Anda di halaman 1dari 13

Model Supervisi Keperawatan Terhadap Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien di

Ruang Rawat InapKelas 3 RSUD Tarakan

Turyatiningsih1, Muhammad Hadi2, Fitri Arofiati 3

1. Peminatan Manajemen Keperawatan, Fakultas Keperawatan, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl.


Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat 10510
2. Dekan, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat 10510
3. Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

e-mail : toyabin72@gmail.com

Abstrak
Perawat adalah salah satu profesi yang berisiko sangat tinggi dan harus mampu belajar dari insiden dan
menindak lanjuti insiden serta implementasi solusi untuk mengurangi dan meminimalkan timbulnya risiko
bahaya keselamatan pasien. Supervisi klinis model reflektif interaktif bertujuan untuk mengarahkan individu
mencapai tujuan rumah sakit yaitu penangan sasaran keselamatan pasien dengan baik. Oleh sebab itu para
supervisor harus memiliki keterampilan membimbing untuk meminimalisir masalah keselamatan pasien di
RSUD Tarakan. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi eksperiment dengan rancangan Pretest Posttest With
Control Group Design. Sampel penelitian ini adalah adalah perawat di Ruang Rawat Inap di RSUD Tarakan 24
orang pada masing-masing kelompok. Analisa data dilakukan dengan menggunakan Chi Square, Independent
Sample T Test, Paired Sample t-test, Korelasi Pearson, dan untuk analisis multivariat menggunakan General
Linear Model Repeated Measure (GLM-RM). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan yang signifikan pelaksanaan sasaran keselamatan pasien sesudah diberlakukan supervisi reflektif
interaktif (0,000), pada kelompok intervensi & kelompok kontrol di Ruang Rawat Inap Kelas 3 RSUD Tarakan
Jakarta. Rata-rata pencapaian skor pelaksanaan sasaran keselamatan pasien antar kelompok menunjukan
perbedaan yang signifikan. Pada kelompok intevensi pencapaian skor pelaksanaan sasaran keselamatan pasien
lebih maksimum dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi pencapaian skor mulai
menunjukan peningkatan mulai dari pengukuran ke 2 dan skor maksimum terlihat pada pengukuran ke 5.
Sedangkan pencapaian skor maksimum pada kelompok kontrol tampak maksimum pada pengukuran ke 4 dan
cenderung mengalami penurunan skor pada pengukuran berikutnya.
Kata Kunci : Supervisi, Reflektif, Interaktif, Keselamatan Pasien, Patient Safety

Nursing Supervision Model to Implementation of Patient Safety Goals In Inpatient Unit


of Tarakan District Hospital

Abstract

Nurses are among the very high risk professions and should be able to learn from incidents and follow up
incidents and implement solutions to reduce and minimize the risks of patient safety hazards. Clinical
Supervision interactive reflective model aims to direct individuals to achieve the goal of the hospital that is
handling the patient's safety goals well. Therefore supervisors must have the guiding skill to minimize patient
safety problem in Tarakan Hospital. This type of research is quasi experimental research with Pretest Posttest
With Control Group Design. The sample of this research is nurses at Inpatient Room at Tarakan Hospital 24
people in each group. Data analysis was performed using Chi Square, Independent Sample T Test, Paired
Sample t-test, Pearson Correlation, and for multivariate analysis using General Linear Model Repeated Measure
(GLM-RM). Based on the result of the research, it can be concluded that there are significant differences in the
implementation of the patient's safety objectives after the implementation of interactive reflective supervision
(0.000), in the intervention group and control group in the Class 3 Hospitalization Room of Tarakan General
Hospital Jakarta. The average achievement score of the implementation of patient safety goals between groups
showed a significant difference. In the intenence group, the achievement of the achievement score of the patient's
safety objectives was more than the control group. In the intervention group the achievement score began to
show improvement starting from the 2nd measurement and the maximum score seen in the 5th measurement.
While the achievement of maximum score in the control group seemed maximum at the 4th measurement and
tended to decrease the score on the next measurement.
Keywords : supervision, interactive reflective, Patient Safety, Patient Safety Goal
Pendahuluan belajar dari insiden dan menindak lanjuti

