya. Tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada Ibu HASNAWATI yang telah membimbing dan memberikan tugas ini.
Kami sangat berharap dengan adanya makalah ini dapat memberikan
manfaat dan mengetahui “PENYAKIT SIFILIS”. Selain itu makalah ini juga
nantinya diharapkan dapat memberikan pengetahuan yang berguna untuk
praktikum berlangsung. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk kemudian makalah kami ini dapat kami perbaiki dan menjadi
lebih baik lagi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Kami juga yakin bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna dan
masih membutuhkan kritik serta saran dari pembaca, untuk menjadikan makalah
ini lebih baik ke depannya.

Makassar, 03 November 2019


DAFTAR ISI
SAMPUL ......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................... 2
DAFTAR ISI ................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4
A. Latar Belakang ..................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 8
C. Tujuan .................................................................................................. 8
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 9
A. Jurnal ”Pengetahuan Siswa Kelas XI tentang penyakit seksual” ......... 9
B. Jurnal “ Study Retrospektif : Sifilis Laten” .......................................... 12
C. Jurnal “Gambaran Karakteristik Sifilis di Poliklinik Kulit dan
Kelamin Sub Divisi Infeksi Menular Seksual RSUP Sanglah
Denpasar/FK Unud Periode Januari 2011-Desember 2013”................ 15
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 18
A. Kesimpulan........................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 20
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit menular seksual (PMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit atau jamur, yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra seksualnya.
Penyakit Menular Seksual (PMS) merupakan salah satu dari sepuluh
penyebab pertama penyakit yang tidak menyenangkan pada dewasa muda
laki- laki dan penyebab kedua terbesar pada dewasa muda perempuan di
negara berkembang. (Upik, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO, 2011) sebanyak 70%
pasien wanita dan beberapa pasien pria yang terinfeksi gonore atau klamidia
mempunyai gejala yang asimptomatik. Antara 10% – 40% dari wanita yang
menderita infeksi klamidia yang tidak tertangani akan berkembang menjadi
pelvic inflammatory disease. Penyakit menular seksual juga merupakan
penyebab infertilitas yang tersering, terutama pada wanita. (Upik,2015).
Angka kejadian PMS dari 340 juta kasus baru yang dapat disembuhkan
(sifilis, gonore, infeksi klamidia, dan infeksi trikomonas) terjadi setiap
tahunnya pada laki-laki dan perempuan usia 15- 49 tahun. Secara
epidemiologi penyakit ini tersebar di seluruh dunia, angka kejadian paling
tinggi. (Upik, 2015).
Tercatat di Asia Selatan dan Asia Tenggara, diikuti Afrika bagian
Sahara, Amerika Latin, dan Karibean. Di Amerika, jumlah wanita yang
menderita infeksi klamidial 3 kali lebih tinggi dari laki- laki. Dari seluruh
wanita yang menderita infeksi klamidial, golongan umur yang memberikan
kontribusi yang besar ialah umur 15-24 tahun (Centers for Disease Control
and Prevention (CDC). (Upik, 2015).
Prevalensi PMS di negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di dunia, angka kejadian
gonore 10 – 15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2 – 3 kali lebih tinggi, dan
sifilis 10 – 100 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kejadiannya
pada perempuan hamil di negara industri. Pada usia remaja (15 – 24 tahun)
merupakan 25% dari semua populasi yang aktif secara seksual, tetapi
memberikan kontribusi hampir 50% dari semua kasus PMS baru yang
didapat. Kasus-kasus PMS yang terdeteksi hanya menggambarkan 50% -
80% dari semua kasus PMS yang ada di Amerika. Ini mencerminkan
keterbatasan “screening” dan rendahnya pemberitaan akan PMS. (Upik,
2015).
