yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat
berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi, begitupun dengan aliran darah
disekitar alveoli, menjadi terhambat dan tidak berfungsi maksimal. (Soemantri, 2009 :74)
sakit, pneumonia pada pejamu yang mengalami luluh imun, dan pneumonia aspirasi.
B. ETIOLOGI
3. Haemaphilus influenza.
4. Streptococcus aureus.
5. Mycoplasma pneumonia.
6. Virus patpgen.
7. Aspirasi basil gram negative, klebsiela, pseudomonas, enterobacter, Escherichia proteus, basil
gram positif.
8. Stafilococcus.
10. Terjadi bila kuman pathogen menyebar ke paru-paru melalui aliran darah, seperti pada kuman
C. MANIFESTASI KLINIS
Pneumonia pada pasien lansia dapat mucul sebagai diagnosis primer atau sebagai komplikasi
dari penyakit kronis. Infeksi primer pada lansia seringkali sulit di obati dan menyebabkan angka
mortalitas yang tinggi pada individu yang lebih muda. Perburukan umum, kelemahan, gejala
abdomen, anoreksia, konfulsi, takikardi, dan takipnea dapat menandai awitan pneumonia.
Diagnosis pneumonia mungkin terabaikan karena gejala klasik seperti batuk, nyeri dada,
produksi sputum, dan demam mungkin tidak ada atau tersamarkan pada pasien lansia. Selain itu,
munculnya sejumlah gejala juga dapat menyesatkan. Bunyi nafas abnormal, misalnya, mungkin
disebabkan oleh mikroatelektasis yang terjadi akibat penurunan mobilitas, penurunan volume
paru, atau perubahan fungsi pernafasan lain. Foto ronsen dada mungkin diperlukan untuk
membedakan gagal jantung kronis dan pneumonia sebagai penyebab atau tanda gejala klinis.
D. PATOFISIOLOGI
Timbulnya hepatisasi merah diakibatkan pembesaran eritrosit dan beberapa leukosit dari
kapiler paru-paru. Pembesaran tersebut membuat aliran darah menurun, alveoli dipenuhi dengan
leukosit dan eritrosit, jumlah eritrosit relative sedikit. Leukosit lalu melakukan fagositosis
Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan
leukosit beserta pneumococcus. Paru-paru masuk kedalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak
berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli sehingga terjadi pemulihan sempurna. Paru-paru kembali menjadi normal
1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram (airspace
antara lain staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial
disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atau
inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini
bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau
amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi
respons leukosit, orang tua atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya
neutropenia pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan keganasan dan
3. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal,
torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan
4. Pemeriksaan Khusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi atau
ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan
kebutuhan oksigen.
G. KOMPLIKASI
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orng yang menderita pneumonia sering kesulitan
bernapas, dan itu tidak mungkin bagi mereka untuk tetap cukup bernapas tanpa bantuan agar
tetap hidup. Bantuan pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan
napas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan endotracheal tube kalau perlu
Pneumonia dapat menyebabkan gagal napas oleh pencetus akut respiratory distress syndrome
(ARDS). Hasil dari gabungan infeksi dan respons inflamasi dalam paru-paru segera diisi cairan
dan menjadi sangat kental, kekentalan ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan
penyaringan udara untuk cairan alveoli, harus membuat ventilasi mekanik yang membutuhkan.
Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena
mikroorganisme masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi sitokin. Sepsis
seringkali terjadi pada pneumonia karena bakteri; streptococcus pneumonia merupakan salah
satu penyebabkan individu dengan sepsis atau septik membutuhkan unit perawatan intensif
dirumah sakit. Mereka membutuhkan cairan infus dan obat-obatan untuk membantu
mempertahankan tekanan darah agar tidak turun sampai rendah. Sepsis dapat meyebabkan
kerusakan hati, ginjal, dan jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
Ada kalanya, infeksi mikroorganisme pada paru-apru akan menyebabkan bertambahnya (effusi
pleura) cairan dalam ruang yang mengelilingi paru (rongga pleura). Jika mikroorganisme itu
sendiri ada di rongga pleura, kumpulan cairan ini disebut empyema. Bila cairan pleura ada pada
orang dengan pneumonia, cairan ini sering diambil dengan jarum (toracentesis) dan periksa,
tergantung dari hasil pemeriksaan ini. Perlu pengaliran lengkap dari cairan ini, sering
memerlukan selang pada dada. Pada kasusu empyema berat perlu tindakan pembedahan. Jika
cairan tidak dapat dikeluarkan, mungkin infeksi berlansung lama, karena antibiotik tidak
Bakteri akan menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang disebut abses. Abses pada paru
biasanya dapat dilihat dengan foto thorax dengan sinar x atau CT scan. Abses-abses khas terjadi
pada pneumonia aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri. Biasanya antibiotik
cukup untuk pengobatan abses pada paru, tetapi kadang abses harus dikeluarkan oleh ahli bedah
3. Empiema yang memerlukan antibiotik dalam waktu yang lama. ( Astuti & Angga, 2010 :112)
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Antibiotik diresepkan berdasarkan hasil pewarnaan Gram dan pedoman antibiotik (pola
resistensi, faktor risiko, etiologi harus dipertimbangkan ). Terapi kombinasi dapat juga
digunakan.
