Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN

A. HAKIKAT URGENSI DAKWAH FARDIYAH


1. Pengertian Dakwah Fardiyah
Dakwah fardiyah sebagai antonim dari dakwah jama‟iyah atau „ammah yaitu
berupa ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan oleh seorang da‟i (penyeru)
kepada orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al mad‟u pada
keadaan yang lebih baik dan diridhai oleh Allah.1
Selain itu Shaqr mengemukakan definisi dakwah fardiyah ialah penyampaian
ajaran Islam yang ditujukan kepada seseorang secara berhadapan dan bisa terjadi
dengan tidak dirancang terlebih dahulu. Dengan definisi ini dakwah fardiyah berarti
interaksi seorang da‟i dengan seorang mad‟u yang berlangsung secara tatap muka
dan dialogis sehingga respon mad‟u terhadap pesan dan diri da‟i dapat diketahui
seketika baik secara positif maupun negatif.
Tahapan dakwah fardiyah di antaranya: Pertama Mafhum fakwah: usaha
seorang da‟i mengenal dan menjaga hubungan baik dengan mad‟u untuk dituntun ke
jalan Allah. Kedua Mafhum haraki (gerakan): menjalin hubungan dengan masyarakat
umum, kemudian memilih salah seorang dari mereka untuk membina hubungan lebih
dekat, menampakkan kecintaan dan perhatian. Ketiga Mafhum Tanzimi meliputi:
pengarahan (tanzih) berupa bimbingan seorang da‟i kepada mad‟u dalam rangka
berdakwah kepada Allah untuk membantu memahami keadaan dirinya, memahami
persoalan-persoalan dan hambatan-hambatan yang dihadapinya, menunjukkan dengan
cara halus tentang kemampuan dan kelebihan yang ia miliki. Penegasan (tanzif);
dalam hal ini da‟i membantu penerima dakwah untuk menentukan tempatnya dalam
alam islami serta menunjukkan kepadanya kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi

1
Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim. (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hal. 29
posisi ini. Penggolongan (tashzif); pengelompokkan sesuatu agar mudah
2
membedakannya antara yang satu dengan yang lainnya.

Perubahan dan perpindahan tersebut adakalanya dari kekafiran kepada


keimanan, dari kesesatan dan kemaksiatan kepada petunjuk dan ketaatan, dari sikap
amaniyah (individualisme) kepada sikap mencintai orang lain, mencintai amal jama‟i
atau kerja sama, dan senang kepada jamaah. Atau adakalanya memindahkannya dari
sikap acuh tak acuh dan tidak peduli menjadi sikap komitmen terhadap islam, baik
akhlaknya, adabnya, dan manhaj (sistem) kehidupannya, yang sudah tentu
perpindahan ini menuju arah yang lebih baik dan lebih diridhoi Allah SWT.

Jadi, pada dasarnya dakwah fardiyah merupakan salah satu metode dakwah
yang paling efektif, karena dakwah dilakukan oleh seorang da‟i (penyeru) kepada
orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al mad‟u pada keadaan
yang lebih baik dan diridhai oleh Allah. Sehingga seorang mad‟u dapat memperoleh
informasi (ilmu) yang banyak dan langsung bisa mengamalkannya. 3

Juru dakwah dalam dakwah fardiyah memiliki kelebihan khusus, ia harus


mempunyai skill tersendiri yang memungkinkannya untuk mendidik orang lain,
sesuai metode tarbiyah yang telah kita kenal yaitu pengarahan, perencanaan,
konsolidasi, penugasan, pemantapan, dan pewarisan. Seorang juru dakwah tidak akan
mampu melakukan semua ini kecuali jika dia memiliki keahlian dan kelebihan dalam
lapangan amaliah islami pada umumnya dan dalam lapangan dakwah pada
khususnya. Tugas yang dijalankan dalam dakwah fardiyah haruslah semata-mata
mencari ridho Allah. Ia tidak perlu menunggu atau mengharap keuntungan material

2
Enjang AS. dan Aliyudin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. (Bandung: Widya Padjajaran, 2009), hal.
67

3
Ibid, hal. 68
maupun spiritual dari seseorang. Ia pun tidak mengharapkan imbalan baik dari
perorangan, jamaah, lembaga, atau pemerintah.

