Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN”

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 10


SALSABILA PUTRI NURFARHANI
SHYROTUL HAYATI

DOSEN PEMBIMBING:
ANDRAFIKAR, SKM, M.KES
EDMON, SKM, M.KES
SAFYANTI,SKM, M.KES

JURUSAN S1 TERAPAN GIZI


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2018/2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk dapat membuat dan menyelesaikan makalah yang berjudul “Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan’. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat
menjadi pedoman bagi pembaca dalam memahami standar pelayanan minimal bidang
kesehatan nasional, kabupaten/kota, dan standar pelayanan minimal penyelenggaraan
perbaikan gizi masyarakat, serta menjadi acuan bagi pembaca dalam memberikan
dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan rakyat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang selalu
menyemangati, mendukung, dan selalu berdoa untuk penulis. Penulis juga tak lupa
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ilmu Kesehatan
Masyarakat (IKM) yang telah membantu dan membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini, Serta kepada teman-teman yang telah ikut berpartisipasi
dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari dalam menyelesaikan makalah ini tidak luput dari
kesalahan. Maka dari itu segala kritikan dan saran yang mendukung demi kebaikan
makalah ini dikemudian hari, penulis terima dengan senang hati.
Demikianlah makalah ini dibuat agar dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

Padang, 24 Oktober 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas perayanan kesehatan perorangan


merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam
mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan
di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.
Berbagai jenis tenaga kesehatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran
yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka
pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin kompleksnya
permasalahan di rumah sakit. Pada hakekatnya rumah sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Fungsi dimaksud memiliki makna
tanggung jawab yang seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam
meningkatkan taraf kesejahteraan mesyarakat.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2005 Tentang
Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal BAB I ayat 6
menyatakan : Standar pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah
ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal, Ayat 7
menyatakan: Indikator SPM adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif
yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh
didalarn pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau
manfaat pelayanan, Ayat 8 menyatakan: Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan
publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
kehidupan sosial ekonomi dan pemerintahan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana standar pelayanan minimal bidang kesehatan nasional?
2. Bagaiman standar pelayanan minimal bidang kesehatan kabupaten/kota?
3. Bagaiman standar pelayanan minimal penelenggaraan perbaikan gizi
masyarakat?
4. Bagamana latar belakang SPM?
5. Bagaimana ruang lingkup SPM?
6. Bagaimana petunjuk penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat?

C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan
nasional.
2. Mampu menjelaskan tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan
kabupaten/kota.
3. Mampu menjelaskan tentang standar pelayanan minimal penelenggaraan
perbaikan gizi masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN

A.Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Nasional

Yang dimaksud dengan Standar Pelayanan Minimal adalah suatu standar


dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan
wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang
mencakup jenis pelayanan, indikator dan nilai.
SPM juga akan berfungsi Sebagai instrumen untuk memperkuat pelaksanaan
Performance Based Budgeting. UU 23 Tahun 2014 juga mengamanatkan pada Pemda
untuk benar-benar memprioritaskan belanja daerah untuk mendanai urusan
pemerintahan wajib yang terkait pelayanan dasar yang ditetapkan dengan SPM (pasal
298). Kedepannya nanti pengalokasian DAK ke daerah akan berdasar pada
kemampuan daerah untuk pencapaian target-target SPM, daerah dengan kemampuan
sumber daya yang kurang akan menjadi prioritas dalam pengalokasian DAK.
Hal-hal tersebut di atas membuat seluruh elemen akan bersatu padu berbenah
untuk bersama-sama menuju pencapaian target-target SPM, termasuk di dalamnya
adalah pemenuhan sumber daya manusia
kesehatan terutama di level Puskesmas sesuai Permenkes Nomor 75 Tahun 2014
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama akan menjadi unit
terdepan dalam upaya pencapaian target-target SPM.
Implementasi SPM juga menjadi sangat strategis dalam kaitannyadengan
pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang sampai saat ini masih
bermasalah dengan
adanya defisit anggaran. Implementasi SPM akan memperkuat sisi promotif –
preventif sehingga diharapkan akan ber-impactpada penurunan jumlah kasus
kuratif yang harus ditanggung oleh JKN.

