Anda di halaman 1dari 17

GENETIKA EKSPRESI KELAMIN

RESUME
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika II yang Dibimbing Oleh
Prof. Dr. Hj. Siti Zubaidah, M.Pd dan bapak Deny Setiawan, M.Pd

Oleh:
Kelompok 1/Off B
S1 Pendidikan Biologi
Dinda Ratu Ragil Ayu 170341615049
Mia Agustina 170341615034
Mochammad Abdul Hafidh 160342606252

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI PENDIDIKAN BIOLOGI
September 2019

Topik 1: 1) BAB 1 kajian genetik ekspresi kelamin. 2) definisi perkelaminan


makhluk hidup
Bab I
EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP PROKARIOTIK
Contoh konkrit perkelaminan pada makhluk hidup prokariotik bisa dilihat
pada Escherichia coli. Watson dkk. (1987), menyatakan bahwa siklus kelamin E.coli
meiliki ciri yang berbeda. Dinyatakan pula bahwa “seperti pada makhluk hidup tinggi
ada sel kelamin jantan dan betina, tetapi sel-sel itu tidak berfusi sempurna, yang
memungkinkan kedua perangkat kromosom berbaur dan membentuk genom diploid
utuh”. Transfer kromosom (materi genetik) selalu berlangsung satu arah. Dalam hal
ini materi genetik jantan bergerak masuk ke dalam sel-sel betina; dan tidak pernah
terjadi sebaliknya.
Sel kelamin jantan dan betina E.coli dapat dibedakan berdasarkan ada atau
tidaknya suatu kromosom kelamin yang tidak lazim, yang disebut “Faktor F” (F =
fertility = kesuburan). Pada sel E.coli, faktor F dapat berupa suatu badan/bentukan
terpisah namun juga bisa berada dalam keadaan terintegrasi dengan kromosom utama
sel. Faktor F ini juga merupakan DNA unting ganda sirkuler (Watson dkk., 1987)
dimana dalam tiap sel terdapat satu kopian faktor F yang tersusun dari sekitar 94x103
pasang basa (1/40 dari jumlah informasi genetik yang terkandung pada kromosom
utama), sedangkan 1/3 DNA faktor F mengandung 19 gen transfer (tra).
Sel-sel Eschericia coli Jantan (F+)
Sel E.coli dinyatakan berkelamin jantan jika dalam sel itu terkandung faktor F
berupa badan terpisah dari kromosom utama. Sel E.coli jantan ini disebut F+. Sel
E.coli dinyatakan berkelamin betina (F-) jika dalam sel itu tidak terkandung faktor F.
Transfer materi genetik dari sel E.coli jantan ke betina didahului oleh
terbentuknya pasangan konjugasi antara kedua sel, dimana pasangan konjugasi
tersebut dibentuk melalui suatu pilus kelamin jantan pada permukaan suatu sel
kelamin betina.
Sel-sel Eschericia coli Berkelamin Jantan (Hfr)
Faktor F dalam sel E.coli juga dapat berintegrasi ke dalam kromosom utama
sel melalui peristiwa pindah silang. Sel-sel E.coli berkelamin jantan (F+), yang faktor
F nya terintegrasi kedalam kromosom utama sel, akan berubah menjadi sel Hfr (high
frequency recombinant). Sel-sel Hfr tetap berkelamin jantan, demikian pula tetap
membentuk pilus konjugasi dan tetap berfusi dengan sel berkelamin betina (F-) yang
memungkinkan berlangsungnya transfer materi genetik.
EKSPRESI KELAMIN PADA MAKHLUK HIDUP EUKARIOTIK
Ekspresi Kelamin Pada Tumbuhan Eukariotik Chlamydomonas
Sel-sel Chlamydomonas biasanya haploid dan dapat bereproduksi secara
vegetatif dengan pembelahan. Pada beberapa jenis, tiap sel berfungsi sebagai gamet;
dan reproduksi seksual terjadi ketika sel-sel motil berkelamin berlawanan saling
bersatu membentuk zigot diploid, untuk selanjutnya mengalami meiosis
