Anda di halaman 1dari 12

Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

Bulletin of Scientific Contribution


GEOLOGY
Fakultas Teknik Geologi
UNIVERSITAS PADJADJARAN
homepage: http://jurnal.unpad.ac.id/bsc Volume 16, No.2
p-ISSN: 1693-4873; e-ISSN: 2541-514X Agustus 2018

Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Berdasarkan Aspek Geologi Lingkungan


Menggunakan Metode Simple Additive Weighting (SAW) di Kabupaten Kuningan
1 2 2 1 1
Sagita Destirani , Oon Suyono . Atang ,Dicky Muslim , T. Yan W. M. Iskandarsyah ,
1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Indonesia
2
PT. Uta Engineering Consultan, Kota Cimahi, Jawa Barat, Indonesia
Email : gitageologist@gmail.com

ABSTRAK
Kabupaten Kuningan hingga saat ini belum memiliki Sistem Pengelolaan Air Limbah
Domestik(SPALD). Pertimbangan untuk mengatasinya adalah dengan melakukan
inventarisasi, survei dan pemetaan geologi lingkungan. Dalam zonasi wilayah calon
pengembangan, belum secara optimal ditentukan kondisi geologi setempat.Dilakukan
penelitian ini yang bertujuan untuk menentukan parameter yang digunakan berdasarkan
aspek geologi lingkungan dalam penentuan lokasi untuk perencanaan pembangunan sistem
pengolahan air limbah domestik, dengan mempertimbangkan segala aspek terutama geologi.
Metode yang digunakan yakni dengan mengolah data sekunder menggunakan metode
Simple Additive Weighting (SAW) untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan yang
selanjutnya akan dilakukan tahap analisa dari overlay peta (superimposed). Parameter yang
digunakan sebanyak sebelas parameter, terdiri atas variabelkebumian dan non-kebumian,
dari hasil overlay peta maka akan didapatkan zona prioritas dengan proses skoring, yang
merupakan salah satu metode yang membantu melakukan prediksi berdasarkan parameter
yang telah disesuaikan. Didapatkan lokasi yang sesuai untuk pembangunan di lima
kecamatan, yakni Kecamatan Jalaksana, Cigugur, Kramatmulya, Kuningan, dan Lebakwangi.
Penentuan lokasi lebih mendetail diperlukan untuk penentuan akhir pembangunan SPALD-T
yang ideal.
Kata Kunci:Pengolahan limbah, Simple Additive Weighting (SAW), Overlay, Scoring,
Kabupaten Kuningan

ABSTRACT
Kuningan Regency does not currently have a Specialized Domestic Waste Water Management
System. Consideration to overcome thisis conduct an inventory, survey and environmental
geological mapping. In developed zoning area, not optimally determined local geological
conditions. Aims for this research is to discover environmental geology parameters that have
role to determine location of waste development, according to standards and procedures,
considering all aspects, especially geology. The method used on this research is process
secondary data using Simple Additive Weighting (SAW) method to get land suitability maps
which will be done by doing analysis from map overlay (superimposed). Usedeleven
parameters, consist of earth and non-earthvariable, from the overlay of the map will get the
priority zone with the scoring process, which is one method that helps make predictions
based on parameters that have been adjusted. Obtained suitable locations for waste
development in five Districts, Jalaksana District, CigugurDistrict, KramatmulyaDistrict,
KuninganDistrict, and LebakwangiDistrict. Detailed location determination is needed for the
final determination of the ideal waste development.
Keywords: Waste Treatment, Simple Additive Weighting (SAW), Overlay, Scoring, Kuningan
Regency

1. PENDAHULUAN Instalasi Pengelolaan Air Limbah (SPALD)


Kabupaten Kuningan hingga saat ini belum yang sudah ada pun masih bersifat komunal.
memiliki Sistem Pengelolaan Air Limbah Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh setiap
Domestik (SPALD), baik itu Instalasi keluarga tidak lagi memungkinkan
Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) secara pengelolaan air limbah domestik
individu, komunal maupun terpusat. konvensional dilakukan secara individual dan

