A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Fibrilasi atrium adalah distritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel
menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula
tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium
yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar ventrikel
biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan kebutuhan
misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009)
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal.
Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium
bekerja terus menerus menghantarkan implus ke nodus AV sehingga respon
ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan
umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
2. ETIOLOGI
a. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a) Penyakit jantung iskemik
b) Hipertensi kronis
c) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d) Perikarditis
e) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
b. Penyebab non kardiovaskuler
a) Kelainan metabolik :
Tiroksikosis
Alkohol akut/kronis
b) Penyakit pada paru
Emboli paru
Pneumonia
PPOM
Kor pulmonal
c) Gangguan elektrolit : hipokalemia, magnesium, dan calcium
d) Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
(Corwin, 2009)
3. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan
intervensi dikelompokkan menjadi;
Klasifikasi AF Keterangan
AF paroksimal AF ini dapat hilang dan timbul secara spontan, tidak lebih
dari beberapa hari tanpa intervensi.
a. Farmakologi
1) Rhythm control, Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.
Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan
propafenon).
Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi
dengan kardioversi dengan DC shock
2) Rate control
Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi
denyut Jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node
seperti : digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti
propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control
3) Profilaksis tromboemboli
Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan,
pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah terjadinya
tromboemboli.Pasien yang mempunyai kontraindikasi
terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
b. Non-farmakologi
1) Kardioversi
Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap
AF Paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya
penyakit yang Mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF
terjadi lebih dari 48 jam, Maka Harus diberikan antikoagulan selama 4
minggu sebelum kardioversi dan selama 3 Minggu setelah kardioversi
untuk mencegah terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat
dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah
dipastikan tidak terdapat trombus dengan transesofageal
ekhokardiografi.
2) Pemasangan pacu jantung (pacemaker)
Beberapa tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung
(pacemaker) Membuat alat pacu jantung yang khusus dibuat untuk
AF paroksismal.Penelitian Menunjukkan bahwa pacu jantung kamar
ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF
dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single
chamber).
3) Ablasi kateter
Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan
transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena
pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan
pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung
permanen
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keadaan umum
a) B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien Atrial Fibrilasi dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian
inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak didapatka bunyi napas
tambahan.
b) B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang terjadi pada klien Atrial Fibrilasi. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 2oo mmHg.
c) B3 (Brain)
Atrial Fibrilasi menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1. Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan kesadaran.
2. Fungsi serebri
a) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai bicara klien, observasi wajah, dan aktivitas motorik dimana
pada klien Atrial Fibrilasi tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami kerusakan otak, yaitu kerusakan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c) Kemampuan bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung
dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia resertif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada daerah posterior dari girus frontalis
inferior (area broca) didapatkan disfagia ekspresif dimana klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukkan
dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir
dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d) Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi
dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
d) B4 (bladder)
Setelah Atrial Fibrilasiklien ungkin mengalami inkontenensia urine
sementara kerena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Atrial Fibrilasi adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron
motor atas melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan otak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko penurunan curah jantung
b. Nyeri b.d agen injury biologis
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan kardiak output
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
3. INTERVENSI