WHO Collaborating Center for insiden serta implementasi solusi untuk

Patient Safety pada tanggal 2 Mei 2007 mengurangi dan meminimalkan timbulnya

resmi menerbitkan “Nine Life Saving risiko.( Permenkes No 1691

Patient Safety Solution”. Panduan ini /MENKES/PER/VIII/2011). Menurut

mulai disusun sejak tahun 2005 oleh pakar Permenkes no 1691 tersebut rumah sakit

keselamatan pasien di lebih 100 negara wajib mengupayakan pemenuhan Sasaran

dengan mengidentifikasi dan mempelajari Keselamatan Pasien yang meliputi

berbagai masalah keselamatanpasien. tercapainya : Ketepatan identifikasi pasien,

Dengan diterbitkannya Nine Life Saving Peningkatan komunikasi yang efektif,

Patient Safety oleh WHO, maka Komite Peningkatan keamanan obat yang perlu

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP- diwaspadai, Kepastian tepat-lokasi, tepat-

RS) mendorong rumah sakit di Indonesia prosedur, tepat-pasien operasi,

untuk menerapkan Sembilan Solusi “Life- Pengurangan risiko infeksi terkait

Saving” Rumah Sakit, langsung atau pelayanan kesehatan, dan Pengurangan

bertahap sesuai dengan kemampuan dan risiko pasien jatuh. Sasaran keselamatan

kondisi RS masing-masing. pasien merupakan salah satu standar yang

Keselamatan Pasien menurut WHO di nilai dalam akreditasi rumah sakit dan

(2009) Adalah pencegahan kesalahan dan masuk ke dalam kriteria mayor penilaian,

efek samping pada pasien berkaitan sehingga merupakan standar yang sangat

dengan pelayanan kesehatan, sesuai menentukan kelulusan penilaian akreditasi

dengan undang undang no 44 tahun 2009 rumah sakit.

tetang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan Komitmen manajemen terhadap

,” Bahwa rumah sakit wajib menerapkan sasaran keselamatan pasien harus dapat

keselamatan keselamtan pasien yang dibuktikan dengan kebijakan pimpinan,

dilakukan melalui laporan Keselamatan panduan tertulis berupa standar prosedur

pasien (patient safety) merupakan suatu dan pemenuhan semua sarana dan

sistem di mana rumah sakit membuat prasarana untuk menunjang semua

layanan kepada pasien lebih aman. Sistem pelaksanaan sasaran keselamatan pasien

ini meliputi ”assesmen risiko, identifikasi, tersebut. Perawat supervisor merupakan

pengelolaan hal yang berhubungan dengan peran ganda perawat manajer di pelayanan

risiko pasien, pelaporan, dan analisis keperawatan, untuk mengawasi pelayanan

insiden”.Petugas kesehatan harus mampu keperawatan yang diberikan oleh para


perawat pelaksana terutama dalam hal kekuatan utama dari kerangka kerja klinis
keselamtan dalam bekerja baik untuk di pelayanan (White & Winstanley, 2010).
petugas maupun untuk pasien yang di Supervisi klinis bukan alat
layani. Salah satu peran dari manajer manajemen, tetapi dapat digunakan
keperawatan berfungsi sebagai model sebagai dukungan dan dasar untuk praktik
peran untuk mempengaruhi perilaku profesional yang kreatif. Supervisi klinis
perawat dalam menerapkan sasaran penting untuk kerangka kerja dari
keselamatan pasien di rumah sakit sesuai pengelolaan klinis keperawatan karena
dengan ketentuan dan standar yang di untuk pengembangan secara progresif dan
tetapkan oleh komisi Akreditasi rumah kesempatan untuk memperbaiki pelayanan
sakit. secara terus menerus. Supervisi klinis
Berdasarkan latar belakang tersebut dipandang sebagai alat untuk pelatihan
peneliti tertarik untuk meneliti tentang profesional dan pengembangan untuk
“Pengaruh Kepemimpinan Efektif Kepala memperoleh keterampilan dan pendapat
Ruangan Terhadap Kinerja Perawat lain mengatakan bahwas upervisi
Pelaksana di RSPI Prof. Dr. Sulianti merupakan metode untuk mengembangkan
Saroso”. profesionalisme dan keterampilan
profesional untuk berlatih (White &
Tinjauan Teoritis Winstanley, 2010).