Di Indonesia, berdasarkan Laporan Survei Terpadu dan Biologis
Perilaku (STBP) oleh Kementrian Kesehatan RI (2011), prevalensi penyakit
menular seksual (PMS) pada tahun 2011 dimana infeksi gonore dan klamidia
sebesar 179 % dan sifilis sebesar 44 %. Pada kasus Human
immunodeficiency virus (HIV) dan Acquired immunodeficiency syndrome
(AIDS) selama delapan tahun terakhir mulai dari tahun 2005 – 2012
menunjukkan adanya peningkatan. Kasus baru infeksi HIV meningkat dari
859 kasus pada 2005 menjadi 21.511 kasus di tahun 2012. Sedangkan kasus
baru AIDS meningkat dari 2.639 kasus pada tahun 2005 menjadi 5.686 kasus
pada tahun 2012. (Upik, 2015).
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa, di mana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang
pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya
perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial.
Pergaulan remaja saat ini perlu mendapat sorotan yang utama, karena pada
masa sekarang pergaulan remaja sangat mengkhawatirkan dikarenakan
perkembangan arus moderenisasi yang mendunia serta menipisnya moral
serta keimanan seseorang khususnya remaja pada saat ini. Pergaulan remaja
saat ini sangat mengkhawatirkan, ini dapat dilihat dari beberapa hal yakni
tingginya angka pemakaian narkoba di kalangan remaja, dan adanya seks
bebas di kalangan remaja di luar nikah. (Upik,2015).
Data Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia terakhir Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan sebanyak
5.912 wanita di umur 15 – 19 tahun secara nasional pernah melakukan
hubungan seksual. Sedangkan pria di usia yang sama berjumlah 6.578, atau
3,7% pernah melakukan hubungan seks. Tidak adanya mata pelajaran yang
secara khusus yang mengajarkan dan memberikan informasi bagi murid
SMA, juga menjadi salah satu penyebab tingginya angka kejadian penyakit
menular seksual di kalangan remaja. Hal ini mungkin disebabkan masih
kurangnya penyuluhanpenyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah dan
badan-badan kesehatan lainnya. (Upik, 2015).
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil tahu dari manusia terhadap
sesuatu, atau segala perbuatan dari manusia untuk memahami suatu objek
tertentu. Pengetahuan dapat berwujud barang-barang baik lewat indera
maupun lewat akal, dapat pula objek yang dipahami oleh manusia berbentuk
ideal atau bersangkutan dengan masalah kejiwaan. Tingginya angka kejadian
penyakit menular seksual di kalangan remaja terutama wanita, merupakan
bukti bahwa masih rendahnya pengetahuan remaja akan penyakit menular
seksual. Wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari penyakit menular
seksual. (Upik, 2015).
Sifilis atau lues merupakan infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang menyebabkan kelainan
pada kulit dan dapat bermanifestasi sistemik. (Bernadya, 2019).
Infeksi ini ditularkan melalui kontak seksual atau dari ibu kepada bayi
melalui plasenta, dapat juga ditularkan melalui transfusi darah.1 Sifilis
melewati beberapa stadium, yaitu stadium primer, stadium sekunder, stadium
tersier dan sifilis yang tidak menunjukkan gejala klinis disebut sebagai sifilis
laten. Stadium laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis sifilis
primer ataupun sekunder namun pemeriksaan serologis menunjukkan hasil
yang reaktif. (Bernadya, 2019).
Sifilis tersebar diseluruh dunia dan telah dikenal sebagai penyakit
kelamin klasik yang dapat dikendalikan dengan baik. Di Amerika Serikat
kejadian sifilis dan sifilis kongenital yang dilaporkan meningkat sejak tahun
1986 dan berlanjut sampai dengan tahun 1990 dan kemudian menurun
sesudah itu. Peningkatan ini terjadi terutama di kalangan masyarakat dengan
status sosial ekonomi rendah dan di kalangan anak-anak muda dengan
kelompok usia yang paling sering terkena infeksi adalah golongan usia muda
berusia antara 20–29 tahun, yang aktif secara seksual. (Bernadya, 2019).