menghasilkan empat sel haploid yang mana keempat sel haploid itu dapat
bereproduksi secara vegetatif menghasilkan lebih banyak lagi sel Chlamydomonas.
Beberapa fungsi perkelaminan Chlamydomonas berhubungan dengan kerja
senyawa-senyawa tertentu serupa hormon, dimana tiap senyawa dibentuk dibawah
kendali suatu gen tertentu. Fungsi-fungsi itu adalah: 1) pertumbuhan flagel, 2)
konjugasi gamet, 3) penentuan jenis kelamin, 4) faktor kemandulan, 5) prekursor dari
senyawa penyebab kemandulan.
Secara genetik ada 2 kelamin (mating type) yaitu tipe (+) dan (-), yang tidak
dapat dibedakan secara morfologi dan berada dibawah kontrol satu gen. Jenis kelamin
Chlamydomonas dinyatakan sebagai sifat jantan dan betina, dan perkelaminan
tersebut bersifat relatif.
Saccharomyces dan Neurospora
Latar belakang genetik kelamin pada S.cereviseae dan N.crassa bersifat
monogenik atau berada dibawah kontrol satu gen. Pada S.cereviseae mating type nya
dibedakan menjadi (+) dan (-), sama dengan pada N.crassa dimana secara morfologis
kelamin tersebut tidak bisa dibedakan.
Kelas Jamur Basidiomycetes
Sekitar 90% spesies jamur dalam kelas Basidiomycetes tergolong heterotalik.
Pada sekitar 37% spesies heterotalik tersebut (bipolar) kompatibilitas kelaminnya
dipengaruhi oleh satu pasang faktor Aa yang berperilaku sama seperti pada N.crassa.
Lumut Hati
Perangkat kromosom sporofit lumut hati Sphaerocarpos dilaporkan terdiri
dari 7 pasangan yang masing-masing kromosomnya setangkup, serta sepasang
(pasangan ke 8) yang tidak setangkup kromosomnya. Pada pasangan ke 8 ini salah
satu kromosom lebih besar daripada yang lainnya, dan kromosom yang lebih besar itu
disebut sebagai kromosom X sedangkan yang lebih kecil disebut sebagai kromosom
Y. Saat meiosis, kromosom X dan Y memisah dari keempat meiospora yang
dihasilkan tiap meiocyte, dua diantaranya menerima kromosom Y. Meiospora yang
mengandung kromosom Y berkembang menjadi gametofit jantan, dan yang
mengandung kromosom X menjadi gametofit betina. Dalam hal ini genotip gametofit
betina adalah X dan genotip gametofit jantan adalah Y; sedangkan genotip sporofit
adalah XY.
Tumbuhan Berumah Satu dan Berumah Dua
Herskowitz (1973) menyatakan bahwa kedua macam sel kelamin pada
tumbuhan berumah satu dihasilkan oleh satu genotip. Sedangkan untuk tumbuhan
berumah dua, Stansfield (1983) menyebutkan bahwa biasanya keadaan berumah dua
itu secara genetik dikendalikan oleh gen pada satu lokus saja.
Marga Melandrium
Pada marga Melandrium, ditemukan adanya kromosom kelamin X dan Y.
Kromosom Y pada marga Melandrium secara fisik ditemukan lebih besar daripada
kromosom X, bahkan dikatakan bahwa kromosom Y sudah diketahui pasti sebagai
pembawa faktor jantan. Pada Melandrium album, gen penentu kelamin jantan terletak
pada kromosom Y, sedangkan gen penentu kelamin betina terletak pada kromosom X
maupun pada autosom. Ekspresi kelamin ditentukan oleh perimbangan antara gen-
gen penentu kelamin jantan pada kromosom Y dan gen-gen penentu kelamin betina
pada kromosom X maupun pada autosom.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Avertebrata
Paramaecium bursaria
Pada P.bursaria ditemukan 8 kelamin (mating type); tipe (macam) kelamin
secara fisiologis tidak dapat berkonjugasi dengan tipenya sendiri, tetapi dapat
berkonjugasi dengan satu dari ke 7 tipe lain.

