Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS DAN STANDARISASI OBAT BAHAN ALAM

STANDARISASI BAHAN ALAM

Dosen Pengampu:
Ghani Nurfiana Fadma Sari., M.Farm., Apt

Disusun Oleh:
Kelompok H/ 5
Esti Retnaningtyas (22164971A)
Januarisca Windiarti (22164972A)
Assyifa Adelia Frihani (22164973A)
Angeline Tamara Wijaya (22164974A)
Jausi Jannah (22164976A)
Indah Septi Wardani (22164977A)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
2019
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu melakukan standarisasi bahan baku obat bahan alam.

II. DASAR TEORI


Penyediaan obat merupakan salah satu unsur yang penting dalam upaya
pembangunan di bidang kesehatan. Obat tradisional yang terbukti berkhasiat
dikembangkan dan digunakan dalam upaya kesehatan. Dalam rangka memacu
perkembangan obat tradisional tersebut, pemerintah menetapkan bahwa fitofarmaka
dapat digunakan dalam sistem pengobatan formal bersama-sama dengan obat kimia.
Untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan standardisasi guna menjamin mutu produk
yang dihasilkan.
Standardisasi dalam kefarmasian adalah serangkaian parameter, prosedur dan
cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan farmasi),
termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya.
Standarisasi merupakan proses penjaminan produk akhir (simplisia, ekstrak, produk
atau produk herbal) agar mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan. Parameter –
parameter dalam standarisasi bahan obat alam dapat berupa parameter nonspesifik dan
parameter spesifik. Parameter non spesifik : berfokus pada aspek kimia, mikrobiologi,
dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan stabilitas, meliputi : kadar
air, cemaran logam berat, aflatoksin, dll. Parameter spesifik : berfokus pada senyawa
atau golongan senyawa yang bertanggungjawab terhadap aktivitas farmakologis.
Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa aktif. (Anonim, 2000)
Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk
yang diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat yang
berasal dari bahan alam. Salah satu penelitian yang telah dilakukan adalah pembuatan
ekstrak tumbuhan berkhasiat obat yang dilanjutkan dengan standardisasi kandungannya
untuk memelihara keseragaman mutu, keamanan, dan khasiatnya. Standarisasi
tumbuhan obat meliputi bahan awal, bahan antara, atau bahan produk jadi. Tumbuhan
sebagai bahan awal dianalogikan dengan komoditi bahan baku obat yang dengan
teknologi fitofarmasi diproses menjadi produk jadi. (Anonim, 2000)
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari
alam (tumbuhan dan hewan). Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis
yaitu jamu, jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal
medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam
bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional. (Heyne, 1987)
Salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat adalah
daun jambu biji (Psidium guajava L.) yang digunakan sebagai obat. Buah, daun dan
kulit batang jambu biji mengandung tanin, sedangkan pada bunganya tidak banyak
mengandung tanin. Selain itu daun Jambu biji juga mengandung zat lain seperti
flavonoid, terpenoid, polifenolat, alkaloid, minyak atsiri, asam guajaverin, vitamin
(Kartasapoetra G., 2006). Salah satu zat yang terkandung dalam tanaman jambu biji
(Psidium Guajava L) yang dapat digunakan sebagai obat antidiare adalah tanin.Tanin
merupakan senyawa polifenolik larut air dengan BM 500-3000 (Harborne, 1987).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
- Mikroskop - Krus
- Botol - Alat destilasi
- Batang pengaduk - Wadah uji KLT
- Kertas saring - Kertas abu
- Cawan - Bekerglas
- Erlenmeyer - Gelas ukur
- Pipet
B. Bahan
- Serbuk daun jambu biji - Etanol
- Aquadest - Toluen (xylen)
- HCl - Klorofom
- Quersetin - Fase gerak (kloroform, aseton, asam formiat)
- Fase diam (lempeng KLT ) - Sudan III

IV. CARA KERJA


I. Cara Kerja
A. Standarisasi Uji
1. Pengamatan Makroskopis dan makroskopis serbuk
2. Susut pengeringan

Timbang seksama 2 g simplisia dalam botol timbang bertutup yang telah ditara

Masukkan dalam ruang pengering, buka penutupnya,keringkan suhu 105 hingga


bobot tetap yaitu perbedaan penimbanganny tidak lebih 0,5 mg

Sebelum setiap pengeringan , biarkann botol dalam keadaan tertutup mendingin

3. Penetapan kadar air secara destilasi


Siapkan toluen jenuh air yang akan digunakan dengan dikocok ,biarkan memisah,
buang lapisan air

