Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
OLEH:
STIFA C 2017
LABORATORIUM FARMASETIKA
PROGRAM STUDI STRATA SATU FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Dalam bidang farmasi perkembangan teknologi sangat berperan
aktif dalam peningkatan kualitas produksi obat-obatan. Bentuk sediaan
dikembangkan berdasarkan formulasi dan teknologi farmasetik agar
menghasilkan sediaan yang efektif, aman dan stabil dengan tetap
menjaga kriteria mutu sediaan tersebut bila sediaan diproduksi dalam
skala besar.
Beberapa bentuk sediaan obat yang umumnya dipakai dalam
pembuatan obat, setiap bentuk sediaaan memiliki fungsi dan
kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan untuk apa
obat tersebut dipakai. Salah satu bentuk sediaan dari obat yang sering
dijumpai dan sering digunakan adalah suspensi.
Suspensi merupakan sediaan cair yang mengandung partikel padat
yang tidak larut tetapi terdispersi dalam fase cair. Sediaan dalam bentuk
suspensi juga ditujukan untuk pemakaian oral dengan kata lain pemberian
yang dilakukan melalui mulut.
Selain itu pembuatan suspensi ini didasarkan pada pasien yang
sukar menerima tablet atau kapsul, terutama bagi anak-anak dan lansia,
dapat menutupi rasa obat yang tidak enak atau pahit yang sering kita
jumpai pada bentuk sediaan tablet, dan obat dalam bentuk sediaan
suspensi lebih mudah diabsorpsi daripada tablet/kapsul dikarenakan luas
permukaan kontak antara zat aktif dan saluran cerna meningkat.
Penggunaan dalam bentuk suspensi bila dibandingkan dengan
larutan sangatlah efisien sebab suspensi dapat mengurangi penguraian
zat aktif yang tidak stabil dalam air.
Sasaran utama didalam merancang sediaan berbentuk suspensi
adalah untuk memperlambat kecepatan sedimentasi dan mengupayakan
agar partikel yang telah tersedimentasi dapat disuspensi dengan baik.
Sulfametoksazol merupakan sulfonamide kerja pendek diberikan
secara oral dalam pengobatan infeksi saluran kemihtraktat, kadang
dengan antibakteri lain. Sulfametoksazol dibuat dalam bentuk sediaan
suspensi karena zat aktif tersebut memiliki kelarutan yang praktis tidak
larut dalam air sehingga dibuat dalam sediaan suspensi.
Dengan demikian sangatlah penting bagi kita sebagai tenaga
farmasis untuk mengetahui dan mempelajari pembuatan sediaan
dalambentuk suspensi yang sesuai dengan persyaratan suspensi yang
ideal ataupun stabil agar selanjutnya dapat diterapakan pada pelayanan
kefarmasian dalam kehidupan masyarakat.
I.2 Maksud dan Tujuan Praktikum
I.2.1 Maksud praktikum
Adapun maksud dari percobaan ini adalah,
1. Mahasiswa dapat memahami karakteristik sediaan suspensi yang
telah dibuat dalam bentuk suspensi
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara pembuatan suspensi yang baik
3. Mengetahui jenis-jenis evaluasi untuk sediaan suspensi.
I.2.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari percobaan yang dilakukan adalah:
1. Mengetahui preformulasi dari sediaan suspensi sulfametoksazole.
2. Mengetahui cara pembuatan suspensi serta penanganan khusus
pada bahan-bahan tertentu.
3. Mengetahuievaluasi dan standar mutu sediaan suspensi.
I.3 Manfaat Praktikum
Adapunmanfaat dari praktikum ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan memahami preformulasi dari sediaan
suspensi.
2. Untuk mengetahui dan memahami cara pembuatan suspensi yang
baik.
3. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi dan standar mutu sediaan
suspensi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum
II.1 .1 Defenisi Suspensi
Suspensi didefinisikan sebagai sediaan yang mengandung partikel
obat yang terbagi halus (suspensoid) yang terdistribusi seragam dimana
obat menunjukkan tingkat kekuatan minimum (Ansel, 2014).Suspensi oral
adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat dalam bentuk halus
yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan tambahan yang sesuai
yang ditujukan untuk penggunaan oral (Syamsuni, 2006).
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.Zat
yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat mengendap.Jika
dikocok perlahan-lahan endapan harus segera terdispersi kembali, dapat
mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas
suspensi.Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar sediaan
mudah dikocok dan dituang (Anief, 1997).
Ada beberapa alasan pembuatan suspensi oral.Salah satunya
adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila ada dalam
sediaan larutan tetapi stabil dalam sediaan suspensi. Untuk banyak
pasien, bentuk cairan lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau
kapsul dari obat yang sama), karena mudahnya menelan cairan dan
keluwesan dalam pemberian dosis, aman, mudah diberikan untuk anak-
anak, juga mudah diatur penyesuaiannya untuk anak (Ansel, 1995).
Kerugian dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak bila
diberikan dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan sebagai
partikel yang tidak larut dalam suspensi. Untuk obat-obat yang tidak enak
rasanya telah dikembangkan bentuk-bentuk kimia khusus menjadi bentuk
yang tidak larut dalam pemberian yang diinginkan sehingga didapatkan
sediaan cair yang rasanya enak. Pembuatan bentuk-bentuk yang tidak
larut untuk digunakan dalam suspensi mengurangi kesulitan ahli farmasi
untuk menutupi rasa obat yang tidak enak dari suatu obat (Ansel, 1995).
II.1.2 Kelebihan dan KekuranganSuspensi
II.1.2.1 Kelebihan Suspensi (Fatmawaty, 2012):
1. Suspensi merupakan bentuk sediaan yang ideal untuk pasien yang
sulit menelan tablet atau kapsul yang amat penting dalam pembuatan
obat untuk anak-anak.
2. Beberapa obat yang tidak larut dalam media penerima, oleh karena itu
harus dibuat sebagai padatan, bentuk sediaan bukan larutan (tablet,
kapsul, dll) atau sebagai suspensi.
3. Cairan yang mengandung bahan tidak larut memberikan keuntungan
baik untuk pemakaian dalam maupun pemakaian luar untuk aksi
perlindungan dan juga aksi diperpanjang. Kedua efek ini dicapai
secara relative dari obat yang tidak larut. Dalam kasus suspense
diinginkan sebagai cadangan untuk meyakinkan aksi diperpanjang dari
obat.
II.1.2.2 Kekurangan Suspensi (Fatmawaty, 2012):
1. Sedimentasi atau endapan yang kompak menyebabkan masalah
dimana tak berarti selalu mudah untuk didispersikan
2. Produk yang cair dan secara relatif massanya berat. Sifat ini kurang
menguntungkan bagi farmasis dan pasien.
3. Pemisahan fase dalam suspense harus dicegah jika pasien diberikan
dengan dosis yang seragam dari obat yang terkandung dalamnya.
Suspensi dibedakan dalam beberapa jenis berdasarkan cara
penggunaannya (Dirjen POM, 1979):
1. Suspensi oral, sediaan cair mengandung partikel padat yang
terdispersidalam pembawa cair dengan bahan pengaroma yang sesuai
dan ditujukanuntuk penggunaan oral.
2. Suspensi topikal, sediaan cair mengandung partikel-partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair yang ditujukan untuk penggunaan kulit.
3. Suspensi tetes telinga, sediaan cair mengandung partikel-partikel
halus yangditujukan untuk diteteskan pada telinga bagian luar.
4. Suspensi optalmik, sediaan cair steril yang mengandung partikel-
partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada
mata.