Ophryotrocha
Tipe kelamin pada Ophryotrocha ditentukan oleh ukuran tubuh hewan itu.
Jika berukuran kecil, hewan itu menghasilkan sperma; jika tumbuh menjadi lebih
besar, hewan yang sama itu akan berubah menghasilkan telur.
Cacing Tanah
Pada cacing tanah terdapat dua gonad yang terpisah dimana satu gonad
menghasilkan gamet jantan dan gonad yang lain menghasilkan gamet betina. Rincian
penjelasan tentang hermaproditisma semacam ini sama dengan pada tumbuhan
monocius.
Helix
Keong dalam marga Helix tergolong hermaprodit. Telur dan sperma
dihasilkan oleh sel-sel yang kadang-kadang sangat dekat satu sama lain pada satu
gonad. Rincian penjelasan tentang hermaproditisma semacam ini sama dengan pada
tumbuhan monocius.
Crepidula
Tiap individu mengalami suatu urutan perkembangan, mulai dari tahap
aseksual yang diikuti oleh suatu tahap jantan. Tahap jantan itu diikuti oleh suatu
tahap perantara dan akhirnya tahap betina. Selama tahap jantan, pada individu-
individu yang sudah cukup matang dan bersifat sedenter, transformasi ke tahap betina
akan menurun; akan tetapi jika tetap bebas mengembara, individu-individu jantan
relatif cepat mengalami perubahan memasuki tahap betina.
Lygaeus turcicus
Pada serangga jenis ini sudah ditemukan kromosom kelamin X dan Y, dimana
kromosom X lebih kecil dari pada kromosom Y. Zigot yang memiliki kromosom
kelamin XX akan menjadi individu betina sedangkan zigot yang memiliki kromosom
kelamin XY akan menjadi individu jantan. Mekanisme perkelaminan spesies Ligaeus
turcicus tergolong XX-XY.
Hymenoptera
Pada Hymenoptera, telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi
individu berkelamin jantan yang haploid dan telur yang dibuahi berkembang menjadi
individu betina yang diploid. Individu jantan haploid menghasilkan sperma melalui
meiosis dengan penyesuaian tertentu. Semua gamet yang dihasilkan oleh individu
jantan maupun betina mempunyai komposisi kromosom yang secara morfologis
identik (tetapi tidak mungkin sama kandungan alelanya).
Pada Hymenoptera, kromosom kelamin tidak berperan pada ekspresi kelamin;
dan jumlah maupun mutu makanan yang dimakan larva yang diploid akan
menentukannya tumbuh dan berkembang menjadi individu betina pekerja yang steril,
atau ratu yang fertil. Lingkungan menentukan sterilitas atau fertilitas, tetapi tidak
mengubah kelamin yang secara genetik telah tertetapkan. Pola ekspresi kelamin pada
Hymenoptera disebut sebagai haplo-ploidy
Drosophila melanogaster
Pada D.melanogaster terdapat kromosom kelamin X dan Y. Dalam keadaan
diploid normal ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY, atau pasangan
kromosom secara lengkap sebaga AAXX dan AAXY (jumlah autosom sebanyak tiga
pasang). Mekanisme ekspresi kelamin pada D.melanogaster dikenal sebagai suatu
mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A), atau disebut juga mekanisme
keseimbangan determinasi kelamin atau “keseimbangan gen”. Mekanisme tersebut
merupakan perimbangan antara jumlah X pada kromosom kelamin dengan jumlah A
(autosom) pada tiap pasangan A. Hasil perimbangan itu disebut sebagai numerical
sex index atau indeks kelamin numerik.
Pada kromosom kelamin X terdapat perangkat gen untuk kelamin betina;
sedangkan perangkat gen untuk kelamin jantan ada pada pasangan-pasangan
autosom. Indeks kelamin numerik pada D.melanogaster dijelaskan sebagai suatu
hasil akibat keadaan tertentu yang terjadi karena adanya interaksi antara determinan
jantan pada autosom dan determinan betina pada kromosom kelamin X. Tampaknya
ada semacam interaksi antara determinan jantan pada autosom dan determinan betina
pada kromosom X yang juga menyebabkan munculnya fenotip kelamin pada D.
melanogaster.
Mekanisme ekspresi kelamin X/A pada Drosophila sudah diketahui
berhubungan dengan beberapa gen pada kromosom X maupun autosom. Beberapa
gen tersebut diantaranya gen Sx1 (sex-lethal) pada kromosom X, dan beberapa gen
lain pada kromosom X ataupun autosom. Gen Sx1 memiliki dua macam keadaan
aktivitas, yaitu saat keadaan sedang bekerja dan keadaan tidak sedang bekerja. Pada
keadaan sedang bekerja, gen Sx1 bertanggung jawab atas perkembangan betina
sedangkan pada keadaan tidak sedang bekerja, maka yang berkembang adalah
kelamin jantan. Selain itu ditemukan juga peranan gen dsx (doublesex) dan tra
(transformer) terhadap fenotip kelamin Drosophila. Gen dsx mengubah individu
jantan maupun betina menjadi individu intersex, sedangkan gen tra mengubah
individu betina (berdasarkan konstitusi kromosom) menjadi individu jantan steril.