79
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

sampai dengan saat ini. Sistem pembuangan perencanaan pembangunan sistem


limbah cair di Kabupaten Kuningan masih pengolahan air limbah domestik, dengan
belum memiliki sewerage system. mempertimbangkan segala aspek terutama
Sewerage system adalah sistem geologi, yang selama ini dianggap sebagai
pembuangan air limbah dimana semua air hambatan dalam pembangunan
kotor di suatu wilayah disalurkan bersama infrastruktur.
kesuatu tempat untuk diolah. Sewerage
system yang dimaksudkan terbagi dalam 2. TINJAUAN PUSTAKA
dua jenis yaitu Sistem Pengelolaan Air 2.1 Geologi Regional
Limbah Domestik Setempat (SPALD-S) dan Kenampakan bentang alam Kabupaten
Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat Kuningan sebagian besar merupakan
(SPALD-T). Pembagian ini tentunya perbukitan dan pegunungan dengan puncak
disesuaikan dengan kondisi eksisting setiap tertinggi Gunung Ciremai (+ 3. 078 m),
wilayah terkait dengan kondisi kebumian sedangkan bagian kecil lainnya merupakan
wilayah, tata ruang, demografi, sarana dan pedataran.Kemiringan lerengnya
prasarana, sosial ekonomi, budaya dan berdasarkan pada peta topografi skala 1 :
kesehatan di wilayah Kabupaten Kuningan. 50.000 dan pengecekan di lapangan, secara
Dengan memperhatikan hal tersebut, maka umum dapat dikelompokkan menjadi 3
salah satu pertimbangan untuk satuan morfologi yakni dataran, perbukitan
mengatasinya adalah dengan melakukan landai, dan perbutkitan terjal.
inventarisasi, survei dan pemetaan geologi Berdasarkan fisiografi regional Van
lingkungan. Dalam zonasi wilayah calon Bemmelen (1949), daerah penelitian
pengembangan, belum secara optimal termasuk kedalam Zona Bogor bagian
ditentukan oleh kondisi geologi setempat. Timur. Geologi Kabupaten Kuningan
Pengambilan keputusan geologi seringkali sebagian besar tersusun oleh batuan
digunakan hanya untuk wilayah yang sedimen dan vukanik, sedangkan sebagian
bermasalah geologi saja (rawan bencana kecil lainnya berupa endapan alluvium yang
geologi), selain itu mereka tidak terendapkan sejak Kala Miosen hingga kini.
menggunakannya, tentu tidak seyogyanya Berdasarkan pada peta geologi lembar
demikian (Hirnawan, 2010). Interaksi Tasikmalaya (T. Budhitrisna, 1986), lembar
berbagai faktor yang berperan dalam Arjawinangun (Djuri, 1995), lembar Cirebon
penentuan lokasi pembangunan sistem (P. H. Silitonga, M. Masria dan N. Suwarna,
pengelolaan air limbah sangat penting untuk 1996) dan lembar Majenang (Kastowo dan
dipelajari. N. Suwarna, 1996), batuan-batuan tersebut
Dilakukan penelitian ini yang bertujuan secara stratigrafi dikelompokkan menjadi
untuk menentukan parameter yang beberapa satuan/formasi (Gambar 2.1),
digunakan berdasarkan aspek geologi yang berurutan dari muda ke tua sebagai
lingkungan dalam penentuan lokasi untuk berikut.

80
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

Gambar 1. Stratigrafi Regional Lembar Cirebon (Supriatna dkk, 1992)

1. Aluvial (Qa) Lipatan umumnya berupa antiklin dengan


2. Undak Sungai (Qt) sumbu menyelinap bararah baratlaut –
3. Lava Hasil Gunungapi Muda (Qyl) tenggara.
4. Hasil Gunungapi Muda tak teruraikan
(Qyu). 2.2 Sistem Pengelolaan Air Limbah
5. Lava Hasil Gunungapi Tua (Qvl) Domestik (SPALD)
6. Breksi Hasil Gunugapi Tua (Qvb) Sistem pengelolaan air limbah domestik atau
7. Hasil Gunungapi Tua tak teruraikan dikenal dengan istilah sistem off-site atau
(Qvu) : sistem sewerage, yaitu sistem dimana
8. Formasi Gintung (Qlc) fasilitas pengelolaan air limbah berada diluar
9. Formasi Ciherang (Tpch) persil atau dipisahkan dengan batas jarak
10. Anggota Gununghurip Formasi Halang atau tanah yang menggunakan perpipaan
(Tmhg) untuk mengalirkan air limbah dari rumah-
11. Anggota Lebakwangi Formasi Halang rumah secara bersamaan dan kemudian
(Tmphl) dilairkan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah
12. Formasi Halang (Tmph) (SPALD) yang kemudian apabila diperlukan
13. Formasi Kumbang (Tmpk) proses lanjutan, akan diproses di Instalasi
14. Formasi Lawak (Tml) Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT).
15. Formasi Rambatan (Tmr) Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
16. Formasi Pemali (Tmp) terdiri dari unit pelayanan, unit
Struktur utama yang terdapat di Kabupaten pengumpulan, unit pengolahan dan teknologi
Kuningan terdiri dari sesar dan lipatan yang dalam pengolahan sistem pembuangan air
melibatkan batuan berumur Oligo-Miosen limbah terpusat.
sampai Plistosen. Sesar terdiri dari sesar
naik dan sesar geser menganan dan mengiri, 3. METODE PENELITIAN
umumnya berarah jurus baratlaut – Penelitian terbagi dalam empat tahap,
tenggara sampai timurlaut – baratdaya. pertama tahap persiapan berupa studi
Sesar naik secara umum membentuk busur literatur dan orietasi medan di lokasi
dengan kemiringan bidang sesar yang penelitian, Tahap persiapan meliputi studi
bervariasi dan berarah ke selatan-barat. literatur, untuk mempelajari dan

