Anda di halaman 1dari 10

FORMULASI

SEDIAAN TETES TELINGA

OLEH :

Novianti Dwi Anggraeny (AKF18045)

AKFAR 3B

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG

2019
Formula Obat Tetes Telinga

1. DASAR TEORI

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, larutan tetes telinga atau larutan otic
adalah larutan yang mengandung air atau gliserin atau pelarut lain dan bahan
pendispersi, untuk penggunaan pada telinga luar misalnya larutan otic benzokain dan
antipirin, larutan otic neomisin dan polimiskin sulfat dan larutan otic hidrokortison.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III Guttae auriculars atau tetes telinga
adalah obat tetes yang digunakan untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke
dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain, tetes telinga dibuat menggunakan cairan
pembawa bukan air. Cairan pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan
yang cocok agar obat mudah menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan
gliserol dan propylenglikol. Dapat juga digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan
minyak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan
lain yang cocok. Keasaman-kebasaan kecuali dinyatakan lain pH 5,0–6,0
penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam wadah tertutup rapat.
Komposisi pada sediaan steril tetes telinga yakni sebagai zat aktif, misalnya
neomisin, klorampenikol, gentamycin sulfat dll. Zat tambahn bukan air, misalnya
pelarut gliserin, propileglikol, etanol, minyak nabati, dan heksilenglikol. Antioksidan :
alfa tokoferol, asam ascorbat, Na-Disulfida, Na-Bisulfit. Pengawet : Klorbutanol
(10,5 %) dan kombinasi paraben pensuspensi adalah Span dan Tween. Zat aktif yang
digunakan untuk sediaan tetes telinga biasanya yang digunakan untuk melunakkan
kotoran telinga, misalnya : minyak mineral encer, minyak nabati, asam peroksida.
Sebagai antiinfeksi, misalnya kloramfenikol, neomisin, kolistin fosfat, polimiksin B
sulfat, gentamicyn. Sebagai anti septik dan anestesi, misalnya fenol, AgNO3, lidokain
HCl, dan benzokain. Sebagai anti radang, misalnya hidrokortison dan deksametazone,
natrium fosfat. Untuk membersihkan telinga, misalnya spiritus, evaluasi yang
dilakukan untuk sediaan steril tetes telinga adalah uji organoleptis yaitu bau, warna
dan rasa. Uji kejernihan, uji pH : pH standar untuk tetes telinga adalah 5,5-6,5.

Sediaan disterilkan dengan cara berikut :

A. Pemanasan dalam Autoclaf


Sediaan yang akan disterilkan diisikan ke dalam wadah yang cocok, kemudian
ditutup kedap. Jika volume dalam air tidak lebih dari 100 ml, sterilisasi dilakukan
dengan uap air jenuh pada suhu 115 o hingga 30 menit. Jika volume dalam setiap
wadah lebih dari 100 ml, waktu sterilisasi diperpanjang, hingga seluruh isi dalam
setiap wadah tergantung pada sushu 115 o hingga 30 menit
B. Pemanasan dengan bakerisida.
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam
larutan Clorokresol PO, 2% b / v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan
sesuai wadah, kemudian ditutup kedap. Jika volume dalam setiap wadah tidak
lebih dari 30 ml, panaskan pada suhu 98 o hingga 100⁰ selama 30 menit. Jika
volume dalam setiap wadah lebih dari 30 ml, waktu sterilisasi diperjanjang,
hingga seluruh isi dalam setiap wadah hingga pada suhu 98 o hingga 100⁰ selama
30 menit. Jika dosis tunggal obat digunakan lebih dari 15 ml, pembuatan tidak
dilakukan dengan cara ini. Obat suntik yang diberikan intrateka, intrasisterna atau
peridura tidak boleh dibuat dengan cara ini.
C. Penyaringan larutan.
Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah
akhir yang steril, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik.
D. Pemanasan Kering
Sediaan yang akan disterilkan dimasukkan ke dalam wadah kemudian
ditutup kedap atau penutup ini dapat bersifat smentara untuk mencegah cemaran.
Jika volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 mL, panaskan pada suhu 150⁰
selama 1 jam, jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 mL, waktu 1 jam
dihitung setelah seluruh isi tiap wadah mencapai suhu 150⁰. Wadah yang tertutup
sementara, kemudian ditutup kedap menurut teknik aseptik.