Ekspresi kelamin Drosophila ditentukan oleh adanya rangkaian tahap aktivasi
gen yang masing-masing menuju ke pembentukan suatu protein yang memungkinkan
penyambungan yang benar atas RNA yang disintesis pada tahap berikutnya.
Caddies Flies, Kupu Siang (Butterflies), dan Kupu Malam (Moths), serta Ulat
Sutera
Pada caddies flies, kupu siang (butterflies), dan kupu malam (moths), serta
ulat sutera, individu yang bergenotip XX memiliki fenotip kelamin jantan. Akan
tetapi dikatakan pula bahwa kromosom kelamin pada hewan-hewan itu disimbolkan
sebagai ZZ (Jantan) dan ZW atau ZO untuk betina.
Boniella
Pada Boniella, telur-telur yang telah dibuahi, yang tumbuh pada keadaan
tanpa individu betina akan berkembang menjadi betina. Telur-telur itu akan tumbuh
dan berkembang menjadi individu jantan jika ada individu betina dewasa atau
sekurang-kurangnya ada ekstrak dari belalai individu betina.
Ekspresi kelamin pada Boniella merupakan contoh fenomena perkelaminan
yang non genetik dan tergantung faktor-faktor lingkungan luar. Individu jantan dan
betina memiliki fenotipe serupa, namun rangsangan dari lingkungan memulai
perkembangan ke arah salah satu kelamin atau yang lainnya.
Ekspresi Kelamin Pada Hewan Vertebrata
Pisces
Kebanyakan spesies ikan budidaya memiliki tipe perkelaminan
“gonochoristik”. Pada tipe ini, ikan-ikan yang memiliki gonad dibedakan menjadi dua
tipe, yaitu spesies yang memiliki gonad yang belum berdiferensiasi dan yang
memiliki gonad yang sudah berdiferensiasi. Pada spesies yang gonadnya belum
berdiferensiasi, pertama kali gonad berkembang menjadi suatu gonad serupa
ovarium; selanjutnya kira-kira separuhnya menjadi individu jantan, sedangkan
separuhnya lagi menjadi individu betina. Pada spesies yang gonadnya sudah
berdiferensiasi, gonad-gonadnya langsung berdiferensiasi menjadi suatu testis atau
ovarium.
Pada beberapa ikan juga terdapat mekanisme ekspresi kelamin ZZ-ZW seperti
pada burung dan kupu-kupu malam.
Amphibia
Pada Amphibia tidak ada keseragaman pola ekspresi kelamin. Banyak
kelompok Amphibia yang sudah dikaji pola ekspresi kelaminnya, dan terlihat jelas
bahwa di kalangan tersebut sudah ada kromosom kelamin (tipe XY-XX maupun tipe
ZZ-ZW). Ada pula beberapa kelompok yang tidak memiliki kromosom kelamin
seperti Xenopus laevis.
Reptilia
Pada banyak jenis reptil, individu heterogametik berkelamin betina bersimbol
ZW dan yang heterogametik jantan bersimbol ZZ. Pada beberapa reptil suhu
pengeraman telur yang telah dibuahi berpengaruh besar terhadap ekspresi kelamin
turunan.
Aves
Kromosom kelamin pada burung disimbulkan XX atau ZZ untuk yang jantan,
dan XO, ZW, atau ZO, untuk yang betina. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
penentuan kelamin pada ayam dan mungkin juga burung secara keseluruhan sama
dengan yang ditemukan pada Drosophila, yaitu tergantung pada perimbangan Z dan
A atau Z/A.
Mammalia: Tikus dan Manusia
Perkembangan kelamin pada Mammalia terbagi menjadi dua proses, yaitu
diferensiasi kelamin somatis atau sekunder dan diferensiasi kelamin pada sel
germinal. Konstitusi kromosom dalam inti adalah yang pertama kali menentukan
diferensiasi kelamin dari gonad awal. Apabila kemudian terbentuk testis, maka akan
disekresikan hormon testosteron. Apabila ovarium yang terbentuk, maka tidak adanya
testosteron memungkinkan sel-sel somatik berkembang dalam jalur betina.
Pembentukan testis dikendalikan gen-gen yang terdapat pada kromosom Y
sehingga jenis kelamin Mammalia ditentukan oleh kromosomY.
Saat ini pada kromosom Y dari tikus (mice) sudah ditemukan gen atau
perangkat gen yang mengendalikan suatu ciri dominan yang disebut Sex-reversed
(Sxr) trait yang menyebabkan zigot tikus bergenotip AAXX tumbuh dan berkembang
menjadi individu tikus berfenotip kelamin jantan lengkap dengan testis, sekalipun
tidak mengalami spermatogenesis.
Berkenaan dengan perkembangan testis, pada kromosom Y manusia terdapat
gen TDF (Testis Determining Factor) yang bertanggungjawab terhadap
perkembangan testis dan diketahui mengkode semacam protein yang diduga
mengatur ekspresi gen lain. Gen lain yang juga dinyatakan ikut bertanggung jawab
yaitu gen H-Y yang terpaut kromosom kelamin Y dan dinyatakan ikut
bertanggungjawab terhadap diferensiasi testis maupun spermatogenesis. Selain itu,
gen Tfm+ yang terpaut pada kromosom kelamin X (Individu jantan) mengendalikan
pembentukan suatu protein pengikat testosteron pada sitoplasma dari semua sel
(jantan maupun betina)

