Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANTIBIOTIK
1. Sejarah Antibiotik
Penemuan antibiotik diinisiasi oleh Paul Ehrlich yang pertama kali
menemukan apa yang disebut magic bullet, yang dirancang untuk
menangani infeksi mikroba. Pada tahun 1910, Ehrlich menemukan
antibiotik pertama, Salvarsan yang digunakan untuk melawan syphilis.
Ehrlich kemudian diikuti oleh Alexander Fleming yang secara tidak sengaja
menemukan penisilin pada tahun 1928. Tujuh tahun kemudian, Gerhard
Domagk menemukan sulfa, yang membuka jalan penemuan obat anti
Tuberculosis, isoniazid. Pada 1943, antituberculosis pertama, Streptomycin
ditemukan oleh Selkman Wakzman dan Albert Schatz. Wakzman juga
orang pertama yang memperkenalkan terminologi antibiotik. Sejak saat itu
antibiotik ramai digunakan klinisi untuk menangani berbagai penyakit
infeksi (3).
Antibiotik penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun
1928, seorang ahli mikrobiologi dari Inggris. Penisilin mulai diresepkan
untuk mengobati penyakit-penyakit infeksi pada tahun 1930. Sebelum
antibiotik ditemukan banyak kasus infeksi yang tidak bisa disembuhkan
dan mengakibatkan kematian. Tetapi sejak penisilin ditemukan, jutaan
penderita infeksi di seluruh dunia bisa diselamatkan nyawanya.
Antibiotik adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme
khususnya dihasilkan oleh fungi atau dihasilkan secara sintetik yang dapat
membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain
(11).
Antara tahun 1950-1960, jenis bakteri yang resisten masih belum
mengkhawatirkan, karena penemuan antibiotik baru yang bisa diandalkan.
Pada tahun 1999, ilmuwan berhasil mengembangkan antibiotik baru.

5
6

Meskipun cepat dengan semakin banyaknya bakteri-bakteri super yang


kebal terhadap antibiotik.
Antibiotik bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus
satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri.
Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau non
bakteri lainnya. Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam
melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotik yang membidik bakteri
gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas.
Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan
antibiotik mencapai lokasi tersebut. Antibiotik oral mudah digunakan bila
efektif, dan antibiotik intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang
lebih serius. Antibiotik kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes
mata dan salep (12).
Pada tahun 1929, Fleming mengamati substansi bakteriostatik yang
dihasilkan jamur Penicillium notatum dan diberi nama penisilin. Sejak itu
penisilin dikenal dan diketahui dapat di produksi oleh berbagai jamur.
Namun karena kurang stabil terutama bioaktivitasnya akan hilang bila
diuapkan sampai kering, maka penisilin kemudian ditinggalkan. Sekitar
tahun 1939, Florey dan kawan-kawan melakukan percobaan kembali
terhadap kemungkinan penggunaan penisilin fleming untuk terapi. Tahun
1940, Chain dan kawan-kawan juga melakukan penelitian penisilin, mereka
membiakkan organisme fleming dan pada waktu ekstraksi dikontrol pada
temperatur rendah, akhirnya mereka mampu memekatkan penisilin sampai
1000 kali, serta dapat menghasilkan gram penisilin berbentuk bubuk kering
yang mempunyai stabilitas baik terutama bila disimpan. Hal ini merupakan
kemajuan besar dalam perkembangan produksi antibiotik terutama
penisilin dan merupakan tonggak sejarah manusia dalam memerangi
penyakit infeksi (13).
Pada waktu yang hampir sama, di Rockefeller Institute for Medical
Research New York Dubos menemukan antibiotik komplek Tyrothricin
yang diproduksi oleh bakteri tanah Bacillus brevis. Selanjutnya Dubos,
7

Waksman dan Woodruff menemukan aktinomisin yang diperoleh dari


biakan Aktinomisetes. Pada tahun 1944 Selman Wakzman menemukan
streptomisin yang merupakan satu antibiotik yang dihasilkan oleh
Streptomyces anggota dari Aktinomisetes. Streptomycin merupakan anti
tuberculosis yang ampuh, perkembangan ini merupakan penelitian lebih
lanjut terhadap genus Streptomyces dalam usaha mencari mikroorganisme
penghasil antibiotik. Sejak itu Aktinomisetes terutama Streptomyces
menjadi gudang utama untuk memperoleh antibiotik baru. Pada berbagai
lembaga penelitian dilakukan pencarian antibiotik dari berbagai tipe
mikroorganisme terutama Aktinomisetes dan telah berhasil mendapatkan
antibiotik baru. Pada tahun 1945 telah ditemukan basitrasin yang dihasilkan
oleh Basillus, diikuti kloramfenikol oleh Streptomyces venezuelae dan
polimiksin oleh beta polymysa pada tahun 1947, Chlortetracycline oleh
Streptomyces aureofaciens pada tahun 1948 dan neomycin oleh
Sterptomyces fradiae pada tahun 1949, Oxytetracycline 1950 dan
Erytromisin 1952, keduanya dihasilkan oleh Streptomyces. Kanamisin
ditemukan oleh Umezawa dan koleganya tahun 1957 dari biakan
Streptomyces. Semua ini merupakan antibiotik yang sangat penting dan
sampai saat ini masih diperhitungkan sebagai salah satu antibiotik untuk
melawan infeksi.
Pada tahun 1960an, penemuan antibiotik agak berkurang tetapi usaha
penemuan dilakukan untuk aplikasi yang lebih luas yaitu untuk mencari
antifungi, antimikoplasmal, antispirochetal, antiprotozoa, anti tumor,
antiviral, dan antibiotik untuk penggunaan non-medis. Pada dekade ini
problem resistensi bakteri terhadap antibiotik mulai muncul dan telah
berkembang, sehingga memacu mencari antibiotik baru atau derivat
antibiotik yang telah dikenal untuk menggantikan antibiotik yang sudah ada
(14).
2. Definisi Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
8

sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang
dibuat secara semi-sintetis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula
senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri (3).
Antibiotik adalah zat biokimia yang diproduksi oleh mikroorganisme,
yang dalam jumlah kecil dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
pertumbuhan mikroorganisme lain (15).
3. Penggolongan Antibiotik
Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Berdasarkan struktur kimia antibiotik (3)
a) Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin
(sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan
monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin
adalah suatu agen antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis
Penicillium chrysognum.
b) Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh
jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan
turunan semi-sintetisnya mengandung dua atau tiga gula-amino di
dalam molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum
kerjanya luas dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif.
Obat ini juga aktif terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-
positif. Aktifitasnya adalah bakterisid, berdasarkan dayanya untuk
menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom di dalam
sel. Contohnya streptomisin, gentamisin, amikasin, neomisin, dan
paranomisin.
c) Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis,
hanya melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang
bakterisid lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya
sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi
banyak cocci gram positif dan gram negatif serta kebanyakan bacilli.
Tidak efektif Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap
9

mikroba khusus Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata


trachoma dan penyakit kelamin), dan beberapa protozoa (amuba)
lainnya. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin, dan monosiklin.
d) Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatik terhadap
terutama bakteri gram-positif dan spektrum kerjanya mirip penisilin-
G. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom
kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu
lama atau sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbsinya tidak
teratur, agak sering menimbulkan efek samping lambung-usus, dan
waktu paruhnya singkat, maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari.
e) Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh Streptomyces
lincolnensis (AS, 1960). Khasiatnya bakteriostatik dengan spektrum
kerja lebih sempit daripada makrolida, terutama terhadap kuman
gram positif dan anaerob. Berhubung efek sampingnya hebat kini
hanya digunakan bila terdapat resistensi terhadap antibiotik lain.
Contohnya linkomisin.
f) Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat
bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi
terhadap enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNA nya
dihindarkan. Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi
saluran kemih (ISK) tanpa komplikasi.
g) Antibiotik golongan kloramfenikol, mempunyai spektrum luas.
Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman gram positif
dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan
perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol.
2) Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat
bakteriostatik dan ada yang bersifat bakterisid. Agen bakteriostatik
menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan agen bakterisida
membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis
selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir
patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien
10

immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisidal


(16).
3) Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik
dikelompokkan sebagai berikut (17):
a) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal
dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim
dalam sintesis dinding sel. Contohnya antara lain golongan beta-
laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobactam, dan
inhibitor sintesis dinding sel lainnya seperti vancomycin, basitrasin,
fosfomycin, dan daptomysin.
b) Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara mengganggu sintesis protein tanpa
mengganggu sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis
protein. Obat-obat yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein
bakteri seperti aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, stretogamin,
klindamisin, oksazolidinon, kloramfenikol.
c) Mengubah permeabilitas membran sel, memiliki efek bakteriostatik
dan bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran
dan oleh karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi
lisis. Obat-obat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin,
amfoterisin B, gramisidin, nystatin, kolistin.
d) Menghambat sintesa folat, mekanisme kerja ini terdapat pada obat-
obat seperti sulfonamida dan trimethoprim. Bakteri tidak dapat
mengabsorbsi asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari
PABA (asam para amino benzoat), dan glutamat. Sedangkan pada
manusia, asam folat merupakan vitamin dan kita tidak bisa
mensintesis asam folat. Hal ini menjadi suatu target yang baik dan
selektif untuk senyawa-senyawa antimikroba.
e) Mengganggu sintesis DNA, mekanisme kerja ini terdapat pada obat-
obat seperti metronidazol, kuinolon, novobiosin. Obat-obat ini
menghambat asam deoksiribonukleat (DNA) gyrase sehingga
11

meghambat sintesis DNA. DNA gyrase adalah enzim yang terdapat


pada bakteri yang menyebabkan terbukanya superheliks pada DNA
sehingga menghambat replikasi DNA.
4) Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut
(18):
a) Antibiotik spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti
tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organisme baik gram
positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas seringkali
dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum
diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b) Antibiotik spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama
efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan
eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh
bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat
selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme
tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.
5) Berdasarkan daya hambat, terdapat 2 pola hambat antibiotik terhadap
kuman yaitu :
a) Time dependent killing.
Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika
kadarnya dipertahankan cukup lama di atas Kadar Hambat Minimal
kuman. Contohnya pada antibiotik penisilin, sefalosporin, linezoid,
dan eritromisin.
b) Concentration dependent killing.
Pada pola ini antibiotik akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika
kadarnya relatif tinggi atau dalam dosis besar, tapi tidak perlu
mempertahankan kadar tinggi ini dalam waktu lama. Contohnya pada
antibiotik aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid.
12

4. Efek samping Antibiotik


Penggunaan antibiotik yang sembarangan dan tidak tepat dosis, dapat
menggagalkan terapi pengobatan yang sedang dilakukan. Selain itu dapat
menimbulkan bahaya seperti :
a. Resistensi, adalah tidak terganggunya sel mikroba oleh antibiotik yang
merupakan suatu mekanisme alami untuk bertahan hidup. Ini dapat
terjadi apabila antibiotik diberikan atau digunakan dengan dosis yang
terlalu rendah atau masa terapi yang tidak tepat.
b. Suprainfeksi, adalah infeksi sekunder yang timbul ketika pengobatan
terhadap infeksi primer sedang berlangsung dimana jenis dan infeksi
yang timbul berbeda dengan infeksi primer (32).
5. Resistensi Antibiotik
Hasil penelitian pada tahun 2003, kejadian resistensi terhadap penisilin dan
tetrasiklin oleh bakteri patogen diare dan Neisseria gonorrhoeae telah
hampir mencapai 100% diseluruh area di Indonesia (7).
Resistensi terhadap antibiotik bisa di dapat atau bawaan. Pada
resistensi bawaan, gen yang mengkode mekanisme resistensi ditransfer dari
satu organisme ke organisme lain. Secara klinis resistensi yang didapat,
adalah dimana bakteri yang pernah sensitif terhadap suatu obat menjadi
resisten.
Resistensi dibedakan sebagai kejadian tidak terhambatnya
pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan
dosis normal yang seharusnya atau pada kadar hambat minimalnya.
Multiple drug resistance merupakan resistensi pada mikroorganisme
terhadap dua atau lebih obat maupun golongan obat. Istilah lainnya, cross
resistance adalah resistensi obat yang belum pernah dipaparkan pada
mikroba tersebut namun cara kerjanya mirip dengan antimikroba yang
sudah mengalami resistensi (19).
Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotik terjadi berdasarkan
salah satu atau lebih mekanisme berikut (20):
a. Bakteri dapat mensintesis enzim inactivator antibiotik.
13

Misalnya, Staphylococcus resisten terhadap penisilin G, karena dapat


menghasilkan betalaktamase yang merusak antibiotik tersebut.
b. Bakteri dapat mengubah permeabilitas membrannya terhadap molekul
antibiotik. Misalnya, pada penggunaan tetrasiklin yang hanya akan
dapat masuk ke dalam sel bakteri yang rentan (sensitif), namun tidak
ditemukan pada beberapa bakteri yang resisten.
c. Bakteri dapat mengembangkan perubahan struktur sasaran molekul
antibiotik. Misalnya, resistensi pada beberapa bakteri terhadap
antibiotik golongan aminoglikosida merupakan proses yang berkaitan
dengan hilang atau berubahnya struktur protein spesifik pada subunit
ribosom 30S bakteri yang merupakan reseptor pada bakteri yang
sensitif.
d. Bakteri mampu mengembangkan perubahan jalur metabolik yang
langsung dihambat oleh molekul antibiotik. Misalnya, beberapa bakteri
yang resisten terhadap sulfonamid tidak membutuhkan PABA
ekstraseluler, tetapi bersifat seperti sel mamalia yang dapat langsung
menggunakan asam folat.
e. Bakteri mampu mengembangkan perubahan enzim, yaitu enzim
tersebut dapat melakukan fungsi metabolismenya, namun tidak rentan
dipengaruhi oleh molekul antibiotik. Misalnya, pada beberapa bakteri
yang rentan terhadap sulfonamid, enzim dihidropteroat sintesa pada
mikroorganisme tersebut mempunyai afinitas terhadap sulfonamid
yang jauh lebih tinggi daripada afinitasnya terhadap PABA.
6. Penggunaan Antibiotik
Berdasarkan tujuan penggunaannya, antibiotik dibedakan menjadi
antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi dibedakan
menjadi antibiotik terapi empiris dan terapi definitif.
Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris menurut PerMenKes
adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis
bakteri penyebabnya. Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris
adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga
14

menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan


mikrobiologi.
Rute pemberian oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk
antibiotik empiris pada terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat
dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Sedangkan
lama pemberian antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72
jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis
dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.
Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik untuk terapi empiris sesuai
PerMenKes adalah sebagai berikut :
a. Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di
komunitas atau di rumah sakit setempat.
b. Kondisi klinis pasien.
c. Ketersediaan antibiotik.
d. Kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan/organ yang
terinfeksi.
e. Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat
digunakan antibiotik kombinasi.
Penggunaan antibiotik untuk terapi definitif menurut PerMenKes
adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui jenis
bakteri penyebab dan pola resistensinya. Tujuan pemberian antibiotik untuk
terapi definitif adalah eradikasi atau penghambatan pertumbuhan bakteri
yang menjadi penyebab infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
Rute pemberian antibiotik oral seharusnya menjadi pilhan pertama
untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat
dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Jika kondisi pasien
memungkinkan pemberian antibiotik parenteral harus segera diganti
dengan antibiotik peroral. Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan
pada efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah
15

dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data


mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.
Dasar pemilihan jenis dan dan dosis antibiotik definitif sesuai
PerMenKes adalah sebagai berikut :
a. Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.
b. Sensitivitas.
c. Biaya.
d. Kondisi klinis pasien.
e. Diutamakan antibiotik lini pertama/spektrum sempit.
f. Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium rumah sakit).
g. Sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) setempat yang
terkini.
h. Paling kecil memunculkan resiko terjadi bakteri resisten.
Antibiotik profilaksis adalah antibiotik yang diberikan pada jaringan
atau cairan tubuh yang belum terinfeksi, namun diduga akan terkena
infeksi. Antibiotik profilaksis diindikasikan ketika besar kemungkinan
terjadinya infeksi atau terjadi infeksi kecil yang berakibat fatal. Penggunaan
antibiotik profilaksis dibedakan menjadi antibiotik profilaksis bedah dan
non-bedah (PerMenKes).
7. Penggunaan antibiotik yang rasional
Kunci untuk mengontrol penyebaran bakteri yang resisten adalah dengan
menggunakan antibiotik secara tepat dan rasional. Pengobatan rasional
dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan pengobatan sesuai dengan
kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tepat bagi kebutuhan individunya,
untuk waktu yang cukup dan dengan biaya yang paling terjangkau bagi diri
dan komunitasnya. WHO menyatakan lebih dari setengah penggunaan obat
diberikan secara tidak rasional (2,21).
Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional, antara lain :
a. Sesuai dengan indikasi penyakit.
Pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan
fisik.
16

b. Diberikan dengan dosis yang tepat.


Pemberian obat memperhitungkan umur, berat badan, dan kronologis
penyakit.
c. Cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat.
Jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah
ditentukan.
d. Lama pemberian yang tepat.
Pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu
tertentu.
e. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin.
Hindari pemberian obat yang kadaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis
keluhan penyakit.
f. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau.
Jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah.
g. Meminimalkan efek samping dan alergi obat.

B. SISTEM ATC/DDD
1. Sejarah sistem ATC/DDD
Sistem Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) dimodifikasi dan
diperluas para peneliti Norwegia oleh The European Pharmaceutical
Market Research Association (EpHMRA). Sedangkan Defined Daily Dose
(DDD) digunakan untuk memperbaiki unit pengukuran tradisional yang
digunakan dalam studi penggunaan obat (2).
ATC/DDD untuk studi penggunaan obat direkomendasikan oleh
kantor regional WHO Eropa pada tahun 1981 sebagai sistem pengukuran
obat internasional.
The WHO Collaborating for Drug Statistics Methodology didirikan di
Oslo pada tahun 1982 bertugas sebagai badan pusat yang bertanggung
jawab untuk mengkoordinasi penggunaan metodologi ini (2).
Pada tahun 1996, WHO menyatakan perlu untuk mengembangkan
penggunaan sistem ATC/DDD sebagai suatu standar Internasional untuk
17

studi penggunaan obat yang pusatnya di Geneva di samping kantor regional


WHO Eropa di Copenhagen (2).
2. Tujuan sistem ATC/DDD
Tujuan dari sistem ATC/DDD adalah sebagai sarana untuk penelitian
penggunaan obat untuk meningkatkan kualitas penggunaan obat. Sistem ini
telah digunakan sejak awal 1970 dalam studi pemanfaatan obat dan telah
dibuktikan untuk perbandingan nasional dan internasional pemanfaatan
obat, untuk evaluasi jangka panjang dalam penggunaan obat, untuk menilai
dampak peristiwa tertentu pada obat, dan untuk menyediakan data dalam
penyelidikan keselamatan obat (2).
Tujuan utama The Centre and Working Group adalah untuk menjaga
stabilitas kode ATC dan DDD sepanjang waktu untuk mengikuti trend
penggunaan obat, studi penggunaan obat ini tidak dipengaruhi oleh
perubahan sistem. Ada alasan yang kuat untuk membuat suatu perubahan
dalam klasifikasi atau DDD dimana perubahan yang terjadi berdasarkan
alasan permintaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan studi
penggunaan obat. Berdasarkan alasan ini sistem ATC/DDD tidak sesuai
apabila dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan pembelanjaan,
harga, dan substitusi terapeutik (2).
3. Sistem klasifikasi ATC
Dalam sistem klasifikasi Anatomical Therapeutic Chemical (ATC) zat aktif
dibagi menjadi kelompok yang berbeda menurut organ atau sistem dimana
zat aktif tersebut beraksi dan terapi, sifat farmakologi dan kimia.
Obat diklasifikasikan dalam kelompok pada lima level yang berbeda (22) :
a. Level pertama, kelompok utama anatomis terbagi menjadi 14 kelompok
utama dari sistem klasifikasi ATC. kode level pertama berdasarkan
huruf dan berada di awal.
1. A = Alimentary tract and metabolism
2. B = Blood and blood forming organs
3. C = Cardiovascular system
4. D = Dermatologicals
18

5. G = Genito urinary system and sex hormone


6. H = Systemic hormonal preparations, excl. Sex hormone
7. J = Anti infectives for systemic use
8. L = Antineoplastic and immunomodulating agent
9. M = Musculo-skeletal system
10. N = Nervous system
11. P = Antiparasitic products, insecticidies and repallents
12. R = Respiratory system
13. S = Sensory organs
14. V = Various
b. Level kedua, sub kelompok terapi/farmakologi.
c. Level ketiga, sub kelompok terapi/farmakologi/kimia.
d. Level keempat, sub kelompok terapi/farmakologi/kimia.
e. Level kelima, senyawa kimia
J01CA01 adalah kode untuk Ampicillin, maknanya sebagai
berikut :
Tabel. II.1 Kode antibiotik ampisilin
Struktur ATC
J Antiinfective for systemics
Level 1, kelompok utama anatomi
J01 Antibacterial for systemics use
Level 2, kelompok utama farmakologi

J01C Beta-lactam ANTIBIOTIKls, Penicillins


Level 3, kelompok farmakologi
J01CA Penicillins with extended spectrum
Level 4, kelompok kimia
J01CA01 Ampicillin
Level 5, kelompok zat kimia

Prinsip umum klasifikasi :


a. Penggunaan terapi utama.
b. Satu kode untuk setiap sediaan.
19

c. Suatu zat dapat mempunyai kode ATC lebih dari satu bila mempunyai
kekuatan dan bentuk sediaan lebih dari satu untuk terapi yang berbeda
(2).
4. Metode DDD (Defined Daily Dose)
Metode Defined Daily Dose adalah suatu metode yang dikembangkan
WHO untuk menghitung kuantitas penggunaan antibiotik dalam suatu
institusi pelayanan kesehatan. Perhitungan dilakukan untuk setiap
pemakaian dalam 100 hari rawat atau 100 pasien bila diterapkan
dilingkungan rumah sakit.
Hasil perhitungan dibandingkan dengan standar DDD yang telah
ditetapkan WHO. DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata
perhari yang digunakan untuk indikasi utamanya orang dewasa. DDD
hanya dimiliki oleh obat yang mempunyai kode ATC (2).
Unit ini memiliki keunggulan yaitu dapat merefleksikan dosis obat
secara global tanpa dipengaruhi oleh variasi generik setiap etnik. Analisis
penggunaan obat dalam unit kuantitas dapat membantu dalam
mengidentifikasi penggunaan yang overuse dan underuse dalam
pengobatan (22).
Jumlah unit DDD yang direkomendasikan pada pengobatan mungkin
dinyatakan dalam satuan miligram untuk sediaan padat oral seperti tablet
dan kapsul, atau mililiter untuk sediaan cair oral dan sediaan injeksi.
Perubahan data penggunaan dapat diperoleh dari data catatan inventaris
farmasi atau data statistik penjualan yang akan menunjukkan nilai DDD
kasar untuk mengidentifikasi seberapa potensial terapi harian dari
pengobatan yang diperoleh, terdistribusi atau yang dikonsumsi.
Penggunaan obat dapat dibandingkan dengan menggunakan unit sebagai :
a. Jumlah DDD per 1000 populasi perhari, untuk total penggunaan.
b. Jumlah DDD per 100 hari rawat, untuk total penggunaan di rumah sakit.
Unit DDD dapat digunakan untuk membandingkan penggunaan obat
yang berbeda dalam satu kelompok terapi yang sama, dimana mempunyai
kesamaan efikasi tapi berbeda dalam dosis kebutuhan, atau pengobatan
20

