Anda di halaman 1dari 28

`

Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Leg Ulcers

DISUSUN OLEH :
Kelompok : IV
Nama Kelompok :
1. Debby Mahdalena Yahya
2. Indah Sri Wahyuni Mohamad
3. Nofianto
4. Rifky Arifyanto Ahmad
5. Sri Gustinasari Tone
6. Susanty

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan paper tentang Laporan Pendahuluan Leg Ulcers
Paper ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan paper ini. Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan paper ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki paper ini.

Gorontalo, 31 Oktober 2019

Kelompok IV (Empat)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 1


DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang ..................................................................................................... 4

1.2 Manfaat Penulisan ............................................................................................... 5

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Medis ............................................................................................ 7

2.2 Konsep Dasar Keperawatan................................................................................. 18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 21

3.2 Saran .................................................................................................................... 21

Daftar Pustaka .......................................................................................................... 22


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ulkus kaki diabetik sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia, karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis
dan sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko
amputasi bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan
yang besar, sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat,
dan negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai
saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus (DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetik sebagai komplikasi kronis DM,
dimana sebanyak 15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetik
di dalam hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk.
(2009) memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun ke depan
(antara tahun 2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7 juta menjadi
44,1 juta, biaya perawatan per tahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari
113 menjadi 336 miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan
komplikasinya pada tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar
dolar, dimana 33% dari biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus
kaki diabetik ( Driver dkk, 2010).
Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik 2 Indonesia, prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1%
(Riskesdas, 2007). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah
penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes
pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang DM dengan
tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural.
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organisation, WHO) memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data dan Informasi PERSI,
2012).
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus kaki
diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan amputasi
(Frykberg dkk., 2000), 66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki risiko
amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang berobat
dalam fase lanjut, terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetik Wagner III-V
mencapai 74,6 % dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya mencapai
25,4 % dari seluruh kasus ulkus kaki diabetik yang dirawat di RS Sanglah,
dengan kecendrungan semakin tinggi derajat ulkus semakin besar risiko
amputasi (Muliawan dkk., 2005). Keadaan ini sangat berkaitan dengan
keterlambatan diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta
luasnya kerusakan jaringan (Van Baal, 2004). Amputasi kaki lebih sering
dilakukan atas dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi dengan
osteomielitis, disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh karena
Peripheral artery disease (PAD), dan neuropati (Van Baal, 2004 ; Widatalla 3
dkk., 2009). Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur, dimana
semua disiplin ilmu yang terkait bekerja secara koordinatif tercapai penurunan
bermakna angka amputasi major ulkus kaki diabetik lebih dari 75%
dibandingkan dengan pelayanan standar (Weck, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari Leg Ulcers
2. Bagaimana konsep keperawatan dari Leg Ulcers

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui bagaimana konsep m edis dari Leg Ulcers
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep keperawatan dari Leg Ulcers
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita
Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk
terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah
2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan
dengan morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan
komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).

