Anda di halaman 1dari 6

Nama : Sella Alferaria

No.reg : 4915131419

P.IPS A 2013

Mata Kuliah : SSI

Rangkuman

Buku Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat jawa merupakan terjemahan dari
The Religion of java karya Clifford Geertz yang menjelaskan mengenai sistem simbol, yaitu
bagaimana hubungan antara struktur-struktur sosial dalam suatu masyarakat dengan
pengorganisasian dan perwujudan simbol-simbol.

Didalam buku ini Geertz mengkaji tentang masyarakat Jawa di daerah Mojokuto yang
dilihatnya sebagai suatu sistem sosial, dengan kebudayaan yang akulturatif dan agamanya
yang sinkretik, yang terdiri dari tiga sub kebudayaan Jawa yang masing-masing merupakan
struktur sosial yang berlainan. Struktur sosial yang dimaksud adalah abangan, Geertz
mengemukakan bahwa varian ini secara luas dan umum diasosiasikan dengan desa. Tradisi
agama abangan yang utamanya terdiri dari pesta ritual yang dinamakan slametan, yaitu suatu
kompleks kepercayaan yang luas dan rumit tentang roh-roh dan seperangkat teori dan praktek
penyembuhan, ilmu tenung atau santet, dan ilmu ghaib lainnya yang diasosiasikan dengan
cara yang luas dan umum dengan desa-desa di Jawa.Abangan identik dengan para petani di
Jawa.Agama abangan menggambarkan sintesa petani antara hal-hal yang berasal dari kota
dan warisan kesukuan, satu sinkretisme sisa-sisa lama dari selusin sumber yang tersusun
menjadi satu konglomerat untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang berjiwa sederhana, yang
menanam padi diteras-teras yang diairi (Geertz 1960:229).Jadi dapat disimpulkan bahwa
varian agama abangan mengacu kepada apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang
disebut tradisi rakyat yang pokok, tradisi kaum petani.Inti ritual terdiri dari slametan atau bisa
dikatakan perjamuan dengan tetangga sekitar lingkungan yang diadakan dengan tujuan agar
slamet.Ada juga slametan yang dilakukan untuk memperingati hari lahir atau istilah jawanya
slametan weton dengan cara membuat bubur merah dan putih yang ditujukan kepada sesuatu
hal yang di yakini bahwa ada sesuatu yang memelihara (ngemong) seseorang atau dengan
istilah Jawa slametan weton ini ditujukan kepada kakang kawah adi ari-ari sedulur setangkep
yang menjaga kita.Arti dari slametan mempunyai makna syukur dan penghargaan terhadap
roh-roh yang telah memeberikan kelancaran dan keselamatan seluruh kegiatan.Dengan satu