Supervisi klinis merupakan peran Supervisi model reflektif bertujuan

manajer dalam mengarahkan bawahannya agar perawat yang disupervisi dapat

untuk mencapai tujuan organisasi. memberikan input untuk meningkatkan

Supervisi klinis bertujuan untuk pelayanan keperawatan lebih baik

mengarahkan individu mencapai tujuan kedepannya dan juga dapat menyelaraskan

dan strategi organisasi, membimbing staf antara pendidikan keperawatan dengan

dan mendukung tercapainya kerja klinis praktik keperawatan di lapangan.

yang optimal. Oleh sebab itu para Sementara pendapat lain menyatakan dapat

supervisor harus memiliki keterampilan mengembangkan dan memperluas dan

memimpin untuk menyelesaikan masalah meningkatkan pengetahuan dan

sehingga dapat mencapai keberhasilan di keterampilan klinis perawat melalui

tempat bekerja (Sirola-Karvinen & Hykas, pendekatan reflektif didunia pendidikan

2008). Supervisi klinis merupakan keperawatan (White & Winstanley, 2010).


Sedangkan Supervisi model interaktif
memberikan dampak positif terhadap
peningkatan mutu pelayanan keperawatan. untuk mengembangkan dan memperbaiki
Supervisi model interaktif dapat keterampilan supervisor, untuk
peningkatan keterampilan, peningkatan mengintegrasikan pengembangan teori dan
standar pelayanan keperawatan dan keterampilan serta meningkatkan identitas
memberikan dukungan untuk perawat profesional supervisor.
dalam memberikan asuhan keperawatan
untuk menghadapi masalah - masalah yang Metode Penelitian
terjadi. Supervisi model interaktif Desain penelitian ini adalah kuasi
merupakan model supervisi yang eksperimen dengan rancangan “Pretest-
digunakan dengan tujuan untuk mencapai Posttest With Control Group Design” yaitu
hal -hal yang telah ditetapkan secara rancangan sebelum dimulai perlakukan
professional dan banyak diterapkan dalam kedua kelompok diberi tes awal atau
pelayanan keperawatan (Brunero & Stein- pretest untuk mengukur kondisi awal
Painbury, 2008). (01).Selanjutnya pada kelompok
Supervisi model reflektif interaktif eksperimen diberi perlakuan (X) dan pada
merupakan gabungan antara supervisi kelompok pembanding tidak diberi.
model reflektif dan interaktif dalam Sesudah selesai perlakuan kedua kelompok
melakukan peran pengarahan oleh diberi teslagi sebagai post tes (Arikunto,
supervisor. Penelitian Rusmegawati (2011) 2010).
terbukti bahwa dengan supervisi model Variabel terikat dalam penelitian
reflektif interaktif dapat meningkatkan ini adalah penerapan sasaran keselamatan
kemampuan perawat pelaksana berfikir pasien pada kelompok intervensi dan
kritis menjadi lebih baik setelah dilakukan kelompok control sedangkan variable
supervisi model tersebut Pendidikan dan bebasnya adalah supervise keperawatan.
pelatihan penting untuk supervisor Populasi pada penelitian ini adalah seluruh
keperawatan untuk perkembangan perawat pelaksana ruang rawat inap RSUD
profesional dan frekuensi pelatihan yang Tarakan Jakarta khususnya di kelas 3
harus dilaksanakan secara berkelanjutan. dengan jumlah 136 perawat. Perhitungan
Supervisi yang efektif melibatkan sample pada penelitian eksperimen ini ,
keterampilan dari kompetensi yang didapat menggunakan rumus estimasi proporsi
dari pendidikan dan pelatihan. Tujuan yang mengharuskan peneliti mencari
pelatihan dari supervisi klinis untuk untuk proporsi kelompok yang diberi perlakuan
mengembangkan teori atau pengetahuan supervisi pada penelitian sebelumnya yaitu
yang relevan dengan fungsi pengarahan,
pada penelitian Yulita (2012) didaptkan begitupula pada kelompok kontrol lebih
proporsi (pi) sebesar 0,852, dan proporsi banyak yang termasuk dalam usia dewasa
(po) sebesar 0,557. awal yaitu sebesar 66,7%. Untuk variabel
Berdasarkan rumus diatas besar jenis kelamin pada kelompok intervensi
sampel adalah 48 perawat, untuk lebih banyak yang berjenis kelamin
kepentingan penelitian sampel dibagi perempuan yaitu sebesar 95,8%,
menjadi dua kelompok yaitu 24 orang begitupula pada kelompok kontrol lebih
kelompok intervensi & 24 orang kelompok banyak yang berjenis kelamin perempuan
kontrol. Pada penelitian ini sampel yang yaitu sebesar 91,7%. Untuk variabel
diambil adalah Perawat pelaksana yang jenjang pendidikan pada kelompok
bekerja di pelayanan keperawatan minimal intervensi lebih banyak yang pendidikanya
1 tahun, pendidikan minimal DIII jenjang D3 yaitu sebesar 79,2%,
Keperawatan, tidak sedang mengikuti begitupula pada kelompok kontrol lebih
tugas belajar atau dinas luar saat penelitian banyak yang pendidikanya jenjang D3
dan tidak sedang cuti kerja. yaitu sebesar 54,2%. Untuk variabel lama
kerja pada kelompok intervensi lebih
Hasil Penelitian banyak yang masa kerja nya 5-10 tahun

