Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

PRAKTIKUM
TeknologiPengema
san dan
Pengawetan

MODUL 3
OLAH MINIMAL BUAH

ANASTHA IHZA TRIANDY


2041710005
KELOMPOK 4

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS INTERNASIONAL SEMEN INDONESIA
GRESIK

23 OKTOBER 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengolahan minimal (minimal processing) pada buah dan
sayur atau dikenal pula dengan istilah potong segar (fresh-cut) merupakan
pengolahan sayuran yang melibatkan pencucian, pengupasan, dan pengirisan
sebelum dikemas dan menggunakan suhu rendah untuk penyimpanan sehingga
mudah dikonsumsi tanpa menghilangkan kesegaran dan nilai gizi yang
dikandungnya.
Tahapan produk buah potong segar melalui berbagai
perlakuan yaitu pengupasan, pemotongan, pencucian dan pengemasan. Pengupasan
dan pemotongan dapat mengganggu integritas jaringan dan sel buah, akibatnya
terjadi peningkatan produksi etilen, peningkatan laju respirasi, degradasi membran,
kehilangan air, dan kerusakan akibat mikroorganisme. Dampak lebih lanjut adalah
terjadinya perubahan enzimatis dan penurunan umur simpan serta mutu buah. Proses
pengupasan, pemotongan, pengirisan yang diberikan menyebabkan buah dan sayur
yang diolah minimal bersifat sangat mudah rusak dengan umur simpan yang pendek.
Kerusakan produk yang diolah minimal karena perubahan reaksi fisiologis dan
biokimia serta kerusakan mikrobiologis menyebabkan degradasi warna, tekstur dan
flavor produk diolah minimal menjadi lebih cepat dari bahan segarnya.
Perlukaan jaringan bahan selama proses menyebabkan
banyak sel didalam bahan menjadi rusak dan komponen intraselulernya seperti
enzim pengoksidasi keluar. Kondisi ini menyebabkan perubahan reaksi fisiologis
dan biokimia di dalam produk. Polifenol oksidase merupakan enzim terpenting pada
buah dan sayur yang diolah minimal, penyebab pencoklatan produk. Enzim penting
lainnya adalah lipooksidase yang mengkatalisis peroksidasi menyebabkan
pembentukan komponen aldehid dan keton yang baunya tidak enak. Aktivitas
respirasi produk juga menjadi lebih cepat dari bahan segarnya, peningkatan
mencapai 20 -70% tergantung dari jenis produk, tingkat pemotongan dan suhu
proses dan penyimpanan.

1.2 Tujuan
adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. menjelaskan prinsip dan mempraktekkan proses pengawetan untuk
menghasilkan produk oleh minimal buah
2. mengamati perubahan yang terjadi selama penyimpanan

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengawetan Bahan Pangan


Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat
mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian
lain terhadap makanan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme.
Pengawetan bahan pangan dapat dilakukan dengan berbagai cara dan metode.
Hal ini diupayakan agar bahan pangan dapat bertahan dalam waktu yang
panjang. Secara komersial tujuan dari pengawetan pangan adalah untuk
mengawetkan bahan pangan selama transportasi dari produsen ke konsumen,
mengatasi kekurangan produksi akibat musim, menjamin agar kelebihan
produksi tidak terbuang, memudahkan penanganan dengan berbagai bentuk
kemasan (Afrianti, 2008).
Pengawetan dan teknik penyimpanan pada bahan pangan
telah lama dikenal oleh masyarakat. Seiring dengan kemajuan teknologi manusia
terus berinovasi dalam mengembangkan pengawetan dan pengolahan makanan.
Teknologi pengawetan konvensional dengan cara pengeringan, penggaraman,
pemanasan, pembekuan dan pengasapan serta fumigasi sampai saat ini masih
diterapkan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan
bahan pangan. Penambahan bahan pengawet sintetis juga masih digunakan
meskipun menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan (Afrianti, 2008).
2.2 Olah Minimal
Pengolahan minimal (minimal processing) atau dikenal pula
dengan istilah potong segar (fresh-cut) merupakan pengolahan buah atau
sayuran yang melibatkan pencucian, pengupasan, dan pengirisan sebelum
dikemas dan menggunakan suhu rendah untuk penyimpanan sehingga mudah
dikonsumsi tanpa menghilangkan kesegaran dan nilai gizi yang dikandungnya.
Akan tetapi, proses pemotongan produk-produk tersebut dapat mengakibatkan
kerusakan sel dan mempercepat kerusakan mutu (Baldwin dan Nisperros-
Carriedo, 1993).
Kelebihan dari buah-buahan dan sayuran yang terolah
minimal selain kemudahan dalam penyajian adalah memungkinkan konsumen
melihat secara langsung kondisi bagian dalam produk sehingga menawarkan
mutu yang lebih terjamin dibandingkan buah utuh. Apalagi buah-buahan
umumnya tidak terlepas dari serangan hama lalat buah (fruit fly), sehingga
meskipun nampak mulus di bagian luar, akan tetapi di dalamnya bisa saja
terinfeksi telur atau ulat dari lalat buah. Untuk buah berukuran besar, konsumen
tidak harus mengeluarkan uang ekstra hanya untuk membeli satu buah yang
beratnya kiloan. Bahkan konsumen dapat membeli beberapa jenis buah dalam
satu kemasan dalam ukuran berat yang relatif kecil, sehingga bisa memenuhi
selera sekaligus menghemat pengeluaran (Hasbullah, 2006).

