Anda di halaman 1dari 13

MINI PROJECT

PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KESEHATAN KELUARGA PADA PENDERITA ISPA DI


PUSKESMAS KOTA UTARA TAHUN 2019

Disusun Sebagai Bagian dari Persyaratan Menyelesaikan Program Internship Dokter Indonesia Provinsi
Gorontalo di Puskesmas Kota Utara Periode 10 Juni – 10 Oktober

Disusun oleh:

Dr. Diana Susanti

Pendamping

Dr. Yeni Utiarahman

DINAS KESEHATAN KOTA GORONTALO

PUSKESMAS KOTA UTARA

2019
ABSTRAK

Ispa atau infeksi saluran nafas akut merupakan salah satu penyakit yang banyak menyebabkan
kematian pada balita. Ispa adalah suatu penyakit yang terbanyak diderita oleh anak-anak baik di negara
paparan asap rokok adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). ISPA pada balita menjadi penyebab
utama kunjungan balita ke pelayanan kesehatan dan kematian balita di Indonesia.

Rokok sebagai salah satu resiko timbulnya ispa merupakan pembunuh nomor tiga setelah jantung
koroner dan kanker, satu batang rokok membuat umur memendek 12 menit 10.000 perhari orang di dunia
mati karena merokok. 57.000 orang pertahun mati di Indonesia karena merokok, kenaikan konsumsi
rokok Indonesia tertinggi di dunia yaitu 44%. Di Indonesia prevalensi merokok dari tahun 1995 sampai
2001 di kalangan orang dewasa meningkat menjadi 31,5% dari 26,9% (Depkes, 2008). Pada tahun 2001
62,2% dari pria dewasa merokok, dibandingkan pada tahun 1995 yang berkisar 53,4%, Sebanyak 1,3%
perempuan dilaporkan merokok secara teratur pada tahun 2001 prevalensi menurut kelompok umur
meningkat pesat setelah 10 sampai 14 tahun diantara laki-laki dari 0,7%.

Sementara itu berdasarkan data Depkes RI jumlah perokok dalam suatu keluarga cukup tinggi
rata-rata dalam satu keluarga terdapat 1-2 orang yang merokok dengan jumlah batang yang dihisap antara
1-2 bungkus perhari.

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh asap rokok terhadap kesehatan tubuh
anggota keluarga yang terkena ispa di Puskesmas Kota Utara Pada Tahun 2019. Jenis penelitian ini adalah
deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan Cross sectional. Populasi penelitian ini berjumlah
sampel 180 orang menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian dengan uji chi square
menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asap rokok terhadap kesehatan Anggota
Keluarga yang terkena ISPA di Puskesmas dengan nilai p = 0,000. Disarankan semua anggota keluarga
yang berusia dewasa agar tidak merokok disekitar anak dikarenakan system imunitas anak masih lemah
belum sempurna sehingga lebih berisiko terkena pajanan penyakit. Dan angka resiko kesakitan lebih besar
terjadi pada perokok pasif daripada perokok aktif.

Kata kunci: ISPA, pengaruh asap rokok bagi kesehatan tubuh


PENDAHULUAN

Infeksi pernafasan akut (Ispa) adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas
mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti
sinus, rongga telinga tengah dan pleura.

Penyakit ispa dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri virus, mycoplasma dan
jamur. Ispa bagian atas umumnya disebabkan oleh virus sedangkan ispa bagian bawah dapat disebabkan
oleh bakteri , virus dan mycoplasma.

ISPA merupakan penyakit yang dapat dialami oleh segala umur terutama orang-orang yang
memiliki daya tahan tubuh kurang seperti bayi, balita dan anak. Manifestasi ISPA mulai dari gejala yang
ringan sampai berat. Setiap tahun Indonesia menyumbangkan angka kematian bayi dan balita (AKABA)
yang disebabkan oleh ISPA.

Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 penyebab kematian anak usia kurang
dari lima tahun di dunia yaitu pneumonia (14%), diare (14%)., infeksi lain (9%), malaria (8%) dan
noncomunicable disease (4%). Angka kejadian pneumonia sudah mengalami penurunan namun masih
menjadi penyebab kematian balita tertinggi. Angka kematian balita di Indonesia menjadi peringkat
pertama dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya, pada tahun 2011, 2012 dan 2013 angka
kematian balita sebesar 162.000 balita, 149.000 balita dan 136.000 balita. Pada tahun 2011 sebesar
28,7% kejadian ISPA penyebab kematian pada balita, pada tahun 2012 tidak terjadi perubahan persentase
yang signifikan yaitu 29,1% dan 28.2% pada tahun 2013 (Depkes, 2014).

Berdasarkan Profil Kesehatan tahun 2017, Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun
2016 sebesar 0,22% pada tahun 2017 menjadi 0,34%. Pada tahun 2017, Angka kematian akibat
Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok anak
umur 1 – 4 tahun sebesar 0,23%. Angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak mengalami
perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Peningkatan cakupan pada tahun 2015 – 2017
dikarenakan adanya perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%, selain itu ada
peningkatan dalam kelengkapan pelaporan dari 91,91% pada tahun 2015 menjadi 94,12% pada tahun
2016 dan 97,30% pada tahun 2017. Sementara perkiraan kasus Pneumonia pada balita di Gorontalo
adalah berkisar 70.00% (Profil kesehatan Indonesia, 2017).

Tingginya angka kejadian ISPA pada balita disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah
faktor instrinsik, faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, status asi
ekslusif, status imunisasi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi kondisi fisik lingkungan rumah,
kepadatan hunian, polusi udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok, penggunaan bahan bakar, serta faktor
perilaku baik pengetahuan dan sikap ibu (Suryani, dkk, 2015).

Anak balita rentan terkena penyakit ISPA karena sistem imunitas anak masih lemah belum
sempurna sehingga lebih beresiko terkena pajanan penyakit. Selain itu tingginya resiko ISPA pada anak
yang berusia <36 bulan kemungkinan disebabkan karena pada usia tersebut anak lebih banyak melakukan
aktivitas di dalam rumah sehingga rentan terpajan faktor lingkungan, seperti anggota keluarga yang
merokok, penggunaan obat nyamuk bakar di dalam rumah, dan juga sumber infeksi yang berasal dari
keluarga (Anggia, 2015).

Perokok pasif adalah orang yang ikut menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok aktif
pada saat merokok. Menghirup asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok
sendiri bahkan bahaya yang harus ditanggung perokok pasif tiga kali lipat dari perokok aktif. Penyakit
yang dapat diderita perokok pasif ini tidak lebih baik dari perokok aktif.

Rokok salah satu bahan adiktif artinya dapat menimbulkan ketergantungan bagi pemakainya.
Sifat adiktif rokok berasal dari nikotin yang dikandungnya. Setelah seseorang menghirup asap rokok,
dalam 7 detik nikotin akan mencapai ke otak. Merokok dapat menyebabkan beberapa penyakit berbahaya
seperti kanker, penyakit pernapasan kronis, dan penyakit jantung, impoten, bahkan dapat menyebabkan
kematian dini.

Rokok dan asapnya mempunyai dampak yang buruk bagi kesehatan. Tidak hanya bagi perokok
itu sendiri, tetapi juga bagi perokok pasif yang hanya ikut menghirup asapnya. Dilihat dari bahan-bahan
yang berbahaya dalam rokok, nikotin dapat menaikkan tekanan darah dan mempercepat denyut jantung
hingga pekerjaan jantung menjadi lebih berat, karbon monoksida dapat menyingkirkan oksigen yang
dibutuhkan tubuh dengan mengikat dirinya pada HB darah, dan tar memicu timbulnya kanker.

Asap rokok yang baru mati di asbak mengandung 3 kali lipat bahan pemicu kanker di udara dan
50 kali mengandung bahan pengiritasi mata dan pernapasan. Seseorang yang mencoba merokok biasanya
akan ketagihan karena rokok bersifat candu. Dari pendapat ini kita tahu bahwa asap rokok mengandung
komponen-komponen dan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Banyaknya komponen tersebut tergantung
pada tipe tembakau, temperatur pembakaran, panjang rokok, porositas kertas pembungkus, bumbu rokok
serta ada tidaknya filter.

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-
paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak
(hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel
dan penumpukan lender.

