Anda di halaman 1dari 24

Bab 14

KITAB ALLAH DAN SUNNAH RASUL


HADIS-HADIS

24).Dari Ibnu Abbas r.a berkata : Bahwasanya Rasulullah s.a.w pernah berkhutbah (memberi
nasihat) kepada orang banyak dikala haji yang penghabisan, beliau bersabda:”Sesungguhnya
syaitan itu telah putus asa, bahwa ia akan disembah ditanahmu ini, tetapi ia ridha ditaati pada
selain demikian dari apa-apa yang kamu anggap rendah dari amal perbuatan kamu , maka dari itu
hati-hatilah kamu . Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kamu berpegang teguh
kepadanya, maka tidaklah kamu akan sesat selama-lamanya yaitu : Kitab Allah dan Sunnah
Nabi-Nya.”
(Riwayat Al-Hakim)
25). Dari Katsir bin Abdullah dari ayahnya dari datuknya r.a berkata : Rasulullah s.a.w pernah
bersabda : “Aku telah meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang tidak akan tersesat
kamu selama kamu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu : Kitab Allah dan Sunnah Nabi-
Nya.”
(Riwayat Ibnu Abdil-Bar)

26). Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah s.a.w pernah bersabda : “Aku telah
meninggalkan pada kamu sekalian dua perkara yang tidak akan sesat kamu dengan keduanya
yaitu : Kitab Allah dan Sunnahku ,dan kedua-duanya tidak akan berpisah sehingga kedua-duanya
datang kepadaku kelak ditelaga.”
(Riwayat Al-Hakim)
RESUME
BAB 14
Hendaknya engkau berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Karena keduanya adalah
ajaran agama Allah SWT yang lurus dan sesungguhnya. Barangsiapa yang memegang teguh
keduanya, maka ia akan selamat, beruntung, terbimbing, dan terlindungi.
Namun sebaliknya, barangsiapa yang berpaling dari keduanya, maka ia akan tersesat, menyesal,
celaka, dan tersiksa selamanya. Oleh karena itu, jadikanlah keduanya sebagai pengaturmu dan
kembalilah kepada keduanya pada setiap urusanmu sebagai tanda mengikuti wasiat Allah SWT
dan Rasul-Nya.
Dalam hal ini, Allah SWT berfirman:

‫ياايها الذين آمنوا اطيعوهللاا واطيعوا الرسول واولى االمر منكم فإن تنزعتم فى شيئ فردوه الى هللاا والرسول ان كنتم‬
‫( تؤمنون باهلل واليوم اآلخر ذلك خير واحسن تأويال‬59)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, serta
taatilah ulil amri diantara kalian. Kemudian jika engkau berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika engkau benar-
benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (Qs. an-Nisaa ayat: 59).
Arti firman-Nya kembalikan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, yaitu kembali kepada
al-Qur’an dan as-Sunnah.
Dalam hal ini, Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda :

‫أصيكم بما إن اعتصمتم به لن تضلوا أبدا كتاب هللاا و سنتي‬


Artinya: “Aku berpesan kepada kalian yang mana jika kalian berpegang teguh kepadanya, maka
kalian tidak akan tersesat selamanya. Keduanya adalah kitabullah dan sunnahku.“
Jika engkau ingin berada di jalan yang lurus, yang putih, yang tidak berbelok tanpa ada halangan,
maka sesuaikanlah seluruh niatmu, kepribadianmu, perbuatanmu dan ucapanmu pada al-Qur’an
dan as-Sunnah. Ambillah yang sesuai dengan keduanya dan tinggalkanlah yang bertentangan
dengan keduanya.
Berusahalah untuk teliti, ikutilah yang terbaik dan janganlah mengada-ada dalam urusan agama.
Janganlah mengikuti jalan selain jalan orang-orang beriman atau engkau akan merugi dunia serta
akhirat, dan itulah kerugian yang nyata. Hindarilah hal-hal yang baru dan juga perbedaan
pendapat yang membingungkan.
Dalam hal ini. Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam bersabda:

‫كل محدثة بدعة وكل بدعة ضاللة‬


Artinya: “Setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah kesesatan.”
Dalam hadits yang lainnya, Baginda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi
wa salam bersabda:

