Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri besar maupun industri kecil dalam pelaksanannya memiliki
komponen penting seperi bahan baku, pekerja, modal dan lain sebagainya.
Akan tetapi, dalam hal ini sumber daya manusia atau pekerja sebagai salah
satu komponen yang sangat penting perananannya dalam sebuah industri.
Pekerja sebagai komponen yang penting yang akan mempengaruhi jalan
tidaknya sebuah kegiatan produksi pada suatu industri. Oleh karena itu,
komponen pekerja sangat perlu diperhatikan karena memiliki pengaruh
yang sangat besar pada produktivitas suatu industri.
Industri biasanya sangat memperhatikan keselamatan dan kesehatan
pekerja, hal ini dilakukan untuk menjaminnya kesejahteraan pekerja dan
produktivitas yang dihasilkan tetap berjalan dengan baik. Keselamatan dan
kesehatan kerja sebagai salah satu cara yang ditempuh oleh suatu
perusahaan guna menciptakan kondisi yang aman jauh dari segala macam
bahaya yang nantinya menciptakan suatu sistem kerja yang amandan
nyaman. Keselamatan dan kesehatan kerja sudah tidak asing lagi ditetapkan
pada sebuah perusahaan dan menjadi perhatian khusus karena akan
berpengaruhnya juga pada lingkungan sosial pekerja.
Salah satu penerapan K3 yaitu dengan mengidentifikasi potensi bahaya
fisik seperti kebisingan, suhu, kelembaban, dan pencahayaan. Bahaya fisik
dapat mengakibatkan cedera pada manusia atau kerusakan pada alat atau
lingkungan. Mengingat bahaya fisik memiliki efek yang serius pada pekerja,
maka dibuat alat-alat yang mampu mengukur bahaya-bahaya fisik tersebut
seperti sound level meter untuk mengukur kebisingan atau lux meter untuk
mengukur pencahayaan. Penggunaan alat-alat tersebut untuk memastikan
bahwa penyebab-penyebab bahaya fisik tersebut dapat terkendali dan
dicegah dan tidak mengganggu Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Oleh
karena itu, mengingat pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja pada
sebuah perusahaan, dan perlunya identifikasi dan evaluasi mengenai potensi
bahaya fisik, maka sangat diperlukan praktikum pada acara kali ini
mengenai potensi bahaya fisik.

B. Tujuan Praktikum
1. Praktikan memahami jenis alat evaluasi Keselamatan dan Kesehatan
kerja untuk mengukur kebisingan, suhu, kelembaban, dan pencahayaan
2. Praktikan mengukur kebisingan, pencahayaan, dan getaran
menggunakan alat laboratorium dan aplikasi instrument
BAB II
LANDASAN TEORI

Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kesehatan dan
Keselamatan Kerja atau K3 merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam sistem
ketenagakerjaan dan sumber daya manusia. Keselamatan dan Kesehatan Kerja tidak
saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para
pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak
positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Visi dari pembangunan kesehatan
di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia sehat 2010 di mana penduduknya
hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh layanan kesehatan
yang bermutu secara asil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya (Irzal, 2016).
Kesehatan didefinisikan sebagai keadaan kesehatan fisik, mental, dan sosial
yang lengkap dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan. Kesehatan
kerja adalah bidang perawatan kesehatan multidisiplin yang berkaitan dengan
memungkinkan seseorang melakukan pekerjaan mereka, dengan cara yang paling
tidak membahayakan kesehatan mereka. Fokus utama kesehatan kerja di industri
seperti pemeliharaan dan promosi kesehatan pekerja dan kapasitas kerja dan
perbaikan lingkungan kerja dan pekerjaan menjadi kondusif bagi keselamatan dan
kersehatan kerja. Kesehatan dan keselamatan kerja untuk pengembangan organisasi
kerja dan budaya ke arah yang mendukung dan keselamatan di tempat kerja (Reese,
2013).
Bahaya berbeda dengan resiko , bahaya atau hazard yaitu suatu hal yang
bisa mengakibatkan cedera pada manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan.
Sedang resiko atau risk didefinisikan sebagai kesempatan terpaparnya seseorang
atau alat pada suatu bahaya kerja. Tersebut disini beberapa macam-macam
kelompok bahaya yang teridentifikasi di tempat kerja yaitu bahaya kimiawi seperti
uap logam, gas beracun, debu dan bahan organic, bahaya fisik seperti nada bising,
radiasi, getaran dan suhu. Bahaya biologis seperti virus, bakteri, jamur, parasit, dan
vector, bahaya psikologis seperti waktu kerja yang lama, desakan atasan, dan
trauma dan terakhir bahaya ergonomis seperti ruangan yang sempit, mengangkat
dan mendorong (Sumarna, 2018).
Kondisi lingkungan fisik kerja yang masih belum memenuhi tentu akan
mempengaruhi seseorang karyawan yang bekerja pada suatu lini produksi.
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang menerangi
benda-benda di tempat kerja. Bunyi yang tidak memberikan kenikmatan disebut
dengan kebisingan. Kemajuan teknologi akan menghasilkan masalah diantara
polusi, antara lain kebisingan yaitu bunyibunyian yang tidak dikehendaki oleh
telinga indera pendengar kita, karena terutama dalam jangka panjang bunyi-
bunyian tersebut dapat mengganggu ketenangan kerja, merusak pendengaran dan
dapat menimbulkan kesalahan komunikasi. Faktor fisik yang dimaksud dengan
getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik
dari kedudukan keseimbangannya (Manullang, 2015).
BAB III
LANGKAH KERJA

A. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Alat Tulis (1 Buah)
b. Handphone (1 Buah)
c. Sound level meter (1 Buah)
d. RH Meter (1 Buah)
e. Lux Meter (1 Buah)
2. Bahan
a. Kertas HVS (Secukupnya)
b. Modul (1 Buah)

B. Prosedur Praktikum
1. Praktikan mengukur tingkat kebisingan, suhu ruangan, kelembaban
ruangan, dan pencahayaan ruangan menggunakan masing-masing alat
ukur
2. Memperoleh data dan mencatat dalam laporan sementara
3. Melakukan perhitungan nilai rata-rata masing-masing parameter
4. Penyusunan laporan praktikum
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Menurut Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering
dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-
sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman
dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan
tempat kerja tersebut. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi
bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan
timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang
berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan
atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan
sistem kerja.
Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan
kerugian kepada yang pertama yaitu manusia yang bersifat langsung maupun tidak
langsung terhadap pekerjaan, kedua yaitu properti termasuk peratan kerja dan
mesin-mesin, ketiga yaitu lingkungan, baik lingkungan di dalam perusahaan
maupun di luar perusahaan, keempat kualitas produk barang dan jasa, dan terakhir
nama baik perusahaan. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat
berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain faktor teknis, yaitu potensi
bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari
pekerjaan itu sendiri. Selanjutnya faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang
berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses
produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir. Faktor
selanjutnya yaitu faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar
terutama apabila manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam
kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.
Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang
dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan
orang yang bekerja. Potensi bahaya di tempat kerja yang dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dapat dikelompokkan antara lain sebagai berikut diantaranya
potensi bahaya fisik, potensi bahaya kimia, potensi bahaya biologis, potensi bahaya
fisiologis, potensi bahaya psiko sosial, dan potensi bahaya dari proses produksi.
Praktikum kali ini membahas terkait potensi bahaya fisik, yaitu potensi bahaya yang
dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan terhadap tenaga kerja yang
terpapar, misalnya terpapar kebisingan intensitas tinggi, suhu ekstrim atau panas
dan dingin, intensitas penerangan kurang memadai, getaran, radiasi. Potensi-
potensi bahaya fisik tersebut dapat dikendalikan atau dicegah dengan menggunakan
alat-alat yang mampu mengukur potensi bahaya fisik yang ada dalam lingkungan
kerja tidak melalui ambang batas, sehingga dengan menggunakan alat-alat tersebut
pekerja dapat lebih hati-hati dan lebih terjamin keselamatan dan kesehatannya dari
bahaya-bahaya fisik.
1. Data Record Suara atau Kebisingan
Record Nilai (Db)
Mesin Mesin Mesin Mesin Ball
Conching Blower Pengupas Mil
Ulangan 1 83,0 91,1 94,5 102,9
Ulangan 2 72,8 94,7 94,5 103,2
Ulangan 3 69,8 93,1 91,3 102,9
Ulangan 4 78,2 92,7 86,8 103,0
Ulangan 5 81,8 89,9 87,4 103,7
Ulangan 6 73,6 94,4 91,0 102,2
Ulangan 7 73,2 91,7 93,5 103,1
Ulangan 8 71,0 92,5 92,5 103,3
Ulangan 9 73,2 92,4 89,0 101,2
Ulangan 10 80,4 93,9 89,5 102,7
Rata-rata 75,7 92,66 91 102,8
Kesimpulan :
Jadi mesin yang memiliki tingkat kebisingan paling tinggi yaitu
mesin ball mil yaitu sebesar 102,8 Db. Apabila dibandingkan dengan
permenkes, maka nilai tingkat kebisingan mesin bill mil melebihi ambang
batas (100 Db, selama 15 menit).
Hasil praktikum yang pertama mengenai potensi bahaya fisik suara
atau kebisingan, bahaya fisik berupa suara atau kebisingan dapat diartikan
sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh
negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu
populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain, jumlah
energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat
menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi,
yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja dan
memperngaruhi produktivitas pada perusahaan. Pajanan kebisingan yang
tinggi biasanya lebih dari 85 dBA pada jangka waktu tertentu dapat
menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.
Kebisingan terdiri dari beberapa jenis, yang pertama yaitu bising
kontinu atau terus menerus seperti suara mesin, kipas angin, dan lain
sebagainya. Kedua yaitu bising intermitten atau terputus putus yang terjadi
tidak terus menerus seperti suara lalu lintas, suara pesawat terbang. Ketiga
bising Impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB
dalam waktu yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara
senapan, mercon, dan lain sebagainya. Terakhir bising impulsif berulang
yang terjadi secara berulang-ulang pada periode yang sama seperti suara
mesin tempa.
Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia
kira-kira dari 20 Hz sampai 20.000 Hz pada amplitudo umum dengan
berbagai variasi dalam kurva responsnya. Suara yang sangat keras
menyebabkan kerusakan pada sel rambut, karena sel rambut yang rusak
tidak dapat tumbuh lagi maka bisa terjadi kerusakan sel rambut progresif
dan berkurangnya pendengaran. Selanjutnya terdapat batasan tingkat
kebisingan yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran, batasan
tingkat kebisingan dibagi menjadi dua. Pertama Batasan tingkat untuk
lingkungan dengan waktu pajanan 24 jam yang dikenal dengan Baku Mutu
Lingkungan dan untuk tempat kerja dengan waktu pajanan delapan jam
kerja atau Nilai Ambang Batas atau NAB.
Tingkat kebisingan di lingkungan kerja dapat diukur menggunakan
alat ukur kebisingan, alat ukur untuk pengukuran kebisingan di tempat kerja
adalah Sound Level Meter atau SLM dan untuk personal monitoring
digunakan Noise Dosimeter. Sound Level Meter adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur kebisingan, suara yang tak dikehendaki, atau
yang dapat menyebabkan rasa sakit ditelinga. Sound level meter biasanya
digunakan di lingkungan kerja seperti, industri penerbangan dan
sebagainya. Berdasarkan tabel hasil pengamatan mengenai kebisingan yang
disebabkan oleh beberapa alat yang ada pada laboratorium cacao, alat yang
digunakan diantaranya mesin conching, mesin blower, mesin pengupas dan
mesin ball mil. Pengukuran dilakukan selama sepuluh kali ulangan pada
masing-masing mesin yang dihitung setiap satu menit sekali untuk melhat
nilainya. Hasil dari perhitungan rata-rata pada masing-masing mesin
menunjukan mesin yang memiliki tingkat kebisingan paling tinggi yaitu
mesin ball mil yaitu sebesar 102,8 Db dan meisn yang memiliki tingkat
kebisingan paling rendah yaitu mesin conching yaitu sebesar 75,7 Db.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan keempat mesin yang berada
pada laboratorium cacao menunjukan ketiga mesin yaitu mesin conching,
mesin blower, mesin pengupas belum melebihi ambang batas yang telah
diatur dalam permenkes yaitu 100 Db selama 15 menit, sedangkan pada
mesin ball mil tingkat kebisingannya sudah melebihi ambang batas yang
telah diatur dalam permenkes. Kebisingan memiliki dampak yang sangat
banyak bagi kesehatan pekerja apabila sudah melebihi ambang batas yang
tekah ditetapkan oleh permenkes. Oleh karena itu, salah satu cara untuk
menghindari dampak dari kebisingan dengan menggunakan APD.
Pemakaian Alat pelindung pendengaran adalah upaya terakhir dalam upaya
pencegahan gangguan pendengaran, terdapat dua jenis yaitu Ear plug atau
sumbat telinga dan Ear muff atau tutup telinga.
2. Data Record Getaran
Record Nilai m/s2

