I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. W
Umur : 35 tahun
Tanggal lahir : 09 September 1984
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SD
Alamat : Dusun II Bidi Mulyo Rt08 RW 02 Cinta Manis
Baru
Tanggal masuk RS : -
No RM : 61-44-69
E. Riwayat Pengobatan
Sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan propranolol 60 mg 2x1.
V. DIAGNOSA BANDING
Struma nodosa non-toksik (SNNT)
Karsinoma tiroid
Tiroiditis
Grave’s disease
VII. PENATALAKSANAAN
Farmakologi
• IUFD RL gtt xx
Non Farmakoogi
- Edukasi, menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit ynag
diderita pasien
- Puasa untuk persiapan operasi
Operatif :
Isthmus lobektomi
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad cosmeticum : bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi
akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R)
dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.
3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback)
Kedua hormon (T3 dan T4) ini mempunyai umpan balik di tingkat hipofisis.
Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada
tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipofisis
terhadap rangsangan TSH.
4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.
2.2 Definisi
2.3 Epidemiologi
2.5 Klasifikasi
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi
fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah
nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.
2.6 Patofisiologi
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Anamnesis sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis/macam kelainan
dari struma nodosa non toksik tersebut. Perlu ditanyakan :
a. Umur, sex, asal
Penting sekali menanyakan asal penderita, apakah penderita tinggal di
daerah pegunungan atau dataran rendah, bertujuan apakah berasal dari
daerah endemik struma.
b. Pembengkakan : mulainya kapan (jangka waktu) dan kecepatan tumbuh.
c. Keluhan penekanan : adakah dysphagia, dyspnea dan suara serak.
d. Keluhan toksik seperti : tremor, banyak keringat, BB turun, nafsu makan,
palpitasi, nervous/gelisah tidak tenang.
e. Apakah ada keluarganya yang menderita penyakit yang sama dan
meninggal.
2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Posisi penderita duduk dengan leher terbuka, sedikit hiperekstensi.
- Pembengkakan :
• bentuk : diffus atau lokal
• ukuran : besar dan kecil
• permukaan : halus atau modular
• keadaan : kulit dan tepi
• gerakan : pada waktu menelan.
Adanya pembesaran tiroid dapat dipastikan dengan menelan ludah dimana
kelenjar tiroid akan mengikuti gerakan naik turunnya trakea untuk
menutup glotis. Karena tiroid dihubungkan oleh ligamentum cartilago
dengan thyroid yaitu ligamentum Berry.
Palpasi
- Diperiksa dari belakang dengan kepala diflexikan diraba perluasan dan
tepinya.
- Ditentukan lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan
atau keduanya).
- Ditentukan ukuran (diameter terbesar dari benjolan).
- Konsistensi (lunak, kistik, keras atau sangat keras).
- Mobilitas.
- Infiltrasi terhadap kulit/jaringan sekitar.
- Pembesaran kelenjar getah bening disekitar tiroid : ada atau tidak.
- Nyeri pada penekanan atau tidak.
Perkusi
- Jarang dilakukan
- Hanya untuk mengetahui apakah pembesaran sudah sampai ke retrosternal.
Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan hanya jika ada pulsasi pada pembengkakan.
3. Pemeriksaan Tambahan
Tes laboratorium
Hasil pengukuran T4, T3, TSH atau T3RU biasanya normal, tetapi ambilan
radio-iodium dan kadar TSH dapat sedikit meningkat.
Pemeriksaan Sidik Tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk,
lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini
pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi iodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid
dapat dibedakan 3 bentuk yaitu :
1. Nodul dingin bila penangkapan iodium nihil atau kurang dibandingkan
sekitarnya. Hal ini menunjukkan fungsi yang rendah.
2. Nodul panas bila penangkapan iodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Nodul hangat bila penangkapan iodium banyak dari sekitarnya.
Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.
Dari hasil pemeriksaan sidik tiroid tidak dapat dibedakan apakah yang kita
hadapi itu suatu keganasan atau sesuatu yang jinak.
Dengan pemeriksaan USG dapat dibedakan antara yang padat dan cair.
Gambaran USG dapat dibedakan atas dasar derajat ekonya yaitu hipoekoik,
isoekoik atau campuran. Dibandingkan sidik tiroid dengan radioisotop, USG lebih
menguntungkan karena dapat dilakukan tanpa persiapan dan kapan saja,
pemeriksaan lebih aman dan lebih dapat dibedakan antara yang jinak dan yang
ganas.
Pada masa sekarang dilakukan dengan jarum halus biasa yaitu Biopsi
Aspirasi Jarum Italis (BAJAH) atau Fine Needle Aspiration (FNA)
mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Cara ini mudah, aman, dapat dilakukan
dengan berobat jalan, biopsi jarum halus tidak nyeri, tidak menyebabkan dan
hampir tidak ada bahaya penyebaran sel-sel ganas. Ada beberapa kerugian pada
biopsi. Jarum ini yaitu dapat memberikan hasil negatif palsu atau positif palsu.
Negatif palsu biasanya karena lokasi biopsi yang kurang tepat, teknik biopsi yang
kurang benar atau preparat yang kurang baik dibuatnya. Hasil positif palsu dapat
terjadi karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
Termografi
Adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan mengukuran suhu kulit
pada suatu tempat. Alatnya adalah Dynamic Telethermography Hasilnya disebut
panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >0,9C dan dingin apabila
<0,9C. Pada penelitian Alves dkk didapatkan bahwa yang ganas semua hasilnya
ganas. Dibandingkan dengan cara pemeriksaan yang lain ternyata termografi ini
adalah cara yang paling sensitif dan spesifik.
Petanda tumor yang telah diuji hanya peninggian tiroglobulin (Tg) serum
yang mempunyai nilai yang bermakna. Kadar Tg normal ialah antara 1,5-30
ng/ml, pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml dan pada keganasan rata-rata : 424
ng/ml.
2.9 Penatalaksanaan
DAFTAR PUSTAKA
Sabiston, David. C. Jr, MD, Buku Ajar Bedah Sabiston, Alih Bahasa Petrus
Andrianto, Timan IS, Editor Jonatan Oswari, Penerbit EGC, Jakarta, 1995,
hal 415-427.
Sri Hartini, KS, Struma Nodosa Non Toksik, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I, Penerbit FKUI, Jakarta 1996, hal 757-761.