Anda di halaman 1dari 30

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Sumber Daya Manusia

Pengertian Sumber Daya Manusia menurut Werther dan Davis

“menyatakan bahwa sumber daya manusia adalah pegawai yang siap, mampu,

siaga dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi”. Sebagaimana dikemukakan

bahwa dimensi pokok sisi sumber daya adalah kontribusinya terhadap

organisasi, sedangkan dimensi pokok manusia adalah perlakuan kontribusi

terhadapnya yang pada gilirannya akan menentukan kualitas dan kapabilitas

hidupnya (Sutrisno, Edy. 2009:4).

Sumber daya manusia berkualitas tinggi menurut Ndraha “adalah sumber

daya manusia yang mampu menciptakan bukan saja nilai berdasarkan

perbandingan tetapi juga nilai kompetitif, inovatif dengan menggunakan energi

tertinggi seperti intelligence, creativity dan imagination; tidak lagi

menggunakan energi kasar, seperti bahan mentah, lahan, air, tenaga otot dan

sebagainya (Sutrisno, Edy. 2009:4).

Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kerja pada

ayat 1 Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam

bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan

kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

10
11

Menurut Undang-Undang No. 75 tahun 2014 tentang puskesmas pada

pasal 16 ayat 1 Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga

Kesehatan dan tenaga non kesehatan. Ayat 3 Jenis Tenaga kesehatan paling

sedikit terdiri atas:

a) Dokter Atau Dokter Layanan Primer;

b) Dokter Gigi;

c) Perawat;

d) Bidan;

e) Tenaga Kesehatan Masyarakat;

f) Tenaga Kesehatan Lingkungan;

g) Ahli Teknologi Laboratorium Medik;

h) Tenaga Gizi; Dan

i) Tenaga Kefarmasian.

Serta ayat 4 Tenaga non kesehatan harus dapat mendukung kegiatan

ketatausahaan, administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan

operasional lain di Puskesmas.

B. Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Budaya adalah suatu sistem pembagian nilai dan kepercayaan yang

berinteraksi dengan orang dalam suatu organisasi, struktur organisasi dan

sistem kontrol yang menghasilkan norma perilaku (G. Owens, Robert

dalam Tika, Moh. Pabundu, 2014 : 3)


12

Organisasi adalah pengaturan personil guna memudahkan

pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi

dan tanggung jawab (Philip Selznick dalam Moh. Pabundu Tika, 2010 : 4)

Budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah

eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten

oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota

baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan

merasakan terhadap masalah-masalah terkait seperti di atas (Peter F.

Druciker dalam Moh. Pabundu Tika 2010 : 4)

Budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan

yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan

dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan

masalah integrasi internal (Phithi Sithi Amnuai dalam Moh. Pabundu Tika,

2014 : 4)

Budaya organisasi juga dapat didefinisikan sebagai perangkat

sistem nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan (beliefs) asumsi-asumsi

(assumptions), atau norma-norma yang telah lama berlaku, disepakati dan

diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagi pedoman perilaku dan

pemecahan masalah-masalah organisasinya (Edy Sutrisno 2010, 2)

2. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Stepen Robbins dalam Moh. Pabundu Tika (2014 : 10-12)

menyatakan ada 10 (sepuluh) karakteristik yang apabila dicampur dan


13

dicocokkan, akan menjadi budaya organisasi. Karakteristiknya yaitu antara

lain :

a. Inisiatif Individual

Yang dimaksud inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab,

kebebasan atau idenpedensi yang dipunyai suatu individu dalam

mengemukakan pendapat. Inisiatif individu tersebut perlu dihargai

oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut

ide untuk memajuka dan mengembangkan organisasi atau perusahaan.

b. Toleransi terhadap Tindakan Beresiko

Dalam budaya organisasi perlu ditekankan, sejauh mana para pegawai

dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif, dan mengambil

risiko. Suatu budaya organisasi dapat dikatakan baik, apabila dapat

memberikan toleransi kepada anggota atau para pegawai untuk dapat

bertindak agresif dan inovatif untuk memajukan organisasi atau

perusahaan serta berani mengambil risiko terhadap apa yang

dilakukannya.

c. Pengarahan

Pengarahan dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat

menciptakan dengan jelas sasaran dan harapan yang diinginkan.

Sasaran dan harapan tersebut jelas tercantum dalam visi, misi, dan

tujuan organisasi. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap kinerja

organisasi.

d. Integrasi
14

Integrasi dimaksudkan sejauh mana suatu organisasi dapat mendorong

unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara yang terkoordinasi.

Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong

kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dihasilkan.

e. Dukungan Manajemen

Dukungan manajemen dimaksudkan sejauh mana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang

jelas terhadap bawahan. Perhatian manajemen terhadap karyawan

sangat membantu kelancaran kinerja suatu organisasi.

f. Kontrol

Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau

norma-norma yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk itu

diperlukan sejumlah pengaturan dan jumlah pengawas (atasan

langsung) yang dapat digunakan untuk mengawasi dan mengendalikan

perilaku karyawan dalam suatu organisasi.

g. Identitas

Identitas dimaksudkan sejauh mana para karyawan organisasi dapat

mengidentifikasi dirinya sebagai satu kesatuan dalam organisasi dan

bukannsebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian profesional

tertentu. Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam organisasi sangat

membantu manajemen dalam mencapai tujuan dan sasran organisasi.

h. Sistem Imbalan
15

Sistem imbalan dimaksudkan sejauh mana alokasi imbalan (seperti

kenaikan gaji, promosi, dan sebagainya) didiasarkan atas prestasi kerja

pegawai, bukan sebaliknya didasarkan atas senioritas, sikap pilih

kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan yang didasarkan atas prestasi

kerja kerja pegawai dapat mendorong pegawai suatu organisasi untuk

bertindak dan berprilaku inovatif dan mencari prestasi kerj yang

maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimiliknya.

Sebaliknya, sistem imbalan yang didasarkan atas senioritas dan pilih

kasih, akan berakibat tenaga kerja yang punya kemampuan dan

keahlian dapat berlaku pasif dan prustasi. Kondisi semacam ini dapat

berakibat kinerja organisasi menjadi terhambat.

i. Toleransi terhadap Konflik

Sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan

kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat merupakan fenomena yang

sering terjadi dalam suatu organisasi. Namun, perbedaan pendapat atau

kritik yang terjadi bisa dijadikan sebagai media untuk melakukan

perbaikan atau perubahan strategi untuk mencapai tujuan suatu

organisasi.

j. Pola Komunikasi

Sejauh mana komunikasi dibatasi oleh hirarki kewenangan yang

formal. Kadang-kadang hirarki kewenangan dapat meghambat

terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antara

karyawan itu sendiri.


16

3. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Robbin (2001) dalam Edy Sutrisno (2010 : 10), fungsi budaya

organisasi yaitu :

1) Budaya mempunyai suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa

budaya kerja menciptakan pembedaan yang jelas antara satu

organisasi dengan yang lain.

2) Budaya organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-

anggota organisasi.

3) Budaya organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen

pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual.

4) Budaya organisasi itu meningkatkan kemantapan sistem sosial.

b. Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki dalam Moh. Pabundu

Tika (2014 : 13), fungsi budaya organisasi yaitu :

1) Memberikan identitas organisasi kepada karyawan

2) Memudahkan komitmen kolektif

3) Mempromosikan stabilitas sistem sosial

4) Membentuk perilaku dengan membantu manajer merasakan

keberadaanya.

4. Manfaat Budaya Organisasi

Beberapa manfaat budaya organisasi dikemukakan oleh Robins (1993)

dalam Edy Sutrisno (2014 : 27-28), yaitu :


17

a. Membatasi peran yang membedakan antara organisasi yang satu

dengan organisasi yang lain. Setiap organisasi mempunyai peran yang

berbeda sehingga perlu memiliki akar budaya yang kuat dalam sistem

dan kegiatan yang ada dalam organisasi.

b. Menimbulkan rasa memiliki identitas bagi para anggota organisasi.

Dengan budaya organisasi yang kuat, anggota-anggota organisasi akan

merasa memiliki identitas yang merupakan ciri khas organisasi.

c. Mementingkan tujan bersama daripada mengutamakan kepentingan

individu.

d. Menjaga stabilisasi organisasi. Kesatuan komponen-komponen

organisasi yang direkatkan oleh pemahaman budaya yang sama akan

membuat kondisi organisasi relatif stabil.

5. Pembentukan Budaya Organisasi

Ada beberapa unsur yang berpengaruh terhadap pembentuk budaya

organisasi, yaitu sebagai berikut (Moh. Pabundi Tika, 2014 : 16-17) :

a. Lingkungan usaha

Kelangsungan hidup organisasi ditentukan oleh kemampuan organisasi

memberi tanggapan yang tepat terhadap peluang dan tantangan

lingkungan. Lingkungan usaha merupakan unsur yang menentukan

terhadap apa yang harus dilakukan perusahaan agar bisa berhasil.

b. Nilai-nilai
18

Nilai-nilai adalah keyakinan dasar yang dianut oleh sebuah organisasi.

