Anda di halaman 1dari 11

Case Report

ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL PADA


TINDAKAN EKSISIONAL & BIOPSI TERHADAP PASIEN SOFT
TISSUE TUMOR MAMMAE SINISTRA SUSPECT BENIGNA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti


Program Pendidikan Profesi Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Disusun oleh :
Danae Kristina Natasia, S.Ked
FAA 110 038
Pembimbing :
dr. Erlina Sigai, Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


RSUD dr. DORIS SYLVANUS/FK-UNPAR
PALANGKARAYA
JANUARI
2015
BAB I

KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Ad
Usia : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Padat Karya 1 RW.003
Berat Badan : 54 kg
No. MR : 18-59-39
Rencana Tindakan : Eksisional – Biopsi
Tanggal pemeriksaan : 26/02/2015

1.2 Preoperatif
1.2.1 Anamnesis
Pasien datang ke Poliklinik Bedah RSUD dr. Doris Sylvanus pada tanggal 24/2/2015 dengan
keluhan utama benjolan di payudara kiri sejak 10 hari SMRS.
Riwayat operasi sebelumnya(-), riwayat alergi obat(-), alergi makanan (-), astma(-),
hipertensi(-), penyakit jantung(-), DM(-), riwayat kejang(-), alkohol & merokok (-).
1.2.2 Pemeriksaan Fisik (21/01/2015)
A. Status Generalis
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Status Gizi
o BB : 54 kg
o TB : 145 cm
o IMT : 25,7 kg/m2
 Tanda vital
o TD : 110/60 mmHg suhu : 36,3 0C
o Nadi : 84 x/mnt RR : 18 x/mnt
 Cephal : normochepal, deformitas (-)
 Mata : conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-)
 Telinga : Bentuk telinga normal, deformitas (-), scar (-), edema (-),
hiperemis (-), sekret (-)
 Hidung : deformitas (-), sekret (-), edema (-), deviasi septum (-)
 Mulut : bibir kering (-), lidah kotor (-), gigi palsu (-), gigi goyang (-),
lidah besar (-)
 Tenggorokan : pembesaran tonsil (-) T1-T1, tonsil hiperemis (-), hiperemis
faring (-), uvula sentral (-), skor mallampati 1
 Collum : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
temporomandibula joint >7 cm.
 Pulmo : SDV +/ + Rh +/+ Wh -/-
 Cor : S1-S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen : Supel, BU (+) normal, tymphani, massa sukar dinilai, nyeri
tekan (-), hepatosplenomegali (-)
 Ekstremitas atas : akral hangat
 Ekstremitas bawah : akral hangat, pitting oedema -/-
1.2.3 Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
24 Februari 2014
Hb : 14,7 g/dL HT : 43%
Leukosit : 7300/uL Eritrosit : 4,8 Juta/uL
Trombosit : 229.000/uL
CT : 4’ 00”
BT : 2’ 00”
1.2.4 Resume Visite Preoperatif
Assesment : ASA PS I
Diagnosis prabedah : Soft Tissue Tumor Mammae Sinistra Suspect Benigna
Jenis pembedahan : Eksisional - Biopsi
Keadaan prabedah (26/02/2010 J. 17.00 WIB) :
- BB : 54 kg; Hb : 14,7 g/dL;
- TD : 110/60 mmHg; nadi : 84x/menit, suhu 36,3oC
- Dipuasakan mulai pukul 02.00 WIB
Rencana tindakan anestesi : Anestesi umum dengan intubasi
1.3 Manajemen Anestesi di Kamar Bedah
1. Preoperatif
- Persiapan anestesi :
a. Pasien puasa 6 – 8 jam preoperatif.
b. Dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan operasi, lembar
konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat yang diperlukan.
c. Dilakukan pemeriksaan tanda vital.
d. Pemasangan IV line dengan cairan Ringer Laktat pada tangan kiri.
e. Pemasangan Kateter urin.
f. Mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi.
- Managemen terapi cairan :
a. Kebutuhan Cairan Basal (KCB)  BB 50 kg
I. 10 kg x 4 cc = 40 cc
II. 10 kg x 2 cc = 20 cc
III. 34 kg x 1 cc = 34 cc
Jumlah cairan maintanance : 94cc/jam.
b. Kebutuhan cairan puasa (KCP)  BB 54 kg
= lama puasa (jam) x M
= 7 x 94
= 658 cc
c. Kebutuhan intraoperatif (KIO)  operasi sedang (4 – 6 cc/kg)
= (4 – 6 cc) x 54 kg
= 216 – 324 cc
d. Perdarahan
e. Cara pemberian penggantian cairan selama operasi
Jam Pertama = KCB + KIO + 50% KCP
= 94 + 324 + 50% x 658
= 747 cc

