Anda di halaman 1dari 8

REFLEKSI KASUS

OSTEOARTRITIS

SHAPE \* MERGEFORMAT

SHAPE \* MERGEFORMAT
SHAPE \* MERGEFORMAT SHAPE \* MERGEFORMAT

Disusun oleh:

Intan Hazimi Permatasari


20164011089

Pembimbing dr. Wahyu Purnomo, Sp. OT

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RSUD SALATIGA 2016
I. Definisi
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi degeneratif non inflamasi yang ditandai
dengan degenerasi tulang rawan sendi, hipertrofi tulang pada tepinya dan perubahan
pada membran sinovial serta nyeri setelah aktivitas berkepanjangan dan kekakuan
khususnya pada pagi hari atau setelah inaktivitas.
Osteoartritis menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah
sekelompok kondisi heterogen yang menyebabkan timbulnya gejala dan tanda pada
lutut yang berhubungan dengan defek integrasi kartilago, dan perubahan pada tulang
di bawahnya dan pada batas sendi.

II. Etiopatogenesis osteoartritis


Osteoartritis diklasifikasikan menjadi dua menurut patogenesisnya, yaitu
osteoartritis primer dan osteoartritis sekunder. Osteoartritis primer merupakan
osteoartritis yang tidak diketahui penyebabnya (Idiopatik) yaitu OA yang
penyebabnya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik
maupun proses perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari
oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herideter, jejas
mikro dan makro serta immobilisasi yang terlalu lama.
Patogenesis osteoartritis tidak hanya melibatkan proses degeneratif saja, namun
melibatkan hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan
inflamasi cairan sendi. Osteoartritis diperkirakan dapat diakibatkan oleh proses
biokimiawi dan biomekanis.
Pada tulang rawan sendi (kartilago) dilumasi oleh cairan sendi sehingga mampu
menghilangkan gesekan antara tulang yang terjadi ketika cairan sendi (sinovial)
mengurangi gesekan antara kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah
terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin
merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini
akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.
Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan sendi.
Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks rawan sehingga fungsi
bantalan rawan sendi tetap terjaga.Gangguan pada fungsi kondrosit akan memicu
proses patogenik osteoarthritis dengan baik.
Beberapa penelitian membuktikan bahawa rawan sendi ternyata dapat
melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor
pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu
komunikasi antara sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam
deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor
pertumbuhan yang berperan adalah insulin-like growth factor (IGF-1), growth
hormone, transforming growth factor β (TGF-β) dan coloni stimulating factor ( CFFs ).
Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses
perbaikan rawan sendi.

Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap (IGF-1). Faktor
pertumbuhan TGF-β mempunyai efek multiple matriks kartilago yaitu meransang
sintesis kologen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzim yang
mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi prostaglandin E₂ (PGE₂) dan
melawan efek inhibisi sintesis PGE₂ oleh interlukin-1 (IL-1). Hormone lain yang
mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosterone. β-estradiol, platelet
derivate growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin.
Peningkatan degredasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme
rawan sendi. Kelebihan produk hail degredasi matriks rawan sendi ini cenderung
berakumulasi di sendi menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu
respons imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Refarat perbandingan antara
sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih
rendah dibanding normal yaitu 0.29 dibanding 1.
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proes peningkatan aktivitas fibrinogenik
dan penurunan aktivitas fibrinololitik. Proses ini menyebabkan terjadinya
penumpukan thrombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrois jaringan subkondral terebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang selanjunya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang
diketahui mengandung ujung saraf sensible yang dapat menghantarkan rasa sakit.
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari lepasnya mediator kimiawi
seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peragangan tendon
atau ligementum serta spasmus otot-otot extra artikuler akibat kerja yang
berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan
perioteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan
vena intrameduller akibat stasis vena intrameduller kerana proses remodeling pada
trabekula dan subkondrial.
Peran makrofag didalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila apabila
diransang jejas mekanis, material hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan
memproduksi sitokin activator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin
terebut adalah IL-1, IL-6, TNF αdan β, dan interferon (INF) α dan π. Sitokin-sitokin ini
akan meransang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi
CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mengredasi rawan
sendi secara lansung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan
sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi rawan sendi.
Interleukin-1 mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitumeningkatkan
sintesis enzim yang mengredasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa,
maenghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Kondrosit pada
pasien OA mempunyai reseptor IL-1 dua kali lipat lebih banyak dibanding normal dan
khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara local.
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang
berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung meransang degradasi
komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan meransang sintesis,
padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individual normal pada umur
yang sama.