Angka kejadian sifilis mencapai 90% di negara berkembang. World
Healthy Organization (WHO) memperkirakan terdapat 5 juta kasus baru
sifilis di dunia dan 12 juta kasus baru terjadi di Afrika, Asia Selatan, Asia
Tenggara, Amerika Latin dan Caribbean Di Indonesia insidensinya sekitar
0,61%. Angka kejadian sifilis di Indonesia berdasarkan laporan Survey
Terpadu Dan Biologis Perilaku (STBP) tahun 2011 oleh Kementrian
Kesehatan RI, terjadi peningkatan angka kejadian sifilis di tahun 2011 jika
dibandingkan dengan tahun 2007. (Bernadya, 2019).
Sifilis merupakan penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang masih
menjadi permasalahan secara global. Banyak orang dewasa yang terinfeksi
akibat penyakit ini. Sifilis tidak hanya menyebabkan morbiditas, tetapi juga
dapat menyebabkan mortalitas. (Surya, 2017).
Sifilis disebabkan oleh bakteri treponema pallidum, di dapat dari
hubungan seksual dan dapat ditularkan dari ibu ke janin atau yang diketahui
sebagai vertical transmission.2 Vertical transmission dari infeksi sifilis dapat
terjadi selama kehamilan yang menuju kepada infeksi fetal pada kasus
setidaPada tahun 2008 diperkirakan kejadian kasus baru sebanyak 10,6 juta
orang di dunia terinfeksi oleh penyakit sifilis. Pada tahun yang sama, kejadian
kasus baru sifilis di Asia Tenggara diperkirakan sebanyak 3 juta kasus.3
Jumlah populasi di dunia tahun 2008 diperkirakan sebanyak 6,7 milyar.4
Insiden sifilis di Indonesia pada tahun 1996 adalah sebanyak 0,61%.5
Sedangkan angka kejadian kasus penyakit sifilis di Provinsi Bali belum
diketahui secara pasti. dua per tiga kasus, terutama pada kasus sifilis dini dari
ibu (Surya,2017).
Distribusi sifilis dapat ketahui berdasarkan stadium dan faktor
risikonya. Faktor risiko yang berhubungan dengan sifilis yaitu umur dan jenis
kelamin. Jumlah kasus sifilis laten dini yang dilaporkan ke Centers of
Diseases Control (CDC) pada periode 2009-2010 meningkat sebanyak 4,1%
(Dari 13.066 menjadi 18.079 kasus), dan jumlah kasus sifilis lanjut dan sifilis
laten lanjut meningkat sebanyak 4,3% (dari 17.338 menjadi 18.079 kasus).
Pada periode yang sama, sifilis primer dan sekunder meningkat sebanyak
1,3% pada laki-laki (dari 7,8 menjadi 7,9 kasus per 100.000 laki-laki), dan
pada perempuan menurun sebanyak 21,4% (dari 1,4 menjadi 1,1 kasus per
100.000 perempuan). Pada tahun 2010, sifilis primer dan sekunder tertinggi
pada orang-orang yang berumur 20-24 tahun dan 25-29 tahun (13,5 dan 11,3
kasus per 100.000 populasi). (Surya, 2017).
B. Rumusan masalah
a. Bagaimana Hasil dan Pembahasan dari jurnal ”Pengetahuan Siswa Kelas
XI tentang penyakit seksual” ?
b. Bagaimana Hasil dan Pembahasan dari jurnal “ Study Retrospektif : Sifilis
Laten” ?
c. Bagamaina Hasil dan Pembahasan dari jurnal “Gambaran Karakteristik
Sifilis di Poliklinik Kulit dan Kelamin Sub Divisi Infeksi Menular Seksual
RSUP Sanglah Denpasar/FK Unud Periode Januari 2011 - Desember
2013” ?