B. Standar Pelayanan Minimal kesehatan dbidang kabupaten/kota

Konsep SPM berubah dari Kinerja Program Kementerian menjadi Kinerja


Pemda yang memiliki konsekuensi rewarddan punishment, sehingga Pemda
diharapkan untuk memastikan tersedianya sumber daya (sarana, prasarana, alat,
tenaga dan uang/biaya) yang cukup agar proses penerapan SPM berjalan adekuat.
SPM merupakan ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal. Setiap warga negara sesuai dengan kodratnya berkewajiban untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidupnya dengan memanfaatkan seluruh potensi
manusiawi yang dimilikinya. Sebaliknya Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
berkewajiban menjamin agar setiap warga negara dapat menggunakan haknya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa hambatan atau halangan dari pihak manapun.
SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk
rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu dalam penetapan
indikator SPM, Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian agar
melakukan pentahapan pada jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus
tertentu.
SPM merupakan salah satu program strategis nasional. Pada Pasal 68 UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa Kepala
Daerah yang tidak melaksanakan program strategis nasional akan dikenai sanksi yaitu
sanksi administratif, diberhentikan sementara selama 3 (tiga) bulan, sampai dengan
diberhentikan sebagai kepala daerah.

C. Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat

1. Latar belakang SPM


Kewenangan Pemerintah untuk menetapkan pedoman standar pelayanan minimal
(SPM) yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota ditegaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000. Dalam rangka desentralisasi, daerah diberi tugas,
wewenang, kewajiban dan tanggungjawab menangani urusan pemerintah tertentu.
Pemerintah Kabupaten / kota menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai
standar Pelayanan Minimal (SPM). Standar Pelayanan Minimal berkaitan dengan
pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan dan indikator kinerja serta target
pencapaiannya pada tahun 2010.
Pelayanan dasar kepada masyarakat adalah fungsi pemerintah dalam memberikan
dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk meningkatkan taraf
kesejahteraan rakyat. SPM bidang kesehatan di kabupaten / kota adalah salahsatu
tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah, dan
penyelenggaraan perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu program bidang
kesehatan.

2. Ruang lingkup SPM penyelenggaraan gizi masyarakat


1. SPM Bidang Kesehatan
SPM Bidang Kesehatan mencakup hal berikut:
Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Cakupan bayi berat lahir rendah (BBLR) yang ditangan.
Pelayanan Kesehatan Anak Pra-Sekolah dan Usia Sekolah
1) Cakupan deteksi dini tumbuh kembang anak balita & pra-sekolah.
2) Cakupan pemeriksaan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga
kesehatan atau tenaga terlatih / guru UKS / dokter kecil.
3) Cakupan pelayanan kesehatan remaja.
Pelayanan Pengobatan / Perawatan
1) Cakupan rawat jalan
2) Cakupan rawat inap
Pemantauan Pertumbuhan Balita
1) Balita yang naik berat badannya.
2) Balita bawah garis merah (BGM).
Pelayanan Gizi
1) Cakupan balita mendapat kapsul Vitamin A dua kali per tahun.
2) Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe.
3) Cakupan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi BGM
dari keluarga miskin.
4) Balita gizi buruk (BB/TB <-3 SD WHO NCHS) mendapat perawatan.
Pelayanan Gawat Darurat
1) Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat
diakses masyarakat.
2) Penyelenggaraan penyelidikan Epidemiologi dan penanggulangan kejadian
luar biasa (KLB) dan Gizi Buruk.
3) Desa/kelurahan yang mengalami KLB ditangani <24 jam 4. Kecamatan bebas
rawan gizi.
Penyuluhan Perilaku Sehat
1) Bayi yang mendapat ASI Eksklusif.
2) Desa dengan garam beryodium baik.