Sedangkan al mad‟u dalam dakwah fardiyah adalah orang tertentu yang telah
dipilih oleh da‟i berdasarkan pengetahuan dan pengamatannya karena orang tersebut
mempunyai tanda-tanda kebaikan, mau menerima dakwah, mencintai peraturan, dan
patuh melaksanakan kebaikan serta kemampuannya. Al mad‟u dalam dakwah
fardiyah selalu ditemani dan didekati. Dalam hal ini seorang da‟i berusaha menjalin
hubungan yang kuat yang melahirkan rasa persaudaraan semata-mata karena Allah.
Juru dakwah dalam dakwah fardiyah juga dituntut untuk senantiasa melayani
kepentingan al mad‟u tanpa menunggu permintaannya.

Selain itu, dalam dakwah fardiyah da‟i adalah “orang dakwah” dengan segala
makna dan penjabarannya, diantaranya:
1. Dia adalah orang yang mengerti fase-fase dakwah, mengetahui karakteristik tiap-
tiap fase dengan segala tuntutannya, mengetahui sasaran dan tujuan dakwah yang
hendak dicapainya, serta waktu yang sesuai dengannya.
2. Dia adalah orang yang mengetahui sasaran dakwah dan tujuan dakwah baik
fardiyah.
3. Dia adalah orang yang mengetahui kendala dan hambatan-hambatan di jalan
dakwah serta memiliki kemampuan untuk melewati semua penghalang demi
kelancaran dakwahnya.
4. Dia adalah orang yang mengetahui keadaan para penerima dakwah dengan
berbagai tingkatan dan sifat-sifat yang mereka miliki, serta mengetahui metode
dan sarana yang sesuai untuk mereka.
5. Dia adalah orang yang mengetahui kewajiban-kewajiban dirinya terhadap
penerima dakwah dalam semua situasi dan tahapan yang dilaluinya. 4

4
Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim. (Jakarta:
B. URGENSI DAKWAH FARDIYAH
1. Tujuan dan Sasaran Dakwah Fardiyah
Tujuan umum dakwah fardiyah ialah menumbuhkan dan mengembangkan
amal islami dan memperbaiki pelaksanaannya serta menjadikan para pelakunya
mampu memikul beban yang berat untuk mencari ilmu pengetahuan serta
membiasakan dan melaksanakan amal ini dalam lapangan yang berbeda-beda di
wilayah islam manapun.

Adapun tujuan dakwah secara terperinci dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
tujuan dakwah fardiyah bagi penerima dakwah, tujuan dakwah fardiyah bagi dakwah,
dan tujuan dakwah bagi da‟i.
a. Tujuan dakwah fardiyah bagi penerima dakwah diantaranya adalah:
1) Menanamkan pemahaman tentang urusan ad din.
2) Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan ruh (jiwa), akal, dan
jasmani al mad‟u.
3) Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuannya untuk melakukan amal
sholeh.
4) Berusaha menjadikan al mad‟u sebagai da‟i.
b. Tujuan dakwah fardiyah bagi dakwah, di antaranya adalah:

1) Memperdalam pemahaman dakwah Ilallah.


2) Memantapkan dalam jiwa, akal, dan kehidupan manusia.
3) Memperkokoh potensi dakwah dalam berbagai sektor.
4) Memperkokoh gerakan dan kemampuan dakwah agar menarik dan memikat.
5) Membuat fondasi dakwah yang kokoh.
6) Pembinaan individu yang memiliki ilmu-ilmu khusus.