Ulangan 1 0,4
Ulangan 2 0,7
Ulangan 3 1,2
Ulangan 4 2,9
Ulangan 5 1,6
Ulangan 6 1,9
Ulangan 7 0,9
Ulangan 8 0,5
Ulangan 9 0,7
Ulangan 10 0,9
Rata- Rata 1,17
Kesimpulan
Hasil rekaman getaran masih dapat diterima, namun kondisinya
tidak nyaman berdasarkan NAB Whole Body Vibration ISO 2361.
Hasil praktikum selanjutnya mengenai potensi bahaya berupa
getaran, getaran merupakan gerakan teratur suatu benda atau media secara
bolak-balik dengan kedudukan keseimbangan. Secara umum, getaran
dikenal dengan vibrasi yaitu suatu faktor fisik yang menjalar ke tubuh
sehingga membuat tubuh bergerak secara teratur akibat memakai alat yang
bergetar. Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising
seperti frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan sifat getaran terus menerus
atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting
dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan
powered tool berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang
dikenal sebagai Raynaud’s phenomenon atau vibration-induced white
fingers atau VWF. Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat
memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan
mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang.
Getaran biasanya dirasakan oleh pekerja-pekerja yang biasanya
menggunakan alat yang difungsikan dengan menggunakan motor yaitu
operator gergaji mesin, pemotong rumput, pengebor industri dan lain-lain.
Getaran memiliki potensi bahaya bagi pekerja diantaranya kelainan pada
sistem syaraf dan peredaran darah. Gejala kelainan seperti itu tentu
dirasakan anggota tubuh seperti tangan dan kaki manusia karena organ
tubuh tersebut yang merasakan getaran saat bekerja, keadaan organ tubuh
tersebut yaitu memucat kebiruan, anggota badan kedinginan. Selanjutnya
kerusakan-kerusakan pada persendian tulang dan sendi, gejala ini memang
sering terjadi kepada para pekerja yang menggunakan alat bergetar, nyeri
sendi dan sakit pinggang merupakan contoh dua keluhan yang sering
dirasakan oleh para pekerja. Dampak-dampak tersebut dapat dicegah
dengan melakukan pengukuran dengan alat ukur getaran yaitu Vibration
Meter, merupakan alat pengukur getaran yang digunakan pada alat atau
mesin yang mempunyai getaran pada penggunaannya. Setalah melakukan
pengukuran dengan vibration meter ini, akan didapatkan hasil yang akan
dibandingkan dengan nilai ambang batas yang telah ditentukan oleh
Keputusan Menteri Tenaga Kerja.
Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan alat berupa vibration
meter pada laboratorium MSA 2, pengamatan dilakukan dengan melakukan
pengulangan selama sepuluh kali dititik yang berbeda-beda. Berdasarkan
tabel data record getaran menunjukan hasil rata-rata getaran pada
laboratorium MSA yaitu 1,17. Alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran sebenarnya memiliki tingkat sensitivitas yang tidak terlalu
tinggi, sehingga untuk beberapa titik yang memiliki getaran yang tidak
terlalu tinggi tidak dapat dideteksi oleh alat tersebut. Standar yang
digunakan sebagai acuan besar getaran yaitu whole body vibration yang
berlaku di tingkat internasional mengacu pada ISO 2361 tentang getaran
untuk kesehatan pekerja dan kenyamanan. Standart ini menggunakan
coution zone untuk mengkasifikasikan letak pemaparan getaram antara
penetapan batasan tergantung pada lamanya pemaparan. Lebih dari
pemaparan coution zone ini dianggap sebagai liky to cause injury standart
ini memberikan panduan terhadap kenyamanan dan gerakakan kesakitan.
Berdasarkan hasil pengamatan didaptkan nilai rata-rata getaran pada
alat di laboratorium MSA yaitu 1,17. Berdasarkan whole body vibration
yang berlaku di tingkat internasional mengacu pada ISO 2361 menujukan
bahwa nilai tersebut masuk dalam ketegori tidak nyaman. Kategori tidak
nyaman ini memiliki range 0,8 sampai 1,6 meter persekon kuadrat.
Sehingga berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa
dengan besar getaran 1,17 masih dapat diterima, namun kondisinya tidak
nyaman.
3. Data Record Intensitas Cahaya
Nilai (Lux)
Record Lab Lab Lab Lab
Usen 2 Usen 1 Mutu Reka
Titik 1 80 84 59 46
Titik 2 76 100 56 42
Titik 3 72 92 63 36
Titik 4 67 89 59 51
Titik 5 73 94 62 56
Titik 6 77 95 62 72
Titik 7 84 96 84 64
Titik 8 75 96 80 58
Titik 9 73 100 80 45
Titik 10 72 99 75 68
Titik 11 59 94 77 73
Titik 12 58 90 67 72
Titik 13 56 90 81 107
Titik 14 51 98 68 103
Titik 15 64 101 68 75
Titik 16 59 95 72 85
Titik 17 85 100
Titik 18 92 108
Titik 19 88 108
Titik 20 75 97
Titik 21
Rata-
rata 68,5 94,6 72,65 73,3
Standar 200 200 500 500
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan intensitas cahaya terendah yaitu pada