Suspensi kering menggambarkan suatu bentuk khusus.Dibawah ini
adalah preparat berbentuk serbuk kering, yang baru dirubah menjadi
suspensi sesaat sebelum penggunaanya setelah penambahan air.Daya
tahan yang tidak mencukupi dari bahan obat dalam air, tetapi juga
pembentukan sedimen yang sulit dikocok melalui jalan ini dapat dihindari
(Anief, 2010).Secara umum sediaan suspensi terdiri dari (Dirjen POM,
1979) :
1. Zat aktif
Zat aktif dibuat dalam bentuk sediaan suspensi secara umum adalah
zat aktif yang pada konsentrasi zat aktif yang diinginkan tidak larut
sempurna dalam air.
2. Zat tambahan (excipient)
a. Zat pembasah (Wetting Agent), Berfungsi memperlambat
pengendapan, mencegah penurunan partikel, dan mencegah
penggumpalan resin dan bahan berlemak.
b. Zat pensuspensi, Berfungsi menurunkan tegangan permukaan
bahan dengan air (sudut kontak) dan meningkatkan dispersibahan
yang tidak larut. Bahan pembasah yang biasa digunakan adalah
surfaktan yang dapat memperkecil sudut kontak antara partikel zat
padat dan larutan pembawa.
c. Flocculating Agent Floculating agent adalah bahan yang dapat
menyebabkan suatu partikel berhubungan secara bersama
membentuk suatu agregat atau floc.
d. Acidifier, Berfungsi mengatur pH, meningkatkan kestabilan suspensi,
memperbesar potensial pengawet, meningkatkan kelarutan. Acidifier
yang biasa digunakan pada suspensi adalah asam sitrat.
e. Pendapar, Berfungsi mengatur pH, memperbesar potensial
pengawet, meningkatkan kelarutan. Dapar yang dibuat harus
mempunyai kapasitas yang cukup untuk mempertahankan pH.
f. Antioksidan, Antioksidan jarang digunakan pada sediaan suspensi,
kecuali untuk zat aktif yang mudah terurai karena teroksidasi.
g. Pengawet, Pengawet sangat dianjurkan jika didalam sediaan
tersebut mengandung bahan alam karena merupakan tempat
tumbuh mikroba.
Salah satu komponen utama dalam pembuatan suspensi ialah
suspending agent. Suspending agent digunakan untuk meningkatkan
viskositas dan memperlambat proses pengendapan sehingga dapat
menghasilkan suatu suspensi yang stabil. Pembuat formulasi harus
memilih suspending agent secara tunggal atau kombinasi dan pada
konsentrasi yang tepat. Faktor yang mempengaruhi pemilihan suspending
agent yaitu: kesesuaian secara kimia dengan bahan yang lain, khususnya
obat, pengaruh pH obat, penampilan, dan harga (Nash, 1996; Lieberman,
1996).
Suspensi memiliki energi bebas permukaan yang membuat sistem
menjadi tidak stabil pengendapan partikel. Energi bebas dari sistem
tergantung pada luas permukaan total dan ketegangan antarmuka antara
medium cair dan partikel padat. Jadi, dalam meminimalkan energi bebas,
sistem cenderung mengurangi luas permukaan,yang dicapai dengan
pembentukan aglomerat. Ini dapat menyebabkan flokulasi atau agregasi,
tergantung pada kekuatan yang menarik dan menjijikkan dalam sistem. Di
sebuah suspensi flokulasi, partikel-partikel secara longgar terhubung satu
sama lain untuk membentukflokulasi. Partikel-partikel dihubungkan
dengan adsorpsi fisik makromolekul. Suspensi flokulasi menetapcepat,
tetapi dapat dengan mudah disebarkan kembali setelah agitasi lembut.
Properti ini sangat diinginkan dalam suspensi farmasi untuk memastikan
dosis seragam. Suspensi deflokulasi di sisi lain tetap tersebar untuk waktu
yang lebih lama, namun, ketika terjadi sedimentasi; itu mengarah pada
pembentukan pengaturan padat yang dihasilkan dalam caking. Redispersi
berikutnya dari jenis emulsi ini adalah energi yang sulit penghalang jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan suspensi flokulasi (Kulshreshtha, 2010).