Gema Insani Press, 1995), hal. 56


7) Membentuk pribadi yang soleh untuk mengisi kekosongan dalam amal islami
umumnya dan dalam aktivitas dakwah khususnya.
c. Tujuan dakwah fardiyah bagi da‟i, di antaranya adalah:
1) Membekali da‟i dengan ilmu pengetahuan.
2) Meningkatkan ketrampilan dan kepandaian da‟i.
3) Menaggulangi berbagai ujian.
4) Memperbanyak kesempatan amal bagi da‟i.
5) Pergaulan da‟i dan mad‟u akan menumbuhkan perasaan dan semangat
untuk melakukan amalan baik.
6) Memberikan kesempatan kepada da‟i untuk melakukan pewarisan dan pelatihan. 5

Adapun sarana dakwah fardiyah banyak macamnya yang dapat digunakan


secara bertahap sesuai dengan tahapan pendekatan Da‟i terhadap Individu mad‟unya.
Dalam bentuk tatap muka misalnya (Liqo‟), seorang da‟i dakwah fardiyah bisa
memanfaatkan pertemuan dengan membaca al-Qur‟an, mengkaji hadits atau sirah,
pertemuan tersebut sedapat mungkin dicarikan waktu dan tempatnya yang cocok, bisa
juga memanfaatkan pertemuan di Halaqah (ta‟lim) Masjid, seminar Ilmiah, atau
dengan mengajaknya ke Rumah makan, dalam bentuk yang lebih sederhana sarana
Dakwah fardiyah bisa dengan menghadiahkan sebuah buku yang bermuatan fikrah
Islam, sehingga pada pertemuan berikutnya bisa didiskusikan hasil dari bacaan buku
tersebut. Semua hal tersebut di atas adalah sebagian dari sarana-sarana dakwah
fardiyah. Adapun selebihnya seorang da‟i dengan kecerdasannya dapat
mengeksplorasi dan mengembangkan sarana-sarana lainnya lebih banyak lagi.

Dakwah fardiyah bila dijalankan dengan baik dan sungguh-sungguh maka ia


akan menjadi sarana yang paling efektif, paling kuat pengaruhnya, dan paling
terjamin kualitasnya terhadap individu mad‟u, keistimewaan Dakwah fardiyah

5
Ibid, hal. 56
terletak pada fokus perhatian yang lebih terhadap mad‟u dan kesempatan memberi
pengaruh lebih besar, sehingga menjadi besar pula tingkat keberhasilan mengajak
orang ke jalan dakwah.
2. Strategi Memikat Hati Manusia Dalam Dakwah Fardiyah
Dalam menjalankan dakwah fardiyah seorang da‟i juga harus mengetahui
langkah-langkah atau yang harus ia lakukan, agar dakwahnya berhasil. Adapun di
antara langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

Langkah Pertama: Berupaya untuk membina hubungan dan mengenal setiap


orang yang hendak didakwahi dan membangunnya dengan baik. Upaya ini untuk
menarik simpati darinya agar hatinya lebih terbuka dan siap menerima perbincangan
yang dapat diambil manfaat sehingga pembicaraan berikutnya dapat berlangsung
terus. Pembinaan hubungan dengannya dilakukan secara intens sehingga obyek
dakwah mengenal orang yang mengajaknya sebagai orang yang enak untuk berteman
dan berkomunikasi.

Langkah Kedua: Membangkitkan iman yang mengendap dalam jiwa.


Pembicaraan hendaklah tidak langsung diarahkan pada masalah iman, namun
sebaiknya berjalan secara tabi‟i, seolah-olah tidak disengaja dengan memanfaatkan
momen tertentu untuk memulai mengajaknya berbicara tentang persoalan keimanan.
Melalui pembicaraan yang tabi‟i persoalan yang dipaparkan akan mudah
mendapatkan sambutan. Dari sambutan yang disampaikannya mengenai beberapa hal
dapat ditindak lanjuti dengan meningkatkan gairah keimanannya. Gairah keimanan
yang timbul darinya akan mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya. Dari
situlah muncul perhatian yang besar terhadap masalah-masalah keislaman dan
keimanan.