81
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

mengumpulkan referensi. Tahap 4. Konstruksi dari bobot tiap layer peta,


pelaksanaan meliputi pengolahan data 5. Generalisasi skor keseluruhan untuk
sekunder dengan tujuan mendapatkan peta setiap alternative (kelas) parameter
kesesuaian lahan perencanaan menggunakan operasi overlay,
pembangunan sistem pengelolaan air limbah 6. Peringkat alternatif sesuai dengan hasil
domestik yang selanjutnya akan dilakukan keseluruhan skor (Malczewski, 1999).
tahap analisa dari overlay peta
(superimposed) yang dijelaskan pada 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
subbab selanjutnya. Tahap analisa data dari 4.1 Hasil Pembobotan
hasil overlay peta maka akan didapatkan (Kirkwood, 1997) menjelaskan
zona prioritas dengan proses skoring yang bahwa untuk menetapkan kepentingan
merupakan salah satu metode yang bobot untuk kriteria evaluasi,
membantu melakukan prediksi berdasarkan mempertimbangkan perubahan dalam
parameter yang telah disesuaikan. Tahap kisaran variasi untuk setiap kriteria evaluasi
akhir meliputi penyajian data berupa laporan dan perbedaan tingkat kepentingan yang
hasil dan peta kelayakan rencana dilekatkan pada rentang variasi. Penentuan
pembangunan SPALD-T berdasarkan besaran untuk bobot maupun kelas bersifat
parameter geologi lingkungan. subjektif. Bobot berupa berupa angka
(numeric) yang memiliki rentang dari 1
3.1 Metode (satu) hingga 8 (delapan), yaitu;
Dalam melakukan pembobotan untuk suatu 1. Bobot 8 (delapan) artinya sangat tinggi
permasalah, dibutuhkan suatu metode yang kepentingannya
sesuai untuk menyelesaikan masalah 2. Bobot 7 (tujuh) artinya cukup tinggi
tersebut. Metode Multicriteria Decision kepentingannya
Analysis (MCDA) dapat digunakan untuk 3. Bobot 6 (enam) artinya tinggi
mengidentifikasi suatu opsi yang paling kepentingannya
diminati, untuk menentukan peringkat 4. Bobot 5 (lima) artinya agak tinggi
pilihan atau daftar sejumlah opsi terbatas kepentingannya
untuk evaluasi rinci berikutnya, atau untuk 5. Bobot 4 (empat) artinya sedang
membedakan yang dapat diterima dari kepentingannya
kemungkinan yang tidak dapat diterima 6. Bobot 3 (tiga) artinya agak rendah
(Dodgson, 2000). kepentingannya
MCDA memilki banyak sub-metode, yang 7. Bobot 2 (dua) artinya rendah
penyelesaiannya berbeda – beda, kepentingannya
pembobotan yang digunakan pada metode 8. Bobot 1 (satu) artinya sangat rendah
ini yaitu ranking dan rating, sedangkan sub- kepentingannya
metode yang digunakan yakni Simple Demikian juga untuk nilai diberikan dalam
Additive Weighting (SAW) karena paling format angka yang berkisar pada 0 (nol)
sesuai dengan kebutuhan penulis. hingga 5 (lima), yaitu :
Simple Additive Weighting (SAW) Sub- 1. Nilai 5 (lima) artinya sangat tinggi
Method membutuhkan penambahan aditif 2. Nilai 4 (empat) artinya tinggi
sederhana atau metode pemberian skor, 3. Nilai 3 (tiga) artinya sedang
merupakan teknik keputusan multi atribut 4. Nilai 2 (dua) artinya rendah
yang sederhana dan paling sering digunakan 5. Nilai 1 (satu) artunya sangat rendah
(Malczewski, 1997; Janssen, 1992; Eastman, 6. Nilai 0 (nol) artinya tidak mampu
1993). Metode ini didasarkan pada rata-rata Untuk menentukan lokasi pembangunan
tertimbang. SPALD – S, terlebih dahulu dibutuhkan
Analisis pembobotan yang dikembangkan kajian terhadap aspek – aspek tertentu yang
menggunakan teknik Sistem Informasi mendukung kelayakan lokasi yang
Geografis (SIG) untuk mengusulkan lokasi diinginkan, aspek yang ditentukan ditinjau
yang tepat tergantung pada jumlah lapisan dari segi sosial, lingkungan, dan geologi.
tematik, model tersebut digunakan untuk Terdapat sebelas parameter, yang kemudian
menerapkan skala pengukuran umum dari akan dikelompokkan menjadi parameter
nilai-nilai untuk dimasukan beragam berbeda kebumian dan non kebumian.
dalam rangka menciptakan analisis terpadu
(Raid, et, 2011) dengan cara melakukan 4.2 Parameter Kebumian
overlay pada peta tematik. Dengan langkah- Merupakan parameter yang berhubungan
langkah sebagai berikut: dengan benda mati, seperti material
1. Definisi dari set kriteria evaluasi (layer penyusun wilayah dan potensi kebecanaan
peta tematik) dan alternatif parameter yang mungkin terjadi, parameter yang
yang layak. dipilih, mendukung untuk pemilihan
2. Standarisasi setiap lapisan peta kriteria, kelayakan lokasi sistem pengolahan limbah.
3. Definisi/penjelasan kriteria bobot,