2. KARAKTERISTIK BAHAN
a. Kloramfenikol (FI edisi III Hal 143)
Nama obat : CHLORAMPHENICOLUM
Sinonim : Kloramfenikol
Pemerian : Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng, memanjang,
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan, tidak
barbau, rasa sangat pahit. Dalam larutan asam lemah, mantap.
Kelarutan : Larut dalam lebih kurang 400 bagian air, dalam 2,5 bag.
Etanol (95%) P dan dalam 7 bag. Propilenglikol P, sukar larut
dalam kloroform P dan dalam eter.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Jarak Lebur : Antara 149° dan 153°

Sterilisasi : dengan oven

Penggunaan : Antibiotikum yaitu zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme


yang berkhasiat untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme atau secara spesifik berguna
sebagai bakteriostatik atau bakteiosid.
b. Propilenglikol (FI edisi III Hal 534)
Nama obat : PROPYLENGLYCOLUM
Sinonim : Propilenglikol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, menyerap air pada udara lembab
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan dengan
kloroform p, larut dalam eter p, dan dalam minyak esensial
tetapi tidak dapat campur dengan dengan minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Sterilisasi : dengan oven
Penggunaan : Zat tambahan, pelarut
c. Metil paraben (FI edisi III hal 378)
Nama obat : METHYL PARABENUM
Sinonim : metil paraben, nipagin
Pemerian : serbuk hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai
rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan : Larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih,
dalam 3,5 bagian etanol (95%) dan dalam 3 bagian aseton,
mudah larut dalam eter dan dalam larutan alkali hidroksida,
larut dalam 60 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian
minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap
jernih
Suhu lebur : 125⁰ - 128⁰
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Sterilisasi : dengan oven
Penggunaan : Zat tambahan dan zat pengawet
3. ALASAN PEMILIHAN BAHAN
a) Zat Aktif
Kloramfenikol merupakan zat aktif yang digunakan pada pembuatan obat.
Dalam sediaan tetes telinga yakni berkhasiat sebagai antibiotik (zat-zat yang
digunakan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme) tetapi dalam
pembuatannya zat ini tidak boleh terlalu banyak karena efeknya sangat fatal yakni
terjadi iritasi. Kloramfenikol merupakan antibiotik spektrum luas. Kloramfenikol
berhubungan dengan gangguan darah yang serius sebagai efek yang tidak diinginkan
sehingga harus disimpan untuk pengobatan infeksi berat, terutama yang disebabkan
hemofilus influenza dan demam tifoid.
b) Zat Tambahan
Propylenglikol merupakan zat tambahan yang berguna sebagai pelarut dari
kloramfenikol, selain sebagai pelarut yang umum dalam pembuatan sediaan tetes
telinga.Propylenglikol juga digunakan karena kloramfenikol sukar larut dalam air
sehingga digunakan propylenglikol sebagai pelarut.

c) Pengawet
Digunakan pengawet karena sediaan mengandung minyak yang bersifat
mudah tengik. Pengawet digunakan untuk meningkatkan stabilitas sediaan dengan
mencegah terjadinya kontaminasi mikroorganisme. Digunakan kombinasi zat
pengawet metil paraben dengan konsentrasi 0, 12% - 0, 18% dan propil paraben
dengan konsentrasi 0, 02% - 0, 05%. (Handbook Of Pharmaceutical Exipients Edisi 6
halaman 442).

