Anda di halaman 1dari 16

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN (SAK)

PASIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Fibrilasi atrium adalah distritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi ventrikel
menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium mungkin pula
tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada kontraksi atrium
yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan keluar ventrikel
biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi peningkatan kebutuhan
misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009)
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal.
Aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium
bekerja terus menerus menghantarkan implus ke nodus AV sehingga respon
ventrikel menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan
umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
2. ETIOLOGI
a. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a) Penyakit jantung iskemik
b) Hipertensi kronis
c) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d) Perikarditis
e) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
b. Penyebab non kardiovaskuler
a) Kelainan metabolik :
Tiroksikosis
Alkohol akut/kronis
b) Penyakit pada paru
Emboli paru
Pneumonia
PPOM
Kor pulmonal
c) Gangguan elektrolit : hipokalemia, magnesium, dan calcium
d) Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
(Corwin, 2009)
3. KLASIFIKASI
a. Klasifikasi atrial fibrilasi berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan
intervensi dikelompokkan menjadi;

Klasifikasi AF Keterangan
AF paroksimal AF ini dapat hilang dan timbul secara spontan, tidak lebih
dari beberapa hari tanpa intervensi.

AF persisten AF ini tak dapat terkonversi secara spontan menjadi irama


sinus, sehingga diperlukan kardioversi untuk kembali ke
irama sinus, baik konversi farmakologik ataupun non
farmakologik.

AF permanen AF ini tak dapat dikonversi menjadi irama sinus.

b. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan


menjadi :
1) AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit
sistemik lainnya,
2) AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit
sistemik seperti gangguan tiroid.
c. Berdasarkan bentuk gelombang P yaitu dibedakan atas :
1) AFCoarse(kasar) jika bentuk gelombang P nya kasar dan masih
bias dikenali.
2) AFFine(halus) jika bentuk gelombang P halus hampir seperti garis
lurus
Sumber : (Levy, Camm, Saksena, 2003. Ed: Irmalita, Nani, Ismoyono,
Indriwanto, Hananto et al, 2009).
4. PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium di antara vena pulmonalis atau vena caval junctions merupakan
pencetus AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang
sinkron, namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat
menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas
triggered.Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan
menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek
(wavelets of reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF
tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga
menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan
amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan
flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan
tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan
adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.
Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik
(electrical remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen.
Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen
seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adequat memompa darah selama AF berlangsung.walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel,
dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %.
Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya
pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak
memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium
kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko
terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut
mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor
terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah
peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan
fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit,
koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.
PATHWAY
Penyakit kardiovaskuler: Penyakit non kardiovaskuler:

a. Penyakit jantung iskemik a. Kelainan metabolic


b. Hipertensi kronis b. Penyakit paru
c. Kelainan katub mitral (stenosis c. Gangguan elektrolit
mitral) d. Simpatomimetik obat-obatan dan
d. Pericarditis listrik

Adanya regangan akut Terbentuknya trigger Menghasilkan gelombang P


yang dijalarkan ke yang banyak dengan
miokard atrium berbagai ukuran, amplitudo
rendah

Terjadi penurunan Atrium tidak adekuat Inisisai lingkaran


Atrial Flow Velocitis memompa darah gelombang reentry yang
pendek

Ketidakefektifan Nyeri dada Resiko penurunan


perfusi jaringan Intoleransi aktivitas curah jantung
serebral

5. TANDA DAN GEJALA


Pasien umumnya memiliki keluhan :
a. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada)
b. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada),
c. Sesak napas/dispnea,
d. Pusing, atau
e. Sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju
ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
f. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas
Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National
Collaborating Center for Chronic Condition, 2006).
Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya
karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik
terutama otak dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu
penyebab terjadinya serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).
6. KOMPLIKASI
a. Cardiac arrest / gagal jantung
b. Stroke
c. Dimensia
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi (udjianti, 2010):
a. Laboratorium :
1) Darah rutin : Hb, Hmt, Trombo.
2) TSH ( penyakit gondok ),
3) Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
4) Elektrolit : K, Na, Ca, Mg
5) PT/APTT
b. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostic AF
1) Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi
(biasnormal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
2) Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan
3) Interval segmen PR tidak dapat diukur
4) Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
c. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor
pulmonal.
d. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow
dan
e. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
8. PENATALAKSANAAN
AF paroksismal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan
pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan
laju denyut ventrikular (rate control) saja.
Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu :
a. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli,
b. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal, dan Memperbaiki
irama yang tidak teratur.

Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)


RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:

a. Farmakologi
1) Rhythm control, Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.
Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan
propafenon).
Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi
dengan kardioversi dengan DC shock
2) Rate control
Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi
denyut Jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node
seperti : digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti
propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control
3) Profilaksis tromboemboli
Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan,
pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah terjadinya
tromboemboli.Pasien yang mempunyai kontraindikasi
terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
b. Non-farmakologi
1) Kardioversi
Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap
AF Paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya
penyakit yang Mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF
terjadi lebih dari 48 jam, Maka Harus diberikan antikoagulan selama 4
minggu sebelum kardioversi dan selama 3 Minggu setelah kardioversi
untuk mencegah terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat
dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah
dipastikan tidak terdapat trombus dengan transesofageal
ekhokardiografi.
2) Pemasangan pacu jantung (pacemaker)
Beberapa tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung
(pacemaker) Membuat alat pacu jantung yang khusus dibuat untuk
AF paroksismal.Penelitian Menunjukkan bahwa pacu jantung kamar
ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF
dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single
chamber).
3) Ablasi kateter
Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan
transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena
pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan
pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung
permanen
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keadaan umum
a) B1 (breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak
napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan. Auskultasi didapatkan bunyi napas tambahan seperti ronkhi
pada klien dengan peningkatan produksi secret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering didapatkan pada klien Atrial Fibrilasi dengan
penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian
inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil
premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi tidak didapatka bunyi napas
tambahan.
b) B2 (blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang terjadi pada klien Atrial Fibrilasi. TD biasanya terjadi
peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD > 2oo mmHg.
c) B3 (Brain)
Atrial Fibrilasi menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pemerikasaan terfokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1. Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar
dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran
klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif
untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan. Beberapa sistem
digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan
dan kesadaran.
2. Fungsi serebri
a) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,
nilai bicara klien, observasi wajah, dan aktivitas motorik dimana
pada klien Atrial Fibrilasi tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
b) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan
memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan
kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien
mengalami kerusakan otak, yaitu kerusakan untuk mengenal
persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.
c) Kemampuan bahasa : penurunan kemampuan bahasa tergantung
dari daerah lesi yang mempengaruhi fungsi dari serebri. Lesi pada
daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus
temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia resertif,
yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa
tertulis. Sedangkan lesi pada daerah posterior dari girus frontalis
inferior (area broca) didapatkan disfagia ekspresif dimana klien
dapat mengerti, tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan
bicaranya tidak lancar. Disartria (kesulitan berbicara) ditunjukkan
dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh
paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya) seperti terlihat ketika klien mengambil sisir
dan berusaha untuk menyisir rambutnya.
d) Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal
kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak. Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang
motivasi, yang menyebabkan klien ini menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka. Depresi umum terjadi
dan mungkin diperberat oleh respons alamiah klien terhadap
penyakit katastrofik ini. Masalah psikologis lain juga umum terjadi
dan dimanifestasikan oleh labilitas emosional, bermusuhan,
frustasi, dendam, dan kurang kerja sama.
d) B4 (bladder)
Setelah Atrial Fibrilasiklien ungkin mengalami inkontenensia urine
sementara kerena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena
kerusakan kontrol motorik dan postural.
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,
mual, dan muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan
dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan
masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya inkontinensia
alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
f) B6 (Bone)
Atrial Fibrilasi adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan
kehilangan kontrol volunteer terhadap gerakan motorik. Karena neuron
motor atas melintas, gangguan control motor volunteer pada salah satu
sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan otak.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Resiko penurunan curah jantung
b. Nyeri b.d agen injury biologis
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d penurunan kardiak output
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
3. INTERVENSI

No Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi


1 Resiko penurunan curah NOC : NIC :
jantung  Cardiac Pump Cardiac Care
Definisi : Rentan terhadap effectiveness  Evaluasi adanya nyeri
ketidakadekuatan volume  Circulation Status dada (intensitas, lokasi,
jantung memompa darah untuk  Vital Sign Status durasi)
memenuhi kebutuhan Kriteria hasil:  Catat adanya disritmia
metabolism tubuh yang dapat  Tanda Vital dalam jantung
mengganggu kesehatan. rentang  Catat adanya tanda dan
normal (Tekanan darah, gejala penurunan cardiac
Batasan karakteristik : Nadi, respirasi) putput
 Aritmia, takikardia,  Dapat mentoleransi  Monitor status
bradikardia aktivitas, tidak ada pernafasan yang
 Palpitasi, oedem kelelahan menandakan gagal
 Kelelahan  Tidak ada edema paru, jantung
 Peningkatan/penurunan JVP perifer, dan tidak ada  Monitor balance cairan
 Distensi vena jugularis asites  Monitor respon pasien
 Kulit dingin dan lembab  Tidak ada penurunan terhadap efek
 Penurunan denyut nadi kesadaran pengobatan antiaritmia
perifer  Atur periode latihan dan
 Oliguria, kaplari refill lambat istirahat untuk
 Nafas pendek/ sesak nafas menghindari kelelahan
 Perubahan warna kulit  Monitor toleransi aktivitas
 Batuk, bunyi jantung S3/S4 pasien
 Kecemasan  Monitor adanya dyspneu,
fatigue, tekipneu dan
Factor yang berhubungan : ortopneu
 Perubahan frekuensi/irama  Anjurkan untuk
jantung menurunkan stress
 Perubahan kontraktilitas
Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor jumlah, bunyi
dan irama jantung
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
 Kelola pemberian obat
anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan
kontraktilitas jantung

2 Nyeri akut NOC : NIC :


Definisi : Pengalaman sensori  Pain Level, Pain Management
dan emosional tidak  pain control,  Lakukan pengkajian nyeri
menyenangkan berkaitan  comfort level secara komprehensif
dengan kerusakan jaringan termasuk lokasi,
actual atau potensial, atau yang Kriteria hasil: karakteristik, durasi,
digambarkan sebagai  Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
kerusakan (International nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
Association for the study of nyeri, mampu  Observasi reaksi
Pain); awitan yang tiba-tiba menggunakan tehnik nonverbal dari
atau lambat dengan intensitas nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
ringan hingga berat, dengan mengurangi nyeri,  Bantu pasien dan keluarga
berakhirnya dapat diantisipasi mencari bantuan) untuk mencari dan
atau diprediksi, dan dengan  Melaporkan bahwa menemukan dukungan
durasi kurang dari 3 bulan. nyeri berkurang dengan  Kontrol lingkungan yang
menggunakan dapat mempengaruhi nyeri
Batasan karakteristik manajemen nyeri seperti suhu ruangan,
 Posisi untuk menahan nyeri  Mampu mengenali pencahayaan dan
 Tingkah laku berhati-hati nyeri (skala, intensitas, kebisingan
 Gangguan tidur (mata sayu, frekuensi dan tanda  Kurangi faktor presipitasi
tampak capek, sulit atau nyeri) nyeri
gerakan kacau,  Menyatakan rasa  Kaji tipe dan sumber nyeri
menyeringai) nyaman setelah nyeri untuk menentukan
 Terfokus pada diri sendiri berkurang intervensi
 Fokus menyempit  Tanda vital dalam  Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi waktu, rentang normal farmakologi: napas dala,
kerusakan proses berpikir,  Tidak mengalami relaksasi, distraksi,
penurunan interaksi dengan gangguan tidur kompres hangat/ dingin
orang dan lingkungan)  Berikan analgetik untuk
 Tingkah laku distraksi, mengurangi nyeri
contoh : jalan-jalan,  Tingkatkan istirahat
menemui orang lain  Berikan informasi tentang
dan/atau aktivitas, aktivitas nyeri seperti penyebab
berulang-ulang) nyeri, berapa lama nyeri
 Respon autonom (seperti akan berkurang dan
diaphoresis, perubahan antisipasi
tekanan darah, perubahan ketidaknyamanan dari
nafas, nadi dan dilatasi prosedur
pupil)  Kolaborasi dengan dokter
 Perubahan autonomic jika ada keluhan dan
dalam tonus otot (mungkin tindakan nyeri tidak
dalam rentang dari lemah berhasil
ke kaku)  Monitor penerimaan
 Tingkah laku ekspresif pasien tentang
(contoh : gelisah, merintih, manajemen nyeri
menangis, waspada,
iritabel, nafas Analgesic Administration
panjang/berkeluh kesah)  Tentukan lokasi,
 Perubahan dalam nafsu karakteristik, kualitas, dan
makan dan minum derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Factor yang berhubungan :  Cek instruksi dokter
 Agen cedera ( mis, biologis, tentang jenis obat, dosis
kimia, fisik, psikologis) dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda dan
gejala