‫من احدث فى امرنا هذا ماليس منه فهو رد‬


Artinya: “Barangsiapa yang menimbulkan perkara baru dalam perkara kami (agama) ini yang
bertentangan dengannya, maka hal itu tertolak.”
Oleh karenanya, para ulama mengelompokkan bid’ah dan membaginya menjadi tiga macam:
1. Bid’ah Hasanah, yaitu perkara yang dipandang oleh para ulama sesuai dengan al-Kitab dan
as-Sunnah dari segi kemaslahatan dan manfaat yang lebih baik bagi umat. Diantaranya adalah
seperti mengumpulkan al-Quran dalam sebuah mushaf di zaman Khalifah Abubakar ash-
Shiddiq ra.
Mengadakan dewan hukum dan Shalat Tarawih di zaman Khalifah Umar bin Khattab ra,
penataan mushaf dan adzan pertama di Hari Jum’at pada zaman Khalifah Usman bin ‘Affan ra,
juga hukum memerangi para pemberontak di zaman Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra. Semoga
Allah SWT meridhai keempat khalifah itu.
2. Bid’ah Madzmumah, adalah bid’ah yang tercela. Menurut segi zuhud, wara’ dan qana’ah saja
hal itu seperti berlebihan dalam perkara mubah. Diantaranya seperti, pakaian, makanan dan
tempat tinggal.
3. Bid’ah Sayyi’ah, secara mutlak yaitu perkara yang bertentangan dengan nash Al-Qur’an dan
as-Sunnah atau menerjang ijma’ umat Islam. Hal ini banyak terlihat pada ahlul bid’ah
dalam masalah akidah tetapi sedikit sekali dalam masalah furu.’
Jadi siapapun yang tidak serius berpegang teguh pada al-qur’an dan as-Sunnah dan tidak
bersungguh-sungguh mengikuti jejak Baginda Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi
wa salam, disamping itu ia mengaku bahwa ia berkedudukan tinggi disisi Allah SWT, maka
janganlah engkau menoleh ataupun tertarik kepadanya.
Meskipun ia terbang di atas udara atau jalan diatas air atau menempuh jarak jauh dalam waktu
yang singkat atau memiliki berbagai macam kelebihan yang luar biasa. Ketahuilah bahwa
sesungguhnya hal itu banyak menimpa setan-setan manusia, para penyihir, dukun, peramal, dan
orang-orang sesat lainnya.
Hal-hal semacam ini tidak akan merubah identitasnya dari istidraj dan tipuan menjadi sebuah
karamah serta bantuan Allah SWT, kecuali jika disertai adanya istiqamah pada orang yang
memilikinya. Orang yang tertipu ini dan yang semisalnya, mereka hanya bisa menyamarkan dan
membuat keraguan bagi orang-orang bodoh yang menyembah Allah SWT dengan penuh
keraguan.
Adapun bagi orang-orang yang berakal, mereka telah mengetahui bahwa perbedaan tingkat
kedekatan seorang kepada Allah SWT tergantung perbedaan mereka dalam mengikuti Baginda
Rasulullah Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam. Jadi semakin sempurna mengikuti
jejak beliau Shalallahu alaihi wa aalihi wa shahbihi wa salam, maka kedekatan kepada Allah
SWT pun juga semakin sempurna dan ma’rifat kepada-Nya juga semakin besar.
BAB 15
TIDAK SEMPURNA IMAN JIKA TIDAK MENGIKUTI RASUL
HADIS-HADIS

27). Dari Anas bin Malik r.a berkata : Saya pernah mendegar Rasulullah s.a.w bersabda :”Tidak
sempurna Iman seseorang kamu sehingga aku lebih ia sukai dari pada ayahnya dan anaknya dan
manusia seumumnya.”
(Riwayat Al-Bukhari , dan An Nasai)

28) Dari Abdullah bin Amr bin Al – Ash r.a berkata : Rasulullah s.a.w pernah bersabda : “Tidak
sempurna Iman seseorang kamu sehingga keinginannya menurut kepada apa yang aku
datangkan kepadanya.”

29) Dari Abdullah bin Al-Harts r.a berkata : Rasulullah s.a.w pernah bersabda: “Seandainya Nabi
Musa turun , lalu kamu sekalian mengikutinya dan meninggalkan aku, tentu sesatlah kamu . Aku
bagi kamu daripada Nabi-nabi dan kamu sekalian bagiku daripada ummat-ummat.”
(riwayat Al-Baihaqi)
30) Dari Jabir bin Abdillah r.a berkata: Rasulullah pernah bersabda:”Seandainya Nabi Musa
hidup diantara kamu skalian , tidaklah dia memperkenakanmu , melainkan ia mengikuti
kepadaku.”
(Riwayat Ahmad)

31) Dari Abi Musa r.a berkata : Raulullah pernah bersabda ; “ Sesungguhnya perumpamaan apa
telah Allah utus saya dengannya dari pada petunjuk dan pengetahuan itu seperti air hujan
mengenai tanah maka di antaranya ada tanah yang baik, yang menerima air , lalu Allah memberi
manfaat dengannya kepada manusia, lantas mereka itu meminum dan menyiram dan
mengembala ,dan air hujan tadi menumbuhkan rumput. Maka itulah misal orang yang mengerti
agama Allah dan memberi manfaat padanya apa-apa yang telah Allah utus kepadaku , dengannya
, lalu ia mengerti dan megerjakan , dan misal orang tidak mau mengangkat kepala untuk yang
demikian dan tidak suka menerima petunjuk Allah yang saya telah utus dengannya.”
(Riwayat Al-Buhkari dan Muslim)
RESUME
BAB 15