82
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

1. Batuan Batuan yang memiliki sifat seperti


Kondisi geologi berperan penting dalam permeabilitas buruk, porositas buruk.
pembangunan, tak terkecuali untuk instalasi Batuan yang kompak, tahan terhadap
pengolahan air limbah. Limbah yang pelarutan fluida, menjadi prioritas dalam
nantinya akan dikumpulkan perlu diberi membangun SPALD.
perlakuan yang khusus agar tidak
mencemari lingkungan sekitar.
Tabel 1. Hasil penilaian parameter batuan
Pa
V ra
a m Kelas Bobot Nilai Skor
r et
i er
a a. Batu lempung,
5 25
b batulanau, tufa halus
e b. Napal, lempung,
l batuan beku Masif, tufa 4 20
B
kasar, batulanau, serpih
a
K c. Batuan metamorf dan
t 3 15
e batuan beku terkekarkan
u
b d. Batupasir, 5
a
u konglomerat dan breksi 2 10
n
m sedimen
i e. Konglomerat vulkanik,
a tufa batu apung, breksi
n vulkanik, pasir, tanah 1 5
organik, batugamping
dan endapan lahar

2. Kemiringan Lereng pengoperasiannya. Daerah dengan


Kemiringan lereng berkaitan erat dengan kemiringan lereng lebih dari 25% (curam)
kemudahan pekerjaan konstruksi dan dianggap tidak layak untuk dijadikan lokasi
operasional Instalasi Pengolahan Air Limbah pembangunan instalasi pengolahan air
(SPALD), Semakin terjal suatu daerah limbah.
semakin sulit pekerjaan konstruksi dan
Tabel 2. Hasil penilaian parameter kemiringan lereng
V Parameter Kelas Bobot Nilai Skor
a > 25 % 1 4
r 16–25 % 2 8
i 8 – 15 % 3 12
a 3–7% 4 16
b
e
l
Kemiringan
4
K Lereng
e
b 0–2% 5 20
u
m
i
a
n

3. Jenis Tanah terbagi menjadi 3 kelas yakni tanah lempung


Jenis tanah sebagai pendukung (<0,002 mm), tanah lanau (0,002 – 0,0053
pembangunan SPALD, diteliti ukuran butir mm), dan tanah ukuran pasir (0,0053 – 2
untuk jenis tanahnya. Semakin kecil ukuran mm).
butir, semakin baik untuk pondasi SPALD,

83
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

Tabel 3. Hasil penilaian parameter jenis tanah


V Para-
Kelas Bobot Nilai Skor
a meter
r a. tanah
i lempung
5 20
a (<0,002
b mm)
e b. tanah
l lanau (0,002
3 12
– 0,0053
Jenis
K mm) 4
Tanah
e
b
u c. tanah
ukuran pasir
m 1 4
(0,0053 – 2
i
mm)
a
n

4. Akuifer terjadi di sekitar daerah SPALD. Kebutuhan


Instalasi Pengolahan Air Limbah sumber air untuk non potable water dapat
berhubungan dengan limbah yang dihasilkan disediakan dari beberapa sumber seperti air
oleh kegiatan rumah tangga. Peran akuifer daur ulang dan air hujan dan dapat disimpan
pada infrastruktur SPALD yaitu sebagai didalam akuifer karena jumlahnya yang
wadah untuk menyimpan air hasil besar. Akuifer dengan produktifitas tinggi
pengolahan limbah dan sebagai penentu baik untuk menyimpan air tanah.
tingkat pencemaran air yang mungkin
Tabel 4. Hasil penilaian parameter akuifer
V Parame
Kelas Bobot Nilai Skor
a ter
r Akuifer berproduktifitas,
5 10
i penyebaran setempat
a Akuifer berproduktifitas
b sedang, penyebaran 4 8
e setempat
l Akuifer berproduktifitas
sedang, penyebaran 3 6
Akui-
K setempat 2
fer
e Akuifer berproduktifitas
b rendah, penyebaran 2 4
u setempat dan berarti
m Akuifer berproduktifitas
i rendah, penyebaran
a 1 2
setempat dan tidak
n berarti