Prevalensi perokok di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Riskesdas
tahun 2007, 65,6% laki-laki di Indonesia adalah perokok, tahun 2010 meningkat menjadi 65,9% dan
tahun 2013 meningkat lagi menjadi 68.8%. Sedangkan proporsi penduduk perempuan yang perokok pada
tahun 2007 sebesar 5,2%, tahun 2010 sebesar 4,2% dan tahun 2013 meningkat tajam menjadi 6,9%.
Tingginya angka perokok di Indonesia menyebabkan 97 juta orang Indonesa non perokok
METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitik yang
bertujuan untuk mengetahui pengaruh asap rokok terhadap kesehatan tubuh keluarga pada penderita ispa
di Puskesmas Kota Utara Gorontalo. Penelitian ini menggunakan rancangan Cross sectional dimana
variabel independen dan variabel dependen diteliti secara langsung dalam waktu bersamaan. Lokasi
penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kota Utara karena diwilayah kerja puskesmas ini
banyak terdapat bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lansia yang mengalami penyakit ISPA. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2019. Populasi penelitian ini adalah keseluruhan
pada usia bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lansia yang datang berobat ke Puskesmas Kota Utara
pada tahun 2019 periode Agustus sampai September yang terdiagnosa ISPA.

Pengambilan sampel ini menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria inklusi: a. bayi
berusia 0 - 12 bulan yang berobat ke Puskesmas Kota Utara berjumlah 30. b. Balita berusia 1 - 5 tahun
yang berobat ke Puskesmas Kota Utara berjumlah 30. c. Anak berusia 5 - 11 tahun. yang berobat ke
Puskesmas Kota Utara berjumlah 30. d. Remaja berusia 12 - 25 tahun. yang berobat ke Puskesmas Kota
Utara berjumlah 30. e. Dewasa berusia 26 – 45 tahun yang berobat ke Puskesmas Kota Utara berjumlah
30. f. Lansia berusia 46 - 65 tahun yang berobat ke Puskesmas Kota Utara berjumlah 30. Dengan total
sampel sebesar 180 responden.

Hasil penelitian

Table 1. Distribusi Frekuensi pada Responden Berdasarkan Karakteristik Usia Di Puskesmas Kota Utara
Gorontalo.

karakteristik F %
Usia
Usia bayi 30 16,7
Usia balita 30 16,7
Usia anak 30 16,7
Usia remaja 30 16,7
Usia dewasa 30 16,7
Usia lansia 30 16,7
Total 180 100

Pada tabel diatas dapat dilihat berdasarkan karateristik usia. Pada usia bayi terdapat sebanyak 30
responden (16,7%), usia balita sebanyak 30 responden (16,7%), usia anak sebanyak 30 responden
(16,7%), usia remaja sebanyak 30 responden (16,7%), usia dewasa sebanyak 30 responden (16,7%) dan
pada usia lansia sebanyak 30 responden (16,7%).
Table 2. Distribusi Frekuensi pada Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis Kelamin Di Puskesmas
Kota Utara Gorontalo

Karakteristik F %
Jenis kelamin
Laki-laki 102 56,6
Perempuan 78 43,4
Total 180 100

Dari tabel diatas berdasarkan karakteristik jenis kelamin. Pada jenis kelamin laki-laki terdapat sebanyak
102 responden (56,6%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 78 responden (43,4%)

Tabel 3 Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Terpapar Asap Rokok pada Keluarga Responden
Di Puskesmas Kota Utara Gorontalo.

Terpapar Asap Rokok F %


Tdk terpapar 60 33,3
Terpapar 120 66,7
Total 180 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas anggota keluarga responden dalam penelitian ini yang
terpapar asap rokok. Yang terpapar sebanyak 120 responden (66,7%) dan yang tidak terpapar sebanyak 60
responden (33,3%).

Tabel 4 Distribusi Frekuensi dan persentase berdasarkan terkena ISPA Pada Keluarga Responden Di
Puskesmas Kota Utara Gorontalo.

Hasil ISPA F %
Tidak ISPA 55 30,5
ISPA 125 69,5
Total 180 100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas anggota keluarga responden dalam penelitian ini
menderita ISPA sebanyak 125 responden (69,5%) dan yang tidak menderita sebanyak 55 responden
(30,5%).

Table 5,6 Pengaruh Asap Rokok Terhadap Kesehatan Keluarga Pada Penderita ISPA Di Puskesmas Kota
Utara Gorontalo

Rokok Total
Ya Tidak
Keluarga Bayi Jumlah 25 5 30
% 83,3% 16,7% 100,0%
Balita Jumlah 23 7 30
% 76,7% 23,3% 100,0%
Anak Jumlah 18 12 30
% 60,0% 40,0% 100,0%
Remaja Jumlah 20 10 30
% 66,7% 33,3% 100,0%
Dewasa Jumlah 20 10 30
% 66,7% 33,3% 100,0%
Lansia Jumlah 20 10 30
% 66,7% 33,3% 100,0%
Total Jumlah 126 54 180
% 70,0% 30,0% 100,0%

Hasil Total
ISPA Tdk ISPA
Keluarga Bayi Jumlah 22 8 30
% 73,3% 26,7% 100,0%
Balita Jumlah 25 5 30
% 83,3% 16,7% 100,0%
Anak Jumlah 22 8 30
% 73,3% 26,7% 100,0%
Remaja Jumlah 18 12 30
% 60,0% 40,0% 100,0%
Dewasa Jumlah 11 19 30
% 36,7% 63,3% 100,0%
Lansia Jumlah 9 21 30
% 30,0% 70,0% 100,0%
Total Jumlah 107 73 180
% 59,4% 40,6% 100,0%

Berdasarkan tabel 5,6 Pengaruh Asap Rokok Terhadap Kesehatan Keluarga Pada Penderita ISPA Di
Puskesmas Kota Utara Gorontalo.

Menunjukkan bahwa proporsi bayi, balita, anak, remaja, dewasa dan lansia yang terpapar dengan asap
rokok lebih banyak ditemukan pada keluarga yang berusia bayi dan balita. Pada usia bayi yaitu sebanyak
25 (83,3%), usia balita yaitu sebanyak 23 (76,6%). Dibandingkan yang tidak terpapar asap rokok pada
usia bayi sebanyak 5 (16,7%), usia balita sebanyak 7 (23,3%). Sedangkan yang menunjukan bahwa
pengaruh asap rokok pada penderita yang terkena ISPA ditemukan pada keluarga yang berusia bayi,
balita dan anak. Pada usia bayi yaitu sebanyak 22 (73,3%), usia balita 25 (83,3%) dan pada usia anak
sebanyak 22 (73,3%). Dibandingkan yang tidak terkena ispa pada usia bayi sebanyak 8 (26,7%), usia
balita 5 (16,7%) dan pada usia anak sebanyak 8 (26,7%). Dan berdasarkan hasil penelitian chi square
dengan nilai signifikasinya adalah 0,000. Dengan demikian, secara statistik terdapat pengaruh asap rokok
terhadap kesehatan tubuh anggota keluarga yang berumur bayi dan balita yang terkena ispa di puskesmas
Kota Utara. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai r 29,151 dimana dikatakan pada koefisien
korelasi mempunyai hubungan yang sangat kuat. Semakin usia yang paling dibawah makin mudah
terkena ISPA.
PEMBAHASAN

Hasil penelitian, mayoritas bayi responden 25 (83,3%), balita responden 23 (76,6%) terpapar asap rokok,
dan bayi responden 5 (16,7%) dan balita responden 7 (23,3%) yang tidak terpapar asap rokok. Rokok
merupakan salah satu zat adiktif, yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi
individu dan masyarakat. Berdasarkan dari data diatas yang didapat bahwa sebagian besar masih
merokok. Hasil penelitian ini di dukung oleh pendapat Sapphire (2009) yang mengatakan bahwa perokok
pasif adalah orang yang ikut menghisap asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok aktif pada saat
merokok. Menghisap asap rokok orang lain lebih berbahaya dibandingkan menghisap rokok sendirian.

Dari pertanyaan pendukung pada kuesioner banyak didapatkan hasil lamanya keterpaparan sirkulasi asap
rokok didalam rumah dari 22 bayi, 25 balita dan anak 22 yang mengalami ISPA, hasil dari kuesioner
sebagian besar dalam rumah terpapar asap rokok >30 menit /hari. Menurut Hidayati (2009) Paparan asap
rokok selama 30 menit saja dapat meningkatkan jumlah sel dinding dalam pembuluh darah, menambah
beban oksidasi, menyebabkan kerusakan sel endotel dan penggumpalkan sel pembeku darah yang
menyebabkan penyempitan dan kekakuan pembuluh darah. Dan berdasarkan jumlah rokok yang dihisap
didapatkan sebagian besar anggota keluarga menghisap rokok <10 batang/hari. Dan berdasarkan hasil
kuesioner keadaan pintu dan jendela ketika ada yang merokok didalam rumah, 22 bayi, 25 balita dan
anak 22 yang mengalami ispa hampir semua keluarga responden mengkondisikan keadaan pintu dan
jendela dalam keadaan terbuka saat ada anggota keluarga yang merokok didalam rumah. Menurut
Maryani (2012) ruangan yang tertutup juga sangat tidak aman apabila ada yang merokok, sebab sirkulasi
udara yang berputar-putar disana dapat mencemari seluruh ruangan. Kebiasaan merokok didalam rumah
dan dikantor justru dapat membahayakan orang yang ada disekitarnya.

Hasil yang terkena ISPA Pada Bayi, Balita dan Anak Responden di Puskesmas Kota Utara Gorontalo

Hasil penelitian mayoritas bayi yang mengalami ispa sebanyak 22 (73,3%), balita sebanyak 25 (83,3%)
dan anak sebanyak 22 (73,3%). Sedangkan yang tidak mengalami ISPA, pada bayi sebanyak 8 (26,7%) ,
pada balita 5 (16,7%) dan pada anak sebanyak 8 (26,7%). Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi
Saluran Pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Asap rokok dari penghuni
rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran dalam ruang tempat tinggal yang serius
serta akan menambah resiko kesakitan dari bahan toksik pada anak-anak. Paparan yang terus menerus
akan menimbulkan gangguan pernafasan akut dan gangguan paru-paru pada saat dewasa (Hidayati, 2009)
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan balita responden berpenyakit ISPA sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki yaitu sebanyak 102 (56,6%). Menurut Widarini (2010), laki-laki dan perempuan
mempunyai resiko yang sama untuk mengalami ISPA, namun menurut hasil yang didapatkan dalam
penelitian ini, responden laki-laki yang lebih banyak sehingga dapat disimpulkan anak laki-laki lebih
beresiko terkena ISPA dibandingkan dengan anak perempuan. Dan dari segi aktifitas anak laki-laki lebih
dekat dengan ayah, pada seseorang ayah yang mempunyai kebiasaan merokok maka akan mudah untuk
terpaparnya asap rokok dan besar kemungkinan akan memicu terjadinya ISPA.

Analsis bivariat dilakukan untuk melihat pengaruh asap rokok terhadap kesehatan tubuh anggota keluarga
yang terkena ISPA di Puskesmas Kota Utara. Analisis hubungan ini menggunakan uji chi square.
Berdasarkan hasil penelitian, di peroleh signifikasi sebesar p value = 0,000 kurang dari α (0,05). Asap
rokok adalah sebuah campuran asap yang dikeluarkan dari hasil pembakaran tembakau yang mengandung
polyclinic hydrocarbons (PAHs) dan berbahaya bagi kesehatan (Depkes, 2011). Manusia yang menghirup
asap rokok bisa disebut perokok pasif dan berisiko lebih besar pada kesehatan hal ini sesuai dengan
penelitian Citra (2012) bahwa perokok pasif lebih rentan terkena penyakit gangguan pernafasan dibanding
dengan perokok aktif. Hal ini didukung oleh pendapat Sahroni (2012) yang mengatakan bahwa pada
keluarga yang merokok, secara statistik bayi dan balita mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali
lipat dibandingkan dengan balita dari keluarga yang tidak merokok. Di samping itu terjadinya ISPA pada
bayi dan balita selain karena dipengaruhi adanya keterpaparan asap rokok juga dipengaruhi oleh faktor
intrisik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, status asi ekslusif, status imunisasi.
Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi kondisi fisik lingkungan rumah, kepadatan hunian, polusi udara, tipe
rumah, ventilasi, asap rokok dan penggunaan bahan bakar.

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Adanya pengaruh asap rokok terhadap kesehatan keluarga pada penderita ispa di Puskesmas Kota
Utara. Paling banyak terjadi pada kelurga yang berusia bayi, balita dan anak. Tingginya angka kejadian
ISPA pada bayi, balita dan anak disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor instrinsik,
faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin, status gizi, status asi ekslusif, status
imunisasi. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi kondisi fisik lingkungan rumah, kepadatan hunian, polusi
udara, tipe rumah, ventilasi, asap rokok dan penggunaan bahan bakar.

Asap rokok merupakan masalah panting karena berdampak buruk terhadap kesehatan. Asap
rokok dengan segala zat yang dikandungnya akan memberikan efek yang merugikan kesehatan,
terutama pada system pernafasan.

Pajanan asap rokok ini dapat menyebabkan kelainan pada mukosa saluran napas, kapasiti
ventilasi serta fungsi sawar alveolar/kapiler. Akibat pajanan asap rokok ini tidak hanya terjadi pada
perokok aktif saja tetapi juga pada perokok pasif.

Berhenti merokok merupakan cara terbaik menghindari dan mengurangi dampak buruk terhadap
asap rokok.

Banyak penyakit yang muncul akibat dari rokok dan kebiasaan merokok. terdapat upaya untuk
penanggulangan bahaya rokok ini antara lain dengan upaya penerangan dan penyuluhan khususnya bagi
generasi muda, upaya prevensi dan motivasi untuk menghentikan kebiasaan merokok, dan menguyah
permen bagi perokok yang susah mengentikan kebiasaan merokoknya.

SARAN

Untuk kepada Dinas Kesehatan, perlu lebih memaksimalkan upaya penyuluhan. Melalui media televisi
pada sore hari dimana seluruh anggota keluarga biasanya berada di rumah sehingga penyuluhan bias
tersampaikan. Penyuluhan tidak hanya disampaikan oleh dokter tetapi disampaikan pula oleh pegawai
puskesmas atau petugas kesehatan.
Pemerintah lebih menggalakan peraturan pemerintah tentang larangan merokok ditempat umum dan lebih
dipertegaskan dengan sangsi.

Kesadaran kepada tiap keluarga untuk tidak memiliki kebiasaan merokok dimulai dari lingkungan terkecil
yaitu keluarga dengan cara mendidik mulai anak-anak dengan pengawasan ketat, serta peningkatan
kesadaran bagi keluarga yang memiliki anggota keluarga yang perokok untuk tidak membiasakan
merokok didalam rumah dengan cara menegur untuk merokok diluar rumah, dan peningkatan kesadaran
perokok untuk berhenti merokok sama sekali.

Bagi petugas kesehatan agar meningkatkan program promotif dengan cara video edukasi ataupun video
testimoni cara berhenti merokok dan preventif agar angka kejadian ISPA pada usia bayi, balita dan anak
berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Nurjanah, Lily Kresnowati, Abdun Mufid. 2014. Gangguan Fungsi Paru dan Kadar Continin Pada Urin
Karyawan yang Terpapar Asap Rokok Orang Lain. Semarang.

Armstrong, Sue. 2018. Pengaruh Rokok Terhadap Kesehatan . Jakarta

Anggia, D. (2015). Hubungan Faktor Ibu, Anak Dan Lingkungan Dengan Kejadian ISPA Pada Anak
Balita Di Puskesmas Pakis Surabaya. (Diakses pada tanggal 19 Mei 2019)

Citra, (2012). Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja

Depkes RI, (2014), Kualitas Udara dalam Rumah terhadap ISPA pada Balita. Jakarta Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.

Fillacano, R. (2013). Hubungan Lingkungan Dalam Rumah Terhadap ISPA Pada Balita Di Kelurahan
Ciputat Kota Tanggerang Selatan. ( Diakses pada tanggal 06 Mei 2019)

Hidayati N. 2009. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Ispa Pada Balita Di
Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan KotoTangah Kota Padang

Lilis, Z. (2015). Gambaran Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Balita Di Puskesmas Bungah Kabupaten Gresik. (Diakses pada tanggal
19 April 2019) Maryani, R. (2012). Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah Dan Kebiasaan
Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Kelurahan

Bandarharjo Kota Semarang. (Diakses pada tanggal 05 april 2019) Maryunani, A. (2010). Ilmu Kesehatan
Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media. Mifta, R. (2014). Hubungan Merokok Anggota
Keluarga Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita Di Wilayah Puskesmas
Paciran Kabupaten Lamongan. (Diakses pada tanggal 06 april 2019) Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Asdi Mahasatya.

Rahmawati. (2012). Prilaku Hidup Bersih Dan Sehat. Yogyakarta : Nuha Medika.
Ribka, Nasry, N & Wahihuddin. (2013). Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada
Balita Di Lembang Batu Sura’. (Diakses pada tanggal 15 September 2019)

Riskesdas. (2015). Balai Penelitian Dan Pengembangan Kementrian Kesehatan RI. Sapphire, 2009.
Bahaya Perokok pasif (http://jfsinstink.com) diakses tanggal 14 September 2019

Stefanus & Gene, H. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Dengan Kebiasaan Merokok Anggota
Keluarga Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Umur 1-4 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Tumpaan
Kabupaten Minahasa Selatan.(Diakses pada tanggal 15 September 2019)

Sahroni, R. (2012). Hubungan Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut Pada Balita Di Puskesmas Ajung Kabupaten Jember. (Diakses pada tanggal 14
september 2019)

Suryani, Edison, Julizar , N. ( 2015). Hubungan Lingkungan Fisik Dan Tindakan Penduduk
Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk.

Buaya. (Diakses pada tanggal 12 september 2019) Suyanto. (2011). Metodologi Dan Aplikasi Penelitian
Keperawatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Syutrika, K. (2014). Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga Dengan Kejadian Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Pada Anak Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ongkaw Kabupaten Minahasa
Selatan. (Diakses pada tanggal 12 september 2019)

Wijaya, I. (2014). Hubungan Kebiasaan Merokok, Imunisasi Dengan Kejadian Penyakit Pneumonia Pada
Balita Di Puskesmas Pabuaran Tumpeng KotaTangerang.

World Health Organization (WHO). (2015). Pencegahan & pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA)

Yuli , T. (2012). Hubungan Prilaku Merokok Orang Tua Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten.
KUESIONER MINI PROJECT

PENGARUH ASAP ROKOK TERHADAP KESEHATAN TUBUH ANGGOTA KELUARGA YANG


TERKENA ISPA DI PUSKESMAS KOTA UTARA

Tanggal pengisian:

Identitas responden:

i. Identitas
a. Nama :
b. Usia : tahun
c. Keluarga yang tinggal serumah: …. Bayi, …. Balita, ….. Anak, …. Remaja, ….. Dewasa,
….. Lansia, ….

Kejadian Infeksi Saluran Nafas Atas (ISPA)

No Pertanyaan ya Tidak
1 Apakah ada yang pernah / sedang menderita
batuk?

2 Apakah anda juga pernah / sedang menderita


pilek?

3 Apaka ketika batuk pilek, disertai demam?

4 Apakah pada saat batuk mengalami sesak?

5 Jika saat batuk, Apakah penderita batuk pilek


< 14 hari?
6 Jika saat batuk, Apakah penderita batuk pilek
disertai demam < 14 hari?

Perilaku / Kebiasaan Merokok pada Anggota Keluarga :

No. Pertanyaan Ya Tidak


1. Apakah ada anggota keluarga anda yang merokok di lingkungan rumah?
2. Apakah jenis rokok yang dikonsumsi adalah rokok filter?
3. Apakah anggota keluarga anda mengkonsumsi rokok ≥ 20 batang / hari?
4. Apakah anggota keluarga anda merokok di dalam rumah?
5. Apakah rumah anda terpapar asap rokok ≥ 30 menit / hari?
6. Apakah ketika mengetahui ada anggota keluarga merokok, anggota
keluarga yang lain menasihatinya untuk berhenti merokok?
8. Jika ada anggota keluarga yang tidak nyaman dengan adanya asap rokok,
apakah orang yang merokok disekitar langsung mematikan rokoknya?
9. Apakah ada anggota keluarga merokok saat berkumpul dengan keluarga?
10. Ketika ada anggota keluarga yang merokok, apakah jendela terbuka?

Anda mungkin juga menyukai