Disusun Oleh
Bella Leonora Fauzi
20184010061
Mengetahui,
Kepala Puskesmas Ngampilan
2
KATA PENGANTAR
SWT atas berkat, kasih, karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan presentasi
kasus ini sebagai persyaratan untuk memenuhi tugas stase Ilmu Kedokteran Keluarga
pada program profesi kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Penulisan presentasi kasus ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga pada akhirnya
3. Dr. dr. Titiek Hidayati M.Kes, FISPH, FISCM, Sp. DLP selaku dosen pembimbing
dan bimbingan yang sangat berguna dalam proses penyelesaian presentasi kasus ini
sampai selesai.
4. dr. R. A Kusdinariyalun, dr. Anita, dr. Fajar selaku dokter preseptor Puskesmas
Ngampilan yang telah meluangkan waktu dan memberikan masukan yang sangat
5. Pasien Ny. M dan pemilik rumah Ny. I yang telah bersedia menjadi pasien dan
6. Kedua orang tua saya yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan doa.
kegiatan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan
presentasi kasus ini, sehingga penulis sangat mengharapkan masukan dari berbagai pihak.
Semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah SWT
membalas semua kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Akhir kata,
semoga tugas ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca dan menjadi
kedokteran. Aamiin.
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................................3
DAFTAR ISI................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................23
A.Analisis Kasus.......................................................................................................................23
B. Identifikasi Masalah dan Penyelesaian..................................................................................25
C. Penerapan Prinsip Kedokteran Keluarga...............................................................................27
1. Primary Care......................................................................................................................27
2. Person Centered Care........................................................................................................27
3. Holistic Care......................................................................................................................27
4. Comprehensive Care..........................................................................................................27
5. Continuing Care.................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................44
5
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Pasien
Nama : Ny. M
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 50 Tahun
Alamat Domisili : Serangan Ngampilan Yogyakarta
Alamat Tempat tinggal :
Pekerjaan :-
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD
Agama : Islam
Tanggal Visit 1 : 7 November 2019
Tanggal Visit 2 : 09 November 2019
Tanggal Visit 3 : 12 November 2019
Nomor RM :
Pemilik Rumah yang di Tempati Pasien
Nama : Ny. I
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 63 tahun
Alamat : Kauman Yogyakarta
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
B. AUTOANAMNESIS PENYAKIT (DISEASE)
1. Keluhan Utama: Nyeri kepala, tidak bisa tidur
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke puskesmas Ngampilan pada tanggal 7 November 2019 dengan
keluhan nyeri kepala, keluhan disertai dengan tidak bisa tidur sejak kurang lebih
6
1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan pasien hilang dan timbul. Pasien
mengatakan untuk keluhan tidak bisa tidur sebenarnya sudah lama dirasakan
namun terkadang membaik dengan sendirinya. Keluhan tidak bisa tidur ini
sering disertai dengan rasa malas untuk makan, malas untuk beraktifitas, muncul
gatal namun hilang dengan sendirinya. Pasien juga terkadang mengeluhkan
pegel atau cengeng pada daerah tengkuk. Pasien pada saat itu juga menginginkan
pengecekan kadar kolestrol.
Pada kunjungan sebelumnya pasien mengatakan bahwa kadar kolestrol totalnya
tinggi.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (beserta Pengobatan)
Riwayat mondok (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat batuk lama (-)
Riwayat trauma (-)
Riwayat Diabetes Melitus (-)
Riwayat Hipertensi (-)
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi (+) ayah
Riwayat Diabetes (-)
Riwayat asma (-)
Riwayat Alergi (-)
5. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
a. Riwayat Kehamilan:
Pasien adalah anak kedua dari seorang ibu berusia 20 tahun (ketika
mengandung). Pasien dan keluarga tempat pasien tinggal tidak ada yang
dapat menjelaskan kondisi saat kehamilan.
b. Riwayat Persalinan
Ibu hamil cukup bulan. Persalinan ditolong oleh dukun bersalin di tempat
rumah orangtua pasien. Tidak ada masalah saat persalinan. Bayi lahir
dengan berat cukup.
c. Riwayat Pasca Persalinan
Tidak ada data pasca persalinan.
7
6. Riwayat Personal Sosial Lingkungan
a. Sosial
Hubungan dalam keluarga tidak rukun dan komunikasi antar keluarga tidak
terjalin dengan optimal. Pasien merupakan asisten rumah tangga yang tinggal
bersama atasannya, sedangkan anak-anak dan suaminya tinggal di rumah kakak
suaminya di daerah Serangan Yogyakarta. Komunikasi pasien dengan suami, dan
kakak dari suami yang tinggal dalam satu rumah tidak terjalin dengan baik. Pasien
mengaku sering dipukuli oleh suami dan diolok-olok oleh kakak dari suami.
Komunikasi dengan anak terjalin namun tidak optimal.
Hubungan dengan tetangga tempat pasien tinggal juga kurang baik, pasien jarang
keluar rumah untuk sekedar bertegusr sapa dengan tetangga.