dalam terapi yang berbeda. Penggunaan obat dapat dibandingkan setiap


waktu untuk memonitor tujuan dan untuk menjamin dari adanya intervensi
komite terapi medis dalam meningkatkan penggunaan obat. Penggunaan
dalam area geografi yang berbeda dapat juga dibandingkan dengan metode
ini (2).
Keuntungan :
a. Unit tetap yang tidak dipengaruhi oleh perubahan harga dan mata uang
serta bentuk sediaan.
b. Mudah diperbandingkan institusi, nasional, regional, internasional.
Keterbatasan :
a. Tidak menggambarkan penggunaan yang sebenarnya.
b. Belum lengkap untuk semua obat, topical, waktu dan anaestesi.
Faktor-faktor untuk keberhasilan ATC/DDD (2) :
a. Mengetahui prinsip-prinsip ATC/DDD.
b. Perhatikan perubahan-perubahan.
c. Koleksi data yang akurat.
d. Pertimbangkan keterbatasan-keterbatasan pada saat mengevaluasi hasil.
5. Aplikasi ATC/DDD
Kuantitas penggunaan antibiotik adalah jumlah penggunaan antibiotik di
rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif melalui studi
validasi. Evaluasi penggunaan antibiotik secara retrospektif dapat
dilakukan dengan memperhatikan ATC/DDD (Anatomical Therapeutic
Chemical / Defined Daily Dose). Untuk mempermudah perhitungan dapat
dilakukan dengan menggunakan piranti lunak ABC scale yang
dikembangkan oleh World Health Organization (WHO). Berikut adalah
rumus perhitungan konsumsi antibiotik, DDD 100 patients-days.
Cara perhitungan :
a. Kumpulkan data semua pasien yang menerima terapi antibiotik
b. Kumpulkan lamanya waktu perawatan pasien rawat inap (total
Length of Stay, LOS semua pasien)
c. Hitung jumlah dosis antibiotik (gram) selama dirawat
21

d. Hitung DDD 100 patient-days :


DDD 100 Patient-Day =
(𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑎𝑛𝑡𝑖𝑏𝑖𝑜𝑡𝑖𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑒𝑛) 100
𝑥 (Total
Standar DDD WHO dalam gram Los)

C. ANTIBIOTIK GOLONGAN PENISILIN


1. Definisi Penisilin
Penisilin adalah kelompok antibiotik yang termasuk penisilin G
(penggunaan intravena), penisilin V (digunakan melalui mulut), prokain
penisilin, dan penisilin benzatin (penggunaan intramuskular). Antibiotik
penisilin adalah salah satu obat pertama yang efektif melawan banyak
infeksi bakteri yang disebabkan oleh Staphylococci dan Streptococci.
Mereka masih banyak digunakan saat ini, meskipun banyak jenis bakteri
telah mengembangkan resistensi setelah penggunaan ekstensif. Sekitar
10% orang melaporkan bahwa mereka alergi terhadap penisilin, namun
hingga 90% dari kelompok ini mungkin tidak benar-benar alergi. Alergi
serius hanya terjadi pada sekitar 0,03%. Semua penisilin adalah antibiotik
beta-laktam (23)
2. Sejarah Penisilin
Dimulai pada akhir abad ke 19 ada banyak laporan oleh para ilmuwan dan
dokter tentang sifat antibakteri dari berbagai jenis cetakan termasuk
Penicillium cetakan tetapi mereka tidak dapat membedakan proses apa
yang menyebabkan efek tersebut (24).
Efek dari cetakan Penicillium akhirnya akan diisolasi pada tahun 1928
oleh ilmuwan Skotlandia Alexander Fleming, dalam pekerjaan yang
tampaknya telah independen dari pengamatan sebelumnya (25). Fleming
menceritakan bahwa tanggal penemuan penisilin terjadi pada pagi hari
Jumat 28 September 1928 (26). Versi tradisional dari kisah ini
menggambarkan penemuan ini sebagai kecelakaan kebetulan, di
laboratoriumnya di ruang bawah tanah Rumah Sakit St Mary di London
(sekarang bagian dari Imperial College), Fleming melihat cawan petri yang
22

mengandung Staphylococci yang telah dibiarkan terbuka secara salah


terkontaminasi oleh jamur biru-hijau dari jendela terbuka, yang membentuk
pertumbuhan yang terlihat (2). Ada lingkaran pertumbuhan bakteri yang
terhambat di sekitar cetakan. Fleming menyimpulkan bahwa jamur itu
melepaskan zat yang menekan pertumbuhan dan menyebabkan lisis bakteri
(4). Setelah Fleming membuat penemuannya, dia menanamkan budaya
murni dan menemukan itu adalah jamur Penicillium, yang sekarang dikenal
sebagai Penicillium chrysogenum.
Pada tahun 1930, Cecil George Paine, seorang ahli patologi di Royal
Infirmary di Sheffied, mencoba menggunakan penisilin untuk mengobati
Sycosis barbae, erupsi di folikel janggut, tetapi tidak berhasil. Pindah ke
Ophthalmia neonatorum, infeksi gonococcal pada bayi, ia mencapai obat
yang tercatat pertama dengan penisilin, pada 25 November 1930. Ia
kemudian menyembuhkan empat pasien tambahan (1 dewasa dan 3 bayi)
dari infeksi mata, dan gagal menyembuhkan kelima (2,16,24).
Pada tahun 1939, ilmuwan Australia Howard Florey (kemudian Baron
Florey) dan tim peneliti (Ernst Boris Chain, Edward Abraham, Arthur
Duncan Gardner, Norman Heatlet, M. Jennings, J. Orr-Ewing dan G.
Sanders) di Sir William Dunn School of Pathology, Universitas Oxford
membuat kemajuan dalam menunjukkan aksi bakterisida in vivo dari
penisilin (5, 24). Pada tahun 1940, mereka menunjukkan bahwa penisilin
secara efektif menyembuhkan infeksi bakteri pada tikus (25, 26). Pada
tahun 1941, mereka memperlakukan seorang polisi, Albert Alexander,
dengan infeksi wajah yang parah, kondisinya membaik, tetapi kemudian
persediaan penisilin habis dan dia meninggal. Selanjutnya, beberapa pasien
lain berhasil diobati (17).
Pada bulan Desember 1942, korban selamat dari kebakaran Cocoanut
Grove di Boston adalah pasien luka bakar pertama yang berhasil diobati
dengan penisilin (3). Pada akhir 1940, tim Oxford di bawah Howard Florey
telah merancang mode metode memproduksi obat secara massal, tetapi
hasil tetap rendah (17). Pada tahun 1941, Florey dan Heatley melakukan
23

