Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada manusia karena
kelahirannya sebagai manusia. Hak-hak tersebut diperoleh bukan pemberian orang
lain ataupun negara, tetapi karena kelahirannya sebagai manusia. Hak Asasi
Manusia meliputi hak-hak yang apabila dicabut atau dikurangai akan
mengakibatkan berkurang derajat kemanusiaannya. Hak dasar pertama adalah hak
hidup yang membawa konsekuensi adanya hak-hak lain seperi hak mendapatkan
kehidupan dan pekerjaan yang layak, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan,
hak mendapatkan kewarganegaraan dan hak mengeluarkan pendapat, berserikat
dan berkumpul. Pada perkembangan selanjutnya, derajat kemanusiaan juga
ditentukan oleh tingkat pendidikan dan kesehatannya, sehingga pendidikan dan
kesehatan pun kemudian menjadi hak asasi manusia.(1)

Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkin setiap orang produktif secara ekonomis. Hak atas kesehatan meliputi
hak untuk mendapatkan kehidupan dan pekerjaan yang sehat, hak untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap kesehatan ibu
dan anak.(1)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau


secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan,
perorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan.(2)

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.(3)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, malpraktek adalah istilah


kedokteran yang terdiri dari kata mal atau mala yang berarti buruk, sedangkan
praktek berarti pelaksaan pekerjaan sehingga bermakna celaka yang diakibatkan
dalam pelaksanaan pekerjaan.(4)

Di Indonesia, fenomena ketidakpuasan pasien pada kinerja profesi dokter


terus berkembang. Data Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
(MKDKI) menunjukkan setidaknya terdapat 127 jumlah pengaduan yang telah
dilaporkan ke MKDKI sampai tahun 2011. Dari angka tersebut, sekitar 80 persen
disebabkan kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien. Bila dirinci disiplin
ilmu yang diadukan, yang paling banyak adalah dokter umum (48 kasus), dokter
ahli bedah (33 kasus), dokter ahli kandungan dan kebidanan (20 kasus), dokter ahli
anak (11 kasus), dokter ahli penyakit dalam (10 kasus), dokter ahli paru (4 kasus),
dokter ahli syaraf (4 kasus), dokter ahli anestesi (4 kasus), dokter ahli mata (3
kasus), dokter ahli jantung (3 kasus), dokter ahli radiologi (2 kasus), dan masing-
masing 1 kasus oleh dokter ahli jiwa, ahli THT dan ahli kulit dan kelamin serta 10
dokter gigi.(5) Hal ini melatarbelakangi penulis untuk menyajikan referat yang
berjudul “Pola Penegakan Hukum Pada Kasus Pelanggaran Praktik Bidang
Kesehatan”.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Tinjauan malpraktik

a. Pengertian Malpraktik

Black’s Law Dictionary mendefinisikan malpraktik sebagai


“Professional misconduct or unreasonable lack of skill” atau “failure of
one rendering professional services to exercise that degree of skill and
learning commonly applied under all the circumstances in the community
by the average prudent reputable member of the profession with the result
of injury, loss or damage to the recipient of those services or those
entitled to rely upon them” (Bahasa mudahnya: lalai).(6)
Malpraktik kedokteran adalah dokter atau tenaga medis yang ada
di bawah perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan
perbuatan (aktif atau pasif) dalam praktik kedokteran pada pasiennya
dalam segala tingkatan yang melanggar standar profesi, standar
prosedur, prinsip- prinsip profesional kedokteran atau dengan melanggar
hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informend consent atau di luar
informed consent, tanpa Surat Izin Praktik atau tanpa Surat Tanda
Registrasi, tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien dengan
menimbulkan (casual verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik,
mental atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban
dokter.(7)

b. Unsur-Unsur Malpraktek
Dikemukakan adanya "Three elements of liability" antara lain:(6)
1) Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan ("culpability");
2) Adanya kerugian ("damages"); dan
3) Adanya hubungan kausal ("causal relationship").

2
2. Tinjauan hukum
Salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum adalah
dokter yang melakukan malpraktek medis haruslah benar-benar
melanggar hukum, artinya dokter melanggar hukum dengan
kesengajaan atau kurang hati-hati, misal; salah memberikan obat atau
tidak memberikan informed consent.
a. Dasar Hukum Perdata Malpraktek Medis(8)
Tabel 1. Dasar Hukum Perdata Malpraktek Medis
No. Pasal Penjelasan
1. Pasal 1329 Setiap gugatan yang berdasarkan wanprestasi adalah
adanya perjanjian terapeutik yang dilanggar.
Perjanjiannya meliputi perjanjian tertulis maupun
tidak tertulis antara dokter dengan pasien. Menurut
hukum yang berlaku asal syarat-syarat sahnya
perjanjian dipenuhi maka perjanjian tersebut sudah
berlaku dan mempunyai konsekuensi yuridis
2. Pasal 1365 Salah satu unsur dari perbuatan melawan hukum
adalah dokter yang melakukan malpraktik medis
haruslah benarbenar melanggar hukum, artinya dokter
melanggar hukum dengan kesengajaan atau kurang
hati-hati, misal; salah memberikan obat atau tidak
memberikan informed consent.
3. Pasal 1366 Apabila secara dokter tidak menjalankan sesuai
dengan SOP atau lalai dalam tugasnya sebagai dokter
yang mengakibatkan kerugian pada pasien
4. Pasal 1367 Melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab, hal
ini terjadi apabila dokter memberikan pelimpahan
wewenang kepada tenaga kesehatan lainnya seperti
bidan atau perawat, yang mungkin dalam hal ini
perawat tersebut belum menguasai apa yang disuruh
sehingga menimbulkan kerugian pada pasien atas
tindakan perawat atau bidan tersebut.

