Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM

NUTRISI TERNAK RUMINANSIA


“EVALUASI KECUKUPAN NUTRISI DI PT CABS”

Oleh :
Kelompok 3
Kelas B

INDAH PERMATA BENA 200110150190

LABORATORIUM NUTRISI TERNAK RUMINANSIA DAN KIMIA


MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2018
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usaha pemeliharaan sapi perah dan penggemukan sapi serta domba

mempunyai kencenderungan makin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin

banyaknya masyarakat di daerah yang mengusahakan beternak sapi perah, sapi

potong maupun domba. Prospek usaha peternakan sangat menjanjikan terbukti dari

beberapa hasil kajian menunjukkan keuntungan usaha yang cukup memadai bagi

peternak. Usaha peternakan dapat dilakukan secara perseorangan maupun secara

perusahaan dalam skala besar. Namun ada pula yang mengusahakan secara

kelompok pula.

Seiring semakin berkembangnya perusahaan peternakan dan juga kesadaran

masyarakat akan pentingnya gizi demi kesehatan dan diimbangi dengan daya beli

masyarakat yang meningkat pula.Tiga hal pokok yang perlu diperhatikan agar dapat

menjadi peternak sukses sehingga kelangsungan usaha ternak tersebut dapat

berjalan. Ketiga hal tersebut yaitu breeding (bibit/bakalan), feeding (pakan), dan

management (manajemen), yang saling terkait satu sama lain dan saling

melengkapi.

Usaha ternak akan berhasil apabila faktor penunjangnya (pakan) bisa

terpenuhi. Pada dasarnya, sumber pakan ternak khususnya ruminansia dapat

disediakan dalam bentuk hijauan dan konsentrat, dan yang terpenting adalah pakan

harus memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin serta mineral.

Secara alamiah pakan utama ternak sapi baik potong maupun perah adalah hijauan,

dapat berasal dari rumput alam atau lapang, rumput unggul, leguminosa dan limbah

pertanian serta tanaman hijauan lainnya. Dalam pemberiannya harus diperhatikan


hijauan tersebut disukai ternak dan tidak mengandung racun atau toxin sehingga

dapat membahayakan perkembangan ternak yang mengkonsumsi.

Pemberian pakan yang baik untuk memenuhi beberapa kebutuhan ternak

seperti kebutuhan hidup pokok, yaitu kebutuhan pakan yang mutlak dibutuhkan

dalam jumlahminimal.Pada hakekatnya kebutuhan hidup pokok adalah kebutuhan

sejumlah minimal nutrient untuk menjaga keseimbangan dan mempertahankan

kondisi tubuh ternak.Kebutuhan tersebutdigunakan untuk bernapas, bergerak, dan

pencernaan makanan.Kebutuhan untuk pertumbuhan, yaitu kebutuhan pakan yang

diperlukan ternak sapi untukproses pembentukan jaringan tubuh dan menambah

berat badan.Kebutuhan untuk reproduksi, yaitu kebutuhan pakan yang diperlukan

ternak sapi untuk proses reproduksi, misalnya kebuntingan dan kebutuhan untuk

sapi laktasi

Berdasarkan latar belakang diatas,dibuatlah laporan praktikum tentang

“Evaluasi Kecukupan Pakan di PT CABS ”


1.2 Identifikasi Masalah

1. Bagaimana evaluasi kecukupan pakan sapi potong di PT CABS

2. Bagaimana evaluasi kecukupan pakan domba penggemukan di PT CABS.

3. Bagaimana evaluasi kecukupan pakan domba pembibitan di PT CABS.

4. Bagaimana evaluasi kecukupan pakan sapi perah di PT CABS.

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Mengetahui evaluasi kecukupan pakan sapi potong di PT CABS

2. Mengetahui evaluasi kecukupan pakan domba penggemukan di PT

CABS.

3. Mengetahui evaluasi kecukupan pakan domba pembibitan di PT CABS.

4. Mengetahui evaluasi kecukupan pakan sapi perah di PT CABS.


II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi dan Peran Ternak Ruminansia

Sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena

karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik.

Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif

selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk

dipotong Abidin (2006). Di sisi lain, permintaan daging sapi yang tinggi merupakan

peluang bagi usaha pengembangan sapi potong lokal sehingga upaya untuk

meningkatkan produktivitasnya perlu terus dilakukan (Suryana, 2009).

Pemeliharaan ternak ruminansia di Indonesia dilakukan secara ekstensif,

semi intensif, dan intensif. Pada umumnya ternak ruminansia yang dipelihara secara

intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberi pakan sebaik

mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif ternak ruminansia

dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari (Rahardi, 2003).

Dijelaskan oleh (Sembiring dkk, 2002) sektor peternakan sejak awal masa

pembangunan merupakan salah satu sektor yang mampu menyerap tenaga kerja

yang cukup besar. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh besarnya penduduk yang

tinggal di pedesaan dan berprofesi sebagai peternak.

Suplai protein asal ternak baik daging maupun susu dihasilkan secara

domestik belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, sehingga

kebijakan impor daging dan sapi hidup masih diberlakukan. Kebutuhan konsumsi

daging masyarakat Indonesia baru mencapai 6,5kg/kapita/tahun, yang berasal dari

daging sapi hanya sebesar 1,7kg/kapita/tahun (Direktorat Jendral Peternakan,


2009). Sumber daya peternakan, khususnya peternakan sapi dan domba merupakan

salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan berpotensi

untuk dikembangkan guna meningkatkan dinamika ekonomi.

Wiyatna (2002) menyatakan bahwa beberapa kendala yang dijumpai dalam

pengembangan peternakan adalah:

a) Penyempitan Lahan Penggembalaan,

b) Kualitas Sumberdaya Rendah,

c) Produktivitas Rendah,

d) Akses Ke Pemodal Sulit,

e) Penggunaan Teknologi Rendah.