Setiap organisasi yang mempunyai nilai-nilai sebagai pedoman dan

bertindak bagi semua warga dalam mencapai tujuan dan misi

organisasi. Nilai-nilai inti yang dapat dianut bersama oleh anggota

organisasi antara lain dapat berupa selogan atau moto yang dapat

berfungs sebagai :

1) Jati diri

2) Harapan Konsumen

c. Pahlawan

Pahlawan adalah tokoh yang dipandang berhasil mewujudkan nilai-

nilai budaya dalam kehidupan nyata. Pahlawan bisa berasal dari

pendiri menciptakan nilai-nilai organisasi. Mereka merupakan idola

yang patut diikuti oleh karyawan. Mereka merupakan idola yang patut

diikuti oleh karyawan. Mereka bisa menumbuhkan idealisme,

semangat dan tempat mencari petunjuk bila terjadi kesulitan atau

masalah dalam organisasi.

d. Ritual

Ritual merupakan deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan

dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi itu, tjuan apakah yang

paling penting, orang-orang manakah yang penting dan mana yang

dapat dikorbankan. Ritual merupakan tempat di mana organisasi secara

simbolis menghormati pahlawan-pahlawannya. Karyawan yang


19

berhasil memajukan organisasi diberikan penghargaan yang

dilaksanakan secara ritual setiap tahunnya.

e. Jaringan Budaya

Jaringan budaya adalah jaringan komunikasi internal yang pada

dasarnya merupakan saluran komunikasi primer. Fungsinya

menyalurkan informasi dan memberi interpretasi terhadap informasi.

6. Proses Pembentukan Budaya Organisasi

Menurut Schein dalam Moh. Pabundu Tika (2014 :17-18), terbentuknya

suatu budaya organisasi dapat dianalisis dari tiga teori sebagai berikut :

a. Teori Sociodynamic

Teori ini menitikberatkan pengamatan secara detail mengenai

kelompok pelatihan, kelompok terapi, dan kelompok kerja yang

mempunyai proses interpersonal dan emosional guna membantu

menjelaskan apa yang dimaksud dengan share terhadap pandangan

yang sama dari suatu masalah dan mengembangkan share tersebut.

b. Teori Kepemimpinan

Teori ini menekankan hubungan antara pimpinan dengan kelompok

dan dan efekpersonalitas dan gaya kepemimpinan terhadap formasi

kelompok yang sangat relevan dengan pengertian bagaimana budaya

terbentuk. Untuk itu teori kepemimpinan terbagi menjadi 2 (dua)

bagian yaitu :

1) Tugas kepemimpinan dan kelompok


20

2) Gaya kepemimpinan dan kelompok

c. Teori Pembelajaran (Learning Theory)

Teori ini memberikan bagaimana kelompok mempelajari kognitif,

perasaan dan penilaian. Secara struktural ada dua tipe pembelajaran

yaitu :

a) Situasi penyelesain masalah secara positif

b) Situasi menghindari kegelisahan.

Proses pembelajaran dimaksudkan untuk pewarisan budaya

organisasi kepada anggota baru dan organisasi.

C. Artribut Budaya Organisasi dengan Menggunakan Pendekatan

Competing Values Framework

1. Artribut Budaya Organsisasi atau Jenis-jenis Budaya Organisasi

Artribut atau jenis bidaya organisasi dapat ditentukan berdasarkan proses

informasi dan tujuannya (Moh. Pabundu Tika, 2014 : 7-9), yaitu sebagai

berikut :

a. Berdasarkan Proses Informasi

Budaya organisasi terbagi berdasarkan proses informasi, yaitu sebagai

berikut :

1) Budaya Rasional

Dalam budaya ini, proses informasi individual (klarifikasi sasaran

pertimbangan logika, perangkat pengarahan) diasumsikan sebagai


21

sarana bagi tujuan kinerja yang ditunjukkan (efisiensi,

produktivitas, dan keuntungan atau dampak).

2) Budaya Ideologis

Dalam budaya ini, pemrosesan informasi intuitif (dari pengetahuan

yang dalam, pendapat dan inovasi) diasumsikan sebagai sarana

bagi tujuan revitalisasi (dukungan dari luar, perolehan sumber daya

dan pertumbuhan).

3) Budaya Konsensus

Dalam budaya ini, pemrosesan informasi kolektif (diskusi,

partisipasi, dan kosensus) diasumsikan menjadi sarana bagi tujuan

kohesi (iklim, moral, dan kerja sama kelompok).

