Disusun Oleh :
Kelompok 8 (2B)
TA 2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karna atas kasih dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Sistem Manajemen dan Mutu tentang
Indicator Mutu Angka Kematian di IGD.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran dari banyak pihak kami harapkan untuk menyempurnakan makalah
ini.
Akhirnya kami mengucapkan Terima Kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam membuat makalah ini. Kami harapkan makalah ini dapat bermanfaat dan
mampu menambah wawasan bagi semua orang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instalasi gawat darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah sakit yang
memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya pasien dengan
kondisi gawat darurat. Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien
membutuhkan pertolongan medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa dan kecacatan
lebih lanjut (Permenkes RI, 2009). Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan
keperawatan yang ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada
dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota
tubuhnya bila tidak mendapat pertolongan secara cepat dan tepat (Musliha, 2010).
Menurut Arief (2000) Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis
pada seseorang berupa tanda kematian yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat,yang
dapat terjadi dini dan lanjut. Sedangkan Amir (2008) menjelaskan bahwa cara kematian
(mode of death) yaitu keadaan yang terjadi pada proses kematian,melalui gagalnya fungsi
salah satu dari runtuhnya 3 pilar kehidupan yaitu : Otak,Jantung dan Paru-paru
B. Rumusan Masalah
Dalam mempelajari Indicator Mutu Angka Kematian Di IGD,ada beberapa hal yang
perlu dipahami dan dimengerti. Beberapa hal tersebut yakni :
1. Jelaskan pengertian IGD
2. Jelaskan penyakit yang harus ditangani di IGD
3. Jelaskan Indicator Mutu Angka Kematian di IGD
C. Tujuan
1. Memahami pengertian IGD
2. Memahami penyakit yang harus ditangani di IGD
3. Memahami Indicator Mutu Angka Kematian di IGD
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu bagian di rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien
yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.
(Wikipedia, 2015)
Instalasi Gawat Darurat atau dikenal juga dengan IGD merupakan salah satu bagian
atau departemen di rumah sakit yang khusus memprioritaskan pelayanan pada pasien dengan
kondisi yang mengancam nyawa. Tim medis di IGD juga dapat memberi pelayanan medis
untuk pasien yang tidak dalam keadaan gawat darurat.
Beberapa jenis pasien yang dirawat di IGD umumnya adalah pasien kecelakaan,
pasien dengan penyakit akut maupun kronis yang mengancam nyawa, atau keadaan darurat
yang memerlukan perawatan segera, misalnya kasus keracunan. IGD menyediakan perawatan
dan pengobatan darurat untuk penanganan awal.
Sebagian orang tidak benar-benar tahu apa saja kondisi yang bisa atau harus
ditangani di IGD (Leading Practices in Emergency Department, 2010). Berikut ini adalah
beberapa kondisi yang harus segera mendapatkan penanganan khusus di IGD:
Kesulitan bernapas
Semua kondisi yang menyebabkan kesulitan bernapas, sesak napas, atau sehingga
tubuh kekurangan oksigen, termasuk dalam kategori kondisi yang memerlukan penanganan.
Kesulitan bernapas bisa terjadi karena adanya masalah pada paru-paru dan saluran
pernapasan, seperti pada serangan asma, emboli paru, pneumothorax, pneumonia,
pembengkakan paru, anemia, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), gagal jantung, hingga
sesak napas karena anafilaktik. Kondisi-kondisi tersebut merupakan kegawatdaruratan dalam
pernapasan.
Stroke
Salah satu kondisi gawat darurat yang perlu secepatnya ditangani di IGD adalah
stroke. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tersumbatnya pembuluh darah otak, atau karena
pecahnya pembuluh darah otak. Gejalanya berupa kesulitan berbicara atau berjalan,
kelemahan atau lumpuh pada anggota gerak tubuh, gangguan penglihatan, sakit kepala, dan
penurunan kesadaran.
Keracunan
Keracunan merupakan kondisi yang juga memerlukan penanganan IGD segera.
Keracunan di sini bisa berarti menghirup, menelan atau menyentuh zat beracun, misalnya saja
keracunan makanan, serta overdosis obat atau alkohol.