Pasien sudah lama berpisah rumah dengan suami dan anak-anak. (namun pasien
lupa tahun tepatnya)
b. Ekonomi
Pasien mengaku sudah tidak diberi nafkah oleh suami sejak awal menikah. Pasien
memiliki pekerjaan sebagai sisten rumah tangga. Penghasilan yang didapatkan
pasien sekitar Rp. 20.000 per hari. Pasien mengaku sedikit – sedikit masih bisa
menabung setiap bulannya.
Suami pasien sudah sejak 15 hari sakit dan opname di RS PKU Muhammadiyah
Yogyakarta. Anak Pasien yang pertama memutuskan untuk berhenti kerja karena
terdiagnosis TB Paru, sedangkan anak pasien yang ke dua masih bersekolah.
Pasien makan 3-5x sehari beli di warung dan tidak pernah masak.
c. Lingkungan
Pasien tinggal dirumah atasan tempat pasien bekerja sejak 1 tahun terakhir, yang
ditempati bersama dengan ibu pemilik rumah, nenek (ibu dari pemilik rumah), dan
anak (anak dari pemilik rumah) dengan total penghuni rumah. Rumah berukuran
10x8 m2, 1 lantai, terdapat ruang tamu, ruang keluarga, 3 kamar, 2 kamar mandi
dan 1 dapur yang bergabung dengan ruang cuci piring, dan ruang makan. Kamar
mandi terletak di luar rumah sebagai kamar mandi bersama dengan tetangga
dengan kloset jongkok dan saluran pembuangan menuju sungai setempat. Ventilasi
dan pencahayaan kurang baik. Dinding rumah terbuat dari tembok, lantai keramik,
atap terbuat dari kombinasi genteng dengan seng, langit-langit ada ternit. Di sisi
8
kanan-kiri rumah berbatasan langsung dengan rumah-rumah tetangga.
d. Pendidikan
Pendidikan terakhir pasien adalah SD. Pasien tidak melanjutkan sekolah karena
keterbatasan ekonomi.
6. Review Sistem
Sistem SSP : Demam (-), kejang (-), nyeri kepala (+)
Sistem kardiovaskuler: Berdebar-debar (-), nyeri dada (-)
Sistem respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), pilek (-), napas cepat (-)
Sistem gastrointestinal : Muntah (-), nyeri perut (-), BAB lancar, makan minum
menurun
Sistem urogenital : BAK lancar
Sitem integumentum : gatal (+), kulit kering (-)
Sistem muskuloskeletal: Tidak ada keluhan
E. PEMERIKSAAN FISIK
5. Pemeriksaan Umum
10
Kulit : eritema (-),
Kelenjar Limfe : lnn. Tidak membesar
Otot : eutrofi (+), tonus meningkat (+), tanda radang (-)
Tulang : tanda radang (-), deformitas (-)
Sendi : tanda radang (-), gerakan bebas (+)
6. Pemeriksaan Khusus
Kepala : Rambut hitam, tidak mudah dicabut, bentuk kepala simetris, dismorfik (-),
mesosefal
Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edem palpebra -/-, mata merah -/-
Hidung : kotoran hidung (-),rinorhea -/-, epistaksis -/-, napas cuping hidung -/-
Telinga : serumen -/-, discarge (-), korpus alienum (-), tragus pain (-)
Mulut dan Gigi : sianosis (-), mukosa bibir mulut lidah basah (+), gusi berdarah (-),
hiperemis faring (-), lidah kotor (-), karies dentis (+)
Leher : Simetris (+), pembesaran limfonodi (+), pembesaran kelenjar tiroid (-),
pembesaran massa (-)
Thor Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi
ax
P - Bentuk dada - Vocal fremitus Sonor pada Suara dasar
aru simetris (+) N seimbang semua lapang vesikuler +/+,
- Ketinggalan - Pergerakkan paru, redup suara tambahan
gerak (-) dada simetris pada batas paru -/-
- Retraksi (-) - Ketinggalan
- Tanda radang, hepar dan
gerak (-)
tampak massa - Nyeri tekan (-) jantung
(-)
Ja Ictus cordis Ictus kordis Batas jantung S1,S2 (+)
ntung terlihat di SIC 5, teraba di SIC V Kanan atas: reguler, bising
linea linea mid SIC II LPS jantung (-)
midclavicularis clavikularis dextra
Kiri atas:
(S) sinistra
SIC II LPS
sinistra
Kanan
bawah: SIC
IV LPS
dextra
Kiri bawah:
SIC IV LMC
11
sinistra
12
1. Deskripsi Umum :
a. Penampilan : rawat diri baik, menggunakan kerudung dan pakaian rapi, berdandan.
b. Perilaku dan aktivitas psikomotorik : terkesan lamban, cara erjalan normal, sering
menunduk.