Pertimbangan penting dalam perumusan suspensi farmasi
membutuhkan pengetahuan tentang sifat-sifat tersebut dari kedua fase
terdispersi dan media dispersi. Bahan untuk formulasi suspensi harus
dipilih dengan cermat mengingat rute administrasi, aplikasi yang
dimaksudkan, dan kemungkinan efek samping (Kulshreshtha, 2010).
Berikut adalah faktor terpenting yang harus dipertimbangkan selama
formulasi suspensi (Kulshreshtha, 2010):
1. Sifat bahan yang ditangguhkan: Sifat antarmuka dari bahan yang
ditangguhkan adalah pertimbangan penting selama perumusan
suspensi. Partikel yang memiliki tegangan antarmuka rendah mudah
dibasahi oleh air dan karenanya dapat ditangguhkan dengan mudah.
Partikel bahan dengan tegangan antar muka yang tinggi, namun tidak
mudah dibasahi. Penangguhan bahan semacam itu biasanya dicapai
dengan menggunakan surfaktan. Surfaktan meningkatkan
keterbasahan partikel oleh mengurangi tegangan permukaan mereka.
2. Ukuran partikel tersuspensi: Pengurangan ukuran partikel
menyebabkan penurunan tingkat sedimentasi dari partikel yang
ditangguhkan seperti yang dijelaskan oleh hukum Stoke.
Pengurangan dalam ukuran partikel dapat dicapai dengan proses
seperti penggilingan, pengayakan, dan lain-lain. Ukuran partikel juga
mempengaruhi laju dan tingkat penyerapan, pembubaran, dan
biodistribusi obat. Namun, mengurangi ukuran partikel di luar batas
tertentu dapat menyebabkan pembentukan kue kompak setelah
sedimentasi.
3. Viskositas media dispersi: Viskositas media dispersi yang lebih besar
menawarkan keuntungan sedimentasi yang lebih lambat; namun, hal
itu dapat berkompromi dengan yang lain sifat yang diinginkan seperti
syringability untuk suspensi parenteral, spreadability untuk suspensi
topikal, kemudahan administrasi untuk suspensi oral. Itu properti
penipisan geser sangat diinginkan sehingga suspensi sangat kental
selama penyimpanan saat geser minimum hadir sehingga
sedimentasi lambat dan memiliki viskositas rendah setelah
pengadukan (geser tinggi) untuk memudahkan penuangan dari botol.
II.1.3 Hal-hal Yang Mempengaruhi Stabilitas Suspensi
Adapun yang mempengaruhi stabilitas dari suspensi antara lain
(Kulshreshtha, 2010):
1. Pengendapan / Sedimentasi
Pengendapan atau sedimentasi adalah masalah yang sangat penting
dalam stabilitas suspensi.Ini adalah sebuah tren umum untuk
mengurangi tingkat penyelesaian, meskipun seperti yang disebutkan
sebelumnya, secara tak terkendali lambatnya laju pengendapan dalam
suspensi deflokulasi dapat menyebabkan partikel mengendap sebagai
residu kompak di bagian bawah wadah.
2. Sedimentasi dalam Sistem Flokulasi dan Deflokulasi
Seperti dibahas sebelumnya, suspensi flokulasi menunjukkan
sedimentasi yang cepat. Sedangkan, suspensi deflokulasi
menunjukkan lambat, tetapi kompak, pada saat pengendapan.
3. Elektrolit
Elektrolit bertindak dengan mengurangi potensi zeta, yang menyatukan
partikel-partikel untuk membentuk struktur yang diatur secara longgar.
Kekuatan flokulasi meningkat dengan valensi dari ion. Karena itu, ion
kalsium lebih kuat dari pada natrium atau kalium ion. Namun, ion
trivalen lebih jarang digunakan karena toksisitasnya.