Hadist-hadist dan uraiannya

Dari Anas bin malik r.a berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: " Tidak
sempurna iman seseorang kamu sehingga aku lebih ia sukai/cintai daripada ayahnya dan
anaknya dari manusia semuanya." (Riwayat al-Bukhari dan An-Nasai)
Hadist riwayat al-Bukhari dan an-Nasai yang tersebut diatas itu, diriwayatkan juga oleh imam-
imam: Ahmad, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Ibnu Hibban dan hadist itu sahih.
Hadist itu menunjukkan bahwa tidaklah beriman seseorang dari kita (orang yang katanya telah
beriman) sehingga Nabi lebih disukainya daripada orang tuanya, anaknya dan manusia yang
lain. atau dengan kata lain , tidaklah sempurna iman orang yang telah mengakui beriman jika ia
belum atau tidak menyukai (mencintai) Nabi, melebihi dari cintanya kepada orang tuanya,
anaknya dan manusia yang lain. Adapun yang dimaksud dengan " Mencintai Nabi" itu ialah
mengikuti pimpinannya, mengembangkan sunnahnya, dan membela syariatnya.
Dengan hadist ini jelaslah bagi kita, bahwa orang yang beriman itu tidaklah akan sempurna
imannya, jika ia belum mengikuti pimpinan Nabi Muhammad saw. dengan arti yang sebenarnya.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash r.a berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: "Tidak
sempurna iman seseorang kamu sehingga keinginannya menurut kepada apa yang aku
datangkan kepadanya" (Riwayat al-Hakim)
Hadist riwayat al-Hakim yang tersebut itu diriwayatkan juga oleh Imam Abu Nashar as-Sijzi,
Imam Al-Hatib dan Imam An-Nawawi dan hadist itu adalah hasan.
Hadist itu menunjukkan bahwa orang yang beriman tidaklah sempurna imannya sehingga
keinginnya mengikuti kepada apa-apa yang telah didatangkan atau dipimpinkan oleh Nabi kita.
Dengan ini kita memperoleh pimpinan, bahwa orang yang telah beriman, jika keinginan hawa
nafsunya belum atau tidak mengikut pimpinan Nabi Muhammad saw. maka belumlah cukup
sempurna imannya.
Dari Abdullah bin al-Harts r.a berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: " Seandainya Nabi
Musa turun, lalu kamu sekalian mengikutinya dan meninggalkan aku, tentu sesatlah kamu. Aku
bagi kamu dari nabi-nabi dan kamu sekalian bagiku dari umat-umat" (Riwayat al-Baihaqi)
Hadist riwayat Al-Baihaqi tertera diatas itu adalah hadist daif, sekalipun demikian, hadist itu
dikuatkan oleh hadist berikutnya,dan dikuatkan pula oleh satu hadist yang serupa itu yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Umar bin al-Khattab r.a dengan isnad yang hasan dan oleh
Imam Ibnu Hibban dengan isnad shahih.
Hadist ini mengandung keterangan bahwa kitab agama Nabi sepatutnya bagi umat Islam
(pengikut Nabi Muhammad)mengikuti pimpinan Nabi Musa, dan andaikan Nabi Musa
diturunkan lagi paa zaman Nabi Muhammad, lalu umat Islam mengikuti pimpinan atau
syariatnya, dan meninggalkan Nabi Muhammad saw, niscaya sesatlah mereka itu dari pimpinan
agama yang lurus.
Dari Jabir bin Abdullah r.a berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: "Seandainya Nabi Musa
hidup di antara kamu sekalian, tidaklah dia memperkenankanmu, melainkan ia mengikuti
kepadaku." (riwayat Ahmad)
Hadist riwayat Ahmad yang tersebut itu olehl syekh Ahmad Abdurrahman al-Banna dinyatakan,
ada diriwayatkan juga oleh Imam Ibnu Abi Syaibah dan Imam al-Bazzar; dan dinyatakan pula
ada syahidnya yang diriwayatkan oleh Imam al-bukhari dan Imam an-Nasai dari Abi Hurairah
r.a
Hadist itu menunjukkan bahwa andaikata Nabi Musa diturunkan kembali di tengah-tengah umat
Nabi Muhammad, maka tidaklah ia memperkenankan umat Muhammad mengikut, melainkan
kepada Nabi Muhammad saw.
Dari abi Musa r.a berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda: "Sesungguhnya perumpamaan
apa yang telah Allah utus saya dengannya dari petunjuk dan pengetahuan itu, seperti air hujan
mengenai tanah, maka diantaranya ada tanah yang baik, yang menerima air, lalu
menumbuhkan rumput kering dan rumput basah; dan ada tanah yang keras dapat menahan air,
lalu Allah memberi manfaat dengannya kepada manusia, lantas mereka itu meminum dan
menyiran dan menggembala; dan air hujan tadi mengenai akan tanah lainnya, tetapi tanah itu
keras licin, tidak dapat menahan air, tidak menumbuhkan rumput. Maka itulah misal orang yang
mengerti agama Allah dan memberi manfaat padanya apa-apa yang telah Allah utus kepadaku
dengannya, lalu ia mengerti dan mengajarkan dan misal orang yang tidak mau mengangkat
kepala untuk yang demikian dan tidak suka menerima petunjuk Allah yang saya telah diutus
dengannya." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim)
Hadist riwayat al-Bukhari dan Muslim yang tersebut itu ada diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad
dan Imam an-Nasai dan hadist itu adalah shahih. Hadist itu mengandung perumpamaan antara
orang yang mengikut petunjuk dan pimpinan Nabi Muhammad saw. dan orang yang tiak suka
mngikut petunjuk dan pimpinan beliau.
Orang yang suka mengikut pimpinan beliau bagaikan tanah yang subur, yang bermanfaat bagi
manusia dan binatang; dan orang yang tidak suka menngikut pimpinan beliau bagaikan tanah
yang tandus, yang tidak berguna sedikit pun bagi manusia dan binatang. Demikianlah diantara
isi pelajaran yang terkandung dalam hadist tersebut.
BAB 16
PIMPINAN MUHAMMAD RASULULLAH
TELAH CUKUP SEMPURNA