3
Perlakuan-perlakuan pada produk potong segar seperti
pengupasan dan pemotongan dapat menyebabkan perubahan kimia dan biokimia
yang selanjutnya menyebabkan kerusakan mutu. Perubahan tersebut meliputi
peningkatan respirasi, produksi etilen, perubahan warna (browning), flavor,
pembentukan metabolit sekunder, dan peningkatan pertumbuhan mikroba
(Baldwin, 2007).
2.3 Perlakuan Coating
Edible coating atau edible film adalah suatu lapisan tipis
yang dibuat dari penambahan bahan pelapis pada permukaan bahan pangan
sebagai pengganti lapisan lilin yang hilang dan menjadi penghalang pertukaran
gas. Sifat pengahalang pada edible coating dapat memperlambat transfer gas,
uap air dan senyawa volatil yang kemudian memodifikasi atmosfer sehingga
mengurangi respirasi, penuaan, kehilangan aroma, mempertahankan uap air dan
menunda perubahan warna (Aminudin dkk, 2014).
Ketebalan film akan mempengaruhi permeabilitas gas dan
uap air. Semakin tebal edible coating maka permeabilitas gas dan uap air
semakin kecil dan melindungi produk yang dikemas dengan baik. Cara
penggunaan edible coating dapat langsung dilakukan pada permukaan bahan
makanan seperti pencelupan, penyemprotan, dan penyikatan (Rahcmawati,
2009).
Edible coating terbagi menjadi tiga golongan, yaitu
hidrokoloid, lipid, dan komponen campurannya. Hidrokoloid yang cocok
diantaranya protein, derivat selulosa, alginat, pektin, pati, dan sakarida. Lipid
yang cocok adalah lilin, asilgliserol, dan asam lemak. Sedangkan pelapis
campuran dapat berbentuk bilayer, dimana lapisan yang satu hidrokoloid
bercampur dalam lapisan hidrofobik. Edible coating yang sering digunakan
dapat dibuat secara kimia dan secara alami dengan memanfaatkan bahan-bahan
dari alam. Berikut ini contoh dari pembuatan edible coating (Aminudin dkk,
2014).

4
BAB III

METODOLOGGI

3.1 Pengemasan Olah Minimal Buah

Berikut alat, bahan dan prosedur kerja yang dilakukan pada proses Pengemasan Olah
Minimal Buah pada praktikum Olah Minimal Buah :

3.1.1 Alat

Berikut adalah alat-alat yang digunakan pada saat praktikum :

1. Pisau stainless steel

2. Talenan

3. Plastic LDPE

4. Wadah sterofoam

5. Wrapping plastic polietilen

6. Beaker glass 500 ml

3.1.2 Bahan

Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan pada saat praktikum :

1. Magga arumanis dengan tingkat kematangan 85%

2. Asam askorbat 100 ppm

3. Larutan CaCl2

4. Na-benzoat 0.15% (b/v)

5. Alkohol 75%

6. Air berklorin

3.1.3 Prosedur Kerja

Berikut adalah prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum :

5
1. Cuci peralatan yang akan digunakan dengan menggunakan air berklorin. Semprot
meja yang akan digunakan dengan alkohol 75%. Gunakan penutup kepala dan sarung
tangan selama penanganan bahan

2. Cuci bersih sampel buah yang memiliki tingkat kematangan 85%

3. Kupas sampel buah dengan pisau stainless steel

4. Cuci buah yang telah dikupas dengan air bersih/berklorinasi

5. Potong sampel buah menjadi 4 bagian

6. Rendam dalam larutan asam askorbat 100 ppm selama 15 menit

7. Rendam dalam larutan natrium benzoat 0.15% (b/v) selama 15 menit

8. Tiriskan dan kering anginkan

9. Tempatkan pada wadah sterofoam dan tutup dengan wrapping plastic polietilen

10. Simpan didalam refrigerator selama 6 hari

3.2 Perlakuan Lapisan Coating

Berikut alat, bahan dan prosedur kerja yang dilakukan pada proses Perlakuan Lapisan
Coating pada praktikum Olah Minimal Buah :