4. Pengaruh Ukuran Partikel pada Stabilitas Suspensi
Seperti yang dibahas sebelumnya, mengendalikan ukuran partikel
sangat penting stabilitas suspensi. Partikel yang terbelah halus
diperlukan untuk mengurangi sedimentasi. Namun, kontrol ukuran
partikel yang tidak tepat dapat menciptakan beberapa konsekuensi
yang tidak diinginkan.
II.1.4 Metode Pembuatan Suspensi
Pembuatan suspensi dilakukan melalui beberapa metode antara
lain sebagai berikut:
1. Metode Dispersi, metode pembuatan suspensi dengan cara
menambahkan serbuk bahan obat ke dalam mucilago yang terbentuk
kemudian diencerkan, dalam hal ini serbuk yang terbagi harus
terdispersi dalam cairan pembawa, umumnya adalah air (Nash, 1996).
2. Metode Presipitasi, Zat yang hendak didispersikan dilarutkan dahulu ke
dalam pelarut organik yang hendak dicampur dengaan air. Setelah larut
dalam pelarut organik, larutan zat ini kemudian diencerkan dengan
larutan pensuspensi dalam air sehingga akan terjadi endapan halus
tersuspensi dengan bahan pensuspensi. Cairan organik tersebut
adalah etanol, propilen glikol, dan polietilenglikol (Syamsuni, 2006)
II.2 Uraian Bahan
II.2.1 Informasi Bahan Aktif
II.2.1.1 Uraian Farmakologi (Sweetman, 2009)
1. Nama : SULFAMETHOXAZOLUM
Kelas Farmakologi : Antibiotik
Indikasi : Untuk pengobatan infeksi saluran kemih
(sistitis)
Mekanisme Kerja : Menghambat masuknya molekul PABA
kedalam molekul asam folat.
Kontra Indikasi : Hipersensitif, gangguan fungsi hati dan
ginjal berat, pasien hamil dan meyusui
Efek Samping : Gangguan gastrointestinal (mual,
muntah, diare), reaksi alergi, anoreksia,
artalgia, gangguan SSP.
Toksisitas : -
Dosis dan Pemberian : Diberikan secara oral dalam dosis biasa
2 gram, awalnya diikuti oleh 1 gram dua
kali sehari. Anak-anak diberi dosis 50-60
mg/kg
Interaksi Obat : Pemberian dengan diuretik, dapat
mempermudah trombositopenia tumbuh
terutama pada pasien lansia.
Farmakokinetika : Sulfametoksazole didistribusikan kebagian besar
jaringan tubuh, cairan vagina, dan cairan telinga
tengah. Sekitar 70% dari obat tersebut terikat
dengan protein plasma. Namun waktu paruh
obat meningkat secara nyata pada orang
dengan tingkat bersihan kreatinin sama dengan
atau kurang dari 30ml/menit
II.2.1.2 Uraian Sifat Fisika-Kimia bahan Aktif
1. Sulfametoksazole(Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : SULFAMETAXAZOLE
Nama lain : Sulfametaxazol
Rumus bangun :
RM : C10H15N3O3S
BM : -
Pemerian : Warna : putih
Rasa : pahit
Bau : praktis tidak berbau
Bentuk : serbuk hablur
Kelarutan : Dalam air : praktis tidak larut
dalam air
Dalam pelarut lain : praktis tidak
larut dalam eter, kloroform,
mudah larut dalam aseton dan
natrium hidriksida encer
pH larutan : 5,0- 6,5
Titik Lebur : 169oc
Informasi Lain : Penggunaan sulfametoksazol
dan sulfonamid lainnyatelah
dibatasi oleh meningkatnya
insiden resistensiorganisme
Penggunaan utama mereka
adalah dalam perawataninfeksi
saluran kemih akut, tanpa
komplikasi,terutama yang
disebabkan oleh Escherichia
coli.