Topik 2: 1) BAB IV dan BAB V


Bab IV
HERMAPRODITISMA DAN BEBERAPA FENOMENA AKIBAT
ANEUPLOIDI KROMOSOM KELAMIN PADA MANUSIA

Hermaproditisma Sejati (True Hermaproditism)


Individu hermaprodit sejati telah dapat diidentifikasi di saat kelahiran karena
struktur alat kelamin yang tidak jelas atau meragukan. Pemeriksaan histologis
maupun sitologis biasanya memperlihatkan bahwa jaringan individu hermaprodit
sejati terdiri dari dua tipe sel yang berbeda. Individu-individu tersebut memiliki dua
macam kariotip yang berbeda, satu untuk setiap jalur sel. Individu tersebut
merupakan hasil fusi sel pada awal perkembangan antara zigot-zigot yang berbeda
dan hasil individu dari fusi hal tersebut disebut chimera. Kariotip chimera yang
umum adalah chi, XX / 46, XY. Individu-individu hermaprodit sejati dapat juga
muncul sebagai suatu akibat dari kejadian gagal berpisah mitosis.

Feminizing Male Pseudohermaphroditism


Feminizing male pseudohermaphroditism adalah
pseudohermaproditisma jantan yang bersifat kebetinaan.
Ada telaah yang menghubungkan feminisasi tersebut
dengan suatu gen mutan dominan autosomal yang
dipengaruhi kelamin di samping menghubungkan dengan
suatu gen mutan resesif yang terpaut kromosom kelamin
X. kariotip dari Feminized male adalah 46, XY atau juga
45, X yang bercirikan berfenotip perempuan namun
karakteristik kelamin sekunder kurang berkembang dan
seharusnya tergolong laki-laki. Feminized male karena mutasi tfm.
(Snustad and Simmons, 2012)
Masculinizing Male Pseudohermaphroditism
Secara umum individu pseudohermaprodit ini tidak jelas tampak sebagai laki-
laki ataupun perempuan, testis tidak sempurna, penis meragukan, tetapi payudara
tidak berkembang dan tubuh berambut seperti laki-laki.