3.2.1 Alat

Berikut adalah alat-alat yang digunakan pada saat praktikum :

1. Pisau

2. Beaker glass 250 ml

3. Beaker glass 500 ml

4. Gelas ukur 100 ml

5. Spatula besi

6. Kaca arloji

7. Penjepit

8. Timbangan

9. Hot plate

6
3.2.2 Bahan

Berikut adalah alat-alat yang digunakan pada saat praktikum :

1. Mangga dengan tingkat kematangan 85%

2. Larutan CaCl2 2%

3. Sodium alginate

4. Larutan klorin

3.2.3 Prosedur Kerja

Berikut adalah prosedur kerja yang dilakukan pada saat praktikum :

1. Cuci perlatan yang akan digunakan dengan menggunakan air berklorin. Semprot
meja yang akan digunakan dengan alkohol 75%. Gunakan penutup kepala dan sarung
tangan selama penanganan bahan

2. Larutkan 2 gram sodium Na-alginat dalam 98 ml air 90o C sampai larut dan
homogen

3. Dinginkan larutan hingga suhunya 50o C

4. Celupkan dalam larutan pelapis sodium alginate selama 30 detik kemudian dalam
larutan CaCl2 2% selama 30 detik

5. Angkat dan angin-anginkan hingga lapisan coating memadat

6. Simpan contoh didalam refrigerator slama 6 hari

7
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Pengamatan

Pada praktikan ini kita melakukan pengamatan dari dua uji yang dilakukan. Pengamatan
untuk melihat hasil dari perlakuan olah minimal buah dan perlakuan lapisan coating.
Bahan yang digunakan untuk pengamatan ini adalah: mangga, jambu kristal, apel, jeruk,
pir, anggur. Dan diperoleh data pengamatan yang dilampirkan pada tabel 4.1 hasil
pengamatan perlakuan olah minimal buah dan perlakuan lapisan coating.

Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Perlakuan Olah Minimal Buah dan Perlakuan Lapisan
Coating

Kode Pengamatan Organoleptik


Sampel Har
sampe Gambar
Buah i ke Warna Aroma Tekstur
l
Pengemasan Olah Minimal Buah

Kuning Khas Tidak


AD0 0
Cerah Mangga Berair

Kuning Mangga
AD2 2 Lembek
Mangg tua kecut
a

Lembek
berair
Kecoklata Mangga
AD5 5 dan
n busuk
mulai
kisut

Berair
AD9 9 Hitam Busuk
dan

8
kisut

Keras,
AO1 0 Putih Manis
berair

Coklat
AO2 2 Manis Lembek
Muda

Apel
Coklat
muda,
Lebih
sebagian
AO3 5 Manis lembek
tepi
dari D-2
berwarna
coklat tua