32) Dari Al-Muththalib bin Hantha r.a berkata : Rasulullah pernah bersabda :” Tidaklah saya
meninggalkan sesuatu dari apa-apa yang telah Allah perintahkan kepada kamu sekailan
dengannya , melainkan sungguh telah saya perintahkan dengannya , dan tidaklah saya
meninggalkan sesuatu dari apa-apa yang telah Allah larang ke pada kamu sekalian daripadanya ,
melainkan pasti telah saya larang kamu sekalian dari padanya.”
(Riwayat Ibnu Abdil-Bar)

33) Dari Ibnu Masud r.a berkata : Rasulullah pernah bersabda :” Hai sekalian manusia, tidak ada
dari sesuatu yang mendekatkan kamu sekalian kepada surga dan menjauhkan kamu sekalian dari
neraka , melainkan telah saya perintahkan kepadamu dengannya, dan tidak ada dari sesuatu yang
mendekatkan kamu sekailan kepada neraka dan menjauhkan kamu sekalian dari surga ,
melainkan perti telah saya cegah kamu sekalian dari padanya.”
(Riwayat Al-Al-Baghawi)
34) Dari Abu Hurairah r.a : Rasulullah pernah bersabda : “Kamu tingkatkanlah apa-apa yang
telah saya tinggalkan buat kamu, karena sesungguhnya kerusakan orang yang sebelum kamu
dahulu itu tidak lain melainkan sebab banyaknya pertanyaan mereka dan menyalahi Nabi-nabi.
Maka dari itu apabila telah saya perintahkan kepadamu sekalian dengan sesuatu, maka kamu
kerjakanlah sedapat kamu , dan apabila telah saya cegah kamu sekalian dari sesuatu maka kamu
tinggalkanlah dia, “Dan di lain riwayat ; “ Maka apabila telah saya perintahkan kamu sekalian
dari sesuatu maka jauhilah dia, dan apabila telah saya perintahkan kamu sekalian dengan sesuatu
perintah, maka kamu kerjakanlah daripadanya sedapat-dapatnya.”
(Riwayat Al-Buhkari dan Muslim)

35) Dari Rafi bin Khudaij r.a berkata : rasulullah pernah bersabda :”Sesungguhnya saya manusia
, apabila telah saya perintahkan kamu sekalian dengan sesuatu daripada agama kamu , maka
kamu ambillah dia dan apabila saya perintahkan kamu sekailan dengan sesuatu dari pendapat
pikiran saya, maka sesungguhnya saya ini tidak lain melainkan hanya manusia biasa.”
(Riwayat Musilm)
36) Dari Anas r.a berkata : Rasulullah saw pernah bersabda :” Apabila ada sesuatu dari urusan
dunia kamu , maka kamu lebih mengerti akan dia apabila ada sesuatu dari urusan agama kamu,
maka hendaklah mengikuti saya.”
(Riwayat Ahmad)
BAB 16
RESUME
Sifat Wajib Nabi Muhammad SAW dan sekiranya menjadi inspirasi pemimpin masa kini dalam
memberi kebijakan kepada orang yang tepat untuk memegang amanah suatu jabatan, bukan
pencitraan pendekataan emosional, kalau itu mah...anak TK juga bisa. Utamakan kredibilitas,
kapasitas, intelektualitas, elektabilitas bukan berdasar “suka tidak suka.”.

Sampai saat ini memang mustahil menemukan figure pemimpin memiliki sifat kenabian,
setidaknya mendekati pun sudah cukup sebagai syarat memimpin agar suasana tempat kerja lebih
kondusif.

Berikut sifat wajib dan sifat mustahil yang dimiliki Rasulullah SAW:

Shiddiq

Shiddiq artinya benar. Bukan hanya perkataannya yang benar, tapi juga perbuatannya. Sejalan
dengan ucapannya. Beda sekali dengan pemimpin sekarang yang kebanyakan hanya retorika,
manis dibibir. Perbuatannya berbeda dengan ucapannya. Mustahil Nabi bersifat
pembohong/kizzib, dusta, dan sebagainya.

Tabligh

Tabligh artinya menyampaikan. Segala firman Allah yang ditujukan oleh manusia, disampaikan
oleh Nabi. Tidak ada yang disembunyikan meski itu menyinggung Nabi.