3
3. Dasar Hukum Pidana Malpraktek Medis(9)
Tabel 2. Dasar Hukum Pidana Malpraktek Medis
No. Pasal Penjelasan
1. Pasal 267
Pasal ini dikenakan kepada dokter apabila terbukti
telah melakukan kejahatan terhadap pemalsuan
surat keterangan sehat yang dilakukan dokter
2. Pasal 299 Pasal ini akan dikenakan jika dokter secara sengaja
dan terbukti melakukan aborsi bukan karena faktor
penyelamatan nyawa pasien atau karena indikasi
medis lainnya, tetapi kondisi ini masih di daerah abu-
abu bukan karena faktor diatas tetapi aborsi tersebut
merupakan permintaan dari si pasien beserta keluarga
pasien sehingga hal ini sebuah dilema bagi dokter
3. Pasal 304 Pasal ini dapat diberlakukan kepada dokter yang
tidak memberikan pertolongan kepada pasien yang
pada waktu itu harus segera mendapat pertolongan
karena luka atau sakit dan jika tidak segera
dilakukan pertolongan akan membahayakan nyawa
atau jiwa pasien tersebut.
4. Pasal 322 Merupakan pengaturan atas terbuktinya dokter
membuka rahasia kedokteran tanpa alasan yang
dibenarkan undangundang.
5. Pasal 338 Pasal – Pasal ini pada bidang medis dikaitkan
Pasal 340 dengan Euthanasia, menegaskan bahwa euthanasia
Pasal 344 baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah
Pasal 345 dilarang.
Pasal 359

4
6. Pasal 347 Pasal ini berkaitan dengan upaya abortus criminalist
Pasal 348 karena di dalamnya terdapat unsur adanya upaya
Pasal 349 untuk menggugurkan kandungan tanpa adanya suatu
indikasi medis
7. Pasal 359 Pasal ini dikaitkan pada adanya dugaan malpraktik
Pasal 360 itu dilakukan dengan sangat tidak berhati-hati (culpa
lata), kesalahan serius. Di dalam KUHP, perbuatan
yang menyebabkan orang lain luka berat atau mati
yang dilakukan secara tidak sengaja.
8. Pasal 531 Pasal ini dikaitkan apabila seorang dokter tidak
memberikan pertolongan darurat kepada orang
dalam keadaan bahaya.

3. Alur pengaduan gugatan yang berhubungan dengan


malpraktek.(10)
a. Pelanggaran etik dokter di rumah sakit
Pelayanan kesehatan seringkali kurang dipahami oleh
pasien, keluarga dan masyarakat dikarenakan dokter seingkali
kesulitan dalam memberikan informasi mengenai keadaan pasien.
Kompleksitas pelayanan rumah sakit ini terkadang akan
menimbulkan pelanggaran etik oleh dokter atau petugas pelayanan
rumah sakit.
Dokter dan dokter gigi dalam menjalankan tugasnya
terikat oleh norma etik yaitu, suatu norma yang terkait dengan
nilai-nilai moral, menyangkut baik atau buruk, pantas atau tidak
pantas suatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang dokter atau
dokter gigi. Kode etik kedokteran atau kode etik kedokteran gigi
adalah pedoman yang disusun oleh organisasi profesi Ikatan

5
Dokter Indonesia (IDI) atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia
(PDGI).
Pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi yang diduga
telah melakukan pelanggaran etik di rumah sakit dapat diproses
oleh komite etik (disiplin) dan hukum, dan jika terbukti dokter atau
dokter gigi tersebut telah melakukan pelanggaran etik, maka
direktur rumah sakit dapat berfungsi sebagai eksekutor dengan
cara memberi peringatan secara lisan maupun tertulis terhadap
dokter atau dokter gigi tersebut.
Jika aduan dugaan pelanggaran etik di rumah sakit tidak
dapat diselesaikan secara internal maka pihak rumah sakit dapat
mengadukan permasalahannya ke Majelis Kehormatan Etik
Kedokteran (MKEK), IDI, Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
Indonesia (MAKERSI) dan Perhimpunan Seluruh Rumah Sakit
Indonesia (PERSI) tergantung kasusnya.

b. Pelanggaran disiplin dokter di rumah sakit


Setiap kasus yang muncul dengan dugaan pelanggaran
disiplin kedokteran di rumah sakit, maka dibuatkan laporan ke
direktur, dan direktur berkoordinasi dengan komite etik (disiplin)
dan hukum untuk dikaji dan diadakan forum penegakan etik dan
hukum oleh Komite Etik Rumah Sakit (KERS).
Belum semua rumah sakit memiliki komite etik
(disiplin) dan hukum, sehingga penanganan di rumah sakit dapat
digantikan oleh komite medik, khususnya di panitia etik profesi
medik. Jika terbukti melakukan pelanggaran disiplin, maka
direktur sebagai eksekutor dapat memberikan peringatan kepada
sejawat dokter yang bersalah, bisa berupa peringatan lisan, tertulis
sampai dengan pembatasan kewenangan penanganan pasien,

6
bahkan jika sudah melebihi batas toleransi dapat dilakukan
pencabutan surat izin praktik.
Pelanggaran disiplin kedokteran yang disertai dengan
tuntutan pasien sebelum kasusnya keluar, sebaiknya diselesaikan
secara cepat oleh pihak rumah sakit atau mediator professional.
Jika perlu, komite etik (disiplin) dan hukum dapat memfasilitasi
penyelesaiannya sebelum dilaporkan ke MKDKI. Apabila kasus
tersebut sudah terlanjur diadukan ke MKDKI, tidak dapat dicabut
pengaduannya jika sudah sampai disidangkan di Majelis
Pemeriksaan Disiplin (MPD). Tetapi jika baru disidangkan di
Majelis Pemeriksa Awal (MPA) maka pengadu dapat mencabut
aduannya.