Selain beberapa kondisi di atas, masih banyak kondisi atau tanda gejala lain yang
juga harus ditangani di IGD yaitu:
Pingsan
Nyeri dada berat yang menjalar ke lengan, bahu atau rahang.
Sakit kepala yang tidak biasa dan muncul secara tiba-tiba.
Kejang.
Perdarahan aktif yang sulit dihentikan.
Batuk atau muntah darah.
Demam tinggi dengan sakit kepala dan leher kaku.
Diare yang tidak kunjung berhenti
Bagaimana cara dokter menyortir pasien gawat darurat dengan sistem triase medis?
Sistem triase medis memilah-milih pasien berdasarkan kondisi pasien saat masuk ruang
perawatan dan memberikan kode warna untuk pasien, mulai dari merah, kuning, hijau, putih
dan hitam. Apa arti dari warna-warna ini?
1. Merah: Kode warna merah diberikan kepada pasien yang jika tidak diberikan
penanganan dengan cepat maka pasien pasti akan meninggal, dengan syarat pasien
tersebut masih memiliki kemungkinan untuk dapat hidup. Contohnya seperti pasien
dengan gangguan pernapasan, trauma kepala dengan ukuran pupil mata yang tidak
sama, dan perdarahan hebat.
2. Kuning: Kode warna kuning diberikan kepada pasien yang memerlukan perawatan
segera, namun masih dapat ditunda karena ia masih dalam kondisi stabil. Pasien
dengan kode kuning masih memerlukan perawatan di rumah sakit dan pada kondisi
normal akan segera ditangani. Contohnya seperti pasien dengan patah tulang di
beberapa tempat, patah tulang paha atau panggul, luka bakar luas, dan trauma
kepala.
3. Hijau: Kode warna hijau diberikan kepada mereka yang memerlukan perawatan
namun masih dapat ditunda. Biasanya pasien cedera yang masih sadar dan bisa
berjalan masuk dalam kategori ini. Ketika pasien lain yang dalam keadaan gawat
sudah selesai ditangani, maka pasien dengan kode warna hijau akan ditangani.
Contohnya seperti pasien dengan patah tulang ringan, luka bakar minimal, atau luka
ringan.
4. Putih: Kode warna putih diberikan kepada pasien hanya dengan cedera minimal di
mana tidak diperlukan penanganan dokter.
5. Hitam: Kode warna hitam diberikan kepada pasien yang setelah diperiksa tidak
menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Misalnya, mereka yang masih hidup namun
mengalami cedera yang amat parah sehingga meskipun segera ditangani, pasien tetap
akan meninggal.
Namun demikian, sistem triase gawat darurat medis ini tidak kaku. Jika pasien dengan kode
merah yang telah mendapat penanganan pertama dan kondisinya sudah lebih stabil maka
kode pasien tersebut bisa diubah menjadi warna kuning. Sebaliknya, pasien dengan kode
kuning yang kondisinya mendadak tambah parah bisa saja kodenya diubah jadi warna merah.
IGD juga menangani kondisi non-emergensi, namun skala prioritas pelayanan yang
lebih diutamakan adalah kondisi pasien yang gawat darurat. Tidak seperti jika Anda berobat
ke poliklinik, di mana diberlakukan nomor antrian berdasarkan yang mendaftar atau yang
datang terlebih dahulu. IGD memberlakukan sistem penanganan prioritas berdasarkan tingkat
kedaruratan kondisi pasien, yakni:
1) Kategori I: Harus segera ditolong
Orang yang membutuhkan perawatan segera dan harus ditangani tim medis paling
lambat dua menit setelah tiba di IGD, dikategorikan sebagai pasien dengan kondisi kritis
yang mengancam nyawa. Misalnya pada pasien henti jantung, henti napas, dan koma.
TINJAUAN KASUS
Di Indonesia, penyebab kematian akibat trauma dan perdarahan tercatat lebih dari
30 persen, dimana kebanyakan disebabkan oleh penanganan kegawatdaruratan yang kurang
cepat dan tidak tepat. Oleh karena itu sangat penting bagi korban kecelakaan untuk sesegera
mungkin dibawa ke rumah sakit yang memiliki sarana memadai termasuk ambulans sebagai
saranan transportasi pasien ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut.