III. Gambaran Klinis


1. Nyeri Sendi
Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang sering dirasakan penderita ketika
berkunjung ke dokter, meskipun sebelumnya perrnah mengalami kaku sendi dan
deformitas. Nyeri ini akan bertambah berat saat melakukan gerakan dan akan
berkurang bila penderita istirahat.
2. Kaku Sendi
Kaku sendi pada osteoartritis dapat terjadi setelah imobilitas, seperti duduk
dalam waktu cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur dan berlangsung kurang
dari 30 menit
3. Hambatan Gerak Sendi
Hambatan gerak pada osteoartritis disebabkan oleh nyeri, inflamasi, fleksi
menetap, kelainan sendi atau deformitas. Hambatan gerak tergantung pada lokasi
dan beratnya kelainan sendi yang terkena. Perubahan ini seringkali sudah ada
meskipun pada OA yang masih dini ( secara radiologis ). Biasanya bertambah berat
dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bia digoyangkan dan menjadi
kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah gerakan ) maupun
eksentris ( salah satu arah gerakan sahaja).
4. Krepitasi
Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya seuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter
yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar
sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul gerakan kedua permukaan tulang
sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif di manipulasi.
5. Pembengkakan Sendi
Pembengkakan sendi dapat terjadi karena efusi pada sendi yang biasanya tak
banyak (< 100 cc).Deformitas dapat terlihat pada sendi yang terkena yang disebabkan
terbentuknya osteofit. Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan,
gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan) mungkin dijumpai
pada osteoartritis karena adanya sinovitis.
6. Perubahan Gaya Berjalan
Gangguan berjalan dan gangguan fungsi sendi yang lain merupakan ancaman
yang besar untuk kemandirian penderita usia lanjut. Keadaan ini hamper selalu
berhubungan dengan nyeri kerana menjadi tumpuan berat badan. Terutama
dijumpai pada OA lutut, sendi paha dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal.
Pada sendi-sendi lain, seperti tangan bahu, siku dan pergelangan tangan, osteoartitis
juga menimbulkan gangguan fungsi.