2.2 Bahan Pakan

Pakan adalah semua bahan yang diberikan dan bermanfaat bagi ternak dan

tidak menimbulkan racun dan pengaruh negatip terhadap tubuh ternak.Pakan yang

diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh

tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Sudrajad,

2000).Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk

memproduksi protein tubuh, sumbernya protein pakan, sedangkan energi yang

diperlukan bersumber dari pakan yang di konsumsi, sehingga pakan merupakan

kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak (Santosa, 2003).

Syamsu (2005) menyatakan bahwa ternak ruminansia harus mengkonsumsi

hijauan sebanyak 10 % dari bobot badan setiap hari dan konsentrat sekitar 1,5-2 %

dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral. Oleh karna itu

hijauan dan sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber

energi utama ternak ruminansia. Ternak ruminansia membutuhkan sejumlah serat

kasar dalam ransumnya agar proses pencernaannya berlangsung secara optimal.


Sumber utama serat kasar adalah hijauan.Oleh karna itu, ada batasan minimal

pemberian hijauan dalam ternak ruminansia.

Sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk hijauan dan

konsentrat,dan yang terpenting adalah pakan yang memenuhi kebutuhan protein,

karbohidrat, lemak, danvitamin serta mineral (Sarwono,2002).

Secara alamiah pakan utama ternak sapi adalah hijauan, yang dapat berupa

rumput alam atau lapangan, rumput unggul, leguminosa, limbah pertanian (jerami

padi, jerami jagung, jerami kedelai, pucuk tebu), leguminosa (daun Lamtoro,

Gliricida, Kaliandra, Turi, dan Kacang-kacangan) limbah industri pertanian (dedak,

bekatul, pollard, onggok, bungkilbungkilan) dan lain-lain serta tanaman hijauan

lainnya. Dalam pemilihan hijauan pakan ternak harus diperhatikan disukai ternak

atau tidak, mengandung toxin (racun) atau tidak yang dapat membahayakan

perkembangan ternak yang mengkonsumsi. Namun permasalahan yang ada bahwa

hijauan di daerah tropis mempunyai kualitas yang kurang baik sehingga untuk

memenuhi kebutuhan nutrien perlu ditambah dengan pemberian pakan konsentrat

(Siregar, 1996).

Mutu, jumlah pakan dan cara-carapemberiannya sangat mempengaruhi

kemampuan produksi sapi pedaging.Untuk mempercepat penggemukan, selain

dari rumput, perlu juga diberipakan penguat berupa konsentrat yang merupakan

campuran berbagai bahan pakan umbi-umbian,sisa hasil pertanian, sisa hasil

pabrik dan lain-lainyang mempunyai nilai nutrien cukup dan mudah dicerna

(Setiadi, 2001).
2.3 Ransum

Ransum adalah satu atau campuran beberapa jenis bahan pakan yang

disusun sedemikianrupa sehingga mampu memenuhi kebutuhan ternak selama 24

jam.Ransum yang diberikan pada sapi-sapi yang digemukan tergantung pada

sistem penggemukan yang digunakan. Penggemukan sapi dengan sistem pasture

hanya terdiri dari hijauan yang diperoleh dengan melepas sapi-sapi untuk

merumput dipadang penggembalaan. Demikian pula dengan sistem kereman

yang terdapatdibeberapa daerah di Indonesia, ada diantaranya yang hanya

memberikan hijauan saja tanpa pakan tambahan berupa konsentrat (Siregar,

2003).

Ransum ternak ruminansia pada umumnya terdiri dari hijauan dan

konsentrat. Pemberian ransum berupa kombinasi kedua bahan itu akan memberi

peluang terpenuhinya nutrien dan biayanya relatif murah. Namun bisa juga ransum

terdiri dari hijauan ataupun konsentrat saja. Apabila ransum terdiri dari hijauan saja

maka biayanya relatif murah dan lebih ekonomis, tetapi produksi yang tinggi sulit

tercapai, sedangkan pemberian ransum hanya terdiri dari konsentrat saja akan

memungkinkan tercapainya produksi yang tinggi, tetapi biaya ransumnya relatif

mahal dan kemungkinan bisa terjadi gangguan pencernaan (Siregar, 1996).

Pakan ternak untuk penggemukan sapi merupakan faktor yang penting

untuk meningkatkan produksinya. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung

protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Protein adalah unsur utama dalam

pemeliharaan organ tubuh dan pertumbuhan, sedangkan karbohidrat berguna

sebagai sumber energi yang akan digunakan untuk proses metabolisme (Darmono,

1993).
Hijauan dan konsentrat merupakan pakan ruminansia secara umum. Hijauan

merupakan bagian aerial dari tanaman terutama rumput dan legume (kacang-

kacangan), yang mengandung 18% SK dalam BK yang dipergunakan sebagai

makanan ternak (Hartadi et al., 2005). Pakan yang berasal dari biji-bijiandan

mengandung protein tinggi serta SK yang kurang dari 18% adalah konsentrat dan

pakan penguat. Konsentrat dibagi dalam 2 kelompok yaitu konsentrat sebagai

sumber energi dan sumber protein. Konsentrat sumber energi memiliki kandungan

energi yang tinggi dan rendah protein (PK kurang dari 20%) dan kandungan SK

kurang dari 18 %, contohnya seperti dedak padi, onggok, ketela pohon, polar dan

jagung. Konsentrat sumber protein mengandung protein tinggi (lebih dari 20%)

(Darmono, 1993). Pemberian konsentrat dilakukan sebelum pemberian hijauan

dengan tujuan untuk merangsang pertumbuhan mikroba rumen sehingga mikroba

dapat berkembang secara optimal. Mikroba yang tumbuh secara optimal akan

mampu mencerna pakan hijauan dengan baik (Hartadi et al., 2005).