Bersihkan tabung penerima dan pendingin dengan asam pencuci, bilas dengan
air,kemudian keringkan dalam lemari pendingin

Timbang seksama sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 1-4 ml air ,


masukkan kedalam labu kering
Masukkan lebih kurang 200 ml toluen jenuh air ke dalam labu,pasang alat

Masukkan toluen jenuh air ke dalam tabung penerima melalui pendingin sampai
leher alat penampung,panaskan labu hingga toluen mendidih

Baca volume air setelah air dan toluen memisah sempurna.Hitung kadar air

4. Penetapan kadar abu total


Timbang seksama 2-3 gram bahan uji yang telah dihaluskan dan dimasukkan se
dalam kurs yang telah ditara,pijarkan perlahan –lahan hingga arang habis,
dinginkan dan timbang

Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam kurs yang sama

Masukkan filtrat kedalam kurs,uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap,kadar abu
total dihitung terhadap berat bahan uji

5. Penetapan kadar abu tidak larut asam


Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 ml HCL
pekat selama 5 menit

Kumpulkan bagian larut tidak larut asam ,saring melalui kertas saring bebas
abu,cuci dengan air panas,pijarkan dalam kurs hingga bobot tetap

Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitug terhadap berat bahan

6. Penetapan kadar sari larut etanol


Keringkan serbuk ,maserasi 5 g serbuk dengan 100 ml etanol 100ml etanol 95 %
menggunakan labu bersumbat sambil berkali kali dikocok
Saring cepat,kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan ,panaskan
sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap

Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol,dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan

7. Penetapan kadar sari larut air


Keringkan serbuk ,maserasi 5 g serbuk dengan 100 ml etanol 100 ml air jenuh
kloroform menggunakan labu bersumbat sambil berkali kali dikocok

Saring cepat,kemudian uapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan ,panaskan


sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap

Hitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol,dihitung terhadap bahan
yang telah dikeringkan

8. Pola kromatogram
B. Skrining Fitokimia
I.Preparasi sampel
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dipanaskan dalam 50 ml air suling dan dididihkan
selama 15 menit,kemudian disaring, dan diperoleh filtrat A.Filtrat A digunakan
untuk analisis senyawa flavanoid ,fenolik,dan tanin.

Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 2 ml n-heksana selama 2 jam,kemudian


disaring dan diperoleh filtrat B.Filtrat B digunakan untuk analisis senyawa minyak
atsiri,steroid dan triterpenoid

II.Prosedur identifikasi golongan senyawa :


1. Steroid/Terpenoid
Sebanyak 1 g sampel dimaserasi dengan 20 ml n –heksana selama 2 jam
,kemudian disaring dan diperoleh filtrat B

Sebanyak 5 ml filtrat B diuapkan dalam cawan penguap,sisanya dilarutkan asam


asetat anhidrida,lalu tambahkan 0,5 mL kloroform,lalu dituang dalam tabung
yang kering
Teteskan 1 ml asam sulfat dengan pipet.Hasil positif steroid ditunjukan dengan
terbentuknya warna biru sampai hijau.Terbentuknya warna merah sampai ungu
mnunjukkan positif terpenoid

2. Flavanoid
Sebanyak 5 mL Filtrat A dimasukkan kedalam tabung reaksi dan ditambakan
sebuk magneisum,10 ml asam hidroklorida pekat.

Jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu,menunjukkan adanya


flavanoid.Jika terjadi warna kuning jingga menunjukan flavon,kalkon,auron

3. Alkaloid
Sebanyak 500 mg serbuk Simplisia,tambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml
air,panaskan diatas penangas air,dinginkan dan saring.