2.2 Anatomi Fisiologi


1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya
rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di
belakang lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar
yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan
(kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh
duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang
berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi
glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity”.
b) Sel-sel B (betha), jumlahnya sekitar 60-80%, membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon.
2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian glukosa
akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena porta
lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar
dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica
lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai glukostat. Pada
keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk mempertahankan kadar
glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan
glukagon sangat penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon
menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang adenilsiklase, enzim
yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim fosforilase
penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan
dilepaskan oleh hati dan yang dipergunakan oleh jaringan perifer
tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin. Kerja
insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah
dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
a) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
b) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
c) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
d) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk
suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin.
c. Anatomi kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar
tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit
beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6
kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis
kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus
dan kulit bagian medikal lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat
pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
a) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler.
Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel
melanosit, langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda
pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal terletak pada telapak
tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari
seluruh ketebalan kulit. Fungsi Epidermis : proteksi barier,
organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi ( melanosit) dan pengenalan allergen (
sel langerhans).
b) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting dikulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis
dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi,
yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua
lapisan yaitu :
1) Lapisan papiler : tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2) Lapisan retikuler : tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis
: struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan
shearing forces dan respon inflamasi.
c) Subkutis
Merupakan lapisan dibawah dermis atau hypodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan
kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya
berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi
Subkutis / hypodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan
kalori control bentuk tubuh dan mechanical shock absorver.
d) Vaskularisasi kulit
Arteri yang member nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak
antara lapisan papiler dan retikuler dermis selain itu antara dermis dan
jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu
cabang vena.
d. Fisiologi kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagaibarier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi),
sensasi, eskresi dan metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi
dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan
sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui
merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena
banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari.
Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer
mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari
kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan
dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat
terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi
temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal
kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur
yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian
akan mempertahankan panas.
Luka dapat terjadi pada trauma, pembedahan, neuropatik, vaskuler,
penekanan dan keganasan Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian :
a. Luka akut : merupakan luka trauma yang biasanya segera
mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila
tidak terjadi komplikasi.
b. Luka kronik : luka yang berlangsung lama atau sering timbul
kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses
penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor
dari penderita. (Syaifuddin, 2005).
2.2 Klasifikasi
Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan, yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
2.3 Penyebab
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi
menjadi faktor endogen dan ekstrogen.
a) Faktor endogen
a. Genetik,
b. metabolik.
c. Angiopati diabetik.
d. Neuropati diabetik.
b) Faktor ekstrogen
a. Trauma.
b. Infeksi.
c. Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah
angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita
akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya
luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi
yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap
penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).
2.4 Patofisiologi
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan
pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit
ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari
kavitas sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi
kalus keras dan tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan
dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin
dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras
pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer
memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang
membesar dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus.
Adanya iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan
dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
2.5 Manifestasi Klinik
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (200 : 1220).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada ulkus diabetikum adalah :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Denervasi kulit menyebabkan produktivitas keringat
menurun, sehingga kulit kaki kering, pecah, rabut kaki / jari (-),
kalus, claw toe Ulkus tergantung saat ditemukan ( 0 – 5 ).
b. Palpasi
a) Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
b) Klusi arteri dingin, pulsasi ( – )
c) Ulkus :kalus tebal dank eras.
2. Pemeriksaan fisik
a. Penting pada neuropati untuk cegah ulkus
b. Nilon monofilament 10 G
c. Nilai positif : nilon bengkok, tetapi tidak terasa
d. Positif 4 kali pada 10 tempat berbeda : spesifisitas (97%),
sensitifitas (83%).
3. Pemeriksaan vaskuler
Tes vaskuler non invasive : pengukuran oksigen transkutaneus, ankle
brachial index (ABI), absolute toe systolic pressure. ABI : tekanan
sistolik betis dengan tekanan sistolik lengan.
4. Pemeriksaan Radiologis : gas subkutan, benda asing, osteomielitis
5. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan
antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
2.7 Penatalaksanaan Medik
1. Medis
a. Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien
dengan Diabetes Mellitus meliputi :
a) Obat hiperglikemik oral (OHO).
Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b) Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c) Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respon kadar glukosa darah.
2. Keperawatanan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus
antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan
mengompreskan ulkus dengan larutan klorida atau larutan antiseptic
ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secara
mekanik yang dapat merata tekanan tubuh terhadap kaki yang luka
amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama
penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan
aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada
beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik :
a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk
memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan
energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan
kadar lemak.
b. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
3. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.
4. Pendidikan
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari
keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri
dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.
5. Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan
berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas 12
gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita
DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan
komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat 60%. Infeksi atau
inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang besar.
Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat
membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan
hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan infeksi turun sehingga
kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan pasien
secara total.
6. Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus.
Modifikasi weight bearing meliputi bedrest, memakai crutch, kursi roda,
sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang istirahat
ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai
harus diinspeksi tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah
tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga akan terjadi trauma berulang
ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.\
7. Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka
tindakan pengobatan atau pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut :
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I – V : pengelolaan medik dan bedah minor.
2.8 Pathway
Defisiensi insulin