Amanah

Amanah artinya bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang percaya
bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Karena itulah Nabi Muhammad
SAW oleh penduduk Mekkah diberi gelar “Al-Amin” yang artinya terpercaya jauh sebelum
beliau diangkat jadi Nabi

Fathonah

Ketika terjadi suatu perselisihan antara kelompok kabilah di Mekah, setiap kelompok
memaksakan kehendaknya masing-masing untuk meletakkan al-Hajar al-Aswad (batu Hitam)
diatas Ka’bah, dan Rasulullah SAW, menengahi dengan cara semua kelompok yang berseteru
supaya memegang ujung dari kain yang kemudian Nabi meletakkan batu itu ditengahnya, dan
mereka semua mengangkat kain tersebut hingga sampai diatas Ka’bah. Sungguh cerdas
Rasulullah SAW.
Berikut sifat-sifat mustahil Rasulullah SAW :

Al-Kidzib

Yakni mustahil seorang rasul itu akan bohong atau dusta. Seluruh perkataan dan perbuatan
seorang rasul tidak pernah berbohong atau berdusta.

Al-Khianah

Merupakan sifat lawan dari Al-Amanah yang berarti seorang rasul itu khianat. Dan dapat
dipastikan seluruh yang diamanatkan kepada rasul akan dilaksanakan.

Al-Kitman

Merupakan lawan dari sifat Al-Tabligh, yaitu mustahil seorang rasul itu menyembunyikan
kebenaran. Setiap firman yang rasul terima dari Allah SWT. Pasti akan disampaikan kepada
umatnya.

Al-Baladah

Mustahil seorang rasul itu bodoh. Meskipun Nabi Rasulullah SAW, tidak dapat membaca serta
menulis (ummi) tetapi ia sangat pandai.

***

Akhlak terpuji Nabi berat untuk direalisasikan sebagai seseorang yang diberi amanah jabatan,
setidaknya mendekati sifat nabi sudah cukup baiklah bukan malah menyelewengkan jabatan
tersebut.

Nah, pembaca akan diantar untuk menelusuri implementasi kepemimpinan nabi Muhammad
SAW. Menjadikan seseorang selalu ingat asal-usul sebelum memegang jabatan. Anak-anak tahu
kok jabatan itu bukan hadiah tapi amanah, jadi janganlah bertindak semena-mena terhadap
bawahan, hidup hanya sekali ini untuk mempersembahkan yang terbaik dan bermanfaat bagi
orang lain, bekal menuju akherat nanti. Amin...

Orang yang tergoda oleh kekuasaan tidak sungkan menyelewengkan kekuasaan. Akibatnya, ia
menjadi penguasa yang korup, kejam, pendendam, arogan sekaligus diktator. Ia menerapkan
gaya kepemimpinan sewenang-wenang. Padahal, sebagaimana diketahui, kebanyakan dikatator
mengalami akhir hayat yang tragis dan mengenaskan. Wallahu ‘alam bishowab

“pemimpin bukan administrator yang suka mengatur orang lain, tetapi yang membawa air
bagi pengikutnya supaya mereka dapat melanjutkan pekerjaan mereka” (Robert Townsend)
BAB 17
HUKUM RASULULLAH BERARTI
HUKUM ALLAH

37) Dari Aisyah r.a berkata : Rasulullah saw pernah bersbda: “ Hai sekalian manusia janganlah
kamu sekalian menggantungkan kepadaku dengan satu macam , aku tidak menghalalkan
melainkan apa-apa yang Allah Yang Maha Tinggi telah menghalalkan dan aku tidak
mengharamkan melainkan apa-apa yang Allah telah mengharamkan .”
(Riwayat Ibnu Saad)

38) Dari Al-Miqdam bin Ma’dikaribu r.a berkata: Rasulullah pernah bersabda: “ Ingatlah
sesungguhnya aku telah diberi kitab dan semisalnya beserta dia . Ingatlah, hampir-hampir ada
bahwa seorang lelaki duduk bersandar dengan kenyang diatas katilnya 1) terhias, ia berkata:
“Hendaklah kamu dengan Al-Quran, maka apa-apa yang kamu dapati didalamnya dari halal,
hendaklah kamu halalkan dia dan apa-apa yang kamu dapati didalamnya dari yang haram,
hendaklah kamu haramkan dia.”
(Riwayat Ahmad)
Dan riwayat At-Tirmidzi dengan lafadz ia berkata: “ Antara kami dan kamu sekalian ada kitab
Allah . Maka apa-apa yang kami dapati didalamnya dari yang halal, kami menghalalkannya, dan
apa-apa yang kami dapati didalamnya dari yang haram , itu kami mengharamkannya .”Dan
sesungghnya apa-apa yang telah Rasulullah haramkan itu seperti apa-apa yang Allah haramkan.”

