Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP

2.1. Definisi

Gastroenteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan (“-


itis”) pada saluran pencernaan yang melibatkan lambung (“gastro”) dan usus kecil
(“entero”-), sehingga mengakibatkan diare, muntah dan sakit serta kejang perut.
Gastroenteritis juga sering disebut sebagai gastro, stomach bug, dan stomach
virus. Walaupun tidak berkaitan dengan influenza, penyakit ini juga sering disebut
sebagai flu perut atau flu lambung (Irianto, 2015).

Gastroenteritis adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari.


Sedangkan menurut World Gastroenterology Organisation global guidelines
2005, gatroenteritis didefinisikan sebagai persentase tinja yang cair/lembek
dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari
(Simadibrata dan daldiyono, 2014).

2.2. Epidemiologi
Gastroenteritis merupakan penyakit umum yang mengenai segala usia di
seluruh dunia. Penyakit ini merupakan kausa pertama kematian di negara-negara
yang sedang berkembang, menimbulkan sekitar 2 juta kematian setiap tahun, dan
menjadi penyebab 10-12% rawat-inap untuk di negara-negara industri, termasuk
Amerika Serikat. Orang berusia lanjut, khususnya yang mengidap penyakit berat,
juga berisiko mengalami penyulit parah dan kematian akibat gastroenteritis. Pada
orang dewasa muda yang sehat, gastroenteritis jarang mematikan tetapi
menimbulkan biaya medis dan sosial substansial, termasuk hilangnya waktu
bekerja (Parashar dan Glass, 2014).
Di Amerika Serikat, orangtua memiliki risiko kematian tertinggi dari
gastroenteritis. Centers for disease control and prevention (CDC) melaporkan
kematian lebih dari dua kali lipat di Amerika Serikat, meningkat 17.000 pada
tahun 2007 dari sekitar 7000 pada tahun 1999. Dewasa berusia diatas 65 tahun
menyumbang 83% dari kematian. Clostridium difficile (C difficile) dan norovirus
adalah penyebab infeksi yang paling umum kematian pada gastroenteritis
(Tablang, 2014).
Pada orang dewasa, diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis terjadi
setiap tahunnya, dengan angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000 mengalami
kematian (Al-Thani et al., 2013).
Secara umum, negara-negara berkembang memiliki angka rawat inap yang
lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara maju. Ini mungkin disebabkan
fakta bahwa di negara-negara maju memiliki status gizi yang lebih baik dan
layanan kesehatan primer yang lebih baik (Chow et al., 2010).
Di Indonesia pada tahun 2008 diare dan gastroenteritis oleh penyebab
infeksi tertentu masih menduduki peringkat pertama penyakit terbanyak pada
pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak 200.412 kasus (Kemenkes RI,
2011).

Tabel 2.1 sepuluh peringkat pertama pasien rawat inap di RS di Indonesia tahun
2008.
No Golongan sebab sakit Jumlah pasien %
1 Diare dan gasroenteritis oleh penyebab infeksi 200.412 8,23
tertentu
2 Demam berdarah dengue 90,466 3,72
3 Demam tifoid dan paratifoid 85,431 3,51
4 Penyulit kehamilan dan persalinan lainnya. 76,012 3,12
5 Cedera intrakranial 55,344 2,27
6 Penumonia 45,180 1,86
7 Malaria 42,704 1,76
8 Dispepsia 42,768 1,75
9 Infeksi saluran napas bagian atas akut lainnya 40,768 1,67
10 Hipertensi essensial (primer) 40,321 1,66
2.3. Etiologi
Lebih dari 90% gastroenteritis akut disebabkan oleh karena infeksi,
sedangkan sekitar 10% karena sebab-sebab lain, antara lain obat-obatan, bahan-
bahan toksik, iskemik dan sebagainya.
2.3.1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella parathypi A/B/C,
Salmonella spp, Shigella dysentriae, Shigella flexineri, Vibrio cholerae 01
dan 0139, Vibrio cholerae non 01, Vibrio parachemolyticus, Clostridium
perfringens, Campylobacter (Helicobacter) jejuni, Staphyllococcus spp,
streptococcus spp, Yersinia intestinalis, Coccidosis.
2.3.2. Parasit :
1. Protozoa : Entamoeba hystilitica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis, Isospora sp
2. Cacing : Ascaris lumbricoides, Ascaris duodenale, Nematoda
americanus, Tania trichiura, Tania saginata, Tania sollium.
2.3.3. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus.
Pola mikroorganisme penyebab diare berbeda-beda berdasarkan umur,
tempat dan waktu. Di negara maju penyebab paling sering Norwalk virus,
holicobacter jejuni, salmonella sp, clostridium difficile, sedangkan penyebab
paling sering dinegara berkembang adalah Enterotoxicgenic Escherichia coli
(ETEC), rotavirus dan V. Cholerae (setiawan, 2014).
2.3.4. Faktor makanan
a. Malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat
- Malabsorbsi protein
- Malabsorbsi lemak
- Malabsorbsi vitamin dan mineral
- Insufisiensi pankreas
- Pertumbuhan bakteri berlebihan
(Graber et al., 2006)

b. Keracunan makanan
Bacterial food poisoning atau kerancunan makanan oleh bakteri
adalah penyakit gastroenteritis akut yang dapat terjadi setiap saat
terutama di Indonesia dan dapat dikategorikan sebagai kejadian luar
biasa. Hal ini disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri hidup atau oleh toksin yang dihasilkannya, makanan basi,
beracun, alergi terhadap makanan (Chandra, 2013).