IV.Diagnosa
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.
a. Radiografis Sendi yang Terkena.
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis
sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran
radiografi sendi yang menyokong diagnosa OA ialah :
-Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris ( lebih berat pada bagian yang
menanggung beban.
-Peningkatan densitas ( sclerosis ) tulang subkondral.
-Kista tulang
-Osteofit pada pinggir sendi
-Perubahan struktur anatomi sendi
Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat
degradasi menjadi ringan sampai berat ( kriteria Kellergen dan Lawrence ). Harus
diingat bahwa diawal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.
Pemeriksaan penginderaan dan radiologi sendi lain.
-Pemeriksaan radiogrfi sendi lain atau penginderaan magnetik mungkin
diperlukan pada beberapa keadaan tertentu. Bila osteoartritis pada pasien dicurigai
berkaitan dengan penyakit metabolik atau genetik seperti alkaptonuria, oochronosis,
diplasia epifisis, hiperparatiroidisme, penyakit paget atau hemokromatosis (terutama
pemeriksaan radiografi pada tengkorak dan tulang belakang).
-Radiografi sendi lain perlu dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai
keluhan banyk sendi ( osteoartritis generalista ).
 Pasien-pasien yang dicurigai mempunyai penyakit-penyakit yang meskipun jarang
tetapi berat (osteonekrosis, neuropati Charcot, pigmented sinovitis) perlu
pemeriksaan yang lebih mendalam. Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit tersebut
seringkali diperlukan pemeriksaan lain yang lebih canggih seperti sidikan tulang,
penginderaan dengan resonansi magnetic (MRI), atroskopi dan atrografi.
 Pemeriksaan lebih lanjut ( khususnya MRI ) dan mielografi mungkin juga
diperlukan pada pasien dengan OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-sebab
gejala dan keluhan-keluhan kompresi radikular atau medulla spinalis.
V. Penatalaksanaan dan Progresifitas
Ada 3 (tiga) modalitas penatalaksanaan pada osteoartritis :
A. Non Farmakologis
1. Edukasi (perawatan sendiri, konsep nyeri)
2. Olahraga, penguatan otot, perbaikan lebar jangkauan gerakan
3. Memodifikasi faktor risiko : penurunan berat badan, alas kaki yang sesuai,
pengaturan kegiatan, tongkat, alat -alat pembantu, spin
4. Terapi fisik dan rehabilitasi : panas, dingin, rangsangan elektrik
B. Farmakologis
1. Topikal : gel OAINS, capsaicin
2. Injeksi lokal : Kortikosteroid, Hyaluronan
3. Obat-obat per oral : Analgesik, OAINS, antidepresan, dan
disease modifying osteoartritis
C. Operatif
1. Intervensi fisik invasif : bilas atroskopi, irigasi
2. Artroplasti : Osteotomi, penggantian sendi
Osteoartritis dapat dipantau progresivitas dan outcome dengan tiga cara utama,
yaitu :
1. Pengukuran nyeri sendi dan disabilitas pada pasien : misalnya dengan
menggunakan nilai algofungsional dari WOMAC, indeks beratnya sendi
lutut dan panggul (Indeks Lequesne).
2. Pengukuran perubahan struktural (anatomi) pada sendi yang terserang,
misalnya radiografi polos, MRI, atroskopi dan ultrasound frekuensi tinggi.
3. Pengukuran frekuensi penyakit yang dinyatakan dengan perubahan
metabolisme atau perubahan kemampuan fungsional dari rawan sendi
artrikuler, tulang subkondral atau jaringan sendi lainnya : misalnya marker
rawan sendi dalam cairan tubuh, skintigrafi tulang, pengukuran resistensi
terhadap kompresi pada rawan sendi dengan mengukur kemampuan
identasi atau penyebaran.

VI. Pencegahan
Osteoartritis dapat dicegah dengan beberapa langkah, antara lain :
1. Menghindari setiap faktor risiko, misal mencegah obesitas
2. Istirahat atau proteksi terhadap sendi yang terkena
3. Olahraga yang tepat untuk membantu mempertahankan kesehatan
tulang rawan, meningkatkan daya gerak sendi dan kekuatan otot -otot
disekitarnya sehingga otot dapat menyerap benturan dengan lebih baik
4. Menjaga berat badan agar senantiasa dalam kondisi seimbang
5. Menjaga pola makan dan minum (diet) agar selalu baik dan seimbang
sehingga pertumbuhan sendi dan tulang rawan sempurna dan normal
6. Berdiri, berjalan, mengangkat barang harus pada posisi yang benar
7. Senantiasa berhati-hati agar terhindar dari berbagai kecelakaan yang
mengakibatkan sendi rusak
8. Dianjurkan menggunakan kursi dengan sandaran keras, kasur yang
tidak terlalu lembek dan tempat tidur yang dialas dengan papan 9. Menekan
lembut dengan hati-hati pada bagian yang bengkak dan kaku
sambil memberi terapi pemanasan sederhana dengan minyak oles atau
krim balsem
10. Untuk nyeri pada jari tangan, dianjurkan merendam tangan dalam
campuran parafin panas dengan minyak mineral pada suhu 45-52°C atau
mandi dengan air hangat.

VII. Daftar Pustaka


Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C.,
Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk, penerjemah). Jakarta: EGC.

Brandt, KD., Doherty, M., Lohmander, LS. 2003. Osteoarthritis. 2 nd ed. Oxford. University
Press. New York hal: 299-308.

Felson, D.T., 2008, Osteoarthritis, HARRISON’S Principles of Internal Medicine, 17 th Edition,


2158-2165, Mc Graw-Hills Companies Inc, New York

Isbagio, H (1992). Prinsip Dasar Pelaksanaan Gangguan Rematik. Diambil pada tanggal 3
Oktober 2016 dari httpwww.kalbe.co.idfilescdkfiles07PrinsipDasarRematik078.pdf.

Anda mungkin juga menyukai