2.4 Angka Kebutuhan Ternak Ruminansia

Tabel 1. Kebutuhan Zat Gizi pada Domba


BB PBBH BK DE TP TDN TDN (%) PK (%)
(Mkal) (g)* ** **
(kg) (g) (kg) (g)
Ransum Ransum
18 0 0.56 1.65 71.2 374.2 66.8 12.7
50 0.73 2.14 100.2 485.4 66.5 13.7
100 0.90 2.62 129.2 594.2 66.0 14.4
20 0 0.62 1.81 77.8 410.5 66.2 12.5
50 0.78 2.30 106.8 521.7 66.9 13.7
100 0.95 2.78 135.8 630.5 66.4 14.3
Keterangan : BB (Bobot Badan), PBBH (Pertambahan Bobot Badan Harian), BK

(Bahan Kering), DE (Digestible Energy), TP (Total Protein), TDN * (Total

Digestible Nutrients/jumlah zat pakan dapat dicerna) dihitung berdasarkan

kebutuhan DE dan BK, ** dihitung berdasarkan bobot/bobot bahan kering dalam

ransum.

Berdasarkan pada Tabel dapat dihitung bahwa kebutuhan bahan kering

rata-rata pada domba adalah 3.1% dari bobot badannya. Hasil perhitungan TDN (g)

dilakukan memalui pendekatan DE, diman DE (Mkal/kg) = TDN (%) x 0.04409

(Hartadi, dkk,. 1990) hasil perhitungan dari Tabel 1 diperoleh bahwa kebutuhan

TDN pada domba berkisar antara 12.5-14.4% dari ransumnya. Nampak bahwa

semakin tinggi bobot badan, dan semakin tinggi pertambahan bobot badan ternak

kebutuhan protein semakin meningkat, maka kebutuhan kandungan protein dalam

ransum juga meningkat.

Tabel 2. Kebutuhan nutrisi sapi potong


BERAT UNTUK HIDUP POKOK KADAR UNTUK PRODUKSI 1 KG
BADAN LEMAK SUSU
SUSU
PROTEIN ME TDN (Kg) LEMAK PROTEIN ME TDN
(Gr) (M. SUSU (Gr) (M.Kal) (Kg)
Kal) (%)
350 341 10,76 14 2,5 72 0,99 0,260
400 373 11,90 15 3,0 77 1,07 0,282
450 403 12,99 17 3,5 82 1,16 0,304
500 432 14,06 18 4,0 87 1,24 0,326
550 461 15,11 20 4,5 92 1,31 0,344
600 489 16,12 21 5,0 98 1,39 0,369
Perhitungan Kebutuhan protein dan energi berdasarkan Berat badan sapi dan
produksi susu serta kandungan lemak susu berdasarkan tabel:
Misalnya Bert badan sapi 350 Kg,produksi susu 10 liter dengan kandungan lemak
3% maka:
Kebutuhan protein : 341 + (10X77) =1111 gram
Kebutuhan ME : 10,76 + (10X1,07) =21,46 M Kal
Kebutuhan TDN : 14 + (10 X 0,282) =18,82 Kg
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hail Pengamatan
3.1.1 Sapi Potong

Asumsi
Sapi Bakalan 325 kg
Sapi Akhir 500 kg
PBB Bakalan 1.1 kg
PBB Akhir 1.4-1.5 kg

Pemberian Bakalan 10 kg (BK)


Pemberian Fase
13 kg (BK)
Akhir

Pakan BK (%) PK (%) TDN (%) Ratio (%)


Hijauan 18 12 59 75
Konsentrat 85 12 70 25

Kebutuhan sapi bakalan BB 325 kg PBB 1.1 kg


Kg
BB (kg)
PBB BK PK TDN
300 1.1 8.5 0.847 5.3
325 1.1 8 0.873 5.6
350 1.1 7.5 0.899 5.9

Kebutuhan sapi akhir BB 500 kg PBB 1.4 kg


Kg
BB (kg)
PBB BK PK TDN
500 1.4 10.6 1.063 9
Analisis Hijauan dan Konsentrat untuk sapi potong bakalan

Hijauan (kg) Konsentrat (kg) Jumlah


BK 7.5 2.5 10
PK 0.9 0.3 1.2
TDN 4.425 1.75 6.175

Analisis Hijauan dan Konsentrat Untuk Sapi Potong Akhir

Hijauan (kg) Konsentrat (kg) Jumlah


BK 9.75 3.25 13
PK 1.17 0.39 1.56
TDN 5.7525 2.275 8.0275

Evaluasi Kecukupan Nutrient (Sapi Bakalan)


Nutrien Pemberian Kebutuhan Hasil
BK 10 8 Cukup
PK 1.2 0.873 Cukup
TDN 6.175 5.6 Cukup

Evaluasi Kecukupan Nutrient (Sapi Akhir)


Nutrien Pemberian Kebutuhan Hasil
BK 13 10.6 Cukup
PK 1.56 1.063 Cukup
TDN 8.0275 9 Belum Mencukupi

3.1.2 Domba Penggemukan

Asumsi
BB awal 20 kg
BB akhir (90) 30.8 kg
PBB 0.12 kg
Hijauan 0.5 kg
Konsentrat 1 kg
Pakan BK (%) PK (%) TDN (%) Ratio (%)
Konsentrat 85 16 70 100
Rumput Taiwan 12 11 66 33.3
Odot 18 10.1 59 33.3
Star Grass 18 11 52.88 33.3