c. Pelanggaran hukum dokter di rumah sakit


Gugatan perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di
7ersama pengadilan di lingkungan peradilan umum. Jika terjadi
gugatan pasien atas dugaan pelanggaran hukum dan kasusnya
sudah mencuat keluar, maka kewajiban pihak rumah sakit
7ersama dokter untuk menghadapi secara 7ersama dan kerja sama.
Kelengkapan proses hukum, jika pihak rumah sakit bisa
menyediakan pengacara hukum. Jika keputusan ada mediasi atau
sanksi perdata atau denda uang maka sesuai aturan hospital by law
sebagaimana rumah sakit mengatur besaran masing-masing
kontribusi pihak yaitu rumah sakit dan pihak dokter tergugat.
Keputuan bagi hasil sanksi tiap rumah sakit bisa berbeda.
Potongan jasa medis rumah sakit bisa sebagai acuan dalam
pembagian atau urunan biaya gugatan pasien.

7
4. Alur pengaduan pelanggaran hukum
a. Alur pengaduan pelanggaran hukum perdata(11)

Gambar 1. Alur pengaduan pelanggaran hukum perdata.

8
b. Alur pengaduan pelanggaran hukum pidana(12)

Gambar 2. Alur pengaduan pelanggaran hukum pidana

5. Alat bukti pelanggaran hukum perdata dan pidana


Alat bukti merupakan unsur penting di dalam pembuktian
persidangan, karena hakim menggunakannya sebagai bahan
pertimbangan untuk memutus perkara. Alat bukti adalah alat atau
upaya yang diajukan pihak beperkara yang digunakan hakim sebagai
dasar dalam memutus perkara. Dipandang dari segi pihak yang
beperkara, alat bukti adalah alat atau upaya yang digunakan untuk

9
meyakinkan hakim di muka sidang pengadilan. Sedangkan dilihat dari
segi pengadilan yang memeriksa perkara, alat bukti adalah alat atau
upaya yang bisa digunakan hakim untuk memutus perkara.(13)

a. Alat bukti pelanggaran hukum perdata

Alat bukti dalam perkara perdata yang diatur dalam Pasal 1866
KUHPerdata, adalah sebagai berikut:(14)

1. Bukti dengan tulisan;


2. Bukti dengan saksi;
3. Bukti dengan persangkaan;
4. Bukti dengan Pengakuan;
5. Bukti dengan Sumpah

b. Alat bukti pelanggaran hukum pidana

Adapun alat bukti yang sah sebagaimana diatur didalam pasal 184
ayat (1) dan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana, yakni sebagai berikut: (14)

1. Keterangan sakasi
2. Keterangan ahli
3. Surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa

10
BAB III

METODE, HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Metode Penelitian
1. Metode penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif.
2. Teknik pengambilan data
Pengumpulan data dengan cara mengunduh putusan Pengadilan dalam 10
tahun terakhir pada situs Mahkamah Agung.

B. Hasil penelitian
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan, didapatkan 21 putusan Mahkamah
Agung dalam 10 tahun terakhir tentang Malpraktik.

Jenis gugatan
8
7
6
5
4
3
2
1
0
pelanggaran hukum pelanggaran hukum menjalankan praktik
yang mengakibatkan yang mengakibatkan kedokteran tanpa
cacat seumur hidup matinya orang lain surat ijin yang sah
Jenis gugatan

Gambar 1. Diagram jenis kasus gugatan terbanyak dari 21 putusan dalam 10


tahun terakhir.

11
Pengaduan dugaan pelanggaran praktik kesehatan
20

15

10

0
Dokter umum Dokter spesialis Dokter gigi Tenaga medis lain
(Perawat)

Pengaduan dugaan pelanggaran praktik kesehatan

Gambar 2. Diagram tenaga medis dengan pengaduan dugaan pelanggaran praktik


kesehatan dari 21 putusan dalam 10 tahun terakhir.

Pengaduan pelanggaran praktik pada


dokter spesialis
11%
6%
33%
11%

17%
22%

Dokter ahli bedah Dokter kandungan Dokter penyakit dalam


Dokter ortopedi Dokter anestesi Dokter patologi anatomi

Gambar 3. Diagram banyaknya pengaduan pelanggaran praktik kedokteran pada


dokter spesialis dari 21 putusan dalam 10 tahun terakhir.

12
Tabel 3. Hasil penelitian

Jumlah kasus %
Jenis pelanggaran hukum:
Perdata 16 kasus 77,00
Lama proses
Paling lama 356 hari
Paling singkat 129 hari
Rata-rata 247 hari
Denda tertinggi 2 milyar rupiah
Denda terendah 100 juta rupiah
Pidana 4 kasus 18,00
Lama proses
Paling lama 155 hari
Paling singkat 24 hari
Rata-rata 88 hari
Pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan
Pidana penjara paling singkat 5 bulan 15 hari
Perdata & Pidana 1 kasus 5,00
Lama proses 244 hari
Denda Rp 329.571.839,-
Pidana penjara 1 tahun 6 bulan
Hasil putusan akhir:
Menang 7 kasus 33,33
Kalah 14 kasus 66,67
Tidak banding 4 kasus 19,05
Banding 17 kasus 80,95
Banding diterima 1 0,00
Banding ditolak 16 kasus 100,00

Didapatkan hasil bahwa jenis kasus terbanyak yang dilaporkan adalah


mengenai pelanggaran hukum atau perilaku melawan hukum yang mengakibatkan
cacat seumur hidup, yaitu sebanyak 7 kasus dari 21 kasus (33,33%). Disusul oleh
pelanggaran hukum atau perilaku melawan hukum yang mengakibatkan matinya
orang lain, yaitu sebanyak 4 kasus dari 21 kasus (19,05%).