39) Dari Abi Rafi r.a berkata : Rasulullah saw pernah bersabda:”Pasti akan berseru seseorang
daripada kamu sekalian bersandar diatas katilnya , sampai datang kepadanya satu perintah
daripada perintahku , dari apa-apa yang telah aku perintahkan dengannya atau yang telah aku
larang daripadanya, lalu ia berkata: “Kami tidak tahu, apa-apa yang telah kami dapati didalam
kitab Allah tentu kami mengikutinya.”
(Riwayat Abu Dawud)

40) Dari Al – Iradh r.a berkata : Rasulullah pernah bersabda : “Apakah salah seorang daripada
kamu menyangka ada seorang yang duduk bersandar diatas katilnya yang terhias sambil berkata:
“Sesungguhnya Allah yang Maha Tinggi tidaklah mengharamkan sesuatu melainkan apa-apa
yang ada didalam Al-Quran ini . “”Ingatlah sesungguhnya demi Allah , sesungguhnya aku telah
memerntahkan dan aku telah
BAB 17
RESUME

Bagi seorang muslim, Allah adalah ahkamul hakimin alias sebaik-baik pemberi
ketetapan hukum. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bukankah Allah adalah
sebaik-baik pemberi ketetapan hukum?” (QS. At-Tiin: 8).

Oleh sebab itu ciri orang yang beriman adalah yang patuh kepada ketetapan
(baca: hukum) Allah dan Rasul-Nya. Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Tidaklah pantas bagi seorang lelaki yang beriman, demikian pula perempuan
yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara
lantas masih ada bagi mereka pilihan yang lain dalam urusan mereka.
Barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah
tersesat dengan kesesatan yang amat nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Ayat ini bersifat umum
mencakup segala permasalahan. Yaitu apabila Allah dan Rasul-Nya telah
memutuskan hukum atas suatu perkara, maka tidak boleh bagi seorang pun
untuk menyelisihinya dan tidak ada lagi alternatif lain bagi siapapun dalam hal
ini, tidak ada lagi pendapat atau ucapan -yang benar- selain itu.” (lihat Tafsir al-
Qur’an al-‘Azhim [6/423] cet. Dar Thaibah)

Tunduk kepada hukum Allah, ridha dengan syari’at-Nya, dan kembali kepada al-
Kitab dan as-Sunnah ketika terjadi perselisihan merupakan konsekuensi
keimanan dan penghambaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala (lihat at-Tauhid
li ash-Shaff ats-Tsalits al-‘Ali, hal. 37)

Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Demikianlah, memang sudah


seharusnya seorang hamba menerima hukum Allah, sama saja apakah hal itu
menguntungkan dirinya atau merugikannya, sama saja apakah hal itu sesuai
dengan hawa nafsunya ataukah tidak.” (lihat al-Irsyad ila Shahih al-I’tiqad, hal.
103 cet. Dar Ibnu Khuzaimah)

Ridha terhadap hukum Allah merupakan bagian dari sikap ridha terhadap
rububiyah Allah dan ridha Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai
utusan-Nya. Dari al-‘Abbas bin Abdul Muthallib radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan manisnya
iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan
Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim no. 34)
Imam Nawawi rahimahullah menafsirkan hadits di atas, “Arti hadits ini,
bahwasanya dia tidak mau mencari (berharap) kepada selain Allah ta’ala, tidak
mau berusaha kecuali di atas jalan Islam, dan tidak mau menempuh kecuali apa-
apa yang sesuai dengan syari’at Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(lihat Syarh Muslim [2/86] cet. Dar Ibnul Haitsam)

Hukum Allah adalah hukum yang tegak di atas keadilan. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari? Dan siapakah yang
lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS.
Al-Ma’idah: 50)

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menafsirkan, “Siapakah yang lebih adil


[hukumnya]?!” selain daripada hukum Allah. Adapun maksud “Bagi orang-orang
yang yakin” adalah “orang-orang yang meyakini [kebenaran] al-Qur’an.”
(lihat Zaadul Masir, hal. 390)

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menerangkan, bahwa yang dimaksud


hukum jahiliyah adalah segala ketetapan hukum yang bertentangan dengan
syari’at. Ia disebut hukum jahiliyah disebabkan hukum tersebut dibangun di atas
kebodohan dan kesesatan (lihat al-Qaul al-Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid [2/82])

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apabila kalian memutuskan hukum
diantara manusia hendaklah kalian memberikan keputusan hukum dengan adil.”
(QS. An-Nisaa’: 58)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Janganlah kebencian kalian terhadap suatu
kaum menyeret kalian sehingga berbuat tidak adil. Berbuat adillah!
Sesungguhnya hal itu (keadilan) lebih dekat kepada ketakwaan.” (QS. Al-
Ma’idah: 8)

Imam al-Baghawi menafsirkan, “Yaitu berbuat adillah, baik kepada teman kalian
maupun kepada musuh kalian.” (lihat Ma’alim at-Tanzil, hal. 364)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan jika kamu memutuskan hukum maka
berikanlah keputusan hukum diantara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang menegakkan keadilan.” (QS. Al-Ma’idah: 42)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk


berbuat adil dan ihsan (kebaikan), memberikan santunan kepada sanak kerabat,
melarang dari perkara yang keji dan munkar serta melanggar hak orang lain.”
(QS. An-Nahl: 90)