2. SPM di Luar Pelayanan Kesehatan


SPM di Luar Pelayanan Kesehatan mencakup:
Pelayanan Kesehatan Kerja: Cakupan Pelayanan Kesehatan Kerja pada Pekerja
Formal.
Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut: Cakupan Pelayanan Kesehatan Pra-usia Lanjut
dan Usia Lanjut.
Pelayanan Gizi: Cakupan WUS yang Mendapat Kapsul Yodium.
3. Petunjuk teknis standar pelayanan minimal (spm) penyelenggaraan
perbaikan gizi masyarakat
1. Pemantauan Pertumbuhan Balita
a. Balita yang Naik Berat Badannya
1) Pengertian:
Balita yang naik berat badannya (N) adalah balita yang ditimbang 2 (dua)
bulan berturut-turut naik berat badannya dan mengikuti garis pertumbuhan
pada KMS.
2) Definisi Operasional
Balita yang naik berat badannya (N) adalah Balita yang ditimbang (D) di
Posyandu maupun di luar Posyandu yang berat badannya naik di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus:
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu
yang berat badannya naik di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
c) Penyebut
Jumlah balita yang ditimbang di posyandu maupun di luar posyandu di
satu wilayah kerja tertentu pada kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/konstanta adalah Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan
Jumlah balita yang naik berat badannya (N) = 45.
Jumlah balita yang ditimbang seluruhnya (D) = 62.
45
Persentase balita yang naik berat badannya = 62 x 100% = 72,6 %

4) Sumber Data: R1 Gizi, LB3-SIMPUS


5) Rujukan
a) Pedoman UPGK
b) Pedoman pengisian KMS
c) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita.
6) Target
a) Target 2005 = 60%
b) Target 2010 = 80%
7) Langkah Kegiatan
a) Pengadaan dan pemeliharaan sarana terdiri dari alat timbang,
pengadaan daftar tilik, formulir rujukan, R1 Gizi, LB3-SIMPUS.
b) Perencanaan logistik, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan laporan.
c) Pelaksanaan pemantauan pertumbuhan di posyandu dan di luar
posyandu.
d) Bimbingan teknis.

b. Balita Bawah Garis Merah


1) Pengertian
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat
badannya berada pada garis merah atau di bawah garis merah pada KMS.
2) Definisi Operasional
Balita Bawah Garis Merah (BGM) adalah balita BGM yang ditemukan
disatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus
b) Pembilang
Jumlah balita BGM di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut
Jumlah seluruh balita yang ditimbang di satu wilayah kerja pada
kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan
Jumlah balita BGM = 4 anak.
Jumlah seluruh balita yang ditimbang = 62 anak.
Persentase balita bawah garis merah
4
= 62 x 100% = 6,5%

4) Sumber Data
R1 Gizi, LB3-SIMPUS
5) Rujukan
a) Pedoman UPGK
b) Pedoman pengisian KMS
c) Pedoman pemantauan pertumbuhan balita
6) Target
 Target 2005: 8%
 Target 2010: 5%
7) Langkah Kegiatan:
a) Pengadaan dan pemeliharaan alat ukur berat badan dan KMS,
pengadaan daftar tilik dan formulir rujukan.
b) Perencanaan penyiapan logistik.
c) Pelacakan BGM melalui pemantauan pertumbuhan di posyandu
dan di luar posyandu.
d) Bimbingan teknis.
2. Pelayanan Gizi
a. Cakupan Balita Mendapat Kapsul Vitamin A 2 kali per tahun.
1) Pengertian
a) Balita yang dimaksud dalam program distribusi kapsul vitamin A adalah
bayi yang berumur mulai umur 6-11 bulan dan anak umur 12-59 bulan
yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi.
b) Kapsul vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A berwarna biru
dengan dosis 100.000 S.I. yang diberikan kepada bayi umur 6-11 bulan
dan kapsul vitamin A berwarna merah dengan dosis 200.000 S.I. yang
diberikan kepada anak umur 12- 59 bulan.
2) Definisi Operasional
Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A adalah cakupan bayi 6-11 bulan
mendapat kapsul vitamin A satu kali dan anak umur 12-59 bulan mendapat
kapsul vitamin A dosis tinggi dua kali per tahun di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah Balita mendapat kapsul vit. A dosis tinggi di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut
Jumlah Balita yang ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang
sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan
Jumlah anak usia 12-59 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis
tinggi = 100.000.
Jumlah bayi usia 6-11 bulan yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi
= 20.000.
Jumlah Balita di wilayah Kabupaten/Kota = 150.000 balita.