Langkah Ketiga: Membantu memperbaiki keadaan dirinya dengan


mengenalkan perkara-perkara yang bernuansa ketaatan kepada Allah dan bentuk-
bentuk ibadah yang diwajibkan. Pada tahap ini perlu pula dibekali dengan bahan-
bahan bacaan dari referensi yang sederhana, seperti Dasar-dasar Islam, Prinsip-
prinsip Islam (Abul „Alaa Al Maududi) dan lain-lainnya. Di samping bahan-bahan
bacaan juga perlu diperkenalkan dengan lingkungan yang baik dan komunitas
masyarakat yang shalih agar dapat menjaga nilai-nilai yang telah tertanam dan
meneladani kehidupan orang shalih. Mutabaah dan pemantauan dalam tahap ini
memerlukan kesabaran yang tinggi sehingga dapat membimbing perjalanannya di
atas jalan dakwah dan terhindar dari faktor-faktor yang buruk.

Langkah Keempat: Menjelaskan tentang pengertian ibadah secara syamil


agar memiliki kepahaman yang shahih tentang ibadah disertai niat yang benar dan
berdasarkan syara‟. Pemahaman yang tidak sempit terhadap ibadah. Ibadah bukan
sebatas rukun Islam yang empat saja (shalat, puasa zakat dan haji). Akan tetapi
pengertian ibadah yang luas sehingga memahami bahwa setiap ketundukan seorang
hamba pada-Nya dengan mengikuti aturan yang telah digariskan akan bernilai ibadah.

Langkah Kelima: Menjelaskan kepada obyek dakwah bahwa keberagamaan


kita tidak cukup hanya dengan keislaman diri kita sendiri. Hanya sebagai seorang
muslim yang taat menjalankan kewajiban ritual, berperilaku baik dan tidak menyakiti
orang lain lalu selain itu tidak ada lagi. Melainkan keberadaan kita mesti mengikatkan
diri dengan keberadaan muslim lainnya dengan berbagai macam problematikanya.
Pada tahap ini pembicaraan diarahkan untuk menyadarkan bahwa persoalan Islam
bukan urusan perorangan melainkan urusan tanggung jawab setiap muslim terhadap
agamanya. Perbincangan ini dilakukan agar mampu mendorongnya untuk berpikir
secara serius tentang bagaimana caranya menunaikan tanggung jawab itu serta
menjalankan segala tuntutan-tuntutannya.

Langkah Keenam: Menjelaskan kewajiban untuk mengemban amanah umat


dan permasalahannya. Kewajiban di atas tidak mungkin dapat ditunaikan secara
individu. Masing-masing orang secara terpisah tidak akan mampu menegakkannya.
Maka perlu sebuah jamaah yang memadukan potensi semua individu untuk
memperkuat tugas memikul kewajiban berat tersebut. Dari tahap ini obyek dakwah
disadarkan tentang pentingnya amal jama‟i dalam menyelesaikan tugas besar ini.

