Anda di halaman 1dari 2

Literasi Digital Sebagai Pedoman Berkomunikasi di Era Digital

Oleh: Chica Kurniawan

Beberapa waktu lalu tepatnya pada tanggal 17 april 2019, masyarakat Indonesia telah
melaksanakan sebuah pesta demokrasi terbesar, yakni pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta
pemilihan Kepala Daerah serentak untuk periode 2019-2024. Namun ada hal yang sebenarnya cukup
menjadi perhatian oleh beberapa kalangan masyarakat menjelang hari pemilihan yakni tingginya
tingkat persebaran berita hoax atau berita bohong menjelang pemilu, bahkan walupun kominfo telah
memblokir ribuan situs-situs dan portal berita hoax, tetap saja banyak berita bohong yang masih
banyak beredar dikalangan masyarakat lantaran berita hoax tersebut masyarakat sendirilah yang
terlalu mudah percaya dan langsung meyebarkannya. Hal ini menjadi menjadi pertanyaan dibenak
saya, mengapa masih banyak masyarakat yang mudah percaya dengan berita di media sosial tanpa
melakukan check and recheck terhadap apa yang mereka baca? Lantas bagaimana peran dan tindakan
pemerintah dalam hal ini?

Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas undang-undang nomor 11


tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”) mengatur mengenai
penyebaran berita bohong dimedia elektronik menyatakan: setiap orang dengan sengaja dan tanpa
hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakbiatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik. Jika melanggar ketentuan pasal UU ITE ini dapat dikenakan sanksi
sebagaimana di atur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, yaitu: setiap orang yang dengan sengaja
dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) di pidana
dengan paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda palig banyak Rp 1 miliar.

Namun dalam hal ini, saya tidak menitik beratkan masalah pada undang-undang ataupun
aturan yang berlaku, namun lebih kepada kebijakan masyarakat dalam menggunakan media
elektronik dalam berkomunikasi. Jika kita perhatikan, ada satu pola kebiasaan yang terjadi di
beberapa kalangan masyarakat, yakni adanya kebiasaan menyebarkan berita dengan tanpa mencari
kebenaran dari berita tersebut. Kebanyakan dari mereka hanya menyebarkan berita hanya agar terlihat
lebih “update” di media sosial, hal ini tentu dapat berakibat buruk karena berita yang disebarkan
belum tentu kebenaranya.
Lantas bagaimana langkah yang harus dilakukan dalam mengatasi hal ini?
Literasi digital
Dalam rumusan Cornell University {2009) Digital literacy is the ability to find, evaluate,
utilize, share, and create content to using information technologies and the internet. Yang dapat
diartikan bahwa adalah kemampuan seseorang dalam menemukan, mengevaluasi, memanfaatkan,
membagikan serta membuat sebuah konten dengan menggunakan teknologi internet.

Jika kita perhatikan, pendidikan literasi digital di Indonesia masihlah sangat minim, hal ini
tercermin dari tingginya kasus pelanggaran yang terkait dengan UU ITE serta tingginya tingkat
persebaran berita hoax dikalangan masyarakat. Hal ini tentunya harus menjadi tanggung jawab semua
pihak, baik pemerintah maupun masyarakat sendiri. Pemerintah sebenarnya telah melakukam
beberapa tindakan preventiv untuk menangkal berita hoax seperti menghapus akun-akun atau portal-
portal berita penyebar berita hoax, namun tindakan-tindakan tersebut masih dirasa kurang efektif dan
mengena ke masyrakat dikarenakan persebaran berita hoax sangat masif dan cenderung sulit di
tanggulangi.

Pemerintah dalam hal ini seharusnya mampu lebih giat lagi dalam mensosialisasikan geliat
literasi digital sebagai pendidikan diera digital seperti saat ini, mengingat telah tingginya pengguna
media sosial di Indoesia yang bahkan telah mencapai 132 juta pengguna pada tahun 2016 menurut
APJII (Asosiasi Penyelengara Jasa Internet Indonesia). Terlebih diera digital dan industry 4.0 ini telah
terjadi perubahan pola interaksi sosial antar masyarakat. Hal ini tentunya merupakan sebuah kondisi
yang sangat urgent apabila para stakeholder yang menaungi gagal dalam memberikan pemahaman
mengenai pentingnya literasi digital.

Selain itu, pemerintah juga harus mensosialisasikan lebih dalam lagi kepada masyarakat
mengenai literasi digital tidak hanya di sekolah namun juga kepada keluarga-keluarga, hal ini sangat
di perlukan karena keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama yang diberikan khususnya kepada
anak-anak sebelum pendidikan ke bangku sekolah.

Dengan pendidikan literasi digital yang optimal maka diharapkan akan memberikan dampak
yang positif terhadap masyarakat, dan masyarakat pun akan lebih bijak dalam menggunakan media
sosial dalam berkomunikasi dengan tanpa membatasi penggunaannya, selain itu juga masyarakat
tidak akan tidak mudah terpapar dengan berita hoax, meningkatkan minat baca dikalangan masyrakat,
dan masih banayak manfaat lainya.

Maka dari itu, hendaklah kita bijak dalam menggunakan media social dengan memeriksa
kembali fakta dari informasi yang kita baca dan tidak percaya begitu saja dengan informasi yang
dibaca, dan jangan disebarluaskan apabila informasi tersebut dirasa tidak benar.

Anda mungkin juga menyukai