TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cedera
merupakan penyebab utama kematian pada masa anak dan mewakili salah satu
penyebab yang paling penting dalam tingkat morbiditas dan mortalitas yang dapat
dicegah. Menurut World Health Organisation (WHO) (2008), kemungkinan cedera yang
dialami oleh anak merupakan suatu hal yang paling membahayakan. Cedera dapat
terjadi akibat beberapa kejadian seperti tenggelam, kecelakaan lalu lintas, jatuh dan
terbakar, kecelakaan karena keracunan, dan cedera ini dapat menjadi konsekuensi dari
Fakto risiko yang dapat menjadi masalah utama pada anak adalah lingkungan
rumah yang buruk, ruangan bermain yang kurang memadai, pajanan sampah dan
bahan-bahan kimia. Pengurangan risiko pada kejadian cedera ini dapat menjadi suatu
tempat anak-anak dapat tinggal dan bermain dengan aman. Pendidikan untuk
11
12
Menurut Jusuf dan Amri (2008) cedera dibagi menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok dengan cedera ringan yang tanpa pelayanan medis tidak akan mengancam
jiwanya, kelompok dengan cedera sedang atau berat yang jika diberi pertolongan akan
dapat menyelamatkan jiwanya, dan kelompok dengan cedera sangat berat atau parah
Klasifikasi cedera menurut Giam & The (1992, dalam Graha & Priyonloadi,
2009), berdasarkan tingkat keperahannya, cedera terbagi atas Cedera ringan, cedera
sedang, dan cedera berat. Cedera ringan atau tingkat pertama di tandai dengan
robekan yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop, dengan keluhan minimal dan
hanya sedikit saja atau tidak menganggu penampilan individu yang berangkutan,
misalnya lecet dan memar, cedera sedang atau tingkat dua ditandai dengan kerusakan
jaringan nyeri, bengkak, merah atau panas, dengan gangguan fungsi yang
berpengaruh pada penampilan individu, misalnya otot robek, atau strain otot, ligamen
robek atau sprain, dan cedera berat atau tingkat ketiga ditandai dengan robekan
lengkap atau hampir lengkap dari otot, ligamen atau fraktur dari tulang yang
Menurut Giam & The (1992, dalam Graha & Priyonloadi, 2009), klasifikasi
berdasarkan sumbernya, cedera terbagi atas cedera ekstrinsik adalah cedera yang
disebabkan oleh benturan dengan orang lain atau benda, dan cedera intrinsik terjadi
seluruhnya dari dalam tubuh sendiri, misalnya suatu robekan spontan dari otot atau
Kejadian cedera pada anak sering terjadi di dalam rumah (88,5%), sedangkan
kejadian cedera lainnya sering terjadi di luar rumah seperti tempat bermain, sekolah,
13
atau lokasi lainnya (Bánfai et al, 2015). Menurut Kuschithawati, Megasari, & Nawi
(2007), jenis cedera yang sering dialami oleh anak adalah tergores (31,2%), diikuti
dengan memar (21,1%), dan terkilir (15,2%), sedangkan cedera yang jarang terjadi
pada anak adalah patah tulang (1,1%). Terdapat perbedaan terjadinya cedera ringan
dan berat terhadap laki-laki dan perempuan. Cedera luka bakar, memar, tergores, luka
robek, terkilir, patah tulang, dan kecelakaan lalu lintas lebih sering terjadi pada anak
laki-laki, sedangkan cedera karena tergigit dan kemasukan benda asing banyak terjadi
pada anak perempuan. Jenis cedera yang lebih dominan pada laki-laki adalah luka
Menurut Pierce dan Neil (2006), luka bakar merupakan respon kulit dan
jaringan subkutan terhadap trauma suhu atau termal. Penyebab tersering terjadinya
luka bakar yaitu trauma suhu panas yang kering (api dan logam panas) atau lembab
Menurut Purwoko (2007), sekitar 50-90% cedera bakar pada anak-anak umur
4 tahun dapat dicegah. Kebanyakan luka bakar yang terjadi pada anak balita dan pra-
sekolah disebabkan oleh cairan dan minyak panas. Luka bakar yang disebabkan oleh
tulang. Patah tulang ditandai dengan rasa nyeri sedang dan terus menerus, kehilangan
atau berkurangnya fungsi gerak, perubahan bentuk atau deformitas, pemendekan, dan
pertolongan patah tulang dan justru mengakibatkan kondisi korban menjadi lebih
14
parah, hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang fraktur atau patah tulang
Menurut Purwoko dan Satyanegara (2007), fraktur atau patah tulang bisa
bersifat patahan sebagian atau patahan utuh pada tulang yang disebabkan oleh
terutama pada bagian sikut. Hal ini berkaitan dengan prilaku anak yang impulsif,
dimana mereka akan mengalami patah tulang dan cedera jaringan lunak. Fraktur bisa
menjadi hal yang mengkhawatirkan jika terjadi kerusakan pada masa pertumbuhan
anak, karena hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan yang tidak teratur atau
Yang harus diperhatikan pada anak ketika terjadinya patah tulang yaitu adanya
nyeri tusuk ketika ditekan pada daerah cedera, pembengkakan, adanya kelainan
bentuk pada daerah cedera seperti adanya pembengkokan, dan hilangnya kemampuan
untuk bergerak (Purwoko, 2007). Tindakan pertolongan pada patah tulang harus
dilakukan dengan sangat berhati-hati. Gerakan pada tulang yang patah dapat
menyebabkan kerusakan jaringan ataupun pembulu darah yang ada disekitar patahan
tulang) sederhana (Simple) tidak merusak kulit di atasnya. Fraktur kompleks merusak
kulit diatasnya. Fraktur ada yang komplet, artinya keutuhan tulangnya terputus, atau
tidak komplet. Bila trauma itu sampai menghancurkan tulang menjadi tiga atau lebih
fragmen atau keping, disebut fraktur kominut. Pada fraktur impak, ada fragmen yang
terpendam dalam substansi yang lain. Ada lagi fraktur kompresi, dimana tulang itu
hancur, umumnya mengenai tulang vertebra. Lain lagi fraktur depresi, umumnya pada
2.1.3.3 Memar
Menurut Purwoko (2007), memar terjadi ketika pembuluh darah kecil dan
sel-sel lain pecah dibawah kulit dan berdarah kedalam otot serta jaringan lunak lain.