C. Tujuan penulisan
a. Untuk mengetahui Hasil dan Pembahasan dari jurnal ”Pengetahuan Siswa
Kelas XI tentang penyakit seksual”
b. Untuk mengetahui Hasil dan Pembahasan dari jurnal “ Study Retrospektif:
Sifilis Laten”
c. Untuk mengetahui Hasil dan Pembahasan dari jurnal “Gambaran
Karakteristik Sifilis di Poliklinik Kulit dan Kelamin Sub Divisi Infeksi
Menular Seksual RSUP Sanglah Denpasar/FK Unud Periode Januari 2011-
Desember 2013”
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hasil dan Pembahasan Dari Jurnal ”Pengetahuan Siswa Kelas XI


Tentang Penyakit Seksual”
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif didefinisikan suatu penelitian yang
dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu fenomena yang
terjadi di dalam masyarakat. Deskriptif kuantitatif adalah penelitian yang
dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi suatu
keadaan secara objektif. Metode ini digunakan untuk memecahkan atau
menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang atau
yang sedang terjadi . Kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau data
yang diangkakan. (Upik, 2015).
Responden yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa siswi kelas
XI SMA Negeri 24 Bandung yang terbagi dalam sepuluh kelas yaitu delapan
kelas Matematika dan Ilmu Alam (MIA) dan dua kelas Ilmu Ilmu Sosial
(IIS). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa siswi kelas XI di
SMA 24 Bandung yang berjumlah 359 orang yang terbagi dalam sepuluh
kelas yaitu delapan kelas MIA dan dua kelas IIS. Sample pada penelitian ini
adalah sebagian siswa siswi kelas XI MIA dan IIS di SMA Negeri 24
Bandung dengan jumlah sampel 190 orang. Cara pengambilan sampel ini
menggunakan teknik simple random sampling yaitu hakikat dari pengambilan
sampel secara acak sederhana adalah bahwa setiap anggota atau unit dari
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.
Apabila besarnya sampel diinginkan itu berbedabeda, maka besarnya
kesempatan bagi setiap satuan elementer untuk terpilih pun berbedabeda.
Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana ini dibedakan menjadi dua
cara, yaitu dengan mengundi anggota populasi (lottery technique) atau teknik
undian, dan dengan menggunakan tabel bilangan atau angka acak (random
number). (Upik, 2015).
Instrumen penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
kuesioner. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner tertutup.
Skala guttman merupakan skala yang bersifat tegas dan konsisten dengan
memberikan jawaban yang tegas seperti jawaban dari pertanyaan/ pernyataan
: ya dan tidak, positif dan negatif, setuju dan tidak setuju, benar dan salah.
Skala Guttman ini pada umumnya dibuat seperti checklist dengan interpretasi
penilaian, apabila skor benar nilainya 1 dan apabila salah nilainya 0 dan
analisisnya dapat dilakukan seperti skala Likert. (Upik, 2015).
Kuesioner dalam penelitian ini berbentuk pertanyaan dimana dalam
pertanyaan tersebut disediakan pilihan jawaban “benar” atau “salah” dan
responden diminta memilih satu jawaban tersebut. Pertanyaan (+) jika benar
bernilai 1, jika salah bernilai 0 pertanyaan (-) jika benar bernilai 0, jika salah
bernilai 1. Kuisioner yang akan digunakan dalam penelitian terlebih dahulu
dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan karakteristik yang sejenis di
luar lokasi penelitian. Uji coba instrumen dalam penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 18 Mei 2015 pada 30 orang responden di SMA Negeri 26
Bandung. (Upik, 2015).
Hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan persentase. Adapun data yang disampaikan adalah tabel
distribusi frekuensi karakteristik, distribusi frekuensi pengetahuan siswa siswi
kelas XI tentang PMS yang disajikan dalam bentuk tabel dan daigram, dan
perolehan nilai hasil pengetahuan siswa siswi kelas XI tentang PMS di SMA
Negeri 24 Bandung berdasarkan indikator. (Upik,2015).
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Pada
Siswa Siswi Kelas XI SMA Negeri 24 Bandung :
Berdasarkan data statistik dari tabel di atas diperoleh hasil untuk
karakteristik responden berdasarkan usia yang mendominasi adalah usia 17
tahun sebanyak 99 orang (52,11%), usia 15 tahun sebanyak 13 orang
(6,84%), dan usia 16 tahun sebanyak 78 orang (41,05%). Sedangkan untuk
karakteristik jenis kelamin didominasi oleh jenis kelamin laki-laki sebanyak
104 orang (54,74%), dan jenis kelamin perempuan sebanyak 86 orang
(45,26%). (Upik, 2015).