Guevodoces
Pada pseudohermaphroditisma berkariotip 46, XY seharusnya individu ini
memiliki scrotum tampak sebagai labia, ada kantung vagina buntu, ada penis serupa
clitrosis. Awalnya individu ini berkembang menjadi gadis. Hal ini disebabkan karena
terjadinya perkawinan sedarah. Virilisasi struktur kelamin sekunder eksternal terlihat
pada masa puber ke-24, sehingga mengakibatkan suara menjadi besar, perkembanan
otot yang bersifat maskulin dan clitoris membesar menjadi suatu penis.
Kelainan guevodoces ini terjadi karena terdapat satu alela autosomal resesif
yang dapat mempengaruhi penggunaan testosterone. Testosteron secara langsung
bekerja atas saluran Wolff, tetapi sebelum menyebabkan virilisasi alat kelamin
eksternal secara biokimiawi harus diubah terlebih dahulu menjadi dihydrotestosteron.
Tetapi efek dari testosteron sendiri saat pubertas cukup untuk menginduksi virilisasi
struktur alat kelamin.
Female Pseudohermaphroditism
Pada individu-individu pseudohermaprodit semacam itu berkelamin betina
karena memiliki kariotip 46, XX; akan tetapi tanda-tanda kelamin mengarah kepada
ciri-ciri jantan. Fenotip pada individu pseudohermaprodit ini adalah seperti pria. Hal
ini karena proliferasi kelenjar anak ginjal sebagai alternatif penyebabnya, proliferasi
adalah korteks kelenjar anak ginjal dan sebagai akibatnya adalah hormon laki-laki
berlebih yang disebabkan oleh homozigositas gen-gen resesif yang bertanggung
jawab pada enzim-enzim metabolisme steroid.
Sindrom Turner
Sindrom turner terjadi karena aneuploidy pada kromosom kelamin dan
berkariotip 45, XO. Individu pengidap sindrom turner bisanya bersangkut paut
dengan peristiwa gagal berpisah selama meiosis pada gametogenesis. Akan tetapi
dapat pula berangkut-paut dengan peristiwa gagal berpisah selama mitosis pada masa
perkembangan embrio awal.

Proses pembelahan aneuplidi yang terjadi.


Kariotip pengidap sindrom turner 45 XO (Snustad and Simmons, 2012)
(Pierce, 2012)
Sindrom Klinefelter
Pengidap sindrom Klinefelter pada dasarnya
berkelamin jantan (pria) berkariotip 47, XY; 48 XXXY
dst. Beberapa ciri kelamin sekunder, para pengidap
sindrom Klinefelter mengalami feminisasi. Dalam
hubungan ini, individu yang bersangkutan biasanya
mempunyai testis kecil yang tidak normal, tidak mampu
mengalami spermatogenesis, bercirikan memiliki anggota
gerak yang lebih panjang dari biasanya, cenderung lebih
tinggi dari pria normal dan kurang cerdas. Kariotip pengidap sindrom klinefelter
(Pierce, 2012)

Pria XYY
Sindrom pria XYY terjadi juga karena aneuploidy kromosom kelamin seperti
pada sindrom Turner dan sindrom Klinefelter. Secara umum pria XYY terlihat
sebagai pria normal termasuk fertile, tetapi cenderung lebih tinggi daripada tinggi
rata-rata pria normal umumnya namun kadang-kadang ditemukan kelainan alat
kelamin eksternal maupun internal seperti alat kelamin yang mirip dengan alat
kelamin perempuan.
Penyimpangan Karena Aneuploidi Kromosom Kelamin Yang Lain
Individu perempuan yang terlahir dengan berkariotip 47, XXX (trisomi),
tetrasomi, pentasomi ini disebut sebagai betina super dan dikaitkan dengan aneuploidi
kromosom kelamin. Beberapa sumber yang menyatakan individu perempuan
memiliki alat kelamin yang kurang berkembang, kesuburan terbatas, serta biasanya
mengalami keterbelakangan mental.

