Anda di halaman 1dari 19

PENETAPAN KADAR SENYAWA YANG MEMILIKI WARNA ASLI

A. TUJUAN

Tujuan dalam praktikum ini adalah untuk menetapkan kadar senyawa

yang memiliki warna asli.

B. LANDASAN TEORI

Ethacridine lactate adalah antiseptik dalam 0,1% larutan. Senyawa ini

juga digunakan untuk pengguguran pada masa trimester. Lebih dari 150 ml

larutan 0,1% diberikan melalui kateter. Nama kimia etakridin laktat adalah 2-

etoksi-6,9-diamino akridin monolaktat monohidrat. Untuk pengukuran ethacridine

lactate beberapa metode analisis dapat digunakan, misalnya metode KCKT.

Dalam penelitian saat ini, dikembangkan dua metode spektrofotometri (Unnisa

dan Raju, 2010).

Metode spektrofotometri derivative telah diaplikasikan secara luas di

dalam kimia analisis kuantitatif, analisis lingkungan, farmasetik, klinik, forensik,

biomedik, dan industri). Spektrofotometri derivatif merupakan metode manipulatif

terhadap spektra pada spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak. Pada

spektrofotometri konvensional, spektrum serapan merupakan plot serapan (A)

terhadap panjang gelombang (λ). Pada metode spektrofotometri derivatif, plot A

lawan λ, ditransformasikan menjadi plot dA/d lawan e untuk derivatif pertama,

dan d2A/ dλ2 lawan λ untuk derivatif kedua (Hayun, dkk, 2006).

Spektrofotometer UV-Vis adalah alat yang biasa digunakan untuk

analisa kimia kuantitatif, tapi dapat juga digunakan untuk analisa kimia semi
kualitatif yang memiliki prinsip kerja berdasarkan fenomena penyerapan sinar

oleh spesi kimia tertentu pada daerah ultraviolet dan sinar tampak (visibel).

Meskipun analisa ini tidak sepeka dengan menggunakan teknologi nuklir, analisa

dengan spektrofotometri sinar tampak (colourimetry) mudah dilakukan, karena

warna adalah salah satu kriteria fisiko-kimia untuk mengidentifikasi suatu objek.

Pada analisa spektrokimia, spektrum radiasi elektromagnetik digunakan untuk

menganalisa spesies kimia. Sesuai dengan persamaan Planck, E = h v, dengan E

adalah energi foton, h adalah tetapan Planck (6,62 x 10-34 J.s) dan v adalah

frekuensi foton, di mana frekuensi tertentu memiliki energi tertentu. Karena setiap

spesi kimia memiliki tingkatan energi tertentu, maka transisi energinya juga

berbeda-beda (Huda, 2001).

Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang

gelombang tertentu yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika

energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari

panjang gelombang. Panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat

diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu

spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinu,

monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blanko dengan suatu

alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blanko ataupun

pembanding. Monokromator pada spektrofotometer digunakan untuk memperoleh

sumber sinar yang monokromatis dengan alat berupa prisma yang mengarahkan

sinar monokromatis yang dinginkan dari hasil penguraian melalui celah, sehingga
prisma yang dirotasikan dapat memperoleh panjang gelombang yang diinginkan

(Khopkar, 2010).

Pengukuran konsentrasi sampel dengan menggunakan metode metode

ini berdasarkan hukum Lambert-Beer, yang menyatakan hubungan antara

banyaknya sinar yang diserap sebanding dengan konsentrasi unsur dalam sampel

yang secara matematis dijabarkan sebagai berikut : A = log I/Io atau A = a.b.c, di

mana A adalah absorbansi, a merupakan koefisien serapan molar, b merupakan

tebal kuvet yang dilewati oleh sinar, serta c merupakan unsur dalam sampel. Io

menyatakan intensitas sinar mula-mula, I merupakan intensitas sinar yang

diteruskan. Aplikasi persamaan tersebut juga menggunakan kurva kalibrasi dari

hubungan konsentrasi larutan standar terhadap nilai absorbansinya dengan adanya

persamaan regresi dari kurva kalibrasi tersebut (Fatimah, dkk, 2009).

Analisa suatu sampel dengan spektrofotometri sinar tampak biasanya

meliputi beberapa tahap, antara lain pembentukan molekul yang dapat menyerap

sinar tampak (pewarnaan), pemilihan panjang gelombang, pembuatan kurva

kalibrasi, dan pengukuran absorban suatu sampel. Untuk keperluan analisa

kuantitatif, pengukuran biasanya dilakukan pada panjang gelombang optimum

yang dikarenakan pada panjang gelombang optimum, dihasilkan koefisien

ekstrinski molar tertinggi sehingga diperoleh pengukuran yang lebih peka. Sampel

dengan konsentrasi yang sama menghasilkan absorban yang lebih tinggi dan

kurva di sekitar panjang gelombang optimum relatif landai sehingga pergeseran

panjang gelombang optimum hanya sedikit berpengaruh pada absorban. Dengan


demikian, kesalahan akibat pergeseran panjang gelombang dapat dihindari (Huda,

2001).
C. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :

• Gelas kimia

• Pipet tetes

• Filler

• Labu takar

• Gelas ukur

• Spektrofotometri UV-Vis

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :

• Rivanol 0,1 N

• Rivanol 0,001 %

• H2SO4

• Aquades

3. Uraian Bahan

a. Aquadest (FI Ed. III, hal. 96)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA

Nama lain : Air suling


BM : 18,02

Rumus molekul : H2O

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwrna, tidak berasa, dan

tidak berbau

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

K/P : Zat tambahan

b. Rivanol (FI Ed. III, hal. 62)

Nama resmi : AETHACRIDINI LACTAS

Nama lain : Etakridina laktat, rivanol

Rumus molekul :

C18H21N3O4H2O

Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, kuning, tidak berbau, rasa sepat

dan pahit

Kelarutan : Larut dalam 50 bagian air, dalam 9 bagian air

panas dan dalam 100 ml etanol (95%)P

mendidih

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, dan terlindung dari

cahaya

K/P : Antiseptikum ekstern


c. H2SO4 (FI Edisi III, Hal 792)

Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM

Nama lain : Asam Sulfat

Pemerian : Cairan kental bersifat minyak kerosin, tidak

berwarna, jika ditambuhkan panas

Kelarutan : Mudah larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat


D. PROSEDUR KERJA

Rivanol 0,1 N

- Dipipet 1 ml

- Dimasukkan ke dalam labu takar

- Ditambahkan akuades sampai tanda tera

- Dikocok

- Dimasukkan ke dalam gelas kimia

- Diulang dengan perlakuan untuk 2 ml, 3ml, 4ml,

dan 5ml

- Dipipet dan dimasukkan dalam kuvet

- Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer

UV-Vis

Hasil Pengamatan . . . ?

Rivanol 0,01 ml

- Dipipet 1 ml

- Dimasukkan ke kuvet

- Diukur absorbansinya dengan spektrofotometer

UV-Vis
Hasil Pengamatan . . . ?
E. HASIL PENGAMATAN

1. Tabel Hasil Pengamatan Larutan Standar

No. Std. Name WL1[364.0nm] ABS Conc(%)

1 RIVANOL 1 1.238 1.238 0.001

2 RIVANOL 2 1.785 1.785 0.002

3 RIVANOL 3 2.193 2.193 0.003

4 RIVANOL 4 2.568 2.568 0.004

5 RIVANOL 5 2.795 2.795 0.005

2. Tabel Hasil Pengamatan Larutan Sampel

No. Sample Name WL1[364.0nm] ABS Conc(%)

1 RIVANOL 2.958 2.958 0.0051


3. Grafik

• Grafik Panjang Gelombang Maksimum

ABS Smooth: 0 Deri.: 0

3.5

3.0

2.5

2.0

1.5

1.0

0.5

0.0

-0.5 nm
300 350 400 450 500 550 600 650 700
• Grafik Absorbansi Larutan Standar dan Larutan Sampel

ABS

3 .0

2 .5

2 .0

1 .5

1 .0

0 .5

0 .0

-0 .5
%

0 .0 0 1 0 .0 0 2 0 .0 0 3 0 .0 0 4 0 .0 0 5 0 .0 0 6

S td . C a l. P a ra m e te rs

K1: 0 .0 0 2 5
K0: -0 .0 0 2 3

R: 0 .9 8 9 3
R 2: 0 .9 7 8 7
• Grafik Program Mc. Excel

Kurva Hubungan Absorbansi terhadap


Konsentrasi Larutan Standar Rivanol
3.5
3
Absorbansi (A)

2.5
2 y = 389.7x + 0.946
R² = 0.978
1.5
1
0.5
0
0 0.001 0.002 0.003 0.004 0.005 0.006
Konsentrasi (%)

4. Kadar Sampel Rivanol

Dari persamaan linear pada grafik di atas, maka dapat diketahui

konsentrasi sampel rivannol dengan perhitungan matematis sebagai berikut :

= + , di mana y menyatakan absorbansi (A) dan x menyatak konsentrasi larutan,

sehingga :

= 389,7 + 0,9467

2,958 = 389,7 + 0,9467

(2,958 − 0,9467)
= = 0,005161%
389,7
F. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan pengukuran atau penetapan kadar secara

kuantitatif pada senyawa yang memiliki warna asli dengan menggunakan metode

spektrofotometri UV-Vis. Alat yang digunakan dalam metode ini berupa

spektrofotometer UV-Visibel yang mengukur suatu interaksi antara radiasi

elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu sampel yang diamati.

Metode spektrofotometri yang digunakan tersebut memiliki prinsip dasar

penyerapan atau absorpsi cahaya dalam emisi radiasi oleh molekul atau unsur yang

terdapat dalam senyawa yang diamati, sehingga dilakukan pengukuran terhadap

banyaknya sinar yang diserap terhadap frekuensi atau panjang gelombang yang

digunakan sinar dan dibaca oleh alat sebagai suatu spektra absorpsi.

Jika suatu senyawa menyerap suatu radiasi maka akan terjadi pengurangan

kekuatan energi radiasi yang mencapai detektor. Kekuatan energi radiasi yang

diabsorpsi oleh molekul atau senyawa dalam sampel yang terbaca sebagai suatu

absorbansi dalam batas konsentrasi tertentu memiliki nilai yang sebanding dengan

banyaknya molekul untuk mengabsorpsi radiasi atau cahaya dan kemudian dapat

dijadikan rujukan untuk menganalisis suatu senyawa baik secara kuantitatif, maupun

secara kualitatif.

Metode spektrofotometri ini dapat digunakan untuk mengukur atau

mengidentifikasi suatu larutan berwarna. Sistem kalorimeter yang digunakan terdiri


dari sumber sinar yang monokromatis. Komponen alatnya berupa monokromator

yang menguraikan sinar polikromatis menjadi monokromatis, dapat berupa filter

penyerap sinar atau biasa dikenal juga sebagai prisma. Terdapat juga photomultifier

yang menghitung besarnya intensitas sinar yang ditransmisikan oleh larutan sampel

yang sedang diidentifikasi tersebut.

Dalam identifikasi suatu senyawa juga dikenal dengan senyawa yang

memiliki gugus kromofor. Kromofor merupakan gugus yang terdapat pada suatu

senyawa yang dapat menyerap atau mengabsorpsi radiasi ultraviolet dekat dan daerah

sinar tampak. Senyawa-senyawa yang memiliki gugus kromofor memiliki

kemampuan untuk menunjukkan transisi elektronik. Hampir semua kromofor

mempunyai ikatan yang tidak jenuh. Pada kromofor tersebut, transisi yang terjadi

menyebabkan penyerapannya pada λ maksimum < 200 nm (disebut pula tidak

terkonyugasi. Berbeda dengan senyawa yang memiliki sistem terkonyugasi, di mana

perbedaan energinya antara keadaan dasar dan keadaan tereksitasi menjadi lebih kecil

sehingga panjang gelombangnya lebih besar.

Di samping itu, dalam penggunaan metode spektrofotometri ini dikenal

pula istilah ausokrom. Ausokrom merupakan gugus pada suatu senyawa dalam

sampel yang sedang di amati, di mana gugus tersebut tidak menunjukkan

kemampuan untuk mengabsorpsi suatu radiasi akan tetapi memiliki kemampuan

untuk mempengaruhi panjang gelombang atau intensitas suatu pita absorpsi dari

suatu kromofor, sehingga bila suatu ausokrom terikat pada suatu kromofor, maka
pita serapan kromofor bergeser ke panjang gelombang yang lebih panjang

dengan intensitas cahayanya lebih kuat. Efek tersebut disebut sebagai efek

hiperkromik. Efek yang berlawanan dari efek ini ialah efek hipokromik, di mana

terjadi penurunan intensitas absorpsi. Dalam percobaan ini, adanya ikatan tidak

jenuh yaitu ikatan rangkap dua yang saling terkonjugasi merupakan gugus

kromofor pada rivanol, sedangkan gugus auksokrom adalah dua gugus amina

yang terdapat pada senyawa tersebut.