Kering,
agak
Tidak
AO4 9 Coklat keras,
Berbau
terlihat
serat

AO1 0 Orange Jeruk Keras


Jeruk

Orange
AO2 2 Busuk lembek
kecoklatan

9
Ada
yang
AO3 5 Orange Busuk lembek
dan
keras

Busuk
Lembek
AO4 9 Coklat menyenga
berair
t

Bau khas
Putih
JKO-0 0 jambu Keras
segar
kristal

Jambu Putih
JKO-2 2 Busuk Lembek
Kristal kehitaman

Putih
JKO-5 5 sedikit Busuk Lembek
kehitaman

10
Putih
JKO-9 9 sedikit Busuk Lembek
hitam

Aroma Segar,
Merah
0 khas berkilau
segar
anggur , padat

Tidak Sedikit
2 Merah
berbau lemberk

Anggur

Lembek
Tidak
5 Merah tua bagian
berbau
tengah

Berbau
9 Merah tua Lembek
busuk

Pir PO1 0 Putih segar Keras

11
Putih Tidak Sedikit
PO2 2
kecoklatan beraroma lunak

PO3 5 coklat busuk lunak

Busuk
PO4 9 Coklat menyenga lembek
t

Perlakuan Pelapisan Coating


Mangg Kuning Khas Tidak
BD0 0
a tua mangga berair

12
Kuning
kecoklatan Mangga
BD2 2 Lembek
dan busuk
berjamur

Kuning
kecoklatan Lembek
Mangga
BD5 5 dan dan
busuk
berjamur kisut
hitam

Lembek
Kecoklata Mangga
BD9 9 dan
n busuk
kisut

Keras,
AC1 0 Putih Manis
berair

Apel

Lembek
Coklat Tidak tapi
AC2 2
Tua Berbau sedikit
keras

13
Coklat Tidak
AC3 5 Lembek
Muda berbau

Coklat Tidak Kisut,


AC4 9
Muda berbau Lembek

AC1 0 Orange Jeruk Keras

Jeruk AC2 2 Hitam Jeruk lembek

AC5 5 Hitam Jeruk Lembek

14
Busuk
Lembek
tidak
AC4 9 Hitam tidak
menyenga
berair
t

Tidak Segar,
Merah
0 berbau keras

Tidak
2 Merah Keras
berbau

Anggur

Berbau
sedikit Sedikit
5 Merah
menyenga lembek
t

Sangat
Berbau
9 Merah tua lembek
busuk
ditengah

Bau khas
Jambu Putih
JKC-0 0 jambu Keras
Kristal segar
kristal

15
Kisut
Bercak
JKC-2 2 Busuk dan
hitam
lembek

Kisut
JKC-5 5 Hitam Busuk dan
lembek

JKC-9 9 Hitam Busuk Lembek

PC1 0 Putih segar keras

Pir

Tidak
PC2 2 Putih kisut
beraroma

Kisut
PC3 5 Coklat Busuk
lembek

16
Lembek
PC4 9 Coklat Busuk
, lunak

4.2 Perlakuan Olah Minimal Buah

Pada perlakuan olah minimal buah ini menggunakan buah mangga, jambu kristal,
apel, jeruk, pir, anggur. Buah tersebut dilakukan proses pengemasan yang bertujuan
agar kedap udara sehingga mikroba tidak masuk dan tanpa dilakukan penambahan dan
perlakuan lainya. Pengamatan ini dilakukan pada hari 0 / saat praktikum, pada hari ke 2
setelah praktikum, hari 5 setelah praktikum, dan hari ke 9 setelah praktikum. Pada buah
mangga pada hari ke 0 data yang diperoleh pada pengamatan organoleptik mangga yaitu
warnanya kuning cerah, aroma khas mangg, dan teksturnya tidak berair. Pada
pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya kuning tua,
aromanya mangga kecut, dan teksturnya lembek. Pada pengamatan hari 5 diperoleh data
pengamatan organoleptik: warnanya kecoklatan, aromanya mangga busuk, teksturnya
lembek berair dan mulai kisut. Pada pengamatan hari ke 9 data pengamatan
organoleptik: warnanya hitam, aromanya busuk, dan teksturnya berair dan kisut.
Menurut Irawati , Santi (2008) Pada dasarnya produk terolah minimal terdiri dari proses
pencucian, sortasi, pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah
terolah minimal masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah
dihilangkanya bagian yang tidak dapat dimakan. Pada pemotongan dan pengirisan buah

17
atau sayur-sayuran mentah, sebagian sel-selnya rusak terpotong, sehingga isinya
termasuk vitamin C menjadi keluar. Menurut Tranggono dan Sutardi (1989) Asam
Askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak diantara semua vitamin yang ada.
Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi
sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta
logam-logam yang rendah. Asam askorbat pada buah mangga disintesa dari glukosa,
dimana asam askorbat ini akan mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu
penyebab penurunan kandungan asam askorbat ini disebabkan oleh aktivitas enzim
asam askorbat oksidase.

Pengamatan selanjutnya pada buah apel, Pada buah apel pada hari ke 0 data yang
diperoleh pada pengamatan organoleptik apel yaitu warnanya putih, aromaya manis, dan
teksturnya keras, berair. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya coklat muda , aromanya manis, dan teksturnya lembek. Pada
pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya kecoklatan muda
sebagian coklat tua, aromanya manis, teksturnya lembek. Pada pengamatan hari ke 9
data pengamatan organoleptik: warnanya coklat, aromaya tidak berbau, dan teksturnya
kering, agak keras, terlihat serat. Menurut Irawati , Santi (2008) Pada dasarnya produk
terolah minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan, dan
pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik
sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal masih memiliki karakteristik
segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkanya bagian yang tidak dapat dimakan.
Pada pemotongan dan pengirisan buah atau sayur-sayuran mentah, sebagian sel-selnya
rusak terpotong, sehingga isinya termasuk vitamin C menjadi keluar. Menurut
Tranggono dan Sutardi (1989) Asam Askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak
diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat
mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan
terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah. Asam askorbat pada buah apel
disintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan mengalami penurunan selama
penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan asam askorbat ini disebabkan
oleh aktivitas enzim asam askorbat oksidase.