Di antara dokter umum, dokter spesialis dan tenaga medis lainnya,


pihak yang paling banyak tergugat adalah dokter spesialis (18 kasus). Dokter
spesialis terbanyak yang mengalami penggugatan dugaan malpraktik adalah

13
dokter ahli bedah (6 kasus), lalu diikuti oleh dokter ahli kebidanan dan ginekologi
(4 kasus) dan dokter penyakit dalam (3 kasus).

Sedangkan untuk jumlah jenis pelanggaran hukum, terbanyak pada


pelanggaran hukum perdata, yaitu sebanyak 16 kasus (77%), pelanggaran hukum
pidana didapatkan sebanyak 4 kasus (18%), dan pelanggaran hukum pidana juga
perdata sebanyak 1 kasus (5%)

Dari kasus pelanggaran hukum perdata, lama proses pengadilan


terpanjang adalah 356 hari dan yang tersingkat adalah 129 hari. Sedangkan kasus
pelanggaran hukum pidana yang diselesaikan dalam waktu terpanjang adalah
selama 155 hari, sedangkan kasus tersingkatnya adalah 24 hari. Ganti rugi
tertinggi pada pelanggaran perdata adalah sebesar 2 milyar rupiah, dan yang
terendah sebesar 100 juta rupiah. Dengan pidana penjara paling lama selama 1
tahun 6 bulan, dan yang tersingkat selama 5 bulan 15 hari.

Dari 21 putusan yang di unduh, sebanyak 14 putusan dengan hasil


gugatan ditolak seluruhnya (kalah) sedang sebanyak 7 putusan dengan hasil
diterima sebagian (menang). Dan yang mengajukan banding sebanyak 17, dengan
hasil 16 banding ditolak dan 1 banding diterima.

C. Pembahasan
Dilihat dari segi hukum, bahwa malpraktik sebagaimana sudah
didefinisikan di atas bukanlah suatu rumusan hukum yang diatur dalam undang-
undang, melainkan suatu kumpulan dari berbagai perilaku menyimpang yang dapat
terjadi karena suatu tindakan yang disengaja (intentional) seperti pada misconduct
tertentu, tindakan kelalaian (negligence), ataupun suatu kekurang-
mahiran/ketidakkompetenan yang tidak beralasan. Dari berbagai perilaku
menyimpang di atas, yang paling banyak menyebabkan terjadinya malpraktik atau
dugaan malpraktik adalah tindakan kelalaian.(15)

14
Kelalaian merupakan bagian dari malpraktik, tetapi di dalam malpraktik
tidak selalu harus terdapat unsur kelalaian. Istilah kelalaian adalah terjemahan dari
negligence secara umum bukanlah satu pelanggaran hukum atau kejahatan.
Seseorang dikatakan lalai manakala dia bertindak acuh atau tidak memperdulikan
apa yang menjadi kewajibannya. (15)

Selama akibat dari kelalaiannya tersebut tidak membawa kerugian


ekonomi, atau tidak mengakibatkan luka maupun kematian orang lain, atau
kerugian-kerugian tersebut hanya meyangkut masalah sepele, maka tidak ada
akibat hukum bagi seseorang yang melakukan kelalaian. Prinsip ini berdasarkan
satu adagium de minimis not curat lex, the law does not concern it self with trifles,
hukum tidak mencampuri hal-hal yang sepele. Namun sebaliknya, jika kelalaian
tersebut menyebabkan kerugian ekonomi, dan menimbulkan luka atau bahkan
kematian orang lain, maka atas kelalaian tersebut dapat diambil tindakan hukum
terhadap pembuatnya. (15)

Hukum medis berkaitan erat dengan bidang hukum lain, yaitu hukum
perdata, hukum administrasi dan hukum pidana. Oleh karena itu, semua kelalaian
dalam bidang medis juga berkaitan dengan ketiga bidang hukum tersebut di atas.
Di Indonesia, beberapa sarjana membedakan kelalaian ke dalam dua bentuk, yaitu
kelalaian medis etik, kelalaian medis yuridis (hukum perdata, hukum pidana, dan
hukum administrasi). (15)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan jenis kasus


terbanyak yang diduga malpraktik adalah pelanggaran atau perbuatan melawan
hukum yang menyebabkan cacat seumur hidup, yaitu sebanyak 33,33% dari total
putusan. Dalam penelitian ini, dokter spesialis merupakan, yang terbanyak
mendapatkan gugatan dugaan malpraktik, yaitu sebanyak 18 kasus dari 21 kasus.
Dokter spesialis terbanyak yang mendapatkan gugatan adalah dokter spesialis
bedah sebanyak 6 kasus, disusul oleh dokter spesialis kandungan sebanyak 4 kasus,

15
dan dokter spesialis penyakit dalam sebanyak 3 kasus lalu untuk dokter umum,
didapatkan jumlah gugatan sebanyak 2 kasus, dokter gigi sebanyak 2 kasus, serta
perawat sebanyak 1 kasus. Hal ini selaras dengan data yang didapatkan dari
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, bahwa hingga Maret 2011 MKDI telah
menangani 127 pengaduan kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi. Yang diadukan paling banyak adalah dokter umum (48 kasus),
dokter bedah (33 kasus), dokter ahli kandungan dan kebidanan (20 kasus), dokter
anak (11 kasus), dan dokter penyakit dalam (10 kasus). Namun, pada penelitian ini,
dokter spesialis memiliki gugatan yang lebih banyak daripada dokter umum,
dimana kurang sesuai dengan data yang dilaporkan oleh MKDI seperti yang
disebutkan di atas.