Pada awalnya, area memar akan terlihat kemerahan dan mengalami pembengkakan.
Secara bertahap warnanya akan berubah menjadi warna kebiruan atau ungu. Ketika
darah sudah terserap dalam beberapa hari, area ini akan berubah menjadi kuning dan
memudar. Anak yang mempunyai motorik yang aktif, terutama terlibat dalam
parah, terjadi di bagian kepala rawan (atas telinga atau kepala belakang) dan terjadi
pembengkakan parah, segera bawa anak ke rumah sakit (Swasanti & Putra, 2013).
Risiko utama dari gigitan hewan adalah infeksi, termasuk infeksi rabies.
Rabies merupakan virus yang terdapat di dalam ludah hewan yang terinfeksi dan
ditularkan pada manusia melalui gigitan. Penyakit ini dapat mempengaruhi otak dan
sistem saraf, untuk memastikan anak terinfeksi dengan virus ini yaitu dengan
melakukan pemeriksaan di pelayanan kesehatan, dan jika perlu berikan vaksin rabies
yang diberikan dalam satu seri dari lima suntikan (Puwoko, 2007). Gigi hewan yang
tajam dapat membawa kuman jauh ke dalam kulit anak. Luka gigitan yang parah,
2.1.3.5 Terkilir
Terkilir atau keseleo pergelangan kaki adalah cedera jaringan lunak yang
disebabkan oleh kerusakan pada satu atau lebih ligamen dari sendi pergelangan kaki.
Lama pemulihan cedera terkilir dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk usia,
indeks masa tubuh, dan karakteristik termasuk jenis terkilir, dan tingkat keparahan
2.1.3.6 Keracunan
Manurut World Health Organization (WHO) (2008), rumah dan sekitarnya bisa
yang disengaja. Secara alami, anak-anak mempunyai rasa ingin tahu, menjelajah di
sekitar rumah. setiap tahun terdapat jutaan panggilan untuk pusat kendali racun atau
dapat disebut juga sebagai pusat informasi racun, ribuan anak-anak dirawat di unit
gawat darurat karena mereka telah secara tidak sengaja mengkonsumsi beberapa jenis
produk rumah tangga, obat-obatan atau pestisida. Sebagian besar keracunan yang
tidak disengaja dapat dicegah. Keracunan mengacu pada cedera yang dihasilkan dari
terkena zat exsogenous yang menyebabkan cedera selluler atau kematian. Memahami
penyebab keracunan dapat membantu untuk mengurangi risiko keracunan yang tidak
Menurut Espeland (2005 dalam Ayu, 2014) mengatakan bahwa jenis kelamin
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya cedera pada anak–anak,
anak laki-laki lebih sering mengalami cedera karena adanya perbedaan perilaku,
sehingga paparan terhadap risiko menjadi lebih besar. Selain itu, anak perempan
memiliki kemapuan motorik lebih halus daripada laki - laki. Cedera seperti luka bakar,
17
tergores, memar, luka robek, patah tulang, dan kecelakaan lalu lintas lebih sering
terjadi pada anak laki, sedangkan cedera karena tergigit dan kemasukan benda asing
banyak terjadi pada anak perempuan (Kuschithawati, Magetsari, & Nawi. 2007). Hasil
studi yang dilakukan di Provinsi Shandong, China tingkat kejadian cedera lebih tinggi
pada anak laki-laki (81,1 per 1000) dibandingkan perempuan (54,1 per 1000),
sehingga kejadian cedera lebih tinggi anak laki-laki daripada perempuan (Ma, 2008).
Menurut Wong (2008), memberikan tiga macam pola asuh yang harus
dari dua model yang ekstrem. Mereka mengarahkan perilaku dan sikap anak dengan
tua kuat dan konsisten tetapi disertai dengan dukungan, pengertian, dan kenyamanan.