4. FORMULASI STANDAR DAN RANCANGAN


(Fornas edisi II hal 64 )
Komposisi Tiap 10 mL menandung
Chloramphenicol 1g
Propylenglikolum ad 10 mL
5. FORMULASI RANCANGAN
Tiap 10 mL menandung
Chloramphenicol 1g
Metil paraben 0,12%
Propylenglikolum ad 10 mL

6. PENIMBANGAN BAHAN
1. Kloramfenikol 1 gram
7
Dilebihkan 7 % = 100 x 1 = 0,07 gram

Jadi, yang ditimbang = 1 + 0,07 = 1,07 gram


2. Metil paraben 0,12%
0,12
Metil paraben 0,12% = = 0,0018 g
100
7
Dilebihkan 7% = 100 x 0,0018 = 0,000126 g

Jadi, yang ditimbang = 0,00018 + 0,000126 = 0,000306 g


= 0,306 mg
Catatan :
Dalam sediaan tetes telinga digunakan zat pengawet metil paraben
dengan konsentrasi 0, 12% - 0, 18% dan propil paraben dengan konsentrasi 0,
02% - 0, 05%.
Kelompok kami memilih metil paraben dengan konsentrasi 0,18%
3. Propilenglikol 10 mL
7
Dilebihkan 7 % = x 10 = 0,7 mL
100

Propilenglikol = 10 + 0,7 = 10,7 mL


Jadi, yang diukur = 10,7 – 1,07 – 0,00306
= 9,62694 mL
Catatan :
Dalam sediaan tetes telinga bahan dilebihkan 5-10 %
Kelompok kami dilebihkan sebanyak 7% karena untuk mengantisipasi zat-zat
yang tertinggal di dalam alat pada pembuatan sediaan tetes telinga.
7. ALAT DAN BAHAN

 ALAT  Bahan
1. Batang pengaduk 1. Chloramphenicol
2. Gelas ukur 10 mL 2. Propylenglikol
3. Botol tetes telinga 3. Metil paraben
4. Corong
5. Kaca arloji/ cawan
uap
6. Kertas saring
7. Sendok tanduk
8. spuit

8. PROSEDUR KERJA
 Sterilisasi alat

NO NAMA ALAT METODE STERILISASI


1. Batang pengaduk Disterilkan di oven 170°C, selama 30 menit

2. Botol tetes telinga Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama


15 menit
3. Corong Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit
4. Kaca arloji/cawan uap Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit
5. Gelas ukur Disterilkan di oven 170°C, selama 30 menit
6. Kertas saring membran Dimasukkan ke dalam gelas kimia, ditutup
menggunakan aluminium foil, lalu disterilkan di
autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit
7. Sendok tanduk Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit
9. Spuit Disterilkan di autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit
 Sterilisasi bahan
No Nama bahan Metode steriliasasi
1 Klorampenikol Disterilkan di oven 180°C, selama 30 menit

2. Metil paraben Disterilkan di oven 180°C, selama 30 menit

3. Propilenglikol Disterilkan di oven 180°C, selama 30 menit

 Prosedur kerja
1. Disiapkan alat dan bahan, kemudian di sterilisasi
2. Ditimbang semua bahan sesuai perhitungan bahan
- Chloramphenicol 1,07 gram
- Metil paraben 0,306 mg
- Prolenglikol 9,62694 mL
3. Dimasukkan chloramphenicol ke dalam cawan porselen, lalu larutkan
dengan propilenglikol aduk hingga larut
4. Ditambahkan metil paraben aduk hingga larut
5. Dimasukkan ke dalam wadah mengunakan spoit, selanjutnya di sterilisasi
dengan sterilisasi C atau mengguakan filter ke dalam wadah.
6. Diberi etiket
9. UJI EVALUASI
a. Uji Organoleptis

Uji organoleptis terhadap sediaan dilakukan dengan peninjauan dari segi


warna dan bau yang ditimbulkan oleh cairan tetes telinga. Diamati warna cairan
dan ada tidaknya aroma yang ditimbulkan. Selain itu juga dilakukan uji tetesan
dengan melihat konsistensi cairan yang dihasilkan dan apakah dapat menetes bila
dituang.