3 Perfusi jaringan cerebral NOC : NIC :


tidak efektif  Circulation status  Monitor TTV
 Neurologic status  Monitor AGD, ukuran
Batasan karakteristik :  Tissue Prefusion : pupil, ketajaman,
 Ganggu an status mental cerebral kesimetrisan dan reaksi
 Perubahan perilaku  Monitor adanya diplopia,
 Perubahan respon motorik Kriteria hasil: pandangan kabur, nyeri
 Perubahan reaksi pupil  Tekanan systole dan kepala
 Kesulitan menelan diastole dalam rentang  Mo nitor level
 Kelemahan atau paralisis yang diharapkan kebingungan dan
ekstrermitas  Tidak ada ortostatik orientasi
 Abnormalitas bicara hipertensi  Monitor tonus otot
 Komunikasi jelas pergerakan
Faktor yang berhubungan  Menunjukkan  Monitor tekanan
: konsentra si dan intrkranial dan respon
 Gangguan afinitas Hb orientasi nerologis
oksigen, penurunan  Pupil seimbang dan  Catat perubahan pasien
konsentrasi Hb, reaktif dalam merespon
Hipervolemia, Hipoventilasi,  Bebas dari aktivitas stimulus
gangguan transport O2, kejang  Monitor status cairan
gangguan aliran arteri dan  Tidak mengalami nyeri  Pertahankan parameter
vena kepala hemodinamik
 Tinggikan kepala 0-45o
tergantung pada konsisi
pasien dan order medis

4 Intoleransi aktivitas Noc : NIC :


Definisi: Ketidakcukupan  Energy conservation Energy management
energy psikologis atau fisiologis  Activity tolerance  Observasi adanya
untuk melanjutkan atau  Self Care : ADLs pembatasan klien dalam
menyelesaikan aktivitas melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang Dengan Kriteria Hasil :  Kaji adanya factor yang
harus atau yang ingin  Berpartisipasi dalam menyebabkan kelelahan
dilakukan. aktivitas fisik tanpa  Monitor nutrisi dan sumber
disertai peningkatan energy yang adekuat
Batasan karakteristik : tekanan darah, nadi dan  Monitor pasien akan
 Melaporkan secara verbal RR adanya kelelahan fisik dan
adanya kelelahan atau  Mampu melakukan emosi
kelemahan aktivitas sehari hari  Monitor respon
 Respon abnormal dari (ADLs) secara mandiri kardiovaskuler terhadap
tekanan darah atau nadi  Tanda-tanda vital normal aktivitas
terhadap aktivitas  Status kardiopulmonari  Monitor pola tidur dan
 Perubahan EKG yang adekuat lamanya tidur/istirahat
menunjukkan aritmia atau  Status respirasi: pasien
iskemia pertukaran gas dan
 Adanya dyspnea atau ventilasi adekuat Activity Therapy
ketidaknyamanan saat  Kolaborasikan dengan
beraktivitas Tenaga Rehabilitasi Medik
 Ketidaknyamanan setelah dalammerencanakan
beraktivitas progran terapi yang tepat.
 Dipsnea setelah beraktivitas  Bantu klien untuk
 Menyatakan merasa letih mengidentifikasi aktivitas
 Menyatakan merasa lemah yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
Factor yang aktivitas konsisten yang
berhubungan : sesuai dengan
 Ketidakseimbangan antara kemampuan fisik, psikologi
suplai dan kebutuhan dan social
oksigen  Bantu untuk
 Kelemahan menyeluruh mengidentifikasi dan
 Gaya hidup yang mendapatkan sumber
dipertahankan yang diperlukan untuk
 Tirah baring atau imobilisasi aktivitas yang diinginkan
 Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
disukai
 Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan
diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
 Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
 Monitor respon fisik,
emosi, social dan spiritual

Anda mungkin juga menyukai