Berdasarkan hasil analisis yaitu sebesar 45,8%, sedangkan pada

menunjukkan pada kelompok intervensi kelompok kontrol lebih banyak yang masa

lebih banyak yang termasuk dalam usia kerja nya < 5 tahun yaitu sebesar 75%.

dewasa awal yaitu sebesar 45,8%, Hasil distribusinya terdapat pada tabel 1

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan karakteristik, Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden, di


RSUD Tarakan Jakarta (n=24)

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol


Variabel Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1. Usia
Lansia awal 1 4,2 - -
Dewasa akhir 8 33,3 - -
Dewasa awal 11 45,8 16 66,7
Remaja akhir 4 16,7 8 33,3
2. Jenis kelamin
Perempuan 23 95,8 21 91,7
Laki-laki 1 4,2 2 8,3
3. Jenjang pendidikan
D3
19 79,2 13 54,2
S1
5 20,8 2 8,3
Ners
- - 9 37,5
Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol
Variabel Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
4. Lama Kerja
< 5 tahun 3 12,5 18 75
5 – 10 tahun 11 45,8 5 20,8
> 10 tahun 10 41,7 1 4,2

Berdasarkan hasil analisis tampak keselamatan pasien sesudah diberlakukan


hasil uji statistik didapatkan bahwa Sig supervisi reflektif interaktif, pada
0,000 < 0,05 maka H0 ditolak, dan kelompok intervensi & kelompok
kesimpulanya adalah ada perbedaan yang kontrol.Hasil analisisnya dapat dilihat di
signifikan pelaksanaan sasaran tabel 2
.
Tabel 3. Uji Beda Rata-Rata Pelaksanaan Sasaran Keselamatan Pasien, Sesudah Intervensi pada kelompok
intervensi & kelompok kontrol.

Kelompok N Rerata Pvalue


Eksperimen 24 32,33
0,000
Kontrol 24 25,04

Hasil analisis multivariat kelompok dengan nilai p = 0,000 (p <


menunjukan adanya perbedaan nilai skor 0,05). Untuk lebih jelas perbedaan
pelaksanaan sasaran keselamatan pasien pengukuran mana yang berbeda, dapat
antar pengukuran, dan terdapat perbedaan dilihat pada tabel 3 berikut ini
pada interaksi antara skor pengukuran dan
:
Tabel 3. Test of Within-Subject Contrast

Type III Sum Mean Partial Eta


Source Keselamatan_pasien df F Sig.
of Squares Square Squared
Level 2 vs. Level 1 238,521 1 238,521 22,100 0,000 0,325
Keselamatan_ Level 3 vs. Level 1 481,333 1 481,333 25,548 0,000 0,357
pasien Level 4 vs. Level 1 1150,521 1 1150,521 65,911 0,000 0,589
Level 5 vs. Level 1 816,750 1 816,750 40,697 0,000 0,469
Level 2 vs. Level 1 6,021 1 6,021 ,558 0,459 0,012
Keselamatan_
Level 3 vs. Level 1 192,000 1 192,000 10,191 0,003 0,181
pasien *
Level 4 vs. Level 1 143,521 1 143,521 8,222 0,006 0,152
Kelompok
Level 5 vs. Level 1 444,083 1 444,083 22,128 0,000 0,325
Level 2 vs. Level 1 496,458 46 10,793
Error(Kesela
Level 3 vs. Level 1 866,667 46 18,841
matan_pasien
Level 4 vs. Level 1 802,958 46 17,456
)
Level 5 vs. Level 1 923,167 46 20,069