Pindahkan masing masing 3 tetes filtrat pada dua kaca arloji.Tambhakan 2 tetes
Mayer pada kaca arloji pertama dan 2 tetes bouchardat pada kaca arloji
kedua.Jika kedua percobaan tidak terjadi endapan,maka serbuk tidak
mengandung alkaloid

Jika dengan Mayer terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau


kuningyang larut dalam metanol dan dengan bochardat terbentuk endapan
menggumpal berwarna coklat sampai hitam berati alkaloid

Lanjutkan percobaan dengan mengocok sisa filtrat dengan 3 mL amonia pekat


dan 10 mL campuran 3 bagian volume eter dan 1 bagian volume kloroform
5. Glikosida Antrakuinon

Campur 200 mg serbuk simplisia dengan 5 mL asam sulfat encer ,didihkan


sebentar dan dinginkan
Ambil fase organik tambahkan natrium sulfat hidrat saring dan uapkan diatas
tangas air, larutkan sisa dalam sedikit asam klorida 2N

Tambahkan 10 mL benzen ,kocok,diamkan .Pisahkan lapisan benzen ,saring filtrat


berwarna kuning menujukan adanya antrakuinon
6.Saponin

Dan ditetesi asam klorida 2N ,buih tidak hilang

Sebanyak 0,5 gram serbuk tambahkan 10 mL air panas dinginkan dan kemudian
kocok kuat kuat selama 10 detik sampai terbentuk buih

7.Fenolik dan tanin

Sebanyak 15 mL filtrat A dibagi ke dalam tiga tabung reaksi

Tabung pertama ditambahkan besi (III) klorida . Hasil positip fenolik ditunjukan
dengan terbentuknya warna hijau ,violet atau hitam sedangkan positif tanin
ditujukan dengan larutan bewarna biru atau hijau

V. HASIL
1. Identitas Tanaman
Nama Latin : Psidium guajava L.
Nama Daerah : Jambu biji, jambu batu, galiman, biawas, jambu krutuk,
kojabas
Bagian Tanaman : Daun
Sistematika Tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L.

2. Makroskopis dan Mikroskopis


a. Makroskopis
Pengamatan Literatur Simplisia (Materia Medika)
Daun tunggal bertangkai pendek, helai daun
Bentuk Serbuk
bundar menjorong
Aroma Khas aromatic Khas aromatic
Bagian atas hijau tua dan bagian bawah hijau
Warna Hijau keabuan
muda
Rasa Khelat Khelat

b. Mikroskopis

Rambut penutup Epidermis dengan mesofil bagian atas

Epidermis bawah dg stomata tipe


Kristal Ca Oksalat
anomositik
Rambut Penutup

3. Susut Pengeringan dan Kadar Air


a) Metode Susut Pengeringan dengan Oven
HASIL

Waktu Masuk Oven 22 Februari 2019


Bobot Wadah Kosong 4,706 g
Bobot Wadah Dan
6,707 g
Serbuk
Bobot Serbuk Awal 2,001 g
Bobot Pengeringan Bobot wadah + serbuk
Jarak waktu (jam)
dan Jarak Waktu kering (g)
1 6,707 -

6,528 4 jam
2
6,4906 16 jam
3
6,4307 23 jam
4
6,429 47 jam
5
6,425 71 jam
6
6,417 95 jam
7
6,408 143 jam
8
6,398 167 jam
9
Bobot Serbuk Akhir 1,692 g
(𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛 − 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛)
= 𝑥100
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
Susut Pengeringan
(2,001 − 1,692)
= 𝑥100%
2,001
=15,44%

b) Kadar Air secara Destilasi


HASIL

Volume Air 10 ml
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑎𝑖𝑟 1,8 𝑚𝑙
Kadar Air 𝑥100% = 𝑥 100% = 8,96 % < 10%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑒𝑟𝑏𝑢𝑘 20,034 𝑔

4. Penetapan Kadar Sari


Batasan Kadar Sari Larut Air
: ≥18,2% (Depkes RI 2008)
Teoritis
Batasan Kadar Sari Larut Etanol
: ≥15% (Depkes RI 2008)
Teoritis

Kadar Sari Larut Air Kadar Sari Larut Etanol


Bobot Serbuk 5,1029 g 5,115 g
Bobot Sari 0,249 g 0,105 g
0,249 𝑔 0,105 𝑔
Perhitungan Kadar Sari 𝑥100% = 4,88% 𝑥100% = 2,05%
5,102 𝑔 5,115 𝑔

5. Kadar Abu
Batasan Kadar Abu Total Teoritis : ≤ 9%
Batasan Kadar Abu Tidak Larut : ≤ 4,5%
Asam Teoritis

Kadar Abu Total Kadar Abu Tidak Larut


Asam
Bobot Kurs 26,355 g 26,355 g
Bobot Kurs + 29,625 g -
Serbuk
Bobot Serbuk 3g -
Bobot Kurs+Abu 26, 514 g 26,154 g