perjalanan ke AS untuk menarik perusahaan-perusahaan farmasi dalam


memproduksi obat dan memberitahu mereka tentang proses mereka (17).
Florey and Chain berbagi Hadiah Nobel Kedokteran tahun 1945 dengan
Fleming untuk pekerjaan mereka. Tantangan memproduksi secara massal
obat ini menakutkan. Pada 14 Maret 1942, pasien pertama dirawat karena
Septicaemia streptokokus dengan penisilin buatan AS yang diproduksi oleh
Merck& Co (19). Setengah dari total pasokan yang dihasilkan pada saat itu
digunakan pada satu pasien. Pada Juni 1942, cukup penisilin AS tersedia
untuk mengobati sepuluh pasien (11). Pada bulan Juli 1943, Dewan
Produksi Perang menyusun rencana untuk distribusi massal saham penisilin
kepada pasukan sekutu yang bertempur di Eropa (20). Hasil penelitian
fermentasi pada minuman keras yang tajam di Northern Regional Research
Laboratory di Peoria, Illinois, memungkinkan AS menghasilkan 2,3 juta
dosis pada waktunya untuk invasi Normandia pada musim semi 1944.
Setelah pencarian di seluruh dunia di 1943, sebuah semangka mouldy di
Peoria, pasar Illinois ditemukan mengandung strain terbaik dari cetakan
untuk produksi menggunakan proses minuman keras curam jagung (2).
Ilmuwan Pfizer, Jasper H. Kane menyarankan untuk menggunakan metode
fermentasi tangka dalam untuk memproduksi penisilin dalam jumlah besar
(22,27). Produksi skala besar dihasilkan dari pengembangan pabrik
fermentasi deep-tank oleh insinyur kimia Margaret Hutchinson Rousseau
(22). Sebagai akibat langsung dari perang dan Dewan Produksi Perang,
pada bulan Juni 1945, lebih dari 646 miliar unit per tahun sedang diproduksi
(20). G. Raymond Rettew memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
upaya perang Amerika dengan tekniknya untuk memproduksi penisilin
secara komersial (22). Selama perang Dunia II, penisilin membuat
perbedaan besar dalam jumlah kematian dan amputasi yang disebabkan
oleh luka yang terinfeksi di antara pasukan sekutu. Metode untuk produksi
massal penisilin dipatenkan oleh Andrew Jackson Moyer pada tahun 1945
(2). Florey belum mematenkan penisilin, telah disarankan oleh Sir Henry
Dale bahwa hal itu akan menjadi tidak etis (17).
24

Pensilin secara aktif diekskresikan, dan sekitar 80% dari dosis penisilin
dibersihkan dari tubuh dalam tiga hingga empat jam pemberian. Memang,
selama era penisilin awal, obat itu sangat langka dan sangat dihargai
sehingga menjadi umum untuk mengumpulkan urine dari pasien yang
dirawat, sehingga penisilin dalam urine bisa diisolasi dan digunakan
kembali (3). Ini bukan solusi yang memuaskan, sehingga peneliti mencari
cara untuk memperlambat ekskresi penisilin. Mereka berharap menemukan
sebuah molekul yang dapat bersaing dengan penisilin untuk transporter
asam organik yang bertanggungjawab untuk ekskresi, sehingga transporter
akan mengekskresikan molekul yang bersaing dan penisilin akan
dipertahankan. Probenecid agent uricosuric terbukti cocok. Ketika
probenesid dan penisilin diberikan bersamaan, probenesid secara
kompetitif menghambat konsentrasi penisilin dan memperpanjang
aktivitasnya. Akhirnya munculnya Teknik produksi massal dan penisilin
semi sintetis menyelesaikan masalah pasokan, sehingga penggunaan
probenesid ini menurun. Probenesid masih berguna, namun untuk infeksi
tertentu yang membutuhkan konsentrasi penisilin sangat tinggi (7). Setelah
perang Dunia II, Australia adalah negara pertama yang membuat obat itu,
tersedia untuk digunakan warga sipil. Di AS, penisilin tersedia untuk
masyarakat umum pada 15 Maret 1945.
3. Perkembangan penisilin
Berbagai penyakit yang dapat diobati atau spektrum aktivitas penisilin,
Bersama dengan aktivitas buruk dari Phenoxymethylpenisilin aktif secara
oral, menyebabkan pencarian derivat penisilin yang dapat mengobati
berbagai infeksi yang lebih luas. Isolasi 6-APA, inti penisilin,
memungkinkan untuk persiapan penisilin semisintetik, dengan berbagai
perbaikan atas benzilpenisilin (bioavailabilitas, spektrum, stabilitas,
toleransi).
Perkembangan besar pertama adalah ampisilin pada tahun 1961. Ia
menawarkan spektrum aktivitas yang lebih luas daripada penisilin asli.
Perkembangan lebih lanjut menghasilkan penisilin beta-laktamase-tahan,
25

termasuk fluklosasilin, dicloxasilin, dan methicillin. Perkembangan lain


dari garis penisilin sejati adalah penisilin antipseudomonal, seperti
karbenisilin, tikarsilin, dan piperasilin, yang berguna untuk aktivitas
mereka melawan bakteri gram negatif. Namun kegunaan cincin beta-
laktamase adalah sedemikian rupa sehingga antibiotik terkait, termasuk
mecilinams, carbapenems, dan yang paling penting cephalosporins, masih
menyimpannya di pusat struktur mereka (20).
4. Efek samping penisilin
Umum (kurang 1% orang) reaksi obat yang merugikan yang terkait dengan
penggunaan penisilin termasuk diare, hipersensitivitas, mual, ruam,
neurotoksisitas, urtikaria, dan superinfeksi (termasuk kandidiasis). Efek
samping jarang (0,1-1% orang) termasuk demam, muntah, erythema,
dermatitis, angioedema, kejang (terutama pada orang dengan epilepsy), dan
kolitis pseudomembran. Penisilin juga dapat menyebabkan serum sickness
atau serum sickness-like reaction pada beberapa individu. Penyakit serum
adalah reaksi hipersensitivitas tipe III yang terjadi satu sampai tiga minggu
setelah terpapar obat termasuk penisilin. Ini bukan alergi yang sebenarnya,
karena alergi adalah reaksi hipersensitivitas tipe I, tetapi paparan berulang
pada agen yang menyinggung dapat menghasilkan reaksi anafilaksis.
Anafilaksis akan terjadi sekitar 0,01% pasien. Rasa sakit dan peradangan di
tempat suntikan juga umum untuk Benzthine benzathinilin yang diberikan
secara parenteral, benzylpenisilin, dan pada tingkat yang lebih rendah,
prokain benzylpenisilin.
5. Kelompok Penisilin
a. Penisilin alami
1) Penisilin G
2) Penisilin K
3) Penisilin N
4) Penisilin O
5) Penisilin V
26

b. Beta-laktamase-resistant
1) Metisilin
2) Nafcillin
3) Oxacillin
4) Cloxacillin
5) Dicloxacilillin
6) Flukloksasilin
c. Aminopenicillins
1) Ampisilin
2) Amoksisilin
3) Pivampisin
4) Hetasilin
5) Bacampisilin
6) Metampisilin
7) Talampisilin
8) Episilin
d. Carboxypenicillins
1) Karbenisilin
2) Tisarsilin
3) Temosilin
e. Ureidopenicillins
1) Mezlosilin
2) Piperasilin
3) Azlosilin
f. Beta-laktamase inhibitor
1) Asam klavulanat
2) Sulbactam
3) Tazobactam
27