Hasil uji Within-Subject Contrast pencapaian skor pelaksanaan sasaran


menunjukan perbedaan rata-rata keselamatan pasien oleh perawat antara
pengukuran 2, 3, 4, dan 5 terhadap pengukuran ke 3 dan nilai Partial Eta
pengukuran 1. Pada Squared terbesar terlihat di pengukuran ke
Pengukuran*Kelompok menunjukan 5 (0,325) sehingga pengukuran ke 5
perbedaan rata-rata selisih pencapaian skor tersebut merupakan waktu yang optimal
pelaksanaan sasaran keselamatan pasien dalam pelaksanaan sasaran keselamatan
antar pengukuran 3, 4, dan 5 di kedua kelas pasien
pembeda. Perbedaan mulai terlihat di

Skema 1
Gambaran kenaikan rata-rata pencapaian skor pelaksanaan sasaran keselamatan pasien pada
kenaikan rata-rata tiap pengukuran antar kelompok

Grafik rata-rata pencapaian skor terlihat pada pengukuran ke 5. Sedangkan


pelaksanaan sasaran keselamatan pasien pencapaian skor maksimum pada
antar kelompok menunjukan perbedaan kelompok kontrol tampak maksimum pada
yang signifikan. Pada kelompok intevensi pengukuran ke 4 dan cenderung
pencapaian skor pelaksanaan sasaran mengalami penurunan skor pada
keselamatan pasien lebih maksimum pengukuran berikutnya.
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil tersebut memperlihatkan
Pada kelompok intervensi pencapaian skor bahwa supervisi model reflektif interaktif
mulai menunjukan peningkatan mulai dari yang dilakukan di rumah sakit sangat
pengukuran ke 2 dan skor maksimum potensial dalam pencapaian pelaksanaan
sasaran keselamatan pasien dengan waktu menjadi intervensi menjadi alasan terjadi
yang lebih singkat dibandingkan dengan peningkatan keterampilan berpikir kritis
rumah sakit yang belum menerapkan perawat, walaupun pada analisis korelasi
model supervisi tersebut. dinyatakan tidak ada hubungan supervisi
dengan pelaksanaan sasaran keselamatan
Pembahasan
pasien pada kedua kelompok.
Perbandingan keterampilan berpikir Adanya kemajuan pelaksanaan
kritis perawat antara kelompok intervensi sasaran keselamatan pasien pada kelompok
yang diberikan supervisi reflektif interaktif intervensi mungkin disebabkan faktor
menunjukkan hasil adanya perbedaan bila motivasi perawat itu sendiri. Sebagaimana
dibandingkan dengan kelompok kontrol kita kita ketahui Salah satu amanah dalam
yang tidak mendapatkan supervisi. Grafik UU RS adalah tentang keselamatan pasien
rata-rata pencapaian skor pelaksanaan atau safety pasien (PerMenKes No. 1691),
sasaran keselamatan pasien antar dan RSUD Tarakan Jakarta jelang
kelompok menunjukan perbedaan yang akreditasi, jadi penelitian ini sangat sesuai
signifikan. Pada kelompok intevensi dengan fokus rumah sakit dalam
pencapaian skor pelaksanaan sasaran meningkatkan layanan keselamatan pasien.
keselamatan pasien lebih maksimum Faktor motivasi, perubahan
dibandingkan dengan kelompok kontrol. perilaku kurang baik menjadi baik dapat
Pada kelompok intervensi pencapaian skor dapat dipengaruhi oleh motivasi seseorang.
mulai menunjukan peningkatan mulai dari Motivasi merupakan karakteristik
pengukuran ke 2 dan skor maksimum psikologis manusia yang memberikan
terlihat pada pengukuran ke 5. Sedangkan konstribusi pada tingkat komitmen
pencapaian skor maksimum pada seseorang (Suarli & Bahtiar, 2012).
kelompok kontrol tampak maksimum pada Pernyataan ini dapat didukung oleh hasil
pengukuran ke 4 dan cenderung penelitian bahwa perubahan perilaku
mengalami penurunan skor pada seseorang dipengaruhi oleh motivasi
pengukuran berikutnya. (Jensen, Cushing, Aylward & Craig,
Hasil yang menunjukkan ada 2011). Faktor motivasi pada kelompok
perbedaan bermakna pada pelaksanaan intervensi dan kontrol merupakan faktor
sasaran keselamatan pasien setelah yang ikut berpengaruh dalam perawat
dilakukan supervisi reflektif interaktif pada berperilaku. Pada penelitian ini motivasi
kelompok intervensi, yang berarti berupa dukungan pada perawat pelaksana
menggambarkan pengaruh supervisi yang dengan memberikan reinforcemen positif
apabila telah melakukan kegiatan mendapatkan perlakuan ada perbedaan
keselamatan perawat yang sesuai dengan proporsi perubahan perilaku perawat dalam
standar yang ada dengan demikian dengan menerapkan pelaksanaan sasaran
adanya motivasi diberikan oleh supervisor keselamatan pasien.
dapat terlihat dari hasil penelitian Faktor standar prosedur dan
meningkatkan proporsi perawat dalam kebijakan, sesuai dengan hasil penelitian
menerapkan pelaksanaan sasaran bahwa tingkat kepatuhan perawat dalam
keselamatan pasien pada kelompok bekerja dipengaruhi oleh prosedur yang
intervensi. ada. (Darawad, Al-Hussami, Almhairat &
Faktor tingkat kepatuhan perawat Al-Sutari, 2012). Sehingga dengan standar
dalam menerapkan pelaksanaan sasaran prosedur yang ada merupakan awal dari
keselamatan pasien bisa saja dipengaruhi perubahan seseorang menjadi berperilaku