Hasil penelitian menununjukkan karakteristik usia responden berada
pada rentang usia 15 – 17 tahun. Usia terbanyak dalam penelitian ini adalah
usia 17 tahun sebanyak 99 orang (52,11%). Menurut Sarwono (2011) ada tiga
tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju dewasa
yaitu masa remaja awal (early adolescence) usia 10 – 12 tahun, remaja madya
(middle adolescence) usia 13 – 15 tahun, dan masa remaja akhir (late
adolescence) usia 16 – 19 tahun. Berdasarkan tahap perkembangan remaja
usia responden berada pada usia remaja akhir. Remaja pada usia ini berada
pada masa pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Menurut Notoatmodjo
(2010) usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
pikirannya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik,
tingkat kematangan seseorang akan lebih tinggi pada saat berfikir. Pada usia
tahap ini (16 – 19 tahun) yaitu remaja akhir akan lebih berperan aktif dalam
masyarakat dan kehidupan sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan
demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. (Upik, 2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden mayoritas berjenis
kelamin lakilaki yaitu 104 orang responden (54,74%) sedangkan perempuan
berjumlah 86 orang responden (45,26%). Menurut Hanifah (2007) gender
menentukan bagaimana dan apa yang harus diketahui oleh laki-laki dan
perempuan mengenai masalah seksualitas, termasuk perilaku seksual,
kehamilan, penyakit menular seksual. Konstruksi sosial mengenai atribut dan
peran feminin ideal menekankan bahwa ketidaktahuan seksual, keperawanan,
dan ketidaktahuan perempuan mengenai masalah seksual merupakan tanda
kesucian sehingga dikatakan laki-laki mengetahui masalah seksualitas dari
pada perempuan, karena perempuan dianggap lebih pasif sedangkan laiki-laki
lebih aktif dalam mencari informasi mengenai seksualitas. (Upik,2015).
B. Hasil dan Pembahasan dari Jurnal “ Study Retrospektif : Sifilis Laten”
Rancangan penelitian yang digunakan adalah studi retrospektif
deskriptif dengan melihat catatan medik pasien sifilis laten di Divisi IMS
URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.
Soetomo Surabaya selama periode tahun 2009 sampai dengan 2017 dengan
mengevaluasi pasien baru sifilis laten berdasarkan anamnesis, klinis,
diagnosis, penatalaksanaan serta kunjungan ulang. (Bernadya, 2019).
Selama periode tahun 2009-2017 didapatkan 37 pasien baru sifilis laten
atau sebesar 53,6% jika dibandingkan dengan jumlah pasien sifilis secara
keseluruhan baik sifilis primer, sifilis sekunder dan sifilis tersier sebanyak 69
orang. Dimana jumlah pasien sifilis primer sebanyak 23 orang atau sekitar
33,3%, sifilis sekunder sebanyak 7 orang atau sekitar 10,2% dan sifilis tersier
sebanyak 2 orang atau sekitar 3%. Jumlah pasien baru sifilis laten ini sebesar
1,8% dari jumlah kunjungan Divisi IMS dan sekitar 0,3% dari jumlah
kunjungan URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo.
(Bernadya, 2019)
Pada studi retrospektif ini, berdasarkan distribusi kelompok usia pasien
sifilis laten Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr.