Kontrol di fokuskan pada masalah, tidak pada penarikan rasa cinta atau takut pada
hukuman. Orang tua membantu “pengarahan diri sendiri” suatu kesadaran mengatur
perilaku berdasarkan perasaan bersalah atau malu untuk melakuakan hal yang salah,
bukan karena takut tertangkap atau takut dihukum. Standar realistis orang tua dan
harapan yang masuk akal menghasilkan anak dengan harga diri tinggi dan sangat
Tipe mengasuh anak yang paling berhasil tampaknya adalah metode demokratis.
Orang tua tidak membuat batasan yang kaku dan memaksa, tetapi tetap
mempertahankan kontrol yang kuat, terutama pada area ketidaksepakatan orang tua
18
dengan anak. Orang tua saling membagi kekuasaan dan kedua orang tua menjadi
pemimpin tetapi mendengarkan apa yang dipikirkan oleh anak (Wong, 2008).
Otoriter atau diktator, orang tua mencoba untuk mengontrol perilaku dan sikap
anak melalui perintah yang tidak boleh di bantah. Mereka menetapkan aturan atau
standar perilaku yang dituntut untuk diikuti dan tidak boleh dipertanyakan. Mereka
menilai dan memberi penghargaan atas kepatuhan absolut, sikap mematuhi kata-kata
menghukum secara paksa setiap perilaku yang berlawanan dengan standar orang tua.
Otoritas orang tua dilakukan dengan penjelasan yang sedikit dan keterlibatan anak
yang sedikit dalam mengambil keputusan. Pesannya adalah: “ Lakukan saja karena
penarikan diri dari rasa cinta dan pengakuan. Latihan yang hati-hati sering kali
mengakibatkan perilaku pada anak, yang cenderung untuk menjadi sensitif, pemalu,
menyadari diri sendiri, cepat lelah, dan tunduk. Mereka cenderung lebih sopan, setia,
jujur, dan dapat di andalkan tetapi mudah dikontrol. Perilaku-perilaku ini lebih
terlihat ketika penggunaan kekuasaan orang tua disertai dengan pengawasan ketat dan
tingkat kasih sayang yang masuk akal. Jika tidak, penggunaan kekuasaan diktator lebih
anggapan bahwa seorang anak dilahirkan seperti sebuah kuntum bunga, yang hanya
memerlukan kasih sayang yang lembut dan dukungan untuk mekar menjadi setangkai
bunga yang indah. Anak-anak yang hidup dalam filosofi ini cenderung untuk
19
mendapatkan apa yang mereka inginkan dan segala pekerjaan dikerjakan untuk
mereka. Banyak dari mereka menjadi orang yang berpusat kepada dirinya sendiri dan
puas terhadap diri sendiri sehingga kurang bertanggung jawab secara sosial dimana
mereka lebih mempedulikan diri sendiri daripada kepedulian mereka terhadap orang
Orang tua dengan pola permisif percaya bahwa ekspresi-ekspresi yang tak
terstruktur dan bebas akan memberikan anak kebebasan untuk dapat menarik
menemukan bahwa bimbingan yang tidak cukup membuat anak-anak tidak tahu apa
yang harus dilakukan. Anak-anak mendapat kesulitan dalam memahami aturan untuk
diri mereka sendiri dan harus belajar cara yang sulit melalui cara mencoba-coba
(trial and error). Meskipun orang tua permisif mungkin sangat menerima dan mencintai
membangun sebuah pemahaman yang salah tentang diri mereka sendiri dirumah,
namun akhirnya menemukan bahwa didalam kehidupan nyata, teman sebaya dan
guru tidaklah sebaik orang tua mereka. Orang tua yang menggunakan pola permisif
perlakuan-perlakuan hangat yang tidak jelas, pujian-pujian, orang tua lebih memberi
melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak
menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat
sedikit bimbingan yang diberikan oleh orang tua. Orang tua seringkali mengidolakan
anak mereka sendiri dan percaya bahwa anak mereka akan menemukan cara mereka
sendiri jika dibiarkan sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak harus membuat
aturan mereka sendiri. Akan tetapi, cara mencoba-coba adalah sebuah jalan yang sulit
20
untuk dipelajari karena anak-anak tidak lepas dari kesalahan dalam proses
Anak yang dalam pengasuhan orang tua yang permisif merindukan bimbingan
orang tua. Dalam kenyataannya, jika mereka tidak mempunyai garis pedoman atau
batasan-batasan, mereka dapat merasa bahwa orang tua mereka tidak benar- benar
peduli terhadap mereka atau masa depan mereka, dukungan semata adalah tidak
cukup. Dibawah filosofi permisif, orang tua seringkali gagal untuk memberikan
Pola asuh permisif akan menghasilkan anak yang impulsif, agresif, tidak patuh,
manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang
Kata laissez faire berasal dari Bahasa Perancis yang berarti membiarkan
(leave alone). Dalam istilah pendidikan, laissez faire adalah suatu sistim di mana
asuhan ini ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk
Orang tua tidak pernah memberi aturan dan pengarahan kepada anak. Semua
keputusan diserahkan kepada anak tanpa pertimbangan orang tua. Anak tidak tahu
apakah perilakunya benar atau salah karena orang tua tidak pernah membenarkan
keinginanya sendiri, tidak peduli apakah hal itu sesuai dengan norma masyarakat atau
tidak. Pada pola asuh ini anak dipandang sebagai makhluk hidup yang berpribadi
bebas. Anak adalah subjek yang dapat bertindak dan berbuat menurut hati nuraninya.