Bab V
PEMBALIKAN KELAMIN
Fenomena pembalikan kelamin (sex reversal) sering dilaporkan pada berbagai
makhluk hidup.

Pembalikan Kelamin Pada Ragi


Pada ragi dikenal kelamin sebagai a dan α. Kelamin pada ragi tersebut banyak strain

yang tidak memiliki kelamin yang stabil, cepat beralih antara kelamin a dan α; pada
ragi yang homotalus, gen-gen kelamin dari sel-sel haploid berubah jauh lebih cepat.
Namun peralihan yang cepat semacam itu tidak ditemukan pada strain-strain
heterotalus. Kedua sifat antara homotalus dengan heterotalus ditentukan oleh alel
yang disebut Ho letaknya pada kromosom 4.
Pada mulanya peristiwa pembalikkan kelamin pada ragi itu dinyatakan terpaut
dengan alela MAT a dan Mat α; yang terletak pada kromosom 3 di lokus MAT.

Dinyatakan bahwa alela MAT a menspesifikasikan kelamin α, sedangkan kelamin α

diekspresikan bila alela MAT a menempati lokus MAT. Selain gen MAT ada juga
dua lokus kelamin (tidak terekspresikan) yang terletak pada sebelah kiri dan kanan
dari lokus. Lokus sebelah kiri adalah HML yang mengandung suatu kopi diam untuk
informasi α dan pada lokus kanan terdapat HMR yang merupakan gen diam
mengandung informasi yg spesifik untuk a. Berkenaan dengan kerja gen HMLα dan
HMRa sudah diketahui pula peranan dari gen gen SIR (SIR 1,2,3,dan 4) yg tidak
terletak pada kromosom 3 namun juga berpengaruh terhadap kerja gen HMLα dan
HMRa, jika salah satu gen dari SIR tidak bekerja maka gen HMLα dan HMRa
ditranskripsikan dalam kecepatan yg sama dengan gen pada lokus MAT. Diduga
bahwa protein protein SIR bekerja dengan cara mempengaruhi struktur kromatin
didalam gen gen HML dan HMR dimana jika tidak ada kontrol SIR maka kromatin
didalam gen gen HML dan HMR lebih mudah terkena pengaruh enzim nuclease
(kegagalan pembentukan nukelosom didalam daerah daerah ini).

Pembalikan Kelamin Pada Ikan


Pada Labroides dimidiatus , jika individu jantan mati maka individu betina
yang paling dominan akan menolak individu-individu jantan (lain) yang akan
memasuki kelompok yang bersangkutan. Apabila upaya itu berhasil maka individu
betina itu akan berubah menjadi individu jantan dan dalam jangka waktu dua minggu
individu jantan baru itu sudah mampu menghasilkan sperma yg fertil. Sebenarnya
faktor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok sosial ikan bukan hanya
karena matinya indvidu jantan (pada protogynous) dan individu bentina (ikan
protandrous) masih ada beberapa faktor lain yg diduga dapat berperan dalam
peristiwa pembalikan kelamin ini. Kondisi kondisi yg dapat menjadi latar belakang
perubahan fisiologis endogen termaksud adalah suatu ukuran tertentu,tingkat
perkembangan,umur serta peningkatan rasio kelamin (dewasa) betina terhadap jantan
. Peristiwa pembalikan kelamin juga dapat dilakukan secara buatan yaitu dengan
bantuan sex inducer berupa hormon steroid, hormon hormon yg termasuk golongan
inducer jantan adalah kelompok androgen sedangkan inducer betina yaitu kelompok
estrogen.

Pembalikan Kelamin Pada Burung


Pembalikkan kelamin juga terjadi pada burung. Ayam betina (ZW) yg sudah
bertelur diketahui dapat mengalami perubahan ciri-ciri kelamin sekunder seperti
perkembangan bulu jantan,serta kemampuan berkokok bahkan juga mengalami
perkembangan testis yg terbukti dapat menghasilkan sel sel sperma. Keadaan tersebut
dapat terjadi sebagai akibat kerusakan jaringan ovarium karena penyakit dan dalam
keadaan tanpa adanya hormon kelamin betina.