c. Sikap terhadap pemeriksa : Kooperatif namun terlihat berhati-hati (guarded)
2. Bicara : lambat, ragu-ragu (hesitant), intonasi jelas
3. Mood dan Afek :
a. Mood : Disforik
b. Afek : Datar
c. Keserasian : serasi
4. Pikiran dan Persepsi :
a. Bentuk Pikiran : berpikir cepat, berpikir lambat, berpikir ragu-ragu (hesitant
thinking)
b. Isi Pikiran: Selalu memikirkan sakit anak dan suaminya
c. Gangguan Pikiran : tidak ada waham
d. Gangguan Persepsi : tidak ada halusinasi atau ilusi
e. Mimpi dan Fantasi : sering mimpi buruk mengenai kakak ipar
5. Sensorium dan Fungsi Kognitif:
a. Kesadaran : Compos mentis
b. Orientasi : waktu, tempat, orang : baik
c. Konsentrasi dan Perhitungan : Kurang
d. Daya ingat : Baik
7. Tilikan : Sadar akan adanya penyakit tetapi menyalahkan orang lain, faktor luar, medis
atau faktor organik yang tidak diketahui.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kholestrol total
251 (7 Oktober 2019)
211 (7 November 2019)
2. Trigliseride
H. DIAGNOSIS KLINIS
13
3. Insomnia Non-Organik
4. overweight
Jenis Tgl
No
Nama Kelami Lahir/ Pekerjaan Status Kesehatan
.
n Umur
Tn. DS (ayah
1. L 85 tahun Petani sehat
pasien)
Ny.M (ibu
2 P 70 tahun Petani Sering sesak nafas
pasien)
Dislipidemia, Depresi
3. Ny. M (Pasien) P 50 tahun ART
Sedang
Tn. R (suami Batu kandung empedu,
4 L 62 tahun Buruh
pasien) anemia, sesak nafas
Nn.A (anak
5 P 21 tahun - TB Paru BTA +
pasien)
An. D (anak
6 L 16 tahun Pelajar sehat
pasien)
Ny. S (kakak
4. P 55 tahun IRT Sehat
pasien)
Tn. M (adik
5. L 45 tahun Buruh sehat
pasien)
14
J. DATA ANGGOTA KELUARGA YANG TINGGAL SERUMAH
Jenis Tgl
No
Nama Kelami Lahir/ Pekerjaan Status Kesehatan
.
n Umur
1. Ny. M (pasien) P 50 tahun ART Dislipidemia
15
8. Peta Keluarga (Family Map)
Keterangan:
: Fungsional
: Disfungsional
: Kekerasan Fisik
1994 Menikah
17
1998 Punya anak pertama
2003 Punya anak ke dua
2003-2008 Pindah rumah ke serangan,
di rumah kakak suami
(tidak diberi nafkah, di
olok –olok oleh kakak
ipar).Kerja serabutan
2008 Pulang ke rumah orangtua.
Tinggal terpisah dengan
anak dan suami
2018 Pindah rumah, Kerja di
kauman menjadi ART
2019 Suami dan anak pertama
sait
1. Kondisi Rumah
Rumah berukuran 10x8 m2, 1 lantai, hanya terdapat dua ruangan yaitu kamar 3
kamar, ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan 2 kamar mandi.
Terdapat dapur yang bergabung dengan tempat makan pada rumah pasien.
Kamar mandi terletak di dalam rumah dengan kloset jongkok dan saluran
pembuangan pada septictank.
Ventilasi dan pencahayaan kurang baik.
Dinding rumah terbuat dari tembok, lantai keramik, atap terbuat dari
kombinasi genteng dengan seng, langit-langit terbuat dari ternit.
2. Lingkungan Sekitar Rumah
Sumber air dari sumur milik semdiri
Pembuangan sampah : tempat sampah berada di luar rumah dan membuang
sampah ke tempat pembuangan akhir.
Pembuangan limbah : limbah rumah tangga dibuang melalui saluran selokan
tertutup.
18
3. Denah Rumah
N. DIAGNOSIS HOLISTIK
2. PENGELOLAAN KOMPREHENSIF
Upaya Promotif:
Gambaran perjalanan penyakit dyslipidemia, pengobatan hingga komplikasinya
Proses dan tujuan pengobatan, keuntungan dan efek samping dari obat
dyslipidemia
Pentingnya pengecekan kolestrol secara berkala untuk melihat perkembangan
kesehatan pasien
Pentingnya berkonsultasi dengan psikolog mengenai permasalahan yang berat
sehingga depresi dan insomnia bisa teratasi karena akan berdampak padak
kesehatan fisik.
Upaya Preventif:
Pentingnya mengatur pola makan dan untuk mempertahankan status gizi pada
pasien untuk mengontrol dan membantu menurunkan kadar kolestrol dalam
tubuh.
Waktu Makan Menu Makan URT Kalori
20
tanpa kulit
Upaya Kuratif:
Meminum obat dari dokter untuk kondisi kesehatan saat ini.
R/ Simvastatin tab 10 mg
S 1 dd 1
Upaya Rehabilitatif:
Dukungan psikologis untuk menghadapi masalah psikososial misalnya dengan
CEA, seperti stigma dan diskriminasi, depresi, pengucilan dari lingkungan sosial
dan keluarga, masalah dalam pekerjaan, ekonomi, dapat dilakukan rujukan ke
21
psikolog untuk memenuhi dukungan psikologis pasien dan keluarga.
Pengasahan keterampilan bagi disabilitas bekerja sama dengan dinas sosial agar
pasien dapat kembali produktif dan mendapatkan pekerjaan sesuai
keterampilannya dan berhenti menjadi pengemis.