Orang tua membiarkan anaknya mencari dan menentukan sendiri apa yang
21
diinginkannya. Kebebasan sepenuhnya diberikan kepada anak. Orang tua seperti ini
cenderung kurang perhatian dan acuh tak acuh terhadap anaknya. Metode
pengelolaan anak ini cenderung membuahkan anak-anak nakal yang manja, lemah,
karena ia diperlakukan terlalu baik oleh orang tuanya, akan menemukan banyak
masalah ketika dewasa. Dalam perkawinan dan pekerjaan, anak-anak yang manja
laku mereka. Ketika mereka kecewa mereka menjadi gusar, penuh kebencian, dan
Adapun ciri-ciri pola asuh laissez faire adalah membiarkan anak bertindak sendiri
tanpa memonitor dan membimbingnya. Mendidik anak acuh tak acuh, bersikap pasif
dan masa bodoh. Mengutamakan kebutuhan material saja, membiarkan saja apa yang
dilakukan anak (terlalu memberikan kebebasan untuk mengatur diri sendiri tanpa ada
Setiap tipe pengasuhan pasti memiliki resiko masing-masing. Pola asuh laissez
faire membuat anak merasa boleh berbuat sekehendak hatinya. Anak memang
memiliki rasa percaya yang lebih besar, kemampuan sosial baik, dan tingkat depresi
lebih rendah. Tapi juga akan lebih mungkin terlibat dalam kenakalan remaja dan
memiliki prestasi yang rendah di sekolah. Anak tidak mengetahui norma-norma sosial
Menurut Sofyani (2009, dalam Ayu, 2014) banyak orang mengira bahwa
rumah merupakan tempat yang paling aman untuk melindungi anak-anak dari bahaya
dan kejahatan dari luar. Akan tetapi, banyak yang tidak sadar bahwa sebenarnya
cedera ringan maupun berat justru banyak terjadi di dalam rumah. Lingkungan rumah
dilihat dari tiga kriteria yaitu keamanan di dalam rumah dan lingkungan luar rumah.
Keamanan di dalam rumah dinilai dari ada tidaknya pegangan pada tangga di
dalam rumah, perkakas atau barang tersimpan ditempatnya dan dapat dijangkau oleh
anak atau tidak (Kuschithawati, Magetsari, & Nawi. 2007). Selain itu menurut Susanti
(2015), rumah yang aman adalah rumah yang memiliki lantai dan karpet yang
terpasang dengan baik, permukaan bath-tup atau shower yang tidak licin.
melibatkan anak dibawah usia 5 tahun. Banyak kecelakaan yang bisa dicegah bila
mengubah tata letak benda-benda dan perabotan di dalam rumah, memastikan bahwa
jendela-jendela tertutup dan tidak dapat dimasuki anak, tidak pernah mengacaukan
pemutih ke dalam botol yang biasanya berisi minuman yang tidak berbahaya, tidak
pernah mengatakan kepada anak bahwa obat-obatan dan tablet adalah permen
khusus, memeriksa potensi bahaya ketika mengunjungi rumah teman atau kerabat,
dan meminta izin memindahkan benda-benda yang tajam atau mudah pecah,
Anak tangga bukan tempat bermain yang aman bagi anak, keseimbangan seorang
anak belum cukup matang untuk membuat anak mampu menuruni anak tangga
dengan aman, yang perlu diperhatikan adalah pastikan mainan tidak tertinggal disana
sehingga membuat orang dapat tersandung, memaasang lampu di lorong rumah atau
tempat dimana anak anda akan turun jika terbangun di malam hari, jangan
membiarkan anak bermain di tangga karena jarak antar teralis pada pagar sisinya bisa
cikup lebar bagi anak untuk menyelipkan tubuhnya, memasang pagar pengaman
pada kaki dan puncak tangga dengan jarak antar teralis vertikal pada pagar pengaman
ini paling sedikit 10 cm, periksa keamanan pagar sisi tangga secara teratur, pastikan
bahwa pegangan tangannya kuat dan tidak longgar, periksa karpet pada anak tangga
misalnya karpet yang longgar, lepas, atau lainnya yang dapat membahayakan.
2. Pintu depan
membuka pintu jika ada yang mengetuk, letakkan gagang pintu pada tempat yang
tidak terjangkau oleh anak-anak jika anak dapat menjangkau gagang pintu maka
pasang selot tambahan di tempat yang lebih tinggi dan selalu pasang selot tersebut.