4) Sumber Data
FIII Gizi, LB3-SIMPUS, Kohort Balita dan Biro Pusat Statistik
Kabupaten/Kota.
5) Rujukan
a) Pedoman Akselerasi Cakupan Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000.
b) Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A, Depkes RI Tahun 2000.
c) Booklet Deteksi Dini Xerophtalmia, Depkes RI Tahun 2002.
d) Pedoman dan deteksi tatalaksana kasus xerophtalmi, Depkes RI Tahun
2002.
6) Target
 Target 2005: 80%
 Target 2010: 90%
7) Langkah Kegiatan
a) Pendataan Sasaran Balita (Baseline data).
b) Perencanaan kebutuhan kapsul vitamin A.
c) Pengadaan dan pendistribusian kapsul vitamin A.
d) Sweeping pemberian kapsul vitamin A.
e) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis.
f) Monitoring dan Evaluasi.
b. Cakupan Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Fe
1) Pengertian
a) Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester
III.
b) Tablet Fe adalah tablet tambah darah untuk menanggulangi Anemia Gizi
Besi yang diberikan kepada ibu hamil.
2) Definisi Operasional
Cakupan Ibu Hamil Mendapat Tablet Fe adalah cakupan Ibu hamil yang
mendapat 90 tablet Fe selama periode kehamilannya di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah ibu hamil yang mendapat tabket Fe selama periode kehamilannya
di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut
Jumlah ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%).
e) Contoh Perhitungan:
Jumlah ibu hamil mendapat tabket Fe = 7.500 ibu.
Jumlah ibu hamil = 15.000 ibu.
Cakupan ibu hamil mendapat tablet
7.500
= 15.000 x 100% = 50%

4) Sumber Data
Kohort LB3 Ibu, PWS-KIA, Perkiraan sasaran ibu bersalin di wilayah kerja
yang sama dihitung dengan formula 1.05 x CBR wilayah kerja yang sama x
jumlah penduduk di wilayah kerja yang sama.
5) Rujukan
a) Pedoman Pemberian Tablet Besi-Folat dan Sirup Besi bagi Petugas
Depkes RI Tahun 1999.
b) Booklet Anemia Gizi dan Tablet Tambah Darah Untuk WUS Tahun 2001
6) Target
 Target 2005 = 70%
 Target 2010 = 90%
7) Langkah Kegiatan
a) Pendataan Sasaran Ibu Hamil (Baseline data).
b) Perencanaan kebutuhan tablet Fe (zat besi).
c) Pengadaan dan pendistrubusian tablet Fe.
d) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis.
e) Monitoring dan Evaluasi.

c. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Bayi Bawah Garis Merah
dari Keluarga Miskin.
1) Pengertian
a) Bayi Bawah Garis Merah (BGM) keluarga miskin adalah bayi usia 6-
11 bulan yang berat badannya berada pada garis merah atau di bawah
garis merah pada KMS.
b) Keluarga Miskin (Gakin) adalah keluarga yang dtetapkan oleh
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melalui Tim Koordinasi
Kabupaten/Kota (TKK) dengan melibatkan Tim Desa dalam
mengidentifikasi nama dan alamat Gakin secara tepat, sesuai dengan
Gakin yang disepakati.
c) MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat
dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber
protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedele,
garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral.
2) Definisi Operasional
Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada bayi usia 6-11 bulan
BGM dari keluarga miskin adalah pemberian MP-ASI dengan porsi 100
gram per hari selama 90 hari.