Bobot Abu 0,159 g


0,159 𝑔 0,008
Kadar Abu Total 𝑥100% = 4,86% 𝑥100% = 5,03%
3,27 𝑔 0,159

6. Pola Kromatogram
Fase diam : Silika gel
Fase gerak : Kloroform : Aseton : Asam formiat

Kode Warna noda


Rf Hasil
bercak UV 254 nm UV 366 nm
Sampel 0,32 Positif
mengandung
Baku 0,34 flavonoid
kuersetin

7. Identifikasi Golongan Senyawa

Kandungan
Hasil Interpretasi
senyawa
Triterpen/Steroid Berwarna merah (+) Terbentuk cincin merah kecoklatan
(+) fFavonoid : merah jingga sampai
Berwarna merah pada merah ungu
Flavonoid
lapisan amil (+) Flavon, kalkon, auron : kuning
jingga
Terbentuk lapisan
Glikosida benzene yg tidak (+) Lapisan air berwarna merah dan
Antrakuinon berwarna dan lapisan lapisan benzene tidak berwarna
air berwarna merah
(+) Terbentuk buih yg mantap dan
Menghaiislkan buih yg
Saponin tidak hilang dengan penambahan HCl
konstan
2N
(+) Fenolik : warna hijau, violet, hitam
Berwarna hijau
(+) Tanin : larutan biru kehitaman
Fenolik/Tanin kehitaman → tannin
(tannin galat), hijau kehitaman (tannin
katekol
katekol)
Endapan kuning larut (+) Terbentuk endapan putih kuning
Alkaloid
dalam metanol yang larut methanol

VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini yaitu melakukan standarisasi bahan alam
menggunakan sampel simplisia daun jambu biji (Psidium guajava). Dari
pengujian ini dilakukan standarisasi secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif meliputi pengujian organoleptic, makroskopik, mikroskopik, histokimia
dan identifikasi kimia terhadap senyawa yang tersari. Sedangkan, analisis
kuantitatif meliputi kadar sari larut etanol, kadar sari larut air, kadar abu, susut
pengeringan, kadar air dan kadar abu tidak larut asam.
Analisis kualitatif organoleptic berupa bau khas aromatic, warna serbuk hijau,
rasanya khelat, dan simplisianya berbentuk serbuk. Pengujian mikroskopik
diperoleh rambut penutup yang berbentuk kerucut ramping agak berbengkok,
epidermis dengan mesofil bagian atas terdiri dari satu sel pipih dan jaringan air
terdiri dari 2-3 lapis sel yang lebih besar, selain itu juga diperoleh hablur kalsium
oksalat dan epidermis bawah dengan stomata tipe anomositik. Bagian-bagian
tersebut sesuai dengan beberapa ciri dari daun jambu biji secara teoritis. Pengujian
histokimia dilakukan dengan sudan 2 untuk mendeteksi adanya minyak atsiri pada
daun jambu biji diperoleh hasil berwarna merah saat pengamatan secara
mikroskopik.
Analisis kuantitatif untuk penetapan kadar sari larut etanol dan sari larut air
dibuat dengan dimaserasi masing-masing 5 g selama 24 jam dalam 100 ml etanol
untuk sari etanol dan 100 ml air jenuh kloroform untuk sari air. Dari hasil
pengujian ini diperoleh kadar sari larut etanol 2,05% dan kadar sari larut air
4,88%. Hasil ini terlalu kecil sehingga tidak sesuai secara teoritis. Ketidaksesuaian
kadar dimungkinkan karena saat pengeringan terlalu kering sehingga banyak
serbuk yang menyusut dan kadarnya menjadi kecil. Selanjutnya pengujian kadar
abu dengan tujuan senyawa organic akan habis terbakar sedangkan abu yang
tersisa hanya senyawa anorganik, pengujian ini dibuat dengan cara sebanyak 2
gram serbuk yang dimasukan krus dengan cara dipanaskan menggunakan mavel
pada suhu 600°C didapat kadar abu 4,86%, hasil ini sesuai dengan teoritis yaitu
tidak lebih dari 9%. Kemudian dilakukan pengujian kadar air didapat hasil sebesar
8,98%. Hasil tersebut sangat baik karena simplisia yang baik tidak mengandung
air lebih dari 10%. Pengujian susut pengeringan juga dilakukan dalam percobaan
ini yaitu menggunakan metode gravimetric/oven dengan sampel 2 gram daun
jambu biji dioven pada suhu 105°C hingga bobotnya tetap, dikatakan tetap apabila
perbedaan bobot tidak melebihi 0,5 mg. Namun saat pengujian ini diperoleh hasil
penimbangan yang tidak konstan dan diperoleh 15,44%, hasil ini menunjukan
bahwa simplisia terlalu banyak menyusut padahal secara teoritis tidak boleh
melebihi 10%. Ini diakibatkan beberapa factor seperti kondisi listrik mati, jarak
penimbangan yang terlalu jauh, dan serbuk panas mungkin menyerap air saat
penimbangan sehingga bobotnya bertambah. Yang terakhir yaitu pengujian abu
tidak larut asam, pengujian ini merupakan lanjutan dari penetapan kadar abu total.
Kadar abu yang didapat dilanjutkan untuk menetapkan kadar abu yang tidak larut
asam dengan mendidihkannya dengan 25 ml HCl encer selama 5 menit.
Kumpulkan bagian yang tidak larut asam, saring melalui kertas saring bebas abu.
Kemudian abukan lagi dengan mavel sehingga didapat kadar abu tidak larut asam
sebesar 5,03%.
Pengujian KLT dilakukan dengan fase diam silica gel, fase gerak terdiri dari
kloroform:aseton:asam format. Pengujian ditambahkan pereaksi flavonoid
(quersetin). Setelah di uji menghasilkan Rf sampel daun jambu biji 0,32 cm dan
baku pembanding 0,34 cm. Hal ini dapat dikatakan bahwa daun jambu biji
terbukti mengandung adanya quersetin, karena nilai Rf keduanya hamper sama.
Pada uji skrining fitokimia tanaman atau bagian tanaman diuji dengan
menggunakan uji tabung. Tujuan melakukan skrining fitokimia pada daun jambu
biji (Psidium guajava) yaitu untuk mengetahui apakah daun jambu biji
mengandung senyawa golongan flavonoid, antrakinon, saponin,
steroid/triterpenoid, alkaloid, fenolik.
Daun Jambu Biji (Psidium guajava) harus diserbukkan atau dihaluskan
terlebih dahulu sebelum dilakukan skrining fitokimia. Hal ini bertujuan untuk
menghancurkan dinding sel yang sifatnya kaku sehingga senyawa target
(metabolic sekunder) yang berada dalam vakuola mudah diambil dan
memudahkan dalam pengujian. Daun jambu biji yang telah diserbuk direndam
atau dimaserasi dengan penambahan air panas, kemudian disaring. Filtrate yang
diperoleh, dibagi dalam beberapa tabung dan dilakukan uji steroid/triterpenoid,
flavonoid, alkaloid, glikosida antrakinon, saponin, fenolik dan tanin.
Pada uji steroid/triterpenoid, dilakukan dengan mengambil kurang lebih 1 ml
filtrate, ditambah dengan pereaksi Lieberman Burchard, setelah diamati terjadi
perubahan warna pada larutan menjadi warna merah. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada sampel daun jambu biji mengandung senyawa golongan triterpenoid.
Warna merah adalah warna komplementer. Reaksi pembentukan warna ini dapat
terjadi karena adanya gugus kromofor (gugus tak jenuh) yang disebabkan oleh
absorpsi panjang gelombang tertentu oleh senyawa organik.
Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai
glikosida dan aglikon flavonoid dengan rumus molekul C6C3C6. Pada uji
flavonoid, dilakukan dengan mengambil kurang lebih 1 ml filtrate, lalu
ditambahkan dengan serbuk magnesium dan asam klorida yang menghasilkan
buih yang terasa panas, lalu ditambahkan amil alcohol, kemudian dikocok. Setelah
diamati terbentuk lapisan berwarna merah pada lapisan amil bagian atas yang
menunjukkan bahwa sampel daun jambu biji positif mengandung senyawa
golongan flavonoid.
Pada uji alkaloid, dilakukan dengan mengambil kurang lebih 1 ml filtrate, lalu
ditambahkan dengan pereaksi Mayer, setelah diamati terbentuk endapan berwarna
kuning yang larut pada penambahan dengan etanol. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada sampel daun jambu biji positif mengandung senyawa alkaloid.
Pada uji glikosida antrakinon, dilakukan dengan mengambil kurang lebih 1 ml
filtrate, lalu ditambahkan dengan asam sulfat encer, benzene dan natrium
hidroksida, setelah diamati terbentuk lapisan benzene yang tidak berwarna dan
lapisan air yang berwarna merah. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada sampel
daun jambu biji, positif mengandung glikosida antrakinon.
Saponin merupakan komponen lipida polar yang bersifat ampifilik (memiliki
gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik). Pada uji saponin, dilakukan dengan
mengambil kurang lebih 1 ml filtrate, lalu ditambahkan dengan asam klorida,
setelah dikocok dan diamati terbentuk buih setinggi 1-10 cm. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sampel daun jambu biji positif mengandung saponin. Buih
tersebut terbentuk karena adanya gelembung-gelembung udara yang terjebak
dalam larutan. Saponin merupakan zat yang memiliki senyawa aktif permukaan.
Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh pemanasan
dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol, biasanya merupakan
derivate atau turunan dari asam garlic dan gula. Pada uji fenolik dan tannin
dilakukan dengan mengambil kurang lebih 1 ml filtrate, lalu ditambahkan dengan
besi (III) klorida, dimana jika terbentuk warna hijau, violet atau hitam
menunjukkan bahwa sampel tersebut positif mengandung fenolik. Sedangkan jika
terbentuk biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan bahwa sampel
tersebut postif mengandung tanin. Setelah dilakukan pengamatan, pada sampel
daun jambu biji menunjukkan bahwa pada larutan tersebut terjadi perubahan
warna menjadi hijau kehitaman yang berarti bahwa sampel daun jambu biji positif
mengandung tanin.