Pengamatan selanjutnya pada buah jeruk, Pada buah jeruk pada hari ke 0 data yang
diperoleh pada pengamatan organoleptik jeruk yaitu warnanya orange, aromanya jeruk,
dan teksturnya keras. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya orange kecoklatan, aromanya busuk, dan teksturnya lembek.
Pada pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya orange,
aromanya busuk, adn teksturnya ada yang lembek dan keras. Pada pengamatan hari ke 9
data pengamatan organoleptik: warnanya coklat, aromaya busuk menyengat, teksturnya
lembek berair. Menurut Tranggono dan Sutardi (1989) Asam Askorbat adalah vitamin
yang paling mudah rusak diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut

18
dalam air. Asam askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya
alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah.
Asam askorbat pada buah jeruk disintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan
mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan
asam askorbat ini disebabkan oleh aktivitas enzim asam askorbat oksidase. Menurut
Winarno (1980) itamin C sangat mudah rusak pada saat pemasakan, penyimpanan dan
berbagai proses pengolahan pangan sehingga dalam hidangan vitamin C yang tertinggal
jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadarnya dalam makanan segar sebelum
mengalami pemasakan dan penanganan lainnya. Sifat umum dari vitamin C dalam
bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada
suhu 190 - 192 °C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam,
mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform dan minyak. Sangat
sensitif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan terhadap suhu, udara,
konsentrasi gula garam, pH, oksigen, enzim katalisator logam. Oleh karena itu dalam
proses pengolahan terutama menggunakan suhu tinggi vitamin C banyak yang hilang
serta dihindari pengirisan dan penghancuran yang berlebihan

Pengamatan selanjutnya pada buah jambu kristal, pada hari ke 0 data yang diperoleh
pada pengamatan organoleptik jeruk yaitu warnanya putih segar, aromanya khas jambu
kristal, dan teksturnya keras. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya putih kehitaman, aromanya busuk, dan teksturnya lembek.
Pengamatan pada buah jambu kristal pada hari ke 5 data yang diperoleh pada
pengamatan organoleptik jambu kristal yaitu warnanya putih sedikit kehitaman,
aromanya busuk, dan teksturnya lembek. Pada pengamatan hari ke 9 data pengamatan
organoleptik: warnanya putih sedikit hitam, aromanya busuk, dan teksturnya lembek.
Menurut Tranggono dan Sutardi (1989) Asam Askorbat adalah vitamin yang paling
mudah rusak diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air.
Asam askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada
suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah. Asam askorbat
pada buah jambu kristal disintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan
mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan
asam askorbat ini disebabkan oleh aktivitas enzim asam askorbat oksidase. Menurut
Winarno (1980) itamin C sangat mudah rusak pada saat pemasakan, penyimpanan dan
berbagai proses pengolahan pangan sehingga dalam hidangan vitamin C yang tertinggal
jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadarnya dalam makanan segar sebelum
mengalami pemasakan dan penanganan lainnya. Sifat umum dari vitamin C dalam
bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada
suhu 190 - 192 °C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam,
mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform dan minyak. Sangat
sensitif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan terhadap suhu, udara,
konsentrasi gula garam, pH, oksigen, enzim katalisator logam. Oleh karena itu dalam

19
proses pengolahan terutama menggunakan suhu tinggi vitamin C banyak yang hilang
serta dihindari pengirisan dan penghancuran yang berlebihan

Pengamatan selanjutnya pada buah anggur, Pada buah anggur pada hari ke 0 data
yang diperoleh pada pengamatan organoleptik anggur yaitu warnanya merah, aromanya
khas anggur, dan teksturnya segar, berkilau, padat. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh
data pengamatan organoleptik: warnanya merah, aromanya tidak berbau, dan teksturnya
sedikit lembek. Pada pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik:
warnanya merah tua, aromanya tidak berbau, teksturnya lembek bagian tengah. Pada
pengamatan hari ke 9 data pengamatan organoleptik: warnanya merah tua, aromanya
berbau, dan teksturnya lembek. Menurut Tranggono dan Sutardi (1989) Asam Askorbat
adalah vitamin yang paling mudah rusak diantara semua vitamin yang ada. Asam
askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat mudah teroksidasi. Oksidasi sangat
cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan terkena sinar matahari serta logam-
logam yang rendah. Asam askorbat pada buah anggur disintesa dari glukosa, dimana
asam askorbat ini akan mengalami penurunan selama penyimpanan. Salah satu
penyebab penurunan kandungan asam askorbat ini disebabkan oleh aktivitas enzim
asam askorbat oksidase. Menurut Winarno (1980) itamin C sangat mudah rusak pada
saat pemasakan, penyimpanan dan berbagai proses pengolahan pangan sehingga dalam
hidangan vitamin C yang tertinggal jauh lebih kecil dibandingkan dengan kadarnya
dalam makanan segar sebelum mengalami pemasakan dan penanganan lainnya. Sifat
umum dari vitamin C dalam bentuk murni merupakan kristal putih, tidak berwarna,
tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192 °C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat
dan mempunyai rasa asam, mudah larut dalam air dan tidak larut dalam bensin, eter,
kloroform dan minyak. Sangat sensitif terhadap faktor-faktor yang menyebabkan
kerusakan terhadap suhu, udara, konsentrasi gula garam, pH, oksigen, enzim katalisator
logam. Oleh karena itu dalam proses pengolahan terutama menggunakan suhu tinggi
vitamin C banyak yang hilang serta dihindari pengirisan dan penghancuran yang
berlebihan

