Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN
Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV).
Terdiri dari hepatitis C akut dan kronik, dari tingkat keparahan yang ringan yang
berlangsung beberapa minggu menjadi kronik dan menyebabkan komplikasi
yang serius (WHO, 2014).
4. Definisi Hepatitis D
Hepatitis D adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis Delta (HVD).
HDV adalah virus RNA yang rusak yang tidak menyandikan protein
amplopnya sendiri dan tergantung pada ekspresi permukaan virus hepatitis B
(HBV) antigen (HbsAg) dalam sel yang sama untuk menyelesaikan siklus
hidupnya. Hepatitis D karenanya merupakan hasil dari koinfeksi akut oleh HBV
dan HDV atau superinfeksi HDV dari pasien yang terinfeksi HBV kronis.
5. Definisi Hepatitis E
Hepatitis E adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis E (HEV)
(Guerrant, Walker, & Weller, 2011) . Virus memiliki setidaknya 4 jenis:
genotipe 1, 2, 3 dan 4. Genotipe 1 termasuk strain Asia dan Afrika, genotipe 2
termasuk strain tunggal Meksiko dan beberapa isolat dari Afrika, genotipe 3
termasuk strain HEV manusia dan babi dari negara-negara industri, dan
genotipe 4 termasuk strain HEV manusia dan babi dari Asia.(Guerrant et al.,
2011)
B. Etilogi Penyakit Hepatitis
1. Etilogi Hepatitis A
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi Hepatitis A Virus.
2. Etilogi Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang
merusak hati dengan masa inkubasi 14-160 hari. Penyebaran penyakit melalui
darah dan produknya, suntikan yang tidak aman, transfusi darah, proses
persalinan, melalui hubungan seksual. Penularan perinatal adalah penularan yang
terjadi saat persalinan. Sebagian besar ibu dengan Hepatitis B akan menularkan
infeksi HBV vertikal pada bayi yang dilahirkannnya sedangakan ibu yang anti
Hbe positif tidak akan menularkannya. Penularan post natal terjadi setelh bayi
lahir misalnya melalui ASI yang diduga tercemar HBV lewat luka kecil dalam
mulut bayi. Pada kasus persalinan lama cenderung meningkatkan penularan
vertikal (lebih dari 9 jam).
3. Etilogi Hepatitis C
Penularan VHC pada dasarnya sama seperti VHB, tapi dalam kenyataan di
negara berkembang seperti Indonesia, VHC tidak hanya ditemukan di lingkungan
masyarakat dengan tingakt sosio- ekonomi lemah, tetapi di semua lapisan
masyarakat. "Selain faktor higienitas, tertukar atau saling pinjam barang pribadi
seperti pisau cukur, sikat gigi, dapat menjadi penyebab lain, walaupun
penularannya tidak semudah virus hepatitis B," tambah Sulaiman.
Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini
ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering
disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan
efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C.
Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan
penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik
yang lain dalam pengobatan.
4. Etilogi Hepatitis D
Agen etiologi, HDV, adalah partikel RNA untai tunggal kecil dengan diameter
36 nm. Ini bercangkang ganda - kulit luar terdiri dari HBsAg dan kulit dalam terdiri
dari antigen delta yang disediakan oleh untai RNA melingkar. Ini sangat menular
dan dapat menyebabkan hepatitis pada host HBsAg-positif.
5. Etilogi Hepatitis E
Virus hepatitis E ditularkan terutama melalui rute fecal-oral karena air minum
terkontaminasi tinja. Faktor risiko untuk hepatitis E terkait dengan sanitasi yang
buruk, yang memungkinkan virus diekskresikan dalam kotoran orang yang
terinfeksi untuk mencapai persediaan air minum.
Rute penularan lain meliputi konsumsi daging yang kurang matang atau produk
daging yang berasal dari hewan yang terinfeksi (mis. hati babi), transfusi produk
darah yang terinfeksi, dan transmisi vertikal dari seorang wanita hamil ke bayinya.
Tempat awal replikasi adalah epitel usus dan mencapai hati melalui sirkulasi portal.
Gambaran klinis hepatitis virus dapat berkisar dari asimtomatik sampai penyakit
mencolok, kegagalan hati dan kematian. Terdapat empat stadium pada hepatitis A :
stadium inkubasi, stadium prodromal, stadium ikterus, dan periode kovalensasi
(pemulihan)
a. Stadium Inkubasi. Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya
gejala atau ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis.
Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur
penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.2 Pada
hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama 14-50 hari, dengan rata-rata
28-30 hari
b. Stadium Prodromal (pra ikterik)., stadium diantara timbulnya keluhan-keluhan
pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious
ditandai dengan malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah lelah, gejala
saluran napas atas dan anorexia. Mual muntah dan anoreksia berhubungan
dengan perubahan penghidu dan rasa kecap. Demam derajat rendah umunya
terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di
kuadran kanan atas atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolesistitis.
c. Stadium Ikterus. Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak
terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal,
tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
d. Stadium konvalesen (penyembuhan). Diawali dengan menghilangnya ikterus
dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada.
Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut
biasanya akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis
dan laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5-10% kasus perjalanan
klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminant.
Fase awal demam ringan, nafsu makan berkurang (anoreksia), mual dan
muntah, berlangsung selama beberapa hari; beberapa orang mungkin juga
mengalami sakit perut, gatal (tanpa lesi kulit), ruam kulit, nyeri sendi, penyakit
kuning (warna kuning pada kulit dan sclera mata), dengan urin gelap, tinja pucat,
hati yang agak membesar, lunak (hepatomegali). Dan gejala ini seringkali tidak
dapat dibedakan dengan yang dialami selama penyakit hati lainnya dan biasanya
berlangsung 1-6 minggu.
Dalam kasus yang jarang, hepatitis E akut bisa parah, dan mengakibatkan
hepatitis fulminan (gagal hati akut); pasien-pasien ini beresiko kematian. Hepatitis
fulminan terjadi lebih sering ketika hepatitis E terjadi selama kehamilan. Wanita
hamil dengan hepatitis E, khususnya mereka yang berada di trimester kedua atau
ketiga, berisiko lebih tinggi mengalami gagal hati akut, kehilangan janin, dan
kematian. Hingga 20-25% wanita hamil dapat meninggal jika mereka menderita
hepatitis E pada trimester ketiga.
Kasus-kasus infeksi hepatitis E kronis telah dilaporkan pada orang-orang yang
tertekan kekebalannya, khususnya penerima transplantasi organ pada obat-obat
imunosupresif, dengan infeksi genotipe 3 atau 4 HEV. Ini tetap tidak biasa.
2. Patofisilogi Hepatitis B
Inflamasi yang disebabkan oleh VHB menyebabkan pola normal pada hepar
terganggu. Seperti pada gangguan pada suplai darah pada sel – sel hepar menyebabkan
nekrosis dan kerusakan sel – sel hepar. Setelah lewat masanya, sel – sel hepar yang
menjadi rusak di buang oleh respon system imun dan di gantikan oleh sel – sel baru
yang sehat. Oleh karenanya sebagian besar klien mengalami hepatits sembuh dengan
fungsi hepar normal.
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu
tubuh dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman
pada perut sebelah kanan atas. Hal itu di manisfestasi kliniskan dengan adanya rasa
mual dan nyeri di ulu hati.
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah
bilirubin yang belum mengalami konjungasi ( bilirubin indireck) masuk ke dalam hati
tetap normal, tetapi karena kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka
terjadi kesukaran pengangkutan bilirubin tersebut didalam hati. Selain itu terjadi
kesulitan dalam hal konjungasi akibatnya bilirubin tidak sempurna di keluarkan melalui
duktus hepatikus, karena terjadi retensi ( akibat kerusakan sel eksresi) dan regurgitasi
pada duktuli, empedu belum mengalami konjungasi (bilirubin indireck), maupun
bilirubin yang sudah mengalami konjungasi ( bilirubin direck). Jadi ikterus yang timbul
disini terutama karena kesukaran dalam pengankutan , konjungasi dan eksresi bilirubin.
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena tinja tampak pucat (abolish)
karena bilirubin konjungasi larut dalam air, maka bilirubin dapat di eksresi ke dalam
kemih, sehinggan menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan
kadar bilirubin terkonjungasi dapat disertai peningkatan garam – garam empedu dalam
darah yang akan menimbulkan gatal – gatal pada ikterus.
3. Patofisilogi Hepatitis C
HCV yang masuk kedalam darah akan mencari hepatosit (HCV hanya bisa
berkembang biak di dalam sel hati) dan kemungkinan sel limfosit B. Virus masuk
kedalam hepatosit dengan mengikat suatu reseptor permukaan sel yang spesifik.
Reseptor ini belum teridentifikasi secara jelas, namun protein permukaan sel CD81
adalah suatu HCV binding protein yang memainkan peranan khusus yang dikenal
sebagai protein E2 menempel pada reseptor site dibagian luar hepatosit. Protein inti
virus ini menembus dinding sel dimana selaput lemak bergabung dengan dinding sel
dan selanjutnya akan melingkupi dan menelan virus serta membawanya kedalam
hepatosit. Di dalam hepatosit, selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma
dan keluarlah RNA virus (virus uncoating) yang selanjutnya mengambil alih peran
bagian dari ribosom hepatosit dalam membuat bahan-bahan untuk proses reproduksi.