VII. KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan mahasiswa mendapatkan hasil penelitian
sebagai berikut :
1. Analisis kualitatif organoleptic berupa bau khas aromatic, warna serbuk hijau dan
rasanya khelat. Pada pengujian mikroskopik terdapat bagian-bagian yang sesuai
dengan beberapa ciri dari daun jambu biji secara teoritis yaitu diperoleh rambut
penutup yang berbentuk kerucut ramping agak berbengkok, epidermis dengan
mesofil bagian atas terdiri dari satu sel pipih dan jaringan air terdiri dari 2-3 lapis
sel yang lebih besar, adanya hablur kalsium oksalat dan epidermis bawah dengan
stomata tipe anomositik.
2. Pengujian kadar sari larut etanol dan kadar sari larut air masing-masing diperoleh
2,05% dan 4,88%. Hasil ini terlalu kecil sehingga tidak sesuai secara teoritis.
3. Pada pengujian kadar abu didapat kadar abu sebesar 4,86%, hasil ini sesuai
dengan teoritis yaitu tidak lebih dari 9%.
4. Pada pengujian kadar air didapat hasil sebesar 8,98%, hasil ini sangat baik karena
simplisia yang baik tidak mengandung air lebih dari 10%.
5. Pada pengujian susut pengeringan diperoleh hasil penimbangan yang tidak
konstan yaitu sebesar 15,44%, ini menunjukan bahwa simplisia terlalu banyak
menyusut padahal secara teoritis tidak boleh melebihi 10%.
6. Pada pengujian kadar abu tidak larut asam didapat hasil sebesar 5,03%.
7. Pada pengujian KLT menghasilkan nilai Rf sampel daun jambu biji 0,32 cm dan
nilai Rf baku pembanding flavonoid quersetin 0,34 cm. Hal ini dapat dikatakan
bahwa daun jambu biji terbukti mengandung adanya quersetin, karena nilai Rf
keduanya yang hampir sama.
8. Pada uji skrining fitokimia tanaman daun jambu biji (Psidium guajava) yaitu
didapatkan hasil positif untuk semua uji, yang artinya daun jambu biji
mengandung senyawa golongan flavonoid, antrakinon, saponin,
steroid/triterpenoid, alkaloid, dan fenolik.
Dari hasil di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa sudah mampu untuk
melakukan standarisasi bahan baku obat bahan alam.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Pengawasan Obat
Tradisional
Kartasapoetra, Ance Gunarsih. 2006. Klimatologi Pengeruh Iklim Terhadap
Tanah dan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara
Harborne, J B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Bandung: ITB Press
Hayne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Jakarta: Departemen Kehutanan

Anda mungkin juga menyukai