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya gastroenteritis akut adalah masuknya masuknya
bakteri atau toksin (Salmonella E. coli), virus dan parasit (Giardia lambia).
Beberapa mikroorganisme patogen ini menyebabkan infeksi pada sel-sel,
memproduksi enterotoksin atau sitotoksin penyebab dimana merusak sel-sel, atau
melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa
melalui fekal oral dari satu orang ke yang lainnya (Suharyono, 2012).
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (
makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam
rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam
rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu
menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus halus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas
usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu
sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (asidosismetabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi (Diskin dan
Alvarez, 2015).
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi :
- Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia.
- Gangguan sirkulasi darah dapat berupa rejatan hipovolemik dengan
atau tanpa disertai dengan muntah, perfusi jaringan berkurang
sehingga hipoksia dan asidosis metabolik bertambah berat,
kesadaran menurun dan bila tidak cepat diatasi penderita dapat
meninggal.
- Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan berlebihan
karena diare dan muntah
- Hipoglikemia (Suharyono, 2012).

2.5. Manifestasi klinis


Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis akut bervariasi.
Berdasarkan salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang
dewasa, mual (93%), muntah (81%), diare (89%), adan nyeri abdomen
(76%) adalah gejala yang sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti membran mukosa
yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status mental,
terdapat pada 10% pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang
mencakup radang tenggorokan, batuk,dan rinorea, dilaporkan sekitar
10% (Bresee et al., 2012).
Beberapa gejala klinis yang sering ditemui adalah :
2.5.1. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair
atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari
biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata dan
Daldiyono, 2009).
Pada kasus gastroenteritis, diare secara umum terjadi karena adanya
peningkatan sekresi air dan elektrolit.

2.5.2. Mual dan muntah


Muntah adalah pengeluaran isi lambung dengan kekuatan secara
aktif akibat adanya kontraksi abdomen, pilorus, elevasi kardia, disertai
relaksasi sfingter esofagus bagian bawah (lower esophangeal
sphincter/LES) (Suraatmaja, 2010).
Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis
belum sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya
peningkatan stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus atau
melalui serotonin yang menstimulasi reseptor 5-hidroksitriptamin 3
(5HT3) pada usus. Pada gastroenteritis, iritasi usus dapat merusak
mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan serotonin dari sel-sel
enterochromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung kepusat
muntah. Pusat muntah kemudian mengirim impuls eferen ke diafragma,
otot-otot perut, dan saraf visceral perut dan kerongkongan untuk
menghasilkan vomiting, kemudian terjadi peningkatan air liur dan
penurunan peristaltik lambung yang menghasilkan sensasi mual,
kontraksi non peristaltik di usus kecil, regurgitasi isi usus kecil kedalam
perut, terjadi kontraksi dari pernafasan dan otot perut, dan turunnya
diafragma terhadap glotis tertutup sehingga isi lambung dipaksa naik
kekerongkongan dan keluar melalui mulut (Chow et al., 2010).

2.5.3. Nyeri perut


Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut
banyak jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut
timbul ada hubungannya dengan makanan, apakah timbulnya terus
menerus, adakah penjalaran ketempat lain, bagaimana sifat nyerinya,
apakah nyeri berkaitan dengan mual, muntah, diare, demam dan lain-lain.
Lokasi dan kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda,
misalnya nyeri hebat mendadak yang membangunkan pasien dari
tidurnya mungkin berkaitan dengan perforasi akut, peradangan, atau torsi
suatu organ perut atau nyeri yang timbul dari usus halus biasanya
dirasakan didaerah umblikus atau epigastrium (Disraeli, 2012).

2.5.4. Demam
Demam merupakan respon fisiologis dimana suhu tubuh meningkat
diatas nilai normal akibat pengaturan pada sel point di hipotalamus.
Demam terjadi karena pengaruh pirogen eksogen. Kuman penyebab
infeksi dan zat hasil pemecahannya atau toksin yang dihasilkannya
adalah pemicu demam tersering. Molekul lain, seperti kompleks imun
dan produk limfosit juga bisa menimbulkan respon demam (Davey,
2006).
Mekanisme terjadinya demam :

Infeksi, toksin mikroba, Monosit/makrofag, sel Sitokin pirogenik


mediator-mediator endotelial, lain-lain IL-1, IL-6, TNF, IFN
inflamasi, reaksi imun