5. Potensi Gerakan Tanah Gerakan tanah dapat merusak pipa atau


Gerakan tanah identik dengan bencana kabel yang tertanam baik akibat gerakan di
longsor dan amblesan tanah. Gerakan tanah bawahnya atau karena penimbunan material
menjadi salah satu parameter yang hasil longsoran. Gerakan tanah memberikan
berpengaruh terhadap pembangunan SPALD, dampak negatif dalam pembangunan dan
berhubunngan pula dengan kemiringan keberlangsungan SPALD, sehingga nilai yang
lereng daerah yang hendak dibangun. diberikan untuk kawasan berpotensi gerakan
tanah tinggi adalah rendah.

84
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

Tabel 5. Hasil penilaian parameter potensi gerakan tanah

Parameter Kelas Bobot Nilai Skor

Variabel a. Sangat
5 10
Ke rendah
bumian b. Rendah 3 6
Potensi Gerakan
2
Tanah c. Menengah 1 2

d. Tinggi 0 0

6. Curah Hujan hujan, semakin tinggi pula tingkat kesulitan


Curah hujan sangat mempengaruhi kualitas dalam sistem pengelolaan air limbah
air sungai, serta tingkat infiltrasi terhadap domestik
jaringan air limbah. Semakin tinggi curah
Tabel 6. Hasil penilaian parameter curah hujan
Parameter Kelas Bobot Nilai Skor
Vari
abel <2500 mm/tahun 5 5
Ke 2500-3000
bum Curah Hujan 1 3 3
mm/tahun
ian
>3000 mm/tahun 1 1

7. Bahaya Banjir pengolahan air limbah, karena banjir dapat


Daerah berpotensi banjir dianggap tidak merusak sarana dan prasarana SPALD serta
layak menjadi lokasi pembangunan instalasi dapat menyebabkan pencemaran.
Tabel 7. Hasil penilaian parameter bahaya banjir
Parameter Kelas Bobot Nilai Skor
Bebas
5 5
Vari banjir
abel Berpotensi
Ke Bahaya terjadi 2 2
1
bumi Banjir banjir
an Pernah
terjadi 0 0
banjir

8. Morfografi yang tidak terlalu curam, namun dapat


Instalasi pengolahan air limbah dengan digunakan untuk mengalirkan air limbah
sistem off – site menggunakan pipa untuk dengan memanfaatkan gravitasi. Sehingga,
mengalirkan air limbah tersebut. Pipa – pipa morfografi seperti ini memiliki nilai yang
tersebut tersambung dari limbah rumah besar dalam sistem skoring. Sementara itu,
tangga untuk dialirkan ke SPALD. Pengaliran morfografi dengan kemiringan lereng yang
air limbah tersebut lebih efektif semakin curam akan menyulitkan sistem
menggunakan gravitasi. penyaluran air limbah, sehingga nilai
Morfografi berupa perbukitan rendah lebih skornya akan semakin kecil. Berikut nilai
efektif karena memiliki kemiringan lereng dari setiap kelas pada parameter morfografi.
Tabel 8. Hasil penilaian parameter morfografi
Parameter Kelas Bobot Nilai Skor
Perbukitan Rendah
5 5
(100 – 200 m)
Variabel Dataran (<100 m) 4 4
Fisik Ke Perbukitan Sedang
bu Morfografi 1 3 3
(200 – 500 m)
mian
Perbukitan Tinggi
2 2
(500 – 1500 m)
Pegunungan (>1500
1 1
m)

85
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

(Modifikasi dari Saleh, 2013)

4.3 Parameter Non-Kebumian dihasilkannya. Jika dilihat dari debit air


Parameter non-kebumian merupakan limbah maksimum harian (m3/hari),
parameter yang membahas mengenai faktor pembangunan pengolahan air limbah jangka
sosial dan ekonomi masyarakat pada daerah pendek berlaku pada daerah yang memiliki
penelitian. Terdiri atas kepadatan penduduk, debit air limbah yang besar. Debit air limbah
kondisi kesejahteraan masyarakat, dan tata yang besar berdampingan dengan kepadatan
guna lahan yang diterapkan. penduduk. Maka dalam penelitian ini, zona
1. Kepadatan Penduduk yang memiliki kepadatan penduduk yang
Jumlah penduduk sangat berkaitan erat besar memiliki prioritas tinggi (skor tinggi)
dengan jumlah limbah yang dihasilkannya. karena menghasilkan limbah yang besar
Semakin banyak jumlah penduduk maka pula.
semakin banyak pula limbah yang
Tabel 9. Hasil penilaian parameter kepadatan penduduk
Vari Parameter Kelas Bobot Nilai Skor
abe
>1560
l 5 40
jiwa/km2
Non
Kepadatan 779-1559
Ke 8 3 24
Penduduk jiwa/km2
Bu
mia <778
1 8
n jiwa/km2