Soetomo Surabaya periode 2009-2017 terbanyak pada kelompok umur 26-35
tahun yaitu sebanyak 12 pasien (32,4%). Serupa dengan penelitian
retrospektif yang dilakukan oleh Hutapea di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode 2002 hingga 2008
didapatkan usia pasien terbanyak pada kelompok usia 26-35 tahun sebanyak
16 orang. Penelitian retrospekstif yang dilakukan oleh Ying Liu dan kawan-
kawan pada tahun 2009 juga menunjukkan distribusi kelompok usia pada
pasien sifilis laten di Cina yang terbanyak pada kelompok usia 20-29 tahun
sebanyak 27 pasien dan diikuti kelompok usia 30-39 sebanyak 21 pasien.14-
15 Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa infeksi sifilis laten
banyak terjadi pada kelompok usia 26-35 tahun dimana kelompok usia
tersebut merupakan kelompok usia dengan aktivitas seksual yang tinggi.
(Bernadya, 2019).
Mayoritas pasien baru sifilis laten di Divisi IMS URJ Kesehatan Kulit
dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya periode tahun 2009 - 2017 adalah
pria, yaitu sebesar 76,9% dan pasien wanita hanya 23,1% dari seluruh pasien
baru sifilis laten. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian retrospektif oleh
Hutapea sebelumnya bahwa jenis kelamin pasien sifilis laten mayoritas
adalah wanita sebesar 67,6% dan laki-laki sebesar 32,4%. Penelitian ini
hampir sama dengan penelitian retrospekstif yang dilakukan oleh Ying Liu
dan kawan kawan pada tahun 2009, bahwa mayoritas pasien sifilis laten
adalah pria sebesar 52,55% dan wanita sebesar 47,4 %.6 17-20 Salah satu
faktor yang menyebabkan prevalensi pria lebih banyak dari pada wanita
menurut penelitian tersebut karena laki-laki lebih mudah melakukan kegiatan
seksual daripada wanita. Selain itu dikarenakan lakilaki mobilitasnya lebih
besar dibandingkan dengan perempuan sehingga kemungkinan untuk
melakukan hal–hal yang bisa menyebabkan tertularnya penyakit sifilis lebih
sering. (Bernadya, 2019).
Pada penelitian ini, didapatkan distribusi pasien sifilis laten berdasarkan
status pernikahan yaitu sebagian besar menikah sebanyak 25 pasien (67,6%).
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya di Divisi IMS URJ Kulit dan
Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya oleh Hutapea, yang menyatakan
sebagian besar status pernikahahan kasus sifilis laten yaitu sudah menikah.
Hal ini dapat terjadi mengingat secara umum rute utama transmisi infeksi
sifilis laten dihubungkan dengan peningkatan aktivitas seksual walaupun
dapat terjadi juga pada orang yang belum menikah karena karena perilaku
seksual yang tidak aman (Bernadya, 2019).
Dari data yang tercatat, pasangan seksual terbanyak pasien sifilis laten
di Divisi IMS dan URJ Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya periode tahun 2009-2017 adalah suami atau istri (37,8%) lalu
diikuti dengan pasien yang menyangkal adanya pasangan seksual sebagai
coitus suspectus. Hal serupa juga dilaporkan oleh Hutapea dalam penelitian
retrospektifnya tahun 2002- 2008 dimana pasangan seksual terbanyak adalah
suami atau istri sebanyak 64,7%. Hal ini disebabkan pasien masih sulit untuk
mengakui pasangan coitus suspectus nya. Mereka masih enggan untuk
mengakui pasangan seksual yang dicurigai dapat menularkan sífilis, seperti
PSK atau berganti ganti pasangan atau mungkin dengan pasangan sejenis.
Ketika mereka sudah memiliki suami atau istri mereka akan menyebutkan
jika mereka selama ini hanya berhubungan dengan suami atau istri mereka
saja. (Bernadya, 2019).