3. Lantai
Lantai ubin yang dipoles atau divernis dapat membahayakan anak. Sebaiknya
pada lantai letakkan jala-jala antilicin di bawah karpet yang mudah lepas, lantai
lorong harus bebas dari mainan dan tumpukan barang-barang, periksa karpet secara
teratur untuk melihat adanya lubang yang dapat menyebabkan kaki anak tersangkut.
24
4. Dapur
Dapur merupakan salah satu tempat untuk menghabiskan waktu dengan anak.
Kesibukan yang tiada hentinya dan kegiatan memasak dapat menyebabkan dapur
menjadi tempat yang berbahaya misalnya tempat sampah, jangan biarkan anak-anak
mengaduk isi tempat sampah, letakkan kaleng yang berisi benda tajam, tutup kaleng,
dan pecahan kaca kedalam tempat sampah utama di luar rumah, simpan tempat
5. Ruang duduk
bahaya. Jangan meletakkan mainan di tempat yang tinggi karena anak akan berusaha
untuk mengambilnya. Biasanya di ruang duduk terdapat televisi, video, dan peralatan
dinding, meletakkan kabel yang panjang di belakang perabotan sehingga anak tidak
dapat tersandung atau menariknya, menutup semua stop kontak yang tidak sedang
digunakan.
6. Kamar anak
Di dalam kamar juga perlu memperhatikan tinggi tempat tidur, gunakan bantal
atau guling sebagai pinggiran anak agar tidak terjatuh, sebaiknya ketika menggunakan
tempat tidur susun di beri batas pinggir tempat tidur, jangan membiarkan anak
bermain di atas tempat tidur susun. Pada bagian jendela kamar pastikan anak tidak
7. Kamar mandi
Di dalaam kamar mandi anak-anak berisiko jatuh, tenggelam, dan keracunan. Oleh
karena itu selalu tutup pintu kamar mandi agar anak tidak ingin memasukinya,
25
dibagian dalam pintu pasang selot di tempat yang tinggi untuk mencegah anak
sekitar rumah. Keamanan di luar rumah, seperti pencahayaan yang adekuat, baik
cedera pada anak–anak bisa terjadi dimana saja antara lain dirumah, disekolah, di
tempat lainnya atau lebih dari satu tempat dan kejadian cedera dapat terjadi pada
(6,3%), sehingga lokasi atau tempat yang paling sering dan berisiko cedera merupakan
tempat bagi anak-anak untuk menghabiskan sebagian besar waktu mereka. Fokus
pada kegiatan umum seperti bermain (34,5%), berjalan (22,1%), melakukan pekerjaan
rumah (14,7%), mengendarai sepeda (11,1%), dan melakukan olahraga dan kegiatan
lainnya (17,6%) (Shi et al, 2014). Menurut Purwoko (2005) Anak berusia 3 tahun
dapat belajar bahwa trotoar itu aman dan jalan itu berbahaya. Anak berusia 5 tahun
dapat belajar cara menyeberang jalan tetapi anak belum dapat mempraktekkan sendiri
pencegahan berupa pengawasan dapat dilakuan oleh orang tua, karena anak tidak
memperhatikan bahaya. perlindungan anak dan edukasi orang tua adalah kunci
penentu pencegahan cedera. Pengawasan dari orang tua dinilai dari anak di izinkan
26
atau tidak bermain di dapur, di parit, korek api, danada atau tidaknya pengawasan
pada waktu bermain (Kuschithawati, Magetsari, & Nawi. 2007). Karakteristik orang
tua yaitu sikap orang tua berpengaruh terhadap risiko cedera pada anak, dimana sikap
orang tua akan menentukan bagaimana orang tua akan bertindak untuk melindungi
anaknya dari cedera dengan melakukan tindakan berupa pengawasan yang merupakan
faktor paling berpengaruh terhadap kejadian cedera pada anak (Indarwati, 2011).
yang efektif misalnya memegang tangan anak, berada di dekat anak, dan melihat anak
Satu studi yang dilakukan di pedesaan China Tengah, ditemukan bahwa anak-
anak memiliki tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terjadi cedera karena kurangnya
pengawasan (Shi et al, 2014). Menurut whaley & Wong’s (1991), faktor risiko lain
yang menyebabkan cedera pada anak yaitu ketidakpedulian orang tua pada anak, usia
Menurut Hidayat (2008), anak merupakan individu yang berada dalam satu
rentang perubahan perkembangan anak yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa
anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari masa
neonatus (0-28 hari), masa bayi (29 hari-1 tahun), masa anak (1-2 tahun), masa pra
sekolah (3-6 tahun), masa sekolah (6-12 tahun), masa remja (12-18 tahun) (Hidayat,
2013).