Analisis Hijauan dan Konsentrat untuk domba


Rumput Taiwan Odot (kg) Star Grass (kg) Konsentrat (kg) Jumlah
BK 0.020 0.030 0.030 0.850 0.930
PK 0.002 0.003 0.003 0.136 0.145
TDN 0.013 0.018 0.016 0.595 0.642

Bobot selama Pemeliharaan

Hari 30 60 83
BB 23.6 27.2 29.96

Domba Penggemukan

Kebutuhan BB 23.6 PBB 120 gram


BB PBB BK PK TDN
20 100 0.410 0.119 0.390
25 100 0.470 0.122 0.410
23.6 100 0.453 0.121 0.404

20 150 0.460 0.135 0.440


25 150 0.550 0.141 0.470
23.6 150 0.525 0.139 0.462

23.6 120 0.482 0.128 0.427

Kebutuhan BB 27.2 PBB 120 gram


BB PBB BK PK TDN
25 100.000 0.470 0.122 0.410
30 100.000 0.640 0.161 0.530
27.2 100.000 0.545 0.139 0.463
25 150.000 0.550 0.141 0.470
30 150.000 0.730 0.182 0.600
27.2 150.000 0.629 0.159 0.527

27.2 120.000 0.579 0.147 0.489

Kebutuhan BB 29.96 PBB 120 gram


BB PBB BK PK TDN
25 100 0.470 0.122 0.410
30 100 0.640 0.161 0.530
29.96 100 0.639 0.161 0.529

25 150 0.550 0.141 0.470


30 150 0.730 0.182 0.600
29.96 150 0.729 0.182 0.599

29.96 120 0.675 0.169 0.557

Evaluasi Kecukupan Nutrient (Domba Penggemukan 30 hari)


Nutrien Pemberian Kebutuhan Hasil
BK 0.930 0.482 Mencukupi
PK 0.145 0.128 Mencukupi
TDN 0.642 0.427 Mencukupi

Evaluasi Kecukupan Nutrient (Domba Penggemukan 60 hari)


Nutrien Pemberian Kebutuhan Hasil
BK 0.930 0.579 Mencukupi
PK 0.145 0.147 Mencukupi
TDN 0.642 0.489 Mencukupi

Evaluasi Kecukupan Nutrient (Domba Penggemukan 90 hari)


Nutrien Pemberian Kebutuhan Hasil
BK 0.930 0.675 Mencukupi
PK 0.145 0.169 Mencukupi
TDN 0.642 0.557 Mencukupi
3.1.3 Domba Pembibitan

Domba Pembibitan
BB BK PK TDN
30 1.200 0.185 0.780
35 1.300 0.181 0.845
40 1.400 0.176 0.910

Evaluasi Kecukupan Nutrient (Domba Pembibitan)


Nutrien Pemberian Kebutuhan Hasil
BK 0.930 1.300 Tidak Mencukupi
PK 0.145 0.181 Tidak Mencukupi
TDN 0.642 0.845 Tidak Mencukupi

Usaha sapi potong di PT CABS ditujukan kepada (1) usaha penggemukan, dan (2)

usaha menghasilkan pedet (cow calf operation).

3.1.4 Sapi Perah

Analisis hijauan dan konsentrat pada sapi perah


Hijauan (kg) Konsentrat (kg) Jumlah
BK 8.5 1.8 10.3
PK 1.1 0.4 1.5
TDN 3.425 2.15 5.575

3.2 Pembahasan
3.2.1 Sapi Potong

Kebutuhan ternak akan nutrien terdiri atas kebutuhan hidup pokok,

produksi, dan reproduksi. Tillman, dkk (1991) menyatakan bahwa nutrien pakan

dalam ransum hendaknya tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang sebab

keseimbangan zat-zat pakan dalam ransum sangat berpengaruh terhadap daya

cerna. Kemampuan ternak ruminansia dalam mengkonsumsi ransum dipengaruhi


oleh beberapa faktor yaitu : 1) faktor ternak itu sendiri yang meliputi besar tubuh

atau bobot badan, potensi genetik, status fisiologi, tingkat produksi dan kesehatan

ternak; 2) faktor ransum yang diberikan, meliputi bentuk dan sifat, komposisi

nutrien, frekuensi pemberian, keseimbangan nutrien serta kandungan bahan toksik

dan anti nutrisi; dan 3) faktor lain yang meliputi suhu dan kelembaban udara, curah

hujan, lama siang atau malam hari serta keadaan ruangan kandang dan tempat
ransum.

Hasil perhitungan dari data sapi potong yang berada di PT CABS didapat

bahwa bobot badan sapi bakalan rata-rata sebesar 325 kg dan bobot badan akhir

sebesar 500 kg. Pakan yang dikonsumsi yaitu dalam bentuk feed completed. Dari

hasil perhitungan konsumsi nutrien kemudian dilakukan proses evaluasi

pemenuhan nutrien sapi potong dengan membandingkan konsumsi nutrien dan

kebutuhan ideal nutrien dari Tabel Kearl (1982). Perhitungan ini dilakukan

menggunakan metode interpolasi untuk mencari kebutuhan nutrien ideal sapi

dengan bobot badan 325kg dan 500 kg. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa

kebutuhan nutrien ideal sapi dengan bobot badan 325kg dan 500 kg yang terdiri
dari BK, PK dan TDN tertera pada Tabel .