Dukungan dan pembinaan spiritual dari masjid atau organisasi kerohanian
disekitar tempat tinggal pasien agar pasien mau kembali solat dan beribadah.
Upaya Paliatif:
Terapi paliatif untuk mempertahankan kualitas hidup pasien.
22
BAB II
PEMBAHASAN
A. Analisis Kasus
Diagnosis klinis pada pasien ini adalah Dislipidemia sedangkan diagnosis
psikis nya adalah episode Depresi sedang dengan gangguan somatic. Diagnosis
dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Penegakan dyslipidemia ditegakan dengan telah dilakukan di Puskesmas
Ngampilan dengan hasil 2 kali pemeriksaan kolestrol total didapatkan hasil > 200
yaitu pada pemeriksaan pertama di dapatkan kadar kolestrol 241 dan pada
pemeriksaan yang kedua 211.
Pasien memiliki kegiatan sebagai asisten rumah tangga sejak satu tahun
terakhir. Sebelumnya pasien bekerja serabutan untuk mencukupi kebutuhan diri
sendiri. Selain itu pasien juga hanya tamat SD sehingga pasien tidak mudah untuk
mendapatkan pekerjaan. Pasien menikah sejak usia 19 tahun dan tidak
mendapatkan nafkah dari suaminya sehingga menuntut pasien untuk bekerja
sendiri.
Dari perangkat penilaian keluarga family APGAR, didapatkan skor 1 dimana
dapat diinterpretasikan sebagai keluarga disfungsional berat. Pasien merasa tidak
puas dengan keluarganya karena pasien hampir tidak pernah mendapatkan bantuan
dari keluarga. Selain itu pasien juga tidak pernah bercerita kepada keluarga. Namun
pasien merasa keluarganya dapat menerima keinginan-keinginannya untuk memulai
kegiatan atau tujuan baru misalnya mencari kerja dan meninggalkan rumah dimana
suami dan anaknya tinggal.
Dari perangkat penilaian keluarga family SCREEM, pasien memiliki kondisi
patologis social, cultural, educational, economic dan medical yaitu masalah dengan
suami kurang baik yaitu pasien sering mendapat perlakuan kasar oleh suami dan
tidak diberikan nafkah, serta pasien mempunyai hubungan yang tidak baik dengan
kakak ipar tempat suami dan anaknya tinggal. Pasien sering dipukuli oleh suaminya
jika sedang berselisih pendapat. Pasien sering diolok – olok oleh kakak ipar apabila
23
berselisih pendapat sehingga menyebabkan pasien tidak betah tinggal dalam satu
rumah bersama suami, anak, dan kakak iparnya. Pasien merasa khawatir akan
dikucilkan oleh tetangga-tetangga sekitar sehingga membuat pasien jarang kelar
rumah atau bermain ke rumah tetangga. Selain itu pasien bekerja sebagai asisten
rumah tangga dan tinggal sendiri di rumah atasannya namun hanya mendapatkan
gaji yang rendah. Pada aspek religius, pasien mengaku hanya kadang- kadang
melaksanakan sholat dan ibadah karena merasa lelah atau terkadang merasa malas.
Pada pasien ini dilakukan manajemen komprehensif mulai dari promotif,
preventif, kuratif, dan palitatif. Manajemen promotif dan preventif ini bertujuan
agar dyslipidemia pada pasien dan episode depresi pada pasien tidak semakin
bertambah parah sehingga dapat mengganggua kativitas sehari-hari.
Selain itu upaya preventif terkait kebutuhan gizi dengan menerapkan pola
makan yang benar sesuai kebutuhan kalori pasien perhari ditambah dengan diet
rendah kolestrol yang terbukti dapat mengontrol kadar kolestrol dalam tubuh.
Untuk manajemen kuratif pasien ini diberikan Simvastatin 1x 10 mg. Terapi ini
sesuai dengan Pedoman Tatalaksana atau Pengelolaan Dislipidemia menurut
PERKI.
Manajemen rehabilitatif diperlukan dukungan psikologis untuk menghadapi
masalah psikososial, seperti stigma dan diskriminasi, depresi, pengucilan dari
lingkungan sosial dan keluarga, masalah dalam pekerjaan, ekonomi dapat dilakukan
rujukan ke psikolog untuk memenuhi dukungan psikologis pasien dan keluarga.
Selain itu dibutuhkan pembinaan dari dinas sosial terkait pekerjaan pasien agar
dapat diajarkan keterampilan yang dapat dilakukan oleh disabilitas sehingga pasien
mendapatkan pekerjaan yang layak. Pasien juga sebaiknya dibina oleh organisasi
kerohanian/ masjid setempat agar dapat kembali beribadah seperti orang pada
umumnya. Dalam upaya paliatif diperlukan oleh pasien dikarenakan Episode
Depresi sedang dengan gangguan somatic dapat menurunkan kualitas hidup pasien.