Question and answer

a) Mia Agustina (170341615034)


1. Mengapa aneuploidi meningkat dengan usia ibu?
Jawab: Seiring dengan bertambahnya usia seorang wanita, kemungkinan
kehamilan aneuploid meningkat. Asosiasi ini karena telur seorang wanita setua dia.
Betina memiliki semua telur mereka dalam tahap janin sehingga mereka dilahirkan
dengan semua telur yang akan mereka miliki seumur hidup. Pada pria, sperma dibuat
setiap 65-75 hari sehingga sperma tidak setua pria. Oleh karena itu, teori mengenai
risiko aneuploidi dan usia ibu lanjut adalah bahwa dari waktu ke waktu kromosom
dalam telur cenderung membagi dengan benar sehingga telur memiliki kromosom
ekstra atau hilang. Ada tingkat kelainan kromosom yang signifikan pada embrio, dan
frekuensi kelainan ini meningkat seiring bertambahnya usia. Hanya beberapa
kehamilan yang membawa kromosom ekstra atau hilang yang akan mengalami
menstruasi; sebagian besar akan mengalami keguguran.

b) Mochammad Abdul Hafidh (160342606252)


1. Bagaimana pola erosi kromosom Y?
Jawab:
Erosi kromosom proto Y terjadi melalui pola-pola yang hingga sekarang masih
bersifat hipotetis. Ada dua pola erosi evolusioner kromosom proto Y yang utama.
Pola erosi kromosom pertama adalah yang melibatkan “Muller’s Ratchet”. Pola
kedua berupa fiksasi mutan-mutan terpaut Y yang merugikan melalui “hitchhiking”
dengan mutasi-mutasi yang menguntungkan secara selektif pada kromosom proto Y.
“Muller’s Ratchet” bersangkut paut dengan hilangnya kelompok kromosom yang
membawahi mutan-mutan merugikan dalam jumlah yang paling kecil, dari suatu
populasi terbatas akibat “genetic drift”. Peristiwa tersebut mengakibatkan
peningkatan progresif jumlah rata-rata alela-alela merugikan per individu. Fiksasi
mutasi-mutasi terpaut Y yang merugikan terjadi karena ada mutasi-mutasi
menguntungkan pada bagian kromosom proto Y yang tidak mengalami rekombinasi.
Proses selektif semacam ini akan menyebabkan terjadinya fiksasi alela-alela
merugikan pada banyak lokus terpaut Y.

2. Jelaskan bagaimana pembalikan kelamin buatan pada ikan !

Jawab :

Pembalikan kelamin buatan pada ikan banyak dilakukan dengan bantuan sex inducer
berupa hormon steroid. Pembalikan kelamin pada ikan dari individu betina menjadi
jantan dilakukan dengan bantuan hormon-hormon steroid yang tergolong inducer
jantan (misalnya kelompok androgen seperti 17a-methyltestosteron, 11-
ketotestosteron, dan testosteron propinat), sedangkan pembalikan kelamin pada ikan
dari individu jantan menadi betina dilakukan dengan bantuan hormon-hormon steroid
yang tergolong inducer betina (misalnya kelompok estrogen seperti estrone, estriol,
diethylstilbestrol dan estradiol butyryl asetat).

c) Dinda Ratu Ragil Ayu (170341615049)


1. Apa yang menjadi faktor sesungguhnya dalam penginisiasian pembalikan kelamin
pada ikan?
Jawaban: Sebenarnya factor penginisiasi pembalikan kelamin pada kelompok social
ikan bukan hanya matinya (penghilangan) individu jantan (pada kelompok
protogynous) dan individu betina (pada kelompok ikan protandrous). Pembalikan
kelamin dapat diinisiasi oleh perubahan-perubahan fisiologis endogen; yang melatar
belakangi perubahan fisiologis endogen adalah “suatu ukuran tertantu” “umur”
“tingkat perkembangan” serta “penigkatan rasio kelamin (dewasa) betina terhadap
jantan”

Anda mungkin juga menyukai