Hasil evaluasi pemenuhan nutrien sapi potong di PT CABS menunjukan

bahwa pemenuhan nutrien pakan sapi tersebut telah mencukupi kebutuhan ternak

bahkan berlebih dari kebutuhan idealnya. Namun, pada sapi akhir kebutuhan TDN

tidak mencukupi. Kekurangan pemberian nutrien dalam pakan ini bisa disebabkan

karena kandungan nutrien hijauan dan konsentrat yang digunakan dalam

perhitungan evaluasi berasal dari sumber lain, bukan dari hasil analisis kandungan

pakan yang diberikan pada sapi di PT CABS. Walaupun demikian, kandungan


nutrient pakan pada umumnya relative sama, sehingga hal ini menunjukkan bahwa

secara kuantitas pun pakan yang diberikan telah mampu memenuhi kebutuhan

nutrien ternak. Kelebihan ini selain untuk memenuhi hidup pokok akan digunakan
untuk menunjang produktivitas sapi potong, yaitu sebagai pengahasil daging.

Evaluasi yang dilakukan yaitu membandingkan jumlah asupan nutrien dari

pakan yang dikonsumsi dengan jumlah kebutuhan nutrien sapi potong yang harus

diberikan berdasarkan bobot badan. Adapun kandungan nutrien yang dievaluasi

yaitu dari konsumsi BK, Protein dan TDN. Ketiga komponen ini merupakan nutrien

yang paling dibutuhkan dalam kelangsungan hidup ternak, sehingga sangat


memerlukan perhatian dalam pakan.

a) Konsumsi BK

Konsumsi BK telah mencukupi kebutuhan ternak bahkan berlebih.

Konsumsi BK menurut Lubis (1992), dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya:

1) faktor pakan, meliputi daya cerna dan palatabilitas; dan 2) faktor ternak yang

meliputi bangsa, jenis kelamin, umur dan kondisi kesehatan ternak. Fungsi BK

pakan antara lain sebagai pengisi lambung, perangsang dinding saluran pencernaan

dan menguatkan pembentukan enzim, apabila ternak kekurangan BK menyebabkan

ternak merasa tidak kenyang. Tingginya konsumsi BK dipengaruhi oleh

palatabilitas pakan. Menurut Tillman, dkk (1991) palatabilitas pakan dipengaruhi


oleh beberapa factor diantaranya rasa, bentuk dan bau dari pakan itu sendiri.

Pakan konsentrat yang diberikan pada sapi potong di PT CABS dalam

kondisi yang baik dan tidak ada efek ketengikan sehingga dapat meningkatkan

konsumsi. Pemberian pakan konsentrat dapat meningkatkan daya cerna pakan

secara keseluruhan. Pakan konsentrat yang berkualitas akan meningkatkan


kecernaan pakan berserat, makin banyak konsentrat yang dapat dicerna, berarti arus

pakan dalam saluran pencernaan menjadi lebih cepat, sehingga menyebabkan

pengosongan rumen meningkat dan menimbulkan sensasi lapar pada ternak

akibatnya memungkinkan ternak untuk menambah konsumsi pakan. Kemampuan

ternak untuk mengkonsumsi BK berhubungan erat dengan kapasitas fisik lambung


dan saluran pencernaan secara keseluruhan.

b) Konsumsi PK

Konsumsi PK telah mencukupi dan melebihi kebutuhan. Tingginya


konsumsi PK dibanding kebutuhan PK terjadi akibat konsumsi BK yang tinggi dan

ransum yang dikonsumsi mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi.

Konsumsi PK yang tinggi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

adalah jenis bahan pakan khususnya bahan penyusun konsentrat. Konsentrat

merupakan pakan penguat dengan kadar SK rendah dan banyak mengandung

protein dan juga energi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugeng (1998), yang

menyatakan bahwa tubuh memerlukan protein untuk memperbaiki dan

menggantikan sel tubuh yang rusak serta untuk produksi. Protein dalam tubuh

diubah menjadi energi jika diperlukan. Protein dapat diperoleh dari bahan pakan

yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan yang berasal dari biji-bijian. Dijelaskan

lebih lanjut oleh Anggorodi (1994) bahwa kekurangan protein pada sapi dapat

menghambat pertumbuhan sapi, sebab fungsi protein adalah untuk memperbaiki

jaringan, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme, sumber energi, pembentukan


anti bodi, enzim-enzim dan hormon yang berperan dalam reproduksi.

c) Konsumsi TDN

Konsumsi TDN belum mencukupi bahkan melebihi kebutuhan. Hal ini


sesuai dengan pendapat Tillman, dkk (1991) bahwa kelebihan konsumsi TDN

sebagai satuan energi akan disimpan dalam bentuk glikogen dan lemak. Menurut

Parakkasi (1999) ternak memanfaatkan energi untuk pertumbuhan dan produksi

setelah kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi. Kebutuhan energi akan meningkat

seiring dengan pertambahan bobot badan. Tinggi rendahnya TDN dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain bobot badan dan konsumsi pakan itu sendiri, jika pakan

yang dikonsumsi tidak mencukupi kebutuhan energinya maka lemak tubuh akan

dirombak menjadi energi.

3.2.2 Domba Penggemukan dan Domba Pembibitan

Peranan pakan sangat penting untuk proses pertumbuhan, reproduksi dan

produksi ternak. Oleh karena itu, pakan yang diberikan seharusnya mengandung

nutrient cukup baik secara kualitas maupun kuantitasnya, serta sesuai dengan fase

fisiologisnya. Pakan harus mengandung zat pakan yang dibutuhkan ternak berupa

bahan kering (BK), Energi kasar (EK), Protein kasar (PK), Kalsium (Ca) dan fosfor

(P) (Setiawan dan Arsa 2005). Jenis pakan utama yang diberikan kepada ternak

ialah hijauan baik berupa legume ataupun rumput. Selain hijauan konsentrat juga

perlu diberikan sebagai pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak

domba. Jenis hijauan yang diberikan di peternakan yang kami kunjungi berupa

hijauan diantaranya Rumput gewor, Rumput gajah, daun suren, dan jati putih, lalu

adapun pakan tambahan yang diberikan yaitu ampas tahu, pemberian konsentrat

pada domba diharapkan dapat memberikan tambahan berat badan perhari lebih

tinggi, sehingga untuk mencapai berat badan tertentu waktunya lebih singkat,

begitu juga pemberian ransum untuk induk yang sedang bunting dan menyusui

(Mulyono, 2003).
Kebutuhan pakan hijauan domba lokal biasanya berkisar 3-5 kg/ekor/hari.