Ritualisme dan negativisme yang melekat pada masa toodler secara bertahap
dan melakukannya secara mandiri karena perkembangan fisik dan kognitifnya yang
semakin halus. Pada usia 4 sampai 5 tahun mereka hanya memerlukan sedikit
bantuan, jika perlu, untuk berpakaian, makan, atau ke toilet. Mereka juga dapat
dipercaya untuk mematuhi peringatan bahaya, meskipun anak usia 3 atau 4 tahun
Mereka juga jauh lebih mampu bersosialisasi dan memiliki keinginan untuk
memuaskan, mereka telah menginternalisasi banyak standar dan nilai keluarga dan
budaya. Namun, pada akhir masa kanak-kanak awal mereka mulai mempertanyakan
sebayanya dan figur otoritas lain. Akibatnya, mereka kurang berkeinginan untuk
mematuhi peraturan keluarga. Anak usia pra sekolah menjadi semakin menyadari
posisi dan peran mereka dalam keluarga. Meskipun merupakan usia yang lebih aman
30
untuk mendapatkan tambahan sibling, melepaskan posisi anak pertama atau anak
termuda masih tetap sulit dan memerlukan persiapan yang sesuai (Wong, 2008).
1. Perkembangan Fisik
Pada akhir usia tiga tahun, seoranga anak memiliki tinggi tiga kaki dan 6 inci
lebih tinggi saat ia berusia 5 tahun. Berat badannya kira-kira 15 kg dan diharapkan
menjadi 20 kg saat berusia 5 tahun. Tentu ada perbedaan berat dan tinggi badan pada
setiap anak dikarenakan faktor keturunan, efek dari pemberian nutrisi, dan faktor lain
yang dimiliki anak dalam riwayat hidupnya. Anak laki-laki akan lebih tinggi dan lebih
berat daripada anak perempuan, namun hal ini juga bisa saja berbeda tergantung pada
perawatan dan kecenderungan pertumbuhan anak. Dalam usia ini otot-otot anak
menjadi lebih kuat dan tulang-tulang tumbuh menjadi besar dan keras. Otak pun
telah berkembang sekitar 75% dari berat otak usia dewasa. Gigi masih merupakan
gigi susu dan akan berganti pada perkembangan berikutnya dengan gigi tetap (Akbar
2. Perkembangan Motorik
melompat, naik sepeda roda tiga, mendorong, menarik, memutar, dan berbagai
aktivitas koordinasi mata tangan, namun juga melibatkan hal-hal seperti menggambar,
mengecat, mencoret dan kegiatan lain. Keterampilan motorik berkembang pesat pada
dengan keyakinan yang besar akan keterampilan yang dimilikinya. Anak mampu
menggunakan balok-balok dalam berbagai ukuran dan bentuk (Akbar & Hawadi,
2001).
31
Anak suka sekali masuk dan keluar kotak besar, di bawah meja, bersembunyi
dari sesuatu. Pada saat anak berusia 5 tahun, belajar permainan lebih melibatkan
semangat. Untuk itu, mereka tidak butuh duduk berlama-lama. Sehingga yang cocok
pada usia ini permainan yang merangsang kegemaran mereka akan gerakan-gerakan,
3. Perkembangan Intelektual
Usia 3 sampai 6 tahun merupakan usia yang sangat temperamental bagi anak.
Rasa takut muncul dari apa saja yang mengancam ataupun dari hal-hal yang tidak
biasa. Dengan meningkatnya kesadaran diri seorang anak, anak mudah untuk takut.
Rasa takut muncul pada kebanyakan anak usia empat tahun atau lima tahun dari
kecelakaan dan kematian. Televisi juga memberi andil pada meningkatnya rasa takut
pada usia ini. Marah seringkali terjadi pada usia kanak-kanak pertama. Setiap hal yang
mengurangi rasa senang anak, konflik dan frustasi merupakan sumber rasa marah
Emosi iri dan cemburu juga sering muncul pada usia tiga sampai empat
tahun. Hal ini timbul karena anak tidak memiliki hal-hal yang dimiliki oleh teman
sebayanya. Bisa terjadi juga karena setiap anak menginginkan mendapat perhatian
dan afeksi. Rasa ingin tahu merupakan kondisi emosional yang baik dari anak. Ada
dorongan pada anak untuk mengeksplorasi dan belajar hal-hal yang baru. Yang perlu
ditekankan bahwa rasa ingin tahu tersebut terkendali, jangan sampai pada objek-
objek yang biasa dikenalnya serta tentang kejadian-kejadian mekanika yang ada
disekitarnya. Usia tiga tahun anak mulai banyak bertanya dan mencapai puncaknya
32
pada usia sekitar 6 tahun. Untuk itu usia 3-6 tahun disebut pula sebagai Questioning
4. Perkembangan Sosial
Pada usia 3-6 tahun, anak belajar menjalin kontak sosial dengan orang-orang
yang ada diluar rumah, terutama dengan anak sebayanya. Untuk itulah pada rentang
usia ini disebut dengan Pregang Age. Guru mendorong anak untuk melakukan kontak
sosial dengan anak lain dengan cara bermain dan bicara bersama (Akbar & Hawadi,
2001).