Langkah Ketujuh: Menyadarkan padanya tentang kepentingan sebuah


jamaah. Pembicaraan ini memang krusial dan rumit sehingga memerlukan hikmah
dan kekuatan argumentasi yang meyakinkan. Oleh karena itu harus dijelaskan
padanya bahwa bergabung dengan sebuah jamaah harus meneliti perjalanan jamaah
tersebut. Jangan sampai terburu-buru untuk menentukan pilihan terhadap sebuah
jamaah yang akan dijadikannya sebagai wahana merealisasikan dasar-dasar Islam.6
C. Definisi dakwah Jama’ah
Dakwah fardiyah dan dakwah jam‟iyah masing-masing berasal dari
dua kata yaitu dakwah, kemudian diberi sifat fardiyah dan jam‟iyah.
Dakwah berarti aktifitas mengajak obyek dakwah kepada hal yang
diinginkan oleh penyeru dakwah. Secara khusus dipahami dakwah adalah
Dakwah Islamiyah yaitu mengajak manusia untuk mengikuti ajaran Allah
dan Rasul-Nya. Secara bahasa fardiyah adalah sendiri sendiri, sesuatu
yang sifatnya pribadi, suatu aktifitas yang pelaksanaannya bersifat
personal. Sedangkan jam‟iyah berarti berkelompok, bersifat masal, suatu
aktifitas yang dikerjakan secara bersama-sama. Ali Abdul Halim Mahmud
dalam bukunya “Dakwah Fardiyah: Membentuk Pribadi Muslim”
mengatakan bahwa dakwah fardiyah adalah “ajakan atau seruan ke jalan
Allah yang dilakukan seorang da‟i (penyeru kepada orang lain secara
perseorangan dengan tujuan memindahkan al mad‟uw pada keadaan yang
lebih baik dan diridhaiAllah”

6
Fathi Yakan. Problematika Dakwah dan Para Dai. (Solo: Era Intermedia, 2004)
Komponen-komponen dakwah adalah semakna dengan komponen
komunikasi karena memang dakwah salah satu bentuk kaktiifitas komunikasi.
Komponen-komponenituadalah:

1. Komunikator dalam hal ini adalah da’i.


2. Komunikan dalam hal ini adalah mad’u.
3. Pesan dalam hal ini adalah materi dakwah yaitu ajaran Islam.
4. Media dalam hal ini adalah sarana dakwah.
Effek, yaitu pengaruh yang diharapkan timbul setelah proses komunikasi
berlangsung, dalam hal ini adalah harapan bahwa mad‟u akan menerima dan
mengikuti pesan dakwah tersebut.
Dakwah jam‟iyah adalah dakwah yang bersifat kolektif. Sifat kolektif ini bisa
pada da‟i ataupun pada mad‟unya. Sifat kolektif pada da‟i misalnya tercermin dalam
sosok juru bicara sebuah organisasi atau juru kampanye atau duta suatu lembaga.
Maka ketika ia berbicara atas nama lembaga yang sedang diwakilinya, maka segala
ucapan dan tindak tanduk serta sikapnya merupakan penerjemahan dan perpanjangan
dari lembaga.

Masyru‟iyyah dakwah fardiyah dan jam‟iyah


Allah berfirman:
‫اا ۡلوا ْ ۡل َو‬
‫ٱ ِّق‬ ‫َو َو َوو َو‬ َّ ْ ُ ‫َّ َّ َو َو َو ُ ْ َو َو‬
‫ٱلل َو‬ ‫ إَّل ٱ و ءاننوا عهلوا‬٢ ‫ۡس‬ ‫َّ ۡل َو َو َو ُ ۡل‬ ‫َو ۡلٱ َو ۡل‬
ٍ ‫ إن ٱ نو ٱِف خ‬١
َّ ْ ‫اا ۡلوا‬
٣ ‫ٱل ۡل‬ ‫َو َو َوو َو‬

1. Demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya
menetapi kesabaran (Q.S. Al „Ashr (103): 1 – 3).
Menurut Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Allah  bersumpah dengan waktu,
disaat mana dalam waktu itulah gerak dan kehidupan anak Adam berlangsung. Semua
manusia dalam kerugian dan kehancuran kecuali mereka yang beriman dengan
hatinya (dengan benar), dan orang-orang yang beramal shaleh dengan anggota
badannya (sebagai bukti iman), dan mereka yang saling member nasehat untuk
melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemungkaran serta mereka yang saling
menasehatkan untuk bersabar terhadap segala hambatan dan rintangan dalam rangka
ketaatan dan menyuruh yang baik dan mencegah dari yang mungkar.
Begitu pentingnya dan syumulnya Surat al-„Ashr ini, sampai-sampai Imam
Syafi‟i rahimahullah berkata: “Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas
makhluk-Nya kecuali surat ini, niscaya ia mencukupi mereka.”
Dari keterangan Ibnu Katsir di atas, maka dipahami bahwa setiap manusia
berada dalam kerugan dan, jalan keluar dari kerugian itu adalah saling menasehati
dalam kebenaran dan kesabaran, Ini bermakna seseorang harus berdakwah untuk
keluar dari kerugian.
Rasulullah bersabda:

Artinya:”Supaya orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang ghoib, karena
orang yang hadir barangkali akan menyampaikan kepada rang yang lebih paham
daripada dirinya”. (H.R. Bukhori)
Artinya:”Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat”. (H.R. Bukhori) .

Artinya: ”Barang siapa diantara kamu melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia ubah
dia (kemungkaran itu) dengan tangannya, jika tidak mampu hendaklah ia ubah dia
dengan lisannya, jika tidak mampu, maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya
iman”. (H.R. Muslim), dan dalam riwayat lain disebutkan: “dan setelah itu tidak ada
keimanan sedikitpun barangseberatbijisawi”.

Dari tiga hadits tersebut di atas kita pahami bahwa kewajiban dakwah amar makruf
dan nahi mungkar adalah kewajiban setiap muslim, tentunya sebatas kemampuannya.
Karena barang siapa yang tidak perhatian dengan dakwah Islamiyyah dan upaya
perubahan dari keburukan menuju kebaikan, maka dikatakan tidak ada lagi keimanan
padanya. Dengan demikian pelaksanaan dakwah merupakan tanda adanya keimanan
dan keislaman di dada seorang hamba.

Adapun pelaksanaan dakwah secara kolektif atau jama‟i, dilihat dari sisi da‟i, dapat
dipahami dari ayat Al-Qur‟an, diantaranya:
ُ ‫ۡل َو ُ َو َو‬ ‫َو‬ ‫ۡل‬ ‫ۡل َو ۡل َو َو ۡل ُ ُ َو‬ ‫َو َو‬ ٞ ُ ُ ُ ‫ۡل‬
‫ٱ ُهنن َو أ ْ َٰٓلئك ه ُم‬ ‫ٱ َوه ۡل ُ و َو َو ۡلن َوه ۡلون َوعو‬ ‫ن‬ ‫ٱ‬ ‫َو ۡلَوكو ِّقننك ۡلم أ َّنة َو ۡلد ُعون إَل‬

‫َو‬ ‫ۡل ۡل‬


١٠٤ ‫ٱ ُه ل ُ ون‬

Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung."( Q.S. Ali „Imran:104).
Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar
ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.

dimungkinkan masyarakat yang berada di belakangnya relative mudah dipengaruhi


atau bahkan mengikuti pesan dakwah. Bisa jadi diantara orang yang menerima
dakwah dari sekian banyak mad‟u adalah orang yang kurang mempunyai nilai tambah
untuk membawa kepada perubahan global.

5. Dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku


seseorang.

D. KELEBIHAN DAKWAH FARDIYAH DAN DAKWAH JAM’IYAH

Kelebihan dakwah jam‟iyah akan menjadi kekurangan bagi


dakwahfardiyah,diantaranya:
Dakwah Jam‟iyah
a. Pesan disampaikan secara serempak dalam cakupan yang luas
b. Tidak harus disampaikan oleh orang yang bisa dalam banyak hal.
c. Biasanya lebih termanage dengan rapi
d. Materi lebih bisa runtut.
e. Bisa tersaji dalam bentuk kurikulum dan silabus yang tersusun dengan
baik.
f. Bila ada mad‟u yang membutuhkan terapi secara khusus, maka bisa
diarahkan kepada bagian dari amal jam‟i yang membidangi perawatan
mad‟u dan pembinaan yang berkesinambungan.
Dakwah fardiyah
1. Pesan hanya tertuju satu orang.
2. Kemampuan komunikasi da‟i dituntut untuk langsung mempengaruhi
mad‟u.
3. Terkadang berbenturan dengan pesan da‟i lain.
4. Materi sering terulang di satu tempat dan oleh da‟i yang lain.
5. Materi dakwah tergantung kemampuan dan (kemauan) da‟i.
6. Seorang da‟i dituntut kerja sendirian, dari ranah hulu hingga hilir.