oleh pelatihan yang diperoleh. (Lee, 2010). baik. Kebijakan merupakan awal dari suatu
Hal yang sama juga disampaikan kegiatan dimulai sehingga supervisi klinis
dalam penelitian lain bahwa tingkat dapat dilaksanakan untuk pengarahan
kepatuhan perawat dapat dipengaruhi oleh klinis pada praktik pelayanan keperawatan
tingkat pendidikan, pengalaman dan yang berbasis bukti (Hill & Turner, 2011).
pelatihan tentang infeksi (Lee, 2010). Standar prosedur dan kebijakan pada
Penelitian oleh Cardoso & De Figueiredo kelompok intervensi dan kontrol juga
(2010) pada perawat di rumah sakit di dapat dikontrol seorang manajer dalam
Negara Brazil menyatakan bahwa tingkat melakukan fungsi pengarahan yaitu
rata-rata kepatuhan terhadap tindakan supervisi. Pada kelompok intervensi
pencegahan standar adalah: 27,9% tampak bahwa supervisi reflektif terkait
mencuci tangan sebelum prosedur, 41,4% dengan adminstrasi dapat mengendalikan
penggunaan sarung tangan, pembuangan perubahan perilaku perawat.
yang tepat 88,8% dari instrumen benda Faktor manusia, organisasi, dan
tajam. Dengan adanya supervisi reflektif lingkungan, perilaku keselamatan yang
interaktif dalam hal ini normatif dapat disebabkan oleh faktor manusia, organisasi
menjalan kegiatan sesuai dengan standar dan budaya tempat kerja, tingkatan staf
yang ada dan patuh terhadap standar dan skill mix, harapan pasien, efektivitas
tersebut sehingga dapat dibandingkan kepemimpinan klinis, komitmen untuk
antara kelompok intervensi yang kesehatan dan keselamatan, keterampilan,
mendapatkan supervisi reflektif interaktif kompetensi, sikap dan perilaku masing-
dengan kelompok kontrol yang tidak masing anggota staf (Currie et al, 2011).
Lingkungan yang sehat bagi perawat sehingga memang terlihat bahwa supervisi
merupakan faktor pendukung untuk ini untuk mengarahkan perawat pelaksana
keselamatan perawat berupa kebijakan dalam melakukan praktik keperawatan
organisasi, kebijakan dari profesi yang professional yang aman bagi perawat
keperawatan, psikososial, kognitif, dan dan pasien.
budaya (RNAO, 2008). Pada kelompok
intervensi maupun kontrol peneliti belum Kesimpulan
mengontrol sampai pada jam kerja, Berdasarkan hasil penelitian dapat
lingkungan dan budaya organisasi pada disimpulkan bahwa jenis kelamin dan
kelompok intervensi sehingga dapat dilihat pendidikan dinyatakan setara, sedangkan
bahawa perbedaan perilaku keselamatan variabel usia dan lama kerja diyatakan
disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. tidak setara.Berikutnya ada perbedaan
Faktor budaya keselamatan, keselamatan yang signifikan pelaksanaan sasaran
perawat harus dibudayakan supaya keselamatan pasien sebelum & sesudah
dijadikan kebiasaan dalam mengubah diberlakukan supervisi reflektif interaktif,
perilaku. Budaya keselamatan merupakan pada kelompok intervensi.Berikutnya tidak
sistem yang melibatkan tindakan individu ada perbedaan yang signifikan pelaksanaan
dan organisasi. sasaran keselamatan pasien sebelum &
Faktor misi rumah sakit, setelah diberlakukan intervensi, pada
keselamatan pasien juga ditentukan dari kelompok kontrol.Berikutnya tidak ada
misi rumah sakit untuk membudayakan perbedaan yang signifikan pelaksanaan
keselamatan pasien dengan cara sasaran keselamatan pasien sebelum
memberikan pelatihan keselamatan dalam diberlakukan supervisi reflektif interaktif,
melakukan pelayanan dalam hal ini pada kelompok intervensi & kelompok
memberikan pelatihan safety di rumah kontrol. Berikutnya ada perbedaan yang
sakit (Omorogbe, Omuemu, & Isara, signifikan pelaksanaan sasaran
2011). Dengan adanya pengarahan dari keselamatan pasien sesudah diberlakukan
seorang supervisor berupa reflektif supervisi reflektif interaktif, pada
interaktif diharapkan asuhan keperawatan kelompok intervensi & kelompok
oleh perawat pelaksana berdasarkan visi kontrol.Berikutnya ada perbedaan yang
dan misi rumah sakit yang mengacu pada signifikan pengetahuan sasaran
tujuan dan strategi pelayanan keperawatan keselamatan pasien sebelum dan sesudah
yang dievaluasi oleh kepala ruang sebagai diberlakukan supervisi reflektif interaktif,
pemimpin dalam pelayanan keperawatan
pada kelompok intervensi.Berikutnya pelayanan keperawatan di Ruang
berdasarkan hasil penelitian dapat Rawat Inap Kelas 3 RSUD Tarakan
disimpulkan bahwa supervisi model Jakarta
reflektif interaktif yang dilakukan di rumah
sakit sangat potensial dalam pencapaian b. Bagi Institusi Pendidikan
pelaksanaan sasaran keselamatan pasien Diharapkan memperbanyak
dengan waktu yang lebih singkat sumber reverensi terkait program
dibandingkan dengan rumah sakit yang peningkatan pelaksanaan sasaran
belum menerapkan model supervisi keselamatan pasien dalam
tersebut. melaksanakan asuhan keperawatan
melalui supervisi, agar mahasiswa
Saran lebih terpapar hal tersebut, dan