Pakan hijauan bisa diberikan sepanjang waktu. Sedangkan untuk pakan konsentrat

kebutuhannya sekitar 0,5 kg/ekor/hari. Pemberian pakan juga harus memperhatikan

usia dan ukuran domba. Hijauan diberikan sebanyak 10% dari bobot tubuh dan

konsentrat 2-4% dari bobot tubuh. Hijauan yang diberikan dipeternakan tersebut

sekitar 1,4 kg perhari, hal ini tidak sesuai dgn kebutuhannya, sehingga bobot

badannya pun rendah. Berdasarkan hasil penimbangan didapat bobot badan domba

belum lepas sapih sebagai berikut : Domba 1 = 19,9 Kg, domba 2 = 16,7 Kg, domba

3 = 19,3 Kg, domba 4 = 16,5 Kg, dan domba induk menyusui 27,1 Kg. Kebutuhan

pakan domba dengan bobot badan sekitar 20 kg adalah: BK 5%, PK 9,8%, TDN
60%, Ca 0,38 % dan P 0,28% (Kementerian Pertanian 2014).

Jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak setiap hari sangat

dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, status fisiologis (dewasa, bunting, dan laktasi),

kondisi tubuh (normal atau sakit), lingkungan dan bobot badannya (Tomaszweska

et al., 1993). Domba yang sedang tumbuh membutuhkan nutrisi dalam jumlah yang

lebih banyak dibandingkan dengan domba yang tidak berproduksi.

Menurut Zainal (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi

pakan adalah kondisi ternak, daya cerna, dan jenis kelamin. Apabila nilai efisiensi

pakan semakin baik maka PBB yang didapatkan juga akan semakin tinggi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Purbowati et al. (2005) yang menyatakan bahwa efisiensi

pakan dipengaruhi oleh kualitas pakan, konsumsi pakan, faktor lingkungan, daya

cerna ternak, kecukupan zat pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi

tubuh serta jenis pakan yang akan digunakan. Semakin tinggi bobot badan suatu
ternak maka konsumsi pakan atau konsumsi BK pakan juga semakin tinggi.
Blakely dan Bade (1998) menyatakan bahwa nutrien utama yang

dibutuhkan oleh ternak untuk tujuan pertumbuhan adalah energy. Defisiensi energi

pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan menyebabkan penurunan

laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan menghentikan pertumbuhan,

bobot badan semakin menurun dan yang paling buruk adalah dapat menyebabkan

kematian. Nutrien lain yang mempengaruhi PBB yaitu protein kasar. Menurut NRC

(2006) domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah yang

tinggi dibandingkan domba yang dewasa. Setelah kebutuhan hidup pokok

terpenuhi, protein yang dikonsumsi oleh tubuh ternak akan dimanfaatkan untuk

mengganti jaringan tubuh yang rusak dan pembentukan jaringan baru atau otot

tubuh. Faktor lain yang dapat juga berpengaruh pada pertambahan bobot badan
adalah seperti umur dan genetik domba.

Hasil evaluasi pemenuhan nutrien domba penggemukan di PT CABS

menunjukan bahwa pemenuhan nutrien pakan domba penggemukan tersebut telah

mencukupi kebutuhan ternak bahkan berlebih dari kebutuhan idealnya. Kelebihan

pemberian nutrien dalam pakan ini bisa disebabkan karena kandungan nutrien

hijauan dan konsentrat yang digunakan dalam perhitungan evaluasi berasal dari

sumber lain, bukan dari hasil analisis kandungan pakan yang diberikan pada domba

di PT CABS. Walaupun demikian, kandungan nutrient pakan pada umumnya

relative sama, sehingga hal ini menunjukkan bahwa secara kuantitas pun pakan

yang diberikan telah mampu memenuhi kebutuhan nutrien ternak. Kelebihan ini

selain untuk memenuhi hidup pokok akan digunakan untuk menunjang


produktivitas domba penggemukan, yaitu sebagai pengahasil daging.
Hasil evaluasi domba pembibitan belum mencukupi kebutuhan nutrient

domba tersebut, hal ini bisa disebabkan karena bahan pakan yang digunakan bekum
sesuai dengan kebutuhan domba tersebut.

3.2.3 Sapi Perah

a) Pemberian pakan

Pakan yang diberikan pada sapi perah di PT CABS dalam bentuk completed

feed dengan imbangan hijauan : konsentrat adalah 75 % : 25%. Keadaan tersebut

sesuai dengan pernyataan Etgen et al. (1987) yang menyatakan bahwa rasio untuk
hijauan dalam bahan kering ransum harus berkisar 40-70%, jika rasio hijauan

kurang dari 40% maka kadar lemak susu akan turun atau sebaliknya jika rasionya

melebihi 70%, maka produksi susu yang tinggi akan tercapai. Selain itu Menurut

Siregar (1996) untuk mencapai produksi susu yang tinggi dengan tetap

mempertahankan kadar lemak susu dan memenuhi persyaratan kualitas,


perbandingan antara bahan kering hijauan dan konsentrat adalah 60:40.