4) Budaya Hierarkis

Dalam budaya hierarkis, pemrosesan informasi formal

(dokumentasi, komputasi, dan evaluasi) diasumsikan sebagai

sarana bagi tujuan kesinambungan (stabilitas, control, dan

koordinasi)

b. Bedasarkan Tujuannya

Budaya organisasi berdasarkan tujuannya terbagi menjadi, yaitu :

1) Budaya organisasi perusahaan

2) Budaya organisasi publik

3) Budaya organisasi sosial


22

2. Kerangka Persaingan Nilai (Competing Values Framework)

Kerangka persaingan nilai (Competing Values Framework) mulai

dikembangkan sejak awal tahun 1980 dimulai dari studi mengenai

efektivitas organisasi oleh Quinn dan Rohrbaugh pada tahun 1981,

kemudian diikuti dengan studi-studi lainnya berkaitan dengan budaya,

kepemimpinan, struktur dan proses informasi dalam organisasi. Akhirnya

pada tahun 1999 Cameron dan Quinn mengembangkan kerangka

persaingan nilai itu. Kerangka persaingan nilai dilihat dari dua dimensi.

Dimensi yang pertama membedakan fokus fleksibilitas, kewenangan ,

dinamisme dari fokus stabilisas, perintah dan control. Dimensii kedua

membedakan fokus pada orientasi internal, integrasi dan kesatuan dari

fokus pada orientasi eksternal, diferensiasi produk dan persaingan

(Cameron dalam Tesis Sammy Fattah Hidayah, 2011 : 19)

Kedua dimensi tersebut membentuk 4 kuadran budaya, masing

menggambarkan tipe budayatertentu dengan perbedaan indikator

efektivitas masing-masing. Empat tipe atau jenis budaya itu adalah

sebeagai berikut (OCAI report dalam Tesis Sammy Fattah, 2011 : 19-24) :

a. Budaya Klan (Clan Culture)

Budaya organisasi yang bercirikan tempat kerja yang nyaman, dimana

orang-orang didalamnya berbagi banyak informasi pribadi, seperti

keluarga besar. Pimpinan dan kepala organisasi dipandang sebagai

mentor dan bahkan sebagai figur orang tua. Organisasi disatukan

berdasarkan rasa kesetiaan atau tradisi komitmen organisasi tinggi.


23

Organisasi menekankan pada manfaat jangka panjang dari

pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kepentingan besar

untuk menjaga kohesi dan moral organisasi. Kesuksesan didefinisikan

berdasakan sensitifitas terhadap pelanggan dan kepedulian terhadap

orang lain. Organisasi mengutamakan kerjasama, partisipasi dan

konsensus.

b. Budaya Adhokrasi (Adhoracracy Culture)

Budaya adhokrasi bercirikan tempat kerja yang dinamis,

kewiraswastaan dan kreatif. Orang-rang di dalamnya berani

bertanggung jawab dan mengambil resiko. Pimpinan organisasi

dianggap sebagai inovator dan mengambil resiko. Perekat organisasi

dalam komitmen bersama untuk selalu mencoba hal yang baru atau

inovasi dan bereksperimen. Organisasi dalam jangka panjang

menekankan pada pertumbuhan dan mendapatkan sumber daya baru.

Kesuksesan berarti mendapatkan produk dan layanan yang baru dan

unik. Menjadi pimpinan dalam produk dan layanan dianggap penting.

Organisasi mendorong individu dalam organisasi itu untuk mengambil

inisiatif.

c. Budaya Pasar (Market Culture)

Budaya organisasi yang bercirikan organisasi yang berorientasi pada

hasil dimana perhatian utamanya adalah bagaimana menuntaskan

tugas. Individu dalam organisasi saling berkompetisidan berorientasi

pada target. Pimpinan dalam organisasi adalah seorang pendorong


24

prestasi yang keras, produktif dan competitor. Mereka sangat teguh

dan penuh tuntutan. Perekat yang menjaga kesatuan organisasi adalah

keinginan untuk memenangkan kompetisi. Kesuksesan dan reputasi

menjadi perhatian utama. Fokus jangka panjang adalah pada aksi

kompetitif dan keberhasilan mencapai tujuan dan target yang terukur.

Kesuksesan didefinisikan berdasarkan bagaian dan penetrasi pasar.

Harga yang kompetitif dan kepentingan di pasar dianggap penting .

gaya organisasi adalah kompetitif dan penuh tuntutan berprestasi.

d. Budaya Hierarki (Hierarchy Culture)

Budaya organisasi bercirikan pada tempat kerja yang formal dan

terstruktur. Standar prosedur menentukan apa yang dikerjakan.

Pimpinan bangga sebagai kordinator dan ahli organisasi yang

memetingkan efektivitas. Menjaga organisasi yang lancar kerjanya

adalah prioritas utama. Aturan formal dan kebijakan formal adalah

yang menjadi kesatuan organisasi. Perhatian jangka panjang adalah

pada stabilitas dan kinerja dengan operasi yang lancar dan efisiensi.