24
B. Identifikasi Masalah dan Penyelesaian
No Masalah Target Sasaran Pembinaan Profesi
1. Dislipidemia < 200 Pasien Edukasi kepatuhan Dokter
minum obat serta keluarga,
kontrol rutin ahli gizi,
perkembangan psikolog
kesehatan,
peningkatan
pengetahuan tentang
penyakitnya,
penerapan pola makan
sesuai kebutuhan
kalori perhari dan
pembagian makan
perhari sesuai
dietrendah lemak,
dukungan psikologis
bagi pasien
2. overweight BMI Normal pasien Edukasi terkait Ahli Gizi
kebutuhan kalori, pola
makan, jenis makanan,
frekuensi makan dan
pembagian makan
sesuai dengan diet
rendah lemak
25
3. Kurang Dapat Pasien Lakukan konseling Dokter
pengetahuan menjelaskan CEA kepada pasien, keluarga,
dan tentang: yaitu dengan psikolog
kekhawatiran Perjalanan menggali bagaimana
tentang penyakit; target perasaan, pemikiran
penyakitnya, pengobatan, pasien tentang
penyakit efek samping penyakitnya ataupun
suami dan terapi; rencana permasalahan pasien,
anaknya tata memberikan edukasi
laksana; dan (apa itu penyakitnya,
apa saja factor
komplikasi
resikonya,
(terkait
memberikan bukti –
penyakitpasien,
bukti pada pasien
dan penyakit
tentang
anaknya)
penjelasannya,
mengklarifikasi
tentang kecemasan
pasien, dll)
4. Permasalahan Memiliki gaji PasienBekerjasama dengan Dokter
dinas sosial untuk
pekerjaan tetap dan layak keluarga
memberikan bantuan
(minimal UMR) ataupun pelatihan dan dinas
keterampilan
sosial
sehingga pasien
memiliki pekerjaan
tetap
4. Keluarga Menjadi keluarga Keluarga Mengadakan Dokter
yang fungsional pasien rehabilitasi fungsi keluarga
disfungsional
keluarga, konseling dan
CEA ( mennggali psikolog
perasaan pasien
terhadap
permasalahannya dan
26
keluarga,
mengklarifikasi
tentang kecemasan
pasien, memberikan
pilihan-pilihan yang
dapat ditempuh, dl)
dan terapi keluarga.
5. Riwayat Menghindari dan Pasien Lakukan Client Dokter
mencegah Centered Counseling
kekerasan dan keluarga,
terulangnya (diberikan edukasi
dalam kejadian keluarga kepada pasien, psikolog
Menghilangkan tentang penyakitnya,
keluarga
trauma permasalahannya, lalu
psikologis pasien pasien dimita untuk
memberikan pilihan-
pilihan yang akan
ditempuh, lalu pasien
disuruh untuk
memilih yang akan di
coba terlebih dahulu).
28
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dislipidemia
1. Definisi
Dislipidemia didefinisikan sebagai kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan
peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama
adalah kenaikan kadar kolesterol total (Ktotal), kolesterol LDL (K-LDL), trigliserida (TG),
serta penurunan kolesterol HDL (K-HDL). Dalam proses terjadinya aterosklerosis semuanya
mempunyai peran yang penting, dan erat kaitannya satu dengan yang lain, sehingga tidak
mungkin dibicarakan tersendiri. Agar lipid dapat larut dalam darah, molekul lipid harus
terikat pada molekul protein (yang dikenal dengan nama apoprotein, yang sering disingkat
dengan nama Apo. Senyawa lipid dengan apoprotein dikenal sebagai lipoprotein.
Tergantung dari kandungan lipid dan jenis apoprotein yang terkandung maka dikenal lima
jenis liporotein yaitu kilomikron, very low density lipo protein (VLDL), intermediate
density lipo protein (IDL), low-density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein
(HDL)
29
(13.8 %) dari populasi(5). Data di Indonesia yang diambil dari riset kesehatan dasar
nasional (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada 35.9 % dari penduduk
Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal (berdasarkan
NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200 mg/dl) dimana perempuan lebih
banyak dari laki-laki dan perkotaan lebih banyak dari di pedesaan. Data RISKEDAS
juga menunjukkan 15.9 % populasi yang berusia ≥ 15 tahun mempunyai proporsi
LDL yang sangat tinggi (≥ 190 mg/dl), 22.9 % mempunyai kadar HDL yang kurang
dari 40 mg/dl, dan 11.9% dengan kadar trigliserid yang sangat tinggi (≥ 500 mg/dl)
(4). Dislipidemia merupakana faktor risiko primer untuk PJK dan mungkin berperan
sebelum faktor risiko utama lainnya muncul. Data epidemiologi menunjukkan bahwa
hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko untuk stroke iskemia. Grundy dkk
menunjukkan bahwa untuk setiap penurunan LDL sebesar 30 mg/dL maka akan
terjadi penurunan risiko relatif untuk penyakit jantung koroner sebesar 30 %(6).