3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI
di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 6-11 BGM bulan dari Gakin di
satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan
Jumlah bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin yang mendapat MP-ASI
= 60
Jumlah seluruh bayi BGM usia 6-11 bulan dari Gakin= 75.
Cakupan pemberian MP-ASI bayi usia 6-11 bulan BGM yang
60
mendapat MP-ASI dari GAKIN = x 100% = 80%
75

4) Sumber Data
Laporan Khusus MP-ASI, R1 Gizi, LB3-SIMPUS
5) Rujukan
Pedoman pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
untuk bayi usia 6-11 bulan dan Spesifikasi MP-ASI tahun 2004.
6) Target
 Target 2005 = 90%
 Target 2010 = 100%
7) Langkah Kegiatan
a) Pendataan sasaran.
b) Penyusunan Spesifikasi dan Pedoman Pengelolaan MP-ASI untuk bayi
usia 6-11 bln dan anak usia 12-23 bln.
c) Pelatihan tenaga pelaksanaan program MP-ASI.
d) Sosialisasi program MP-ASI.
e) Distribusi MP-ASI.
f) Pencatatan/Pelaporan.
g) Monitoring dan Evaluasi.

d. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan


1) Pengertian
a) Balita adalah anak usia di bawah lima tahun (0 tahun sampai dengan 4
tahun 11 bulan), yang ada di kabupaten/kota.
b) Gizi buruk adalah status gizi menurut berat badan (BB) dan tinggi badan
(TB) dengan Z-score < −3, dan atau dengan tanda-tanda klinis (marasmus,
kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor).
c) Perawatan sesuai standar yaitu pelayanan yang diberikan mencakup :
 Pemeriksaan klinis meliputi kesadaran, dehidrasi, hipoglikemi,
dan hipotermi.
 Pengukuran antropometri menggunakan parameter BB dan TB.
 Pemberian larutan elektrolit dan multimicronutrient serta
memberikan makanan dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang
sesuai kebutuhan, mengikuti fase Stabilisasi, Transisi, dan
Rehabilitasi.
 Diberikan pengobatan sesuai penyakit penyerta.
 Ditimbang setiap minggu untuk memantau peningkatan BB
sampai mencapai Z-score -1
 Konseling gizi kepada orang tua / pengasuh tentang cara memberi
makan anak.
2) Definisi Operasional
Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani
di sarana pelayanan kesehatan sesuai tatalaksana gizi buruk di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah balita gizi buruk yang dirawat di sarana pelayanan kesehatan
sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut
Jumlah seluruh balita gizi buruk yang ditemukan di satu wilayah kerja
pada kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan
Berdasarkan hasil temuan balita gizi buruk di kecamatan X sebanyak 20
balita. Laporan dari petugas terkait menunjukkan terdapat 16 balita gizi
buruk yang mendapat perawatan sesuai standar. Maka Cakupan
pelayanan perawatan balita gizi buruk adalah
16
= 20 x 100% = 80%

4) Sumber Data
R1/Gizi, LB3-SIMPUS, SIRS, W1 (laporan Wabah KLB), Laporan KLB gizi
buruk Puskesmas dan atau Rumah Sakit.
5) Rujukan
a) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya,
1998.
b) Pedoman Tatalaksana KEP pada Anak di Puskesmas dan Rumah Tangga,
1998.
c) Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003.
d) Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003.
e) Panduan Pelatihan Tatalaksana Anak Gizi Buruk, 2003.
f) Pedoman pelayanan gizi rumah sakit, 2003.
g) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
6) Target
 Target 2005: 100%
 Target 2010: 100%
7) Langkah Kegiatan
a) Perencanaan penyiapan sarana/prasarana.
b) Pelatihan tenaga kesehatan.
c) Pelayanan kasus.
d) Evaluasi.

e. Bayi Yang Mendapat ASI Eksklusif


1) Pengertian
ASI eksklusif adalah Air Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi
berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan minuman.
2) Definisi Operasional
Bayi yang mendapat ASI eksklusif ádalah bayi yang hanya mendapat ASI saja
sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah bayi yang mendapat hanya ASI saja sejak lahir sampai usia 6
bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah kerja pada
kurun waktu yang sama
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%).