Besarnya angka trauma atau kematian akibat kecelakaan lebih banyak disebabkan
oleh pertolongan yang kurang tepat dan cepat. Itulah sebabnya, penting sekali bagi korban
kecelakaan untuk secepatnya dibawa ke rumah sakit yang memiliki mempunyai prasarana
dan fasilitas yang memadai.
Dalam situasi gawat darurat medis, layanan ambulans bisa menjadi penyelamat
hidup Anda karena dilengkapi dengan peralatan dan tenaga medis yang handal menuju
instalasi gawat darurat secara cepat dan aman. Kecepatan dan ketepatan penanganan via
ambulans dapat menjadi factor penentu untuk bisa mencegah kecacatan atau bahkan kematian
yang tidak diinginkan.
Layanan ambulans gawat darurat dilakukan sejak pasien atau keluarga pasien
menghubungi No Telp IGD. Selama menghubungi team IGD, perlu dijelaskan detail nama,
usia, no telepon, kondisi pasien dan lokasi sehingga dapat dilakukan pre-assessment sebagai
persiapan untuk menjemput pasien. Pada umumnya rumah sakit mempunyai standar protocol
respon time 3 menit setelah telepon diterima, kemudian keluar untuk menjemput panggilan
tersebut secepatnya agar peluang keselamatan pasien dapat tetap terjaga.
Selama perjalanan, tim medis juga akan melakukan komunikasi dengan pihak gawat
darurat rumah sakit selama perjalanan untuk memastikan tindakan medis yang sesuai ketika
pasien tiba di rumah sakit.
Unit Gawat Darurat: Perawatan untuk Stabilisasi Pasien
Setelah sampai di rumah sakit dan ruang instalasi gawat darurat (IGD), pasien yang
datang juga harus melewati proses triase untuk menilai kondisinya. Dengan begitu, para
tenaga medis bisa menentukan tingkat kegawatdaruratan yang dialami korban. Pasien yang
datang tersebut harus melewati proses triase guna menilai kondisi pasien agar mendapatkan
perawatan yang tepat.
Pada triase satu dengan kondisi pasien yang terancam jiwanya bahkan kehilangan
anggota tubuh, jelas memerlukan intervensi atau tindakan dengan segera. Pihak keluarga dan
pasien sendiri hanya boleh menunggu maksimal lima menit agar segera mendapatkan
tindakan medis.
Proses triase tersebut juga dibagi menjadi tiga kategori yang masing-masing
memiliki cara penanganan yang jelas berbeda. Yakni, tergantung dari kondisi dan luka-luka
yang dialami oleh pasien tersebut. Begitu pula pada triase dua, dengan kondisi pasien yang
juga terancam jiwanya namun dengan potensi ancaman terhadap fungsi anggota tubuh, juga
memerlukan penanganan yang cepat. Batas waktu bagi keluarga dan pasien untuk
mendapatkan pertolongan kurang lebih nol sampai lima menit.
Untuk triase satu hingga dua ini harus ditangani dengan segera, tidak boleh
menunggu terlalu lama. Jika tidak, nyawa pasien yang menjadi taruhannya. Adalah salah
besar apabila pasien kecelakaan dengan kondisi triase satu dan dua didiamkan terlalu lama
di IGD.
Sementara, pada triase tiga dengan kondisi pasien akut tetapi tidak mendesak (pasien
masih dalam kondisi stabil),tidak ada potensi untuk mengalami perburukan, jelas tidak
memerlukan tindakan atau intervensi medis dengan segera.
Ambulans & IGD BIMC Siloam Nusa Dua
Dengan komitmen fast response time 3 menit setelah telepon diterima, maka tim
gawat darurat responsive BIMC Siloam Nusa Dua akan ditugaskan segera untuk menjemput
panggilan tersebut secepatnya agar peluang keselamatan pasien dapat tetap terjaga.