3. Klasifikasi Dislipidemia
Berbagai klasifikasi dapat ditemukan dalam kepustakaan, tetapi yang mudah digunakan
adalah pembagian dislipidemia dalam bentuk dislipidemia primer dan dislipidemia
sekunder. Dislipidemia sekunder diartikan dislipidemia yang terjadi sebagai akibat suatu
penyakit lain. Pembagian ini penting dalam menentukan pola pengobatan yang akan
diterapkan.
a. Dislipidemia primer
Dislipidemia primer adalah dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien
dislipidemia sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia
kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial,
dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia primer.
b. Dislipidemia sekunder
Pengertian sekunder adalah dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain
misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma metabolik.
Pengelolaan penyakit primer akan memperbaiki dislipidemia yang ada. Dalam hal ini
pengobatan penyakit primer yang diutamakan. Akan tetapi pada pasien diabetes mellitus
pemakaian obat hipolipidemik sangat dianjurkan, sebab risiko koroner pasien tersebut
sangat tinggi. Pasien diabetes melitus dianggap mempunyai risiko yang sama (ekivalen)
30
dengan pasien penyakit jantung koroner. Pankreatitis akut merupakan menifestasi umum
hipertrigliseridemia yang berat.
Penyebab Dislipidemia sekunder:
Diabetes melitus
Hipotiroidisme
Penyakit hati obstruktif
Sindroma nefrotik
Obat-obat yang dapat meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan
kolesterol HDL (progestin, steroid anabolik, kortikosteroid, beta-blocker)
4. Tingkat Risiko
Estimasi risiko kardiovaskular total bagi pasien tanpa keluhan atau gejala PJK klinis
maupun keadaan yang setara dengan PJK dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai risk chart seperti Framingham atau SCORE.33,34 Pedoman Tatalaksana
Dislipidemia PERKI menganjurkan penggunaan SCORE risk chart. Terdapat 2 pilihan
SCORE risk chart yaitu chart untuk negara dengan risiko tinggi dan risiko rendah.
Pedoman Tatalaksana Dislipidemia PERKI menganjurkan pemakaian chart untuk negara
dengan risiko tinggi.
31
a. Yang termasuk tingkat risiko sangat tinggi adalah pasien dengan
Penyakit jantung koroner, yaitu:
terdokumentasi dengan cara invasif maupun non-invasif (angiografi koroner,
exercise ECG test, sidik perfusi miokard, ekokardiografi stres)
angina stabil
32
sindrom koroner akut
pasca infark miokard
pernah menjalani revaskularisasi koroner (intervensi koroner perkutan atau
bedah pintas koroner)
Setara PJK, yaitu:
Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 1 dengan mikroalbuminuria
gagal ginjal kronik dengan GFR ˂60 mL/menit/1.73 m2
penyakit arteri karotis (TIA, stroke, atau penyumbatan arteri karotis >50%
dengan ultrasonografi)
penyakit arteri perifer
Nilai SCORE ≥10%
b. risiko tinggi adalah pasien dengan
faktor risiko tunggal yang berat seperti dislipidemia familial atau hipertensi berat
sindrom metabolik
SCORE >5% dan <10%
c. Yang termasuk tingkat risiko menengah adalah pasien dengan Angka SCORE ≥1%
dan 5%.
Kebanyakan pasien usia pertengahan mempunyai risiko menengah. Risiko ini
perlu dimodulasi lebih lanjut dengan mempertimbangkan faktor risiko lain seperti
riwayat PJK prematur dalam keluarga, overweight abdominal, kolesterol HDL yang
rendah, dan konsentrasi TG tinggi.
d. Yang termasuk tingkat risiko rendah adalah pasien dengan angka SCORE ˂1%.
5. Tatalaksana dislipidemia
Dalam pengelolaan dislipidemia, diperlukan strategi yang komprehensif untuk
mengendalikan kadar lipid dan faktor faktor metabolik lainnya seperti hipertensi,
diabetes dan overweight. Selain itu faktor faktor risiko penyakit kardiovaskuler lainnya
seperti merokok juga harus dikendalikan. Pengelolaan dislipidemia meliputi pencegahan
primer yang ditujukan untuk mencegah timbulnya komplikasi penyakit-penyakit
kardiovaskular pada pasien dislipidemia seperti penyakit jantung koroner, stroke dan
penyakit aterosklerosis vaskular lainnya dan pencegahan sekunder yang ditujukan untuk
33
mencegah komplikasi kardiovaskuler lanjutan pada semua pasien yang telah menderita
penyakit aterosklerosis dan kardiovaskular yang jelas.
Pengelolaan pasien dislipidemia terdiri dari terapi non farmakologis dan
farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi perubahan gaya hidup, termasuk
aktivitas fisik, terapi nutrisi medis, penurunan berat badan dan penghentian merokok.
Sedangkan terapi farmakologis dengan memberikan obat anti lipid. Berikut ini akan
dijelaskan secara lebih rinci mengenai kedua terapi tersebut.
a. Terapi Non-Farmakologis
1) Aktivita fisik
Aktifitas fisik yang disarankan meliputi program latihan yang
mencakup setidaknya 30 menit aktivitas fisik dengan intensitas
sedang (menurunkan 4-7 kkal/menit) 4 sampai 6 kali seminggu,
dengan pengeluaran minimal 200 kkal/ hari. Kegiatan yang
disarankan meliputi jalan cepat, bersepeda statis, ataupaun
berenang. Tujuan aktivitas fisik harian dapat dipenuhi dalam satu
sesi atau beberapa sesi sepanjang rangkaian dalam sehari (minimal
10 menit). Bagi beberapa pasien, beristirahat selama beberapa saat
di selasela aktivitas dapat meningkatkan kepatuhan terhadap
progran aktivitas fisik. Selain aerobik, aktivitas penguatan otot
dianjurkan dilakukan minimal 2 hari seminggu.