1. Saran Untuk Pengembangan Keilmuan lebih siap ketika menemukan kasus


sasaran keselamatan pasien.
Diharapkan Informasi dan hasil
c. Bagi Ruang Rawat Inap
penelitian ini dapat memberikan
Supervisi reflektif interaktif
tambahan bukti ilmiah bagi
yang diterapkan perawat di Ruang
perkembangan ilmu pengetahuan pada
Rawat Inap Kelas 3 RSUD Tarakan
umumnya dan pada perkembangan
Jakarta diharapkan tetap
ilmu keperawatan khususnya
dilanjutkan dan dievaluasi secara
manajemen keperawatan yang dikelola
terprogram minimal setiap 6 bulan.
oleh organisasi perawat manager
d. Bagi Pasien dan Keluarga
indonesia.
Keterampilan pelaksanaan
2. Saran untuk pengembangan praktisi
(guna laksana) sasaran keselamatan pasien pada
a. Bagi Institusi Rumah Sakit kelompok kontrol diharapkan dapat
Supervisi model reflektif ditingkatkan melalui penerapan
interaktif diharapkan mendapatkan supervisi model reflektif interaktif
dukungan dari manajemen agar dapat meningkatkan pelayanan
keperawatan, kepala ruang dan terhadap pasien atau keluarga.
pelaksana pelayanan untuk e. Bagi Peneliti Selanjutnya
meningkatkan ketrampilan berpikir Supervisi model reflektif
kritis perawat dalam melaksanakan interaktif diharapkan menjadi salah
sasaran keselamataan pasein satu model supervisi yang diteliti
sebagai dasar meningkatkan mutu dan dikembangkan dalam
manajemen pelayanan keperawatan Attitude Questionnaire. BMC Health
Services Research, 10, 234-234.
di Ruang Rawat Inap Kelas 3
RSUD Tarakan Jakarta. Omorogbe, VE. Omuemu V O., Alphonsus
R. Isara (2012) Injection safety
practices among nursing staff of
mission hospitals in Benin City,
Daftar Referensi
Nigeria