D. ANTIBIOTIK GOLONGAN MAKROLIDA


1. Definisi Makrolida
Makrolida adalah salah satu kelas poliketida. Makrolida merupakan
sekelompok obat (khususnya antibiotik) yang aktivitasnya disebabkan
karena keberadaan cincin makrolida, cincin lakton besar yang berikatan
dengan satu atau lebih gula deoksi, biasanya cladinose dan desosamine.
Cincin laktonnya biasanya tersusun dari 14- , 15-, atau 16- atom. Antibiotik
makrolida digunakan untuk menyembuhkan infeksi yang disebabkan oleh
bakteri-bakteri gram positif seperti Streptococcus Pnemoniae dan
Haemophilus influenza. Penggunaannya merupakan pilihan pertama pada
infeksi paru-paru. Digunakan untuk mengobati infeksi saluran nafas bagian
atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi nafas bagian
bawah seperti pneumoniae, untuk infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk
sifilis, dan efektif untuk penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan
oleh serdadu hewan). Sering pula digunakan untuk pasien yang alergi
terhadap penisilin. Spektrum antimicrobial makrolida lebih sedikit luas
dibandingkan penisilin. Sekarang ini antibiotik makrolida yang beredar di
pasaran obat Indonesia adalah eritromisin, spiramisin, roksitromisin,
klaritromisin dan azitromisin (3)
2. Sumber antibiotik makrolida
Antibiotik makrolida dihasilkan oleh beberapa bakteri : eritromisin berasal
dari Streptomyces erythreus, Saccharopolyspora erythraea, dan Sarcina
lutea. Oleandomisin berasal dari Streptomyces anti bioticus, karbamisin
berasal dari Streptomyces halstedii dan spiramisin berasal dari
Streptomyces ambofaciens (3).
3. Mekanisme aksi antibiotik makrolida
Antibiotik makrolida dapat menghambat biosintesis protein bakteri dengan
cara mencegah peptidiltransferase melekatkan peptidyl dengan tRNA pada
asam amino berikutnya. Makrolida juga dapat menghambat translokasi
ribosom. Mekanisme lainnya adalah dengan berikatan secara reversible
dengan subunit 50S ribosom bakteri sehingga mengganggu sintesis protein
28

atau menghambat sintesis protein bakteri. Antibiotik makrolida bersifat


bakteriostatik atau bakterisid tergantung dari jenis bakteri dan kadar obat
makrolida.
4. Contoh obat antibiotik makrolida
Antibiotik yang termasuk dalam golongan makrolida antara lain adalah
eritromisin, pikromisin dan streptomisin. Mekanismenya adalah
menghambat sintesis protein.
a. Eritromisin
Antibiotik eritromisin yang termasuk dalam golongan antibiotik
makrolida adalah antibiotik spektrum luas yang sangat efektif,
mempunyai toksisitas yang rendah pada manusia untuk pengobatan
penyakit akibat bakteri gram positif khususnya Staphylococcus dan
Diphtheroids, serta beberapa bakteri yang sudah resisten terhadap
penisilin (33).
Eritromisin merupakan metabolit sekunder yang disintesis oleh
galur Streptomyces erythreus pada akhir fase tropofase (28). Aktif
terhadap kuman gram positif seperti Streptomyces pyogenes dan
Streptomyces pneumoniae yang biasa digunakan untuk infeksi
Mycloplasma pneumoniae, penyakit legionnaire, infeksi klamidia,
difteri, pertussis, infeksi streptococcus, stapilokokus, infeksi
camylobacter, tetanus, sifilis, gonore. Dalam dosis rendah sampai
sedang, obat ini mempunyai efek bakteriostatik dan dengan dosis tinggi
efeknya bakterisidal. Eritromisisn dapat diberikan melalui oral atau
intravena. Karena asam lambung merusak obat, berbagai garam
eritromisin (contoh etilsuksinat, stearate dan estolat) dipakai untuk
mengulangi disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil) di dalam
lambung dan memungkinkan absorbsi terjadi pada usus halus. Untuk
pemakaian intravena, senyawa, eritromisin laktobionat, dan eritromisin
gluseptat, dipakai untuk meningkatkan absorbi obat. Antibiotik ini aktif
melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali Staphylococcus
aureus, dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat ini sering
29

diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat


pilihan untuk Pneumoniae akibat mikroplasma dan penyakit
legionnaire. Sediaan dari eritromisin berupa kapsul, tablet, sirup,
suspensi, tablet kunyah, dan obat tetes oral.
Pada tahun mendatang diprediksikan penggunaan eritromisin akan
meningkat. Hal ini disebabkan karena selain dapat digunakan untuk
pengobatan, eritromisin juga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan
obat baru generasi kedua dari eritromisin seperti azitromisin,
roksitromisin, dan klaritromisin (29). Kendala penggunaan eritromisin
adalah harganya relatif mahal sehingga hanya digunakan oleh kalangan
terbatas (29).
Mikroba utama penghasil eritromisin adalah Saccharopolyspora
erythrea. Berdasarkan lintasan biosintesisnya, eritromisin dibentuk
oleh prekusor pokok propionol-KoA dan metal malonil-KoA yang
berkondensasi membentuk bagian aglikon (gula deoksi) (29). Di dalam
mikroba terjadi interkonversi anatara propionil-KoA dan metal malonil-
KoA sehingga semua senyawa yang dapat menyediakan salah
satu/kedua prekusor tersebut dapat meningkatkan biosintesis
eritronolid, yang selanjutnya meningkatkan produksi eritromisin (30).
Prekusor biosintesis eritromisin secara garis besar dapat digolongkan
menjadi tiga golongan yaitu karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu
beberapa sumber karbon seperti glukosa dan fruktosa berpengaruh pada
biosintesis antibiotik eritromisin dan glukosa merupakan sumber
karbon yang paling menghambat pembentukan antibiotik.
Actinomycetes adalah bakteri gram positif yang banyak terdapat di
tanah. Actinomycetes dapat memproduksi berbagai macam antibiotik
dan metabolit sekunder lainnya. Secara umum produksi metabolit
mikroba erat kaitannya dengan metode fermentasi. Karakter fisiologis
dan genetik dari mikroba, komposisi media, perbedaan nutrisi dan
konsentrasinya mempunyai efek yang bermacam-macam pada
30

akumulasi metabolit-metabolit yang berbeda. Sumber karbon dan


nitrogen dapat mempengaruhi pembentukan antibiotik (34).
Contoh bakteri dari kalangan Actinomycetes yang dapat menghambat
eritromisin adalah Saccharopolyspora erythrae, Sarcina lutea dan
Streptomyces erythreus.
Eritromisin dapat mengalami resistensi dalam 3 tipe ;
1) Menurunnya permeabilitas dinding sel kuman
2) Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman
3) Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu
Efek samping yang berat akibat pemakaian eritromisin dan turunannya
jarang terjadi, reaksi alergi mungkin timbul dalam bentuk demam,
eosinophilia dan eksantem yang cepat hilang bila terapi dihentikan.
Ketulian sementara dapat terjadi bila eritromisin diberikan dalam dosis
tinggi secara intravena. Eritromsisin dilaporkan meningkatkan
toksisitas karbamazepin, kortikosteroid, siklosporin, digoksin,
warfarin, dan teofilin.
b. Spiramisin
Spiramisin adalah antibiotik golongan makrolida yang dihasilkan oleh
Streptomyces ambofaciens. Secara in vitro (tes laboratorium) aktivitas
antibakteri spiramisin lebih rendah daripada eritromisin.
Sediaan yang tersedia dari spiramisin adalah bentuk tablet 500 mg.
seperti eritromisin, spiramisin digunakan untuk terapi infeksi rongga
mulut dan saluran nafas. Spiramisin juga digunakan sebagai obat
alternatif untuk penderita Toksoplasmosis yang karena suatu sebab
tidak dapat diobati dengan pirimetamin dan sulfonamid (misalnya pada
wanita hamil, atau ada kontraindikasi lainnya). Efeknya tidak sebaik
pirimetamin dan sulfonamid. Pemberian oral kadang-kadang
menimbulkan iritasi saluran cerna.
c. Roksitromisin
Roksitromisin adalah derivat eritromisin yang diserap dengan baik pada
pemberian oral. Obat ini lebih jarang menimbulkan iritasi lambung
31