Jam Kedua = KCB + KIO + 25% KCP


= 94 + 324 + 164,5
= 582,5 cc

Jam Ketiga = KCB + KIO + 25% KCP


= 94 + 324 + 164,5
= 525 cc
Keterangan :
KCB : kebutuhan cairan basal
KCP : kebutuhan cairan puasa
KIO : kebutuhan intraoperatif
- Persiapan alat yang digunakan :
Scope : Stetoskop, laringoskop
Tube : ETT (cuffed) no. 6 ½ , 7, dan 7 ½
Airway : Oropharingeal airway
Tape : Plester
Introducer : Stilet
Connector : Penyambung antara pipa dan mesin anastesi
Suction : Memastikan alat berfungsi dengan baik
- Persiapan obat-obatan anestesi :
Emergency drugs : Efedrin (5mg/ml), SA (0,25mg/ml), Dexametasone (5 mg/ml)
Premedikasi : Ondansentron (2mg/ml), Fentanyl (10 mcg/ml), midazolam
1mg/ml
Induksi : Propofol (10mg/ml), ketamin (10mg/ml)
Muscle relaxan : Rocuronium bromide (10mg/ml)
Lain-lain : Ketorolac (30mg/ml), asam tranexamat (500 mg/5mL),
neostigmine methysulfate (0,5 mg/mL), lidokain 1%
(10mg/ml), Naloxone (0,4 mg/mL)
2. Intraoperatif (Durante operatif)
- Jenis anestesi : Anestesi umum
- Teknik anestesi : Anestesi umum dengan Intubasi
- Lama anestesi : 08.45 – 09.50 WIB
- Lama operasi : 09.05 – 09.35 WIB
- Obat-obatan yang digunakan :
1. Midazolam 2,5 mg (iv)
2. Fentanyl 100 mcg (iv)
3. Lidokain 1% 50 mg (iv)
4. Propofol 100 mg (iv)
5. Rocuronium bromide 30 mg (iv)
- Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di meja operasi, kemudian dipasang
monitor dan mencatat hasil tanda vital, saturasi O2 yang terdapat pada monitor :
o TD : 144/82 mmHg
o Nadi : 89 x/menit
o RR : 16 x/menit
o SpO2 : 99%.
- Memberikan premedikasi berupa midazolam sebanyak 2,5 mg (iv).
- Memberikan fentanyl 100 mcg (iv).
- Induksi dengan propofol 100 mg (iv) yang didahului dengan pemberian lidokain
1% sebanyak 50 mg (iv).
- Preoksigenasi O2 100% sampai pasien masuk kedalam stadium anestesi.
- Memberikan muscle relaxan rocuronium bromide 30 mg (iv) sebelum
pemasangan intubasi.
- Oksigenasi O2 100% selama ± 45- 90 detik hingga refleks bulu mata (-)
- Laringoskopik dan intubasi ETT 7.0 mm ID
- Menyambungkan ETT dengan mesin ventilator anestesi
- Cuff dikembangkan, auskultasi kedua lapang paru untuk evaluasi letak ETT dan
dada mengembang simetris.
- Jika sudah simetris, memfiksasi ETT disudut mulut kanan ± 0,5 cm kearah lateral
bawah.
- Menutup kedua mata pasien dengan menggunakan kassa dan plester.
- Memberikan ventilasi dan oksigenasi positif sebanyak 12 – 14 kali/menit.
- Maintanance dengan O2 100% + Sevoflurane 2 – 3 Vol%.