Abu Sulaiman berkata, “Adil dalam bahasa arab artinya adalah bersikap
inshof/objektif. Sedangkan sikap inshof yang paling agung adalah pengakuan
terhadap Sang Pemberi nikmat (al-Mun’im) atas segala nikmat yang dicurahkan-
Nya (yaitu dengan bertauhid, pent).” (lihat Zaadul Masir, hal. 791)

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh Kami telah mengutus para
utusan Kami dengan keterangan-keterangan yang jelas dan Kami turunkan
bersama mereka al-Kitab dan neraca agar umat manusia menegakkan keadilan.”
(QS. Al-Hadid: 25)

Ibnul Qoyyim berkata, “Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia


telah mengutus rasul-rasul-Nya dan menurunkan kitab-kitab-Nya supaya umat
manusia menegakkan timbangan (al-Qisth) yaitu keadilan. Diantara bentuk
keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan dan pilar
penegaknya. Adapun syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga, syirik
merupakan tindak kezaliman yang paling zalim, dan tauhid merupakan bentuk
keadilan yang paling adil.” (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 145)

Beliau juga berkata, “Sesungguhnya orang musyrik adalah orang yang paling
bodoh tentang Allah. Tatkala dia menjadikan makhluk sebagai sesembahan
tandingan bagi-Nya. Itu merupakan puncak kebodohan terhadap-Nya,
sebagaimana hal itu merupakan puncak kezaliman dirinya. Sebenarnya orang
musyrik tidaklah menzalimi Rabbnya. Karena sesungguhnya yang dia zalimi
adalah dirinya sendiri.” (lihat ad-Daa’ wa ad-Dawaa’, hal. 145).
Allah ta’ala berfirman tentang isi wasiat Luqman kepada putranya (yang artinya),
“Wahai anakku, janganlah kamu berbuat syirik. Sesungguhnya syirik itu adalah
kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman: 13)

Orang yang berpaling dari hukum Allah kepada hukum jahiliyah adalah orang
yang telah melakukan kezaliman dan terjerumus dalam kesesatan.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan
apa yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kekafiran.” (QS. Al-
Ma’idah: 44). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang tidak
berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku
kezaliman.” (QS. Al-Ma’idah: 45). Allah ta’ala berfirman (yang artinya),
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka
mereka itulah para pelaku kefasikan.” (QS. Al-Ma’idah: 47)

Imam Ibnul Jauzi berkata, “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang
diturunkan Allah karena menentang hukum itu dalam keadaan dia mengetahui
bahwa Allah telah menurunkannya sebagaimana halnya keadaan kaum Yahudi,
maka dia adalah kafir. Adapun barangsiapa yang tidak berhukum dengannya
karena kecondongan hawa nafsunya tanpa ada sikap penentangan -terhadap
hukum Allah, pent- maka dia adalah orang yang zalim lagi fasik.” (lihat Zaadul
Masir, hal. 386)

Ibnu Mas’ud dan al-Hasan menafsirkan, “Ayat itu berlaku umum bagi siapapun
yang tidak berhukum dengan hukum yang diturunkan Allah, baik dari kalangan
umat Islam, Yahudi, dan orang-orang kafir. Artinya, apabila dia meyakini dan
menghalalkan perbuatannya itu. Adapun orang yang melakukannya sementara
dia berkeyakinan dirinya melakukan perbuatan yang haram, maka dia tergolong
orang muslim yang berbuat fasik…” (lihat al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an [7/497])
BAB 18
TINGKATKAN SUNNAH RASUL

41) Dari Hassan r.a berkata : “ Adalah Jibril turun kepada Nabi Muhammad saw, dengan
membawa Sunnah seperti ia turun kepadanya dengan membawa Al-Quran , ia mengajarkan
kepada Nabi tentang Sunnah sebagai ia mengajarkan kepadanya tentang Al-Quran .”
(Riwayat Ad-Darimi)

42) Dari Abi Hurairrah r.a berkata : Rasulullah pernah bersabda : “ Sunnah itu ada dua macam ,
Sunnah didalam faridhah (wajib) dan sunnah yang tidak didalam faridhah. Adapun Sunnah yang
didalam faridhah , pokoknya didalam kitab Allah Taala, mengambilnya, menjadi petunjuk,
meninggalkan menjadi sesat, dan Sunnah yang pokoknya bukan hukum dalam kitab Allah Ta’ala
, mengambilnya menjadi keutamaan dan meninggalkannya tidak berkesalahan.”
Memperingatkan dan aku telah melarang beberapa perkara, sesungguhnya semuanyaitu seperti
Al-Quran atau lebih banyak.
(Riwayat Abu Dawud)
43) Dari Jabir r.a berkata : Rasulullah saw pernah bersabda: “ Hampir-hampir salah seorang dari
kami berkata: Ini kitab Allah , apa-apa yang ada didalamnya yang halal, kami menghalalkannya
dan apa-apa yang ada didalamnya yang haram, kami mengharamkannya.” “Ingatlah , barang
siapa yang sampai kepadanya satu hadist dari aku , lalu ia mendustakannya , maka sesungguhnya
ia telah mendustakan Allah, dan Rasul-Nya dan orang yang menceritakannya.”
(Riwayat Ibnu Abdil-Bar)
BAB 18
RESUME
Tentu kita semua sudah tahu bahwa sunnah adalah sesuatu yang tidak wajib dikerjakan. Tapi
apakah sebenarnya pengertian sunnah itu? Sunnah secara bahasa artinya adalah jalan atau
metode. Arti tersebut disimpulkan dari hadits yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam yang berbunyi,