II.2.1.3 Uraian Stabilitas
Stabilitas : Suhu : 150 – 300C
Cahaya : Terlindung dari cahaya
pH : 5,0-6,5
Air : -
Lainnya : -
Inkompabilitas : Gugus Fungsi : -
Ion Logam : -
Senyawa tertentu : -
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
II.2.2 Informasi Bahan Tambahan
1. Na CMC (Rowe, 2009)
Nama resmi : CARBOXYMETHYLCELLULOSE SODIUM
Nama lain : Na CMC
Rumus Struktur :
Rumus Struktur :
Warna :putih
Warna Bau :tidak
Uji Panca Bau berbau
organoleptik indera Rasa Rasa : manis
Bentuk Bentuk
:cairan
DKL Kerts pH
pH 6-2 6
190020033 universal
2 A1 < 1,6
(very
Cohesiv
e), 1,6-4
Uji sifat alir Corong 0,398%
(Cohesiv
e), 4-10
(free
Flowing)
, >10
(Very
free
flowing
Uji
Gels ukur 10-90% 20%
porositas
Oven dan
Uji kadar air timbanga 2-4 % 0,21%
n
III.4 Cara kerja
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dikalibrasi botol.
3. Ditimbang bahan sesuai perhitungan
4. Dimasukan PVP kedalam gelas beaker, lalu ditetesi dengan etanol
secukupnya, kemudian diaduk sampai homogen.
5. Dimasukkan sulfametoksazole kedalam lumpang lalu dibasahi
dengan tween 80, digerus hingga homogen.
6. ditambahkan NaCMC dan PGA lalu gerus hingga homogen.
7. Ditambahkan sukralosa kedalam lumpang, gerus hingga homogen.
8. Dicampurkan PVP geruss hingga homogen.
9. Dikepal serbuk yang sudah ada kemudian diayak
10. Dikeringkan didalam oven, setelah kering diayak kembali.
11. Ditambahkan vanili sebagai pengaroma, lalu ditambahkanaerosil
sebagai glidant.
12. Dievaluasi
13. Dimasukan dalam wadah beri label dan etiket
III.5 Perhitungan
1. sulfametoksazol :6g
0,1
2. twewn 80 : 100 x 60 ml = 0,06 mL
0,25
3. PGA : 100 x 60 ml = 0,15 mL
0,1
4. Na-CMC : 100 x 60 ml = 0,06 mL
1
5. Aerosil : 100 x 60 mL = 0,6 mL
5
6. PVP : 100 x 60 mL = 3 mL
0,24
7. Sukralosa : x 60 mL = 0,144 mL
100
0,02
8. Natrium benzoat : x 60 mL = 0,012 mL
100
memenuhi
3 Uji sifat alir 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 0,398g/s
𝑣= syarat
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
memenuhi
4 Kadar air 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 2,33%
𝑥100% syarat
𝑔𝑟𝑎𝑛𝑢𝑙𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
Memenuhi
5. pH 6
6–7 syarat
Volume Memenuhi
7. 60 mL
terpindahkan Dibuat dalam 60 mL syarat
Memenuhi
8. Uji rekonstruksi 25 detik
< 30 detik syarat
IV.3 Pembahasan
Pada praktikum ini dibuat sediaan suspensi karena zat aktif yang
digunakan praktis tidak larut dalam air.Sehinnga lebih mudah jika di
formulasi dengan bentuk sediaan suspensi.Suspensi didefinisikan sebagai
sediaan yang mengandung partikel obat yang terbagi halus (suspensoid)
yang terdistribusi seragam dimana obat menunjukkan tingkat kekuatan
minimum (Ansel, 2014).
Suspensi oral adalah sediaan cair yang mengandung partikel padat
dalam bentuk halus yang terdispersi dalam fase cair dengan bahan
tambahan yang sesuai yang ditujukan untuk penggunaan oral (Syamsuni,
2006).
Sulfametoksazol dipilih sebagai bahan aktif karena mempunyai
spektrum yang erat (Gunawan, 2007). Sulfametoksazol mempunyai range
yang luas terhadap aktifitas antimikroba untuk melawan mikroorganisme
baik gram negatif maupum gram positif (Tjay,2007).