4. Patofisilogi Hepatitis D
Step 1: masuknya HDV dimediasi oleh langkah pertama, yang dihasilkan dari interaksi
virus dengan HSPG, dan interaksi spesifik L-HbsAg dengan reseptor virus, NTCP.
Langkah ini dihambat oleh Myrcludex B. RNP virus kemudian dipindahkan ke nukleus.
Step 2: di mana ia melepaskan genom virus yang berfungsi sebagai templat untuk
transkripsi HDV mRNA
Step 3: HDAg diterjemahkan
Step 5: dimediasi oleh RNA polimerase yang tergantung DNA seluler dengan adanya
S-HDAg, melalui mekanisme lingkaran-bergulir, dengan pembentukan intermediet
RNA multimerik dan antigenomik. Selama replikasi, RNA antigenomik dapat diedit
oleh ADAR1
Step 7: langkah yang dihambat oleh lonafarnib, diperlukan untuk pengaturan replikasi
dan perakitan virus. HDV RNP yang baru terbentuk dirakit di dalam nukleus
Step 9: melalui interaksi L-HDAg yang mengalami farnesylated dengan HbsAg. HDV
virion akan dikeluarkan melalui golgi
Step 10: secara paralel dengan HBV SVP. walaupun mekanisme tindakan REP 2139
yang tepat tidak sepenuhnya dikarakterisasi, telah terbukti tidak mengganggu
masuknya virus HBV atau HDV tetapi tampaknya mempengaruhi sekresi HDV dengan
menghambat sekresi HbsAg dan juga berpotensi berinteraksi dengan HDAg.
Mekanisme aksi interferon yang tepat (baik alfa dan lambda) tidak terwakili, karena
masih belum sepenuhnya diketahui (meskipun diyakini melibatkan dan menghambat
replikasi RNA virus).
5. Patofisilogi Hepatitis E
E. Penatalaksanaan Penyakit Hepatitis
1. Penatalaksanaan Hepatitis A
Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A (HAV) ada. Pengobatan
diberikan secara suportif bukan langsung kuratif. Medikasi yang mungkin dapat
diberikan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan imunoglobulin. Pencegahan
baik sebelum atau setelah terpapar HAV menjadi lebih penting. Tidak ada
pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis A, sebab infeksinya sendiri biasanya akan
sembuh sendiri. Pemberian farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan
mencegah komplikasi. Farmakoterapi atau obat-obatan yang biasa digunakan
adalah antipiretik analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit, antiemetik atau
anti muntah, vaksin, dan imunoglobulin. Tidak ada terapi spesifik yang tersedia.
Para antienteroviral diteliti obat pleconaril (Disoxaril; ViroPharma) tidak memiliki
aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV). Rawat Inap diindikasikan untuk pasien
dengan dehidrasi yang signifikan karena muntah atau mereka dengan hepatitis
fulminan. Tetapi pada keadaan lain yang berat dimana terjadi komplikasi
kekuarangan cairan akibat muntah yang berlebihan dan terus menerus sehingga
terjadi komplikasi kekuarangan cairan dan elektrolit disarankan untuk dilakukan
perawatan di rumah Sakit. Konsultasi dengan subspesialis umumnya tidak
diperlukan. Pada penderita Fulminant hepatitis mungkin perlu dikonsultasikan pada
ahli pencernaan anak atau ahli perawatan intensif. Meskipun obat demam golongan
asetaminofen dapat dengan aman digunakan untuk mengobati beberapa gejala yang
berhubungan dengan hepatitis A virus (HAV) infeksi, sebaiknya dosis harus tidak
lebih dari 4 gram sehari atau 8 tablet sehari. Pada anak usia 12 tahun jangan lebih 2
gram atau 4 tablet sehari. Untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus
mempercepat proses penyembuhan dilakukan istirahat yang cukup sehingga
memberi kekuatan bagi sistem kekebalan tubuh dalam memerangi infeksi.
Pemberian obat anti mual dapat diberikan untuk mencegah rasa mual dan muntah
yang berlebihan. Gangguan rasa mual dan muntah itu dapat mengurangi nafsu
makan. Hal ini harus diatasi karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses
penyembuhan. Pada penyakit hepatitis A organ tubuh yang paling terganggu adalah
hati atau lever. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah dipakai di
dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka obat-obatan yang
tidak perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari selama sakit. Beberapa
peneliti percaya bahwa penggunaan kortikosteroid dapat mempengaruhi pasien
untuk mengembangkan kambuh hepatitis A.Meskipun sangat jarang tetapi dapat
terjadi komplikasi yang sering menyertai infeksi hepatitis A seperti Gagal ginjal
akut, nefritis interstisial, pankreatitis, aplasia sel darah merah, agranulositosis,
aplasia sumsum tulang, blok jantung sementara, sindrom Guillain-Barré, arthritis
akut, penyakit Still, sindrom lupuslike, Hepatitis autoimun dan sindrom Sjögren.
Kekambuhan infeksi Hepatitis A terjadi pada sekitar 3-20% penderita. Setelah
melewati fase infeksi akut, terjadi fase remisi berlangsung 3-6 minggu.
Kekambuhan terjadi setelah periode singkat biasanya lebih 3 minggu dan gejalanya
seperti hejala awal meskipun gejalanya lebih ringan ringan.Terdapat laporan kasus
seorang pasien dilakukan transplantasi hari karena terjadi kekambuhan dan disertai
penyakit lainnya yang tidak membaik dengan pengobatan (Children, 2012).
2. Penatalaksanaan Hepatitis B
a. Pemberian vaksi hepatitis B dan immunoglobulin segera setelah bayi lahir dengan ibu
dengan HBsAg positip.
b. Tidak menjadi pendonor darah selama masih dinyatakan positip hepatitis B.
c. Istirahat total pada periode akut selama 1 -2 bulan.
d. Diet tepat untuk pasien hepatits B..
e. Anti virus sering di gunakan kombinasi dari inteferon alfa dan lamivudin.
3. Penatalaksanaan Hepatitis C
Penatalaksanaan hepatitis C lebih tertuju pada hepatitis C kronik karena seringkali
pasien yang dating ke pusat pelayanan kesehatan sudah dalam fase kronik
a. Pencegahan primer
Tidak ada vaksin untuk hepatitis C, oleh karena itu pencegahan infeksi HCV
ditujukan pada mengurangi risiko terpaparnya dengan HCV. Daftar berikut
memberikan contoh terbatas intervensi pencegahan primer yang direkomendasikan
oleh WHO:
i. Kebersihan tangan: persiapan bedah, mencuci tangan dan penggunaan sarung
tangan
ii. Penanganan yang aman dan pembuangan benda tajam dan limbah
vi. Meningkatkan akses terhadap darah yang aman, dan pelatihan tenaga kesehatan.
b. Pencegahan sekunder
Bagi orang-orang yang terinfeksi dengan virus hepatitis C, WHO
merekomendasikan:
i. Pendidikan dan konseling tentang pilihan untuk perawatan dan pengobatan
ii. Imunisasi dengan vaksin hepatitis A dan B untuk mencegah koinfeksi dari virus
hepatitis ini untuk melindungi hati mereka
iii. Manajemen medis awal dan tepat termasuk terapi antiviral jika sesuai, dan
4. Penatalaksanaan Hepatitis D
Karena HDV tergantung pada RNA polimerase sel inang untuk replikasinya,
dan meskipun target viral alternatif sebagai ribozim pada akhirnya bisa dihambat,
pengembangan antivirus molekul yang secara langsung dan spesifik menargetkan
langkah ini belum berhasil. Strategi alternatif yang sedang dikembangkan saat ini
didasarkan pada stimulasi tidak langsung dari bawaan sistem kekebalan tubuh
(seperti halnya IFN-lambda) atau target sel terlibat dalam langkah-langkah lain dari
siklus hidup virus sebagai entri (Myrcludex B) dan perakitan dan pelepasan virus
(lonafarnib dan REP 2139).
5. Penatalaksanaan Hepatitis E
Tidak ada pengobatan khusus karena penyakit ini biasanya sembuh sendiri,
rawat inap umumnya tidak diperlukan. Yang paling penting adalah menghindari
obat-obatan yang mengandung Acetaminophen / Paracetamol dan obat anti muntah.
Rawat inap diperlukan untuk pasien dengan hepatitis fulminan, dan juga harus
dipertimbangkan untuk wanita hamil yang memiliki gejala. Orang yang tertekan
kekebalannya mendapatkan manfaat hepatitis E kronis dari pengobatan khusus
menggunakan ribavirin, obat antivirus. Dalam beberapa situasi tertentu, interferon
juga telah berhasil digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Guerrant, R. L., Walker, D. H., & Weller, P. F. (2011). Tropical Infectious diseases Principles,
Pathogens and Practice. In Saunders Elsevier (Vol. 3)
Kumar, V., Abbas, A. K., & C.Aster, J. (2018). Basic Pathology (Tenth Edit). Retrieved from
http://www.ghbook.ir/index.php?name=فرهنگ و رسانه های
&نوینoption=com_dbook&task=readonline&book_id=13650&page=73&chkhashk=ED9
C9491B4&Itemid=218&lang=fa&tmpl=component
Sulaiman, A. (2010). Pendekatan Terkini Hepatitis B dan C dalam Praktik Klinis Sehari-hari.
Jakarta: Sagung Seto.