GEOLOGI REGIONAL
3.1 LETAK GEOGRAFIS
Cekungan Jawa Barat Laut (Northwest Java Basin) Cekungan ini
merupakan cekungan belakang busur yang sangat luas dan rumit, yang
dimana bagian utara hingga selatannya terdiri dari orientasi sejumlah
bentukan struktur halfgraben. Sub-cekungan ini terletak di tepi selatan dari
platform Sunda (Reksalegora et al.,1996). Cekungan Jawa Barat Utara
memiliki akumulasi Hidrokarbon berlimpah, dan minyak dan gas bumi
yang dimana reservoarnya bertumpukan dengan volkanik klastik,
karbonatan, dan lapisan coarsesiliciclastic (Noble et al., 1997).
Cekungan Jawa Barat Utara sekarang telah dianggap mature,
dengan pembagian untuk bagian atasnya yaitu berupa pasir dari formasi
Talang Akar dan diatasnya ditambah dengan karbonat pada jaman Miosen
sepenuhnya. Pertimbangan mengenai potensi yang ada didaerah tersebut
cukup kecil hingga menengah dan dapat tetap berada dalam pembentukan
Jatibarang syn-rift Posisinya lebih rendah dari formasi Talang Akar, dan
terletak didalam karbonat formasi Batu raja.
Gambar 3.2. Sayatan melintang fisiografi cekungan dan busur gunungapi Jawa
Barat. (Sumber : Pertamina, 1996).
3.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi umum Jawa Barat Utara berturut-turut dari tua ke muda
adalah sebagai berikut:
1) Batuan Dasar
Batuan dasar adalah batuan beku andesitik dan basaltik yang berumur
Kapur Tengah sampai Kapur Atas dan batuan metamorf yang berumur
Pra Tersier (Sinclair, et.al, 1995). Lingkungan Pengendapannya
merupakan suatu permukaan dengan sisa vegetasi tropis yang lapuk
(Koesoemadinata, 1980).
2) Formasi Jatibarang
Satuan ini merupakan endapan early synrift, terutama dijumpai di
bagian tengah dan timur dari Cekungan Jawa Barat Utara. Pada bagian
barat cekungan ini kenampakan Formasi Jatibarang tidak banyak
(sangat tipis) dijumpai. Formasi ini terdiri dari tufa, breksi, aglomerat,
dan konglomerat alas. Formasi ini diendapkan pada fasies fluvial.
Umur formasi ini adalah dari Kala Eosen Akhir sampai Oligosen Awal.
Pada beberapa tempat di Formasi ini ditemukan minyak dan gas pada
rekahan-rekahan tuff (Budiyani, et. al., 1991).
3) Formasi Talang Akar
Pada fase syn rift berikutnya diendapkan Formasi Talang Akar secara
tidak selaras di atas Formasi Jatibarang. Pada awalnya berfasies fluvio-
deltaic sampai faises marine. Litologi formasi ini diawali oleh
perselingan sedimen batupasir dengan serpih nonmarine dan diakhiri
oleh perselingan antara batugamping, serpih, dan batupasir dalam
fasies marine. Pada akhir sedimentasi, Formasi Talang Akar ditandai
dengan berakhirnya sedimentasi synrift. Formasi ini diperkirakan
berkembang cukup baik di daerah Sukamandi dan sekitarnya. Adapun
terendapkannya formasi ini terjadi dari Kala Oligosen sampai dengan
Miosen Awal.
4) Formasi Baturaja
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar.
Pengendapan Formasi Baturaja yang terdiri dari batugamping, baik
yang berupa paparan maupun yang berkembang sebagai reef buildup
manandai fase post rift yangs secara regional menutupi seluruh
sedimen klastik Formasi Talang Akar di Cekungan Jawa Barat Utara.
Perkembangan batugamping terumbu umumnya dijumpai pada daerah
tinggian. Namun, sekarang diketahui sebagai daerah dalaman. Formasi
ini terbentuk pada Kala Miosen Awal–Miosen Tengah (terutama dari
asosiasi foraminifera). Lingkungan pembentukan formasi ini adalah
pada kondisi laut dangkal, air cukup jernih, sinar matahari ada
(terutama dari melimpahnya foraminifera Spriroclypens Sp).