2. Tata Guna Lahan


Tata guna lahan merupakan parameter yang menerangkan tentang penggunaan dan
pemanfaatan lahan di Kabupaten Kuningan (Gambar 4.10), terbagi menjadi 6 kelas yakni
pertanian, perkebunan, hutan, industri, pemukiman, dan danau. Pilihan yang terbaik
merupakan lahan tidak produktif.
Tabel 10. Hasil penilaian parameter tata guna lahan
Para-meter Kelas Bobot Nilai Skor
Pertanian 5 40
Vari
abel Perkebunan 4 32
Non
-Ke Tata Guna Hutan 3 24
Bu 8
Lahan Industri 2 16
mia
n
Pemukiman 1 8

Danau 0 0

3. Kondisi Kesejahteraan Masyarakat limbah, karena merupakan aset atau


Daerah yang memiliki tingkat jumlah penyumbang dana yang cukup dalam
penduduk yang berekonomi baik berimbas keberlangsungan operasional dari sebuah
kepada kemudahan untuk lokasi SPALD
pembangunan instalasi pengolahan air
Tabel 11. Hasil penilaian parameter kondisi kesejahteraan masyarakat
Para-meter Kelas Bobot Nilai Skor
Vari Golongan III
5 20
abel dan III+
Kondisi
Ke Golongan II 4 16
Kesejahteraan 4
bumi Golongan I 3 12
Masyarakat
an Golongan
1 4
Prasejahtera

4.4 Hasil Overlay sebagian besar data yang diperlukan untuk


Langkah untuk melakukan penentuan dapat diolah berasal dari data sekunder.
kelayakan suatu daerah ini relatif mudah, Data-data ini ditumpang-tindihkan
cepat, dan murah untuk digunakan sebagai (superimposed) satu sama lain sehingga
lokasi pembangunan SPALD, dimana hasil akhirnya bisa diperoleh suatu zonasi

86
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

kelayakan lahan pembangunan SPALD sehingga didapatkan lokasi yang menjadi


secara regional. rekomendasi untuk pembangunan SPALD.
Penentuan lokasi yang layak untuk dibangun
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (SPALD) 4.4.1 Variabel Kebumian
didasarkan pada variabel kebumian dan Parameter – parameter yang termasuk ke
variabel non kebumian. Parameter – dalam variabel kebumian yaitu batuan, jenis
parameter yang termasuk ke dalam variabel tanah, kemiringan lereng, potensi gerakan
kebumian dibuat menjadi sebuah peta. Peta tanah, hidrogeologi/kondisi akuifer, potensi
tersebut diberikan skor lalu dilakukan bahaya banjir, curah hujan, dan morfografi.
overlay. Begitu pula parameter – parameter Setiap parameter dilakukan overlay sehingga
yang termasuk ke dalam variabel non – menghasilkan peta pada gambar berikut ini
kebumian kebumian. variabelkebumian (Gambar 2).
maupun non kebumian, kemudian di overlay

Gambar 2. Peta pemilihan lokasi SPALD kategori kebumian

Hasil overlay parameter variabel kebumian Lebakwangi, Cidahu, Luragung, Cimahi,


menunjukkan tiga zona, yaitu zona Ciwaru, dan Cilebak. Kemudian zona
kelayakan rendah diwakili dengan warna kelayakan rendah mendominasi kedua
merah dengan nilai hasil overlay sebesar 17 setelah zona kelayakan sedang. Zona ini
– 44,67, zona kelayakan sedang diwakili terlihat lebih banyak pada bagian selatan
dengan warna kuning dengan nilai hasil dan timur daerah penelitian. Daerah yang
overlay sebesar 44,68 – 72,35, dan zona termasuk ke dalam zona ini yaitu Kecamatan
kelayakan tinggi diwakili dengan warna hijau Ciniru, Garawangi, Selajambe, Lebakwangi,
dengan nilai hasil overlay sebesar 72,36 – Maleber, Cibeureum, dan Cibingbin.
100. Peta tersebut memperlihatkan bahwa Sementara itu, zona kelayakan tinggi
zona kelayakan sedang mendominasi daerah menjadi minoritas di daerah penelitian. Zona
penelitian. Zona ini menyebar luas dari ini hanya menjadi bagian kecil di Kecamatan
utara, namun semakin sedikit pada bagian Cidahu dan Kalimanggis.
selatan. Daerah yang termasuk ke dalam
zona sedang yaitu kecamatan Pesawahan, 4.4.2 Variabel Non Kebumian
Pancalang, Mandirancan, Cilimus, Jalaksana, Parameter – parameter yang termasuk ke
Cigugur, Kadugede, Kuningan, dalam variabel non kebumian yaitu
Kramatmulya, Japara,Cigandamekar, kepadatan penduduk, tata guna lahan, dan
Cipicung, Ciawigebang, Kalimanggis, mata pencaharian penduduk. Masing –