Pengamatan selanjutnya pada buah pir, Pada buah anggur pada hari ke 0 data yang
diperoleh pada pengamatan organoleptik pir yaitu warnanya putih, aromanya segar, dan
teksturnya keras. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan organoleptik:
warnanya putih kecoklatan, tidak beraroma, dan teksturnya sedikit lunak. Pada
pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya coklat, aromanya
busuk, dan teksturnya lunak. pengamatan hari ke 9 data pengamatan organoleptik:
warnanya coklat, aromanya busuk mnyengat, dan teksturnya lembek. Menurut
Tranggono dan Sutardi (1989) Asam Askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak
diantara semua vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat
mudah teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan
terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah. Asam askorbat pada buah

20
pirdisintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan mengalami penurunan selama
penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan asam askorbat ini disebabkan
oleh aktivitas enzim asam askorbat oksidase. Menurut Winarno (1980) itamin C sangat
mudah rusak pada saat pemasakan, penyimpanan dan berbagai proses pengolahan
pangan sehingga dalam hidangan vitamin C yang tertinggal jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kadarnya dalam makanan segar sebelum mengalami pemasakan
dan penanganan lainnya. Sifat umum dari vitamin C dalam bentuk murni merupakan
kristal putih, tidak berwarna, tidak berbau dan mencair pada suhu 190 - 192 °C.
Senyawa ini bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasa asam, mudah larut dalam air
dan tidak larut dalam bensin, eter, kloroform dan minyak. Sangat sensitif terhadap
faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan terhadap suhu, udara, konsentrasi gula
garam, pH, oksigen, enzim katalisator logam. Oleh karena itu dalam proses pengolahan
terutama menggunakan suhu tinggi vitamin C banyak yang hilang serta dihindari
pengirisan dan penghancuran yang berlebihan

4.3 Perlakuan Pelapisan Coating

Pada perlakuan pelapisan coating ini menggunakan buah mangga, jambu kristal,
apel, jeruk, pir, anggur. Buah tersebut dilakukan proses pelapisan lilin yang bertujuan
agar agar menutup rongga pada kulit buah . Pengamatan ini dilakukan pada hari 0 / saat
praktikum, pada hari ke 2 setelah praktikum, hari 5 setelah praktikum, dan hari ke 9
setelah praktikum. Pada buah mangga pada hari ke 0 data yang diperoleh pada
pengamatan organoleptik mangga yaitu warnanya kuning cerah, aroma khas mangga,
dan teksturnya tidak berair. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya kuning kecoklatan dan berjamur, aromanya mangga busuk, dan
teksturnya lembek. Pada pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik:
warnanya kuning kecoklatan dan berjamur hitam, aromanya mangga busuk, dan
teksturnya lembek dan kisut. pengamatan hari ke 9 data pengamatan organoleptik:
warnanya kecoklatan, aromanya mangga busuk, dan teksturnya lembek dan kisut.
Menurut Winarno (2008), usaha yang dilakukan untuk mencegahkerusakan pasca panen
sekaligus mempertahankan umur simpan akibat lajurespirasi dan transpirasi antara lain
dengan penggunaan suhu rendah(pendinginan), modifikasi atmosfer ruang simpan,
pemberian bahan kimiasecara eksogen, pelapisan lilin, dan edible coating. pelapisan
lilin (Waxing)merupakan teknik penundaan kematangan dengan tujuan untuk
mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang
disimpantidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi. Perlakuan
pelilinan pada buah dapat mencegah/menghambat tingkat respirasi pada buahyang
menyebabkan umur simpan buah makin lama.