Pada awalnya anak bergaul dengan siapa saja yang dipilihnya untuk bisa
bermain bersama. Namun, lama-kelamaan, anak mempunyai minat yang lebih untuk
bermain dengan temannya yang sama jenis kelaminnya. Pada anak usia pra-sekolah,
sekandungnya sendiri, baru kemudian ia bergaul dengan anak lain. Biasanya orang
dewasa yang menemani bermain tidak betul-betul bermain sehingga bisa dikatakan
Kebutuhan yang kuat untuk berteman jika terpenuhi, akan diganti oleh anak
sesuai dengan umurnya. Pada anak pra-sekolah, teman penggantinya adalah imaginary
playmates. Teman khayal anak sebgaimana layaknya teman di dunia nyata memiliki
nama, ciri-ciri fisik dan kemampuan yang normal yang dimiliki anak sebaya. Biasanya,
anak cenderung senang dengan teman khayal ini, karena adanya perbedaan dalam
status soaial kehidupan. Usia yang biasa untuk berteman khayal adalah tiga sampai
empat tahun dan diatas usia itu, anak biasanya menggantikan dengan binatang
peliharaan. Binatang peliharaan seperti kelinci, burung, kucing, ikan, dan kura-kura
bagian sel di seluruh bagian tubuh selama sel-sel tersebut membelah diri dan
berbeda tetapi saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Namun pertumbuhan
dan perkembangan setiap anak berbeda dimana dapat mengalami masa percepatan
dan masa perlambatan. Peristiwa pertumbuhan anak terjadi pada besarnya, jumlah,
perkembangan anak terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi kematangan organ
bahwa perkembangan manusia melalui empat tahapan untuk mengerti tentang dunia.
Setiap tahap dikaitkan dengan usia dan terdiri atas cara yang jelas dan berbeda untuk
yaitu :
1. Tahap sensori motor (umur 0-2 tahun), pada tahap ini anak dapat menerima
Pada masa ini semua benda yang dilihat, dirasakan, disentuh maupun didengar
34
oleh anak akan diarahkan ke mulut karena rasa keingintahuannya, ini menandakan
2. Tahap praoperasional (umur 2-7 tahun), pada tahap ini anak belum mampu dalam
piaget anak selalu menunjukkan sifat egois seperti anak selalu ingin memilih
sesuatu atau mendapatkan ukuran yang lebih besar meskipun isi didalamnya
sedikit. Pada masa ini pikiran anak bersifat transduktif, dimana menganggap
semua sama, seperti seorang pria didalam keluarga adalah ayah maka semua pria
adalah ayah, pikiran yang kedua bersifar animisme, bahwa selalu memperhatikan
benda mati, seperti ketika anak terbentur benda mati maka anak akan memukulnya
3. Tahap kongkret (7-11 tahun), pada tahap ini anak sudah berfikir secara nyata
dalam membuat konsep atau hipotesa dan pada masa ini anak dapat menyamakan
argumen dengan orang lain. Sifat egois pada anak sudah mulai hilang sebab anak
Sifat pikiran pada anak usia ini adalah reversibilitas dimana cara memandang dari
4. Formal atau operasional (11 tahun keatas) pada tahap ini pola pikir anak sudah
dapat dilihat dari meningkatnya berat badan rata-rata 2 kg dan tinggi badan rata-rata
6,75-7,50 setiap tahunnya, terlihat kurus akan tetapi aktifitas motoriknya tinggi,
35
sistem tubuh yang sudah mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain-
kesulitan untuk makan, proses eleminasi pada anak sudah mulai menunjukkan adanya
kemandirian, anak sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah dan terlihat
anak tidak mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat, anak membutuhkan
pada anak sudah menunjukkan adanya inisiatif, konsep diri yang positif, serta mampu
motorik halus. Motorik kasar pada anak prasekolah tidak lagi hanya berdiri dan
bergerak, melainkan akan menggerakkan anggota tubuh lebih percaya diri dan
membawa mereka lebih aktif lagi dimana dengan rasa ingin tahunya untuk ingin
mengetahui lingkungannya. Pada masa ini, anak akan melakukan gerakan sederhana
Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa usia anak 3-5 tahun adalah usia
dimana anak memiliki tingkat aktivitas yang tinggi, sehingga mereka tidak ingin diam
ketika makan maupun tidur karena aktivitas yang tinggi dan perkembangan otot-otot
menggoyangkan jari kaki, menggambarkan dua atau tiga bagian, memilih garis yang
lebih panjang, menggambar orang, melepas objek dari jari lurus, mampu menjepit
objek kedalam wadah, makan sendiri, minum dari cangkir dengan bantuan,
menggunakan sendok dengan bantuan, makan dengan jari, membuat coretan diatas
Masa pra sekolah memberikan lebih sedikit kesulitan dalam pengasuhan anak
fasilitasi oleh panduan antisipasi yang teapat di area yang telah di diskusikan. Terjadi
terdekat, seperti pagar pelindung dan penutup lubang beraliran listrik diganti dengan
Selama periode ini juga terjadi transisi emosi antara orang tua dan anak .