dibandingkan dengan eritromisin. Bioavailabilitas atau kadar obat yang


tersedia juga tidak banyak terpengaruh oleh adanya makanan dalam
lambung. Kadar obat dalam darah dan plasma lebih tinggi dari
eritromisin. Bentuk sediaan yang beredar adalah tablet atau kapsul 150
mg dan 300 mg. Indikasinya diperuntukkan untuk infeksi THT, saluran
nafas bagian atas dan bawah seperti bronchitis akut dan kronik,
pneumoniae, urethritis (selain gonore) akut dan kronis, infeksi kulit
seperti pioderma, impetigo, dermatitis dengan infeksi, ulkus pada kaki.
d. Klaritromisin
Klaritromisin juga digunakan untuk indikasi yang sama dengan
eritromisin. Secara in vitro (tes laboratorium), obat ini adalah makrolida
yang paling aktif terhadap Chlamydia trachomatis. Absorpsinya tidak
banyak dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung.
Efek sampingnya adalah iritasi saluran cerna (lebih jarang
dibandingkan dengan iritasi saluran cerna dan peningkatan enzim
sementara di hati. Klaritromisin juga meningkatkan kadar teofilin dan
karbamazepin bila diberikan bersama obat-obat tersebut.
e. Azitromisin
Azitromisin digunakan untuk mengobati infeksi tertentu yang
disebabkan oleh bakteri seperti bronkitis, pneumoniae, penyakit akibat
hubungan seksual dan infeksi dari telinga, paru-paru, kulit dan
tenggorokan. Azitromisin tidak efektif untuk pilek, flu atau infeksi yang
disebabkan oleh virus. Azitromisin sebagai dihidrat, adalah bubuk
kristal putih dengan rumus molekul C38 H72 N2O 12.2H2O dan berat
molekul 785,0.
Tablet zithromax berisi azitromisin dihidrat setara dengan 600 mg
azitromisin. Tablet diberikan sebagai putih, dimodifikasi berbentuk
oval, tablet dilapisi film. Mereka juga mengandung bahan aktif sebagai
berikut: dibasic kalsium fosfat anhidrat, pati pregelatinized,
croscalmellose natrium, magnesium stearat, natrium lauril sulfat dan
32

mantel film terdiri dari hypromellose, titanium dioksida, laktosa dan


triacetin.
Zithromax untuk suspensi oral diberikan dalam paket dosis tunggal
yang mengandung setara azitromisin dihidrat dengan 1 azitromisin g.
Hal ini juga mengandung bahan aktif sebagai berikut: koloid silicon
dioksida, natrium fosfat tribasic, anhidrat : semprot kering rasa pisang
buatan, spray dried cherry rasa buatan, dan sukrosa

E. RUMAH SAKIT
1. Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan
gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai
kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani
masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam
maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik
(31).
2. Tugas Rumah Sakit
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk
pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas
rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya
guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (31)
3. Fungsi Rumah Sakit
Guna menjalanakan tugas-tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai
fungsi yaitu :
a. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
33

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui


pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan
kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapian
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan (31).
4. Klasifikasi Rumah Sakit
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit yang seragam diperlukan untuk
memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan
yang diberikan, pemilik, dan kapasitas tempat tidur. Di samping itu, agar
dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu golongan rumah
sakit tertentu (31).
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria sebagai
berikut :
a. Klasifikasi berdasarkan kepemilikan
Klasifikasi berdasarkan kepemilikan terdiri atas rumah sakit
pemerintah. Rumah sakit pemerintah terdiri atas rumah sakit vertikal
yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan, Rumah Sakit
Pemerintah Daerah, Rumah Sakit Militer, dan Rumah Sakit BUMN.
Rumah sakit lain berdasarkan kepemilikan adalah rumah sakit yang
dikelola oleh masyarakat atau sering disebut rumah sakit sukarela.
Rumah sakit sukarela ini terdiri atas rumah sakit hak milik dan rumah
sakit nirlaba. Rumah sakit hak milik adalah rumah sakit bisnis yang
tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). Rumah sakit yang
berafiliasi dengan organisasi keagamaan pada umumnya beroperasi
bukan untuk maksud membuat laba, tetapi adalah nirlaba. Rumah sakit
nirlaba mencari laba sewajarnya saja, dan laba yang diperoleh rumah
34

sakit ini digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan


dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan penderita.
b. Klasifikasi berdasarkan jenis pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanannya, rumah sakit terdiri atas rumah sakit
umum dan khusus. Rumah sakit umum memberi pelayananan kepada
berbagai penderita dengan berbagai jenis kesakitan, memberi pelayanan
diagnosis dan terapi untuk berbagai kondisi medik, seperti penyakit
dalam, bedah, pediatrik, ibu hamil, dan sebagainya. Rumah sakit khusus
adalah rumah sakit yang memberi pelayanan diagnosis dan pengobatan
untuk penderita dengan kondisi medik tertentu baik bedah maupun non
bedah, seperti rumah sakit: kanker, bersalin, psikiatri, pediatrik, mata,
lepra, tuberkulosis, ketergantungan obat, rumah sakit rehabilitasi, dan
penyakit kronis.
c. Klasifikasi berdasarkan lama tinggal di Rumah Sakit
Berdasarkan lama tinggal, rumah sakit terdiri atas rumah sakit
perawatan jangka pendek dan jangka panjang. Rumah sakit perawatan
jangka pendek adalah rumah sakit yang merawat penderita selama rata-
rata kurang dari 30 hari, misalnya penderita dengan kondisi penyakit
akut, dan kasus darurat, biasanya dirawat di rumah sakit perawatan
jangka pendek karena penderita yang dirawat di rumah sakit kurang dari
30 hari. Rumah sakit umum pada umumnya adalah rumah sakit
perawatan jangka pendek karena penderita yang dirawat adalah
penderita kesakitan akut yang biasanya pulih dalam waktu kurang dari
30 hari. Sebaliknya, rumah sakit perawatan jangka panjang adalah
rumah sakit yang merawat penderita dalam waktu rata-rata 30 hari atau
lebih. Penderita demikian mempunyai kesakitan jangka panjang seperti
kondisi psikiatri.
d. Klasifikasi berdasarkan kapasitas tempat tidur
Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas
tempat tidur sesuai pola berikut :
1) Dibawah 50 tempat tidur
35