Dokter spesialis yang merupakan pihak terbanyak mendapatkan


gugatan adalah dokter ahli bedah. Hal ini juga sesuai dengan mengapa jenis kasus
pelanggaran terbanyak yaitu yang mengakibatkan cacat seumur hidup, karena
tindakan yang dilakukan oleh dokter bedah atau dokter yang melakukan intervensi
bedah terhadap pasien memiliki risiko medis yang tinggi.

Pada dasarnya risiko medis adalah tidak dapat dimintakan


pertanggungjawaban kepada dokter yang telah menyebabkan terjadinya risiko
tersebut sepanjang dokter telah melakukan tindakan sesuai dengan standar
prosedur, dan sesuai dengan ketentuan pengobatan yang telah diterima secara betul
oleh khalayak dokter. Di negara-negara Common Law terdapat suatu doktrin yang
biasa digunakan sebagai alasan pembenaran dokter terhadap satu kegagalan medis,
yaitu: Risiko didalam pengobatan (Risk of treatment): a. Risiko yang melekat, b.
Risiko dari akibat reaksi alergi, c. Risiko komplikasi yang telah timbul dalam tubuh
pasien; Kecelakaan atau (mishap, accident, misadventure, mischance); Kekeliruan
dalam penilaian klinis atau (non negligent error of clinical judgment); Volent non
fit iniura; Contributory.(16)

16
Banyaknya kasus malpraktik, terjadi karena komunikasi yang tidak
dibangun dengan baik antara dokter dan juga pasien, dimana komunikasi dimulai
dari informed consent sebelum dilakukannya tindakan medis. Beberapa kesalahan
yang dilakukan oleh tim medis adalah kurangnya penjelasan secara lengkap berupa
prosedur ataupun beberapa risiko yang kemungkinan terjadi pada pasien, pada
keterbatasan masyarakat mengenai ilmu kedokteran menyebabkan timbul dugaan
bahwa hal-hal yang tidak diinginkan terjadi pada pasien dianggap sebagai
kasalahan tindakan oleh dokter. (16)

Dengan adanya pemahaman mengenai risiko medis diharapkan pasien


atau masyarakat dapat membedakan antara kegagalan yang secara wajar terjadi
dengan kegagalan yang disebabkan karena kelalaian dokter itu. Dengan begitu
pasien, keluarga pasien atau masyarakat tidak dengan mudah membuat laporan
ataupun tuduhan kelalaian terhadap dokter. Dari latar belakang tersebut pada
kenyataannya terjadi ketidaksamaan pendapat atau perbedaan persepsi tentang
yang menjadi penyebab kegagalan upaya medis. (16)

Semakin majunya teknologi kesehatan, akan memberikan kemudahan


dan kenyamanan bagi pasien, dan membantu dokter untuk mempermudah untuk
menentukan diagnosa dengan lebih cepat, lebih tepat dan akurat sehingga
rehabilitasi pasien bisa lebih cepat, tapi ternyata memberikan efek samping yang
tidak diinginkan. Efek samping maupun dampak yang negatif dari kemajuan
tersebut adalah: Pertama, Komunikasi antara dokter dengan pasien semakin
berkurang, Kedua, Etika kedokteran terkontaminasi dengan kepentingan bisnis,
Ketiga, Harga pelayanan medis semakin tinggi, dan sebagainya.(16)

Dalam Pasal 66 Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran, menganjurkan apabila masyarakat mengetahui atau pasien maupun
keluarganya merasa telah dirugikan terhadap tindakan medis dari dokter dalam
menjalankan praktik kedokteran, bisa melaporkan secara tertulis pengaduannya ke

17
Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI). IDI berharap
kepada pasien atau keluarga pasien apabila ada kasus dugaan malpraktik, tidak
langsung melalui jalur hukum. Sesuai Pasal 67 MKDKI akan melakukan
pemeriksaan dan memberikan keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan
dengan disiplin dokter. Selanjutnya ditegaskan pada Pasal 68, apabila dalam hasil
pemeriksaan dokter yang diadukan ditemukan suatu pelanggaran etika, MKDKI
akan meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. (16)

Sejak 2006 sampai dengan 2015 MKDKI menerima sebanyak 305


aduan. 86 dari Jumlah tersebut terdapat 36 aduan dihentikan karena dicabut oleh
pihak pengadu, dan dua teradu meninggal. Sebanyak 56 aduan ditolak atau
dilimpahkan ke organisasi profesi pada tahap pemeriksaan awal. Sedikitnya
laporan yang masuk apabila terjadi sengketa medis terlihat MKDKI tidak mampu
mengakomodir harapan publik sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang
efektif.(16)

Ada dua kekurangan dari MKDKI yang menyebabkannya menjadi tidak


efektif sebagai lembaga penyelesaian sengketa, yang pertama terbatasnya akses
masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari MKDKI dan tidak adanya
mekanisme kompensasi. MKDKI berada di ibu kota negara dan belum semua
propinsi di indonesia memiliki MKDKI Propinsi, hal demikian menyulitkan akses
masyarakat yang tinggal berada jauh dari ibu kota ataupun kota propinsi.
Selanjutnya, jika pun dokter yang diadukan dinyatakan bersalah, sanksi yang akan
dijatuhkan oleh MKDKI hanya sanksi administratif mulai dari teguran tertulis
sampai pada rekomendasi untuk mengikuti pendidikan tertentu. Sanksi yang
diberikan MKDKI tidak mencakup kepada dokter yang dilaporkan untuk
membayar ganti rugi kepada pasien. Kelemahan ini justru meningkatnya tuntutan
oleh pasien langsung ke ranah hukum. (16)

18
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
1) Dalam praktik pelayanan kesehatan sangat mungkin terjadi suatu kelalaian
atau yang dalam masyarakat dikenal sebagai malpraktik.
2) Bila terjadi aduan karena kelalaian medik, dapat diselesaikan melalui jalur
litigasi maupun non litigasi (mediasi).
3) Dalam penelitian ini, aduan perdata yang diselesaikan melalui jalur litigasi
lebih banyak yang tidak terbukti adanya pelanggaran praktik.