e) Contoh Perhitungan
Jumlah bayi usia 0-6 bulan yang mendapat hanya ASI saja di satu wilayah
Kab/Kota tahun 2003 = 500 orang. Jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di
satu wilayah Kab/Kota = 1.500 orang. Cakupan ASI Eksklusif
16
= x 100% = 80%
20

4) Sumber Data
Register kohort bayi atau R1-Gizi, dan Pencatatan kegiatan Puskesmas.
5) Rujukan
a) Buku Strategi Nasional Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Tahun 2002.
b) Kep.Menkes Nomor 450/Menkes/IV/2000 tentang Pemberian ASI secara
Eksklusif pada bayi di Indonesia.
c) Pedoman peningkatan penggunaan ASI (PPASI).
d) Booklet ASI Eksklusif.
6) Target
 Target 2005 = 40%
 Target 2010 = 80%
7) Langkah Kegiatan
a) Kegiatan pengumpulan data:
 Menghitung jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan di satu wilayah
kerja/ administrasi.
 Menghitung jumlah seluruh bayi usia 0-6 bulan yang hanya diberi
ASI saja dari catatan puskesmas.
 Menghitung dengan rumus.
b) Kegiatan meningkatkan penyelenggaraan program:
 Pelatihan PP-ASI bagi tokoh agama, pengajar di institusi
pendidikan keperawatan, kebidanan, gizi dan tenaga kesehatan.
 Penyusunan materi KIE ASI Eksklusif.
 Pengadaan materi KIE ASI Eksklusif.
 Pendataan sasaran ASI Eksklusif.
 Penyuluhan ASI Eksklusif.
 Sosialisasi KIE ASI Eksklusif.
 Pembinaan teknis (kunjungan lapangan)
 Pelaporan dan evaluasi.

f. Desa dengan Garam Beryodium Baik


1) Pengertian
a) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam Sistem
Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten. (Undang-undang
22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
b) Kelurahan adalah wilayah kerja lurah sebagai perangkat daerah kabupaten
dan/atau daerah kota di bawah kecamatan (Undang-undang Otonomi
Daerah 1999).
c) Garam beryodium baik adalah garam mempunyai kandungan yodium
dengan kadar yang cukup (>30 ppm kalium yodat).
2) Definisi Operasional
Desa dengan garam beryodium baik adalah desa/kelurahan dengan 21 sampel
garam konsumsi yang diperiksa hanya ditemukan tidak lebih dari satu sampel
garam konsumsi dengan kandungan yodium kurang dari 30 ppm pada kurun
waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus
b) Pembilang
Jumlah desa dengan garam beryodium baik di satu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu.

c) Penyebut
Jumlah seluruh desa yang diperiksa di satu wilayah kerja pada kurun
waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%).
e) Contoh Perhitungan
Jumlah desa dengan garam beryodium baik di Kab/Kota X pada tahun
2003 = 155 desa. Jumlah seluruh desa yang diperiksa di Kab/Kota tahun
2003 = 200 desa. Desa dengan garam beryodium baik.
155
= 200 x 100% = 77,5%

4) Sumber Data
Laporan pemantauan garam beryodium di masyarakat.
5) Rujukan
a) Pedoman pemantauan garam beryodium di tingkat masyarakat,
Departemen Kesehatan RI. 2001.
b) Panduan Penegakan Norma Sosial Peningkatan Konsumsi Garam
Beryodium, Tim Penanggulangan GAKY Pusat Tahun 2002.
c) Hasil pencatatan petugas lapangan tenaga kesehatan, guru dan kader.
6) Target
 Target 2005 = 65%
 Target 2010 = 90%
7) Langkah Kegiatan
a) Kegiatan mendapatkan data
 Menghitung jumlah seluruh desa di satu wilayah
kerja/administrasi.
 Menghitung desa yang beryodium.
 Menetapkan status desa (beryodium baik atau tidak).
 Menghitung jumlah desa yang beryodium baik.
 Menghitung dengan rumus.