2) 50-99 tempat tidur


3) 100-199 tempat tidur
4) 200-299 tempat tidur
5) 300-399 tempat tidur
6) 400-499 tempat tidur
7) 500 tempat tidur dan lebih
e. Klasifikasi berdasarkan afiliasi pendidikan
Rumah sakit berdasarkan afiliasi pendidikan terdiri atas dua jenis, yaitu
Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit non pendidikan. Rumah
sakit Pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program
pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan bidang spesialis
lain. Dalam rumah sakit demikian, residen melakukan
pelayanan/perawatan penderita dibawah pengawasan staf medik rumah
sakit. Rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residen dan
tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas disebut rumah sakit
non pendidikan.
f. Klasifikasi berdasarkan status akreditasi
Rumah sakit berdasarkan status akreditasi terdiri atas rumah sakit yang
telah di akreditasi dan rumah sakit yang belum di akreditasi. Rumah
sakit telah di akreditasi adalah rumah sakit yang telah diakui secara
formal oleh suatu badan sertifikasi yang diakui, yang menyatakan
bahwa suatu rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk melakukan
kegiatan tertentu.
5. Tipe-tipe Rumah Sakit
Jika ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, rumah sakit di Indonesia
dibedakan atas 5 macam, yaitu :
a. Rumah Sakit Kelas A
Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan sub spesialis luas. Oleh pemerintah
rumah sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan
36

rujukan tertinggi (top reverral hospital) atau disebut pula sebagai


rumah sakit pusat.
b. Rumah Sakit Kelas B
Rumah sakit kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan sub spesialis terbatas. Direncanakan
rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibukota propinsi (provincial
hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
kabupaten. Rumah sakit Pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga
diklasifikasikan sebagai rumah sakit kelas B.
c. Rumah sakit Kelas C
Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada 4 macam
pelayanan spesialis ini yang disediakan yaitu pelayanan penyakit
dalam, pelayanan bedah, pelayanan kesehatan anak, serta pelayanan
kebidanan dan kandungan.
d. Rumah sakit Kelas D
Rumah sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena
pada suatu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada
saat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan
pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan
rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D ini juga menampung
pelayanan rujukan yang berasal dari PUSKESMAS.
e. Rumah sakit Kelas E
Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus (special hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayanan kedokteran saja. Pada
saat ini banyak rumah sakit kelas E yang telah ditemukan. Misalnya,
rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit
kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak, dan lain
sebagainya yang seperti ini (31).
37

6. Profil Rumah Sakit Premier Jatinegara


Rumah Sakit Premier Jatinegara resmi dibuka pada tanggal 25 Maret 1989
dengan nama Rumah Sakit Mitra Keluarga Jatinegara oleh Gubernur
Jakarta dibawah managemen PT Enseval Indonesia.
Rumah Sakit Premier Jatinegara adalah sebuah Rumah Sakit swasta
yang menjadi rujukan pelayanan kesehatan bagi dokter dan masyarakat
yang membutuhkan. Beroperasi sejak 25 Maret 1989, Rumah Sakit Premier
Jatinegara merupakan salah satu rumah sakit terkemuka di Jakarta Timur
yang memiliki keunggulan termasuk di dalamnya komitmen terhadap mutu,
kemudahan akses, kualitas pelayanan, kelengkapan spesialistik dan
penunjang medis.
Cakupan layanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit Premier
Jatinegara berbasis pada layanan satu atap dimana konsultasi dokter,
pemeriksaan penunjang, tindakan operatif, layanan rawat inap, hingga
paska rawat inap dapat dilakukan di Rumah Sakit Premier Jatinegara.
Prestasi yang telah diraih oleh Rumah Sakit Premier Jatinegara sejak awal
berdiri hingga sekarang merupakan realisasi komitmen Rumah Sakit
Premier Jatinegara terhadap mutu layanan kesehatan. Hal ini akan terus
dijalankan untuk tercapainya visi dan misi perusahaan melalui nilai
pelayanan yang dianut yaitu Handal, Cepat, Tepat, Ramah, Proaktif dan
Konsisten.
a. Fasilitas yang dimiliki Rumah Sakit Premier Jatinegara :
1. Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam.
2. Medical Check Up.
3. Rawat Jalan :
a. Klinik spesialis
b. Klinik dokter umum
c. Klinik hari minggu
4. Rawat inap :
a. Perawatan kamar (SVip, Vip, Mini Vip, Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas
3)
38

b. Perawatan intensif (ICU, ICCU, NICU/PICU)


c. Perawatan semi intensif (IMC, Negative Pressure Isolation Room,
Stroke Unit, Perinatology)
5. Kamar bedah
6. Kamar bersalin
7. Angiography (CAG, PCI dan Arteriography)
8. Haemodialisa
9. Endoscopy: Endoscopic Retrogade, Cholangio Pancreatography,
Gastrocopy dan Colonoscopy, Bronchoscopy
10. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
11. Laparascopy
Pelayanan penunjang :
1. Radiologi
2. Laboratorium: Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Mikrobiologi
3. Bank Darah
4. Rehabilitasi Medis: Fisioterapi, Terapi Okupasi, Terapi Wicara
5. Farmasi
6. Echo Dooppler
7. Ultrasonography (USG)
8. Elektro Encephalografi (EEG)
9. Elektro Kardiografi (EKG)
10. Cardiotocography (CTG)
11. Spirometri
12. Treadmill
13. Dobutamine Stress Echo (DSE)
14. Trans Esophageal
15. Echocardiogram (TEE)
Layanan khusus :
1. Colorectal Clinic
2. Dental Clinic
3. Diabetic Clinic
39

4. Dermatology Clinic
5. Premier Executive Clinic
6. Lactation Clinic
7. Respiratory Clinic
8. Substance Disorder Clinic
Layanan Unggulan :
1. Penyakit jantung dan bedah jantung
2. Penyakit saraf dan bedah saraf
3. Penyakit saluran kemih dan bedah saluran kemih
4. Penyakit saluran cerna dan bedah saluran cerna
b. Visi, Misi dan Falsafah
1. VISI
Menjadi penyelenggara pelayanan kesehatan terkemuka di Asia
dengan memberikan layanan yang berkualitas dan berkesinambungan
kepada seluruh stakeholder.
2. Misi
Memberikan pelayanan kesehatan bermutu dan memuaskan
pelanggan serta mencapai kinerja yang diinginkan.
3. Falsafah
People Caring for People

F. REKAM MEDIS
1. Definisi rekam medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain yang diberikan kepada seorang penderita selama dirawat di
rumah sakit, baik rawat jalan maupun rawat tinggal (31).
2. Kegunaan rekam medis
a. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan
penderita.
40

b. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap


professional yang berkontribusi pada perawatan penderita.
c. Melengkapi bukti dokumen terjadinya / penyebabnya kesakitan
penderita dan penanganan / pengobatan selama tiap tinggal di rumah
sakit.
d. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan
yang diberikan kepada penderita.
e. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit
dan praktisi yang bertanggung jawab.
f. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan.
g. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam
rekaman medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya
pengobatan seorang penderita.
3. Ketentuan Umum
a. Rekaman medik harus mengandung semua informasi klinis yang
signifikan dan harus dirinci secara cukup untuk memungkinkan praktisi
lain melakukan perawatan penderita pada setiap waktu. Konsultan
merekam pendapat setelah pemeriksaannya dan praktisi memberikan
perawatan berkelanjutan yang efektif bagi penderita.
b. Berkas rekaman medik adalah milik rumah sakit, dan direktur rumah
sakit bertanggungjawab atas hilang, rusak, atau pemalsuan rekaman
medik, serta penggunaan oleh badan atau orang yang tidak berhak.
c. Untuk melindungi kerahasiaan tersebut, hanya petugas rekam medik
yang diijinkan masuk ruangan penyimpanan berkas rekaman medik.
d. Tidak diperkenankan mengutip sebagian atau seluruh isi rekaman
medik untuk badan / lembaga atau perorangan, kecuali yang telah
ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e. Selama penderita dirawat, rekaman medik menjadi tanggung jawab
perawat ruangan dan dijaga kerahasiaannya.
Rekam medis pasien ini wajib diisi pada semua tindakan medis yang
diinstruksikan oleh dokter dan juga terhadap semua hasil observasi pada pasien
41

selama dirawat, mengingat arti pentingnya rekam medis ini maka rekam medis ini
harus dibubuhi tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan kesehatan.
Selain itu, PerMenKes ini juga melarang atau tidak memperbolehkan adanya
penghapusan tulisan dengan cara apapun juga, baik dengan mengunakan karet
penghapus, tipe-ex serta alat penghapus lainnya. Cukup dengan pencoretan, yaitu
dengan sebuah garis, baru kemudian diparaf (32).
42

Anda mungkin juga menyukai