laboratorium uji sensoris 2, sedangkan intensitas cahaya tertinggi yaitu pada
laboratorium uji sensoris 1. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan
didapatkan rata-rata setiap laboratorium memiliki intensitas dibawah dari
standar permenkes yaitu 200 untuk laboratorium uji sensoris dan 500 untuk
laboratorium mutu dan laboratorium rekayasa industri, sedangkan pada
masing-masing laboratorium memiliki intensitas dibawah standar
permenkes, sehingga pencahayaan pada masing-masing laboratorium tidak
masuk dalam batas minimal standar permenkes.
Hasil selanjutnya mengenai potensi bahaya fisik berupa intensitas
cahaya, pencahayaan memiliki tujuan yaitu memberi kenyamanan dan
efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan dan memberi lingkungan kerja
yang aman. Selain itu pencahayaan juga memiliki efek yang buruk untuk
kesehatan dan keselamatan pekerja, diantaranya mata tidak nyaman, mata
lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan
kecelakaan. Pencahayaan juga digunakan karena memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya meningkatkan semangat kerja, produktivitas,
mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan
lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.
Intensitas cahaya memiliki pengaruh dan manfaat yang begitu besar,
namun intensitas cahaya yang terlalu berlebihan juga memiliki dampak
buruk bagi pekerja yang ada didalamnya. Oleh karena itu terdapat standar
untuk tingkat pencahayaan, SNI pencahayaan memuat ketentuan pedoman
pencahayaan pada bangunan gedung untuk memperoleh sistem
pencahayaan dengan pengoperasian yang optimal sehingga penggunaan
energi dapat efisien tanpa harus mengurangi dan atau mengubah fungsi
bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni serta
mempertimbangkan aspek biaya. Standar ini diperuntukan bagi semua
pihak yang terlibat dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan gedung untuk mencapai penggunaan energi yang efisien.
Berikut adalah daftar standar pencahayaan setiap ruangan. SNI pencahayaan
ini digunakan untuk memastikan atau sebagai acuan yang digunakan untuk
mengatur pencahayaan pada suatu ruangan tetap aman dan tidak
mengganggu kesehatan dan keselamatan pekerja.
Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas cahaya agar sesuai
dengan standar permenkes yang telah diatur yaitu dengan menggunakan alat
berupa lux meter. alat pengukur intensitas cahaya atau biasa disebut digital
lux meter model genggam yang mampu mengukur intensitas cahaya hingga
200.000 lux, pengukur intensitas cahaya ini memiliki tingkat akurasi tinggi
dan respon yang sangat cepat dan sensitif. Alat ukur intensitas cahaya ini
banyak digunakan pada bidang sinematografi dan desainer tata cahaya,
untuk menentukan tingkat cahaya yang optimal untuk sebuah adegan. alat
pengukur intensitas cahaya juga banyak digunakan pada bidang-bidang
pencahayaan umum lainya, untuk membantu mengurangi jumlah intensitas
cahaya yang terbuang di rumah, polusi cahaya di luar,dan untuk memastikan
tingkat intensitas cahaya yang tepat untuk pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil pengamatan pengukuran intensitas cahaya pada
beberapa laboratorium yaitu laboratorium uji sensoris satu dan dua,
laboratorium pengawasan mutu dan laboratorium rekayasa industri. Hasil
pengukuran menunjukan nilai rata-rata pada masing-masing laboratorium
yaitu 68,5 pada laboratorium uji sensoris dua, 94,6 pada laboratorium uji
sensoris satu, 72,65 pada laboratorium pengawasan mutu, dan 73,7 pada
laboratorium rekayasa industri. Berdasarkan standar pencahayaan,
laboratorium uji sensoris standar pencahayaannya yaitu 200 dan
laboratorium pengawasan mutu dam laboratorium rekayasa industri 500.
Terdapat perbedaan standar antara laboratorium satu dengan yang lainnya,
hal ini karena pada laboratorium uji sensoris tidak menggunakan bahan-
bahan yang berbahaya atau peralatan yang memerlukan ketelitian yang
tinggi, sehingga intensitas cahaya yang digunakan tidak terlalu tinggi. Hal
ini berbeda dengan laboratorium pengawasan mutu dam laboratorium
rekayasa industri yang menggunakan bahan-bahan dan peralatan yang
berbahaya dan sensitif yang memerlukan ketelitian tinggi, sehingga
memerlukan intensitas cahaya yang lebih besar. kesimpulannya berdasarkan
tabel menunjukan bahwa keempat laboratorium belum masuk ke dalam
batas minimal standar permenkes, sehingga memerlukan perbaikan dengan
meningkatkan intensitas cahaya pada masing-masing laboratorium.
4. Data Record Anemometer
Record Nilai m/s Suhu (C)
Ulangan 1 9,3 33,1
Ulangan 2 9,5 33,2
Ulangan 3 10,4 33,2
Ulangan 4 10,9 33,1
Ulangan 5 11,0 33,1
Ulangan 6 10,5 33,1