Penelitian ini juga meneliti sumber penularan pasien baru sífilis laten
Di Divisi IMS URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo
Surabaya Periode 2009-2017. Sebagian besar pasien tidak mengetahui atau
menyangkal dari mana mereka mendapatkan infeksi tersebut. Hal ini
dibuktikan dengan sebanyak 31 orang pasien baru sifilis laten di Divisi IMS
URJ Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Periode
2009-2017 tidak mengetahui sumber penularan infeksi yang mereka dapat. 5
orang pasien mengakui jika sumber penularan berasal dari pasangan suami
atau istri mereka juga menderita sifilis. Sisanya 1 orang pasien memiliki
riwayat transfusi dan kemungkinan menjadi sumber penularan pada pasien
tersebut. Kemampuan anamnesis tentang sumber penularan ini cukup penting
karena penanganan penyakit menular seksual juga harus meliputi penanganan
untuk pasangan seksual pasien tersebut. Dari data ini, banyaknya sumber
penularan yang tidak diketahui oleh pasien atau pasien yang menyangkal
tidak pernah melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang yang
memiliki resiko tinggi. (Bernadya, 2019).
C. Hasil dan Pembahasan Dari Jurnal “Gambaran Karakteristik Sifilis di
Poliklinik Kulit dan Kelamin Sub Divisi Infeksi Menular Seksual RSUP
Sanglah Denpasar/FK Unud Periode Januari 2011-Desember 2013”
Penelitian ini merupaka penelitian deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross-sectional untuk mengetahui gambaran karakteristik sifilis di
poliklinik kulit dan kelamin sub divisi infeksi menular seksual RSUP Sanglah
Denpasar/FK Unud periode Januari 2011-Desember 2013. (Surya, 2017)
Penelitian ini mempergunakan data sekunder dari catatan poliklinik
selama 3 tahun. Sampel dikupulkan menggunakan metode total sampling
pada semua pasien sifilis yang datang ke poliklinik kulit dan kelamin sub
divisi infeksi menular seksual RSUP Sanglah Denpasar/FK Unud periode
Januari 2011-Desember 2013 sehingga didapatkan sampel sebanyak 35.
(Surya, 2017).
Penelitian dimulai dengan mengumpulkan data sekunder dari catatan
poliklinik kulit dan kelamin sub divisi infeksi menular seksual RSUP Sanglah
Denpasar/FK Unud periode Januari 2011-Desember 2013 kemudian dicatat
data karakteristik pasien sifilis seperti umur, jenis kelamin, pasien lama dan
baru, dan stadiumnya, dan dilakukan pengolahan data secara manual. (Surya,
2017).
Pasien sifilis terdiri dari 85,7% laki-laki dan 14,3% perempuan. Pasien
sifilis yang datang berumur dibawah 15 tahun adalah 0%. Umur 15 sampai 24
tahun 34,3% dengan persentase laki-laki 83,3% dan perempuan 16,7%. Umur
25 sampai 44 tahun 60% dengan persentase laki-laki 85,7% dan perempuan
14,3%. Pasien sifilis berumur diatas dan sama dengan 45 tahun sebesar 5,7%
dengan persentase laki-laki 100% dan perempuan 0%. (Surya, 2017).
Berdasarkan stadium, didapatkan stadium sifilis primer 11,4% dengan
presentase laki-laki 75% dan perempuan 25%. Stadium sifilis sekunder
54,3% dengan presentase laki-laki 89,5% dan perempuan 10,5%. Stadium
sifilis laten dini 14,3% dengan presentase laki-laki 60% dan perempuan 40%.
Stadium sifilis laten lanjut 20% dengan presentase laki-laki 100% dan
perempuan 0% dan jumlah kasus stadium sifilis tersier 0%. (Surya, 2017)

Pasien sifilis yang datang berumur dibawah 15 tahun adalah 0%,


berdasarkan data dari CDC, angka kejadian pasien sifilis yang datang
berumur dibawah 15 tahun sangat rendah. Pada penelitian ini, diadapatkan
umur 15 sampai 24 tahun terdapat sebesar 34,3%, sedangkan untuk umur 25
sampai 44 tahun merupakan persentase tertinggi pasien sifilis di poliklinik
kulit dan kelamin sub divisi infeksi menular seksual RSUP Sanglah yaitu
sebesar 60%. (Surya, 2017).