1 | abangan, priyayi dan santri dari buku Clifford Geertz


komplek kepercayaan-kepercayaan tentang roh dan praktek-praktek penyembuhan, varian
abangan mencerminkan pemberian tekanan pada aspek-aspek animisme dan sinkretisme Jawa
secara keseluruhan, yakin sistem keagamaan pada umumnya.Satu ciri orang abangan adalah
sikap masabodoh terhadap ajaran agama dan hanya terpesona oleh perincian-perincian
upacara-upacara.Itulah secara singkatan gambaran varian abangan menurut Geertz.Santri,
varian ini berbeda dengan abangan, seorang abangan adalah orang yang tidak bersungguh-
sungguh sebagai pemeluk agama islam, sementara santri diidentifikasikan dengan mengacu
kepada cirri-ciri yang lebih pasti, kepada pola-pola kebudayaan yang hanya diasosiasikan
dengan orang-orang santri saja.Pola-pola ini termasuk satu sistem yang jelas tentang
kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai dan norma-norma yang lebih dikenal sebagai tradisi
agama islam.Menurut Geertz varian santri ini meliputi ritual-ritual pokok agama islam,
seperti kewajiban shalat lima waktu, shalat jumat di Masjid, berpuasa selama bulan
ramadhan, menunaikan ibadah haji ke Mekkah.Ia juga dimanifestasikan dalam satu komplek
organisasi sosial, amal, dan politik seperti Muhammadiyah, Masyumi, Nahdatul
Ulama.Memiliki nilai-nilai antibirokratik, bebas dan egaliter.Ketaatan melakukan ibadah
shalatlah yang pada tingkat terakhir merupakan ukuran santri, karena Priyayi dan Abangan
hampir tidak pernah melakukannya.Secara umum varian santri diasosiasikan dengan unsur
pedagang jawa, karena walaupun di daerah Mojokuto banyak guru-guru agama,Kiai tetapi
mereka pada dasarnya berprofesi menjadi pedagang untuk mencari nafkah.Oleh karena itu
keterlibatan aktif dalam agama islam merupakan ciri khas santri, maka wajarlah untuk
memperkirakan bahwa dikalangan penduduk Mojokuto, santri terdapat dalam setiap kategori
sosial.Varian priyayi menurut Geertz bahwa kaum priyayi adalah kaum elit yang sah,
memanifestasikan satu tradisi agama yang khas yang disebut sebagai varian agama priyayi
dari sistem keagamaan pada umumnya di Jawa.Kaum priyayi yang mencakup elite tradisional
dibedakan dari rakyat biasa karena memiliki gelar-gelar kehormatan yang terdiri dari
berbagai tingkat menurut hierarki hak dan kewajiban.Dalam arti-arti tertentu gelar-gelar itu
turun temurun.Mereka tidak menekankan unsur animisme dalam sinkretisme jawa secara
keseluruhan sebagaiman dilakukan oleh kaum abangan, tidak pula menekankan unsure islam
sebagaiamana dilakukan oleh kaum santri, melainkian yang mereka tekankan adalah unsure
Hinduismenya.

Buku ini dapat dikaji dari segi sejarah kebudayaannya yaitu bahwa masuknya
kepercayaan-kepercayaan atau agama- agama ke Indonesia mempengaruhi perkembangan
kebudayaan dari waktu ke waktu.Pertama adalah agama Hindu-Budha masuk ke Pulau Jawa

2 | abangan, priyayi dan santri dari buku Clifford Geertz


kira-kira pada abad ke-4 M.Dalam penyebaran kepercayaan Hindu-Budha lebih ditekankan
kepada para Raja-Raja atau kaum bangsawan, dengan tujuannya bahwa apabila Rajanya telah
memeluk kepercayaan tersebut, maka secara otomatis rakyatnya akan ikut memeluk
kepercayaan itu pula.Hal ini terjadi karena menurut rakyat bahwa para Raja atau kaum
bangsawan merupakan titisan dari para Dewa yang menjelma menjadi sosok manusia.Oleh
sebab itu golongan Priyayi biasanya merupakan elit birokrat atau ningrat yang masih
cenderung ke Hindu-Budha.Priyayi tadinya hanya mengacu kepada golongan bangsawan
yang turun-temurun, yang oleh Belanda telah dilepaskan dari ikatan dengan raja kerajaan-
kerajaan asli yang telah ditaklukan, lalu dijadikan pegawai negeri dan digaji.Elite pegawai ini
yang asal usulnya dari keraton Jawa Hindu zaman sebelum penjajah yang mempertahankan
tatakrama keraton yang sangat halus dan kesenian yang sangat komplek.Jadi Kebudayaan
yang dipelihara oleh kaum priyayi masih sangat kental berbau Hinduisme, seperti seni
wayang yang notabene merupakan kebudayaan dari India sehingga cerita yang dibawakan
masih berkisah tentang Ramayana,Bharatayudha dan belum tercampur dengan kebudayaan
lain.Setalah Hindu telah ada di Jawa, kemudian sekitar abad ke 11 M menurut buku ini islam
datang ke Indonesia dari India, dibawa oleh para pedagang India muslim.Karena rasa Timur
tengahnya pada kehidupan bagian luar telah ditumpulkan dan dibelokan ke dalam oleh mistik
India, ia hanya menimbulkan kontras minimal pada campuran Hinduisme, Budisme dan
animisme yang telah mempesona orang Indonesia.Islam diterima oleh banyak orang karena
ajarannya yang tidak mementingkan kasta,karena pada saat itu agama hindu-budha telah lebih
awal berkembang sehingga dalam proses penyebarannya dilakukan dengan mencampurkan
antara kebudayaan agama hindu dengan ajaran-ajaran islam seperti contoh pada saat sunan
Kalijaga melakukan dakwah dengan metode Wayang, tetapi isi ceritanya mengenai kisah para
rosul.Wayang yang notabene merupakan kebudayaan asli Hindu dijadikan suatu alat untuk
penyebaran islam.Oleh sebab itu ajaran islam lebih dapat diterima oleh masyarakat.Hal itu
pula yang menjadikan islam berkembag menjadi islam sinkretis atau islam abangan yaitu
islam yang masih menganut budaya-budaya yang berbau hindu, contohnya dalam hal
melaksanakan slametan-slametan, kaum abangan ini dalam prosesi slametan menggunakan
doa-doa dalam al Quran yang notabene tradisi-tradisi ini dalam perkembangannya dikatakan
musyrik atau bid’ah.Pada tahun 1912, munculnya Muhammadiyah dan Serikat Islam
kebangunan ortodoksi menyebar dari kota-kota ke desa-desa.Organisasi-organisasi
konservatif bangun untuk melawan apa yang mereka penyimpangan yang berbahaya dari
doktrin islam zaman pertengahan dalam program-program kelompok modernis, namun
mengesampingkan hal-hal yang merupakan detail, bahwa akhirnya muncul jemaah islam