Brunnerro S., & Stein Parburry, J. (2008). RNAO, (2008) Workplace Health, Safety
The Effective of Clinical Supervision and Well-being of the Nurse diunduh
in pada tanggal 15 September 2012
Nursing: an Evidence Based melalui
http://rnao.ca/bpg/guidelines/workplac
Literature Review.Australian Journal
ehealth-safety-and-wellbeing-nurse-
AdvancedNursing, 25(3), 86-94.
guideline
Cardoso & De Figueiredo (2010).
Rusmegawati, (2011). Pengaruh Supervisi
Biological risk in nursing care
Reflektif Interaktif pada Berpikir
provided in familyhealth units.
Kritis
Revista Latino-Americana De
perawat dalam melaksanakan
Enfermagem, 18(3), 368-372.
asuhan keperawatan di IRNA I RS
Currie L et al., (2011). Safety: principle of Dr. H.M
nursing practice c. nursing standard. Ansari Saleh Banjarmasin. Depok
Art & Science. Page 35 Tesis FIK UI.

Darawad MW, Al-Hussami M, Almhairat Sirola-Karniven, P., & Hyrkas, K. (2008).


II, Al-Sutari M (2012), Investigating Administrative clinical supervision
jordanian nurses' handwashing as
beliefs, attitudes, and compliance. evaluated by the first-line managers
Am J in one health care organization
Infect Control. 2012 Sep;40(7):643- distrik.
7. doi: 10.1016/j.ajic.2011.08.018 Jurnal of nursing Management,
16(5), 588-600
Jensen, C. D., Cushing, C. C., Aylward, B.
S., Craig, J. T., Sorell, D. M., & Suarli, S., Bahtiar, Y. (2012). Manajemen
Steele, R. G. (2011). Effectiveness of Keperawatan dengan Pendekatan.
motivational interviewing Praktis. Jakarta: Erlangga
interventions for adolescent
Turner, J., & Hill, A. (2011).
substance use behavior change: A
Implementing clinical supervision
metaanalytic review. Journal of
(part 2): Using
Consulting and Clinical Psychology,
proctor's model to structure the
79(4),
implementation of clinical
433-440. doi:
supervision in a
http://dx.doi.org/10.1037/a0023992
ward setting. Mental Health Nursing
Lee, W.-C., Wung, H.-Y., Liao, H.-H., Lo, (Online)
C.-M., Chang, F.-L., Wang, P.-C., . .
WHO (2009). Human factors in patient
. Hou, S.-M. (2010). Hospital safety
safety review of topics and tools:
culture in Taiwan: a nationwide
report
survey using Chinese version Safety
for methods and measures working
group of WHO patient safety. 200775851? accountid=17242Diakses pada
WHO/IER/PSP/2009.05. tanggal 10Feb 2017
www.who.int/patientsafetyDiakses
pada tanggal 12 Feb 2017 Yulita Yeni (2013). Pengaruh Supervisi
Model Reflektif Interaktif Terhadap
Winstanley, J., & White, E. (2008). Perilaku Keselamatan Perawat Pada
Clinical supervision: Models, measures Bahaya Agen Biologik Di Rsud
and Provinsi Kepulauan Riau Tanjung
best practice. Nurse Researcher, 10(4), 7- Uban. Depok UI
38. http:// search.proquest.com/ docview/

Anda mungkin juga menyukai