b. Uji pH

Uji pH dilakukan dengan menggunakan pH universal. Sejumlah cairan tetes


telinga diletakkan di dalam beaker glass. pH universal dicelupkan ke dalam cairan
tetes telinga, setelah beberapa saat dicek warna yang terbentuk pada pH universal.
Warna yang terbentuk pada pH universal kemudian dicocokan dengan rentang
warna yang terdapat pada kemasan pH universal untuk mengetahui pH dari
sediaan.

c. Uji Kejernihan

Uji kejernihan terhadap sediaan dilakukan dengan meletakkan wadah sediaan


yang berisi cairan tetes telinga di dalam kotak dengan latar hitam dan putih yang
didalamnya terdapat lampu yang menyinari wadah dari arah samping. Pertama
wadah didekatkan pada lampu pada sisi dengan latar putih, amati kejernihan cairan
dengan melihat ada atau tidak kotoran berwarna gelap. Selanjutnya wadah
didekatkan pada lampu pada sisi dengan latar hitam, amati kejernihan kembali
dengan melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna muda kemudian bandingkan
dengan perlakuan pertama pada latar putih. Pernyataan kejernihan suatu cairan
dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan.

d. Uji Kebocoran

Uji kebocoran dilakukan dengan membalikkan botol sediaan tetes telinga


dengan mulut botol menghadap ke bawah . Diamati ada tidaknya cairan yang
keluar menetes dari botol.

e. Uji Pirogenitas

Uji pirogen adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu sediaan
uji bebas pirogen atau tidak. Uji ini dilakukan setelah melalui uji sterilitas. Tujuan
uji ini adalah untuk membatasi resiko reaksi demam pada pasien.

f. Uji Viskositas
Uji ini dilakukan dengan menggunakan Brookfield viscometer. Sediaan tetes
telinga ditempatkan dalam broofield viscometer hingga spindel terendam.
Diatur spindle dan kecepatan yang akan digunakan. Brookfield viscometer
dijalankan, kemudian viskositas dari tetes telinga akan terbaca. Viskositas
biasanya diterima sebagai kekentalan.
10. PEMBAHASAN
Dari pembuaatan sedian steril tetes telinga telah di uji organoleptis yang
mempunyai tujuan untuk mengetahui warna dan bau yang ditimbulkan oleh sediaan
tetes telinga tersebut. Dari hasil praktikum kami diperoleh cairan tetes telinga tidak
berwarna dan tidak berbau, hal tersebut menunjukkan sesuai dengan literatur.
Setelah dilakukan uji organoleptis kemudian di uji pH yang bertujuan untuk
mengetahui sediaan tetes telingan tersebut sesuai pH telingan atau belum, standar
pH telinga adalah 5,5 – 6,5. Dari hasil praktikum kami diperoleh pH 6, hal tersebut
menunjukkan sesuai dengan standar.
Selanjutnya di uji kejernihan yang bertujuan untuk mengetahui adanya partikel
asing atau tidak di dalam sediaan tersebut. Dalam praktikum kami terdapat partikel
asing yang disebabkan oleh terkontaminasinya saat pembuatan sediaan tetes telinga
dan tidak disaringnya sedian tersebut sebelum masuk wadah, mka dari itu terdapat
partikel asing lainnya, sehingga hasil dari sediaan kami belum sesuai dengan standar.
Setelah di uji kejernihan yang terakhir yaitu uji kebocoran dengan tujuan
untuk mengetahui bocor atau tidaknya wadah yang kita gunakan. Dari hasil
praktikum kami diperoleh wadah tidak bocor, hal ini menunjukkan bahwa wadah
yang kami gunakan layak untuk sediaan tetes telingan tersebut.

11. KESIMPULAN
Dari sediaan tetes telinga yang kami buat dapat disimpulkan bahwa sediaan
tersebut belum memenuhi standar dikarenakan terdapat partikel asing yang
disebabkan terjadinya kontaminasi dan tidak disaringnya sediaan tersebut sebelum
masuk wadah.

Anda mungkin juga menyukai