Ulangan 7 11,0 33,1
Ulangan 8 9,2 33,1
Ulangan 9 10,9 33,1
Ulangan 10 10,1 33,1
Rata rata 10,28 33,12
Kesimpulan
Jadi nilai record anemometer yang didapatkan 10,28 melebihi nilai
ambang batas permenkes untuk laju ventilasi 0,15 . Suhu data record
anemometer didapatkan nilai 33,12 sehingga melebihi nilai ambang batas
suhu 18-30 derajat celcius yang terdapat pada permenkes
Hasil selanjutnya merupakan potensi bahaya fisik berupa suhu
lingkungan, suhu lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap
produktivitas pekerja selama bekerja. Lingkungan kerja yang panas akan
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja, potensi bahaya suhu lingkungan
yang panas disebabkan oleh temperatur mesin yang meningkat dikarenakan
proses operasi terusmenerus, uap panas mesin, dan angin panas mesin. Suhu
lingkungan yang melebihi ambang batas dapat menimbulkan efek fisik
maupun psikis. Efek fisik adalah meningkatkan denyut jantung, mudah
berkeringat, tidak seimbang kadar air dan garam dalam tubuh, dan
perubahan aliran darah di kulit. Efek psikis adalah kemampuan kerja yang
berkurang, mudah lelah, konsentrasi berkurang.
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran suhu pada salah satu
alat yang ada pada laboratorium cacao, pengukuran kali ini menggunakan
alat berupa anemometer. Anemometer adalah sebuah alat pengukur
kecepatan angin yang banyak dipakai dalam bidang Meteorologi dan
Geofisika atau stasiun prakiraan cuaca. Pengukuran kali ini dilakukan
selama sepuluh kali ulangan setiap satu menit sekali, berdasarkan hasil
tersebut didapatkan rata-rata nilai meter persekon sebesar 10,20 dan suhu
rata-rata yaitu 33,12 derajat celcius. Sedangkan bersarkan persyaratan
kesehatan lingkungan kerja oleh kepmenkes, suhu yang baik adalah 18
sampai 30 derajat celcius. Sehingga dalam hal ini, berdasarkan hasil
pengukuran pada laboratorium cacao melebihi nilai ambang batas standar
kepmenkes.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Alat-alat yang digunakan untuk evaluasi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja diantaranya untuk mengukur kebisingan yaitu sound lever meter,
untuk mengukur suhu yaitu anemometer, untuk mengukur pencahayaan
yaitu lux meter, untuk mengukur kelembaban atau suhu lingkungan
yaitu thermal environment monitor sedangkan untuk suhu personal yaitu
personal heat stress monitor dan untuk mengukur getaran yaitu
vibration meter.
2. Mengukur kebisingan dengan menggunakan alat sound level meter,
mesin yang memiliki tingkat kebisingan paling tinggi yaitu mesin ball
mil yaitu sebesar 102,8 Db dan apabila dibandingkan dengan
permenkes, maka nilai tingkat kebisingan mesin bill mil melebihi
ambang batas yaitu standarnya 100 Db, selama 15 menit. Mengukur
pencahayaan menggunakan lux meter berdasarkan hasil pengamatan
intensitas cahaya terendah yaitu pada laboratorium uji sensoris 2,
sedangkan intensitas cahaya tertinggi yaitu pada laboratorium uji
sensoris 1. Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan didapatkan rata-
rata setiap laboratorium memiliki intensitas dibawah dari standar
permenkes yaitu 200 untuk laboratorium uji sensoris dan 500 untuk
laboratorium mutu dan laboratorium rekayasa industri, sedangkan pada
masing-masing laboratorium memiliki intensitas dibawah standar
permenkes, sehingga pencahayaan pada masing-masing laboratorium
tidak masuk dalam batas minimal standar permenkes. Selanjutnya
mengukur getaran menggunakan vibration meter, hasil rekaman getaran
masih dapat diterima, namun kondisinya tidak nyaman berdasarkan
NAB Whole Body Vibration ISO 236.
B. Saran
1. Sebaiknya pada laboratorium uji sensoris, laboratorium pengawasan
mutu dan laboratorium rekayasa industri ditingkatkan lagi
pencahayaannya agar sesuai dengan standar dan tidak mengganggu
kesehatan dan keselamatan pengguna laboratorium
2. Sebaiknya pada laboratorium cacao suhu ruangannya dibuat lebih
rendah lagi agar sesuai dengan standar dan suasana lingkungan
laboraorium lebih nyaman
3. Sebaiknya saat menggunakan mesin ball mil menggunakan APD untuk
menghindari gangguan kesehatan dan keselamatan yang disebabkan
oleh bahaya fisik berupa kebisingan
DAFTAR PUSTAKA

Irzal. 2016. Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Kencana. Jakarta

Reese, Charles D. 2013. Occupational Health and Safety Management. Lewis


Publishers. USA

Sumarna, Umar dkk. 2018. Bahaya Kerja Serta Faktor-faktor yang


Mempengaruhinya. Deepublish. Yogyakarta

Manullang, Anindyka Lambot Edward. 2015. Evaluasi Pencahayaan, Kebisingan,


Temperatur, Dan Getaran Pada Line 3 Pt South Pasific Viscose. Jurnal
Teknik Industri Vol 4 No 3

Anda mungkin juga menyukai