5) Formasi Cibulakan Atas
Formasi ini terdiri dari perselingan antara serpih dengan batupasir dan
batugamping. Batugamping pada satuan ini umumnya merupakan
batugamping kklastik serta batugamping terumbu yang berkembang
secara setempat-setempat. Batugamping ini dikenali sebagai Mid Main
Carbonate(MMC). Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Awal-
Miosen Akhir. Formasi ini terbagi menjadi 3 Anggota, yaitu:
a) Massive
Anggota ini terendapkan secara tidak selaras di atas Formasi
Baturaja. Litologi anggota ini adalah perselingan batulempung
dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir dari halus-
sedang. Pada massive ini dijumpai kandungan hidrokarbon,
terutama pada bagian atas. Selain itu terdapat fosil foraminifera
planktonik seperti Globigerina trilobus, foraminifera bentonik
seperti Amphistegina (Arpandi dan Patmosukismo, 1975).
b) Main
Anggota Main terendapkan secara selaras diatas Anggota
Massive. Litologi penyusunnya adalah batulempung
berselingan dengan batupasir yang mempunyai ukuran butir
halus-sedang (bersifat glaukonitan). Pada awal
pembentukannya berkembang batu gamping dan juga blangket-
blangket pasir, dimana pada bagian ini Anggota Main terbagi
lagi yang disebut dengan Mid Main Carbonat (Budiyani et. al. ,
1991).
c) Pre Parigi
Anggota Pre Parigi terendapkan secara selaras diatas Anggota
Main. Litologinya adalah perselingan batugamping, dolomit,
batupasir dan batulanau. Anggota ini terbentuk pada Kala
Miosen Tengah-Miosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan
Neritik Tengah-Neritik Dalam (Arpandi & Patmosukismo,
1975), dengan dijumpainya fauna-fauna laut dangkal dan juga
kandungan batupasir glaukonitan.
6) Formasi Parigi
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Cibulakan
Atas.. Litologi penyusunnya sebagian besar adalah batugamping
klastik maupun batugamping terumbu. Pengendapan batugamping ini
melampar ke seluruh Cekungan Jawa Barat Utara. Lingkungan
pengendapan formasi ini adalah laut dangkal–neritik tengah (Arpandi
& Patmosukismo, 1975). Batas bawah Formasi Parigi ditandai dengan
perubahan berangsur dari batuan fasies campuran klastika karbonat
Formasi Cibulakan Atas menjadi batuan karbonat Formasi Parigi.
Formasi ini diendapkan pada Kala Miosen Akhir-Pliosen.
7) Formasi Cisubuh
Formasi ini terendapkan secara selaras di atas Formasi Parigi. Litologi
penyusunnya adalah batulempung berselingan dengan batupasir dan
serpih gampingan. Umur formasi ini adalah dari Kala Miosen Akhir
sampai Pliosen – Pleistosen. Formasi diendapkan pada lingkungan laut
dangkal yang semakin ke atas menjadi lingkungan litoral – paralik
(Arpandi & Patmosukismo, 1975).
BAB IV
PEMBAHASAN
1.1. Excercise Individu
Pada praktikum penilaian formasi praktikan akan membahas tentang
jenis – jenis logging, dan log dari suatu sumur.
4.1.1. Pengertian Logging While Drilling dan Wireline Logging
Dalam metode logging ada wireline logging dengan logging
while drilling.
4.1.1.1. Logging While Drilling (LWD)
Logging while drilling atau yang sering disingkat
LWD adalah perekaman disaat pemboran berlangsung dan
merupakan bagian dari drill string. Pengukuran ini disimpan
pada memori dibawah yang akan diambil ketika alat – alat
pemboran diangkat kepermukaan. Pengukuran ini juga bisa
langsung dikirimkan informasinya ke permukaan secara
langsung menggunakan mud poise dengan metode
telemetry.