BIMC Siloam Nusa Dua memiliki 2 unit ambulans sebagai rapid response mobile
hospital, yang membawa dokter dan perawat terlatih berikut dengan obat-obatan, peralatan
ventilator,Automated External Defibrilator (AED) serta peralatan vital lainnya untuk
melakukan proses stabilisasi pasien selama perjalanan menuju rumah sakit.
Tim medis juga akan melakukan komunikasi dengan pihak gawat darurat rumah
sakit selama perjalanan untuk memastikan tindakan medis yang sesuai ketika pasien tiba di
rumah sakit.
Di instalasi gawat darurat BIMC Siloam Nusa Dua, kecepatan dan keakuratan
tenaga medis juga berperan dalam menentukan outcome dari pasien gawat darurat. Demi
memastikan tingkat kualitas perawatan yang tinggi bagi pasien, pelatihan khusus untuk
menangani kegawat daruratan baik trauma maupun non trauma diberikan secara berkala
kepada team IGD.
Didukung juga dengan special uang siap dan bekerja bahu membahu memastikan
perawatan pasien menjadi lebih cepat dan mudah diakses. Tenaga kegawatdaruratan BIMC
Siloam Nusa Dua telah tersertifikasi dengan pelatihan khusus.
Setiap dua tahun sekali tim medis gawat darurat mendapatkan pelatihan EMT dan
melakukan mock drill secara regular untuk melatih kesiapan penanganan keadaan gawat
darurat medis.
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Ada beberapa kekhususan dalam pelayanan IGD menurut peraturan menteri ini,
salah satunya mengenai indikator mutu pelayanan. Walaupun secara eksplisit tidak diatur
dalam peraturan ini, salah satu tolak ukur pelayanan IGD yang baik adalah kecepatan
pelayanan. Ketentuan ini berbeda dari pelayanan-pelayanan lain dirumah sakit yang lebih
condong disebut sebagai pada waktu tertentu atau pada waktu yang tepat.
Dalam standar pelayanan minimal rumah sakit yang diatur dalam keputusan Menteri
Kesehatan No .129 tahun 2008 diatur bahwa IGD harus mampu memberikan pelayanan
medis dalam waktu lima menit sejak pasien datang.Kecepatan dan keselamatan yang harus
menjadi nafas pelayanan IGD tentu membawa konsekuensi khusus dalam pengelolaan kinerja
IGD.Kekhususan ini menjadikan keterwakilan pelayanan rumah sakit tidak mungkin terjadi
di IGD.
Ketiga pemikiran diatas semakin menguatkan prinsip bahwa IGD bukanlah etalase
pelayanan rumah sakit.Namun demikian,sebuah penelitan pernah membandingkan data
pelayanan IGD rumah sakit di Australia dan Cina.Data pasien IGD cara masuknya,dan jenis
kegawatan yang dilayani dapat membantu bagaimana rumah sakit dibandingkan satu dengan
yang lainnya ( Hou &Chu 2010).Beban yang diterima rumah sakit juga dapat dianalisis dari
data-data tersebut.Dalam hal ini,IGD dapat menjadi tempat pengukuran yang baik bagi
penilaian beban rumah sakit terhadap kasus – kasus penyakit trauma dan akut.
SARAN
1. Perlu ditingkatkan pelayanan dan kemampuan petugas IGD agar mampu menangani
kasus life saving. Selain itu juga perlu direncanakan mengenai penambahan fasilitas
dan penunjang serta obat-obat yang ada untuk menunjang upaya life saving.
2. Tenaga yang bekerja di bagian IGD yang belum memiliki sertifikat segera
dikirimkan untuk mengikuti pelatihan kegawatdaruratan. Selain itu petugas di IGD
yang memiliki sertifikat agar tidak di rolling ke bagian lain.
3. Perlu dicari solusi untuk mempersingkat waktu tunggu pasien.
4. Perlu ditingkatkan efektifitas dan kemampuan menyelamatkan pasien agar angka
kematian dapat diturunkan.
DAFTAR PUSTAKA
Leading Practices in Emergency Department, (2010) tentang Kondisi yang harus ditangani
di IGD