Berdasarkan data dari CDC juga demikian, dimana kelompok umur 25
sampai 44 tahun merupakan kelompok umur dengan angka kejadian
tertinggi.6 Hal ini mungkin terjadi dikarenakan kelompok umur 25 sampai 44
tahun merupakan kelompok umur yang sexual active. (Surya, 2017)
Pada penelitian ini didapatkan pasien yang berumur diatas dan sama
dengan 45 tahun hanya sebesar 5,7%, dari data CDC angka kejadian dari
kelompok umur diatas dan sama dengan 45 juga rendah. (Surya, 2017)
Pada penelitian ini didapatkan pasien stadium sifilis primer memiliki
presentase sebesar 11,4%, sedangkan stadium sifilis sekunder memiliki
presentase tertinggi yaitu 54,3%. Berdasarkan data CDC, kelompok stadium
sifilis primer dan sekunder memiliki angka kejadian tinggi. (Surya, 2017)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa data dan pembahasan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti maka dapat diambil kesimpulan bahwa penelitain
mengenai “Gambaran Pengetahuan Siswa Siswi Kelas XI Tentang Penyakit
Menular Seksual di SMA Negeri 24 Bandung” berada dalam kategori hasil
tertinggi adalah kategori cukup.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sifilis laten merupakan penyakit
infeksi menular seksual yang banyak didapatkan pada usia produktif yang
aktif secara seksual dan lebih sering terjadi pada laki-laki. Diagnosa sifilis
laten dapat ditegakkan melalui anamnesis dan hasil pemeriksaan serologi
treponemal dan non treponemal reaktif. Penegakan diagnosis yang tepat dan
cepat dapat memberikan terapi yang adekuat sehingga pasien tidak menjadi
reinfeksi atau menjadi sifilis tersier. Evaluasi hasil uji treponemal harus
dilakukan untuk mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan terapi yang
tentunya akan menyebabkan kekambuhan atau berlanjut menjadi sifilis
tersier. Kepatuhan mengenai terapi, evaluasi lanjutan serta pemeriksaan
pasangan seksual sangat penting, selain itu harus disampaikan pula bahwa
hubungan seksual seharusnya dihindari sampai 2 minggu setelah terapi,
karena itu edukasi tentang penyakit dan penatalaksanaanya harus jelas kepada
pasien.
Karakteristik kasus sifilis periode Januari 2011-Desember 2013 di
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, didapatkan jumlah pasien laki-laki lebih
tinggi dibandingkan perempuan, yaitu laki-laki 85,7% dan perempuan 14,3%.
Kelompok umur tertinggi adalah kelompok umur 25 sampai 44 tahun sebesar
60%, diikuti oleh kelompok umur 15 sampai 24 tahun sebesar 34,3%,
kelompok umur diatas dan sama dengan 45 tahun sebesar 5,7%, dan
kelompok umur dibawah 15 tahun sebesar 0%. Kelompok stadium sifilis
tertertinggi adalah kelompok stadium sifilis sekunder sebesar 54,3%, diikuti
oleh kelompok stadium sifilis laten lanjut sebesar 20%, kelompok stadium
sifilis laten dini sebesar 14,3%, kelompok stadium sifilis primer sebesar
11,4%, dan kelompok stadium sifilis tersier sebesar 0%. Didapatkan jumlah
kasus baru sifilis lebih tinggi dibandingkan kasus lama sifilis dengan
persentase kasus baru sifilis 68,6%, dan kasus lama 31,4%.
DAFTAR PUSTAKA
Adisthanaya Surya. 2017. Gambaran Karakteristik Sifilis Di Poliklinik Kulit Dan
Kelamin Sub Divisi Infeksi Menular Seksual RSUP Sanglah
Denpasar/FK Unud Periode Januari 2011-Desember 2013. Denpasar:
E-JURNAL MEDIKA.
Rahmi Upik, dkk. 2015. Pengetahuan Siswa Kelas XI Tentang Penyakit menular
Seksual. Universitas Pendidikan Indonesia.
s

Saputri dan Dwi. Studi Retrospoektif: Sifilis Laten. Surabaya: Universitas


Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai