Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Multiple sklerosis adalah suatu penyakit autoimun yang ditandai oleh pembentukan
antibody terhadap myelin susunan saraf pusat. System saraf perifer tidak terkena. Respon
peradangan berperan menimbulkan penyakit dengan menyebabkan pembengkakan dan edema
yang merusak neuron neuron dan menyebabkan pembentukan flak jaringan parut pada myelin.
Mutiple sklerosis merupakan penyakit berat yang secara medis obatnya sampai detik ini belum
ditemukan dan sampai sekarang belum ada orang yang sembuh 100 %. Multiple sclerosis
memang merupakan penyakit yang terasa atau kelihatan cukup aneh, bukan saja bagi orang lain
tetapi juga bagi penderitanya sendiri. Gejala gejala yang timbul terjadi secara tiba tiba dan bias
hilang lagi secara sekejap. Atau menetap selama berhari hari atau berminggu minggu atau
bahkan berbulan bulan.

1.2 Rumusan masalah


1.2.1 Apakah Multipel Sklerosis itu ?
1.2.2 Bagaimanakah Etiologi Multipel Sklerosis ?
1.2.3 Bagaimanakah Patofisiologi Multipel Sklerosis ?
1.2.4 Bagaimanakah Manifestasai Klinis Multipel Sklerosis ?
1.2.5 Bagaimanakah Komplikasi Multipel Sklerosis ?
1.2.6 Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnostik Multipel Sklerosis ?
1.2.7 Bagaimanakah Penatalaksanaan Multipel Sklerosis ?
1.2.8 Bagaimanakah Terapi Skelerosis Multipel Sklerosis ?
1.2.9 Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada klien dengan Multipel Sklerosis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Menjelaskan Pengertian Multipel Sklerosis
1.3.2 Menjelaskan Etiologi Multipel Sklerosis
1.3.3 Menjelaskan Patofisiologi Multipel Sklerosis
1.3.4 Menjelaskan Manifestasi Multipel Sklerosis
1.3.5 Menjelaskan Komplikasi Multipel Sklerosis
1.3.6 Menjelaskan Pemeriksaan Diagnostik Multipel Sklerosis
1.3.7 Menjelaskan Penatalaksanaan Multipel Sklerosis
1.3.8 Menjelaskan Terapi Multipel Sklerosis
1.3.9 Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Sklerosis
BAB II
KONSEP DASAR UMUM

2.1 Definisi
Multipel Sklerosis (MS) adalah penyakit degenerati sistem saraf pusat (SSP) kronis yang
meliputi kerusakan mielin (material lemak & protein dari selaput saraf)
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)
MS secara umum dianggap sebagai penyakit autoimun, dimana sistem imun tubuh
sendiri, yang normalnya bertanggung jawab untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit
virus dan bakteri, dengan alasan yang tidak diketahui mulai menyerang jaringan tubuh normal.
Pada kasus ini menyerang sel yang membentuk mielin.
(rencana asuhan keperawatan klinik, hal 247)
Ms merupakan penyakit kronis dimana terjadi demielinisasi ireguler pada susunan saraf
pusat / perier yang mengakibatkan berbagai derajat penurunan motorik, sensorik dan juga
kognitif.
MS merupakan penyakit kronis dari sistem saraf pusat degeratif dikarakteristikan oleh
adanya bercak kecil demielinasi pada otak dan medula spinalis.
(KMB, Brunner, hal 2182)
Multiple skleriosis adalah penyakit kronis pada system saraf pusat (SSP) yang
dikateristikan oleh sedikit lapisan dari batas substansia alba pada saraf optic, otak, dan medulla
spinalis.
(asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system persarafan, hal 154)

2.2 Etiologi
Multiple skleriosis biasanya disebabkan oleh beberapa hal seperti :
a. Lapisan merujuk pada destruksi myelin, lemak dan material protein yang menutupi lapisan
saraf tertentu dalam otak dan medulla spinalis.
b. Lapisan mengakibatkan gangguan transmisisi implus saraf
c. Perubahan inflamasi mengakibatkan jaringan parut (scar) yang berefek terhadap lapisan saraf
d. Penyebab tidak diketahui tetapi kemungkinan berhubungan dengan disfungsi autoimun,
kelainan genetic, atau proses infeksi
e. Prevalensi terbanyak diwilayah lintang utara dan diantara bangsa (caucasion)

2.3 Patofisiologi
Multiple Sclerosis ditandai dengan inflamasi kronis, demylination dan gliokis (bekas
luka). Keadaan neuropatologis yang utama adalah reaksi inflamatori, mediasi imune,
demyelinating proses. Yang beberapa percaya bahwa inilah yang mungkin mendorong virus
secara genetik mudah diterima individu. Diaktifkannya sel T merespon pada lingkungan, (ex:
infeksi). T sel ini dalan hubunganya dengan astrosit, merusak barier darah otak, karena itu
memudahkan masuknya mediator imun.
Faktor ini dikombinasikan dengan hancurnya digodendrosyt (sel yang membuat mielin)
hasil dari penurunan pembentukan mielin.
Makrofage yang dipilih dan penyebab lain yang menghancurkan sel. Proses penyakit
terdiri dari hilangnya mielin, menghilangnya dari oligodendrosyt, dan poliferasi astrosyt.
Perubahan ini menghasilkan karakteristik plak , atau sklerosis dengan plak yang tersebar.
Bermula pada sarung mielin pada neuron diotak dan spinal cord yang terserang. Cepatnya
penyakit ini menghancurkan mielin tetapi serat saraf tidak dipengaruhi dan impulsif saraf akan
tetap terhubung. Pada poin ini klien dapat komplain (melaporkan) adanya fungsi yang merugikan
(ex : kelemahan).
Bagaimanapaun mielin dapat beregenerasi dan hilangnya gejala menghasilkan
pengurangan. Sebagai peningkatan penyakit, mielin secara total robek/rusak dan akson menjadi
ruwet. Mielin ditempatkan kembali oleh jeringan pada bekas luka, dengan bentuk yang sulit, plak
sklerotik, tanpa mielin impuls saraf menjadi lambat, dan dengan adanya kehancuranpada saraf,
axone, impuls secara total tertutup, sebagai hasil dari hilangnya fungsi secara permanen. Pada
banyak luka kronik, demylination dilanjutkan dengan penurunan fungsisaraf secara progresif.

2.4 Manifestasi Klinis


Tergantung pada area system saraf pusat mana yang terjadi demielinasi :
a. Gejala sensorik : paralise ekstremitas dan wajah, parestesia, hilang sensasi sendi dan
proprioseptif, hilang rasa posisi, bentuk, tekstur dan rasa getar.
b. Gejala motorik : kelemahan ekstremitas bawah, hilang koordinasi, tremor intensional
ekstremitas atas, ataxia ekstremitas bawah, gaya jalan goyah dan spatis, kelemahan otot
bicara dan facial palsy.
c. Deficit cerebral : emosi labil, fungsi intelektual memburuk, mudah tersinggung, kurang
perhatian, depresi, sulit membuat keputusan, bingung dan disorientasi.
d. Gejala pada medulla oblongata : kemampuan bicara melemah, pusing, tinnitus, diplopia,
disphagia, hilang pendengaran dan gagal nafas.
e. Deficit cerebellar : hilang keseimbangan, koordinasi, getar, dismetria.
f. Traktus kortikospinalis : gangguan sfingter timbul keraguan, frekuensi dan urgensi sehingga
kapasitas spastic vesica urinaria berkurang, retensi akut dan inkontinensia.
g. Control penghubung korteks dengan basal ganglia : euphoria, daya ingat hilang, demensia.
h. Traktus pyramidal dari medulla spinalis : kelemahan spastic dan kehilangan refleks
abdomen.

2.5 Komplikasi
Komplikasi yang biasanya terjadi pada multiple skleriosis adalah :
a. Disfungsi pernafasan
b. Infeksi kandung kemih, system pernafasan dan sepsis
c. Komplikasi dari imobilitas

2.6 Pemeriksaan Diagnostik


Dalam menegakkan diagnosa multiple skleriosis dibutuhkan beberapa pemeriksaan penunjang
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan elektroporesis susunan saraf pusat, antibody Ig dalam SSP yang abnormal
b. Gambaran MRI ditemukan sedikit scar plag sepanjang substansia alba dari SSP
c. Penglihatan, pendengaran, dan sematosensorik dengan konduksi lambat menunjukkan
adanya kelainan
d. EEG : Menunjukan gelombang yang abnormal pada bebrapa kasus
e. DCT Scan : gambaran atrofi serebral, Menggambarkan adanya lesi otak, perbesaran/
pengecilan ventrikel otak
f. Urodinamik : jika terjadi gangguan urinarius.
g. Neuropsikologik : jika mengalami kerusakan kognitifif.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah menghilangkan gejala dan membantu fungsi klien. Penatalaksanaan
meliputi penatalaksanaan pada serangan akut dan kronik
a. Penatalaksanaan serangan akut
1. Hormon kortikosteroid atau adrenokortikosteroid digunakan untuk menurunkan
inflamasi, kekambuhan dalam waktu singkat atau eksaserbasi (exacerbation)
2. Imunosupresan (immunosuppressant) dapat menstabilkan kondisi penyakit
3. Beta interferon (betaseron)digunakan untuk mepercepat penurunan gejala
b. Penatalaksanaan gejala kronik
1. Pengobatan spastic seperti bacloferen (lioresal), (diantrolene (dantrium), diazepam
(valium), terapi fisik, intervensi pembedaha
2. Control kelelahan dengan namatidin (simmetrel)
3. Pengobatan depresi dengan antidepresan dan konseling
4. Penatalaksanaan kandung kemih dengan antikolinergik dan pemasangan kateter total
5. Penatalaksanaan BAB dengan laksatif dan supositoria
6. Penatalksanaan rehabilitas dengan terapi fisik dan terapi kerja
7. Control distonia dengan karbamazim (treganol)
8. Penatalaksanaan gejala nyeri dengan karbamazepin (tegratol), tenitoin (dilantin),
perfenazin dengan amitripilin (triavili)

2.8 Diagnosa banding


a. Perkinson
b. GBS
c. Mestenia Gravis
PENYIMPANGAN KDM
Faktor predisposisi, virus, respon autoimun dan genetic

Edema dan degenerasi mielin

Diemielinasi yang mengkerut menjadi plak

Lesi skleriosis multiple terjadi pada substansia SSP

Demilinasi

Terhentinya alur implus saraf

Saraf optic & khiasma sereblum & batang otak serebrum medulla spinalis

Gangguan penglihatan nistagmus disfungsi serebral lesi kartiko gangguan sesnsorik,


kelemahan spastic
anggota gerak
Resiko tinggi trauma ataksia serebral hilangnya daya ingat
& dimensia gangguan
Efek
Hambatan mobilitas
Keruskan komunikasi disartia fisik
Verbal perubahan eliminasi
urinarius resiko terhadap
Disfungsi seksual

tirah baring lama

Perubahan kemampuan merawat eforia :kehilangan kemampuan menyelesaikan


Diri sendiri masalah perubahan mengawasi keadaan yang
Kompleks dan berfikir abstrak : emosi labil, pelupa. Resiko tinggi kerusakan
Apatis : loss deep memory integritas jaringan

Deficit perawatan diri (makan, perubahan proses pikir, kerusakan interaksi social,
Minum, berpakaian, hygiene), koping tdk efektif
Perubahan nutrisi kurang dari
Kebutuhan tubuh
koping keluarga tidak efektif, perubahan peran dalam keluarga
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a. Identitas
Pada umunya terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah utara dengan temperatus tinggi,
terutama pada dewasa muda (20-40th).
b. Keluhan Utama
Muncul keluhan lemah pada anggota badan bahkan mengalami spastisitas / kekejangan dan kaku
otot, kerusakan penglihatan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Biasanya klien pernah mengalami pengakit autoimun
d. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umunya terjadi demilinasi ireguler pada susunan saraf pusat perier yang mengakibatkan
erbagai derajat penurunan motorik, sensorik, dan juga kognitif
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini sedikit lebih banyak ditemukan di antara keluarga yang pernah menderita penyakit
tersebut, yaitu kira-kira 6-8 kali lebih sering pada keluarga dekat.
f. Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta
respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat. Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesulitan untuk
berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pada pola persepsi dan konsep diri, didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah dan tidak kooperatif.perubahan yang
terpenting pada klien dengan penyakit mutiple sclerosis adalah adanya gangguan afek, berupa
euforia. Keluhan lain yang melibatkan gangguan serebral dapat berupa hilangnya daya ingat dan
dimensia.
g. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Klien dengan mutiple sclerosis umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya
perubahan pada tanda-tanda vital, meliputi bradikardi, hipotensi, dan penurunan frekuensi
pernapasan berhubungan dengan bercak lesi di medula spinalis.
2. B1 (Breathing)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernapasan.pada beberapa klien yang telah lama menderita mutiple sclerosis dengan tampak dari
tirah baring lama, mengalami gangguan fungsi pernapasan. Pemeriksaan fisik yang didapat
mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Inspeksi umum : didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif,
peningkatan produksi sputum, sesak nafas, dan penggunaan otot bantu napas.
b. Palpasi : taktil premitus seimbang kanan dan kiri
c. Perkusi : adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : bunyi napas tambahan seperti napas stridor,ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas
3. B2 (Blood)
Pada umumnya klien dengan mutiple sclerosis tidak mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskuler.akibat dari tirah baring lama dan inaktivitas biasanya klien mengalami hipotensi
postural.
4. B3 (Brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pengkajian fokus atau lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya. Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan tingkah
laku.
5. B4 (Bladder)
Disfungsi kandung kemih. Lesi pada traktus kortokospinalis menimbulkan gangguan pengaturan
spingtersehingga timbul keraguan, frekuensi dan urgensi yang menunjukkan berkurangnya
kapasitas kandung kemih yang spatis.selalin itu juga timbul retensi dan inkontinensia.
6. B5 (Bowel)
Pemenuhan nutrisi berkurang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan
fisik umum dan perubahan status kognitif. Penurunan aktivitas umum klien sering mengalami
konstipasi.
7. B6 (Bone)
Pada keadaan pasien mutiple sclerosisbiasanya didapatkan adanya kesuliatan untuk beraktivitas
karena kelemahan spastik anggota gerak.kelemahan anggota gerak pada satu sisi tubuh atau
terbagi secara asimetris pada keempat anggota gerak.merasa lelah dan berat pada satu tungkai,
dan pada waktu berjalan terlihat jelas kaki yang sebelah terseret maju, dan pengontrolan yang
kurang sekali. Klien dapat mengeluh tungkainya seakan-akan meloncat secara spontan terutama
apabila ia sedang berada di tempat tidur.keadaan spatis yang lebih berat disertai dengan spasme
otot yang nyeri.

3.2 Diagnosa
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan demngan kelemahan, paresis, dan spastisitas
b. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring
lama dan kelemahan spastic
c. Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan

3.3 Intervensi dan Rasional


a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan, paresis, dan spastisitas
Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil :
1. Klien dapat ikut serta dalam program latihan
2. Tidak terjadi kontraktor sendi
3. Bertambahnya kekuatan otot
4. Klien menunjukkan tindakkan untuk meningkatkan mobilitas

Intervensi :
1. Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan, kaji secara teratur fungsi
motorik
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
2. Modifikasi peningkatan mobilitas fisik
Rasional : relaksasi dan koordinasi latihan otot meningkatkan efisiensi otot pada klien multipel
sklerosis.
3. Anjurkan teknik aktifitas dan teknik istirahat
Rasional : klien dianjurkan untuk melakukan aktifitas melelahkan dalam waktu singkat, karena
lamanya latihan yang melelahkan ekstremitas dapat menyebabkan paresis, kebas, atau tidak ada
koordinasi.
4. Ajarkan teknik latihan jalan
Rasional : Latihan berjalan meningkatkan gaya berjalan, karena umumnya pada keadaan tersebut
kaki dan telapak kaki kehilangan sensasi positif.
5. Ubah posisi klien tiap 2 jam
Rasional : menurunkan resiko terjadinya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada
daerah yang tertekan.
6. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit
Rasional : Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki funsi
jantung dan pernapasan
7. Lakukan gerak pasif pada ekstermitas yang sakit.
Rasional : otot volunteer akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk
digerakan.
8. Bantu klien melakukan latihan ROM, perawatan diri sesuai toleransi
Rasional : untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai kemampuannya
9. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional : peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ektremitas dapat ditingkatkan dengan
latihan fisik dari tim fisioterapi

b. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan sensori dan penglihatan, dampak tirah baring
lama dan kelemahan spastis
Tujuan :
Dalam waktu 3x 24 jam resiko trauma tidak terjadi

Kriteria hasil :
1. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan trauma
2. Decubitus tidak terjadi
3. Kontraktur sendi tidak terjadi
4. Klien tidak jatuh dari tempat tidur

Intervensi :
1. Pertahankan tirah baring dan imobilisasi sesuai indikasi
Rasional : meminimalkan rangsangan nyeri akibat gesekkan antara fragmen tulang dengan
jaringan lunak disekitarnya
2. Berikan kacamata yang sesuai dengan klien
Rasional : tameng mata atau kacamata penutup dapat digunakan untuk memblok implus
penglihatan pada satu mata bila klien mengalami diplopia atau penglihatan ganda
3. Minimalkan efek imobilitas.
Rasional : oleh karena aktifitas fisik dan imobilisasi sering terjadi pada multipel sklerosis, maka
komlikasi yang di hubungkan dengan imobilisasi mencakup dekubitus dan langka untuk
mencegahnya
4. Modifikasi pencegahan cedera
Rasional : pencegahan cedera dilakukan pada klien multipel sklerosis jika disfungsi motorik
menyebabkan masalah dalam tidak ada koordinasi dan adanya kekakuan atau jika ataksia ada,
klien resiko jatuh.
5. Modifikasi lingkungan
Rasional : untuk mengatasi ketidak mampuan, klien di anjurkan untuk dengan kaki kosong pada
ruang yang luas untuk menyediakan dasar yang luas dan untuk meningkatkan kemampuan
berjalan dengan stabil
6. Ajarkan teknik berjalan
Rasional : jika kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh, klien di anjurkan untuk melihat kaki
sambil berjalan
7. Berikan terapi okupasi
Rasional : terapi okupasi merupakan sumber yang membantu individu dalam memberi anjuran
dan menjamin bantuan untuk maningkatkan kemandirian
8. Meminimalkan resiko decubitus
Rasional : oleh karena hilangnya sensori dapat menyebabkan bertambahnya kehilangan gerakkan
motoric. Decubitus terus diatasi untuk inegritas kulit. Penggunaan kursi roda meningkatkan
resiko.