b) Kegiatan meningkatkan pelaksanaan program


 Pendataan sasaran desa (Baseline data).
 Perencanaan kebutuhan anggaran kegiatan promosi / KIE.
 Pengadaan tes kit yodium.
 Pelatihan dan Kegiatan promosi KIE garam beryodium
 Pengadaan media KIE garam beryodium.
g. Penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian Luar
Biasa (KLB) dan Gizi buruk
1) Desa/kelurahan mengalami KLB yang ditangani < 24 jam.
a) Pengertian
Desa/kelurahan mengalami KLB bila terjadi peningkatan kesakitan atau
kematian penyakit potensial KLB, penyakit karantina atau keracunan
makanan. KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan
dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu desa
/kelurahan dalam waktu tertentu.
Desa/Kelurahan mengalami KLB gizi buruk, adalah jika ditemukan anak
dengan pengukuran antropometri BB/U <-3 SD lalu dikonfirmasi dengan
BB/TB, dan atau disertai tanda-tanda klinis.
 Ditangani adalah mencakup penyelidikan dan penanggulangan
KLB.
 Pengertian kurang dari 24 jam adalah sejak laporan W1 diterima
sampai penyelidikan dilakukan dengan catatan, selain formulir
W1 dapat juga berupa fax atau telepon.
 Penyelidikan KLB adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dilaksanakan pada suatu KLB atau dugaan adanya KLB, untuk
memastikan adanya KLB, mengetahui penyebab, gambaran
epidemiologi dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta
menetapkan cara penanggulangan yang efektif.
 Penanggulangan KLB adalah upaya untuk menemukan penderita
atau dugaan penderita, untuk rujukan dan penanganan kasus,
pencegahan peningkatan dan perluasan serta menghentikan suatu
KLB.
2) Definisi Operasional
Persentase desa mengalami KLB gizi buruk ditangani kurang dari 24 jam
sesuai pedoman SKD dan penanggulangan KLB.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

Catatan : Bila dalam 1 desa/kelurahan terjadi lebih dari 1 kali KLB pada periode 1
tahun, maka jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB dihitung sesuai dengan
frekuensi KLB yang terjadi di desa/kelurahan tersebut, dan ikut dimasukan dalam
penghitungan pembilang maupun penyebut.
b) Pembilang
Jumlah desa/kelurahan yang mengalami kejadian Luar Biasa (KLB) gizi
buruk dan ditangani < 24 jam dalam periode 1 tahun
c) Penyebut Jumlah desa/kelurahan yang mengalami KLB gizi buruk dalam
periode 1 tahun.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan

4) Sumber Data
a) Laporan posyandu, masyarakat dan media masa (telah dikonfirmasi oleh
petugas kesehatan).
b) Laporan KLB 24 jam ( W1).
c) Laporan SP2TP;
5) Rujukan
a) Pedoman Sistem Kewaspadaan Dini dan penanggulangan KLB gizi buruk.
b) Kepmenkes No: 1176/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
c) Kepmenkes No: 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.
d) Kepmenkes No: 1479/Menkes/SK/X/2003, tentang Surveilans Terpadu
Penyakit. 5) Pedoman pemantauan pertumbuhan
6) Target
 Target 2005 = 100 % KLB tertanggulangi
 Target 2010: 100 % KLB tertanggulangi.
7) Langkah-Langkah Kegiatan
a) Pelatihan petugas
b) Penyelidikan kasus
c) Pengolahan dan analisis data
d) Pembahasan hasil
e) Rujukan kasuse) Surveilans ketat (intensif)
f) Dukungan tehnis dan logistic
g) Pemantauan dan evaluasi Pelaporan