b) Kecukupan Nutrisi

Secara umum kebutuhan nutrien pada saat musim kemarau lebih besar

dibandingkan musim penghujan sedangkan pada peternakan ini nutrien untuk

musim hujan dan kemarau dianggap sama. Hal ini disebabkan bobot badan, dan

produksi susu sapi pada saat musim penghujan dan musim kemarau tidak jauh
berbeda
Tabel 9. Kecukupan Nutrien Sapi Perah Berdasarkan NRC 1989

Kecukupan Nutrien Musim Musim Uji T


(kg) penghujan Kemarau
BK 10.69-16.12 9.,19-9.19 0.010*
PK 0.55-3.24 0.47-2.46 0.042*
Ca 0.02-0.11 0.02-0.10 0.072
P 0.02-0.08 0.02-0.06 0.013*
TDN 0.80-10.49 3.87-11.20 0.000**
Berdasarkan NRC (1989) dalam penyusunan ransum sapi perah dibutuhkan

informasi dari bobot badan, kadar lemak, dan produksi susu. Parakkasi (1999)

melaporkan bahwa kebutuhan akan zat nutrisi pada sapi perah dipenuhi dengan cara

mengkonsumsi ransum yang telah disediakan oleh peternak, karena konsumsi

merupakan faktor penting yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan

produksi. Zat-zat nutrisi yang diperlukan sapi perah utuk kebutuhan hidup pokok

maupun untuk produksi adalah energi, protein, mineral, dan vitamin (McDonald et

al. 1995). Zat nutrisi tersebut dapat terpenuhi didasarkan pada konsumsi pakan

bahan kering.

Kebutuhan BK untuk sapi perah adalah sekitar 2.5 sampai 3% dari bobot

badan (NRC 2001). Kebutuhan energi (TDN) untuk sapi perah adalah berdasarkan

kebutuhan hidup pokok, kebutuhan produksi susu, dan kebutuhan sapi bunting pada

bulan terakhir sebelum melahirkan (Sutardi 1981). Disamping energi, protein

merupakan zat pakan yang penting untuk proses metabolisme tubuh (Sudono 1999).

Jumlah protein yang dibutuhkan sapi laktasi tergantung pada berat badan, jumlah

susu yang dihasilkan dan kadar lemak susu yang dihasilkan (Siregar 1972).

Penurunan protein ransum biasanya lebih banyak mempengaruhi tingkat produksi


susu (Despal et al. 2008).

c) Bobot Badan, Produksi Susu, dan Kualitas Susu

Kondisi tubuh sapi dewasa yang ideal berkaitan erat dengan produksi susu

optimal. Sapi dewasa yang berada pada kondisi tubuh terlalu gemuk atau terlalu

kurus akan menurunkan produksi susu Taylor and Field (2004) yang menyatakan

bahwa setelah beranak sapi perah akan mengalami kesulitan menyediakan nutrisi

untuk produksi susu karena konsumsi susu terbatas, sehingga cadangan lemak
tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Oleh karenanya, sapi perah akan

mengalami kehilangan bobot tubuh selama peningkatan produksi susu. Jumlah

konsumsi yang sama membuat bobot badan dan BCS sapi perah tidak berbeda

nyata. Perbedaan produksi susu pada musim penghujan dan musim kemarau bisa

disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, perubahan suhu lingkungan, Yani dan

Purwanto (2006) menyatakan bahwa cekaman panas pada ternak berdampak pada

peningkatan, konsumsi air minum, penurunan konsumsi pakan, dan produksi susu.

Jenis pakan yang diberikan pada musim kemarau cenderung diberi jerami yang

lebih banyak untuk menutupi kebutuhan hijauan. Dimungkinkan rendahnya

kualitas dan kuantitas hijauan yang diberikan pada musim kemarau diakibatkan

lebih banyak diberi jerami menyebabkan produksi susu pada musim kemarau secara
nyata lebih rendah dibandingkan pada musim hujan.

Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) susu segar harus memenuhi

syarat-syarat tertentu agar aman dikonsumsi yaitu kadar berat jenis minimal 1.027,

kadar lemak minimum 3%, kadar protein minimum 2.7% dan Solid Non Fat (SNF)

minimal 7.8% hal tersebut menujukan bahwa kualitas susu di KUNAK telah

memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional. Namun,

untuk kadar SNF susu di KUNAK masih dibawah batas minimum yang ditetapkan.

Rata-rata kadar lemak, laktosa, solid non fat (SNF) antara kedua musim tidak

berbeda nyata, sedangkan rata-rata kadar protein susu pada musim kemarau nyata

lebih tinggi dibandingkan musim penghujan. Konsumsi bahan kering ransum

dengan kadar protein susu memiliki hubungan yang positif, yaitu peningkatan

konsumsi bahan kering ransum akan meningkatkan kadar protein susu (Anggraini

2005). Kadar bahan kering tanpa lemak juga dipengaruhi kadar lemak susu dan
kadar lemak susu rendah maka kadar bahan kering tanpa lemak susu cenderung
lebih tinggi (Sembiring 2002).

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1) Hasil evaluasi pemenuhan nutrien sapi potong di PT CABSmenunjukan

bahwa pemenuhan nutrien pakan sapi tersebut telah mencukupi kebutuhan

ternak bahkan berlebih dari kebutuhan idealnya.

2) Hasil evaluasi pemenuhan nutrient domba penggemukan di PT CABS

menunjukan bahwa pemenuhan nutrien pakan domba tersebut telah

mencukupi kebutuhan ternak bahkan berlebih dari kebutuhan idealnya.

3) Hasil evaluasi pemenuhan nutrien domba pembibitan di PT CABS

menunjukan bahwa pemenuhan nutrien pakan domba tersebut belum


mencukupi kebutuhan ternak bahkan berlebih dari kebutuhan idealnya.

