PEMBAHASAN
1
Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim. (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hal. 29
posisi ini. Penggolongan (tashzif); pengelompokkan sesuatu agar mudah
2
membedakannya antara yang satu dengan yang lainnya.
Jadi, pada dasarnya dakwah fardiyah merupakan salah satu metode dakwah
yang paling efektif, karena dakwah dilakukan oleh seorang da‟i (penyeru) kepada
orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al mad‟u pada keadaan
yang lebih baik dan diridhai oleh Allah. Sehingga seorang mad‟u dapat memperoleh
informasi (ilmu) yang banyak dan langsung bisa mengamalkannya. 3
2
Enjang AS. dan Aliyudin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), hal.
67
3
Ibid, hal. 68
maupun spiritual dari seseorang. Ia pun tidak mengharapkan imbalan baik dari
perorangan, jamaah, lembaga, atau pemerintah.
Sedangkan al mad‟u dalam dakwah fardiyah adalah orang tertentu yang telah
dipilih oleh da‟i berdasarkan pengetahuan dan pengamatannya karena orang tersebut
mempunyai tanda-tanda kebaikan, mau menerima dakwah, mencintai peraturan, dan
patuh melaksanakan kebaikan serta kemampuannya. Al mad‟u dalam dakwah
fardiyah selalu ditemani dan didekati. Dalam hal ini seorang da‟i berusaha menjalin
hubungan yang kuat yang melahirkan rasa persaudaraan semata-mata karena Allah.
Juru dakwah dalam dakwah fardiyah juga dituntut untuk senantiasa melayani
kepentingan al mad‟u tanpa menunggu permintaannya.
Selain itu, dalam dakwah fardiyah da‟i adalah “orang dakwah” dengan segala
makna dan penjabarannya, diantaranya:
1. Dia adalah orang yang mengerti fase-fase dakwah, mengetahui karakteristik tiap-
tiap fase dengan segala tuntutannya, mengetahui sasaran dan tujuan dakwah yang
hendak dicapainya, serta waktu yang sesuai dengannya.
2. Dia adalah orang yang mengetahui sasaran dakwah dan tujuan dakwah baik
fardiyah.
3. Dia adalah orang yang mengetahui kendala dan hambatan-hambatan di jalan
dakwah serta memiliki kemampuan untuk melewati semua penghalang demi
kelancaran dakwahnya.
4. Dia adalah orang yang mengetahui keadaan para penerima dakwah dengan
berbagai tingkatan dan sifat-sifat yang mereka miliki, serta mengetahui metode
dan sarana yang sesuai untuk mereka.
5. Dia adalah orang yang mengetahui kewajiban-kewajiban dirinya terhadap
penerima dakwah dalam semua situasi dan tahapan yang dilaluinya. 4
4
Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim. (Jakarta:
B. URGENSI DAKWAH FARDIYAH
1. Tujuan dan Sasaran Dakwah Fardiyah
Tujuan umum dakwah fardiyah ialah menumbuhkan dan mengembangkan
amal islami dan memperbaiki pelaksanaannya serta menjadikan para pelakunya
mampu memikul beban yang berat untuk mencari ilmu pengetahuan serta
membiasakan dan melaksanakan amal ini dalam lapangan yang berbeda-beda di
wilayah islam manapun.
Adapun tujuan dakwah secara terperinci dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
tujuan dakwah fardiyah bagi penerima dakwah, tujuan dakwah fardiyah bagi dakwah,
dan tujuan dakwah bagi da‟i.
a. Tujuan dakwah fardiyah bagi penerima dakwah diantaranya adalah:
1) Menanamkan pemahaman tentang urusan ad din.
2) Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan ruh (jiwa), akal, dan
jasmani al mad‟u.
3) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuannya untuk melakukan amal
sholeh.
4) Berusaha menjadikan al mad‟u sebagai da‟i.
b. Tujuan dakwah fardiyah bagi dakwah, di antaranya adalah:
5
Ibid, hal. 56
terletak pada fokus perhatian yang lebih terhadap mad‟u dan kesempatan memberi
pengaruh lebih besar, sehingga menjadi besar pula tingkat keberhasilan mengajak
orang ke jalan dakwah.
2. Strategi Memikat Hati Manusia Dalam Dakwah Fardiyah
Dalam menjalankan dakwah fardiyah seorang da‟i juga harus mengetahui
langkah-langkah atau yang harus ia lakukan, agar dakwahnya berhasil. Adapun di
antara langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
6
Fathi Yakan. Problematika Dakwah dan Para Dai. (Solo: Era Intermedia, 2004)
Komponen-komponen dakwah adalah semakna dengan komponen
komunikasi karena memang dakwah salah satu bentuk kaktiifitas komunikasi.
Komponen-komponenituadalah:
1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran (Q.S. Al „Ashr (103): 1 – 3).
Menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Allah bersumpah dengan waktu,
disaat mana dalam waktu itulah gerak dan kehidupan anak Adam berlangsung. Semua
manusia dalam kerugian dan kehancuran kecuali mereka yang beriman dengan
hatinya (dengan benar), dan orang-orang yang beramal shaleh dengan anggota
badannya (sebagai bukti iman), dan mereka yang saling member nasehat untuk
melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemungkaran serta mereka yang saling
menasehatkan untuk bersabar terhadap segala hambatan dan rintangan dalam rangka
ketaatan dan menyuruh yang baik dan mencegah dari yang mungkar.