Kesuksesan didefinisikan berdasarkan pemberian layanan atau produk

yang dapat diandalkan, rutinitas lancar dan berbiaya rendah.

Manajemen personel atau kepegawaian memperhatikan rasa aman

pegawai dan prediktibilitas.


25

D. Kinerja Organisasi

1. Pengertian Kinerja

Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan

organisasi dalam periode waktu tertentu (Parawiro Suntoro dalam Moh.

Pabundu Tika, 2014 : 121)

Menurut Miner dalam Edy Sutrisno (2010 : 170), kinerja adalah

bagaimana seseorang diharapkan dapat berfungsi dan berperilaku sesuai

dengan tugas yang telah dibebankan kepadanya.

Menurut Irianto dalam Edy Sutrisno (2010 :171),

mengungkapkan bahwa kinerja karyawan adalah prestasi yang diperoleh

seseorang dalam melakukan tugas.

Sedangkan menurut Corminck dan Tiffin dalam Edy Sutrisno

(2010 : 172), mengungkapkan kinerja adalah kuantitas, kualitas, dan

waktu yang digunakan dalam menjalankan tugas. Kuantitas adalah hasil

yang dapat dihitung sejauh mana seseorang dapat berhasil dapat berhasil

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kualitas adalah bagaimana

seseorang dalam menjalankan tugasnya, yaitu mengenai banyaknya

kesalahan yang dibuat, kedisiplinan dan ketepatan. Waktu kerja adalah

mengenai jumlah absen yang dilakukan, keterlambatan, dan lamanya

masa mencapaii tujuan kinerja dalam tahun yang telah dijalani.


26

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan

Menurut Prawirosentoro dalam Edy Sutrisno (2010 : 176-178), faktor-

faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah sebagai berikut :

a. Efektvitas dan Efisiensi

Dalam hubungannya dengan kinerja organisasi, maka ukuran baik

buruknya kinerja diikur oleh efektivitas dan efisiensi. Masalahnya

adalah bagaimana proses terjadinya efisiensi dan efektivitas

organisasi. Dikatakan efektif bila mencapai tujuan, dikatakan efisiensi

bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas

apakah efektif atau tidak. Artinya, efektivitas dari kelompok

(organisasi) bila tujuan kelompok tersebut dapat dicapai sesuai

dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisiensi berkaitan

dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya mencapai

tujuan organisasi.

b. Otoritas dan Tanggung Jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang dan tanggung jawab telah

didelegasikan dengan baik, tanpa adanya tumpang-tindih tugas.

Masing-masing karyawan yang ada dalam organisasi mengetahui apa

yang menjadi haknya dan tanggung jawabnya dalam rangka mencapai

tujuan organisasi. Kejelasan wewenang dan tanggung jawab setiap

orang dalam suatu organisasi akan mendukung kinerja karyawan

tersebut. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan


27

mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan

disiplin kerja yang tinggi.

c. Disiplin

Secara umum, disiplin menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat

yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan

organisasinya. Disiplin meliputi ketaatan dan hormat terhadap

perjanjian yang dibuat antara organisasi dan karyawan. Dengan

demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam organisasi itu

diabaikan atau sering dilanggar, maka karyawan mempunyai disiplin

yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk kepada ketaatan pada

organisasi, menggambarkan adanya disiplin yang baik.

d. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya piker, kreativitas dalam

bentuk ide dalam merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan

organisasi. Setiap inisiatif sebaiknya mendapat perhatian atau

tanggapan positif dari atasan, kalau memang dia atasan yang baik.

Atasan yang buruk akan selalu mencegah iisiatif bawahan, lebih-lebih

bawahan yang disenangi. Bila atasan selalu menghambat, tanpa

memberikan penghargaan berupa argumentasi yang jelas dan

mendukung, meyebabkan organisasi akan kehilangan energy atau

daya dorong untuk maju. Dengan perkataan lain, inisiatif karyawan

yang ada di dalam organisasi merupakan daya dorong kemajuan yang

akhirnya akan memengaruhi kinerja.