3 | abangan, priyayi dan santri dari buku Clifford Geertz


sejati di Indonesia yaitu islam sejati atau islam murni.Jadi pada saat aliran islam murni
berkembang di Mojokuto banyak kebudayaan-kebudayaan yang meninggalkan hal-hal yang
masih berbau Hindu atau sinkretis, yang di adopsi hanyalah kebudayaan yang sesuai ajaran
agama islam, misalnya pada pembangunan Masjid diperkenalkan dengan arsitektur dari
Mekkah dengan adanya kubah Masjid yang pada awalnya bangunan Masjid masih memakai
atap berundak seperti Pura bagi agama Hindu.

Kesimpulan dan Analisis

Di dalam buku Geertz berisi penjelasan mengenai adanya tiga sub budaya dari
masyarakat Jawa yaitu abangan, santri dan priyayi yang menjelaskan mengenai sistem
simbol,yaitu, bagaimana hubungan antara struktur-struktur sosial dalam suatu masyarakat
dengan pengorganisasian dan perwujudan simbol-simbol. Masyarakat yang menjadi kajian
Geertz yaitu masyarakat Jawa daerah Mojokuto. Geertz melihat adanya suatu budaya yang
akulturatif dan sinkretik dari tiga sub kebudayaan yaitu abangan, santri, priyayi yang
memiliki struktur sosial secara masing-masingnya berlainan.

Terkait dengan varian abangan, dimana Geertz berpendapat bahwa varian agama
abangan mengacu kepada apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari yang disebut tradisi
rakyat yang pokok, tradisi kaum petani. Varian abangan ini cenderung diasosiasikan di Desa
yang subjeknya adalah kaum petani. Kemudian hal yang menonjol dari varian abangan ini
adalah ritual slametan serta kepercayaan masyarakat kepada hal-hal ghaib seperti roh-roh
dan lain sebagainya. Jadi, ritual slametan ini seperti melakukan upacara-upacara syukuran
dalam memberikan penghargaan kepada roh-roh dan hal-hal ghaib yang mereka percaya serta
mereka yakini yang mereka anggap telah memberikan kelancaran dalam kegiatan kehidupan
sehari-hari mereka. Uniknya dalam varian abangan ini yaitu sikap masa bodoh dalam
memandang agama lain.