meskipun anak masih terikat pada orang tua mereka dan menerima semua nilai dan
kepercayaan orang tua, mereka mendekati periode kehidupan ketika mereka akan
Memasuki sekolah menandai perpisahan dari rumah bagi orang tua maupun bagi
anak. Orang tua perlu bantuan dalam menyesuaikan perubahan ini, terutama bila ibu
tel;ah memusatkan pada aktivitas kewajiban rumah tangga. Ketika anak prasekolah
mulai masuk sekolah dasar, ibu mungkin perlu mencari aktivitas di luar keluarga,
seperti keterlibatan dengan masyarakat atau meniti karier. Dengan cara ini semua
anggota keluarga menyesuaikan diri terhadap perubahan, yang merupakan bagian dari
1. Usia 3 tahun
memperluas hubungan
5. Mendorong orang tua untuk memberikan pilihan jika anak tidak yakin
10. Menginformasikan orang tua untuk mengantisipasi selera makan yang stabil
11. Menekan perlunya perlindungan dan edukasi anak utuk mencegah cedera.
38
2. Usia 4 tahun
orang tua
7. Mempersiapkan orang tua terhadap anak usia 4 tahun yang sangat imajinatif
menyeramkan.
tahun
3. Usia 5 tahun
usia 5 tahun.
lingkungan sekolah.
39
2.4 Identifikasi Faktor Penyebab Terjadinya Cedera pada Anak Usia 3-6
Tahun
terjadinya cedera pada anak usia sekolah dasar. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi jenis cedera dan faktor risiko terjadinya cedera pada anak–anak
sekolah dasar di yogyakarta. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang
(pengambilan sampel melalui beberapa tahap). Hasil penelitian ini memiliki prevalensi
cedera sebesar 42,56 % (luka ringan 36,89% dan luka parah 5,7%). Faktor terkait
dengan kejadian cedera pada anak–anak sekolah dasar yaitu jenis kelamin dan
lingkungan rumah. Jenis cedera yang sering terjadi pada anak–anak sekolah dasar
adalah tergores, memar, terkilir, gigitan hewan, luka bakar, kecelakaan lalu lintas,
patah tulang dan terkena serpihan kecil yang dapat melukai anggota tubuh.
kesehatan yang serius di masyarakat terutama bagi anak-anak dan risiko yang sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Responden pada penelitian ini
berjumlah 170 anak yang pernah mengalami cedera, usia 3 sampai 6 tahun (89 anak
laki-laki dan 81 anak perempuan) di ukur secara tidak langsung dalam dilakukan
selama 2 kali yang diisi oleh orang tua mereka. Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa perilaku risiko cedera pada anak laki-laki dan perempuan diperkirakan
mempunyai dampak atau pengaruh terkait dengan perilaku risiko cedera pada anak
prasekolah
mengidentifikasi kejadian dan faktor risiko cedera pada anak-anak pra sekolah usia 0-
6 tahun di negara Cina. Metode yang digunakan yaitu penelitiaan secara acak
dilakukan di kota Shenzhen yang terletak di Cina bagian selatan. Target populasi
dalam penelitian ini yaitu anak-anak usia 0-6 tahun di kota Shenzhen. Hasil kejadian
cedera adalah 3,4%. Setelah dilakukan penyesuaian untuk semua variabel yang dipilih.
Faktor risiko pada anak-anak meliputi pekerjaan ayah, anak yang terlalu aktif,
penyimpanan barang yang membahayakan bagi anak, dan faktor pengawasan orang
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu intervensi yang diberikan diharapkan dapat
permasalahan yang ada dirumah tentang keamanan bagi anak-anak berusia 24-30
bulan dan 36-42 bulan. Peneliti melakukan penelitian utuk mengetahui bagaimana
hubungan strategi gaya pembelajaran orang tua dan penilaian terkait dengan faktor-
faktor risiko cedera yang tidak disengaja pada anak-anak. Metode yang digunakan
yang berkaitan dengan jatuh, luka bakar, luka, keracunan, sesak nafas, dan tersedak.
keamanan, jenis cedera yang terjadi, dan sejauh mana ibu memanfaatkan
tidak bervariasi sesuai dengan umur anak, ibu menggunakan ajaran yang diperoleh
41
untuk mengelola masalah keamanan untuk semua jenis cedera, dan jenis strategi
pengasuhan yang menekankan ekspresi diri dan aturan sendiri. Dengan demikian,
ajaran tentang keselamatan adalah strategi menejemen risiko cedera yang digunakan
oleh ibu untuk mengatasi bahaya dirumah. Namun, tipe dari strategi mengajar yang
mempengaruhi risiko cedera pada anak-anak telah menarik perhatian dalam beberapa
waktu dan mempunyai kemajuan yang telah di buat baru-baru ini untuk mengatasi
dukungan konsep suatu hubungan secara umum antara peningkatan pengawasan dan
penurunan risiko cedera, tetapi juga menunjukkan bahwa sifat perilaku anak dan
menelusuri apakah dan bagaimana risiko cedera anak-anak yang bervariasi sesuai
dengan pengawasan yang berbeda (misalnya, ibu vs ayah vs kakak) dan bagaimana
hubungan ini berubah sebagai suatu fungsi dari tahap pengembangan anak. Penelitian
benar. Langkah selanjutnya sangat penting dalam penelitian ini yang dapat
mendukung program dalam pengawasan dan mengurangi risiko cedera pada anak-
anak.