9. Inspeksi kulit dibagian distal setiap hari (pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi,
kemerahan, atau lecet-lecet)
Rasional : deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnya sensasi resiko tinggi kerusakan
integritas kulit kemungkinan komplikasi imobilisasi
10. Minimalkan spastisitas dan kontraktur
Rasional : spastisitas otot biasa terjadi dan terjadi pada tahap lanjut, yang terlihat dalam bentuk
addukor yang berat pada pinggul, dengan spasme fleksor pada pinggul dan lutut.
11. Ajarkan teknik latihan
Rasional : latihan setiap hari untuk menguatkan otot diberikan untuk meminimalkan kontraktur
sendi. Perhatian khusus diberikan pada otot-otot paha, otot gatroknemeus, adductor, biseps dan
pergelangan tangan, serta fleksor jari-jari
12. Pertahankan sendi 90 derajad terhadap papan kaki
Rasional : telapak kaki dalam posisi 90 derajad dapat mencegah footdrop
13. Evaluasi tanda/gejala perluasan cedera jaringan (peradangan lokal / sistemik, sperti peningkatan
nyeri, edema dan demam)
Rasional : menilai perkembangan masalah klien

c. Perubahan pola eliminasi urin yang berhubungan dengan kelumpuhan saraf perkemihan
Tujuan :
Dalam waktu 2 x 24 jam eliminasi urin terpenuhi

Kriteria hasil :
1. Pemenuhan eliminasi urin dapat dilaksanakan dengan atau tidak mengguanakan keteter
2. Produksi 50 cc/jam
3. Keluhan eliminasi urin tidak ada

Intervensi :
1. Kaji pola berkemih dan catat urin setiap 6 jam
Rasional : mengetahui fungsi ginjal
2. Tingkatkan kontrol berkemih dengan cara berikan dukungan pada klien tentang pemenuhan
eliminasi urin, lakukan jadwal berkemih, ukur jumlah urin tiap 2 jam
Rasional : jadwal berkemih diatur awalnya setiap 1 sampai 2 jam dengan perpanjangan interfal
waktu bertahap. Klien diinstruksikan untuk mengukur jumlah air yang di minum setiap 2 jam
dan mencoba untuk berkemih 30 menit setelah minum.
3. Palpasi kemungkinan adanya distensi kandung kemih
Rasional : menialai perubahan akibat dari inkontinensial urin
4. Anjurkan klien untuk minum 2000 cc/hari
Rasional : mempertahankan funsi ginjal

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sklerosis multipel merupakan penyakit pada sistem Persyarafan yang ditandai dengan lemah,
mati rasa, hilnganya fungsi pendengaran dan penglihatan yang biasanya terjdi pada umur 18-40
tahun dan kapan saja. Sklerosis multipel timbul karena pola makan yang tidak teratur, pola diet,
penggunaan obat, konsumsi alcohol, merokok dan kurang beraktifitas. Klien perluh diberikan
pendidikan kesehatan tentang pencegahan,dan pengobatan agar dapat menjaga kesehatannya.

4.2 Saran
Sebagai perawat disarankan untuk memberi dukungan kepada pasien, dan menganjurkan pasien
maupun keluarga untuk tidak putus asa terhadap kemungkinan buruk yang akan terjadi, serta
menganjurkan pasien untuk mengikuti terapi yang dianjurkan.
Selain itu juga perawat harus memperhatikan personal hygiene untuk mengurangi dampak yang
terjadi pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada penderita multiple skleriosis
DAFTAR PUSTAKA
http://asuhankeperawatangastroenteritis.blogspot.com/2012/12/askep-multiple-sclerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
http://be11nursingae.blogspot.com/2009/06/askep-mutiple-sklerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
http://askep-askeb.blogspot.com/2009/10/multiple-sclerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
http://nswahyunc.blogspot.com/2012/06/askep-multipel-sklerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
http://materikeperawatanerna.blogspot.com/2012/05/askep-multiple-sklerosis.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
http://www.totalkesehatananda.com/ms5.html
(diakses pada tanggal 16 februari 2013)
W.A NewmanDorland.2010.Kamus Kedokteran Dorland.edisi 31.Jakarta:EGC
Nursing.2011.memahami berbagai macam penyakit.Cetakan 2.Jakarta Barat:PT Indeks

Anda mungkin juga menyukai