87
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

masing parameter tersebut dilakukan pada gambar berikut (Gambar 3).


overlay sehingga menghasilkan peta seperti

Gambar 3. Peta pemilihan lokasi SPALD kategori non kebumian

Seperti halnya variabel kebumian, hasil Darma. Sementara itu, zona kelayakan
overlay dari parameter variabel non tinggi, diwakili dengan warna hijau dengan
kebumian menunjukkan adanya tiga nilai hasil overlay sebesar 70,69 – 100
kategori zona kelayakan SPALD, yaitu zona memiliki luas paling sedikit diantara yang
kelayakan rendah, zona kelayakan sedang, lainnya. Zona ini berada pada bagian tengah
dan zona kelayakan tinggi. Zona kelayakan daerah penelitian. Daerah yang termasuk ke
rendah mendominasi daerah penelitian, dalam zona kelayakan tinggi yaitu
diwakili dengan warna merah dengan nilai Kecamatan Jalaksana, Cigugur,
hasil overlay sebesar 12 – 41,34. Zona ini Kramatmulya, Kuningan, dan Lebakwangi.
menyebar hampir di seluruh daerah
penelitian, namun sedikit pada bagian 4.4.3 Hasil Overlay antara Variabel
tengah. Daerah yang termasuk ke dalam Kebumian dan Variabel Non Kebumian
zona rendah yaitu Kecamatan Pesawahan, Peta hasil overlay parameter pada variabel
Mandirancan, Japara, Cimahi, Cidahu, kebumian dan variabel nonkebumian
Cibingbin, Cibeureum, Ciwaru, Cilebak, kemudian dilakukan overlay kembali. Peta
Maleber, Lebakwangi, Selajambe, dan Ciniru. hasil overlay ini menjadi peta akhir yang
Zona yang mendominasi setelah zona menunjukkan rekomendasi dalam
kelayakan rendah yaitu zona kelayakan pembangunan SPALD. Hasil overlay peta
sedang, diwakili dengan warna kuning menghasilkan 4 kategori zona kelayakan
dengan nilai hasil overlay sebesar 41,35 – SPALD. Zona tersebut yaitu zona kelayakan
70,68. Zona ini menyebar di bagian utara, sangat rendah, zona kelayakan rendah, zona
barat, dan bagian tengah daerah penelitian. kelayakan sedang, dan zona kelayakan
Daerah yang termasuk ke dalam zona ini tinggi. Peta hasil overlay antara variabel
yaitu Kecamatan Pancalang, Cilimus, kebumian dan variabel non kebumian dapat
Cigandamekar, Ciawigebang, Kalimanggis, dilihat pada gambar berikut ini (Gambar 4).
Garawangi, Luragung, Kadugede, dan

88
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

Gambar 4. Peta hasil overlay antara peta pemilihan lokasi SPALDkebumian dan non
kebumian