Glucagon meningkat Penurunan pemakaian glukosa oleh sel

Glukoneogenesis Hiperglikemia

Lemak protein Aterosklerosis Glycosuria

Ketogenesis BUN meningkat Makrovaskuler Mikrovaskuler Osmotic Diuresis

Ketonemia Nitrogen urine meningkat Jantung Serebral Ekstremitas Retina Dehidrasi

pH menurun mual muntah Miokard Stroke Gangren Retinopati Hemokonsentrasi


diabetik
Asidosis RESIKO Trombosis
DEFISIT NUTRISI Gg. Penglihatan GANGGUAN
- Koma GANGGUAN INTEGRITAS KESEIMBANGAN
- Kematian KULIT DAN JARINGAN RESIKO CEDERA CAIRAN
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes
Mellitus bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik
dan pengaruh fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d. Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e. Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g. Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
h. Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, hipertensi
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori menurut Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia :
a. Gangguan integritas jaringan
D0219 Hal : 282 kategori : Lingkungan Subkategori : Keamanan dan
proteksi. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan adalah Kerusakan kulit (dermis
dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
Tanda Mayor :
Objektif
1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Tanda Minor :
Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
b. Resiko cedera
D0136 Hal 294 kategori : Lingkungan Subkategori : Keamanan dan
proteksi. Resiko Cedera, Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
Faktor Resiko
Ekternal :
1. Terpapar pathogen
2. Terpapar zat kimia toksik
3. Terpapar agen nosokomial
4. Ketidakamanan transportasi
Internal :
1. Ketidaknormalan profil darah
2. Perubahan orientasi afektif
3. Perubahan sensasi
4. Disfungsi autoimun
5. Disfungsi biokimia
6. Hipoksia jaringan
7. Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
8. Malnutrisi
9. Perubahan fungsi psikomotor
10. Perubahan fungsi kognitif
c. Resiko deficit nutrisi
D0032 Hal 81, Kategori : Fisiologis, Subkategori : nutrisi dan cairan.
Resiko deficit nutrisi, Beresiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme.
Factor resiko :
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
4. Peningkatan kemampuan metabolism
5. Faktir ekonomi
6. Factor psikologis
Kondisi klinis terkait :
1. Stroke
2. Parkinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cleft lip
6. Cleft palate
d. Gangguan keseimbangan cairan
D0036 Hal 87, Kategori : Fisiologis, Subkategori : nutrisi dan cairan.
Resiko ketidakseimbangan cairan : Beresiko mengalami penurunan,
peningkatan atau percepatan perpindahan cairan dari intravaskuler,
interstisial atau intraseluler
Factor resiko :
1. prosedur pembedahan mayor
2. trauma/perdarahan
3. luka bakar
4. aferesis
5. asites
6. obstruksi intestinal
7. peradangan pancreas
8. penyakit ginjal dan kelenjar
9. disfungsi intestinal
Kondsi klinis terkait :
1. prosedur pembedahan mayor
2. penyakit ginjal dan kelenjar
3. perdarahan
4. luka bakar

1. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan SLKI SIKI
1. Gangguan Integritas Setelah dilakukan Perawatan Integritas
Kulit/Jaringan : intervensi 3X24 jam Kulit :
Kerusakan kulit (dermis maka integritas kulit Observasi :
dan/atau epidermis) atau dan jaringan meningkat 1. Identifikasi penyebab
jaringan (membrane mukosa, dengan hasil criteria : gangguan integritas
kornea, fasia, otot, tendon, 1. Kerusakan jaringan kulit (mis, perubahan
tulang, kartilago, kapsul sendi menurun sirkulasi, perubahan
dan/atau ligamen). 2. Kerusakan lapisan status nutrisi,
Tanda Mayor : kulit menurun penurunan
Objektif 3. Nyeri menurun kelembaban, suhu
Kerusakan jaringan dan/atau 4. Perdarahan lingkungan ekstrem,
lapisan kulit menurun penurunan mobilitas)
Tanda Minor : 5. Kemerahan Terapeutik :
Objektif menurun 2. Ubah posisi tiap 2 jam
5. Nyeri 6. Hematoma jika tirah baring
6. Perdarahan menurun 3. Lakukan pemijatan
7. Kemerahan 7. Suhu kulit pada area penonjolan
8. Hematoma membaik tulang, jika perlu
4. Hindari produk
berbahan dasar
alcohol pada kulit
kering
Edukasi :
5. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis, lotion,
serum)
6. Anjurkan menghindari
terpapar suhu eksterm
2. Resiko Cedera : Setelah dilakukan Pencegahan Cedera :
Beresiko mengalami bahaya intervensi 3X24 jam Observasi :
atau kerusakan fisik yang maka tingkat cedera 1. Identifikasi area
menyebabkan seseorang tidak meningkat dengan hasil lingkungan yang
lagi sepenuhnya sehat atau criteria : berpotensi
dalam kondisi baik. 1. Kejadian cedera menyebabkan cedera
Faktor Resiko menurun 2. Identifikasi obat yang
Ekternal : 2. Luka/lecet menurun berpotensi
1. Terpapar pathogen 3. Perdarahan menyebabkan cedera
2. Terpapar zat kimia toksik menurun Terapeutik :
3. Terpapar agen nosokomial 4. Tekanan darah 3. Sediakan pencahayaan
4. Ketidakamanan membaik yang memadai
transportasi 5. Frekuensi nadi 4. Sosialisasikan pasien
Internal : membaik dan keluarga dengan
1. Ketidaknormalan profil lingkungan ruang
darah rawat (mis,
2. Perubahan orientasi afektif penggunaan telepon,
3. Perubahan sensasi tempat tidur,
4. Disfungsi autoimun penerangan ruangan,
5. Disfungsi biokimia dan lokasi kamar
6. Hipoksia jaringan mandi)
7. Kegagalan mekanisme 5. Gunakan alas lantai
pertahanan tubuh jika beresiko
8. Malnutrisi mengalami cedera
9. Perubahan fungsi serius
psikomotor 6. Sediakan alas kaki
10. Perubahan fungsi kognitif antislip
Edukasi :
7. Jelaskan alasan
intervensi
pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
8. Anjurkan berganti
posisi secara
perlahan dan duduk
selama beberapa
menit
3. Resiko deficit nutrisi : Setelah dilakukan Observasi :
Beresiko mengalami asupan intervensi selama 1. Monitor asupan dan
nutrisi tidak cukup untuk 3X24 jam maka status keluarnya makanan
memenuhi kebutuhan nutrisi membaik dan cairan serta
metabolisme. Dengan criteria hasil : kebutuhan
Factor resiko : 1. Porsi makan yang 2. istirahat kalori
1. Ketidakmampuan menelan dihabiskan Terapeutik :
makanan meningkat 1. timbang berat badan
2. Ketidakmampuan 2. Berat badan secara rutin
mencerna makanan membaik 2. diskusikan perilaku
3. Ketidakmampuan 3. Frekuensi makan makan dan jumlah
mengabsorpsi nutrient membaik aktifitas fisik yang
4. Peningkatan kemampuan 4. Nafsu makan sesuai
metabolism membaik 3. lakukan kontrak
5. Faktir ekonomi 5. Bising usus perilaku
6. Factor psikologis membaik 4. berikan penguatan
Kondisi klinis terkait : Membrane mukosa positif
1. Stroke membaik terhadapkeberhasilan
2. Parkinson target dan perubahan
3. Mobius syndrome perilaku
4. Cerebral palsy Edukasi :
5. Cleft lip 1. anjurkan membuat
6. Cleft palate catatan harian tentang
perasaan dan situasi
pemicu pengeluaran
makanan
2. ajarkan pengaturan
diet yang tepat
Kolaborasi :
kolaborasi degan ahli