B. SARAN
1) Untuk tenaga medis: komunikasi yang baik dengan pasien.
2) Untuk organisasi profesi: dapat memfasilitasi dan membantu penyelesaian
sengketa yang berlangsung (memberi pemahaman kesehatan kepada
masyarakat).
3) Untuk peneliti: penelitian dilakukan dengan semaksimal mungkin dan
dengan bahan yang memadai.

19
Daftar Pustaka

1. Buergenthal, Thomas, International Human Rights, West Publishing Co, ST.Paul,


Minn, 2007.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pelayanan kesehatan. 2009.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan.
4. KBBi, 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Online available at:
http://kbbi.web.id/pusat.
5. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Dugaan Pelanggaran Disiplin
Terbanyak Akibat Kurangnya Komunikasi Dokter dan Pasien. 2011. Available
from:
http://www.depkes.go.id/development/site/jkn/index.php?cid=1519&id=dugaan-
pelanggaran-disiplin-terbanyak-akibat-kurangnya-komunikasi-dokter-dan-
pasien.html.
6. Sampurna B, Syamsu, Z, Siswaja TD. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta:
Pustaka Dwipar. 2007.
7. Adam Chazawi. 2007. Malpraktek Kedokteran. Malang: Bayumedia.
8. Buku Ketiga Tentang Perikatan (Van Verbintenissen). Available from:
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/bw3.htm.
9. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht). Available from:
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/kuhpidana.htm.
10. Peraturan konsil kedokteran Indonesia No. 16/KKI/Per/VIII/2006 tentang Tata
Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dan Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia di Tingkat Provinsi.
11. Alur hukum perdata. Available from: http://www.pn-curup.go.id/index.php/2017-05-
03-04-31-28/kepaniteraan-perdata/alur-persidangan-perdata

20
12. Alur hukum pidana. Available from: http://pn-depok.go.id/index.php/layanan-
hukum/kepaniteraan-pidana/alur-persidangan-pidana-menu
13. Anshoruddin, 2004. Hukum Pembuktian Menurut Hukum Acara Islam dan Hukum
Positif (Surabaya: Pustaka Pelajar), hlm. 25.
14. Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti. Jakarta:
Ghalia, 1983.
15. Sukohar A, Carolia N. Peran Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia
(MKEK) dalam Pencegahan dan Penyelesaian Malpraktek Kedokteran. JK Unila.
2016: 1(2); 363-8.
16. Kurniawan RA. Risiko Medis Dan Kelalaian terhadap Dugaan Malpraktik Medis
di Indonesia. Perspektif. 2013: 18(3): 148-156.

21
, LAMPIRAN

Putusan Kasus Malpraktek


Data Distribusi Malpraktek

Tahun Jumlah kasus


2018 1
2017 1
2016 4
2015 6
2014 1
2013 2
2012 3
2011 3

No. Tahun Tergugat Jenis kasus Alat bukti Lama Dakwaan Alat bukti Hasil putusan Banding Hasil
saat proses akhir banding
dakwaan
1. 1 2018 Institusi Perbuatan Bukti saksi, 224 Ganti rugi material Bukti saksi, Gugatan ditolak Ada Banding
(23/PDT) (rumah melawan Surat (RM) hari sebesar Rp Surat (RM) seluruhnya ditolak
sakit), hukum 121.787.327,26
dokter (keracunan Ganti rugi imateril
spesialis obat dan sebesar 3 milyar
(Sp.PD pemberhentian rupiah.
dan pengobatan)
Sp.JP)
2. 2 2017 Dokter Adminitrasi Tertulis 260 Ganti rugi material Tertulis Diterima sebagian, Ada Banding
(872/PDT) umum pengobatan (rekam hari sebesar Rp. (rekam yaitu membayar ditolak
selama di rawat medik) 342.000.000,- medik) ganti rugi
di rumah sakit -saksi saksi Ganti rugi imateril -saksi saksi sebanyak Rp
(IDI) sebesar 5 milyar (IDI) 338.439.200,-
rupiah

22
3. 3 2016 Dokter Kelalaian Surat, 244 Dipidana 2 (dua) Surat, Menolak gugatan Tidak -
(38/PDT) spesialis menyebabkan Bukti saksi hari tahun Bukti saksi penggugat ada
(Sp.OG) ibu dan bayi
meninggal membayar Membayar biaya
setelah SC kerugian perkara Rp
karena dokter penggugat Rp. 4.709.000-
telat jaga piket) Rp.5.125.000.000,-