Dalam praktek tidak jarang dua metode tersebut digabungkan menjadi satu.
Misalnya seorang da‟i yang ditugaskan oleh sebuah instansi atau lembaga dakwah
untuk mengadakan pendekatan persuasive kepada seorang tokoh atau mad‟u lainnya
dengan dakwah fardiyah. Maka proses dialog, diskusi langsung biasanya banyak
ditempuh untuk seorang cental public tersebut. Dalam dakwah fardiyah kemampuan
komunikasi verbal da‟i mempunyai peran yang sangat penting. Demikian pula
tsaqafah yang luas dari da‟i sangat dibutuhkan. Karena di saat itulah terjadi proses
argumentasi yang tidak menutup kemungkinan akan sangat alot. Karena itulah M
Natsir dalam “Fiqh Dakwah” menyebutkan salah satu bekal da‟i adalah persiapan
ilmiah. Persiapan ini meliputi:
1) tafaqquh fi al-din,
2) tafaqquh fi al-nas,
3) bahasa al-Qur‟an
4) bahasapengantar.

E. Contoh dakwah fardiyah dan jam’iyah


Contoh dakwah fardiya adalah:
1. Dakwah Rasulullahketika sembunyi-sembunyi kepada orang-orang
terdekat beliau . Seperti kepada Khadijah ra, Abu Bakar al
Shiddiq ra, Umar bin Khaththab ra dan beberapa sahabat lainnya
hingga datangnya perintah berdakwah dengan terang-terangan.
2. Dakwah Rasulullah  kepada para raja di sekitar jazirah Arab
melalui surat yang dibawa oleh para utusan. Walaupun Rasulullah
 tidak bisa bertatap muka langsung, tetapi pesan itu telah sampai
kepada mereka melalui tangan para utusan beliau. Saat itu pula
sahabat utusan bisa mengetahui reaksi apa yang ditampakkan oleh
para raja tersebut.
3. Dakwah para sahabat utusan Rasulullah  seperti Mu‟adz bin Jabal
ke Yaman. Dalam praktek, mereka berdakwah secara fardi,
sehingga kemampuan da‟i dalam berkomunikasi dan berdiplomasi
sangat dibutuhkan

Contoh dakwah jam‟iyah


1. Khutbah Jum‟at ataupun Id.
2. Ceramah-ceramah agama di depan umum.
3. Ceramah agama melalui media massa seperti surat kabar, radio, film, televisi,
internet dan yang semisalnya.
4. Da‟i-da‟i utusan lembaga dakwah tertentu seperti NU, Muhammadiyah,
Dewan Dakwah dan yang semisalnya.
5. Daurah-daurah atau kajian-kajian Islam baik di masjid-masjid, kampus-
kampus, sekolah-sekolah maupun pesantren-pesantren.
6. Seminar tentang Islam dan yang semisalnya.
BAB III
KESIMPULAN