Pada percobaan, sampel yang diamati adalah rivanol 0,01% yang juga

dikenal dengan nama Ethacridine lactate, acrolactin, atau ethodin. Rivanol

memiliki warna asli yaitu kuning dengan senyawa heterosiklik yang memiliki

dua gugus amin. Rivanol merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai

antiseptik untuk membersihkan luka.

Dalam pengukuran konsentrasinya menggunakan spektrofotometer

UV-Vis, diawali dengan penentuan panjang gelombang maksimum dengan

menggunakan konsentrasi larutan standar tertinggi, yaitu 0,05%. Digunakan

panjang gelombang maksimum dalam pengukuran absorbansi ialah karena pada

panjang gelombang maksimum, kepekaan larutan sampel yang diidentifikasi

lebih maksimal dan pembacaan absorbansi sampel dapat memenuhi hukum

Lamber-Beer yang digunakan sebagai dasar dalam perhitungan matematis, di

mana penggunaan alat spektrofotometer ini juga merujuk pada hukum Lamber-

Beer tersebut. Karena larutan rivanol yang digunakan merupakan senyawa yang

memiliki warna asli, maka interval panjang gelombang yang digunakan dalam
pengukuran ini adalah dari 300 nm hingga 700 nm, sedangkan panjang

gelombang maksimum yang digunakan berdasarkan pengukuran larutan standar

0,5% adalah 340 nm yang grafiknya ditunjukkan pada grafik panjang gelombang

maksimum di atas.

Dalam percobaan, digunakan larutan standar, yaitu rivanol dengan variasi

konsentrasi 0,01; 0,02%; 0,03%; 0,04%; dan 0,05% yang diukur absorbansinya dan

kemudian dibandingkan dengan absorbansi sampel rivanol 0,01% tanpa dilakukan

pengenceran. Pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis

menunjukkan bahwa absorbansi larutan standar rivanol membentuk garis linear yang

menggambarkan absorbansi larutan standar berbanding lurus dengan konsentrasinya.

Semakin besar nilai konsentrasinya, maka absorbansi larutan tersebut juga semakin

meningkat.

Setelah mengetahui panjang gelombang maksimum dari spektrum absorpsi

larutan standar, maka konsentrasi sampel rivanol 0,01% dapat diketahui melalui

kurva standar yang diukur dan telah disajikan pada grafik di atas.

Berdasarkan grafik hubungan absorbansi terhadap konsentrasi larutan

standar rivanol, diperoleh suatu persamaan garis lurus, yaitu y = 3889,7x + 0,9467.

Dari persamaan tersebut, y menyatakan absorbansi larutan standar dan x menyatakan

konsentrasi, sehingga konsentrasi sampel rivanol dapat diketahui dengan


mensubtitusikan absorbansi sampel rivanol pada variabel y dan konsentrasi sampel

rivanol yang diperoleh adalah 0,005161%.


G. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan

bahwa kadar sampel rivanol adalah 0,005161%.


DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Syamsul., Haryati, Iis., dan Jamaludin, Agus, 2009, Pengaruh Uranium
terhadap Analisis Thorium menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, Seminar
Nasional V SDM Teknologi Nuklir, ISSN 1978-0176.

Hayun, Harianto dan Yenti, 2006, Penetapan Kadar Triprolidina Hidroklorida dan
Psudoefedrina Hidroklorida dalam Tablet Anti Influenza secara
Spektrofotometri Derivatif, Majalah Ilmu Kefarmasian, ISSN : 1693-9883,
Vol. III, No.1.
Huda, Nurul, 2001, Pemeriksaan Spektrofotometer UV-Vis. GBC 911A
menggunakan Pewarna Tetrazine CL 19140, Sigma Epsilon, ISSN 0853-9013,
No. 20-21.
Khopkar, S. M., 2010, Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia Press,
Jakarta (Hal : 225-226).
Unnisa, Aziz dan Raju, K. Venu, 2010, New Spectrophotometric Methods for
Estimation of Ethacridine Lactate in Pharmaceutical Formulations,
International Journal of ChemTech Research CODEN( USA): IJCRGG,
ISSN: 0974-4290, Vol.2, No.3.

Anda mungkin juga menyukai