gizi tentang target berat
badan, kebutuhan kalori,
dan pilihan makanan.
4. Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan Observasi :
cairan : intervensi selama 1. monitor status hidrasi
Beresiko mengalami 3X24 jam maka (mis frekuesi nadi,
penurunan, peningkatan atau keseimbangan caira kekuatan nadi, akral,
percepatan perpindahan meningkat kelembaban mukosa,
cairan dari intravaskuler, Dengan criteria hasil : turgor kulit, tekanan
interstisial atau intraseluler 1. asupan cairan darah)
Factor resiko : meningkat 2. monitor berat badan
1. prosedur pembedahan 2. haluaran urin harian
mayor meningkat 3. monitor berat badan
2. trauma/perdarahan 3. kelembaban sebelum dan sesudah
3. luka bakar membrane mukosa dialysis
4. aferesis meningkat 4. monitor hasil
5. asites 4. edema menurun pemeriksaan
6. obstruksi intestinal 5. dehidrasi menurun laboratorium (mis
7. peradangan pancreas 6. tekanan darah hematokrit, Na, K, Cl,
8. penyakit ginjal dan kelenjar mebaik berat jenis urine
9. disfungsi intestinal 7. denyut nadi radial 5. monitor status
membaik hemodinamik ( mis
Kondsi klinis terkait : 8. tekanan arteri rata- MAP, CVP, PAP,
1. prosedur pembedahan rata membaik PCWP jika tersedia)
mayor 9. membrane mukosa Terapeutik :
2. penyakit ginjal dan kelenjar membaik 1. catat intake-output dan
3. perdarahan 10. mata cekung hitung balans cairan
luka bakar membaik 24 jam
- turgor kulit 2. berikan asupan cairan,
membaik sesuai kebutuhan
3. berikan cairan
intravena, jika perlu
Kolaborasi :
kolaborasi
pemberian diuretic,
jika perlu
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ulkus Diabetikum merupakan merupakan komplikasi kronik dari
Diabetes Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Ulkus Diabetikum disebabkan oleh banyak faktor,
termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan
infeksi. Ulkus Diabetikum diawali dengan infeksi superficial pada kulit
penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi tempat strategis
perkembangan bakteri. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus
berbau.
Tujuan utama pengelolaan Ulkus diabetikum (UKD), yaitu untuk
mengakses proses kearah penyem-buhan luka secepat mungkin karena per-
baikan dari ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi
dan ke-matian pasien diabetes. Secara umum pe-ngelolaan UKD meliputi
penanganan iske-mia, debridemen, penanganan luka, menu-runkan tekanan
plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan komorbidi-tas dan
menurunkan risiko kekambuhan serta pengelolaan infeksi. Fase penyembuhan
luka ulkus dibagi menjadi tiga fase yaitu:; Fase inflamasi, fase proliferasi,
serta fase maturasi (remodeling.)
3.2 Saran
Penderita DM memiliki lebih banyak faktor resiko untuk mempercepat
meluasnya luka dan lamanya penyambuhan luka. Oleh karena itu penanganan
ulkus pada klien diabetes harus dilakukan secara cepat dan tepat, untuk
mengurangi angka morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Klien DM juga harus meperhatikan dalam hal nutrisi, latihan fisik yang tepat,
serta alas kaki yang baik untuk mencegah terjadinya luka. Jika pada penderita
DM terdapat luka kecil di kaki segera bawa ke pelayanan kesehatan untuk
mencegah meluasnya luka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan


(edisi 3), Jakarta: EGC
2. Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit.
(edisi 4), Jakarta: EGC
3. Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah
edisi 8. Jakarta: EGC
4. Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6.
Jakarta : EGC
5. Doenges, M.E.et all. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta:
EGC
6. Smeltzer, S.C. Bare, B.G., 2001, Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta : EGC
7. Tambayong. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai