Anda di halaman 1dari 72

WALIMAH URS DALAM PERSPEKTIF HADIS

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Aldila Maudina

1113034000078

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/2018 M

1
WALIMAH URS DALAM PERSPEKTIF HADIS

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Disusun Oleh:

Aldila Maudina
NIM: 1113034000078

Pembimbing:

Lisfa Sentosa Aisyah, S.Ag, M.A


NIP: 19750506 200501 2 003

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS


USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/2018 M

2
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 01 Maret 2018

Aldila Maudina

3
ABSTRAK

Aldila Maudina (1113034000078)

“Walimah Urs dalam Perspektif Hadis”

Resepsi pernikahan atau walimah urs‟ merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan
dalam sebuah pernikahan. Selain untuk menjalankan syariat Agama, resepsi
pernikahan atau walimah urs‟ ini juga bertujuan untuk menghindarkan fitnah
dikalangan masyarakat luas. Akan tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan apa
yang telah disyari‟atkan oleh agama. Sebagian masyarakat tentunya ada yang
mengadakan walimah urs‟ dengan cara mewah dan banyak meghabiskan biaya.
Selain itu bagi yang tidak memliki biaya mereka hanya melaksanakan akad nikah
saja tidak diadakannya walimah urs‟. Hal ini dikarenakan himpitan ekonomi.

Skripsi ini menggunakan metode kualitatif yaitu sebuah metode yang menekankan
pada aspek pemahaman lebih mendalam terhadap suatu masalah. Kemudian
mengacu kepada kitab hadis al-kutub at-Tis‟ah, kitab syarah hadis dan kitab fiqih
munakahat yang membahas sesuai tema yang diteliti. Kemudian metode
penelitian hadis penulis menggunakan metode tematik, yaitu dengan cara
mengumpulkan hadis-hadis yang berkaitan dengan tema walimah urs.

Dalam skripsi ini penulis memberi kesimpulan bahwa kandungan hadis walimah
urs menurut Imam Nawawi hadis nabi “awlim walau bisyattin” adalah dalil
dianjurkannya dalam mengadakan walimah urs, bagi yang mampu hendaknya
tidak kurang dari satu kambing. Dan menurut mayoritas Ulama bahwasannya
mengadakan walimah urs sangat dianjurkan.

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji bagi Allah Swt., yang maha pengasih lagi maha penyayang.

Yang senantiasa melimpahkan segala nikmat dan pertolongan-Nya. kepada

penulis berkat izin dari-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan

salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Semoga kita termasuk

umatnya yang mengikuti perintah-Nya dan mendapatkan syafa‟at darinya pada

hari kiamat kelak.

Skripsi dengan judul “WALIMAH URS DALAM PERSEPEKTIF

HADIS” merupakan salah satu tugas akhir , melalui upaya yang melelahkan dan

penuh perjuangan alhamdulillah skripsi ini telah selesai disusun guna memenuhi

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strate satu dalam Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terlebih dahulu penulis sembahkan kado kecil ini kepada Kepada kedua

orang tua tercinta malaikat tanpa sayapku Ayahanda H. Sahro Hamdan dan

Ibunda Hj. Nursiyah Abd Hamid yang telah berjuang dengan segala kemampuan

baik berupa materil maupun spiritual untuk kelancaran studi bagi penulis. Yang

selalu mendo‟akan kebaikan dalam setiap aktifitas penulis, yang tidak henti-

hentinya memberikan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Terimakasih telah menjadi orang tua yang hebat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan

terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak.

Maka tidak lupa penulis sampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

ii
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Selaku Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin

yang telah memberikan kesempatan kepada saya mengikuti perkuliahan di

Fakultas tersebut hingga akhir.

3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., (selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur‟an

dan Tafsir) dan Dra. Banun Binaningrum, M.Pd., (selaku Sekretaris

Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir) yang selalu memberikan kemudahan,

baik dalam hal administrasi maupun yang lainnya.

4. Ibu Lisfa Sentosa Aisyah, S.Ag, MA., selaku dosen pembimbing yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan,

memberikan motivasi dan kemudahan, serta mengoreksi dalam penulisan

skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. Hamdani Anwar, MA., selaku dosen pembimbing

akademik yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam

penulisan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

telah tulus dan ikhlas memberikan ilmu dan pengalaman berharga kepada

penulis. Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan dalam segala

hal.

7. Kepada seluruh guru di SD, MTS dan MA Berkat ilmu dari mereka semua

dapat mengantarkan penulis sampai ke jenjang Universitas.

iii
8. Keluargaku teruntuk abangku Robby Auliya dan pamanku H. Zaini

Hamdan dan semua keluarga yang selalu memberikan motivasi dan

semangat agar penulis segera menyelesaikan skripsi ini.

9. Para sahabat satu jurusan Tafsir Hadis 2013, khususnya TH C 2013,

Perawati, Dini, Rara, Rika, Gina, Syifa, Iffa, Phera, Uyun, Dll. Semoga

persahabatan kita tak hanya berakhir sampai disini, terima kasih telah

banyak memberikan motivasi, saran dan semangat kepada penulis selama

kuliah. Terimakasih atas kebersamaannya selama empat tahun, terimakasih

telah meluangkan waktu untuk mendengarkan cerita dan suka duka

penulis.

10. Dan seluruh pihak yang telah membantu proses perkuliahan dan penulisan

skripsi ini, yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.

Terakhir, penulis berharap semoga skripsi ini sedikit banyak dapat

memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi awal untuk memotivasi penulis

agar terus berkarya. Semoga Allah Swt., selalu memberi limpahan berkah dan

membalas semua kebaikan pihak-pihak yang turut serta membantu dalam proses

penyelesaian skripsi ini.

iv
DAFTAR ISI

ABSTRAK .................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................. v
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1


A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ........................................................... 10
D. Metodologi Penelitian ........................................................................ 11
E. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 13
F. SistematikaPenulisan .......................................................................... 16

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WALIMAH URS............................. 17


A. Pengertian Walimah Urs ..................................................................... 17
B. Landasan Hukum Walimah Urs .......................................................... 20
C. Waktu dan Masa Pelaksanaan Walimah Urs ..................................... 23
D. Hukum Menghadiri Walimah Urs ...................................................... 28

BAB III ANALISIS HADIS TENTANG MENGADAKAN WALIMAH


URS ........................................................................................................... 36
A. Takhrij Hadis mengadakan Walimah Urs‟........................................ 36
B. Tinjauan Sanad ................................................................................... 42

BAB IV PEMAHAMAN HADIS MENGADAKAN WALIMAH URS ............ 47


A. Asbab al-Wurud .................................................................................. 47
B. Pemahaman Hadis............................................................................... 48

BAB V PENUTUP ................................................................................................ 62


A. Kesimpulan ........................................................................................ 62
B. Saran .................................................................................................. 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 63

v
Pedoman Transliterasi

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman

pada buku Pedoman Penulisan Skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman

Akademik Program Strate 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan


‫ا‬ Tidak dilambangkan
‫ب‬ B Be
‫ت‬ T Te
‫خ‬ Ts te dan es
‫ج‬ J Je
‫ح‬ H h dengan garis bawah
‫ر‬ Kh ka dan ha
‫د‬ D De
‫ذ‬ Dz de dan zet
‫ر‬ R Er
‫ز‬ Z Zet
‫س‬ S Es
‫ش‬ Sy es dan ye
‫ص‬ S es dengan garis di bawah
‫ض‬ D de dengan garis di bawah
‫ط‬ T te dengan garis di bawah
‫ظ‬ Z zet dengan garis bawah
‫ع‬ „ koma terbalik di atas hadap kanan
‫غ‬ Gh ge dan ha
‫ف‬ F Ef
‫ق‬ Q Ki
‫ك‬ K Ka
‫ه‬ L El
‫م‬ M Em

vi
‫ى‬ N En
‫و‬ W We
‫ه‬ H Ha
‫ء‬ ˋ Apostrof
‫ي‬ Y Ye

Vokal

Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal dalam bahasa indonesia, terdiri

dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal

tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

َ A Fathah

َ I Kasrah

َ U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ي‬ ai a dan i

‫و‬ au a dan u

vii
Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

‫ئا‬ Â a dengan topi di atas

‫ئى‬ Î i dengan topi di atas

‫ئى‬ Û u dengan topi di atas

Kata Sandang

Kadang sandang yang dalam sistem aksara arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ‫اه‬, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-

dîwân.

Syaddah (Tasydîd)

Syaddah atau Tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda (َ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata ‫ الضروور‬tidak

ditulis ad-darûrah, melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.

viii
Ta Marbûtoh

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat

contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti

oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tesebut

diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/

(lihat contoh 3).

NO Kata Arab Alih Aksara

1 ‫طويقة‬ Tarîqah

2 ‫الجاهعة اإلسالهية‬ Al-jâmi‟ah al-islâmiyyah

3 ‫ودد الىجىد‬ Wahdat al-wujûd

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih

aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang

berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa indonesia. Antara lain

untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama

diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâli

bukan Abû Hâmid Al-Ghazâli, al-Kindi bukan Al-Kindi).

ix
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold), jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak „Abd al-Samad al-Palimbâni, Nuruddin al-Raniri tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Cara Penulisan Kata

Setiap kata baik kata kerja (fi‟il), kata benda (ism), maupun huruf (harf)

ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-

kalimat dalam bahasa arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:

Kata Arab Alih Aksara

‫ذهة األسحاذ‬ dzahaba al-ustâdzu

‫ثبث األجْ و‬ tsabata al-ajru

‫الذومة العصْ ويَّة‬ al-harakah al-„asriyyah

‫أشهد أى ال اله االَّ هللا‬ Asyhadu an lâ ilâha illâ allâh

‫هىْ النا هلل الصَّالخ‬ Maulânâ Malik al-sâlih

‫يؤثِّوٌمن هللا‬ Yu‟atstsirukum Allâh

‫الوظا هو الع ْقليَّة‬ Al-mazâhir al-„aqliyyah

‫اآليات النىْ نيَّة‬ Al-âyât al-kauniyyah

‫الضَّوور جبيْخ الوذْ ظىرات‬ Al-darûrat tubîhu al-mahzûrât

x
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan, manusia tidak terlepas dari pergaulan sosial, hal ini

dibuktikan bahwasanya seseorang tidak bisa hidup sendiri (secara individual)

tanpa bantuan orang lain, karena Allah telah menciptakan alam ini beserta

isinya secara berpasang-pasangan baik manusia, tumbuhan, hewan atau

sebagainya. Firman Allah SWT dalam Q.S Yásín (36) : 36

              

“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,


baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui.“

Secara tekstual Ayat di atas memberikan penjelasan, bahwasannya

makhluk hidup khususnya manusia pasti memiliki pasangan yang menemani

hidupnya. Hal tersebut telah diatur Allah secara teratur dan begitu terorganisir

dan membuktikan bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna diantara

makhluk-makhluk lainnya.

Menikah merupakan salah satu sunnah Rasul yang harus dilakukan,

dengan menikah maka Allah akan menjamin rezeki, kebahagiaan, dan pahala

ibadah yang berlipat ganda. Dengan menikah maka seseorang telah sempurna

dari separuh agamanya.

Pernikahan yang didambakan setiap manusia sebagai tempat

berlabuhnya dua insan yang saling mencinta tidak bisa diukur dengan tujuan

11
yang pendek. Selain mampu mempersatukan dua hati tujuan pernikahan juga

harus diukur dalam pembentukan rumah tangga yang sakinah, mawaddah,

warahmah. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Ar-Rum ayat 21

                

    

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (Ar-Rum ayat 21)

Sayyid Quthb Dalam tafsir fi Dzhilalil Qur‟an menjelaskan. Manusia

mengetahui perasaan mereka terhadap lawan jenis. Syaraf dan perasaan

mereka disibukkan dengan hubungan di antara dua jenis. Langkah mereka

didorong, dan aktivitas mereka digerakkan oleh perasaan-perasaan yang

beragam corak dan orientasinya antara laki-laki dan perempuan. Tetapi,

jarang sekali mereka mengingat tangan Allah yang menciptakan pasangan

untuk mereka dari jenis mereka, menyematkan emosi dan perasaan ini pada

jiwa mereka, serta menjadikan hubungan tersebut sebagai penenang jiwa dan

syaraf, relaksasi bagi tubuh dan hati, stabilitas bagi kehidupan dan

penghidupan, suka cita bagi ruh dan nurani, dan ketentraman bagi laki-laki

dan perempuan.1

Dengan menikah akan bertambah tanggung jawab yang tidak hanya

dari sisi materi saja, tetapi juga mengarahkan, mendidik, membimbing anak-

anak dan keluarga menjadi lebih baik. Itulah kenapa Islam sangat

1
Sayyid Quthb, Tafsir Fî-Zhilalil Qur‟an: Di Bawah Naungan Al-Qur‟an, Juz XXI Surat
Ar-Rum, Hal 648, (Robbani Press, Cetakan Pertama) , Shafar 1430 H/ Februari 2009.

2
menganjurkan untuk menikah. Karena didalamnya terdapat banyak kemuliaan

jika kita mengetahuinya dan menjalaninya sesuai dengan aturan dan ajaran

Islam.

Pernikahan yang diadakan tentunya dibarengi dengan Walimah Urs

sebagian masyarakat tentunya ada yang mengadakan Walimah Urs dengan

cara mewah dan banyak meghabiskan biaya. Selain itu bagi yang tidak

memliki biaya mereka hanya melaksanakan akad nikah saja tidak

diadakannya walimah urs. Hal ini dikarenakan himpitan ekonomi.

Telah membudaya di kalangan masyarakat umum, baik masyarakat

dari kalangan bawah maupun kalangan atas, ketika terlaksana pernikahan

akan dilaksanakan pula sebuah perayaan dalam rangka mensyukuri

terselenggaranya momen tersebut. Dalam merayakannya itupun sangat

variatif. Ada yang dilaksanakan secara kecil-kecilan dengan hanya sebatas

menjamu para undangan dengan makanan yang sekedarnya atau bahkan ada

yang merayakannya secara besar-besaran, dengan memakan waktu berhari-

hari dan dengan beraneka ragam hiburan dan makanan yang disajikan hingga

terkesan berlebihan.

Setiap ada pernikahan selalu dibarengi dengan resepsi pernikahan atau

Walimah Urs. Acara semacam ini dianggap lumrah dan telah membudaya

bagi setiap lapisan masyarakat mana pun, hanya saja cara dan sistemnya yang

berbeda karena setiap adat dan budaya memiliki cara nya masing-masing.

Dalam pandangan agama Islam hal itu tidak jadi masalah, asalkan tidak

melakukan tindakan yang bertentangan dengan aqidah Islam.

3
Dalam hal ini Islam memandang bahwa mengadakan Walimah Urs

adalah sebagai ajang memperkenalkan kepada masyarakat luas agar sang

pengantin dikenal banyak orang, bahwa mereka adalah pasangan suami istri

yang sudah sah secara agama dan tercatat dalam bukti buku pernikahan.

Walimah Urs juga dimaksudkan untuk memberitahukan kepada masyarakat

tentang pernikahan kedua mempelai, sehingga ketika mereka pergi berdua

tidak timbul fitnah.2

Kesempurnaan atau kelengkapan dalam syari‟at Islam bukan hanya

mencakup aqidah, akhlak akan tetapi masih banyak aturan-aturan yang

dibahas, di antaranya membahas mengenai masalah pernikahan, dari

bagaimana mencari calon pendamping hidup hingga mewujudkan pesta

pernikahan (Walimah „Urs). Di sisi lain hal yang paling menjadi trendy topic

adalah mengenai Pesta pernikahan, dimana pada zaman era modern seperti

sekarang ini, banyak masyarakat yang terbuai akan pesona dunia, sehingga

mereka cenderung untuk meniru gaya barat yang tidak sesuai dengan ajaran

Islam, dari cara meminang, pergaulan sebelum menikah, sampai upacara yang

banyak menghambur-hamburkan waktu, dana, tenaga, bahkan sampai ada

kaum muslimin yang tidak menginginkan pernikahan karena tidak mampu

membayar biaya pernikahan yang seakan-akan menguras keringat seperti

yang dilakukan layaknya para artis, pejabat-pejabat tinggi, kalangan sosialita,

high class sampai medium class. Islam telah memberikan tuntunan kepada

pemeluk-pemeluknya mengenai sebelum atau sesudah melaksanakan

2
D.R. Hasbi Indra MA, Potret Wanita Shalehah, (Pena Madani) Jakarta 2004. Hal 142

4
pernikahan, sehingga tidak ada yang merasa diberatkan ataupun

penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Adapun dalam melaksanakan walimah urs hendaknya diadakan

sesederhana mungkin agar tidak membebani tuan rumah. Di dalam hadits

yang di riwayatkan oleh Anas bin Malik bahwasanya Rasulullah mengadakan

walimah walau hanya dengan seekor kambing. Pada zaman sekarang mungkin

kita bisa melaksanakan walimah hanya dengan menyajikan ayam misalnya,

agar menghemat biaya bagi yang kurang mampu. Sebaiknya walimah

diadakan secara sederhana saja, tidak berlebihan. Bila berlebihan sampai

beberapa harimengadakan pesta pernikahan, selain mubadzir akan lebih baik

pula dana yang ada disimpan untuk keperluan hidup berumah tangga.

Demikian halnya dengan pesta pernikahan yang sederhana jauh lebih

mulia dibandingkan dengan pesta pernikahan atau Walimah Urs yang terkesan

banyak menghabiskan biaya. Perkembangan masyarakat, Walimah

Ursberubah menjadi bermacam-macam, baik jenis maupun cara

peyelengggaraannya yang berbeda.

Dapat kita ketahui bahwa banyak sekali Walimah Urs berubah menjadi

bermacam-macam, baik jenis maupun penyelenggaraannya. Walimah Urs

dijadikan ajang untuk buang-buang uang dengan resepsi yang mewah. Selain

itu banyak makanan yang telalu banyak sehingga mubazir dan sia-sia.

Bagi masyarakat yang hidup pas-pasan tentu ini sangat membebani.

Namun karena disebabkan gengsi social ataupun karena faktor adat, sehingga

mereka tetap memaksakan diri untuk melaksanakannya.

5
Walimah urs sangat dianjurkan bahkan ada yang mewajibkan, sebab

ketika Ali R.A. melamar Fatimah R.A, Rasulullah SAW bersabda bahwa:

“(Peresmian)” pengantin hendaknya mengadakan walimah.3

4 ِ ‫اِنَّه الَب َّد لِْلعر ِس ِمن ولِييم‬


‫ت‬ َ ْ َ ْ َْ ُ ُ
“Bahwasannya urus (perkawinan) meskipun kecil (sederhana)
hendaknya diwalimahi”.(H.R Ahmad bin Hambal)

Rasulullah pernah mengadakan walimah urs beliau mengundang kaum

muslimin untuk menghadiri walimah yang beliau adakan. Disini tidak ada roti

ataupun daging. Beliau hanya menyuguhkan kurma, tepung, dan samin.5

‫َدلَّا اللَّدهُ َعلَْي ِده‬ ِ َ ‫دَّ ٍَ َّ ر د‬


َ ‫ال اللَّده‬ ُ َ ‫َ َع ْدن ٍَنَ ن‬ ‫َّد َح َّدثدَنَا َعْب ُدد الْداا ِر ِ َع ْدن َُ َدعْي ن‬
ٌ ‫َح َّدثدَنَا ُم َسد‬
َ
‫َ َداقَد َها َوٍ َْوََلَ َعلَْيد َها ِِبَْي ن‬
َّ ِ ِ ‫و لَّم ٍَعتق‬
َ ‫َفيَّةَ َوتَدَزَّو َج َها َو َج َع َل عْتد َق َها‬
َ َ َْ َ َ َ
6

“Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan


kepada kami Abdul Warits dari Syu'aib dari Anas bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam membebaskan Shafiyya lalu beliau
menikahinya, dan beliau menjadikan pembebasannya itu sebagai
maharnya. Kemudian beliau mengadakan walimah dengan Hais
(sejenis makanan dengan bahan kurma, tepung dan samin). (HR.
Bukhori)

Dari beberapa hadis yang sudah tertulis bahwasanya Rasulullah sangat

menganjurkan diadakan nya walimah urs, selain sebagai rasa syukur serta

wujud kebahagiaan atas telah terlaksana nya akad nikah dan dilangsungkan

dengan acara Walimah Urs, maka menurut penulis alangkah baiknya

mengadakan Walimah Urs walau hanya dengan jamuan yang seadanya dan

3
Mahmud Ash-Shabbagh, As-Sa‟âdah Az-Zaujiyah fil Islam, (CV. Pustaka Mantiq 1993)
hal 95
4
H.R Ahmad Juz.5/539
5
Mahmud Ash-Shabbagh, As-Sa‟âdah Az-Zaujiyah fil Islam, (CV. Pustaka Mantiq 1993)
hal 95
6
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-
Bukhari Al-Ju‟fi Al-Bukhari, Sahih Bukhari bab nikah juz 3 no 5169, Daar el-Hadith hal 267

6
telah dicontohkan juga bahwasannya Rasulullah mengadakan Walimah Urs

hanya dengan menyuguhkan kurma, yughurt, dan samin.

Menurut Jumhur Ulama, Walimah Urs itu sangat dianjurkan (Sunnah),

karena kandungan makna yang terpenting dalam walimah adalah memberikan

hidangan makanan kepada masyarakat sebagai wujud kebahagiaan.7

ِِ ِ ِ ‫ن‬ ِ َ ‫ما رٍَيت ر‬: " ‫ال‬


َ‫ َما ٍ َْوََل‬،‫ال اللَّه َلا اهلل عليه و لم ٍ َْوََلَ َعلَا ََ ْيء م ْن ن َسائه‬ ُ َ ُ ْ َ َ َ َ‫ ق‬،َّ ‫َع ْن ٍَنَ ن‬
8
‫َ فَإِنَّهُ ذَبَ َح ََاة‬
َ َ‫َعلَا َزيْدن‬
“Dari Anas bin Malik r.a yang berkata: Aku tidak pernah melihat
Rasulullah saw melakukan walimah untuk istri-istrinya seperti yang
beliau lakukan dalam walimah pernikahan dengan Zainab, yaitu beliau
menyembelih seekor kambing kibasy. (HR. Muslim dan Ibnu
Majah).”

Selain itu dengan diadakannya, Walimah Urs juga sebagai wujud rasa

syukur dari kedua mempelai atas terselenggaranya pernikahan dan untuk

memohon do‟a restu dari para khalayak atau teman dekat untuk memberikan

spirit atas dukungan do‟a restu dan juga dukungan materi (kado) bagi kedua

mempelai yang akan memasuki kehidupan rumah tangganya.9

B. Identifikasi Masalah Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Dari permasalahan-permasalahn yang ada dapat diidentifikasi,

kiranya harus dicarikan jawaban dari masalah-masalah tersebut dan

menyelesaikannya. Untuk menjadi sebuah karya tulis yang baik,

pembatasan terhadap masalah yang akan dikaji merupakan salah satu

7
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat, (Bandung: CV Pustaka Setia. 1999) hal 201
8
Al-Imam Abu Al-Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim, Juz
3 Kitab Nikah, Daar el-Hadith, Hal 440
9
DR.Hasbi Indra MA ,Potret Wanita Salehah, (Pena Madani : Jakarta 2004). Hal 142

7
bagian penting demi terciptanya fokus pembahasan, untuk itu objek yang

akan dituangkan dalam karya tulis ini diidentifikasi pada hal-hal berikut:

a. Seberapa penting mengadakan resepsi pernikahan atau Walimah Urs

pada era modern seperti sekarang ini.

b. Etika Walimah Urs.

c. Hukum menghadiri Walimah Urs.

2. Pembatasan Masalah

Adapun penulis membatasi masalah yang akan diteliti pada pemahaman

hadis Walimah Urs dalam kitab hadis al-kutub al-Tis‟ah.

3. Perumusan Masalah

Inti permasalahan yang akan dikaji pada penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimana pemahaman hadis tentang Walimah Urs?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan Signifikasi dalam hal ini adalah Untuk memberikan kejelasan

dalam penelitian ini, maka tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk menguraikan dan menjelaskan hadis-hadis yang berkaitan

dengan mengadakan Walimah Urs

2. Untuk mengetahui asbabul wurud dari hadis Walimah Urs

3. Untuk mengetahui pelaksanaan Walimah Urs yang sesuai dengan ajaran

Rasul Saw

Manfaat Penulisan

1. Untuk mengetahui makna hadis yang sebenarnya.

2. Untuk menjelaskan urgensi Walimah Urs

8
3. Untuk menambah wawasan pengetahuan mengenai Walimah Urs bagi

penulis dan bagi yang membaca

4. Memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag) Fakultas

Ushuluddin di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif, adapun

langkah-langkahnya meliputi tiga aspek metodologi penelitian. 10 Hal ini

sebagai upaya dalam pemaparan yang penulis anggap lebih komprehenshif

dan mudah untuk difahami. Adapun metodologi penelitian tersebut antara lain:

1. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif, metode penelitian kualitatif merupakan sebuah

metode yang menekankan pada aspek pemahaman lebih mendalam

terhadap suatu masalah dari pada melihat sebuah permasalahannya.

Penelitian kualitatif adalah sebuah penelitian riset yang sifatnya deskripsi,

cenderung menggunakan analisis dan lebih memaparkan proses

maknanya.11 Tujuan dari metode ini adalah untuk memahami secara luas

dan mendalam terhadap suatu masalah secara detail pada suatu

permasalahan yang sedang dikaji. Adapun langkahnya meliputi penelitian

kepustakaan (library research).

Library Research adalah penelitian, penyelidikan terhadap buku-

buku yang berkaiatan dengan masalah yang akan dibahas, kemudian dari

10
Hamka Hasan, Metodologi Penelitian Tafsir Hadis (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN
Syarif Hidayatullah, 2008) Hal. 121
11
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),
hal.7

9
bacaan tersebut penulis mengklarifikasikan materi yang dituangkan dalam

tulisan. Dengan demikian, penulis menggunakan sumber primer dari kitab-

kitab hadis yaitu al-Kutub al-Tis‟ah, dan beberapa Kitab Syarh seperti

Fath al-Bârí dan syarh Sahíh Muslim. Sumber sekunder untuk melengkapi

tulisan ini, penulis juga merujuk beberapa buku yang berkaitan dengan

tema Walimah Urs atau yang berkaitan dengan nikah seperti Fiqih

Munakahat, Fiqih perbandingan masalah pernikahan dan sebagainya.

Kemudian dalam penulisan skripsi ini penulis mencari pendapat Ulama

yang terkait dengan pembahasan yang akan dibahas oleh penulis, lalu

setelah itu dipahami dan diperdalam kembali sehingga terdapat gambaran

terhadap data-data yang telah disusun.

2. Metode Pembahasan

Metode pembahasan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

tematik. Deskriptif yaitu sebuah metode yang bertujuan memecahkan

masalah yang ada dengan menggunakan teknik deskriptif yakni


12
penelitian,dan klarifikasi. Bahan bahan yang penulis kemukakkan

kemudian akan dideskripsikan dan dianalisis untuk kemudian dari

kerangka tersebut penulis menarik kesimpulan. Sedangkan metode tematik

yaitu dengan cara mengumpulkan hadis-hadis yang berhubungan dengan

hukum mengadakan Walimah Urs yang dianjurkan oleh nabi, dan dengan

langkah mentakhrij hadisnya. Kemudian hadis-hadis tersebut dipahami dan

dijabarkan sebagai penjelas.

3. Metode Penulisan

12
Winaro Suharmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung: Tarsito, 1994), Hal.138-139

10
Metode penulisan dalam penelitian ini mengacu pada buku

“Pedoman Akademik Program Strata 1 tahun 2013/2014” yang disusun

oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah penulis lakukan,

ada beberapa skripsi yang membahas atau berkaitan dengan judul yang

berkaitan diantaranya adalah:

Penulis menemukan skripsi dengan judul “Walimah Dalam

Persepektif Hadis (Studi Kasus Walimah Adat Minangkabau Di Nagari

Guguak Tabek Sarojo, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra

Barat)” Yang ditulis oleh Mhd Hanafi mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2016 M /1437

H. Skripsi ini menerangkan tentang bagaimana cara pelaksanaan Walimah

pada adat Minangkabau di Nagari Guguak Tabek Sarojo.

Penulis menemukan skripsi dengan judul “Tradisi Pernikahan di

Masyarakat Payudan Karangsokon Guluk-Guluk Sumenep (kajian living

hadis)” Yang ditulis oleh Ahmad Muhfudz mahasiswa Jurusan Ilmu Al-

Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini membahas salah satu tradisi masyarakat Karangsokon tentang

persetujuan pernikahan yang kemudian seakan-akan mengambil hak

berbicara dari seorang anak dalam menentukan pasangannya. Serta adanya

sebuah upaya untuk menentukan hari baik (Nyareh Dinah Begus).

Penulis menemukan sebuah skripsi dengan judul “Tata Cara

Khitbah dan Walimah Pada Masyarakat Betawi Kembangan Utara

11
Jakarta Barat Menurut Hukum Islam” yang di tulis oleh M. Irfan

Juliansah Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada skripsi ini penulis

melihat bagaimana tata cara khitbah dan walimah pada masyarakat betawi

menurut hukum islam karena setiap daerah atau adat berbeda tata cara

pelaksanaan khitbah dan walimah.

Penulis menemukan sebuah skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum

Islam Terhadap Sumbangan dalam Hajatan pada Pelaksanaan Walimah

dalam Perkawinan di Desa Rima Kec. Banyuasin III Kab. Banyuasi

Sumatera Selatan”yang ditulis oleh Fawari mahasiswa Jurusan Ahwal

Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta. Skripsi ini membahas bagaimana hukum islam mengenai

sumbangan dalam hajatan dalam pesta perkawinan atau walimah karena

setiap adat atau wilayah berbeda beda dalam pelaksanaan walimah ursy‟

dalam hal ini ditinjau studi kasus di Desa Rima Kec. Banyuasin III Kab.

Banyuasi Sumatera Selatan.

Penulis menemukan sebuah skripsi dengan judul “Tradisi Dalam

Perkawinan Adat Muslim Suku Dani Papua Ditinjau Dari Hukum Islam”

yang ditulis oleh Muslimin Jurusan Ahwal Syakhshiyah Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini membahas

mengenai masyarakat muslim suku Dani Papua telah cukup lama terisolasi

dari perkembangan dunia luar, sehingga pemahaman mereka tentang

hukum Islam sangat kurang.

12
Penulis menemukan sebuah skripsi dengan judul “Pendapat Ulama

Kota Pontianak Tentang Hukum Menyelenggarakan Walimatul „Urs

Dengan Cara Berhutang (Studi Di Kelurahan Saigon Kecamatan

Pontianak Timur)” yang ditulis oleh Yunandar Rahmadi Mahasiswa Prodi

Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura. Dalam skripsi ini akan dibahas

tentang penyelenggaraan walimah di Kelurahan Saigon Kecamatan

Pontianak Timur sebagian masyarakat saigon menyelenggarakan dengan

cara berhutang, masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah

bagimana pendapat Ulama tentang hukum menyelenggarakan walimatul

urs‟ dengan cara berhutang.

Penulis menemukan sebuah thesis dengan judul “Walimah Urs‟

sebelum akad nikah dalam tradisi pernikahan ge-wing : studi kasus di

Desa Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu” yang ditulis oleh

Kamal Mustafa Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan al-Ahwal al-

Syakhshiyyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Thesis ini

membahas praktik walimah ursy‟ yang tejadi di Desa Gunungsari

Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Ada fenomena menarik dimana

masyarakat desa ini melangsungkan walimah ursy‟ sebelum adanya akad

nikah dikarenakan kepercayaan masyarakat terhadap perhitungan neptu

dengan kombinasi weton wage pahing atau dikenal dengan istilah ge-wing.

Penulis menemukan Jurnal living hadis yang ditulis oleh Aprilia

Mardiastuti yang berjudul “Syariat makan dan minum dalam islam :

Kajian terhadap fenomena standing party pada pesta pernikahan Walimah

Urs” jurnal tersebut menjelaskan bagaimana etika makan dan minum pada

13
acara pernikahan atau Walimah Urs dengan mengakaji sumber dari Al-

Qur‟an dan Hadis sebagai rujukan.13

Dari kajian pustaka dapat penulis simpulkan bahwa terdapat

beberapa judul yang membahas mengenai walimah urs diantaranya yaitu

mengenai akad nikah dan pesta pernikahan yang sesuai dengan adat dan

kebudayaan. Penulis juga menemukan tesis yang membahas mengenai

standing party pada pesta pernikahan walimah dan dari judul yang penulis

kaji belum ada yang membahas.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi menjadi 5 bab, setiap bab terdiri dari beberapa

sub-sub bab yang dimaksudkan untuk mempermudah dan penyusunan

serta mempelajari dengan sistematika tersebut.

Bab pertama membahas latar belakang masalah, identifikasi

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat

penulisan, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas pengertian walimah urs, waktu dan masa

pelaksanaan walimah urs, menghadiri walimah urs.

Bab ketiga membahas takhrij hadis mengadakan walimah urs,

tinjauan sanad.

Bab keempat membahas asbabul wurud, pemahaman hadis

mengadakan waliamh urs.

Bab kelima kesimpulan dan saran.

13
Aprilia Mardiastuti, Syariat Makan dan Minum Dalam Syariat Islam:Kajian Terhadap
Fenomena Standing Party Pada Pesta Penikahan W alimah Urs, Jurnal: UIN Sunan Kalijaga,
2016

14
BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG WALIMAH URS

A. Pengertian Walimah Urs

Pesta pernikahan atau disebut juga dengan Walimah Urs merupakan hal yang

sudah biasa diadakan bagi seseorang yang telah melaksanakan akad nikah. Islam telah

menganjurkan kepada kita untuk melaksanakan pernikahan atau Walimah Urs. Hal itu

untuk membedakan dengan pernikahan yang terkesan diam-diam atau rahasia.

Dalam masyarakat sering ditemui seseorang yang hanya melaksanakan akad nikah

saja tetapi tidak mengadakan Walimah Urs, padahal Nabi Saw sangat menganjurkan

untuk mengadakan Walimah Urs. Karena dengan diadakan pesta pernikahan atau

Walimah Urs selain bertujuan untuk memberitahu kepada masyarakat agar kedua

mempelai diakui sudah menjadi pasangan suami istri yang sah. Dan selain itu juga

sebagai ucapan rasa syukur dan terima kasih atas kebahagiaan terhadap sesuatu yang

dihalalkan Allah SWT.

Islam dengan syari‟atnya yang menyeluruh, mensyari‟atkan walimah (pesta)

pernikahan untuk tujuan mulia diantara nya : Ikut serta merasakan kebahagiaan di hari

bahagia, menyaksikan pernikahannya, memperkuat jalinan kasih sayang antara keluarga,

teman dan anggota satu masyarakat di dalam acara bersenang-senang. Semua ini

mempunyai pengaruh besar yang di wujudkan Islam. Dan juga untuk memperkuat

kesatuan sosial dan mempererat jalinan persaudaraan.

Islam mengajarkan supaya perkawinan diumumkan agar tidak terjadi kawin

rahasia dan untuk menampakkan kegembiraan dengan adanya peristiwa yang dihalalkan.

Perkawinan supaya diberitahukan kepada khalayak umum agar diketahui oleh orang

15
banyak dan supaya mendorong yang belum menikah agar segara menikah, terutama untuk

orang-orang yang suka hidup membujang.1

Walimah Urs terdiri dari dua kata, yaitu al-walimah dan al-urs. Al-walimah secara

etimologi berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata (‫ )الوليمة‬dalam bahasa indonesia berarti

pesta, jama‟nya adalah (‫)والئم‬. Sedangkan al-urs secara etimologi berasal dari bahasa arab,

yaitu (‫ )عرس‬yang dalam bahasa Indonesia berarti perkawinan atau makanan pesta.2

Pengertian walimah urs secara terminologi adalah suatu pesta yang mengiringi

akad pernikahan, atau perjamuan karena sudah menikah.3 Menurut Imam Syafi‟i bahwa

walimah terjadi pada setiap perayaan dengan mengundang seseorang yang dilaksanakan

dalam rangka untuk memperoleh kebahagiaan yang baru. Yang paling mashur menurut

pendapat yang mutlak, bahwa pelaksanaan walimah hanya dikenal dalam sebuah

pernikahan.4

Menurut Sayyid Sabiq Walimah berasal dari kata al-walam yang artinya

berkumpul, karena sepasang suami istri berkumpul. Sedangkan secara istilah, walimah

adalah makanan yang disajikan secara khusus dalam perkawinan.5

Adapun menurut Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah walimah berarti penyajian

makanan untuk acara pesta. Ada juga yang mengatakan, walimah berarti segala macam

makanan yang dihidangkan untuk acara pesta atau lainnya.6

1
H.S.A.Alhamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Pustaka Amani Jakarta Cet Ketiga 1989.
Hal 168
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Peyelenggara Peterjemah/Penafsir Al-
Qur‟an, 1973, Hal. 507
3
Mochtar Effendi, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Sriwijaya, Cet. Ke-1, 2001,
Hal. 400
4
Taqiyudin Abi Bakar, Kifayatul Akhyar, Juz II, Semarang: CV Toha Putra, Hal.68
5
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah, Pustaka Al-Kautsar Cet Pertama
Agustus 2013 hal 426
6
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kautsar. Hal 487

16
Pesta perikahan atau yang disebut juga “walimah” adalah pecahan kata dari : ‫َم‬
ََ ‫َول‬

artinya mengumpulkan. Karena dengan pesta tersebut dimaksudkan memberi doa restu

agar kedua mempelai mau berkumpul dengan rukun.7

Di dalam kamus mu‟jam al-Washit kata urs adalah )‫َو َلِيْ َمتُ ُه َما َ(ج‬
َ ‫َو َالتَ ْزويْ ُج‬
َ ‫َف‬
ُ ‫َالزفَا‬
ِّ :َ ‫س‬
ُ ‫العُ ْر‬

َ‫ أَ ْع َراس‬Kata urs jika diartikan yaitu upacara pernikahan atau pesta pernikahan. 8Sedangkan

kata walimah adalah ‫َ(ج)َوالَئِ َُم‬ ِ‫س َوغَي ِره‬ ِ ِ Jika diartikan yaitu makanan yang
َ َ ‫ َ ُك ُّل َطَ َع ٍام‬:َ ُ‫الول ْي َمة‬
ْ َ ٍ ‫َصنَ َع َل ُع ْر‬ َ

dibuat untuk pesta pernikahan untuk pengantin dan tamu undangan.9

Sedangkan walimah dalam pengertian khusus disebut “walimah urs”

mengandung pengertian peresmian pernikahan yang tujuannya untuk memberi tahu

khalayak bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri.10

Walimah Urs diadakan ketika acara akad nikah berlangsung atau sesudahnya,

walimah biasa diadakan menurut adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat,

karena setiap adat mempunyai cara yang berbeda dalam melaksanakan Walimah Urs.

Yang terpenting dari tujuan diadakannya pesta pernikahan (walimah urs) adalah

pengumuman atas adanya sebuah perkawinan dan mengumpulkan kaum kerabat serta

teman-teman, atas kegembiraan dan rasa syukur kedua mempelai serta mendoakan kedua

mempelai agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah warahmah.

Gus Arifin dalam bukunya mengutip Imam Nawawi ada delapan macam walimah yaitu :

1. Walimah Urs : Walimah yang diadakan dalam rangka mensyukuri pernikahan

2. Walimah Aqiqah : Walimah yang diadakan dalam rangka mensyukuri kelahiran anak

3. Walimah Khurs :Walimah dalam rangka mensyukuri keselamatan seorang istri dari

talak

7
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, CV Asy-Syifa, Semarang. Hal 382
8
Syauqi Dhaif, Mu‟jam al-wasit, Juz 2, Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah, Mesir, hal 592
9
Syauqi Dhaif, Mu‟jam al-wasit, Juz 2,... hal 1057
10
Abdul Aziz Dahlan, Enslikopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hal 1917

17
4. Walimah Naqi‟ah : Walimah yang diadakan untuk menyambut kedatangan musafir

(orang yang datang dari berpergian)

5. Walimah Wakirah : Walimah dalam rangka mensyukuri renovasi rumah

6. Walimah Wadimah : Walimah yang diadakan ketika mendapat musibah

7. Walimah Ma‟dubah : Walimah yang diadakan tanpa adanya sebab tertentu

8. Walimah I‟dzar atau Walimatul Khitan : Walimah yang diadakan dalam rangka

mensyukuri khitanan anak.11

B. Landasan Mengadakan Walimah Urs

Jumhur Ulama sepakat bahwa mengdakan walimah itu hukumnya sunnah muakad.

Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah dari Anas, ia berkata

‫ثعَ ن ت َثَ ََنل َث‬


َ َ ‫نيث َ نل ث علن‬
‫نقث عنلت ل‬
َ ‫نبثََ ن‬
‫نن ت‬
َ ‫ثعنن َنَثَمنَ َ ثأَن َْن‬
َ ‫نبُ َثِب‬ َ ‫ثَْن‬ ‫ت ت‬ ‫نقثلَ َ ت‬
َ ‫نبُثرَ ن َنزثَِن تَ َْ َثب ننَن َ ثِننق‬
َ ‫عنْثَبِتن‬
َ
12َ
‫ثعَ ن َهبثَََََلَثِت َش ثبة‬ ‫َََََلثعَ ثَ َ ت ت تت‬
َ َ‫َحَثِبْثم َسبئ َثِببثَََََل‬
َ ََ
“Dari Tsabit beliau berkata Rasulullah saw pernah mengadakan walimah untuk
istri-istrinya, seperti beliau mengadakan walimah untuk Zainab, beliau
mengadakan walimah untuknya dengan seekor kambing”. (HR. Al-Bukhori)

Namun ada juga yang mengatakan walimah itu hukumnya wajib, Dasarnya adalah

sabda Nabi SAW kepada Abdurrahman bin Auf‟

َ‫اََتَلثَعَوثِتش ثبة‬
َ َ
13

“Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing” (H.R. Al-


Bukhori).

11
Gus Arifin, Menikah untuk bahagia fiqih pernikahan islami, Kompas Gramedia Jakarta 2013, Hal 142-
143
12
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Juz 3 Daar el-hadith hal 627
13
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari Shahih Bukhari,.....hal 627

18
Menurut Abdul Muhaimin As‟ad dalam bukunya beliau berkata, walimah

(perjamuan) pengantin itu hukumnya sunnah muakkad. Dan ada pula sebagian Ulama

yang mengatakan wajib. Sabda Nabi Saw

‫ضثمت َسنبئتتثث‬
‫ثعَ ثِنَع ت‬ ‫ثش بةَثَ تضيث عّ ثعننهبثلَبعَقثثَََثَلث عنتليث َ ث عل ت‬ ‫ت ت ت ت‬
َ َ َََ َ‫ثعَ َث‬
ََ َ ُّ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫َعْثث َِِّب ث َفلةَثِنق‬
14 َ ‫ت‬
َ ْ‫تِبَلَ تثْث تِب‬
‫ثشع ثي‬
“Diriwayatkan dari Shafiyyah binti Syaibah RA, ia berkata: Nabi Saw berwalimah
atas sebagian isti-istrinya dengan dua mud (1,4 kg) dari gandum. (HR. Bukhari)15

Sedang walimah-walimah yang lain hukumnya mustahab dan tidak ditekankan

seperti halnya walimah perkawinan.Bagi yang mampu, walimah itu paling sedikit dengan

menyembelih seekor kambing. Karena Nabi SAW menyembelih seekor kambing ketika

mengadakan walimah untuk perkawinan beliau dengan Zainab binti Jahsy. Namun

demikian boleh saja diadakan walimah seada-adanya yang penting dengan sesuatu yang

bisa dimakan.16

Islam memerintahkan umatnya supaya meramaikan akad pernikahan untuk

membedakannya dengan nikah sirri (nikah rahasia) yang tidak disukai oleh Islam. Dan

disamping untuk bergembira ria, bersenang-senang karena memang hal itu dihalalkan

oleh Allah bagi orang mukmin, juga untuk menghindari munculnya isu-isu buruk, dan

supaya tidak timbul fitnah. Karena, bila seorang pria berjalan-jalan berduaan dengan

seorang perempuan, orang-orang yang melihatnya akan berprasangka yang tidak-tidak.

Paling tidak mereka menyangka wanita itu adalah kekasih atau pacarnya. 17

Pesta perkawinan memang perlu untuk dilaksanakan, bahkan agama

mengajarkannya. Tapi, pesta yang bagaimana? Karena memang banyak kebiasaan pesta

14
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari, Sahih Bukhari,.... hal 627
15
Abdul Muhaimin As‟ad, Risalah Nikah, Bintang Terang, Surabaya, Cet Pertama 1993, hal 49.
16
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita (Fiqhul Mar‟ah Al-Muslimah), CV. Asy-Syifa, Semarang.
17
Muhammad Ali As Shabuni, Az Zawajul Islami Mubakkiran,(pernikahan dini yang islami), Pustaka
Amani Jakarta Cet. Kesatu Jumadil Tsani 1417/November 1996, Hal 140.

19
yang tumbuh dan berkembang di seputar lingkungan masyarakat kita. Kadang ada yang

mewah dan mahal mengapa demikian? Dan apa yang sebenarnya fungsi pesta

perkawinan?

Penulis akan menjelaskan hadis-hadis yang terkait dengan Walimah Urs, dan

bagaimana hukum serta anjuran untuk melaksanakan pesta pernikahan atau Walimah Urs

yang sesuai dengan syariat Islam. Karena kebanyakan dari masyarakat yang di era modern

seperti sekarang ini mengadakan Walimah Urs dengan menelan biaya yang tidak sedikit,

karena ingin dilihat pesta pernikahan terkesan megah dan mewah.

Semua perkawinan Rasul dilaksanakan dengan walimah. Demikian juga para

sahabat dan pada semua kitab fiqih, para ulama mengupas masalah “walimah” dalam

membahas tentang nikah. Dia mengutip hadis Nabi yang menganjurkan walimah,

“Berwalimahlah walaupun dengan seekor kambing”.18

C. Waktu dan Masa Pelaksanaan Walimah Urs

Walimah bisa dilaksanakan saat akad nikah atau setelahnya, biasa dilakukan

sesuai adat yang berlaku.19 Kebanyakan dari masyarakat seperti sekarang ini mengadakan

acara walimah urs setelah akad nikah. Setelah sang suami sah ijab qobul kemudian

diadakan acara walimah ursy sebagai bentuk rasa syukur karena separuh dari agamanya

telah sempurna menjalankan syariat Islam.

Hal yang sama juga terjadi pada sabda beliau kepada „Abdurrohman bin‟Auf.

Pada saat beliau telah melihat bekas warna kuning dan kunyit padanya, beliau baru

besabda kepadanya,

18
Dr. H.Dadang Hawari, Persiapan menuju perkawinan yang lestari, Pustaka Antara Jakarta 1991 hal 52
19
Syaikh Sayyid Sabiq, Ringkasan Fiqih Sunnah, Senja Media Utama Cet 1 2007.

20
َ‫أََتَلثَعَوثثِتش ثبة‬
َ َ
20

“Adakanlah pesta meskipun hanya sekedar dengan menyembelih seekor domba”.


Yang lebih mendekati pada kebenaran dalam hal ini adalah bahwa cakupan

permasalahan ini amatlah luas. Pesta pernikahan bisa saja diselenggarakan setelah

terjadinya akad. Rentang waktu pada hari-hari itu adalah saat-saat bisa diselenggarakan

pesta pernikahan, karena penyebabnya masih ada, yakni adanya kebahagiaan yang masih

berlangsung. Dan hikmah dari diselenggarakannya pesta pernikahan itu pun masih ada

pula, yakni mengumumkan pernikahan.21

Menurut Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri hendaknya

walimah urs dilaksanakan setelah akad atau sesudahnya, sesuai adat dan tradisi ditempat

kedua mempelai berada.22

Dalam pelaksanaan walimah urs, tidak boleh meninggalkan kerabat dan sahabat.

Sebab bila itu terjadi akan menyakiti hati mereka. Demikian pula jangan mengkhususkan

undangan bagi orang-orang kaya. Yang patut diundang adalah, semua kerabat baik kaya

maupun miskin.23

20
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari, Sahih Bukori, bab nikah, juz 3, Daar el-hadith, hal 624
21
Riyadh Al-Muhaisin Kholid bin Ibrohim Ash-Shoq‟abi Muhammad bin Sholih Al-„Utsaimin, Al-
„Unusah wa z‟Zawaj, Min Ahkami „L-Walimah min Syahri Manari „s-Sabil, edisi terjemahan (Jangan telat
menikah bekal-bekal menuju pernikahan islami), Al-Qowam Cet satu November 2007 M/Dzulqo‟dah1428 H
Cet kedua Juli 2008 M/Rajab 1429 H. Hal 115-117
22
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwairiji, Ensiklopedi Insan Al-Kamil, Darus Sunnah,
Juli 2015.
23
Thoriq Ismail, Az-Zuwajul Islami, Pustaka Progressif Cet ketiga April 2004. Hal 106

21
Rasulullah SAW bersabda :

‫ثع َ ن ث عل ن َث‬ ‫ت‬ ‫َشن ُّنزث عطلعن تنبطثََع ن ت ت‬


َ َ‫ث ع نَلع َوَةثأَن َْ نن‬،َ‫ُثََِبننْثَِ ن َنز‬
َ ََ ‫ث ع َف َْ ن َنز‬،َ‫نبطث ع َوعث َمننةُث َننَ َع ث َْلنَنبث اَ نَننبََ َثَنَُ ن َنز‬
َ َ َ
َ‫ََََ ََوعَث‬
24

“Seburuk-buruknya makanan adalah makanan walimah, orang-orang kaya


diundang dan orang-orang fakir ditinggalkan, dan barang siapa meninggalkan
undangan, sungguh dia telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR.
Muslim)

Tatkala Ali meminang Fatimah, Rasulullah Saw bersabda:

‫سث تِبْثَعت م ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬


‫قث‬ َ َ ‫مل َثالَََِلثع َعثز تث‬
25

“Bahwasannya urus (perkawinan) meskipun kecil (sederhana) hendaknya


diwalimahi”. (HR.Ahmad bin Hanbal)

Dalam pelaksanaan walimah ada beberapa adab yang harus dipatuhi, di antara

nya

a. Hendaknya berwalimah dengan seekor kambing atau lebih jika mempunyai

kelapangan ekonomi.

‫ثعَن ثَتِب َنزََةَ تثِبنْثمت َسنبئتت َثِبنبثَََث‬ ‫ثِببَثَ قثََ ثو َثُث عثّتثث نَ ث عّن ت‬:‫بُث‬
َ َ‫ثعَ ن َثَ ََنل َثََََل‬
ََ َ َ َ َ َ َ َ َ‫ثعن َثل‬
‫ت‬
َ َ ّ‫َعْثَمَ َ َثَض َيث ع‬
َ ‫ثعَ َثب ننَ َ ثأَتإمل َثرَِّ َح‬
‫ثشبةث‬ َ َ‫ََل‬
26

“Dari Anas RA, ia berkata : “Aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW
mengadakan walimah untuk istri nya seperti beliau mengdakan walimah untuk
Zainab, beliau menyembelih sesekor kambing”. (HR. Bukhari)

b. Jika tidak mampu maka boleh berwalimah dengan makanan apa saja yang ia

sanggupi sekali pun tidak dengan daging.

24
Al-Imam Abu Al-Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 3, Daar el-
Hadith, hal 451
25
H.R Ahmad no.5/539
26
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Juz 3 Hal 627

22
c. Tidak boleh mengundang orang-orang kaya saja, hanya menyertakan orang-orang

faqir, atau orang-orang berkedudukan saja tanpa menyertakan orang-orrang awam,

Sabda Nabi :

‫ْيثَِبننْث ََل َت‬‫ت‬ ‫ت‬ ‫َشن ُّنزث عطلعن تنبطثََعن ت ت‬


َ َ‫ثِن ت ث عنَلع َوَةثأَن َْنن‬
‫ثع َ ن ث عّن َ َثَث‬ َ َ َ ‫نبطث ع َوع َمننةُث نَنَ َع ث َْلنَنبث اَ نَننبََث َََُينَنعَ َهننبث ع َم َسنثب‬
ََ َ
َ‫ََ َثََث‬
27

“Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah di mana orang-orang kaya
diundang makan sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barang siapa tidak
meyambut undangan (walimah) itu, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan
Rasul-Nya”. (HR. Muslim)

d. Suami dan orang-orang yang melaksanakan walimah (pesta pernikahan, wajib

menjauhkan segala kemunkaran dan hal-hal yang diharamkan Islam, seperti

campurnya antara laki-laki dan perempuan di satu ruangan, nyanyian-nyanyian yang

diiringi alat-alat musik, memutar-mutar gelas khamar di meja dan lain sebagainya.28

Melaksanakan pesta pernikahan atau walimah urs sebaiknya diumumkan dan

disebarluaskan kepada publik dengan tujuan, membedakan pernikahan tersebut

dengan pernikahan sirri.

Nabi Saw memerintahkan agar pernikahan diumumkan kepada publik. Beliau

bersabda, “Umumkanlah pernikahan ini dan adakanlah tempatnya di masjid serta

tabuhlah rebana untuk merayakannya.”

‫ثعنْث‬
َ ‫نبس‬‫ثببعت تنَثِن تْثَتعَ َث‬
َ ْ‫ثعن‬
‫ت‬
َ ‫ثعمن َزَثلَ َنبال‬
َ َ َ‫ثحن لَ نَنَبثع َسن ثِ َنْث َنوم‬
‫ت‬ ‫ح لَ نَنَبثمَ زثِْثعتيث ْله ت‬
َ ْ‫ضم ُّي َثَ ْلَ َلثِ َن‬
َ َ ٍّ َ َ َ َ
‫ثَن َا ث عنِّ َانب َ ث‬ ‫بَن ت ثعنْثعبئتشنةَثعنْث عنلتنيث نل ث علن ثعَ ن تثََنل ثلَن َ ت‬ ‫َِت عةَثِ تْثَتَِبثعب تنَث عنلزَ تْثعنْث ع َْ ت‬
َ ‫بُثََع نَنو‬ َ ََ َ َ َ ِّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
29 ‫ت ت ت ت‬
‫ثعَ ثِبعغزَِ ث‬
ُ‫ب‬ َ ‫ََ ض تزَِو‬
Telah menceritakan kepada kami Nashr bin Ali Al Jahdlami dan Al Khalil bin Amru
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus dari Khalid bin
Ilyas dari Rabi'ah bin Abu 'Abdurrahman dari Al Qasim dari 'Aisyah dari Nabi

27
Al-Imam Abu Al-Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Juz 3, Daar el-
Hadith, hal 451
28
DR. „Abdullah Nashih‟Ulwan, Adab al-Khitbah wa al-Zafaf wa Huquq al-Zaujain, Penerjemah Aunur
Rafiq Shaleh, Al-Ishlahy Press, Jakarta Syawwal 1407 H-1987 M. Hal 108-112
29
Al-Imam Ibnu Majah, Sahih Ibnu Majah, Dar Al-Kutub Al-ilmiyah, Lebanon 2008, Hal 305

23
shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Umumkanlah pernikahan ini, dan
tabuhlah rebana." (H.R Ibnu Majah)

Mengadakan atau menyelenggarakan akad nikah di masjid merupakan bentuk

pengumuman paling praktis. Sebab, masjid merupakan tempat berkumpulnya umat

Islam pada setiap waktu shalat. Pada masa awal Islam, keberadaan masjid sama

fungsinya dengan aula atau gedung pertemuan di masa sekarang ini.

Di sisi lain, pengumuman juga bertujuan memberi dorongan bagi kawula

muda agar berani menikah. Inilah tujuan yang di cita-citakan dari pemberlakuan

ajaran dan tuntutan Islam yang teramat mulia dan benar. 30 Biasanya dalam pesta

pernikahan oleh yang mampu pada upacara walimah diadakan hiburan yang berupa

musik (bunyi-bunyian) dan nyayian. Maksudnya adalah untuk memeriahkan suasana,

menghibur para tamu undangan, khususnya pengantin yang sedang duduk di

pelaminan, supaya mereka lebih gembira. Hal ini diperbolehkan dalam ajaran Islam

selama musik dan nyanyian itu bersifat positif (membawa kebaikan) tidak dicampuri

oleh omongan kotor, cabul, yang kiranya dapat mengarah ke perbuatan dosa.

Meskipun diperbolehkan untuk mengadakan musik dan nyanyi dalam

pelaksanaan walimah urs, perlu diperhatikan dengan musik dan nyanyi tersebut.Musik

dan nyanyi tersebut harus diperuntukan untuk hal yang positif, tidak bertentangan

dengan moral dan ajaran Islam.

Penyelenggaraan musik dan nyanyi tidak boleh berlebihan, karena bisa

menyita waktu, tenaga, dan dana. Dalam ibadah saja tidak diperbolehkan berlebih-

lebihan, apalagi selainnya. Musik dan nyanyian tidak boleh dibarengi dengan

perbuatan haram, misalnya bercampur baurnya dengan laki-laki dan perempuan dalam

acara joget bersama, apalagi kalau disertai dengan minum-minuman keras.31

30
Muhammad Ali al-Shabuni, Kawinlah Selagi Muda, diterjemahkan dari al-Zawaj al-Islami al-
Mubakkir, Dar al-Qalam, Damaskus, Cet kesatu, 1411 H/1991 M, hal 142
31
Abdul Muhaimin As‟ad, Risalah Nikah, Bintang Terang Surabaya, Cet kesatu 1993, hal.49

24
D. Hukum Menghadiri Walimah Urs

Dalam permasalahan ini ada beberapa perbedaan pendapat: Pendapat pertama,

mayoritas ulama berpendapat bahwa menghadiri undangan pesta pernikahan adalah wajib

menghadiri. Ini seperti yang dinukilkan dari ijma ulama oleh Ibnu „Abdil Barr, Nawawi

dan Al-Qodhi „Iyadh. Namun dalam ijma tersebut masih terdapat hal-hal yang perlu d

telaah ulang.

Pendapat kedua, sebagian pengikut madzhab Syafi‟i dan Hanbali berpendapat

bahwa menghadiri undangan pesta pernikahan adalah Fardhu kifayah. Jika telah ada

orang yang menghadiri undangan tersebut, maka yang lainnya tidaklah berdosa bila tidak

menghadirinya.

Pendapat ketiga, sebagian pengikut madzhab Hanbali dan Syafi‟i berpendapat

bahwa menghadiri undangan pesta pernikahan adalah sunnah.

Adapun yang lebih mendekati kebenaran adalah menghadiri undangan pesta

pernikahan hukumnya adalah wajib seperti yang menjadi madzhab dari mayoritas

ulama.32Memenuhi undangan Walimah Urs hukumnya wajib bagi yang diundang. Sebab,

memenuhi undangan menunjukkan sikap perhatian dan menyenangkan bagi pihak yang

mengundang.

Ibnu Umar meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda :

‫ثَترَ ث‬:‫بُ َثَ ََ َلث عّ تث َ ل ث عّثَث َعَ ت َثَ ََل َثث‬ َ َ‫ثع تْث ِ تْثعَ َمَزثل‬
َ َ‫ثل‬:ُ‫ب‬ ‫ت‬ َ ‫ثعَ ثِببعت‬ َ َ‫َح لَ نَن‬
َ ‫ثعْثمَبأ َع‬
َ ‫ك‬ َ َ ‫ت‬ َ َ‫ثلَنَز‬:ُ‫ب‬ َ َ‫ثَي َيثل‬
َ َْ ِ‫بثَي َيث‬
‫ىلث ع َوعت َم تثةُأَن َأِتَب‬
33 ‫ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬
َ ‫َح ََث َ ثث‬
َ َ‫َدع َيث‬
“Apabila salah seorang di antara kamu diundang acara walimah (resepsi
pernikahan), maka hendaknya dia datang.”(HR. Muslim)

32
Riyadh Al-Muhaisin Kholid bin Ibrohim Ash-Shoq‟abi Muhammad bin Sholih Al-„Utsaimin, Al-
„Unusah wa z‟Zawaj, Min Ahkami „L-Walimah min Syahri Manari „s-Sabil, edisi terjemahan (Jangan telat
menikah bekal-bekal menuju pernikahan islami), Al-Qowam Cet satu November 2007 M/Dzulqo‟dah1428 H
Cet kedua Juli 2008 M/Rajab 1429 H. hal 118-119.
33
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Juz 3 Daar el-hadith hal 628

25
Dan terdapat pada hadis lain yang diriwayatkan melalui Abu Musa al-Asyari

‫ت‬
ِّ ‫ثِبو ََن ث َعن تْث عنلت‬
‫نيث‬ َ ٌَ‫ثح لََ تِن َثِبن َو‬:
َ ‫ثعْثَتَِب َثَ ئ َلث َعْثَتَِب‬ َ ُ‫ب‬ َ َ‫ثَفَب َنثل‬
َ ْ‫ثع‬ َ َ‫ثح لََنن‬
َ ‫بثَي َي‬ َ ‫لد‬ َ َ‫ث َثح لََنن‬
ٌ َ‫بثِب َس‬
‫ودَ ث ع َم تز َث‬ ‫ت‬ ‫ثأَ ُّاو ث ععبت ث ت‬:‫بُث‬
َ َ‫َ ل ث عّثَث َعَ ت َثَ ََل َثثل‬
‫ض‬ َ َ‫نَث ََََْ بَو ث ع لَ ع َثيث ََ ثع‬ َ
34

“Dari Abu Musa al-Asyari, Rasulullah SAW bersabda: Bebaskanlah tawanan,


datangi undangan, dan jenguklah orang sakit” (HR. Bukhari)

Dalam memenuhi undangan walimah ini, dia tetap harus mendatanginya,

walaupun sedang berpuasa, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :

‫ثِبفطَ َزثأَن َطعت َثََتنث َ ب َنث َبئتمبثأَن ََ ث‬ ‫َ ت ت‬ ‫ت‬ ‫َت َر ت‬


َ‫ع‬ َ ‫َح ََث َ ث َىلثََ َعبطثأَن َج ثأَإنثث َثب َن‬
َ َ‫ثدع َيث‬
35
َ
“Apabila seseorang di antara kamu diundang ke suatu undangan makan maka
datangilah. Apabila (sedang) tidak berpuasa, maka turutlah mendoakannya” (HR.
Ahmad dan Muslim)
Seandainya sedang berpuasa sunnah, sementara berat apabila tidak memakan

hidangan, maka sebaiknya berbuka.Rasulullah bersabda:

‫ت‬ ‫ت‬
َ 36‫ثَآََثَأطََثز‬ َ ‫ع لبثئت َث ع َمَُطَِّوعَثَتِب ن َزثمنَف تس تث ن‬
َ ‫ثشآََث َ َبط َثَ ن‬
“Orang yang berpuasa sunnah, pemimpin terhadap dirinya sendiri. Apabila ia
berkehendak, boleh tetap berpuasa, boleh juga ia berbuka” (HR. Muslim dan
Turmudzi)

Dari hadis hadis yang telah disebutkan, sangatlah jelas bahwasannya Nabi SAW

sangat menganjurkan memenuhi undangan dalam pesta pernikahan walimah urs

karenatentu saja bagi yang mengundang mengharapkan kedatangan tamu undangan,

selain sebagai bentuk rasa hormat kita memenuhi undangan dan juga menghibur tuan

rumah yang sedang berbahagia mengadakan pesta pernikahan walimah ursy. Bahkan

Rasulullah SAW mewajibkan orang yang berpuasa untuk hadir memenuhi undangan

34
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari Sahih Bukhari, Juz 3 Daar el-hadith hal 628
35
Al-Imam Abu Al-Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim, Juz 3, Daar el-
Hadith hal 450
36
Al-Imam Abu Al-Husain Muslim bin al-Hajaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahih Muslim,... hal 452

26
dijelaskan oleh Imam Muslim dalam hadis nya. Dan bagi orang berpuasa bagi nya boleh

tetap berpuasa atau jika ia mau berbuka puasa dibolehkan, untuk mencicipi sajian yang

telah disediakan.

Dan dalam hadis yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori

‫ثََز ن َنزَة َثَ تضن َيث علن َث‬


َ ‫ُثعنْثَتَِب‬
َ َ‫ُثعنْث اَع َنزت‬
‫ت‬
َ َ ‫ُثعنْث ِن تْثش َنهب‬ َ ‫نك‬ ٌ ‫نبثِببعت‬ ‫ت‬
َ َ ‫بثعب ََث علن ثِ َنْث‬
َ َ‫وَن َ ُثََببَنَزم‬ َ َ‫َح لَ نَن‬
‫ث عنَلع َوَةث‬،َ‫ُثََِبنْثَِن َنز‬ ‫ت‬ ‫ َشُّزث عطلع تبطثََع ت ت‬:" ُ‫و‬ ‫َعن َُثَمل َث َ ب َنثثنَ َْ َث‬
َ ََ ‫ث ع َف َْ َنز‬،َ‫نبطث ع َوع َمنةُث َنَ َع ث َْلَنبث اَ نَنبََ َثَنَُن َنز‬
ََ َ
َ‫ثع َ ث عل َ َثَََ ََوعَث‬
َ ََْ ‫أَن‬
37

“Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya dia berkata,“seburuk-buruknya makanan


adalah makanan walimah, orang-orang kaya diundang dan orang-orang fakir
ditinggalkan, dan barang siapa meninggalkan undangan, sungguh dia telah
berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

Menghadiri walimah bagi yang diundang hukumnya wajib. Menurut Jumhur

Ulama hadis-hadis tersebut secara tegas mewajibkan untuk memenuhi undangan, apabila

tidak ada halangan maka sebaiknya untuk menghadiri undangan kecuali ada udzur atau

halangan yang tidak memungkinkan untuk menghadirinya. Misalnya karena ada hal yang

tidak bisa di tinggalkan ataupun karena jarak tempuh yang terlampau jauh, maka tidak

apa apa jika tidak menghadiri.

Dalam memenuhi undangan walimah, jangan bermaksud sekedar untuk

kepentingan perut, melainkan niat ittiba terhadap perintah syariat, menghormati saudara,

turut menghibur, meyambung tali persaudaraan. Dan jangan berprasangka buruk apabila

tidak diundang. Mendoakan shahibul hajat (tuan rumah) sesusai santapan.38

Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab fathul bâri berkata,

“Sesungguhnya syarat wajib menghadiri undangan adalah sebagai berikut :

37
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari Al-Ju‟fi
Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Juz 3 Daar el-hadith Hal 630
38
Thariq Ismail Kahiya, Az-Zuwajul Islami (Mata kuliah menjelang pernikahan) Pustaka Progresif, Cet
ketiga: April 2004, Hal 110

27
1. Yang mengundang adalah seorang mukallaf,merdeka dan dewasa.

2. Undangan tidak dikhususkan oleh orang kaya, dengan mengabaikan orang-orang

miskin.

3. Yang mengundang adalah orang muslim

4. Tidak mengkhusukan datang hanya pada hari pertama, menurut pendapat yang

masyhur

5. Tidak boleh mengakhiri undangan yang telah datang terlebih dahulu, demi

memenuhi undangan orang yang datang kemudian (undangan kedua)

6. Dalam pesta tidak ada bentuk kemungkaran

7. Tidak ada udzur yang menghalanginya

Al-Baghawi berkata,”Jika seseorang mempunyai udzur (halangan) atau jarak

tempuhnya jauh dan sangat memberatkan baginya, maka tidak mengapa jika tidak

menghadiri undangan. 39 Orang-orang yang menghadiri walimatul urs, dianjurkan agar

mendoakan kedua mempelai semoga bahagia dalam menempuh hidup baru. Abu

Hurairah berkata, Rasulullah Saw bila memberi ucapan kepada pengantin, beliau

bersabda

‫ث علن ت‬ ‫نوُث علن تث َنثل‬ َ َ


َ ََ‫ثعَ ن َثَ ََنل َ َث‬
‫ََثعَن ث‬ ََ َ ََ َ‫ثعْثَمنَ َ ثَ لن َث‬َ ‫ثعْثَبِتق‬ َ َ ‫بدثِ َْ َثب‬ َ َ‫ثح لََنن‬
َ ‫بثَل‬ َ َ‫َح لََننَبثلَنَُن بَة‬
َ َْ ‫َثَبتنثمنَ َو ةَ تثِبنْث َر ََن َ ثأَن‬ َ ‫عب تَث علزَ تْثِ تْثعو‬
‫نبُث‬ َ‫ثع‬
َ ‫قث ِبَزََة‬ َ َْ‫بُثَت ِّنثَِنَ ل‬
َ َْ ‫بثَ َا ثأَن‬ َ َْ ‫فثََنَزث َفَزةَثأَن‬
َ ‫بُ َثِب‬ َ َ َ
َ ‫بُثَتِفث عبب ثعْث ِ تْثِبسع‬
َ َ‫ود َثَ َعبئت َشةَ َثَ َْبِت َز َثََبََ تيثِن تْثعَْ َمنب َنثل‬ َ ‫ث عل ثعَ ت‬،ََ‫ِب‬
‫نبُثَََِنوث‬ َ َ َ َ َ َ َ‫كثََََل َثَعَوثِت َشبةثل‬ َ َ ََ
‫ثح َس ٌْث َ تَ ٌثح‬ َ ‫ث‬ ٌ َ‫ثح ت‬
َ َ َ‫ثثَم‬
‫تع س ت‬
َ َ‫ثح‬ َ َ
40

Telah menceritakan Quta‟ibah telah menceritakan Hammad bin Zaid dari Tsabit dari
Anas bin Malik Rasul Saw melihat Abdurrahman bin auf. Beliau bertanya: "Apakah
itu?" Dia menjawab; "Saya baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar
sekeping emas." Beliau mendo'akan: "Barakallahu Laka (semoga Allah
memberkatimu), adakankah walimah walau hanya dengan (memotong) seekor

39
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq, Pustaka Al-Kautsar,
Cet Pertama agustus 2013, Hal 498
40
Imam Nawawi, Sahih Muslim bi syarah an-nawawi, Juz 5, Daar el-Hadith,Hal 229

28
kambing." Abu Isa At Tirmidzi berkata; "Hadits semakna diriwayatkan dari Ibnu
Mas'ud, Aisyah, Jabir dan Zuhair bin 'Utsman." Abu Isa berkata; "Hadits Anas
merupakan hadits hasan sahih. (H.R Muslim)

Adapun Etika dalam mendatangi walimah urs adalah

1. Jika yang diundang memiliki alasan yang kuat atau karena perjalanannyaterlalu jauh

hingga sangat menyulitkan, maka ia boleh tidak menghadiri nya. Berdasarkan riwayat

Atha „ bahwa Ibnu Abbas pernah diundang mengahadiri acara walimah. Sementara

beliau sendiri sibuk memberesi urusan pengairan, ia berkata kepada orang-orang :

“Datangilah undangan saudara kalian tersebut, sampaikanlah salam saya kepadanya

dan kabarkan bahwa saya sedang sibuk.”41

2. Mendoakan keberkahan bagi pengantian pria dan wanita, ada beberapa doa yang

dianjurkan untuk dibaca dalam hal ini. Akan tetapi diantara doa yang masyhur adalah

doa yangn terdapat pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Doa tersebut

adalah

‫ثب َيث‬ ‫كثَ ََجَ َعثِنَ ننَ َام ت‬


َ ‫بثِف‬ َ َ َ َ‫ثع‬ َ َ‫ث عل َثع‬،ََ‫َِ َب‬
َ ،ََ‫ك َثََِ َب‬
“Semoga Allah memberkahimu di waktu bahagia dan memberkahimu di waktu susah,
serta semoga Allah mempersatukan kalian berdua dalam kebaikan.”

Dalam kitab Al-Umm (VI/178) Imam Asy-Syafi‟i berkata : “Mendatangi

undangan walimah wajib hukumnya, yaitu walimah yang dikenal dengan sebutan

walimatul urs‟ (walimah pernikahan). Akan tetapi semua jenis undangan, baik berupa

undangan pernikahan, kelahiran (aqiqah), khitan, peristiwa menggembirakan dan lain

sebagainya, jika seseorang diundang menghadirinya maka sebutan walimah bisa

berlaku padanya. Saya tidak memberikan keringanan kepada siapapun untuk tidak

41
Riwayat Abdurrazzaq dalam Mushannaf (19664), Al-Hafidz berkata dalam Fathul Barri (IX/213) :
“Sanadnya Sahih”.

29
menghadirinya. Tetapi kalaupun ia tidak menghadirinya saya tidak bisa katakan ia

telah berbuat maksiat, keculai pada walimatul urs‟

3. Meninggalkan acara walimah jika melihat kemungkaran di dalam nya.42

Dalam pelaksanaan walimah urs, harus menjauhi etika keji yang sudah begitu

memasyarakat dewasa ini, yaitu adanya percampuran (pembauran) antara laki-laki

dan perempuan, minum-minuman khamar dan bebagai kemaksiatan lain yang erat

kaitannya dengan pelaksanaan walimah.43

Di masyarakat sering ditemui adanya perbuatan keji dalam pelaksanaan walimah,

misalnya adanya hiburan seperti dangdut para hadirin yang datang menikmati hiburan

tersebut. Bercampurnya antara laki-laki dan perempuan dalam satu tempat. Hal yang seperti

ini sebaiknya dihindari, karena perbutan yang seperti itu dilarang oleh Agama.

42
Abu Ishaq AL-Huwaini Al-Atsari, Al-Insyirah fi Aadaabin Nikah, (Bekal-bekal menuju pelaminan
mengikuti sunnah), At-Tibyah-Solo, Cet Keempat, Mei 2002 Hal 68-73.
43
Thoriq Ismail Kahiya, Az-Zuwajul Islami (Mata kuliah menjelang pernikahan) Pustaka Progresif, Cet
ketiga: April 2004, Hal 108

30
BAB III

ANALISIS HADIS TENTANG HUKUM MENGADAKAN

WALIMAH URS’

A. Takhrij Hadis Hukum mengadakan Walimah Urs’

Secara etimologi takhrij berasal dari akar kata ‫خَر َج َيَُْر ُج َخُرْو ًجا‬mendapat
َ

tambahan tasydid/syiddah pada ra (‘ain fiil) menjadi ‫جَّر َج َيُِّْر ُج ََتْ ِر ًجا‬yang
َ berarti

menampakan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan.

Maksudnya menampakan sesuatu yang tidak ada atau sesuatu yang masih

tersembunyi, tidak kelihatan dan masih samar.

Menurut istilah takhrij ialah menunjukan asal beberapa hadis pada

kitab-kitab yang ada (kitab-kitab induk hadis) dengan menerangkan hukum

atau kualitasnya.Menurut muhaditsin takhrij ialah menunjukan atau

mengemukakan letak asal hadis pada sumber yang asli, yakni kitab yang di

dalamnya dikemukakan secara lengkap dengan sanadnya masing-masing.

Di bawah ini penulis akan mengkaji hadis mengenai walimah ursy

dengan mentakhrij hadis menggunakan kitab kitab takhrij di antaranya adalah

al-Mu’jam al-Mufaras li al-Faz al-Hadis an-Nabawi.Menurut penelusuran

penulis menemukan beberapa hadis yang dicari terhadap hadis tentang

walimah urs dengan menggunakan metode awal lafaz yaitu menggunakan

kitab al-Mu’jam al-mufahras. Sedangkan di dalam penelusuran kitab hadis

menggunakan metode Maushu’ah al-Atraf al-Hadis ditemukan hadis yang

sama.

31
31
Adapun hasil dari penelusuran takhrij hadis pertama melalui kamus al-

Mu’jam al-Mufaras li al-Faz al-Hadis an-Nabawi (pencarian kata) َ‫َولَ َم‬

1. Sahih Bukhari di dalam kitab: Nikah, bab al-shufrati lil mutazawiji

2. Sahih Muslim di dalam kitab : Nikah, bab as-shodaq wal jawazi

kaunihi ta’lima qur’anin wa khotama hadid, wa ghoiro dzalika min

qolilin wa katasirin wastijaabi kaunihi khomsamiatin dirhamin liman

laa yujhafu bihi

3. Sunan Abu Dawud di dalam kitab : Nikah, bab Qilatu al-Mahar

4. Sunan Al-Tirmidzi di dalam kitab : Nikah, babal-walimah

5. Sunan Ibnu Majah di dalam kitab : Nikah, bab al-walimah

6. Sunan Ad-Darimi di dalam kitab : Nikah, bab fi al-walimah

7. Kitab Al-Muwatta di dalam kitab : Nikah, bab Ma ja’a fi al-walimah

8. Musnad Ahmad bin Hanbal di dalam : Juz 5 halaman 205

Setelah penulis melakukuan Takhrij Hadis maka penulis menemukan

hadis yang telah dirujuk pada kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faz al-Hadis

an-Nabawi. Adapun penulis mendapatkan beberapa hadis penguat yang

didapat dari aplikasi lidwa, hadis penguat ini penulis cantumkan sebagai

pelengkap untuk menyakini hadis-hadis yang telah penulis analisis di atas. Di

bawah ini penulis akan tuliskan beberapa hadis penguat yang penulis dapatkan

dari penelusuran tersebut.

a. Sahih Bukhari

ِ ِ ٍ
َ ‫َوَرَوهُ َعْب د ُ رَّد َّدر َِْ ِْ ْد ُدْ َعد ْدِا َع د ِْ رَّىَّدِ ِّ َ دَّ رََّّد ُ َعَْه د َو َم دَّ ََّ ََ د َّ دَىَا َعْب د ُ رَّّد ْد ُدْ دُ ِْ ُم د‬
ْ‫دَ َر ِاددهَ رَّّد ُ َعْىد ُ أَ َّ َعْبد ُ رَّد َّدر َِْ ِْ ْد ُد‬ ٌ ‫دَ َعد ْدْ َُِْهد ٍ رَّ َّ ِِْد ِ َعد ْْ أَنَد ٍ ْد ِْ َااَِّد‬ٌ ‫َخبَدَرندَدا َااَِّد‬
ْ‫أ‬
ُ ‫ا َجاءَ إِ ََل َر ُم ِِْل رَّّ ِ َ َّ رََّّد ُ َعَْهد ِ َو َمدَّ ََّ َوِد ِ أََد ُدر ُد ْ َرٍَ لَ َهدرَََّ ُ َر ُم ْدِ ُل رَّّد ِ َوَرَوهُ َعْبد‬ ٍ ِ‫ع‬
َْ

32
َ َ ‫ِدا ِر‬ ِ ِ ٍ
‫دال‬ ْ ‫ر ََّّر َِْ ِْ ْ ُْ َع ْدِا َعد ِْ رَّىَّدِ ِّ َدَّ رََّّد ُ َعَْهد َو َمدَّ َ َ ر‬
َ ْ‫َخبَد ُرهُ أَندَّ ُ َد َدوَّو َج ْرا َدرأٌََ ا َدْ رْصَن‬
ِ‫ال َر ُم ِْ ُل رَّّ ِ َ َّ رََّّ ُ َعَْهد ِ َو َمدَّ ََّ أ َْوِْْ َوََّ ْد‬ ََ‫ب‬ ٍ ‫ال ِزنَةَ ندَِرٍَ ِا ْْ ذَ َه‬
َ َ َ ‫ت إََِّْهد َها؟‬
َ ‫َك َّْ ُم ْق‬
ٍَ‫ِشا‬
َ
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf dari Nabi Saw,
telahmenceritakan Abdullah bin Yusuf telah menceritakan Malik dari
Humaid at-Thail dari Anas bin Malik RA, Abdurrahman bin Auf datang
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam nabi bertanya kepada
Abdurrahman bin Auf saat ia menikahi seorang wanita Anshriyah, berapa
mahar yang kamu berikan padanya? ia pun menjawab, "Seukuran biji
berupa emas." Kemudian Nabi Saw berkata : adakanlah walimah walau
hanya dengan seekor kambing.

b. Sahih Muslim

ٍ َِّ‫ِ ِْ اا‬
ِْ َِْ ‫دَ أَ َّ َعْبد َ رَّ َّدر‬ َ‫ي ََ َّ َدىَا أَُِ َع َِرنَةَ َع ْْ َدتَ َادَ َع ْْ أَن‬ُّ ‫ََ َّ َدىَا ُُمَ َّ ُ ْ ُْ عُبَدْه ٍ رَّْغََُِب‬
َ ْ
‫دال‬
َ ‫دب لَد َق‬ ٍ ‫وْزِ ندَدِرٍَ ِا ْدْ َذ َه‬ ‫ِل رََّّ ِ َ َّ رََّّد ُ َعَْهد ِ َو َمدَّ ََّ َعَد‬ ِ ‫ا َدوَّوج َعَ َعه ِ رم‬ ٍ
َ َ َُ ْ َ َ ِْ ‫ْ َْ َع‬
ٍَ‫ِل رََّّ ِ َّ رََّّ عَه ِ ومََّّ أَوِْ وََِّ ِشا‬ ُ ‫ََّ ُ َر ُم‬
َ َْْْ َ ََ َْ ُ َ
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Ubaid Al Ghubari telah
menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Qatadah dari Anas bin
Malik bahwa Abdurrahman bin 'Auf menikah dengan maskawin emas
seberat biji kurma pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam,
lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya:
"Adakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing."

c. Sunan Abu Daud

َ ‫ت رَّْبُدىَ ِاِنِّ َو َُِْه ٍ َع ْْ أَنَ ٍ أَ َّ َر ُم‬


َّ‫دِل رََّّد ِ َد‬ ٍ ِ ‫اد عْ َا‬ ِ ِ
ْ َ ٌ ََِّ ‫ِم ْ ُْ إ ْْسَعه َ ََ َّ دَىَا‬ َ ‫ََ َّ دَىَا ُا‬
ِ ‫دال رَّىَّدِ دَّ رََّّد عَه د‬ ٍ ِ ٍ ِ
َْ ُ َ ُّ َ ‫رََّّد ُ َعَْه د َو َم دَّ ََّ َرأَد َعْب د َ رَّد َّدر َِْ ِْ ْد َدْ َعد ْدِا َو َعَْه د َرْد ُ َز ْع َ د َدرر لَد َقد‬
ٍ ‫ال وْز َ ندَِرٍَ ِا ْدْ ذَ َه‬ ِ َ ‫ال ا رم‬
ُ ‫ِل رََّّ َدَوَّو ْج‬ ُ َ َ َ ‫َو َمَّ ََّ َا ْههَ َّْ لَد َق‬
‫دال‬
َ َ ‫دب‬ َ َ َ َ ‫ال َاا أَ ْ َ ْدتَد َها‬ َ َ ًََ‫ت ْراَرأ‬
ٍَ‫أَوِْ وََِّ ِشا‬
َ َْْْ
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il, telah menceritakan
kepada kami Hammad dari Tsabit Al Bunani, serta Humaid dari Anas
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melihat Abdurrahman bin
'Auf padanya terdapat bekas minyak za'faran. Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berkata: "Apakah ini?" Lalu ia berkata; wahai Rasulullah,

33
aku telah menikahi seorang wanita. Beliau berkata: "Mahar apakah yang
telah engkau berikan kepadanya?" Ia berkata; emas sebesar biji kurma.
Beliau berkata: "Rayakanlah (adakanlah walimah) walaupun hanya dengan
menyembelih satu ekor kambing."

d. Sunan at-Tirmidzi

ََّ َّ‫دِل رََّّد ِ َدَّ رََّّد ُ َعَْهد ِ َو َمد‬


َ ‫دت َع ْدْ أَندَ ٍ أَ َّ َر ُم‬ ٍ ِ ‫َد َّ َدىَا ُدتَدهبدةُ َد َّ َدىَا ََِّداد دْ ز د ٍ عدْ َا‬
ْ َ َْ ُ ْ ُ َ َْ َ
ِ‫دال إِ ِِّن َدوَّوجددت راددرأًََ عَد وْز‬ ٍ ِ‫رأَد عَد عبد ِ رَّد َّدر ِْ ِْ د ِْ عدد‬
َ ‫ا أََ د َدر ُد ْ َرٍَ لَد َقد‬
َ ‫دال َاددا َهد َِر لَد َقد‬
َ َ َْ ُ ْ َ َْ ْ َ َْ َ َ
ٍ ‫دال وِْ رَّْبدداد عددْ ر د ِْ اهددع‬ ٍ ِ ِ ‫دال ددارَ رََّّد ََّد‬ ٍ ‫ندَدِرٍَ ِاد ْدْ َذ َهد‬
َ‫ِد َو َعا ِ َشدة‬ ُ ْ َ ْ ْ َ َ َ َ ‫دَ أ َْوْْ َوََّ ْدِ َشدداَ َد‬ َ ُ َ َ َ ‫دب لَد َقد‬ َ
ْ‫ََِد ُ ْ ُد‬ ْ ‫ال أ‬ َ َ ‫هح و‬ ِ
ٌ ‫ث ََ َه ٌْ َح‬ ٌ ِ ََ ٍ َ‫ث أَن‬ ُ ََ ‫هه‬
ِ ِ َ َ َ ‫وجا ِ ٍر وزه ِْي ِْ عثْ ا‬
َ ‫ال أَُِ ع‬ َ ُ ْ ْ َُ َ َ َ
َّ‫دح ُا ُهد َدِ َوْز ُ َْ َهد ِدة َد َر ِرهد َد‬
َ ‫دال إ ْمد‬
ٍ ‫دب وْز ُ ََه َد ِدة در ِرهددَّ وَدُُد‬
ِ َ ‫دث و َد‬
َ َ ََ
ٍ ٍِ
َ ‫ََْىبَ د ٍ َوْز ُ نَد َدِرَ اد ْدْ ذَ َهد‬
ٍ ُُ‫وَد‬
‫ث‬ َ
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Zaid dari Tsabit dari Anas bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melihat bekas warna kuning (bekas minyak
za'faran) pada Abdurrahman bin auf. Beliau bertanya: "Apakah itu?" Dia
menjawab; "Saya baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar
sekeping emas." Beliau mendo'akan: "BARAKALLAHU LAKA (semoga
Allah memberkatimu), adakankah walimah walau hanya dengan
(memotong) seekor kambing." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits
semakna diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Aisyah, Jabir dan Zuhair bin
'Utsman." Abu Isa berkata; "Hadits Anas merupakan hadits hasan sahih.
Ahmad bin Hanbal berkata; 'WAZNU NAWAT' adalah ukuran tiga
sepertiga dirham. Ishaq berkata; itu adalah lima sepertiga dirham."

a. Sunan Ibnu Majah

ٍ َِّ‫دت رَّْبدىَ ِداِنُّ َعدْ أَندَ ِ د ِْ اا‬


َّ ِ‫دَ أَ َّ رَّىَّد‬ ِ ٍ
َ ْ ْ ُ ٌ ‫اد ْ ُدْ َزْد ََد َّ َدىَا َا‬ ُ ََِّ ‫ََِ ُ ْ ُْ َعْب َ َ ََ َّ َدىَا‬
ْ ‫ََ َّ َدىَا أ‬
‫دال‬ َ ‫ا أََد َدر ُد ْ َرٍَ لَد َق‬
َ ‫دال َادا َهد َِر أ َْو َاد ْ لَد َق‬ ٍ ِ‫َّ رََّّ عَه ِ ومََّّ رأَد عَد عبد ِ رَّ َّدر ِْ ِْ د ِْ عد‬
َْ ْ َ َْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ
ٍَ‫ال ارَ رََّّ َََّ أَوِْ وََِّ ِشا‬ ٍ ‫ت ْرارأًََ َعَ وْزِ ندَِرٍَ ِا ْْ َذ َه‬ ِ ِ َّ َ ‫ا رم‬
َ ْ َ ْ ْ َ ُ َ َ َ ‫ب لَد َق‬ َ َ َ ُ ‫ِل رَّ إ ِِّن َدَوَّو ْج‬ َُ َ
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin 'Abdah telah menceritakan
kepada kami Hammad bin Zaid berkata, telah menceritakan kepada kami
Tsabit Al Bunani dari Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melihat pada diri 'Abdurrahman bin Auf ada sisa wewangian,
beliau lantas bertanya: "Apa ini?" 'Abdurrahman lalu menjawab; "Wahai
Rasulullah, aku baru saja menikahi seorang wanita dengan mahar satu

34
nawah emas, " beliau bersabda: "Semoga Allah memberimu berkah,
buatlah walimahan meskipun dengan seekor kambing."

b. Sunan Ad-Darimi

ِْ َِْ ‫ال َِّ َعْبد ِ رَّ َّدر‬


َ َ ََّ َّ‫َخبَدَرنَا َُِْه ٌ َع ْْ أَنَ ٍ أَ َّ رَّىَِّ َّ َ َّ رََّّ ُ َعَْه ِ َو َم‬
ْ ‫َخبَدَرنَا َِو ُ ْ ُْ َه ُارو َ أ‬
ْ‫أ‬
ٍَ‫ال أَوِْ وََِّ ِشا‬ َ َ َّْ َ‫اًرر ِا ْْ ُ ْ َرٍَ َا ْهه‬ ِ ٍ
َ َْْْ ََ‫ت‬ ُ ‫ال َدَوَّو ْج‬ َ ‫ْ ِْ َع ِْا َوَرأَد َعَْه َو‬
Telah mengabarkan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan
kepada kami Humaid dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda kepada Abdurrahman bin 'Auf, ketika beliau melihat bekas
wewangian berwarna kuning: "Apa ini?" Abdurrahman menjawab; "Aku
telah menikah." Beliau bersabda: "Buatlah pesta perkawinan walaupun
hanya dengan seekor kambing."

c. Muwatha Imam Malik


ٍ ٍِ َّ ٍ ِ
َ‫ََد َّ َِي َْحد َ َع ْدْ َااَّدَ َع ْدْ َُِْهد رَّ ِِ د ِ َع ْدْ أَندَ ِ ْد ِْ َااَّددرَ َّ َعْبد َ رَّ َّدر َِْ ِْ ْ َدْ َع ْدِا َجدداء‬
ََّ َّ‫دِل رََّّد ِ َدَّ رََّّد ُ َعَْهد ِ َو َمد‬ ُ ‫ِل رََّّ ِ َ َّ رََّّ ُ َعَْه ِ َو َمَّ ََّ َوِد ِ أَدَ ُدر ُد ْ َرٍَ لَ َهدرَََّ ُ َر ُم‬ ِ ‫إِ ََل رم‬
َُ
ٍَ‫دال ِزندَةَ نَددِر‬
َ ‫ت إََِّْهد َهدا لَد َق‬ ِ ِ ُ ‫دال ََّد رم‬
َ َ ‫دِل رََّّد َدَّ رََّّد ُ َعَْهد َو َمدَّ ََّ َك ْدَّ ُمد ْق‬ ُ َ ُ َ ‫َخبَدَرهُ أَندَّ ُ َد َدوَّو َج لَد َق‬
ْ ‫لَدر‬
ٍَ‫ِل رََّّ ِ َّ رََّّ عَه ِ ومََّّ أَوِْ وََِّ ِشا‬ ُ ‫ال ََّ ُ َر ُم‬
َ ‫ب لَد َق‬ ٍ ‫ِا ْْ َذ َه‬
َ َْْْ َ ََ َْ ُ َ
Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Humaid Ath Thawil
dari Anas bin Malik berkata, "Abdurrahman bin 'Auf menemui Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam, sementara pada dirinya terdapat waran kuning
bekas za'faran. Sehingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menanyakan sebabnya, lalu dia memberitahukan bahwa dirinya baru saja
menikah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bertanya: "Berapa mahar
yang kamu berikan kepadanya?" 'Abdurrahman menjawab; "Emas sebesar
biji kurma." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lalu bersabda:
"Adakanlah walimah walau hanya dengan menyembelih seekor kambing".

d. Musnad Ahmad bin Hambal

ٍ ‫دت رَّْبدىَد ِداِنِّ َعددْ أَنَد ِ د ِْ ااَِّد‬


ٍِ ِ
ُ ‫رََّّد‬ َّ‫دَ أَ َّ رَّىَّدِ َّ َ د‬ َ ْ ْ ُ ‫ََد َّ دَىَا َعْبد ُ رَّد َّدرزَّرَّ ََد َّ دَىَا َا ْع َ د ٌدر َعد ْدْ َا د‬
َّ‫دِل رََّّد ِ َد‬ ٍ ُ ‫ا وِد ِ وادر ِادْ خ‬ ٍ ِ ِ
ُ ‫رََّّد‬ ُ ‫دال ََّد ُ َر ُم‬
َ ‫دَِّ لَد َق‬ َ ْ ٌ َ َ َ ِ‫َعَْه َو َمَّ ََّ ََّق َده َعْبد َ رَّ َّدر َِْ ِْ ْ َدْ َع ْد‬
َ َ ‫ِدا ِر‬
َ ‫دال َك ْدَّ أَ ْ د َ ْدتَد َها َدا َل َوْز‬ ِ َ َ ِْ َِْ ‫َعَْه ِ َو َمَّ ََّ َا ْههَ َّْ َا َعْب َ ر ََّّر‬
َ ْ‫دت ْرا َدرأًََ ا ْدْ ْرصَن‬
ُ ‫دال َدَوَّو ْج‬

35
َ ‫دال رَّىَّدِ ُّ َ دَّ رََّّد ُ َعَْهد ِ َو َمدَّ ََّ أ َْوِْْ َوََّد ْدِ ِ َشدداٍَ َد‬
َّ‫دال أَنَد ٌ َََّقد ْ َرأَْدتُد ُ َ َهد َد‬ ٍ ‫نَددِرٍَ ِاد ْدْ ذَ َهد‬
َ ‫دب لَد َقد‬ َ
‫َِّ ُد ِّ ْراَرأٍََ ِا ْْ نِ َها ِِ دَ ْع َ َا ِِِْ ِاا َةَ أََّْ ِ ِد ىَا ٍر‬
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq telah menceritakan kepada
kami Ma'mar dari Tsabit al-Bunani dari Anas bin Malik, Nabi
Shallallahu'alaihi wa Sallam bertemu Abdur Rahman bin Auf yang terlihat
warna bekas minyak wangi pada pakaiannya, maka Rasulullah
Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda kepadanya, "Ada apa denganmu
wahai Abdur Rohman"! ia berkata, "Saya barusan menikah dengan wanita
dari Anshar", Rasulullah Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda, "Berapa
mahar yang kamu berikan kepadanya?." Ia berkata: "Seukuran biji kurma
emas", Nabi Shallallahu'alaihi wa Sallam bersabda, "Adakan walimah
walau hanya dengan seekor kambing." Anas berkata, "Saya melihat dia
membagi kepada setiap istrinya sepeninggalnya dengan seratus ribu dinar.

Pada hadis kedua penulis akan mengkaji hadis mengenai walimah ursy

dengan metode takhrij menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li al-

Fazal-Hadis an-Nabawi. Adapun hasil dari penelusuran takhrij hadis melalui

kamus al-Mu’jam al-Mufahras li al-Faz al-Hadisan-Nabawi menggunakan

(pencarian kata) ‫َولَ ََم‬

1. Sahih Bukhari dalam kitab Nikah bab man awlama a’la ba’dhi nisaihi

aktsara min ba’dhi

2. Musnad Ahmad bin Hanbal Juz 6 hal 113

Setelah penulis melakukuan Takhrij Hadis maka penulis menemukan dua

hadisyang telah dirujuk pada kitab Mu’jam al-Mufahras.Adapun hadis

yang ditemukan yaitu :

a. Sahih Bukhari dalam kitab nikah, bab man awlama a’la ba’dhi nisaihi

aktsara min ba’dhi

36
ِ ‫ض نِ َها ِِ أَ ْكثَدَر ِا ْْ دَ ْع‬
‫ض‬ ِ ‫اد َا ْْ أ َْوََْ َعَ دَ ْع‬ َ َ
ٍ
َ ‫دت َج ْح د ٍ ِعْى د‬ ِ ‫دال ذُكِددر َددوِو ز دىَددب ِْىد‬ ٍِ
َ ْ َ ُ ْ َ َ ‫داد ْد ُدْ َزْد َعد ْدْ َا ددت َد‬ ُ ‫َّد ََ د َّ دَىَا ََِّد‬
ٌ ‫ََ د َّ دَىَا ُا َه د‬
ِِ ِ ِ ٍ ‫ال اددا رأَ ددت رَّىَّدِ دَّ رََّّد عَهد ِ ومدََّّ أَوَْ عَد أ‬ ٍ
ََْ‫ََد اد ْدْ ن َهددا َاددا أ َْوََْ َعَْهد َهددا أ َْو‬
َ َ َْ َ ََ َْ ُ َ َّ ُ ْ َ َ َ ‫أَنَهد َ َق‬
ٍَ‫ِشا‬
َ
Telah menceritakan kepada kami Musaddad Telah menceritakan kepada
kami Hammad bin Zaid dari Tsabit ia berkata; Suatu ketika, pernah
disebutkan mengenai perkawinan Zainab binti Jahsyi di hadapan Anas,
maka ia pun berkata, "Aku belum pernah melihat Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam mengadakan walimah terhadap seorang pun dari para
isteri-isterinya sebagaimana walimah yang beliau adakan terhadapnya.
Saat itu, beliau mengadakan walimah dengan seekor kambing.

a. Dalam musnad Ahmad bin Hambal Juz 6 halaman 113

ِ ‫دال ََّ َّ ددا دخد د رَّىَّد دِ د دَّ رََّّد د عَهد د‬ ٍ ‫َخبدرنَددا َُِهد د ٌ َع ددْ أَنَد د ِ د د ِْ ااَِّ د‬
َْ ُ َ ُّ َ َ َ َ ‫دَ َ د‬ َ ْ ْ ْ َ َ ْ ‫ََد د َّ دَىَا ُه َش د ْده ٌَّ أ‬
َ َ ََْ‫ب ر ْدىَ ِة َج ْح ٍ أ َْو‬
‫ال لَرَطْ َع َ ىَا ُخْبدًور َو ََلْ ً ا‬ ِ َّ
َ َ‫َو َم َ بَوْدى‬
Telah menceritakan kepada kami Husyaim berkata, telah mengabarkan
kepada kami Humaid bin Anas bin Malik berkata; "Ketika malam pertama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di rumah Zainab binti Jahsy, beliau
mengadakan walimah, dan kami memakan roti beserta daging pada
walimah tersebut."

B. Tinjauan Sanad

Penelitian sanad ini adalah untuk memeperoleh informasi mengenai

periwayat, pada bagian ini diperlukan kitab-kitab yang menerangkan

periwayat hadis baik dari sisi biografinya, pribadinya, kritikan terhadapnya

dan menyajikan guru-guru dan murid beliau sehingga dapat dipastikan sanad

tersebut memiliki ketersambungan, diriwayatkan oleh perawi yang dabit, tidak

terdapat kejanggalan (syadz) ataupun tidak terdapat kecacatan (‘illat), tujuan

dalam kegaiatan penelitian ini adalah untuk menghindari terjadinya pemalsuan

hadis.

37
Maka penulis melakukan penelitian yang dimulai pada periwayat

Imam Abu Dawud lalu diikuti pada periwayat sebelum imam Abu Dawud dan

seterusnya hingga sampai periwayat pertama. Alasan penulis melakukan

penelitian dari imam abu dawud karena menurut penulis yang terdapat di

dalam Sunan abu dawud masih terdapat hadis-hadis dhaif dan tidak terdapat

keterangan tentang kualitas suatu hadis tersebut. Dengan demikian, penulis

melakukan penelitian awal melalui Imam abu dawud, berikut penulis

memaparkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan

1. Abu Dawud

Menurut Abdurrahman bin Abi Hatim, bahwa nama dari imam Abu

Dawud adalah Sulaiman bin al-Asy’ats bin Syadad bin ‘Amru bin’ Amir.1

Beliau dilahirkan pada tahun 202 H di Sijistan, sebuah daerah yang

terletak antara Iran dan Afganistan. Abu ‘Ubaid al-Ajuri menuturkan

Imam Abu Dawud meninggal pada hari jum’at tanggal 16 bulan syawwal

tahun 275 hijriah, berumur 73 tahun. Beliau meninggal di Basrah.2

Guru-guru beliau diantaranya: Ahmad bin Muhammad bin Hambal

as Syaibani al Bagdadi, Yahya bin Ma’in Abu Zakariya, Ishaq bin Ibrahim

bin Rahuyah abu Ya’qub al-Hanzali, Utsman bin Muhammad bin abi

Syaibah abu al-Hasan al Abasi al Kufi, Muslim bin Ibrahim al Azdi,

Abdullah bin Maslamah bin Qa’nab al Harits al Madani, Musaddad bin

Musarhad bin Musarbal, Musa bin Isma’il at-Tamimi.

1
Abu Muhammad ‘Abd al-Rahman bin Abi Hatim Muhammad bin Idris bin al-Munzir al-
Razi, Kitab al-Jarh wa al-Ta’dil, Juz IV, cet.1 (Hayderabat: Majlis Dairat al-Maarif, 1987) hal.
102
2
Abu ‘Abdullah Muhammad bin Ahmad bin ‘Usman al-Zahabi, Siyar a’lam al-Nubala Juz
XIII, Cet. VII, (Bayrut: Mu’assasat al-Risalah,1990)

38
Murid-murid beliau diantaranya: Imam Abu Isa at Tirmidzi, Imam

Nasa’i, Abu Ubaid al-Ajuri, Abu Tayyib Ahhmad bin Ibrahim Al-

Baghdadi.3

Komentar para ulama tentang beliau: banyak sekali pujian dan

sanjungan dari tokoh-tokoh terkemuka kalangan imam dan ulama hadits

dan disiplin ilmu lainya yang mengalir kepada imam Abu Dawud.

Diantaranya adalah : Abdurrahman bin Abi Hatim berkata Abu Dawud

Tsiqah, Ibnu Hibban berkata Abu Dawud merupakan salah satu imam

dunia dalam bidang ilmu dan fiqih, dan Adz Dzahabi mengatakan : Abu

Dawud dengan keimanannya dalam hadis dan ilmu-ilmu yang lainnya,

termasuk dari ahli fiqih yang terkenal.

2. Musa bin Ismail

Nama lengkap beliau adalah Musa bin Isma’il al-munqari. Beliau

memiliki kuniyah yakni Abu Salamah, beliau dari kalangan Tabi'ut

Tabi'insemasa hidupnya beliau tinggal di Negeri Bashrah, beliau wafat

pada tahun 223 H salah satu guru beliau adalah Shadaqah bin Musa dan

muridnya Muhammad bin Ismail al-Mughirah.

Komentar ulama tentang beliau : Ibnu Hibban berkata Musa bin

Ismail seorang yang tsiqah, dan Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan Tsiqah

tsabat.

3. Hammad bin Salamah

Nama lengkap beliau adalah Hammad bin Salamah bin Dinar,

beliau memiliki kuniyah Abu Salamah, beliau dari kalangan Tabi’ut

3
Ahmad ibn ‘ali ibn Hajar al-Asqalani, Tahzib al-Tahzib, Juz IV, Hal:150

39
Tabi’in kalangan pertengahan, semasa hidup beliau tinggal di negeri

Bashrah, beliau wafat pada tahun 167 H. Salah satu guru beliau adalah

Anas bin Malik, dan murid beliau adalah Muhammad ibn Aban Al-Ju’fi,

Hakam bin Utaibah dan Sufyan At-Thauri.

Komentar ulama tentang beliau : An-Nasa’i berkata bahwa

Hammad bin Salamah adalah seorang yang tsiqah, dan Yahya bin Ma’in

berkata bahwa beliau adalah seorang perawi yang tsiqah

4. Tsabit bin Aslam

Nama lengkap beliau adalah Tsabit bin Aslam al-Bannani selain itu

beliau juga sering dipanggil Abu Muhammad al-Bashori. Beliau memiliki

kuniyah Abu Muhammad, beliau dari kalangan Tabi’in, semasa hidup

beliau tinggal di negeri Bashrah, beliau wafat pada tahun 127 H. Salah satu

dari guru beliau adalah Anas bin Malik dan murid beliau adalah Shodaqoh

bin Musa ad-Daqiqi.

Komentar ulama tentang beliau : Ibnu Hajar al-Asqalani

mengatakan beliau Tsiqah Abid dan An-Nasa’i mengatakan beliau adalah

periwayat yang tsiqah.

5. Humaid

Nama lengkap beliau adalah Humaid bin Abi Humaid, beliau

memiliki kuniyah Abu ‘Ubaidah, beliau dari kalangan Tabi’in, semasa

hidup beliau tinggal di negeri Madinah, beliau wafat pada tahun 142 H.

Guru beliau diantara nya adalah Sufyan bin Uyainah, Hammad bin

Usamah, Al-Walid bin Muslim, Bisyr bin Bakar At-Tunisiy dan Ya’la bin

‘Ubaid. Murid beliau adalah Yaqub bin Syaibah, Yaqub bin Sufyan,

40
Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhliy, Abu Hatim Muhammad bin Idris Ar-

Razi.

Komentar ulama tentang beliau : Yahya bin Ma’in berkata beliau seorang

yang tsiqah, Ibnu Kharasy berkata shaduq dan An-Nasa’i mengatakan

beliau adalah seorang perawi yang tsiqah

6. Anas bin Malik

Nama lengkap beliau adalah : Anas bin Malik bin An Nadlir bin

Dlamdlom bin Zaid bin Haram, beliau memiliki kuniyah Abu Hamzah,

beliau dari kalangan sahabat, semasa hidup beliau tinggal di negeri

Bashrah, beliau wafat pada tahun 91 H. Murid beliau diantaranya : Al-

Auza’iy, Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin Uyainah.

Komentar ulama tentang beliau : Imam Bukhari mengatakan bahwa

sanad yang dikatakan ashahu’i asnaid, ialah bila sanad itu terdiri dari

Malik, Nafi’i, dan Ibnu Umar. Imam Yahya bin Sa’id al-Qahthan dan

Imam Yahya bin Ma’in menggelarinya sebagai Amirulmu’minin Fi’l

Hadis.

Adapun hasil analisis kualitas hadis menunjukkan bahwasannya

penilaian terhadap para perawi sanad hadis walimah urs secara

keseluruhan dinilai tsiqah. Sehingga hadis ini dapat dikategorikan ke

dalam hadis hasan lidzatihi. Akan tetapi, meskipun mendapatkan penilaian

tsiqah terdapat perawi yang diklaim negatif atau kurang sempurna

hafalannya, perawi tersebut adalah Humaid. Sehingga hadis walimah urs

termasuk dalam kategori hadis hasan, karena ada perawi yang diklaim

41
lemah pada hafalannya. Namun hadis ini diperkuat karena adanya hadis

dari jalur lain. sehingga derajatnya naik menjadi hadis shahih li ghairihi

42
BAB IV

PEMAHAMAN HADIS MENGADAKAN WALIMAH URS

A. Asbabul Wurud

Mengetahui asbab al-wurud dalam ilmu hadis sama pentingnya dengan

mengetahui asbab nuzul dalam al-Qur‟an. Menelusuri konteks awal yang menyertai

kemunculan suatu hadis merupakan salah satu cara untuk memahami sebuah hadis

dengan benar. 1 Dengan kata lain, asbabul wurud adalah salah satu peranti dalam

memahami hadis yang pada ujungnya mengantarkan kepada pemahaman kontekstual.

Menurut Yusuf Qardawi, seseorang tidak bisa memahami hadis dengan benar

apabila melepaskan teks hadis dari konteks kesejarahan yang melatarbelakangi

munculnya teks hadis. Melepaskan teks hadis dari konteks nya akan mengantarkan

kepada pemahaman hadis yang radikal dan liberal.

‫أ َْوِِلْ َولَ ْو بِ َشاة‬

Adakanlah pesta nikah (walimah) walaupun hanya dengan memotong seekor


kambing.

Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa, Ahmad dan enam ahli hadis dari

Anas bin Malik r.a. Al-Bukhari juga meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf r.a.

Menurut Al-Bukhari dari Humaid katanya : “Aku mendengar Anas berkata : “Ketika

orang-orang sampai di Madinah, orang-orang Muhajirin menjadi tamu bagi keluarga

Anshar. Maka Sa‟ad pun berkata : “Aku hendak membagi hartaku untukmu dan

meninggalkan salah seorang istriku (untuk engkau nikahi)”. Abdurrahman menjawab :

“Semoga Allah memberkatimu pada istri dan hartamu. Sa‟ad keluar menuju pasar, lalu

dia berniaga sehingga memperoleh keuntungan berupa susu dan minyak samin. Maka

1
Ali Mustafa Ya‟qub, Cara Benar Memahami Hadis, (Ciputat: Maktabah Darus Sunnah, 2016), hal.109

43
Abdurrahman kawin (dengan salah seorang istri Sa‟ad). Ketika Nabi SAW mengetahui

(kehendak nikah itu), beliau bersabda: “Selenggarakanlah pesta nikah dan seterusnya”.

Disunatkan mengumumkan kehendak nikah (supaya diketahui orang banyak)

dengan mengadakan walimah (pesta nikah). Hadits di atas menjelaskan tentang

mengadakan walimah urs yang dianjurkan Rasul, tetapi bisa kita lihat pada masa

sekarang ini walau masanya sudah berbeda pada zaman nabi dahulu sangat dianjurkan

mengadakan walimah walau hanya menyembelih seekor kambing.2

B. Pemahaman hadis hukum mengadakan walimah urs’

‫ أ َْوِِلْ َولَ ْو بِ َشاة‬: ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ُّ ِ‫ال الن‬
َ ‫َِّب‬ َ ‫فَ َق‬
Nabi SAW bersabda, “Buatlah walimah meskipun dengan menyembelih seekor

kambing”. Kata „Lau‟ (meskipun) pada kalimat ini bukan bersifat „imtina‟iyyah‟

(pencegahan) , tetapi littaqlil (untuk menujukkan jumlah yang paling minim). Dalam

َ َ‫ بَ َارَك اللَّوُ ل‬:‫ال‬


riwayat Hammad bin Zaid, ‫ك‬ َ َ‫(ق‬Beliau bersabda, “Semoga Allah

memberkahimu”) sebelum kataْ‫أ َْوِِل‬buatlah walimah.Dalam hadits Abu Hurairah disebutkan

susudah lafadz “Apakah engkau telah menikah?”

‫ أ َْوِِلْ َولَ ْو‬: ‫ال‬


َ ‫ص لَى اللّ وُ َعلَْي ِو َو َس لَّ َم بِنَ َواة ِم ْ َ َى ب فَ َق‬ ِ ِ
َ ‫ ألَ فَ َرَمى إِلَْي و َر ُس ُ اللّ و‬: ‫ال‬
َ َ‫ت ؟ ق‬
ُ ‫ال أ َْولَ ْم‬
َ َ‫ال نَ َع ْم ق‬
َ َ‫ق‬
‫بِ َشاة‬
(Dia berkata, “Benar”, beliau bertanya, „Apakah engkau telah melakukan walimah?”.

Dia menjawab, “Tidak”. Maka Rasulullah SAW melemparkan kepadanya sekeping

emas dan berkata, “Buatlah walimah meskipun dengan meneyembelih seekor

kambing”).

2
Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi Ad-Damsyiqi, Asbabul Wurud, latar belakang historis timbulnya
hadis-hadis rasul, diterjemahkan oleh : H.M. Suwarta Wijaya B.A, Drs. Zafrullah Salim, Kalam Mulia, Jakarta
jilid 2 hal.215

44
Riwayat ini sekiranya benar maka kambing tersebut merupakan bantuan dari Nabi SAW.

Ini menjadi perkara yang mementahkan pendapat mereka yang berdalil dengannya bahwa

seekor kambing yang merupakan batas paling minimal yang disyariatkan bagi orang yang

mampu.

Pada dasarnya masalah ini lebih tepat disebutkan pada pembahasan tentang adab, masalah

yang dimaksud Imam Bukhari membuat bab pada pembahasan tentang adab dengan judul

„Persaudaraan dan Persekutuan”, kemudian menyebutkan juga hadis pada bab di atas

melaui Yahya bin Said Al-Qaththan, dari Humaid, dan beliau hanya menyebutkan lafadz,

ِ ‫الربِْي‬ ِ ِ
َ ْ َ‫ص لَى اللّ و َعلَْي و َو َس لَّ َم بَْي نَ وُ َوب‬
َّ ِ ْ‫َ ب‬ ُّ َِّ‫ لَ َّما قَِ َم َعلَْي نَ ا َعْد ُِ ال َّر َِْ ِ بْ ِ َع ْوَ فَاَ ََّى الن‬: ‫ال‬
َ ‫ِب‬ َ َ‫َع ْ أَنَس ق‬
‫ أ َْوِِلْ َولَ ْو بِ َشاة‬: ‫صلَى اللّو َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ُّ ِ‫ال لَوُ الن‬
َ ‫َِّب‬ َ ‫فَ َق‬
Dari Anas dia berkata, “Ketika Abdurrahman bin Auf datang kepada kami, Nabi
SAW mempersaudarakan antara dia dengan Sa‟ad bin Ar-Rabi‟. Lalu Nabi SAW
bersabda kepadanya, „Buatlah walimah meski dengan menyembelih seekor
kambing”).

Al-Muhib Ath-Thabari menduga bahwa ia adalah hadis tersendiri. Oleh karena itu,

dia membuat bab dalam pembahasan walimah dengan judul, “Penyebutan walimah untuk

persaudaraan.” Kemudian dia menukil hadits dengan lafadz seperti tadi seraya berkata,

“Hadits ini diriwayatkan Imam Bukhari.” Namun keberadaan hadis ini sebagai penggalan

hadis pada bab di atas merupakan hal yang sangat jelas bagi mereka yang mengetahui

sedikit ilmu hadis. Imam Bukhari sangat sering melakukan hal seperti itu. Perintah

kepada Abdurrahman bin Auf agar melakukan walimah berkaitan dengan pernikahannya,

bukan karena persaudaraan. Al- Muhib juga menyinggung persoalan ini namun

diposisikan hanya sebagai suatu kemungkinan. Padahal ia tidak bisa dianggap sebagai

kemungkinan bagi mereka yang dikenal sebagai ahli hadis.3

3
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bâri, (Penjelasan kitab sahih bukhari Penerjemah,Amiruddin), (Jakarta
: Pustaka Azzam, 2010) Juz 25 hal 451

45
Ibnu Hajar mengatakan, penafian Anas bahwa Nabi Saw tidak mengadakan

walimah atas seorang pun diantara istrinya melebihi walimah Zainab, tampaknya perlu

dipahami menurut apa yang dia ketahui. Atau karena apa yang terjadi berupa keberkahan

dalam walimahnya, dimana kaum muslimin dikenyangkan dengan roti dan daging

kambing, karena yang nampak, ketika beliau menikahinya walimah dengan Maimunah

binti Al-Harits saat beliau menikahinya ketika umrah qadha di Makkah dan beliau

meminta pendudukMakkah hadir dalam walimahnya, maka kurang tepat dikatakan

walimah tersebut tidak lebih dari seekor kambing, sebab saat itu kehidupan telah lapang

mengingat kejadiannya berlangsung sesudah penaklukan Khaibar. Allah telah memberi

keluasan kepada kaum muslimin sejak penaklukan Khaibar. Ibnu Al-Manayyar berkata,

“Disimpulkan dari pengutamaan sebagian istri atas sebagian yang lain dalam hal

walimah, tentang bolehnya mengkhususkan sebagian mereka atas yang lainnya dalam hal

perhatian, kelembutan, dan hadiah.” Ibnu Hajar mengatakan, pembahasan tentang ini

sudah dipaparkan pada pembahasan tentang hibah.

‫ض نِ َسائِِو‬
ِ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َعلَى بَ ْع‬ ِ ُ ‫أَوَِل رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ََُْ
Nabi SAW mengadakan walimah atas sebagian istrinya.

Belum ditemukan keterangan tentang namanya secara tegas. Namun,

kemungkinan paling dekat adalah Ummu Salamah. Ibnu Sa‟ad meriwayatkan dari

Syaikhnya (Al Waqidi) melalui sanadnya, dari Ummu Salamah, dia berkata, “Ketika Nabi

SAW meminangku dia menyebutkan kisah pernikahannya dengan beliau SAW maka

beliau memasukkanku ke rumah Zainab binti Khuzaimah. Ternyata di sana terdapat

kantong berisi sya‟ir maka aku mengambilnya dan menumbuknya, lalu aku memasaknya

di periuk, lalu aku mengambil sedikit ihalah (lemak atau minyak) untuk lauk, maka itulah

makanan Rasulullah SAW.”

46
Ibnu Sa‟ad menyebutkan juga bersama Ahmad melalui sanad yang shahih hingga

Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al-Harits, bahwa Ummu Salamah mengabarkan

kepadanya disebutkan kisah pinanagan dan pernikahannya lalu dikatakan, “Aku

mengambil tsifal (kulit pengalas gilingan) mmiliku, lalu mengeluarkan biji-biji gandum

yang berada dalam kantong, kemudian aku mengeluarkan lemak dan memasaknya untuk

beliau SAW, kemudian beliau istirahat malam, dan pagi harinya” An-Nasa‟i

meriwayatkannya juga, tetapi tidak menyebutkan maksudnya di tempat ini. Adapun

substansi pokoknya terdapat dalam riwayat Muslim tanpa menyertakan hal itu. Adapun

riwayat At-Thabari dalam kitab Al-Ausath dari jalur Syarik, dari Humaid, dari Anas dia

berkata :

َْ‫صلَّى اللّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َعلَى أ ُِّم َسلَ َمةَ بِتَ ْمر َوَس‬ ِ
َ ‫أ َْوَِلَ َر ُس ْو ُل اللّو‬
(Rasulullah Saw mengadakan walimah ketika menikahi Ummu Salamah dengan hidangan

kurma dan samin).

Namun, hal ini adalah kekliruan berasal dari periwayat sesudah Syarik (yakni

Jandal bin Waliq), kerena Muslim dan Al-Bazzar melemahkannya, tetapi dikuatkan oleh

Abu Hatim Ar-Razi dan Al- Bisti. Hanya saja yang akurat dari hadis Humaid, dari Anas,

bahwa hadis itu berkenaan dengan kisah Shafiyyah. Demikian juga diriwayatkan An-

Nasa‟i dari riwayat Sulaiman bin Bilal dan selainnya dari Humaid, dari Anas, secara

ringkas. Namun, ia telah dikutip Imam Bukhari secara panjang lebar di bagian awal

pembahasan tentang nikah melalui jalur lain dari Humais dari Anas. Kemudian para

penulis kitab As-Sunan menukil dari Az-Zuhri dari Anas sama seperti itu sehubungan

kisah Shafiyyah. Mungkin juga dimaksud „nisaa‟ihi‟ (perempuan-perampuannya) lebih

umum dari pada sekedar istri-istrinya, yakni perempuan-perempuan yang dinisbatkan

kepadanya.

At-Thabari meriwayatkan dari hadis Asma binti Umais, dia berkata :

47
ِّ ‫ض َ ِم ْ َولِْي َمتِ ِو َرَى َ ِد ْر َعوُ ِعْن َِ يَ ُه ْوِد‬
‫ي بِ َشطْ ِر‬ ِ ‫الزم‬
َ ْ‫ان أَف‬
ِ ِ ‫اطمة فَما َكا ن‬
َ ‫ت َول َمةً ِ ِْف َل‬
ََّ ‫ك‬ َْ
ِ ِ ِ
َ َ َ ‫لََق ِْ أ َْوَِلَ َعل ٌّي ب َف‬
‫َشعِ ْي‬

“Sungguh Ali mengadakan walimah ketika menikahi Fathimah. Tidak ada


walimah di masa itu yang lebih utama dari pada walimahnya. Dia menggadaikan
baju besinya kepada seorang Yahudi dengan separuh gandum”
Tidak diragukan lagi bahwa dua mud adalah setengah sha‟. Maka seakan-akan dia

berkata, “Setengah Sha‟ gandum.” Dengan demikian, terjadi keserasian kisah pada bab

diatas. Kemudian penisbatan walimah kepada Rasulullah SAW bersifat majaz, mungkin

karena beliau yang membayarkan harga gandum kepada si Yahudi, dan mungkin juga

karena sebab sebab lain.

‫( ِِبَُِّيْ ِ ِم ْ َشعِي‬Dengan dua mud gandum). Demikian tercantum dalam riwayat semua

periwayat yang menukilnya dari Ats-Tsauri yang sempat di dapatkan dan telah disebutkan

terdahulu. Hanya saja dalam riwayat Abdurrahman bin Mahdi disebutkan ْ ‫َ ِم‬
ِ ْ ‫اع‬
َ‫ص‬ َ ِ‫ب‬

ِ ‫(ش‬Dengan
‫اع ْي‬ َ dua sha‟ gandum). Riwayat ini dinukil An-Nasa‟i dan Al-Ismaili dari

Abdurrahman. Akan tetapi, meski dia lebih pakar dibanding perawi lainnya dari Ats-

Tsauri, namun jumlah yang banyak tentu lebih akurat dibandingkan satu orang, seperti

dikatakan Asy-Syafi‟i.4

Dalam pernikahan Rasul dengan istrinya beliau berkata “ُ‫”أَطْ َع َم ُه ْم َُّْد ًزا َو ََلْ ًما َح ََّّت تَ َرُكوه‬

beliau menghidangkan roti dan daging sampai orang-orang tidak dapat menghabiskannya.

Maknanya mereka makan hingga kenyang lalu meninggalkan makanan itu karena sudah

kenyang.

Kemudian dalam meyelenggaraan resepsi pernikahan dengan seorangpun dari

istrinya yang lebih banyak dan lebih utama dari pada resepsi yang beliau selenggarakan

4
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bâri Penjelasan Kitab Sahih Bukhari, Juz 25, Pustaka Azzam, Juni
2008, Hal 474

48
untuk pernikahan Zainab” Mungkin itu merupakan wujud syukur Rasulullah atas nikmat

Allah, yaitu karena beliau dinikahkan dengan Zainab dengan wahyu diturunkan

kepadanya, dengan tanpa wali ataupun saksi, berbeda dengan istri yang lainnya.5

Dalam syarah Aunul Ma‟bud hadis “Awlim walau bi syattin” merupakan batas

minimal seseorang dalam melaksanakan walimah urs‟ dengan memotong seekor

kambing. Tetapi para ulama sepakat tidak ada batasan dalam hal ini. walimah urs‟ yang

dianjurkan sesuai dengan kemampuan laki-laki.6

Dari beberapa hadis yang telah ditemukan oleh penulis, kedua hadis tersebut

saling keterkaitan. Teks hadis yang pertama menunjukan bahwa Nabi SAW mengadakan

walimah untuk istri nya dengan menyembelih seekor kambing. Teks hadis yang

keduaNabi Saw mengadakan walimah dengan dua mud gandum. Dan terdapat juga pada

hadis yang lain diriwayatkan bahwa Nabi Saw pernah mengadakan walimah dengan

kurma, samin, dan keju tanpa ada nya daging. Hadis pertama nabi sangat menganjurkan

untuk mengadakan walimah walau hanya dengan seekor kambing. Karena disunatkan

mengumumkan kehendak nikah (supaya diketaui orang banyak) dengan mengadakan

walimah (pesta nikah). Riwayat hadis tersebut terdapat Anas bin Malik, ia digolongkan

sebagai sahabat yang adil serta direkomendasikan untuk dijadikan hujjah.7

Hadis pertama dan kedua berkenaan dengan kisah Abdurrahman bin Auf, tetapi

dia memenggalnya menjadi dua bagian. Riwayat ini dia nukil dari Ali, dari Sufyan, dari

Humaid. Ali yang dimaksud adalah Ibnu Al-Madini, dan sufyan adalah Ibnu Uyainah.

Dalam sanad ini, Sufyan telah menegaskan telah mendengar langsung dari Humaid,

demikian pula Humaid mengatakan mendengar langsung dari Anas, maka hilanglah

kecurigaan tadlis (penyamaran) dari keduanya. Namun, dia membaginya menjadi dua

5
Imam Nawawi, Syarah Sahih Muslim, Jilid 7, Cet. Pertama (Darus Sunah : Jakarta Timur) Hal.71
6
Abu Toyyib Muhammad Syamsul Haq al-Adzim, Aunul Ma‟bud, Juz 6, hal.140
7
Imam Nawawi, Al-Majmu‟ Syarah Al-Muhadzdzab, ter: Abdul Somad dan Umar Mujtahid, jilid 6
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2010) hal 503

49
bagian. Pada bagian walnya dia menyebutkan pertanyaan kepad Nabi SAW kepada

Abdurrahman bin Auf. Dia berkata. “Ketika mereka datang ke Madinah, orang-orang

muhajirin tinggal pada kaum Anshar.” Lalu dia mengungkapkan hal ini dengan

perkataannya, “Dari Humaid, dia berkata: Aku mendengar Anas.” Sementara dalam

riwayat Al-Kasymihani, sesungguhnya dia mendengar Anas.” Yakni mirip seperti hadis

sebelumnya. Bagian ini seperti ditegaskan Al-Mizzi dan selainnya. Mungkin ia

disebutkan secara mu‟allaq (tanpa menyebut awal sanad). Namun, pandangan pertama

yang menjadi pegangan.8

Dalam hadis kedua bahwasannya Nabi SAW mengadakan walimah dengan dua

mud gandum. Anas ra. Meriwayatkan bahwa proses walimah antara Nabi Saw dan

Shafiyah, adalah ketika Nabi SAW masih dalam perjalanan. Ummu Sulaim menyiapkan

walimah bagi beliau, sebagai hadiah darinya untuk menyambut kedatangan beliau pada

malam harinya. Pada esok harinya Nabi SAW juga mengadakan walimah dimana beliau

juga berkata kepada sahabat “siapa di antara kalian yang mempunyai kelebihan sesuatu di

sisinya, maka datanglah kepada kami” Beliaupun menghamparkan hambal yang terbuat

dari kulit dan para sahabat datang dengan membawa sejenis keju, mentega, serta kurma.

Lalu para sahabat wanita membuat hidangan dari bahan-bahan tersebut untuk kemudian

dihidangkan sebagai makanan.9

Al-Ismaili meriwayatkan dengan redaksi, “Dari Al-Hasan bin Sufyan, dari

Muhammad bin Khallad, dari Sufyan, Humaid menceritakan kepadaku, aku mendengar

Anas.” Lalu dia mengutip kedua hadis itu sekaligus. Al-Humaidi meriwayatkan dalam

Musnadnya dan dari jalurnya dikutip Abu Nu‟aim dalam kitab Al-Mustakhraj dari

Sufyan, menggunakan lafadz „menceritakan‟ pada setiap jenjang sanadnya, namun juga

disebutkan secara terpisah. Dia mengatakan pada setiap sanad itu, Humaid menceritakan
8
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bâri Penjelasan Kitab Shahih Bukhari, Juz 25, Pustaka Azzam, Juni
2008, Hal 453
9
Ibnu Ibrahim, Kado Perkawinan, Jakarta, Pustaka Azzam, 2000, Hal.237

50
kepada kami, sesungguhnya dia mendengar Anas. Kemudian Ibnu Abu Umar mengutip

dalam Musnadnya dari Sufyan dan dari jalur dikutip Al-Ismaili dia berkata, “Dari

Humaid, dari Anas”, lalu semuanya dikutip sebagai satu hadis. Disamping itu, kisah

kedua disebutkan lebih dahulu dari pada kisah pertama, seperti pada riwayat selain

Sufyan.10

Dalam pelaksanaan walimah, hidangan yang disajikan tidak ada ketentuan khusus

tentang jenis makanan tersebut. Namun hal tersebut disesuaikan dengan kesanggupan

orang yang mengadakan walimah. Disebutkan dalam beberapa keterangan bahwa

Rasulullah Saw pernah mengadakan pesta pernikahan dengan menyajikan kurma,

gandum, roti, dan pernah pula beliau menyajikan daging kambing.

Sebagaimana hadis nabi yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik

‫أَ ْوِِلْ َولَ ْو بِ َشاة‬

“Adakanlah walimah sekalipun dengan seekor kambing”.

Bahwasannya Nabi Saw pernah mengadakan walimah dengan istrinya, yaitu

Zainab dengan memotong seekor kambing. Adapun jika seseorang mengadakan walimah

dengan selain domba betina (kambing) maka hukumnya boleh. Karena Nabi Saw pernah

mengadakan walimah dengan istrinya Shafiyyah dengan menyajikan kurma dan

mengadakan walimah untuk sebagian istrinya dengan dua mud gandum.11

Demikianlah beberapa sajian walimah yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW,

melihat kepada pelaksanaan walimah Rasulullah SAW. Jelas bahwa Rasulullah

melakukan walimah itu dengan cara jamuan biasa dan sederhana, dengan tidak

menghambur-hamburkan makanan. Karena hal itu nantinya akan mendekati perbuatan

yang mubazir. Karena walimah itu memang harus dilaksanakan menurut kemampuan dan
10
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bâari Penjelasan Kitab Shahih Bukhari, Juz 25, Pustaka Azzam, Juni
2008, Hal 454
11
Abdul Rahman, Perkawinan dalam Syari‟at Islam (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal 39

51
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari paparan yang telah penulis kemukakan mengenai kandungan hadis

menurut Imam Nawawi hadis nabi “awlim walau bisyattin” adalah dalil

dianjurkannya dalam mengadakan walimah urs, bagi yang mampu hendaknya

tidak kurang dari satu kambing. Dan menurut mayoritas Ulama bahwasannya

mengadakan walimah urs sangat dianjurkan.

B. Saran-saran

1. Kajian hadis mengenai walimah urs masih layak untuk dikaji lebih dalam

khususnya untuk kontektualisasi hadis ini di Indonesia dengan berbagai

adat dan sukunya. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini menjadi

setitik sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi yang membaca pada umumnya.

2. Bagi para pengkaji hadis diharapkan agar lebih berhati-hati dalam

pencarian hadis, jika hadis itu untuk dijadikan hujjah.

3. Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan,

oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan.

57 57
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet Fiqih Munakahat, Bandung : CV Pustaka Setia, 1999.

Abi Bakar, Taqiyudin, Kifayatul Akhyar, Semarang: CV Toha Putra.

Abu Daud, Imam, Sunan Abu Daud, Lebanon.

Adzim, Abu Toyyib Muhammad Syamsul Haq, Aunul Ma’bud, Baitul Afkar Ad-Dauliyah.

Ali Bassam, Abdullah, Fikih Hadits Bukhari Muslim, Ummul Qura Cetakan 1, Oktober 2014.

Asmawi, Muhammad, Nikah Dalam Pembincangan dan Perbedaan, Yogyakarta,


Darrussalam, 2004.

As’ad, Abdul Muhaimin, Risalah Nikah, Bintang Terang: Surabaya

Ash-Shabbagh, Mahmud, As-Sa’adah Az-Zaujiyah fil Islam, CV. Pustaka Mantiq, 1993.

Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Barri Fi Syarhi Shahih Al-Bukhari, Darul Mishri, 2001 M/1421
H.

As-Sa’di, Syaikh Abdurrahman bin Nashir, Syarah Umdatul Ahakam, Jakarta, Darus Sunnah
201, Cetakan kedua.

Arifin, Gus, Menikah Untuk Bahagia Fiqih Pernikahan Islami, Kompas Gramedia, Jakarta

Aziz, Abdul, Al-Fatawa asy-syari’iyyah fi al-Masa’il al-ashiriyyah min fatwa Ulama al-
balad al-Haram (Fatwa-Fatwa Terkini I), Darul Haq: Jakarta

Bahram Ad-Darimi, Al-Imam Al-Kubra Abu Muhammad Abdarrahman, Sunan Ad-Darimi,


Dar Al-Kufr.

Beni, Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat I, Bandung: Pustaka Setia, 2009

Dimasyiqi, Ibnu Hamzah Al-Husaini Al-Hanafi, Asbabul Wurud Latar Belakang Hadis
historis timbulnya hadis-hadis rasul, Kalam Mulia: Jakarta.

Darimi, Al-imam Al-Kubra Abu Muhammad Abd bin Abdrahman bin Al-Fadil Bahram,
Sunan Ad-Darimi, Dar Al-Kufr.

Dhaif, Sayauqi, Mu’jam al-Wasit, Maktabah Shurouq ad-Dauliyyah, Mesir

Dahlan, Abdul Aziz, Enslikopedi Hukum Islam, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Effendi, Mochtar, Ensiklopedi Agama dan Filsafat, Palembang: Universitas Brawijaya, Cet 1,
2000.

Faifi, Sulaiman Ahmad Yahya, Ringkasan Fikih Sunnah, Pustaka Al-Kautsar.

Hajaj an-Naisaburi, Al-Imam Abi Husin Muslim, Shahih Muslim, Dar el-Hadith.

Hambal, Ahmad, Musnad Ahmad bin Hambal, al-Maktab al-Islami: Beirut

58
Hamdani, Risalah Nikah Hukum Perkawinan Islam, Pustaka Amani, Jakarta, Cet Ketiga
1989.

Hakim, Abdul, 25 Masalah Penting Dalam Islam, Jakarta, Yayasan al-Anshar.

Hawari, Dadang, Persiapan Menuju Perkawinan yang Lestari, Pustaka Antara: Jakarta.

Ibrahim, Ibnu, Kado Perkawinan, Jakarta, Pustaka Azzam, 2000

Ibnu Majah,Al-Imam Sunan Ibnu Majah, Dar Al-Kotob: Lebanon

Ibnu Jauzi, Al-Imam, Shahih Bukhari, Daae el-Hadith

Indra, Hasbi, Potret Wanita Shalehah, Penamadani 2004.

Jamal Muhammad, Ibrahim, Fiqih Mar’ah Al-Muslimah, Asy-Syifa, Semarang 1991.

Khon, Abdul Majid, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah 2013.

Majid, Nurcholis, Islam Dokrin dan Peradaban Jakarta: Yayayasan Wakaf Paramadina,
1992.

Malik, Al-Imam Malik,Al-Muwatha, Beirut

Mardiastuti, Aprilia, Syariat Makan dan Minum Dalam Syariat Islam : Kajian Terhadap
Fenomena Standing Party Pada Pesta Pernikahan Walimah Urs, Jurnal: UIN
Sunan Kalijaga, 2016

Muslim, Imam, Shahih Muslim, Juz 3, Daar el-Hadith.

Muhammad, Syekh, Fathul Qarib, Surabaya: Kharisma.

Muhaisin, Riyadh, Al-Unusah waz-Zawaj Min Ahkami’ L-Walimah min Syahri Manari’s-
Sabil, (Al-Qowam cetakan satu)

Mutawafa, Al-Imam Malik bin Anas, Al-Muwatha, Beirut Lebanon

Mundziri, Imam,Ringkasan Shahih Muslim, Penerbit, Jabal, Juni 2012.

Naysaburi, Abu al-Husayn Muslim bin al-Hajaj, Shahih Muslim, Kairo: Dar el-Hadis, 1994

Nawawi, Imam, Syarah Shahih Muslim, Jilid 4, Jakarta: Dar al-Sunnah.

Nawawi, Imam, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Jakarta: Pustaka Azzam.

Rahman, Abdul, Perkawinan dalam Syari’at, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindo, 1994

Rasyid, Ibnu, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, Jakarta: Pustaka Amani, 2007

Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat Dan
Undang-Undang Perkawinan, Jakarta Prenada Media, 2006.

59
Syafi’i, Al-Umm, Juz VII, Beirut, Dar Al-Kutub, Al-Ilmiyah.

Sabiq, Sayyid, Ringkasan Fiqih Sunnah, Senja Media Utama.

Taimiyah, Ibnu, Majmu’ Fatawa Tentang Nikah, Jakarta Selatan : Pustaka Azzam 2002.

Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Beirut, Dar al-Kitab

Ulwan, Abdullah Nashih, Adab al-Khitbah wa al- Zafaf wa Huquq al-Zaujain, Al-Ishlah,
Press: Jakarta.

Uwaidah, Kamil Muhammad, Fiqih Wanita, Pustaka Al-Kautsar.

Wensinck,Arent J. al-Mu’jam al-Mufahraz li al-Faz al-Hadis al-Nabawi, Darul Ma’arif,


Beirut.

Qardhawi, Yusuf as-Sahwah al-Islamiyah Bayna al-Juhud wa at-Tatarruf, Kairo: Dar asy-
syuruq.

Quthb, Sayyid, Tafsir Fi-Zhilalil Qur’an, Penerbit, Robbani Press, Februari 2009.

Ya’qub, Ali Mustafa, Cara Benar Memahami Hadis, Ciputat: Maktabah Darus Sunnah.

Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Peyelenggara Peterjemah/


Penafsir, Al-Qur’an, 1973.

Zain, Lukman, Hikmah Walimah Urs Dengan Kehormatan Perempuan Persepektif Hadis,
Jurnal: Diya al-Afkar Vol. 4 2016.

60

Anda mungkin juga menyukai