- Tabel observasi tanda vital dan saturasi oksigen selama operasi


Waktu TD (mmHg) Nadi (x/menit) SpO2 (%)
08.50 142/83 88 99
08.55 95/67 84 99
09.00 161/115 79 99
09.05 105/73 100 100
09.10 112/83 89 100
09.15 140/113 78 100
09.20 150/85 78 100
09.25 112/84 81 99
09.30 122/82 78 99
09.45 150/90 79 99
09.50 110/75 78 99

- Sevoflurane dikurangi dan dihentikan beberapa menit sebelum operasi selesai.


Pasien hanya diberikan O2.
- Dilakukan suction untuk member sihkan mukus yang terdapat dijalan nafas.
Setelah pasien batuk (+), pasien mulai sadar, EET dilepas dan pasien diberikan
O2 paranasal. Pasien mulai sadar oropharyeal airway dilepas.
- Pasien dipindahkan ke recovery room (RR).
- Total pemberian cairan ± 600 cc dan produksi urin ± 100 cc (65 menit)
3. Postoperatif
- Setelah dipindahkan ke recovery room, pasien dipasang oksigen nasal dan alat
untuk memantau saturasi oksigen.
- Monitoring keadaan pasien hingga sadar penuh.
- Anjuran post op jika pasien sudah diantar kembali keruangan:
1. Observasi KU dan TTV setiap 30 menit.
2. Boleh makan dan minum jika sadar penuh (+) mual muntah (-) pusing (-).

BAB II
PEMBAHASAN

Pasien Ny. ST, 35 th dengan diagnosis kista ovarium pro kistektomi ASA PS II
dilakukan tindakan berupa anestesi umum dengan intubasi. Pasien ini masuk kategori ASA
PS II karena peningkatan fungsi hati diatas normal (SGPT >35 U/L). Anestesi umum
merupakan pemberian secara menyeluruh disertai dengan hilangnya kesadaran.1 anestesi
umum juga dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan tidak sadar yang bersifat sementara
yang diikuti oleh hilangnya rasa nyeri diseluruh tubuh akibat pemberian obat anestesi.3
Memiliki 3 trias yaitu hipnotik, analgetik dan relaksasi. Pada pasien ini seluruh obat-obatan
anestesi diberikan secara intravena.

Jenis anestesi umum yang digunakan pada pasien ini adalah jenis anestesi intravena
total dengan intubasi. Jenis anestesi ini di indikasikan untuk operasi-operasi yang
memerlukan lapangan operasi yang optimal, dan untuk menjaga patensi dari jalan nafas
pasien digunakan teknik intubasi.

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi, terutama untuk meredakan
kecemasan dan ketakutan. Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa pemberian
midazolam 2,5 mg (iv). Midazolam merupakan golongan benzodiazepine yang bersifat
hipnotik – sedatif dan dapat menciptakan amnesia anterograde. Midazolam
dikontraindikasikan pada pasien hamil.2

Fentanyl merupakan analgetik golongan opioid kuat yang diberikan sebagai


premedikasi dengan dosis 1 – 2 mcg/kgBB dengan onset kerja 30’ dan durasi kerja selama
30 – 60 menit. Fentanyl juga memiliki efek menurunkan respon refleks presor terhadap
intubasi. Setelah tahap premedikasi dan pasien sudah dalam keadaan rileks, diberikan obat
induksi berupa propofol sebanyak 100 mg (iv). Kandungan propofol sebagian besar terdiri
dari lemak, sehingga saat penyuntikan seringkali terasa nyeri, oleh karena itu 1 menit
sebelumnya diberikan lidokain 1% 50 mg (iv). Selain itu lidokain juga memiliki manfaat
untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial dan intraokuler saat ekstubasi. Pasien
diberikan ventilasi positif dan oksigenasi untuk menjaga saturasi oksigen yang optimal saat
pasien berada pada stadium anestesi.