Adapun kelebihan maupun kekurangan dalam
melakukan logging menggunakan metode ini yaitu :
A. Kelebihan
Pengurangan waktu penggunaan rig, yang perlu
kita ketahui penyewaan rig sangatlah mahal dengan
biaya perharinya, dengan menggunakan metode ini
penyewaan rig bisa di minimalisir sehingga tidak
membuang – buang waktu karena data yang
diperoleh dapat diketahui secara langsung.
Formasi diukur sesaat setelah pemboran untuk
meminimalisir kerusakan formasi atau pun adanya
mud filtrat.
Lebih mudah dilakukan pada pemboran deviasi.
Beberapa data bisa didapatkan secara langsung dan
cepat. (sebagai informasi untuk pertimbangan pada
saat pemboran berlangsung).
B. Kekurangan
Pengukuran tidak terlalu detail khususnya pada
penetrasi yang tinggi (ROP) atau ada data yang
tidak didapatkan jika terlalu cepat pada saat
pemboran berlangsung.
a 0,81 0,81
- F= = (6,6 ) 2 = = 0,018
øm 43,56
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 o , o18 x 7
4
= 0,18 = 0,18 x
100 = 1,8%
b. Pada kedalaman (2675-2700ft)
Dik : eff = 7,5% Rw = 11,5 Rt = 6
a 0,81 0,81
- F= = (7,5 ) 2 = = 0,015
øm 51,48
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√ 2 o , o15 x 11,5
6
= 0,1725 =
a 0,81 0,81
- F= = (6,65 ) 2 = = 0,018
øm 44,22
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 o , o18 x 8
2
= 0,27 = 0,27 x
100 = 27%
d. Pada kedalaman (2775-2800ft)
Dik : eff = 3,95% Rw = 2 Rt = 1,8
a 0,81 0,81
- F= = (3,95 ) 2 = = 0,0851
øm 15,68
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 o , o 851 x 2
1,8
= 0,238 =
a 0,81 0,81
- F= = ( 4,65 ) 2 = = 0,037
øm 21,62
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 o , o37 x 15,6
10,2
= 0,24 =
a 0,81 0,81
- F= = ( 8,35 ) 2 = = 0,011
øm 69,72
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 o , o11 x 17
9,4
= 0,14 = 0,14
x 100 = 14%
g. Pada kedalaman (2850-2875ft)
Dik : eff = 14,82% Rw = 16 Rt = 10,2
a 0,81 0,81
- F = = (14,82 ) 2 = =
øm 220,5225
❑
−3
3,67 x 10
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 3,67 x 10−3 ) x 16
10,2
=
a 0,81 0,81
- F = = (15,35 ) 2 = =
øm 235,6225
❑
−3
3,43 x 10
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 3,43 x 10−3) x 18
14,2
=
a 0,81 0,81
- F = = ( 9,8 ) 2 = =
øm 96,04
❑
−3
8,433 x 10
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 8,433 x 10−3 ) x 13,7
11,5
=
a 0,81 0,81
- F = = (24,15 ) 2 = =
øm 940,311
❑
−3
6,59 x 10
- Sw =
√n F x Rw
Rt
=
√ 2 ( 6,59 x 10−3 ) x 18,3
13,5
=
a 0,81 0,81
- F = = (11,75 ) 2 = =
øm 13806,25
❑
−3
5,86 x 10
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 5,86 x 10−3 ) x 16
13,5
=
a 0,81 0,81
- F = = ( 9,48 ) 2 = =
øm 89,870
❑
9,01 x 10−3
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 9,01 x 10−3 ) x 16,2
13,3
=
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 9,28 x 10−3 ) x 30
13
= 0,046
a 0,81 0,81
- F = = (23,26 ) 2 = =
øm 867,382
❑
−4
7,14 x 10
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 ( 7,14 x 10−4 ) x 19
12
= 0,033
a 0,81 0,81
- F= = (1,65 ) 2 = = 0,297
øm 2,722
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 0,297 x 12,5
7
= 0,728 =
a 0,81 0,81
- F= = (7,27 ) 2 = = 0,015
øm 52,85
❑
- Sw =
√
n F x Rw
Rt
=
√
2 0,015 x 9
8
= 0,131 = 0,131
x 100 = 13,3%