4. 4 2016 Dokter Perbuatan Surat (RM, 167 Ganti rugi biaya Surat (RM, Menolak Ada Banding
(3566/PDT) umum, melawan hasil hari pengobatan dan hasil permohonan ditolak
dokter hokum akibat Rontgen), operasional Rontgen), kasasi dari
spesialis kelalaian yang Bukti saksi sebesar Rp Bukti saksi pemohon kasasi.
(Sp.An menimbulkan 656.000.000,- Menghukum
dan kerugian dan penggugat untuk
Sp.BTKV) kesalahan yang membayar biaya
menyebabkan perkara sebesar
cacat seumur Rp 500.000,-
hidup
5. 5 2016 Dokter Pelanggaran Bukti saksi, 129 Ganti rugi sebesar Bukti saksi, Menghukum Ada Banding
(3203/PDT) Gigi hukum yang Surat (RM) hari 1 milyar rupiah. Surat (RM) tergugat untuk ditolak
menyebabkan membayar ganti
penggugat rugi kepada
cacat seumur penggugat sebesar
hidup dan Rp 100.000.000,-
mengalami
gangguan saraf.
6. 6 2016 Direktur Melanggar Bukti saksi, 266 Bukti saksi, Menghukum Ada Banding
(1880/PDT) Rumah hukum yang surat (RM, hari surat (RM, penggugat untuk ditolak
Sakit, menimbulkan hasil hasil membayar biaya
dokter keaadan cacat pemeriksaan pemeriksaan perkara sebesar
spesialis seumur hidup. penunjang) penunjang) Rp 500.000,-
(Sp.B)
7. 7 2015 Dokter Melakukan Keterangan 85 Pidana penjara Keterangan Menghukum Tidak -
(3/PID) umum tindak pidana saksi, surat, hari selama 10 bulan saksi, surat, tergugat dengan ada

23
praktik keterangan dan denda 20 juta keterangan pidana penjara
kedokteran dan terdakwa. rupiah. terdakwa. selama 5 bulan
kefarmasian dan 15 hari dan
secara denda sebesar Rp.
bersamaan. 5.000.000,-
8. 8 2015 Dokter Pelanggaran Bukti surat 195 Ganti rugi sebesar Bukti surat Menghukum Ada. Banding
(8/PDT) spesialis 24hukum yang (surat hari 1 milyar rupiah (surat Penggugat untuk ditolak
(Sp.OG) menyebabkan rujukan, rujukan, membayar biaya
penggugat rekam rekam yang timbul
cacat seumur medis, medis, sehubungan
hidup dan kwitansi, kwitansi, adanya perkara ini
menimbulkan hasil lab), hasil lab), sejumlah Rp.
kerugian. Bukti saksi. Bukti saksi. 586.000,00.

9. 9 2015 Dokter Pelanggaran Keterangan 213 1 tahun 6 bulan Keterangan  Menolak Ada Banding
(5/PDT) spesialis kode etik dan saksi, hari saksi, gugatan ditolak
(Sp.B) pedoman Surat Surat penggugat
perilaku hakim Menghukum
penggugat untuk
membayar Rp
1.456.000,-.
10. 10 2015 Dokter Dengan sengaja Keterangan 8 1 tahun 6 bulan Keterangan  Menghukum Tidak -
(5/PDT&PID) spesialis melakukan saksi, surat bulan saksi, surat tergugat dengan ada
(Sp.B) praktek  Membayar denda
kedokteran sebesar Rp
tanpa izin 329.571.839,-
praktek. Dan
menyebabkan
matinya orang
lain
11. 11 2015 Perawat Dengan sengaja Keterangan 85 1 tahun 6 bulan Keterangan  Pidana penjara Ada. Banding
(233/PID) melakukan ahli, hari ahli, selama 1 (satu) ditolak
praktek Keterangan Keterangan tahun dan 6
kedokteran saksi, saksi, (enam) bulan

24
tanpa Surat (VeR) Surat (VeR)  Membayar
kompetensi kerugian atau
dan surat izin restitusi kepada
praktek terdakwa yakni
sebesar
Rp22.577. 974,00
12. 12 2015 Institusi, Perbuatan Surat 174 Mebayar ganti rugi Surat Menolak Ada Banding
(389/PDT) dokter melanggar hari moril dan materil permohonan ditolak
spesialis hukum dan sebanyak 1 milyar penggugat.
(Sp.OT), ingkar janji rupiah Menghukum
dokter penggugat dalam
gigi konpensi atau
tergugat dalam
rekonpensi untuk
membyar biaya
perkara yang
timbul sebesar Rp.
731.000,-
13. 13 2014 Insitusi Perbuatan Surat (RM, 290 Ganti Rugi Surat (RM, Menolak gugatan Ada. Banding
(225/PDT) (direktur Melawan kuitansi, hari seluruhnya : kuitansi, penggugat untuk ditolak
rumah Hukum yang hasil Rp. hasil seluruhnya.
sakit), menyebabkan rontgen, 7.276.199.541,- rontgen,
dokter penggugat lembar lembar Membebankan
spesialis cacat seumur persetujuan), persetujuan), biaya perkara
(Sp.OT) hidup bukti saksi bukti saksi dalam konvensi
kepada Penggugat
Konvensi/Tergugat
Rekonvensi,
seluruhnya
sebesar
Rp.971.000,00
14. 14 2013 Institusi, Perbuatan Bukti surat, 301 menuntut kepada Bukti surat, Menolak gugatan Ada Banding
(514/PDT) dokter melawan bukti saksi, hari para tergugat bukti saksi Penggugat untuk ditolak
umum, hukum dalam persangkaan secara tanggung seluruhnya.

25
dokter melakukan renteng untuk Membebankan
spesialis perawatan dan membayar ganti biaya perkara ini
(Sp.PA, pengobatan, kerugian sebesar 1 kepada Penggugat
Sp.B, yang berakibat milyar rupiah. sebesar Rp.
Sp.PD) terlambatnya 691.000,-
mengantisipasi/
mencegah
penyakit.
15. 15 2013 Dokter Perbuatan Persangkaan, 296 Ganti rugi material Persangkaan, Menolak gugatan Ada Banding
(130/PDT) gigi melawan bukti surat, hari sebesar Rp bukti surat, penggugat untuk ditolak
hukum yang bukti saksi 82.530.000,- bukti saksi seluruhnya.
menimbulkan Dan ganti rugi
kerugian imateril sebesar
Rp 100.000.000,-
16. 16 2012 Dokter Pelanggaran Bukti surat 24 Denda sebesar Bukti surat Menghukum Ada Banding
(1110/PID.SUS) Spesialis praktik (surat hari Rp.100.000.000, (Surat terdakwa dengan ditolak
(Sp.B) kedokteran, rujukan, biaya perkara rujukan, pidana penjara
pelanggaran rekam sebesar Rp.2.000 rekam selama 1 tahun 6
hukum yang medis, medis, bulan, membayar
menyebabkan kwitansi, kwitansi, biaya perkara
pasien hasil lab) hasil lab) sebesar Rp.2.500
meninggal
dunia
17. 17 2012 dokter Perbuatan Keterangan 265 Ganti rugi biaya Keterangan Mengabulkan Ada
(281/Pdt) spesialis melawan saksi, hari materil 1 milyar saksi, gugatan
(Sp.M), hukum yang Surat (rekam dan immaterial Surat (rekam penggugat
dokter menimbulkan medis) sebesar 1 triliun. medis) untuk sebagian.
umum, buta seumur
Institusi hidup Menghukum
I, tergugat I dan
Institusi tergugat II
II, IDI
untuk
Jawa
membayar
Barat,
kerugian

26
MKEK material
Jawa sebesar Rp 250
Barat, juta
KKI,
MKDKT, Menghukum
PERDAM untuk membayar
1 seluruh biaya
perkara sebesar
Rp 1.216.000,-
18. 18 2012 Institusi, Melanggar hak Surat, 262 Membayar Surat, Menolak gugatan Ada Banding
(71/PDT) Dokter subjektif Bukti saksi hari kerugian RP. Bukti saksi Penggugat untuk ditolak
spesialis penggugat 10.004.315.870,- seluruhnya.
(Sp.OG), Menghukum
Dokter Penggugat untuk
gigi membayar biaya
perkara sebesar
Rp. 396.000,-
19. 19 2011 Dokter Pelanggaran Bukti surat 306 Ganti rugi sebesar Bukti surat Menghukum Ada Banding
(515/PDT) Spesialis praktik (surat hari Rp.20.172.734.717 (Surat terdakwa dengan ditolak
(Sp.PA, kedokteran, rujukan, rujukan, membayar ganti
Sp.PD, pelanggaran rekam rekam rugi
Sp,PK, hukum yang medis, medis, Rp.2.000.000.000,
Sp.B) menyebabkan kwitansi, kwitansi, membayar biaya
pasien hasil lab) hasil lab) perkara sebesar
meninggal Rp.2.500.000
dunia
20. 20 2011 Badan Pelanggaran Bukti surat 356 Ganti rugi sebesar Bukti surat Membebaskan Ada Banding
(287/PDT) Layanan praktik (surat hari Rp.1.776.010.000 (surat terdakwa dari ditolak
Umum kedokteran, rujukan, rujukan, semua dakwaan,
RSCM pelanggaran rekam rekam Menghukum
hukum yang medis, medis, terdakwa dengan
menyebabkan kwitansi, kwitansi, membayar biaya
pasien cacat hasil lab) hasil lab), perkara sebesar
seumur hidup Rp.2.036.000

27
Saksi, Saksi
ahli
21. 21 2011 Dokter Melakukan Keterangan 155 Pidana penjara 3 Keterangan Membebaskan Tidak -
(90/PID) spesialis perbuatan yang saksi, hari tahun dan denda saksi, Tergugat I, II dan ada
(Sp.OG) karena Surat (RM, sebesar surat (RM, III dari semua
kealpaannya kwitansi) Rp.100.000 kwitansi) gugatan.
menyebabkan
matinya orang
lain.

Klasifikasi
Klasifikasi kasus Jumlah kasus %
Jenis pelanggaran hukum:
Perdata 16 kasus 77,00
Lama proses
Paling lama 356 hari
Paling singkat 129 hari
Rata-rata 247 hari
Denda tertinggi 2 milyar rupiah
Denda terendah 100 juta rupiah
Pidana 4 kasus 18,00
Lama proses
Paling lama 155 hari
Paling singkat 24 hari
Rata-rata 88 hari
Pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan
Pidana penjara paling singkat 5 bulan 15 hari
Perdata & Pidana 1 kasus 5,00
Lama proses 244 hari
Denda Rp 329.571.839,-
Pidana penjara 1 tahun 6 bulan

28
Jenis kasus:
Pelanggaran hukum yang mengakibatkan cacat seumur hidup 7 kasus 33,33
Pelanggaran hukum yang mengakibatkan matinya orang lain 4 kasus 19,05
Pelanggaran hukum yang berakibat terlambatnya mengantisipasi/ mencegah penyakit 1 kasus 4,76
Pelanggaran hukum yang berakibat kerugian 1 kasus 4,76
Menjalankan praktik kedokteran tanpa surat ijin atau bersamaan dengan praktik kefarmasian 3 kasus 14,29
Pelanggaran kode etik 4 kasus 19,05
Pelanggaran disiplin kedokteran 1 kasus 4,76

Tergugat
Dokter umum 2 kasus
Dokter spesialis 18 kasus
Spesialis bedah 6 kasus
Spesialis obgyn 4 kasus
Spesialis penyakit dalam 3 kasus
Spesialis orthopedic 2 kasus
Spesialis anestesi 1 kasus
Spesialis patologi anatomi 2 kasus
Dokter gigi 2 kasus
Perawat 1 kasus
Hasil putusan akhir:
Menang 7 kasus 33,33
Kalah 14 kasus 66,67
Tidak banding 4 kasus 19,05
Banding 17 kasus 80,95
Banding diterima 1 6,00
Banding ditolak 16 kasus 94,00

29

Anda mungkin juga menyukai