“Barang siapa yang mencontohkan jalan yang baik di dalam Islam, maka ia akan mendapat
pahala dan pahala orang yang mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka
sedikit pun. Dan barang siapa yang mencontohkan jalan yang jelek, maka ia akan mendapat
dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya tanpa mengurangi dosa mereka sedikit
pun.” (HR. Muslim: 2398)
Tapi secara umum, sunnah Rasul adalah segala sesuatu yang sumbernya berasal dari Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam bentuk ucapan, perbuatan, penetapan, sifat tubuh,
serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai pensyari’atan bagi umat Islam.

Di dalam agama Islam, semua hal yang berkenaan dengan ibadah dan kehidupan tentu memiliki
landasan hukumnya. Landasan yang digunakan untuk menentukan hukum tersebut salah satunya
bersumber dari sunnah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam.

Sunnah merupakan sumber yang digunakan sebagai dasar hukum setelah Al-Qur’an. Salah satu
hukum yang menggunakan sunnah sebagai sumbernya adalah hukum tentang ilmu fiqih. Sunnah
ini berfungsi untuk memperinci yang ada di dalam Al-Qur’an.

Jadi, sunnah digunakan sebagai penjelas, sehingga tidak akan keluar dari kaidah umum yang
sudah ada di dalam Al-Qur’an.

Kenapa sunnah digunakan? Sunnah ini digunakan sebagai salah satu dasar hukum karena kita
bisa merinci dari mana datangnya suatu hadits. Ada orang yang merupakan ahli hadits sehingga
bisa menilai apakah hadits tersebut memang berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Selain itu, kita juga bisa tahu sunnah yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam itu haditsnya berstatus apa. Ada yang merupakan hadits shahih, hasan, lemah, bahkan
hadits palsu. Jadi tentu rujukan dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi lebih
terpercaya.

Biasanya, para ahli dalam ilmu fiqih mencari hukum fiqih itu dari Al-‘Qur’an terlebih dahulu,
baru kemudian diperkuat dengan sunnah.

Dari Muaz bin Jabal radhiyallahuanhu berkata bahwa Nabi bertanya kepadanya,” Bagaimana
engkau memutuskan perkara jika diajukan orang kepada engkau? Muaz menjawab, saya akan
putuskan dengan kitab Allah. Nabi bertanya kembali, bagaimana jika tidak engkau temukan
dalam kitab Allah? Saya akan putuskan dengan sunnah Rasulullah, jawab Muaz. Rasulullah
bertanya kembali, jika tidak engkau dapatkan dalam sunnah Rasulullah dan tidak pula dalam
Kitab Allah? Muaz menjawab, saya akan berijtihad dengan pemikiran saya dan saya tidak akan
berlebih-lebihan. Maka Rasulullah SAW menepuk dadanya seraya bersabda,”Segala puji bagi
Allah yang telah menyamakan utusan dari utusan Allah sesuai dengan yang diridhai Rasulullah
(HR Abu Daud)
Aqidah adalah masalah-masalah ilmiyah yang asalnya dari Allah dan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, yang wajib bagi umat Islam untuk meyakininya sebagai pembenaran terhadap
Allah da Rasul-Nya.

Aqidah juga memiliki sumber yang digunakan, yaitu Al-Qur’an, sunnah, dan ijma para ulama.
Seperti yang telah difirmankan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs. An
Nisa : 59).
Seperti halnya ilmu fiqih, di dalam ilmu aqidah, Al-Qur’an juga merupakan sumber utama yang
di dalamnya terdapat petunjuk untuk orang yang beriman. Sedangkan sunnah merupakan
pendamping dari Al-Qur’an. Seperti yang telah Allah firmankan.

“Dan Dia mengajarkan mereka al Kitab (Al Qur’an) dan Al Hikmah (Sunnah)” (Qs. Al Baqoroh
: 129). Rosulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “sesungguhnya aku diberi Al Qur’an
dan yang semisalnya (As Sunnah)”
Allah menyejajarkan kedua sumber tersebut karena Al-Qur’an ataupun sunnah merupakan
wahyu yang berasal dari Allah. Sunnah merupakan sabda dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, dan Allah telah menjaga beliau dari segala macam kesalahan di dalam menyampaikan
risalah-Nya. Sehingga perkataan Nabi Muhammad shallallu ‘alaihi wasallam wajib diterima.

Anda mungkin juga menyukai