2) Terapi Nutrisi Medis
Bagi orang dewasa, disarankan untuk mengkonsumsi diet rendah
kalori yang terdiri dari buah-buahan dan sayuran (≥ 5 porsi / hari),
biji-bijian (≥ 6 porsi / hari), ikan, dan daging tanpa lemak. Asupan
lemak jenuh, lemak trans, dan kolesterol harus dibatasi, sedangkan
makronutrien yang menurunkan kadar LDL-C harus mencakup
tanaman stanol/sterol (2 g/ hari) dan serat larut air (10-25 g /hari).
3) Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko kuat, terutama untuk penyakit
jantung koroner, penyakit vaskular perifer, dan stroke. Merokok
mempercepat pembentukan plak pada koroner dan dapat
menyebabkan ruptur plak sehingga sangat berbahaya bagi orang
34
dengan aterosklerosis koroner yang luas. Sejumlah penelitian
menunjukkan bahwa merokok memiliki efek negatif yang besar
pada kadar KHDL dan rasio K-LDL/K-HDL. Merokok juga
memiliki efek negatif pada lipid postprandial, termasuk trigliserida.
Berhenti merokok minimal dalam 30 hari dapat meningkatkan K-
HDL secara signifikan.
b. Terapi farmakologis
Prinsip dasar dalam terapi farmakologi untuk dislipidemia baik pada ATP III
maupun ACC/AHA 2013 adalah untuk menurunkan risiko terkena penyakit
kardiovaskular. Berbeda dengan ATP III yang menentukan kadar K-LDL
tertentu yang harus dicapai sesuai dengan klasifikasi faktor risiko, ACC/AHA
2013 tidak secara spesifik menyebutkan angka target terapinya, tetapi
ditekankan kepada pemakaian statin dan persentase penurunan K-LDL dari
nilai awal. Hal tersebut merupakan hasil dari evaluasi beberapa studi besar
yang hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan statin berhubungan dengan
penurunan risiko ASCVD tanpa melihat target absolut dari K-LDL(16).
Namun demikian, jika mengacu kepada ATP III, maka selain statin, beberapa
kelompok obat hipolipidemik yang lain masih dapat digunakan yaitu Bile
acid sequestrant, Asam nikotinat, dan Fibrat dengan profil sebagai berikut.
35
Jika mengacu kepada studi-studi besar pencegahan primer dan sekunder dari
ASCVD maka hanya statin yang menunjukkan bukti bukti yang konsisten
sedangkan obat obat yang lain belum mempunyai bukti yang cukup kuat.
Sehingga ACC/AHA 2013 merekomendasikan statin sebagai obat utama
pada pencegahan primer dan sekunder . Obat lain hanya dipakai apabila
didapatkan kontraindikasi atau keterbatasan pemakaian statin. Penggunaan
plant sterols, sterol esters, stanols atau stanol esters belum mempunyai bukti
yang cukup signifikan dalam pencegahan ASCVD.
36
Setelahpenentuan masalah pada pasien pada langkah pertama, maka langkah
kedua adalah melakukan penghitungan risiko kardiovaskular, dan melakukan
klasifikasi kelompok risiko yang akan mempengaruhi pilihan terapi. Untuk
langkah kedua ini bisa menggunakan panduan alur dari ATP
• Pada alur ATP III
o yang pertama dilakukan adalah identifikasi adanya PJK atau
masalah yang setara dengan PJK seperti adanya penyakit arteri
karotis, penyakit arteri perifer, atau aneurisma aorta abdominalis.
o Jika didapatkan masalah berupa PJK/setara PJK maka
dimasukkan kedalam kelompok risiko tinggi atau kelompok
risiko sangat tinggi (jika memiliki faktor risiko multipel, terutama
diabetes)
o Untuk kelompok risiko sangat tinggi direkomendasikan segera
pemberian statin dengan target K-LDL < 70 mg/dl.
o Untuk kelompok risiko tinggi dimulai pemberian statin jika K-
LDL ≥ 130 mg/dl dengan target K-LDL < 100 mg/dl.
o Untuk kelompok risiko sedang yang mempunyai lebih dari dua
faktor risiko mayor dan SRF > 10-20% maka target LDL < 130
mg/dl dengan pemberian statin jika K-LDL ≥ 130 mg/dl. §
Untuk kelompok risiko sedang dengan 2 faktor risiko mayor dan
SRF < 10% maka dilakukan pemberian statin jika K-LDL ≥ 160
mg/dl dengan target K-LDL < 130 mg/dl. Pada kelompok risiko
rendah pemberian statin jika LDL ≥ 190 mg/dl dengan target <
160 mg/dl
37
38
B. Depresi
1. Definisi Depresi
Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan
yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,
psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri
(Kaplan, 2010).
Depresi merupakan respon terhadap stres kehidupan. Diantara situasi yang paling sering
mencetuskan depresi adalah kegagalan di sekolah atau pekerjaan, kehilangan orang yang dicintai
dan menyadari bahwa penyakit atau penuaan sedang menghabiskan kekuatan seseorang. Depresi
dianggap abnormal hanya jika dalam kurun waktu yang lama
2. Etiologi Depresi
Kaplan menyatakan bahwa terdapat tiga faktor penyebab depresi, yaitu:
a. Faktor biologi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti
5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-
hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal pada pasien
gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin
dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi (Kaplan, 2010). Selain
itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada
pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti respirin dan penyakit dengan
konsentrasi dopamin menurun seperti Parkinson. Kedua penyakit tersebut disertai gejala
depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine,
dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010).
b. Faktor genetik
Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota
keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar)
diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan
sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Kaplan, 2010).
c. Faktor psikososial
Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan
objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi
meliputi peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan, kepribadian, psikodinamika,
kegagalan yang berulang, teori kognitif, dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan
39
mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan
memegang peranan utama dalam depresi. Klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa
kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stresor lingkungan
yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan
pasangan (Kaplan, 2010). Stresor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan
orang yang dicintai, atau stresor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung
lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi
(Hardywinoto, 1999). Dari faktor kepribadian, beberapa ciri kepribadian tertentu yang
terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga
mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi, sedangkan kepribadian antisosial dan
paranoid mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010).
3. Gambaran Klinis Depresi
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa), menyatakan bahwa
seseorang menderita gangguan depresi ditandai dengan adanya kehilangan minat dan
kegembiraan, serta berkurangnya energi yang menyebabkan seseorang tersebut mudah merasa
lelah meskipun hanya bekerja ringan. Gejala lain yang sering muncul antara lain:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang.
b. Harga diri dan kepercayaan berkurang.
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna.
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis.
e. Gagasan atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri.
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang.
4. Klasifikasi Depresi
Klasifikasi depresi menurut PPDGJ
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat)
o Afek depresif
o Kehilangan minat dan kegembiraan
o Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa
lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja ) dan menurunnya aktivitas
Gejala lainnya
o Konsentrasi dan perhatian berkurang
o Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
o Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
o Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
o Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
40
o Tidur terganggu
o Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa
sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih
pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat
Kategori diagnosis episode depresif ringan (F32.0) sedang (F32.1) dan berat (F32.2)
hanya digunakan untuk episode depresi tunggal (yang pertama). Episode depresif
berikutnaya harus diklasifikan dibawah salah satu diagnosis gangguan depresif
berulang (F 33.0)
5. Tatalaksana Depresi
Banyak jenis terapi, efektivitas akan berbeda dari orang ke orang dari waktu ke
waktu. Psikiater memberikan medikasi dengan antidepresan dan medikasi lainnya untuk
membuat keseimbangan kimiawi otak penderita. Pilihan terapi sangat bergantung pada
hasil evaluasi riwayat kesehatan fisik dan mental penderita. Pada gangguan depresif
ringan seringkali psikoterapi saja dapat menolong. Tidak jarang terapi memerlukan
psikofarmaka antidepresan. Medikasi akan membantu meningkatkan suasana hati
sehingga relatif penderita lebih mudah ditolong dengan psikoterapi dan simptomnya
cepat menurun.
a. Non-farmakologis
42
2) Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan
psikologik atau pola perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan jalan
pembentukan hubungan profesional antara terapis dengan penderita.
Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat diberikan secara
individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan psikologik
yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan,
empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk
melakukan psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau
penderitanya.
3) Electro Convulsive Therapy ( ECT )
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode terapi
semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai
risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan
kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat
penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT
lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
b. Farmakologis
1) Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja : Obat–obat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.
Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :
• Imipramin Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai
maksimum 250-300 mg sehari.
• Klomipramin Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan
maksimum dosis 250 mg sehari.
• Amitriptilin Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai
dosis maksimum 150-300 mg sehari.
• Lithium karbonat Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari
atau sebelum tidur malam.
2) Antidepresan Generasi ke-2
43
Mekanisme kerja :
SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini
menghambat resorpsi dari serotonin.
NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak
berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin.
Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada SSRI.
Contoh Obat :
• Fluoxetin Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari
dalam dosis tunggal atau terbagi.
• Sertralin Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200
mg/hr.
• Citalopram Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
• Fluvoxamine Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada
malam hari, maksimum dosis 300 mg.
44
DAFTAR PUSTAKA
Erwinanto, E., Putranto, J. N., Tedjasukmana, P., Suryawan, R., Rifqi, S., & Kasiman, S.
(2013). Pedoman Tatalaksana Dislipidemia PERKI 2013. Indonesian Journal of
Cardiology, 245-70
Maslim, R. (2001). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh
Jaya. p61.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2011). Kaplan and Sadock's synopsis of psychiatry:
Behavioral sciences/clinical psychiatry. Lippincott Williams & Wilkins.
45