Dakwah Islamiyah merupakan kewajiban yang akan senatiasa lekat pada pundak
setiap muslim selagi hayat dikandung badan. Pelaksaan kewajiban ini akan sangat
berfariasi sesuai dengan keadaan dan waqi‟ yang dihadapi oleh da‟i. Ada yang
dilakukan dengan cara individual approach, ada yang melalui collective approach.
Hal ini sebagai bukti iman hamba kepada Allah  dan sebagai hujjah di akherat kelak.
Semoga Allah  menjadikan kita istiqamah di jalan-Nya. Amiin.
Dakwah fardiyah dan dakwah jam‟iyah masing-masing berasal dari dua kata yaitu
dakwah, kemudian diberi sifat fardiyah dan jam‟iyah. Dakwah berarti aktifitas
mengajak obyek dakwah kepada hal yang diinginkan oleh penyeru dakwah. Secara
khusus dipahami dakwah adalah Dakwah Islamiyah yaitu mengajak manusia untuk
mengikuti ajaran Allah dan Rasul-Nya. Secara bahasa fardiyah adalah sendiri sendiri,
sesuatu yang sifatnya pribadi, suatu aktifitas yang pelaksanaannya bersifat personal.
Sedangkan jam‟iyah berarti berkelompok, bersifat masal, suatu aktifitas yang
dikerjakan secara bersama-sama. Ali Abdul Halim Mahmud dalam bukunya
“Dakwah Fardiyah: Membentuk Pribadi Muslim” mengatakan bahwa dakwah
fardiyah adalah “ajakan atau seruan ke jalan Allah yang dilakukan seorang da‟i
(penyeru kepada orang lain secara perseorangan dengan tujuan memindahkan al
mad‟uw pada keadaan yang lebih baik dan diridhai Allah”.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Amzah.


AS, Enjang dan Aliyudin. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. Bandung: Widya Padjajaran.
Mahmud, Ali Abdul Halim. 1995. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi Muslim.
Jakarta: Gema Insani Press.
Syam, Yunus Hanis dan Muafi. 2007. Manajemen Dakwah. Yogyakarta: Panji Pustaka.
Yakan, Fathi. 2004. Problematika Dakwah dan Para Dai. Solo: Era Intermedia.
al-Aziz, Jum‟ah Amin Abdu, dan Masykur, Abdu al-Salam (Ed), 1998, Fiqih Dakwah, (cet
ke2),Solo:Intermedia.
al-„Utsaimin, Syeikh Muhammad bin Shalih, Oktober 2000, Syarah Tsalâtsatu al-Ushûl,
(terj: Ulasan Tuntas Tentang Tiga Prinsip Pokok), Jakarta, Yayasan al-Sofwa.
Effendi, Onong Uchyana, 1993, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT Citra
AdityaBakti.
,1999, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (cet ke 12), Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
,2000, Dinamika Komunikasi , (cet ke 4), Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Katsir, Ibnu, tt, Tafsir al-Qur‟an al „Adzim, Juz I, Cairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah.
, tt, Tafsir al-Qur‟an al „Adzim, Juz II, Cairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah.
Mandzur, Ibnu, , 2003, Lisan al-„Arab , Juz II, (cet ke 9), Caero: Daar al-Hadits.
, 2003, Lisan al-„Arab,Juz VII, (cet ke 9), Caero: Daar al-Hadits.
Natsir, Muhammad, 1996, Fiqh Da‟wah, (cet ke 10), Jakarta: Yayasan Capita Selecta.
Nuh, Al-Sayyid Muhammad dan Irwan Raihan (Ed), 2003, Da‟wah dan Tarbiyah Ahlus
Sunnah wal Jama‟ah, Solo, Pustaka Barokah.
Sastropoetro, RA Santoso, 1991, Komunikasi Internasional, (cet ke 3), Bandung: Penerbit
Alumni.

[1] Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi
Muslim. (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hal. 29
[2] Enjang AS. dan Aliyudin. Dasar-Dasar Ilmu Dakwah. (Bandung: Widya
Padjajaran, 2009), hal.
67
[3] Ibid, hal. 68
[4] Ali Abdul Halim Mahmud. Dakwah Fardiyah, Metode Membentuk Pribadi
Muslim. (Jakarta:
Gema Insani Press, 1995), hal. 56

[5] Ibid, hal. 56


[6] Fathi Yakan. Problematika Dakwah dan Para Dai. (Solo: Era Intermedia, 2004)

Anda mungkin juga menyukai