2. Terapi suportif mencakup hidrasi, antiseptic, medikasi antitusif, antihistamin, atau dengan
dekongestan nasal.
5. Bantuan pernafasan mencakup konsentrasi oksigen inspirasi yang tinggi, intubasi endotrakea,
6. Terapi atelektasis, efusi pleura, syok, gagal nafas, atau superinfeksi dilakukan, jika perlu.
7. Untuk kelompok yang beresiko tinggi mengalami CAP, disarankan untuk melakukan vaksinasi
pneumokokus.
I. FOKUS PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
2. Sirkulasi
4. Makanan/cairan
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi).
5. Neurosensori
6. Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri dada substernal
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi
gerakan).
7. Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea, dispnea progresif,
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas area yang
konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan konsolidasi, gesekan friksi
pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas area yang terlibat, atau napas bronkial, warna:
8. Keamanan
Gejala: Riwayat gangguan sistem imun, mis: SLE, AIDS, penggunaan steroid atau kemoterapi,
institusionalisasi, ketidakmampuan umum, demam (mis: 38, 5-39,6oC).
Tanda: Berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan mungkin ada pada kasus rubeola
atau varisela.
9. Penyuluhan/pembelajaran
Rencana pemulangan: Bantuan dengan perawatan diri, tugas pemeliharaan rumah, oksigen
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan kapasitas pembawa oksigen darah.
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, pembentukan
oksigen.
K. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pembawa oksigen darah, gangguan
hipoksia
Nafas normal
Intervensi
Rasional: Manifestasi distress pernafasan tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan
2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau
sianosis sentral.
namun sianosis pada daun telinga, membran mukosa dan kulit sekitar mulut menunjukkan
hipoksemia sistemik.
Rasional: gelisah mudah terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksia atau
4. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
Rasional: tindakan ini meningkat inspirasi maksimal, meningkat pengeluaran secret untuk
2. Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan inflamasi trachea bronchial, peningkatan
produksi sputum, ditandai dengan: Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan, Bunyi nafas tak
normal, dispnea, sianosis, batuk efektif atau tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum.
Kriteria hasil :
Batuk teratasi
Nafas normal
Intervensi:
Rasional : Takipnea, pernafasan dangkal dan gerakan dada tak simetris sering terjadi karena
ketidaknyamanan.
2. Auskultasi area paru, catat area penurunan 1 kali ada aliran udara dan bunyi nafas.
Rasional: Penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Rasional : Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan nafas alami untuk mempertahankan jalan
nafas paten.
4. Berikan cairan sesuai kebetuhan.
Rasional: Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret, analgetik diberikan
untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi parenkim varul, batuk menetap ditandai dengan: Nyeri
Kriteria hasil :
Tampak tenang
Intervensi:
Rasional: nyeri dada biasanya ada dalam seberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul
Rasional: Perubahan FC jantung/TD menu bawa Pc mengalami nyeri, khusus bila alas an lain
Rasional: tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
Rasional: alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkat keefektifan upaya
batuk.
Rasional: obat dapat digunakan untuk menekan batuk non produktif atau menurunkan mukosa
Kriteria hasil :
Intervensi :
Rasional : latihan otot memperbaiiki aliran darah dan pertumbuhan sirkulasi kolateral.
Rasional : dengan latihan postural, pengisian akibat gravitasi terganggu sehingga pembuluh
Kriteria hasil :
Nafas normal
Intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional: meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Download