PGA dan NaCMC sebagai suspending agent dikombinasi agar dapat
meningkatkan viskositas serta kestabilan dari suspensi yang dihasilkan
(Suena,2015).Polisorbat 80 sebagai pembasah diperlukan untuk
meningkatkan kelarutan dari zat aktif (Wahyuni,2014). Aerosil sebagai
glidan digunakan karena dapat mengurangi lengkernya partikel satu sam
lain dengan demikian gesekan partikel satu sama lain sangat kurang
(Voight,1994).
Pada praktikum pembuatan suspensi diperoleh hasil dari uji volume
terpindahkan yaitu 100 % sesuai dengan volume yang telah ditentukan
menurut farmakope yaitu tidak boleh kurang dari 95%.Untuk uji
rekonstruksi didapatkan hasil 25 detik. Hal ini sudah sesuai dengan
literatur dimana nilai rekonstuksi suspensi yang baik iyalah < 30 detik
(Anief, 1997). Organoleptik ialah warna putih, bau vanila, rasamanis, dan
bentuk Cairan. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan telah sesuai
berdasarkan literatur yang menjelaskan bahwa dari uji organoleptik
disesuaikan dengan spesifikasi bentuk sediaan (Dirjen POM, 2014). Pada
uji pH didapatkan pH 6. Hal ini sudah sesuai dengan literatur dimana nilai
pH dari sediaan suspensi sulfametoksazol dalam farmakope yaitu pH 5-
6,5 (Dirjen POM, 2014). Pada uji kadar air diperoleh dengan hasil 2,33%
hal ini sudah sesui dengan literatur yang menyatakan hasil yang baik
untuk uji kadar air yaitu 2-5% (Voight, 1994). Pada uji sifat alir diperoleh
hasil 0,388 g/s dimana menurut literatur (Siregar, 1992) syarat granul yang
baik memiliki sifat alir kurang dari 10 detik untuk 100 gram granul. Pada
hasil pengujian porositas diperoleh hasil 20%, hal ini sudah sesuai dengan
literatur yang menyatakan porositas yang baik yaitu 10-90% (Dirjen POM,
2014).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1. Sulfametoksazole termasuk golongan sulfonamide. Sulfametoksazole
dapat bekerja lebih maksimal ketika dibuat dalam bentuk sediaan
suspensi karena zat aktif dan turunan sulfonamida ini tidak stabil jika
dalam air, dan juga sulit larut dalam air dan sulfametoksazole cepat
diabsorbsi pada saluran.
2. Pembuatan suspensi yang baik adalah dengan menjaga homogenitas
dari partikel agar pada saat pengocokan, sedimentasi dapat terdispersi
kembali.
3. Evaluasi suspensi yaitu uji volume terpindahkan, uji rekonstruksi, uji
organoleptik, uji pH, kadar air, porositas, dan sifat alir.
V.2 Saran
V.2.1 Saran untuk laboratorium
Adapun saran untuk laboratorium ialah sebaiknya menambah jumlah
timbangan analitik.
V.2.2 Saran untuk Dosen,
Adapun saran untuk dosen ialah sebaiknya dapat mendampingi
jalannya praktikum.
V.2.3 Saran untuk Asisten
Adapun saran untuk asisten ialah sebaiknya fokus pada diskusi yang
berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1997. Ilmu Meracik Obat. Gadjah Mada University Press:
Jogyakarta.
Lachman, L., Lieberman, H.A., and Kanig, J.L. 1994. The Theory and
Practice of Industrial Pharmacy,2nd ed.Lea and
Febiger,:Philadelphia. 648 – 659
Sukandar, E., dan Iqbal, J., 2013.Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien
Dewasa Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1, Edisi IV:
Balai Penerbit FKUI
Team Medical, 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. MMN Publishing
Pengujian Rekonstitusi
Pengujian Volume
Terpindahkan
Pengujian pH sediaan