28

3. Penilaian Kinerja

Pada prinsipnya kinerja unit-unit organisasi di mana seseorang atau

sekelompok orang berada di dalamnya merupakan pencerminan dari

kinerja sumber daya manusia bersangkutan. Unutk mengetahui kinerja

karyawan diperlukan kegiatan-kegiatan khusus. Bernardin dan Russel

dalam Edy Sutrisno (2014 : 179-180) mengajukan enam kinerja primer

yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :

a. Quality

Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan

kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang

diharapkan.

b. Quantity

Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah.

c. Timeliness

Merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu

yang dikehendaki, dengan memperhatikan koordinasi output lain

serta waktu yang tersedia untuk kegiatan orang lain.

d. Cost Efectiveness

Merupakan tingkat sejauh penggunaan sumber daya organisasi

(manusia, keuangan, teknologi, dan material) dimaksimalan untuk

mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit

penggunaan sumber daya.

e. Need for Supervision


29

Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan

suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang

supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

f. Interpersonal Impact

Merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri,

nama baik, dan kerja sama antara rekan kerja dan bawahan.

Sedangkan menurut Dessler dalam Edy Sutrisno (2010 : 181-182),

menyatakan beberapa hal yang digunakan untuk menilai kinerja

disebutkan antara lain :

a. Keterampilan Merencanakan

1) Menilai dan menetapkan priorits dan bidang hasil.

2) Merancang rencana jangka panjang dan pendek yang realistis.

3) Merumuskan jadwal mungkin.

4) Mengantisipasi jadwal yang mungkin.

5) Mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dan hambatan-

hambatan ke arah pencapaian hasil yang dituntut.

b. Keterampilan Mengorganisasi

1) Mengelompokkan kegiatan demi penggunaan optimal atas

sumber-sumber personel dalam rangka mencapai tujuan.

2) Secara jelas mendefinisikan tanggung jawab dan batas wewenang

bawahan.

3) Meminimalkan kebingunan dan ketidakefisienan dalam operasi

dalam operasi kerja.


30

c. Keterampilan Mengarahkan

1) Kemampuan untuk memandu dan menyelia.

2) Menekankan proses motivasi, komunikasi, dan kepemimpinan.

d. Keterampilan Mengendali

1) Menetapkan prosedur yang tepat untuk terinformasi tentang

kemajuan tujuan kerja bawahan.

2) Mengidentifikasi simpangan dalam kemajuan tujuan kerja.

3) Menyesuaikan diri dalam kerja untuk dapat memastikan bahwa

tujuan yang ditetapkan telah dicapai.

e. Menganalisis Masalah

1) Menetapkan dana yang berhubungan dengan permasalahan.

2) Membedakan fakta-fakta yang berarti dari yang kurang berarti.

3) Menetapkan hubungan timbal balik.

4) Mencapai pemecahan yang kelihatannya praktis.

4. Upaya Peningkatan Kinerja

Seperti diketahui tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi

tersebut didukung oleh unit-unit kerja yang terdapat di dalamnya.

Menurut Stoner dalam Edy Sutrisno (2010 : 184-185), terdapat beberapa

cara untuk peningkatan kinerja karyawan, yaitu sebagai berikut :

a. Deskriminasi

Seorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara

mereka yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian


31

tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian

kinerja memang harus ada perbedaan antara karyawan yang

berprestasi dengan karyawam yang tidak berprestasi.

b. Pengharapan

Dengan memperhatikan bidang tersebut diharapkan bisa

meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai

kinerja tinggi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai

pengharapan yang diterimanya dari organisasi. Untuk mempertinggi

motivasi dan kinerja mereka yang tampil mengesankan dalam bekerja

harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang

jatuh pada tangan yang memang berhak.

c. Pengembangan

Bagi yang bekerja di bawah standar, skema untuk mereka adalah

mengikuti progam pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang di

atas standar, misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih

tinggi.

d. Komunikasi

Para manajer bertanggung jawab untuk mengevalui kinerja para

karyawan dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang

dilakukannya.
32

E. Puskesmas

1. Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu

sarana pelayanan kesehatan yang menjadi andalan atau tolok ukur dari

pembangunan kesehatan, sarana peran serta masyarakat, dan pusat

pelayanan pertama yang menyeluruh dari suatu wilayah (Alamsyah, Dedi.

2011: 43).

Menurut Muninjaya (2004) dalam buku Dedi Alamsyah (2011:43)

”puskesmas merupakan unit teknis pelayanan dinas kesehatan

kabupaten/kota yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kesehatan

disatu atau sebagian wilayah kecamatan yang mempunyai fungsi sebagai

pusat pembangunan kesehatan masyarakat, pusat pemberdayaan masyarakat,

dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dalam rangka pencapaian

keberhasilan fungsi puskesmas sebagai ujung tombak pembangunan bidang

kesehatan.