Begitu pentingnya dan syumulnya Surat al-„Ashr ini, sampai-sampai Imam
Syafi‟i rahimahullah berkata: “Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas
makhluk-Nya kecuali surat ini, niscaya ia mencukupi mereka.”
Dari keterangan Ibnu Katsir di atas, maka dipahami bahwa setiap manusia
berada dalam kerugan dan, jalan keluar dari kerugian itu adalah saling menasehati
dalam kebenaran dan kesabaran, Ini bermakna seseorang harus berdakwah untuk
keluar dari kerugian.
Rasulullah bersabda:
Artinya:”Supaya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang ghoib, karena
orang yang hadir barangkali akan menyampaikan kepada rang yang lebih paham
daripada dirinya”. (H.R. Bukhori)
Artinya:”Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat”. (H.R. Bukhori) .
Artinya: ”Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia ubah
dia (kemungkaran itu) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia ubah dia
dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya
iman”. (H.R. Muslim), dan dalam riwayat lain disebutkan: “dan setelah itu tidak ada
keimanan sedikitpun barangseberatbijisawi”.
Dari tiga hadits tersebut di atas kita pahami bahwa kewajiban dakwah amar makruf
dan nahi mungkar adalah kewajiban setiap muslim, tentunya sebatas kemampuannya.
Karena barang siapa yang tidak perhatian dengan dakwah Islamiyyah dan upaya
perubahan dari keburukan menuju kebaikan, maka dikatakan tidak ada lagi keimanan
padanya. Dengan demikian pelaksanaan dakwah merupakan tanda adanya keimanan
dan keislaman di dada seorang hamba.
Adapun pelaksanaan dakwah secara kolektif atau jama‟i, dilihat dari sisi da‟i, dapat
dipahami dari ayat Al-Qur‟an, diantaranya:
ُ ۡل َو ُ َو َو َو ۡل ۡل َو ۡل َو َو ۡل ُ ُ َو َو َو ٞ ُ ُ ُ ۡل
ٱ ُهنن َو أ ْ َٰٓلئك ه ُم ٱ َوه ۡل ُ و َو َو ۡلن َوه ۡلون َوعو ن ٱ َو ۡلَوكو ِّقننك ۡلم أ َّنة َو ۡلد ُعون إَل
Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung."( Q.S. Ali „Imran:104).
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar
ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Dalam praktek tidak jarang dua metode tersebut digabungkan menjadi satu.
Misalnya seorang da‟i yang ditugaskan oleh sebuah instansi atau lembaga dakwah
untuk mengadakan pendekatan persuasive kepada seorang tokoh atau mad‟u lainnya
dengan dakwah fardiyah. Maka proses dialog, diskusi langsung biasanya banyak
ditempuh untuk seorang cental public tersebut. Dalam dakwah fardiyah kemampuan
komunikasi verbal da‟i mempunyai peran yang sangat penting. Demikian pula
tsaqafah yang luas dari da‟i sangat dibutuhkan. Karena di saat itulah terjadi proses
argumentasi yang tidak menutup kemungkinan akan sangat alot. Karena itulah M
Natsir dalam “Fiqh Dakwah” menyebutkan salah satu bekal da‟i adalah persiapan
ilmiah. Persiapan ini meliputi:
1) tafaqquh fi al-din,
2) tafaqquh fi al-nas,
3) bahasa al-Qur‟an
4) bahasapengantar.
Dakwah Islamiyah merupakan kewajiban yang akan senatiasa lekat pada pundak
setiap muslim selagi hayat dikandung badan. Pelaksaan kewajiban ini akan sangat
berfariasi sesuai dengan keadaan dan waqi‟ yang dihadapi oleh da‟i. Ada yang
dilakukan dengan cara individual approach, ada yang melalui collective approach.
Hal ini sebagai bukti iman hamba kepada Allah dan sebagai hujjah di akherat kelak.
Semoga Allah menjadikan kita istiqamah di jalan-Nya. Amiin.
Dakwah fardiyah dan dakwah jam‟iyah masing-masing berasal dari dua kata yaitu
dakwah, kemudian diberi sifat fardiyah dan jam‟iyah. Dakwah berarti aktifitas
mengajak obyek dakwah kepada hal yang diinginkan oleh penyeru dakwah. Secara
khusus dipahami dakwah adalah Dakwah Islamiyah yaitu mengajak manusia untuk
mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya. Secara bahasa fardiyah adalah sendiri sendiri,
sesuatu yang sifatnya pribadi, suatu aktifitas yang pelaksanaannya bersifat personal.
Sedangkan jam‟iyah berarti berkelompok, bersifat masal, suatu aktifitas yang
dikerjakan secara bersama-sama. Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya
“Dakwah Fardiyah: Membentuk Pribadi Muslim” mengatakan bahwa dakwah
fardiyah adalah “ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da‟i
(penyeru kepada orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al
mad‟uw pada keadaan yang lebih baik dan diridhai Allah”.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi
Muslim. (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hal. 29
[2] Enjang AS. dan Aliyudin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. (Bandung: Widya
Padjajaran, 2009), hal.
67
[3] Ibid, hal. 68
[4] Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi
Muslim. (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hal. 56