Pengamatan selanjutnya pada buah apel, Pada buah apel pada hari ke 0 data yang
diperoleh pada pengamatan organoleptik apel yaitu warnanya putih, aromaya manis, dan

21
teksturnya keras, berair. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya coklat tua, aromanya tidak berbau, dan teksturnya lembek tapi
sedikit keras. pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya
coklat muda, aromanya tidak berbau, dan teksturnya lembek. Pengamatan hari ke 9 data
pengamatan organoleptik: warnanya cokat muda, aromanya tidak berbau, dan
teksturnya kisut, lembek. menurut Lathifa (2013), menyatakan pengukuran kekerasan
dengan penetrometer bergantung pada tebalnya kulit luar, kandungan total zat padat,
dan perbedaan banyaknya pati. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa perlakuan
coating pektin ternyata memberikan perubahan tingkat kekerasan yang relatif stabil
untuk ketiga perlakuan konsentrasi pektin. Selain itu, dari data hasil parameter susut
bobot dapat dikaitkan bahwa pelapisan pektin buah apel memiliki penurunan susut
bobot yang rendah dibandingkan dengan buah apel tanpa pelapisan pektin. Menurut
Colla et al (2006) Pelunakan buah apel selama proses pematangan merupakan hasil
degradasi lapisan tipis atau lamella tengah dinding sel dari sel-sel corticalparenchyma.
Aplikasi edible coating dapat mempertahankan kekerasan buah apel, karena edible
coating mampu menahan migrasi air dari buah ke lingkungan.

Pengamatan selanjutnya pada buah jeruk, Pada buah jeruk pada hari ke 0 data yang
diperoleh pada pengamatan organoleptik jeruk yaitu warnanya orange, aromanya jeruk,
dan teksturnya keras. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya hitam, aromanya jeruk, teksturnya lembek. Pengamatan hari 5
diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya hitam, aromanya jeruk, teksturnya
lembek. Pengamatan hari ke 9 data pengamatan organoleptik: warnanya hitam,
aromanya busuk tidak menyengat, teksturnya lembek tidak berair. Menurut Rudiaty
(2013) Suatu makanan meskipun memiliki nilai gizi yang tinggi, rasanya enak dan
teksturnya baik tidak akan dipilih jika memiliki warna yang tidak menarik atau
menyimpang. Oleh karena itu warna menjadi suatu bagian sifat sensori makanan yang
penting. Karotenoid adalah senyawa yang bertanggung jawab atas warna merah, kuning,
dan warna oranye pada buah-buahan dan sayuran, dan juga ditemukan di banyak
sayuran berwarna hijau tua. Warna oranye pada jeruk terutama ditentukan oleh karoten.
Menurut Colla et al (2006) Pelunakan buah jeruk selama proses pematangan merupakan
hasil degradasi lapisan tipis atau lamella tengah dinding sel dari sel-sel
corticalparenchyma. Aplikasi edible coating dapat mempertahankan kekerasan buah
jeruk, karena edible coating mampu menahan migrasi air dari buah ke lingkungan.

Pengamatan selanjutnya pada buah anggur, Pada buah anggur pada hari ke 0 data
yang diperoleh pada pengamatan organoleptik anggur yaitu warnanya merah, aromanya
khas anggur, dan teksturnya segar, berkilau, padat. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh
data pengamatan organoleptik: warnanya merah, aromanya tidak berbau, dan teksturnya
keras. Pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya merah,
aromanya berbau, sedikit menyengat, dan teksturnya sedikit lembek. Pengamatan hari

22
ke 9 data pengamatan organoleptik: warnanya merah tua, aromanya busuk, dan
teksturnya sangat lembek ditengah. Menurut Muchtadi (2014) han melakukan respirasi
demi kelangsungan hidupnya. Proses respirasi ini tidak hanya berlangsung ketika
mereka berada di pohon saja, tetapi juga setelah dipanen. Proses respirasi yang terus
berlangsung setelah buah atau sayuran dipanen ini menyebabkan perubahan fisik dan
kimia yang dapat mempengaruhi kualitas buah atau sayuran itu sendiri. Maka perlu
dilakukan beberapa uji untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia seperti susut bobot,
nilai pH, total asam dan kadar vitamin C. Menurut Wills et al, (1981), faktor yang
mempengaruhi kehilangan air pada buah antara lain luas berbanding volume buah
tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan kerusakan mekanis pada kulit buah.
Pemberian perlakuan pelapisan dan suhu penyimpanan diharapkan dapat menekan laju
kehilangan bobot yang terjadi.