2. Fungsi Puskesmas

Menurut Notoatnodjo (2003) dalam buku Dedi Alamsyah (2011:43)

“fungsi puskesmas dalam melaksanakan dapat mewujudkan empat misi

pembangunan kesehatan yaitu menggerakkan pembangunan kecematan

yang berwawasan pembangunan, mendorong kemandirian masyarakat dan

keluarga untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan pelayanan

kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau serta memelihara dan


33

meningkatkan kesehatan individu, kelompok dan masyarakat serta

lingkungannya.

Dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembangunan

berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan

kesehatan masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan perorangan,

puskesmas berkewajiban memberikan upaya kesehatan wajib dan upaya

kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib terdiri dari: (Profil

Kesehatan Indonesia, 2013:27).

a) Upaya kesehatan lingkungan

b) Upaya kesehatan ibu dan anak serta Keluarga Berencana

c) Upaya perbaikan gizi

d) Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

e) Upaya pengobatan

3. Program Kesehatan Puskesmas

Agar dapat memberikan kontribusi dan distribusi terhadap

masyarakat dalam pelayanan kesehatan secara menyeluruh diwilayah

kerjanya, puskesmas memiliki atau menjalankan beberapa program pokok

yang meliputi: (Alamsyah, Dedi, 2011:44)

a) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

b) Keluarga Berencana (KB)

c) Usaha Perbaikan Gizi

d) Kesehatan Lingkungan (Kesling)

e) Pencegahan dan Pemberatasan Penyakit Menular (P2PM).


34

f) Pengobatan Termasuk Pelayanan Darurat Karena Kecelakaan

g) Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (Promkes)

h) Kesehatan Sekolah

i) Kesehatan Jiwa

j) Laboratorium Sederhana

k) Pencatatan Pelaporan Dalam Rangka Sistem Imunisasi Kesehatan

l) Kesehatan Olahraga

m) Kesehatan Usia Lanjut

n) Kesehatan Gigi dan Mulut

o) Pembinaan Pengobatan Tradisional

p) Perawatan Kesehatan Masyarakat

F. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu dan penelitian sekarang memiliki persamaan dan

perbedaan. Persamaan yang dimaksud adalah sama-sama mencari hubungan

tentang artribut budaya organisasi dengan kinerja organisasi, sedangkan yang

menjadi perbedaanya dengan penelitian terdahulu berbeda objek

penelitiannya. Berikut merupakan ringkasan penelitian terdahulu :

1. Penelitian oleh Tabita Rionica Ayu Wijayani (2012) dengan judul

“Hubungan Antara Profil Budaya Organisasi (Menggunakan

Pendekatan Competing Values Framework) dengan Kinerja

Organisasi Puskesmas di Kabupaten Jember” Hasil Penelitian : hasil

penelitian mengungkapkan adanya hubungan profil budaya organisasi dan


35

kinerja organisasi puskesmas (menggunakan pendekatan Competing

Values Framework) di Kabupaten Jember tahun 2012 (p = 0.045).

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross

sectional. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

proportionet stratified random sampling, dengan besar sampel 33

puskesmas (723 responden). Analisi data menggunakan uji korelasi

lambda (α=0.05). hasil penelitian menunjukan bahwa jenis budaya

dominan puskesmas pada budaya hierarchy sebanyak 78,79%, clan

sebanyak 12,12%, market sebanyak 9.09%, dan adhocracy sebanyak 0%.

Hasil uji korelasi lambda menujukkan terdapat hubungan antara budaya

organisasi dan kinerja organisasi puskesmas di Kabupaten Jember (0,045 <

α) dengan tingkat penurunan kesalahan terbesar 62,50%.

a. Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu, menggunakan profil

budaya organisasi atau artribut budaya organisasi sebagai variabel

independen. Menggunakan alat analisis korelasi

b. Perbedaan dengan penelitian sekarang yaitu, menggunakan 1 variabel

bebas yaitu profil budaya organisasi (X1 ). Perbedaan obyek penelitian

yakni karyawan di 33 puskesmas di Kabupaten Jember.

2. Penelitian oleh Niki Merediananda (2013) dengan judul “Pengukuran

Kinerja Karyawan Berdasarkan Komuniasi Internal Organisasi

dengan Stres Kerja Sebagai Variabel Mediasi”. Hasil penelitian : hasil

penelitian mengungkapkan adanya pengaruh langsung antara komunikasi

internal stress kerja sebesar 37,6 %, terdapat pengaruh langsung antara


36

komunikasi internal terhadap kinerja karyawan sebesar 10,1 %. Hasil

penelitian diperoleh bahwa pengarih tidak langsung antara variabel

komunikasi internal terhadap variabel kinerja karyawan melalui variabel

stress kerja sebesar 14.1 % lebih besar dari pada pengaruh langsung antara

variabel komunikasi internal terhadap variabel kinerja karyawan yang

hanya sebesar 10,1 %. Jadi adanya variabel stress kerja memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap model penelitian dalam penelitian ini.

a. Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu, sama-sama meneliti

variabel terikat yaitu kinerja (Y)

b. Perbedaan dengan penelitian sekarang yaitu, Obyek penelitian adalah

karyawan Puskesmas Pakis Kabupaten Malang. Variabel bebas

Komunikasi Internal (X) dan Stres Kerja (Z). Menggunakan alat uji

analisis regresi berganda.