4) Hasil evaluasi pemenuhan nutrien sapi perah di PT CABS menunjukan

bahwa pemenuhan nutrien pakan sapi tersebut telah mencukupi kebutuhan

ternak bahkan berlebih dari kebutuhan idealnya.

5.2 Saran (Rekomendasi)

Pemberian pakan untuk sapi potong, sapi perah dan domba sebaiknya

memperhatikan kebutuhan nutrisi, meliputi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan


reproduksi agar ternak dapat berproduksi optimal. Selain itu, untuk memenuhi

kebutuhan kemarau dapat digunakan legum sebagai hijauan tambahan dan

ditambahakan mineral mix dalam pakan untuk memenuhi kebutuhan mineral Ca

dan P. Diperlukan informasi tambahan seperti fraksi serat untuk meningkatkan

akurasi pendugaan produksi dan kualitas susu.


DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia PustakaUtama,


Jakarta.
Anggraini RY. 2005. Hubungan antara Konsumsi Bahan Kering dengan Kadar
Lemak dan Protein Susu Periode Tengah Laktasi pada Sapi Jersey Cross
[skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Blakely, J. & D. H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 2011. Definisi Susu Segar (SNI 01-3141-2011).
Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.
Despal, Permana IG. 2008. Penggunaan berbagai teknik preservasi untuk
optimalisasi pemanfaatan daun rami sebagai hijauan sumber protein dalam
ransum kambing peranakan etawah. Diaksses pada hari Minggu, 25 Juni
2018.
Etgen WM, James RE, Reaves PM. 1987. Dairy Cattle Feeding and Management.
New York (US): John Wiley and Sons, Inc.
Kearl, Leonard C. 1982. Nutrien Requirement of Ruminant in Developing
Countries. International Feedstuffs Institute. Utah Arg. Exp. Sta, Logan.
Laboratorium Nutrisi Terak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas
Peternakan UNPAD. 2007. Analisis Proksimat Tepung Limbah Roti.
UNPAD, Sumedang.
Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta.
McDonald P, Edward RA, Greenhalgh JFD, Morgan CA. 1995. Animal nutrition.
5th edition. Longman Scientific & Technical copublished in the United
States With John & Sons ins. New York (US).
Mulyono, S. 2003. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Cetakan Ke-V.
Penerbit PT Penebar Swadaya, Jakarta.
National Research Council. 1989. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6th
Revised Edition. Washinhton DC (US): National Academy Pr. 14
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
Purbowati, E., R. Adiwinarti, & E. Eko, 2005. Pemanfaatan Ampas Tahu Kering
sebagai Pakan Pengganti Konsentrat untuk Domba Garut Jantan yang
Mendapat Pakan Basal Rumput Gajah. J. Sains Peternakan. 2(2): 49-54.
Santosa KA, Diwyanto K, Toharmat T. 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah
di Indonesia, Jakarta (ID): LIPI Pr.
Sembiring SBR. 2002. Pengaruh pemberian kultur Bacillus sp. terhadap produksi
dan kualitas susu sapi perah fries holland [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Setiawan, A. 2005. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia, Jakarta (ID);
Universitas Indonesia Press.
Siregar SB. 1972. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Kadar Lemak Susu Sapi
Perah. Wartazoa. 1(2): 13-15.
Sudono A 1999. Ilmu Produksi & Ternak Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suryahadi, dkk. 1997. Manajemen Pakan Sapi Perah. IPB, Bogor.
Sutardi T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sudardjat, S. 2000. Potensi dan Prospek Bahan Pakan Lokal dalam
Mengembangkan Industri Peternakan di Indonesia.Buletin Peternakan
Edisi 10. Hln 11-15.
Syafaat, N., A. Agustian, T. Pranadji, M. Ariani, I. Setiadjie dan Wirawan. 1995.
Studi kajian SDM dalam menunjang pembanguanan pertanian rakyat
terpadu di KTI.Puslit Social Ekonomi Pertanian, Bogor.
Syamsu, J.A., 2005. Analisis potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber
pakan ternak ruminansia di Sulawesi Selatan.IPB. Bogor.
Santosa, U. 2003. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Penerbit Swadaya.
Jakarta
Safitri, T. 2009. Penerapan good breeding practices sapi potong di Pt Lembu
Jantan Perkasa Serang Banten.Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institute Pertanian Bogor, Bogor.
Sarwono, B. 2002.Penggemukan Sapi Secara Cepat. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B., 1996. Ransum Ternak Ruminansia. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B. 2003. Penggemukan Sapi. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. B. 2009. Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kecamatan
Stabat Kabupaten Langkat. Departemen Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.
Setiadi, B. 2001.Beternak Sapi Pedaging dan Masalahnya.Penerbit Aneka
Ilmu.Semarang.
Sembiring H, Panjaitan T, Mashur, Praptono D, Muzani A, Sauki A, Wildan,
Mansyur, Sasongko, A. Nurul. 2002. Prospek Integrasi Sistem Usaha Tani
Terpadu, Pemeliharaan Sapi pada Lahan Irigasi di Pulau Lombok.
Wartazoa Buletin Ilmu Peternakan Indonesia 12 (1): 9 -17.
Sosroamidjojo, dan Soeradji. 1985. Peternkan Umum. Penerbit CV. Yasaguna,
Jakarta.
Suryana. 2009. Pengembangan usaha ternak sapi potong berorientasi agribisnis
dengan pola kemitraan . Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian, Kalimantan Selatan.
Taylor RE, Field TG. 2004. Scientific Farm Animal Production : An Introduction
to Animal Science. New Jersey (US): Perason Prentice Hall.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawiro Kusuma, dan S.
Lebdosoekoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Tomaszewska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S. Gardiner, & T. R.
Wiradarya. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Sebelas
Maret University Press, Surabaya
Zainal. 2002. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai