Anda di halaman 1dari 1

GEJALA KLINIS

Gejala keracunan striknin yang mula-mula timbul ialah kaku otot muka dan leher.
Setiap rangsangan sensorik dapat menimbulkan gerakan motorik hebat. Pada stadium
awal terjadi gerakan ekstensi yang masih terkoordinasi, akhirnya terjadi konvulsi
tetanik. Pada stadium ini badan berada dalam sikap hiperekstensi (opistotonus),
sehingga hanya occiput dan tumit saja yang menyentuh alas tidur. Semua otot lurik
dalam keadaan kontraksi penuh. Napas terhenti karena kontraksi otot diafragma, dada
dan perut. Episode kejang ini terjadi berulang; frekuensi dan hebatnya kejang
bertambah dengan adanya perangsangan sensorik. Kontraksi otot ini menimbulkan
nyeri hebat, dan pesien takut mati dalam serangan berikutnya. Kematian biasanya
disebabkan oleh paralisis batang otak karena hipoksia akibat gangguan napas.
Kombinasi dari adanya gangguan napas dan kontraksi otot yang hebat dapat
menimbulkan asidosis respirasi maupun asidosis metabolik hebat; yang terakhir ini
mungkin akibat adanya peningkatan kadar laktat dalam plasma. (Louisa dan Dewoto,
2007).

PENGOBATAN
Obat yang penting untuk mengatasi hal ini ialah diazepam 10 mg IV, sebab diazepam
dapat melawan kejang tanpa menimbulkan potensial terhadap depresi post ictal, seperti
yang umum terjadi pada penggunaan barbiturat atau obat penekan ssp non-selektif lain.
Kadang-kadang diperlukan tindakan anastesia atau pemberian obat penghambat
neuromuskular pada keracunan yang hebat. (Louisa dan Dewoto, 2007)
Pengobatan keracunan striknin ialah mencegah terjadinya kejang dan membantu
pernapasan. Intubasi pernapasan endotrakeal berguna untuk memperbaiki pernapasan.
Dapat pula diberikan obat golongan kurariform untuk mengurangi derajat kontraksi
otot. Bilas lambung dikerjakan bila diduga masih ada striknin dalam lambung yang
belum diserap. Untuk bilas lambung digunakan larutan KMnO4 0,5 ‰ atau campuran
yodium tingtur dan air (1:250) atau larutan asam tanat. Pada perawatan ini harus
dihindarkan adanya rangsangan sensorik. (Louisa dan Dewoto, 2007)

Louisa, M., dan Dewoto, H. R. (2007). Perangsang Susunan Saraf Pusat. Dalam:
Gunawan, S. G., Setiabudi, Rianto., Nafrialdi., Elysabeth. (2007). Farmakologi dan
Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
UI. Halaman 252 - 253.

Anda mungkin juga menyukai