SIKLIK AMP PGE2 HIPOTALAMUS

PENINGKATAN SEL
POINT HIPOTALAMUS PRODUKSI PANAS DEMAM

Gambar 2.1 mekanisme demam

2.6. Penegakan diagnosa


2.6.1. Anamnesis
Pasien dengan diare datang dengan keluhan khas yaitu mual,
muntal, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering, bisa air,
malabsorptif, atau berdarah tergantung pada bakteri yang menyebabkan.
Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba
konsistensi tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-
tiba. Dapat ditanyakan :
1. Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami penyakit diare
akut dan/ atau muntah.
2. Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui (mungkin dari
makanan atau air yang terkontaminasi).
3. Perjalanan atau berpergian (Simadibrata et al, 2014).
2.6.2. Pemeriksaan fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan beratnya diare daripada menetukan penyebab
diare. Status volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik
pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda toksisitas.
Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang penting.
Adanya dan kualitas bunyi usus dan ada atau tidak adanya distensi
abdomen dan nyeri tekan merupakan petunjuk bagi penentuan etiologi
(Simadibrata, 2014).

2.6.3. Pemeriksaan penunjang


 Tes darah : hitung darah lengkap, anemia atau trombositosis
mengarah dugaan adanya penyakit kronis. Albumin yang rendah
bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit namun
tidak spesifik.
 Kultur tinja : bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri
C. difficile ditemukan pada 5% orang sehat, oleh karnanya
diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya gejala disertai
ditemukannya toksin, bukan berdasarkan ditemukannya organisme
saja.
 Foto polos abdomen : bisa menunjukkan gambaran kolitis akut
(Davey, 2006).

2.7. Komplikasi

2.7.1. Dehidrasi
Dehidrasi adalah komplikasi paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
Penentuan derajat dehidrasi :

Tabel 2.1 Derajat dehidrasi menurut Maurice King


Gejala/tanda Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, apatis, Letargi/tidak
ngantuk sadar
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Rasa haus Minum biasa, Sangat haus Tidak bisa
tidak haus minum
Turgor kulit Cepat kembali Kembali lambat Kembali sangat
lambat (>2 detik)
Denyut nadi Normal 120-140 Lebih dari 140
Catatan :
 Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dicubit selamat 30-60
detik,kemudian dilepas.
Jika kulit kembali normal dalam waktu :
- 2-5 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)
- 5-10 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)
- . 10 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)
 Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat
dehidrasinya :
- Skor 0-2 : dehidrasi ringan
- Skor 3-6 : dehidrasi sedang
- Skor >7 : dehidrasi berat (Suraatmaja, 2010)

2.7.2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis)


Metabolik asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat
bersama tinja, adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak sempurna
sehingga terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunanasam laktat,
produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan
oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemondahan ion Na dari cairan
ekstraseluler kedalam cairan intraseluler. Hal ini terjadiakibat kehilangan cairan
elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan
bernafas cepat untuk membantu meningkatkan Ph arteri (Widoyono, 2008).

2.7.3. Gangguan gizi


Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan,
serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnitrisi)
(Widoyono, 2008).

2.7.4. Hipoglikemia
Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,
berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma. Hipoglikemia sering terjadi pada
orang yang sebelumnya mengalami malnutrisi. Hipoglikemia dapat
mengakibatkan koma, penyebab yang pasti belum diketahui, kemungkinan karena
cairan ekstraseluler sehingga terjadi edema otak yang mengakibatkan koma
(Widoyono, 2008).

2.7.5. Gangguan sirkulasi


Pada gastroenteritis akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu
singkat. Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami syok atau presyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume darah
(hipovolemik). Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan hipoksia, asidosis
bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kessadarn
menurun dan bila tidak ditangani penderita dapat meninggal (Widoyono, 2008).

2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang kita lakukan pada pasien dewasa berdasarkan World
Gastroenterology Organisation (2012), yaitu :
- Melakukan penilaian awal
- Tangani dehidrasi
- Cegah dehidrasi pada pasien yang tidak terdapat gejala dehidrasi
menggunakan cairan rehidrasi oral, menggunakan cairan yang
dibuat sendiri atau larutan oralit
- Rehidrasi pasien dengan dehidrasi sedang menggunakan larutan
oralit, dan pasien dengan dehidrasi berat dengan terapi cairan
intravena yang sesuai
- Pertahankan hidrasi dengan larutan rehidrasi oral
- Atasi gejala-gejala lain
- Lakukan pemeriksaan spesimen tinja untuk analisis
- Pertimbangkan terapi antimikroba untuk patogen spesifik

2.9. Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis
dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan pemberian
vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan penyakit
ini. Selain itu hal lainyang dapat kita lakukan ialah dengan meningkatkan
kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun melaksanakan kebiasaan
mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan makanan karena makanan
merupakan salah satu sumber penularan virus yang menyebabkan gastroenteritis
(WGO, 2012).
2.10. Kerangka konsep
Pada penelitian ini, maka kerangka konsep tentang angka kejadian
penyakit gastroenteritis dijabarkan sebagai berikut :

Pasien gastroenteritis dewasa Karakteristik pasien :


yang dirawat inap di RUMAH
 Usia
SAKIT TINGKAT II PUTRI HIJAU
KESDAM I/BB MEDAN PERIODE  Jenis kelamin
JANUARI 2015—JUNI 2015  Pekerjaan

Anda mungkin juga menyukai