h. Kecamatan Bebas Rawan Gizi


1) Pengertian
a) Kecamatan adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah
Kabupaten dan/atau daerah Kota dibawah Kabupaten/Kota. (Undang-
Undang No. 22, tentang pemerintahan daerah.
b) Gizi kurang: Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan menurut
umur ( Z-Score < -2 s.d. -3 ).
c) Gizi buruk; Status gizi yang diukur berdasarkan berat badan menurut
umur (, Z-Score terletak <-3 ), dan atau disertai tanda klinis kwashiorkor,
marasmus, marasmus – kwashiorkor).
d) KLB Gizi buruk, bila ditemukan 1 kasus gizi buruk menurut BB/U dan
dikonfirmasi dengan BB/TB, ,Z-Score <-3 dan/ atau disertai dengan
tanda-tanda klinis.
e) Kecamatan bebas rawan gizi, bila prevalensi gizi kurang dan gizi buruk, <
15%.
f) Kurun waktu tertentu adalah waktu pelaksanaan pemantauan status gizi
kecamatan selama 1 tahun.
2) Definisi Operasional
Kecamatan bebas rawan gizi adalah kecamatan dengan prevalensi gizi
kurang dan gizi buruk pada balita <15% pada kurun waktu tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada
balita <15% di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut
Jumlah kecamatan di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%).
e) Contoh Perhitungan
Jumlah kecamatan dengan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk pada
balita <15%= 12; Jumlah kecamatan seluruhnya= 18; Kecamatan Bebas
12
rawan Gizi adalah 18 x 100% = 66,6%.

4) Sumber Data
Hasil Pemantauan status gizi kecamatan, W1 (Laporan Wabah Harian),
laporan SKDN.
5) Rujukan
a) Buku Pedoman Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi.
b) Buku Petunjuk Tehnis Pemantauan Status Gizi (PSG) Anak Balita.
c) SK Menteri Kesehatan RI No:920/Menkes/SK/VIII/2002: Klasifikasi
status gizi anak dibawah lima tahun ( balita).
6) Target
 Target 2005 = 40%
 Target 2010 = 80 %
7) Langkah Kegiatan
a) Pemantauan status gizi.
b) Penyelidikan dan penanggulangan KLB Gizi.

i. Pelayanan Gizi Cakupan Wanita Usia Subur Yang Mendapatkan Kapsul Yodium
1) Pengertian
a) Wanita Usia Subur (WUS) adalah wanita yang berusia 15 s/d 49 tahun
termasuk ibu hamil/nifas, calon pengantin (catin), remaja puteri (dalam dan
luar sekolah), pekerja wanita, dan WUS tidak hamil.
b) Kapsul yodium adalah kapsul minyak yang mengandung yodium yang
diberikan kepada Wanita Usia Subur untuk daerah endemik sedang dan
endemik berat.
2) Definisi Operasional
Cakupan wanita usia subur yang mendapatkan kapsul yodium adalah wanita
usia subur di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul yodium
di satu wilayah kerja pada waktu kurun tertentu.
3) Cara Perhitungan/Rumus
a) Rumus

b) Pembilang
Jumlah WUS di daerah endemik sedang dan berat yang mendapat kapsul
yodium di satu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
c) Penyebut Jumlah seluruh WUS di daerah endemik sedang dan berat yang
ada di satu wilayah kerja pada kurun waktu yang sama.
d) Ukuran/Konstanta Persentase (%)
e) Contoh Perhitungan
Jumlah WUS mendapat kapsul yodium 22.000 WUS. Jumlah WUS
seluruhnya= 50.000 WUS Persentase cakupan WUS mendapat kapsul
22.000
yodium adalah 50.000 x 100% = 44%.

4) Sumber Data
Laporan program GAKY Kabupaten
5) Rujukan
a) Pedoman Distribusi Kapsul Minyak Beryodium Depkes RI, Tahun 2002.
b) Pedoman Pelaksanaan Pemantauan Garam Beryodium Di Tingkat
Masyarakat Depkes RI, Tahun 2001.
c) Booklet Kretin Akibat Kurang Yodium, Tahun 2002.
6) Target
 Target 2005 = 50%
 Target 2010 = 80%
7) Langkah Kegiatan
a) Pendataan Sasaran WUS (Baseline data).
b) Perencanaan kebutuhan kapsul yodium.
c) Pengadaan dan pendistribusian kapsul yodium.
d) Penggandaan Buku Pedoman dan Juknis
e) Monitoring dan Evaluasi

Anda mungkin juga menyukai