Berbeda halnya dengan varian santri. Menurut Geertz Varian santri ini
diidentifikasikan lebih mengacu kepada hal-hal, tradisi, serta budaya yang jelas, yaitu yang
berbau agama islam. Jadi, didalam varian santri ini agama islam memiliki kedudukan yang
tinggi, setiap ritual – ritual pokok agama islam dan kewajiban tentang melaksanakan sholat
lima waktu, berpuasa dan lain sebagainya merupakan landasan bagi varian santri tersebut.

4 | abangan, priyayi dan santri dari buku Clifford Geertz


Selanjutnya tentang varian priyayi. Varian priyayi menurut Geertz bahwa kaum
priyayi adalah kaum elit yang sah, memanifestasikan satu tradisi agama yang khas yang
disebut sebagai varian agama priyayi dari sistem keagamaan pada umumnya di Jawa. Kaum
priyayi yang mencakup elite tradisional dibedakan dari rakyat biasa karena memiliki gelar-
gelar kehormatan yang terdiri dari berbagai tingkat menurut hierarki hak dan
kewajiban.Dalam arti-arti tertentu gelar-gelar itu turun temurun.Mereka tidak menekankan
unsur animisme dalam sinkretisme jawa secara keseluruhan sebagaiman dilakukan oleh kaum
abangan, tidak pula menekankan unsur islam sebagaiamana dilakukan oleh kaum santri,
melainkan yang mereka tekankan adalah unsur Hinduismenya.

Buku dari Geertz ini secara detail menjelaskan tentang macam-macam adat dan tradisi
yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Dari hal-hal yang remeh temeh seperti tentang
makhluk halus, macam-macam slametan, batik, sampai perkembangan suatu agama yang
mempengaruhi hasil-hasil kebudayaan. Tetapi Geertz menggunakan istilah-isitlah abangan,
santri, priyayi untuk mengklasifikasikan masyarakat jawa dalam golongan-golongan agama
tidaklah tepat karena dari beberapa literatur yang saya baca bahwa agama Jawa bukanlah
agama pemujaan leluhur melainkan berintikan prinsip sangkan paraning dumadi yaitu dari
mana manusia berasal, apa dan siapa dia pada masa kini,dan kemana arah tujuan hidup yang
akan dijalaninya. Penggolongan agama tersebut tidak sesuai, karena ketiga golongan tersebut
tidak bersumber pada satu sistem klasifikasi yang sama yaitu abangan dan santri merupakan
penggolongan menurut tingkatan ketaatan mereka menjalankan ibadah agama islam,
sedangkan priyayi merupakan penggolongan sosial.Menurut saya juga arti abangan ini Geertz
tidak menjelaskan secara jelas apa itu abangan adalah makna denotatif yang sifatnya
derogatif (merendahkan) atau abangan itu makna konotatif yang berasal dari kata “abang”
yaitu merah yang bisa diartikan sebagai islam merah lawan dari islam putih yang diajarkan
pada saat Muhammadiyah berdiri. Pembagian masyarakat Jawa kedalam tiga golongan
abangan, santri, priyayi menurut saya sudah tidak relevan lagi, karena sekarang telah terjadi
islamisasi terhadap golongan priyayi dan abangan.Sekarang ketiga golongan ini sulit untuk
dibedakan karena abangan dan priyayi sudah semakin menyatu menjadi santri, hal ini tidak
lepas dari peran organisasi Muhammadiyah dan ormas agama lain yang menyiarkan tentang
ajaran islam yang murni. Konsep tentang priyayi pun yang pada zaman dulu diidentikkan
dengan kaum ningrat, sekarang telah terjadi pergeseran makna bahwa sekarang yang dapat
dikategorikan priyayi tidak hanya orang yang mempunyai darah biru atau ningrat melainkan

5 | abangan, priyayi dan santri dari buku Clifford Geertz


orang yang mempuyai kedudukan dan derajat yang tinggi dapat dikatakan menjadi seorang
priyayi.

6 | abangan, priyayi dan santri dari buku Clifford Geertz

Anda mungkin juga menyukai