Anda di halaman 1dari 4

TAUHID MENURUT ABU MANSHUR AL MATURIDI

Oleh kelompok 13 (Anida Khoirunnisa/190886026 & Rahmi Aulia/1908086011)

A. Riwayat Hidup Abu Manshur Al – Maturidi


Imam Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Abu Manshur Al-Maturidi
(lahir di Maturid Samarkand, yang tanggal kelahirannya sulit di lacak, diperkirakan
pada pertengahan abad ke-3 Hijriyah, tetapi wafat Al-Maturidi, di sebutkan oleh banyak
referensi adalah pada tahun 333 Hijriyah).

Al-Maturidi sebagai pendiri aliran Al-Maturidiyah, adalah seorang ahli fiqih


madzhab Hanafi, belajar fiqih Hanafi pada dua orang ulama besar mazdhab Hanafi,
yaitu Muhammad bin Muqatil Ar-Rozi (w. 248 H), dan Nushair bin Yahya Al-Balkhi
(w. 228 H). Ia mempunyai hubungan nashab dengan sahabat Nabi Saw yaitu Abu Ayub
Al- Anshori, yang rumahnya di tempati oleh Nabi Muhammad Saw pada hari – hari
awal berada di Madinah setelah hijrah. Wilayah Samarkand pada waktu Al-Maturidi
berada disana merupakan salah satu kawasan peradaban yang maju, menjadi pusat
kehidupan intelektual disamping pusat perkembangan sekte – sekte keagamaan, baik
dilingkungan islam maupun non islam.

1. Masa Hidup dan Nasab

Al-Maturidi wafat pada tahun 333 H/944 M. Keterangan ini banyak di


sepakati pada ahli sejarah. Dengan demikian, sekiranya keterangan Ayub Ali itu
benar, maka masa hidup al-Maturidi berarti hampir mendekati 100 tahun, tepanya
85 tahun menurut perhitungan tahun Hijriyah atau 82 tahun menurut perhitungan
tahun Masehi.

Masa hidup al-Maturidi tersebut kebetulan berada dilingkungan penguasa


Samarkand yang terkenal luhur budi, cinta ilmu, dan senantiasa memuliakan para
ulama, yakni keluarga Abu Saman yang menguasai wilayah Khurasan dan
Transoxania dari tahun 261 H s/d 389 H.

Nasab atau garis keturunannya, para ahli sejarah bersepakat bahwa


nasabnya bermuara pada seorang sahabat yang pernah disinggahi oleh Rasulullah
SAW. Ketika awal hijrahnya ke Madinah, yakni Abu Ayub Khalid bin zaid bin
Kulaib al-ansari. Karenanya Imam al- Bayadi menyebutkan nama al-Maturidi
dengan akhiran “al Ansari”. Sehingga nama lengkapnya menjadi “Abu Mansur
Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al- Maturidi al-Ansari”.

B. Pemikiran Abu Mansur Al-Maturidi


1. Tokoh-Tokoh Dan Ajarannya
Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr
Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada
tahun 493 Hijriyah. Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena
neneknya adalah murid dari Al-Maturidi. Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa
orang murid, yang salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-
537 H), pengarang buku al- ‘Aqa’idal Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-
Juwaini.
2. Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidiyah
a. Akal dan wahyu;
b. Perbuatan manusia;
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan;
d. Sifat Tuhan;
e. Melihat Tuhan;
f. Kalam Tuhan;
g. Perbuatan manusia;
h. Pelakku dosa besar;
i. Pengutusan Rasul;
3. Pengaruh Al Maturidi di dunia Islam
Aliran al-Maturidiyah ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal
ini bisa dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah
antara akal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal dalam
menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy. Aliran ini juga
berusaha menghubungkan antara fikir dan amal.
C. Perbedaan Asy’ariyah dan Maturidiyah
1. Pandangan-pandangan Asy’ariyah
a. Bahwa Tuhan mempunyai sifat.
b. Al-Qur’an itu qadim, dan bukan ciptaan Allah, yang dahulunya tidak ada.
c. Tuhan dapat dilihat kelak di akhirat, tidak berarti bahwa Allah itu adanya karena
diciptakan.
d. Perbuatan-perbuatan manusia bukan aktualisasi diri manusia, melainkan
diciptakan oleh Tuhan.

e. Keadilan Tuhan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan berkuasa mutlak dan
berkehendak mutlak.

f. Mengenai anthropomorfisme.

g. Menolak konsep tentang posisi tengah (manzilah bainal manzilataini).

2. Pemikiran-pemikiran Asy’ariyah yang terpenting adalah berikut ini:


a. Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu,
seperti mempunyai tangan dan kaki dan ini tidak boleh diartikan secara hartiah,
melainkan secara simbolis (berbeda dengan kelompok siatiah).
b. Kebebasan dalam berkehendak (free will)
c. Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Dalam menentukan baik dan buruk pun terjadi perbedaan di antara
mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada
wahyu, sedangkan Mu’tazilah berlandaskan pada akal.
d. Qadimnya Al-Qur'an
Al-Asy’ari mengatakan bahwa walaupun Al-Qur'an terdiri atas kata-
kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya
tidak qadim.
e. Melihat Allah
Al-asy’ari tidak sependapat dengan kelompok ortodoks ekstrim,
terutama Zahiriyah yang menyatakan bahwa Allah dapat dilihat di akherat dan
mempercayai bahwa Allah bersemayam di Arsy.
f. Keadilan
Pada dasarnya Al-asy’ari dan Mutazilah setuju bahwa Allah itu adil.
Mereka hanya berbeda dalam memandang makna keadilan.
g. Kedudukan orang berdosa
Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang di anut Mu’tazilah.
3. Persamaan dan Perbedaan
a. Tentang sifat Tuhan
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang
relatif sama.
b. Tentang Perbuatan Manusia
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah.
c. Tentang Al-Quran
Pandangan Asy`ariyah sama dengan pandangan Maturidiyah.
d. Tentang Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah.
e. Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama
mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi
kafir dan tidak gugur ke-Islamannya.
f. Tentang Janji Tuhan
Keduanya sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya.
g. Tentang Rupa Tuhan
Keduanya sama-sama sependapat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengandung informasi tentang bentuk-bentuk fisik jasmani Tuhan harus
ditakwil dan diberi arti majaz dan tidak diartikan secara harfiyah.

Anda mungkin juga menyukai