Zona kelayakan sangat rendah, diwakili 5. KESIMPULAN


dengan warna merah dengan nilai hasil Aspek geologi lingkungan sangat
overlay sebesar 0 – 20 mendominasi pada mempengaruhi penentuan lokasi untuk
bagian selatan dan sedikit di bagian timur perencanaan pembangunan sistem
daerah penelitian. Zona sangat rendah pengolahan air limbah domestik.
menempati daerah Kecamatan Ciniru, Penentuan lokasi untuk perencanaan
Lebakwangi, Cibeureum, dan Cibingbin. pembangunan sistem pengolahan air limbah
Zona kelayakan rendah, diwakili dengan dengan menggunakan meetode Simple
warna coklat dengan nilai hasil overlay Additive Weighting (SAW) berbasis geologi,
sebesar 20 – 40 berada pada bagian utara lebih mendekati tingkat akurasi yang lebih
dan selatan daerah penelitian. Daerah yang baik, sehingga memudahkan untuk
termasuk ke dalam zona rendah yaitu pengambilan kebijakan yang mampu
Kecamatan Pesawahan, Japara, Cimahi, meminimalisir potensi kerusakan
Ciwaru, Maleber, Cilebak, dan Selajambe. lingkungan.
Selain itu, zona kelayakan sedang, diwakili
dengan warna kuning dengan nilai hasil DAFTAR PUSTAKA
overlay sebesar 40 – 60, mendominasi di Anonimus. 2015. Kabupaten Kuningan dalam
bagian tengah daerah penelitian. Zona ini Angka. Kuningan. BPS Kabupaten
menempati daerah Kecamatan Pancalang, Kuningan.
Cilimus, Cigandamekar, Ciawigebang, Arif, Irwandi. 2008. Geoteknik Tambang.
Kalimanggis, Cidahu, Luaragung, Kadugede, Jakarta. Gramedia
dan Darma. Sementara itu, zona kelayakan Budhitrisna, T. 1986. Peta Geologi Lembar
tinggi, diwakili dengan warna hijau dengan Tasikmalaya, Jawa. Bandung. Pusat
nilai hasil overlay sebesar 60 – 80 juga Penelitian dan Pengembangan Geologi
mendominasi bagian barat hingga ke bagian Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2012.
tengah daerah penelitian. Daerah yang Laporan Akhir: Proyek Untuk
termasuk ke dalam zona ini yaitu Kecamatan Pengembangan Kapasitas Sektor Air
Jalaksana, Cigugur, Kramatmulya, Kuningan, Limbah Melalui Peninjauan Master Plan
dan Lebakwangi. Daerah ini menjadi daerah Pengelolaan Air Limbah Di DKI Jakarta,
rekomendasi dalam membangun Sistem Republik Indonesia. Kementrian
Pengelolaan Air Limbah Domestik (SPALD) di Pekerjaan Umum
Kabupaten Kuningan. Djuri. 1995. Peta Geologi Lembar
Arjawinangun, Jawa. Bandung. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi

89
Bulletin of Scientific Contribution, Volume 16, Nomor 2, Agustus 2018 : 79-80

Dodgson, J., Spackman, M., Pearman, A., Rifai, A., dan Nugroho, R. 2007. Kajian
Phillips, L. 2000. Multi-criteria analysis : Pendahuluan Kelayakan Penerapan
a manual. Technical report, Department Instalasi Pengolahan Air Limbah
of the Environment Transport and the Domestik Secara
Regions. Saleh, R., Selintung, M., dan Barkey, R. A.
Hirnawan, Febri. 2010. Menyongsong Pola 2013. Kelayakan Penerapan Pengolahan
Fikir Geologi Masa Depan. Yogyakarta. Air Limbah Domestik Sistem Terpusat
Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan Lokasi Lahan Basah Buatan di Kota
Iskandarsyah, Teuku Yan W. M. 2011. Kendari. UniversitasHasanuddin
Analisis Regional untuk Lokasi TPA Makassar
Sampah. Jakarta. Pusat Pendidikan dan Samsuhadi. 2012. Tata cara pemilihan lokasi
Pelatihan Geologi, Kementrian ESDM IPLT dan SPALD dengan Menggunakan
Kastowo dan Suwarna, N. 1996. Peta Sistem Skor. Jurnal Teknik lingkungan
Geologi Lembar Majenang, Jawa. Edisi Khusus “Hari Lingkungan Hidup”
Bandung. Pusat Penelitian dan Hal. 157 – 168, ISSN 1441-318X.
Pengembangan Geologi Şener, Başak. 2004. Thesis: Landfill Site
Kirkwood, C. W., 1997. Strategic Decision Selection by Using Geographic
Making: Multiobjective Decision Analysis Information System. Geological
with spreadsheets. Belmont.Duxbury Engineering. The Graduate School of
Press Natural and Applied Sciences of Middle
Lumban Batu, Juliana Andretha Janet. East Technical University
Fibriani, Charitas. 2017.Analisis Silitonga, P. H., Masria, M. dan Suwarna, N.
Penentuan Lokasi Evakuasi Bencana 1996. Peta Geologi Lembar Cirebon,
Banjir dengan Pemanfaatan Sistem Jawa. Bandung. Pusat Penelitian dan
Informasi Geografis dan Metode Simple Pengembangan Geologi
Additive Weighting. Malang. Jurnal Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo-
Teknologi Informasi dan IlmuKomputer Interpretation in Terrain Analysis and
(JTIIK), Vol. 4, No. 2, Juni 2017, hlm. Geomorfologi Mapping, Smith Publisher,
127-135 The Haque, Amsterdam.
Malczewski, J., 1999. GIS and Multicriteria
Decision Analysis, Canada,John Wiley &
Sons, 392 p.

90

Anda mungkin juga menyukai