Rocuronium bromide adalah salah satu muscle relaxan yang dapat menurunkan
refleks semua otot didalam dalam tubuh termasuk otot didaerah laring yang nantinya akan
memudahkan pemasangan intubasi. Rocuranium memiliki dosis 0,6 – 1,2 mg/kgBB sehingga
pasien ini mendapatkan 30 mg yang disuntikan secara intravena. Onset kerja berkisar
45 – 90’ dan durasi kerja selama 15 – 120 menit.

Setelah muscle relaxan bekerja, dilakukan pemasangan intubasi dengan cara


melakukan laringoskopik, yaitu laringoskop dipegang menggunakan tangan kiri dan jari
tangan kanan melakukan cross-finger untuk membuka mulut pasien. Laringoskop
dimasukkan pada bagian kanan mulut pasien, dan menggeser lidah kekiri. Secara visual
mengidentifikasi epiglotis dan pita suara. Dengan hati-hati memasukkan ETT kedalam trakea
sampai dengan batas marker 18 – 20. Kembangkan cuff dan auskultasi untuk memastikan
letak pipa, setelah terdengar simetris dikedua lapang paru, ETT difiksasi disudut mulut kanan
pasien.

Maintanance menggunakan O2 100% yang dikombinasi dengan sevoflurane sebanyak


2- 4 vol%. Sevoflurane merupakan anestesi inhalasi yang selain memiliki efek hipnotik, juga
sebagai analgetik ringan.3 Sevoflurane memiliki keuntungan antara lain induksi cepat, lancar,
dan pemulihan yang cepat.

Pemasangan ETT diharapkan dapat menjaga patensi jalan nafas, mencegah aspirasi
dan regurgitasi serta mempermudah dalam pemberian ventilator mekanik. Komplikasi yang
dapat terjadi akibat pemasangan ETT adalah trauma gigi geligi, laserasi bibir, faring dan
laring, refleks simpatis meningkat (takikardi, hipertensi), aspirasi hingga spasme bronkus dan
laring yang dapat menyebabkan kematian. Untuk mencegah komplikasi tersebut diperlukan
keterampilan dan banyak berlatih agar berbagai komplikasi tersebut dapat diminimalisir
seringan mungkin.

BAB III

KESIMPULAN
Telah dilaporkan penatalaksanaan anestesi umum pada operasi laparotomi –
kistektomi pada penderita Ny. ST, usia 35 tahun, status fisik ASA II. Dengan diagnosis kista
ovarium dengan menggunakan teknik anestesi semi closed dengan ETT no.7.0 mm ID
respirasi terkontrol.
Untuk mencapai hasil maksimal dari anestesi seharusnya permasalahan yang ada
diantisipasi terlebih dahulu sehingga kemungkinan timbulnya komplikasi anestesi dapat
ditekan seminimal mungkin. Dalam kasus ini selama operasi berlangsung tidak ada hambatan
yang berarti baik dari segi anestesi maupun dari tindakan operasinya. Selama di ruang
pemulihan juga tidak terjadi hal yang memerlukan penanganan serius. Secara umum
pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada hal-hal
yang perlu mendapat perhatian.

DAFTAR PUSTAKA
1. Leksana E. Anestesi Umum. SMF/bagian anestesi dan terapi intensif FK UNDIP:
Semarang; 2004.
2. Latief AS, dkk. Petunjuk praktis anestesiologi: anestesi umum. Ed.Kedua. Bagian
anestesiologi dan terapi intensif, FKUI. 2002
3. Mangku G, Senapathi TGA. Buku ajar ilmu anestesia dan reanimasi. Edisi 1. Jakarta:
Permata Puri Media; 2009.

Anda mungkin juga menyukai