Pengamatan selanjutnya pada buah jambu kristal, pada hari ke 0 data yang diperoleh
pada pengamatan organoleptik jeruk yaitu warnanya putih segar, aromanya khas jambu
kristal, dan teksturnya keras. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan
organoleptik: warnanya bercak hitam, aromanya busuk, teksturnya kisut dan lembek.
Pengamatan hari 5 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya hitam, aromanya
busuk, teksturnya kisut dan lembek. Pengamatan hari ke 9 data pengamatan
organoleptik: warnanya hitam, aromanya busuk dan teksturnya lembek. . Menurut
Alsuhendra dkk (2011) Edible coating pada buah dapat membuat susut bobot relatif
rendah karena edible coating memiliki kemampuan menghambat laju kehilangan air
dalam buah. Edible coating merupakan lapisan penahan yang baik terhadap air dan
oksigen serta mampu mengendalikan laju respirasi. Susut bobot terjadi karena hilangnya
komponen air dan volatil lainnya pada proses respirasi (penguapan air, gas dan energi)
dan transpirasi (terlepasnya air dalam bentuk uap air) selama masa penyimpanan.

Pengamatan selanjutnya pada buah pir, Pada buah anggur pada hari ke 0 data yang
diperoleh pada pengamatan organoleptik pir yaitu warnanya putih, aromanya segar, dan
teksturnya keras. Pada pengamatan hari ke 2 diperoleh data pengamatan organoleptik:
warnanya putih, tidak beraroma, dan teksturnya kisut. Pengamatan hari 5 diperoleh data
pengamatan organoleptik: warnanya coklat, aromanya busuk, teksturnya kisut lembek.
Pengamatan hari 9 diperoleh data pengamatan organoleptik: warnanya coklat, aromanya
busuk, teksturnya lembek, lunak. Menurut Alsuhendra dkk (2011) Edible coating pada
buah dapat membuat susut bobot relatif rendah karena edible coating memiliki
kemampuan menghambat laju kehilangan air dalam buah. Edible coating merupakan
lapisan penahan yang baik terhadap air dan oksigen serta mampu mengendalikan laju
respirasi. Susut bobot terjadi karena hilangnya komponen air dan volatil lainnya pada
proses respirasi (penguapan air, gas dan energi) dan transpirasi (terlepasnya air dalam
bentuk uap air) selama masa penyimpanan.

23
BAB V

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum yang telah dilakukan antara lain:

1. Pemotongan pada buah saat perlakuan olah minimal buah mengakibatkan


kerusakan pada asam askorkat dan vitamin C yang mengakibatkan susut
bobot,dan perubahan warna
2. Dengan pelapisan lilin menghambat kerusakan karena pori pori tertutup oleh
lilin

5.2 SARAN

Saran unuk praktikum kali ini adalah:

1. Harus memperhatikan metode aseptik sebelum melakukan praktikum dengan


menggunakan alkohol 75%

2. Menyiapkan bahan praktikum sebelum hari H

3. Membawa peralatan praktikum agar tidak meminjam

4. Menggunakan jas laboratorium

24
25
26
DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, L.H. 2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Bandung: Alfabeta.


Aminuddin.2014. Edibel Coating pada makanan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Baldwin, E.A dan Nisperros-Carriedo, M.O. 1993. Edible coating s for Lightly
Processed Fruits and Vegetables. www.hortsci.ashspublications.org [24 Maret 2008].
Colla, E., P.J.A. Sobral dan F.C. Menegalli, 2006. Effect of Composite Edible Coating
from Amaranthus cruentus Flour and Stearic Acid on Refrigerated Strawberry (Fragaria
ananassa) Quality, Latin Am Appl Research, 36, pp. 249-254.
Hasbullah, R. 2006. Teknologi Pengolahan Minimal. Food Review 1 (10) : 40-45.
Baldwin, E.A. 2007. Surface Treatments and Edible Coatings in Food Preservation. Di
dalam : Rahman, M. S. (Ed), Handbook of Food Preservation, 2nd Ed. CRC Press, New
York, p. 477-507.
Lathifa H. Pengaruh Jenis Pati Sebagai Bahan Edible Coating dan Suhu Penyimpanan
Terhadap Kualitas Buah Tomat. (Skripsi). Malang (Indonesia): Universitas Islam
Negeri Maulana Malik Ibrahim; 2013. Rahcmawati, Arinda K. 2009. Ekstraksi dan
Karakterisasi Pektin Cincau Hijau (Premna oblongifolia. Merr) untuk Pembuatan Edible
Film. Skripsi Tidak Diterbitkan. Surakarta : Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret.
Muchtadi, T.R dan Sugiyono. 2014. Prinsip Proses Dan Teknologi Pangan. Alfabeta :
Bandung.
Rudiaty, E., 2013. Model Kinetika Perubahan kualitas Tomat Selama Penyimpanan.
Jurnal Teknologi Pertanian. 14 (1) : 21-28.
Tranggono & Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen.Gramedia Pustaka.
Utama. Jakarta
Winarno, F.G . 1980. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Winarno F G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia : Jakarta.
Wills RH. 1981. Postharvest : An Introduction To The Physiology And Handling Of
Fruits And

27

Anda mungkin juga menyukai