3. Penelitian oleh Dina Aryanti (2012) dengan judul “Hubungan Budaya

Organisasi dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah

Sakit Bhayangkara Medan”. Hasil penelitian : hasil penelitian

mengungkapkan bahwa ada hubungan antara budaya organisasi dengan

kepuasan kerja. Penelitian ini menggunakan desain deskrpisi korelasi.

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampel sehingga

jumlah sampel penelitian 61 perawat pelaksana di Rumah Sakit

Bhayangkara Medan dengan instrument penelitian dengan menggunakan

kuesioner. Metode analisa menggunakan metode analisa deskripsi dengan

frekuensi dan presentase dan analisa korelasi menggunakan uji Spearman


37

dengan tingkat kepercayaan 95% (α =0,05). Hasil analisa univariat didapat

budaya organisasi kurang baik 54,1% dan kepuasan kerja tidak puas. Hasil

analisa uji Spearman diperoleh nilai signifikansi (p) = 0,037 yang

menjelaskan bahwa Ho ditolak.

a. Persamaan dengan penelitian sekarang yaitu, sama-sama menggunakan

alat analisis korelasi dan menggunakan budaya organisasi sebagai

variabel bebas.

b. Perbedaan dengan penelitian sekarang yaitu, Obyek penelitian adalah

perawar Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Variabel terikat kepuasan

kerja (Y).

G. Paradigma Penelitian

Dalam penelitian kuantitatif, yang dilandasi pada suatu asumsi

bahwa suatu gejala itu dapat diklasifikasikan, dan hubungan gejala bersifat

kausal (sebab-akibat), maka peneliti dapat melakukan penelitian dengan

memfokuskan kepada beberapa variabel saja. Pola hubungan antara

variabel yang akan diteliti tersebut selanjutnya disebut sebagai paradigma

penelitian atau model penelitian.

Paradigma penelitian dalam hal ini diartikan sebagai pola pikir yang

menunjukkan hubungan antara variabel yang akan diteliti yang sekaligus

menecrminkan jenis dan jumlah rumusan masalah yang perlu dijawab

melalui penelitian, teori yang digunakan untuk merumuskan hipotesis,

jenis dan jumlah hipotesis, dan teknik analisis yang akan digunakan.
38

Berdasarkan hal ini maka paradigma penelitian yang digunakan sebagai

berikut (Sugiyono, 2010:8) :

Budaya Clan (X1 )


Variabel Independen

Budaya Adhokrasi (X2 )


Variabel Independen Kinerja Organisasi (Y)

Budaya Market (X3 ) Variabel Dependen


Variabel Independen

Budaya Hierarki (X4 )


Variabel Independen

GAMBAR 2.1

PARADIGMA PENELITIAN 4 VARIABEL INDEPENDEN DAN 1

VARIABEL DEPENEDEN

Variabel penelitian paradigma ganda dengan empat variabel

independen yaitu: Budaya Clan (X1 ), Budaya Adhokrasi (X2 ), Budaya

Market (X3 ), Budaya Hierarki (X4 ) dan satu variabel dependen yaitu:

kinerja Organisasi (Y), untuk mencari hubungan antar variabel X dan Y

dapat menggunakan korelasi product moment. (Sugiyono, 2011:45).

H. Hipotesa

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk


39

kalimat pernyataan, dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat

dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian,

belum jawaban yang empirik (Sugiyono, 2011: 64). Maka hipotesis yang

dikemukakan sebagai berikut:

1. Diduga ada hubungan antara Budaya Clan (X1 ) dengan kinerja organisasi

(Y) tenaga kesehatan di Puskesmas Gondokusuman II Yogyakarta.

2. Diduga ada hubungan antara Budaya Adhokrasi (X2 ) dengan kinerja

organisasi (Y) tenaga kesehatan di Puskesmas Gondokusman II

Yogyakarta.

3. Diduga ada hubungan antara Budaya Market (X3 ) dengan kinerja organisasi

(Y) tenaga kesehatan di Puskesmas Gondokusman II Yogyakarta.

4. Diduga ada hubungan antara Budaya Hierarki (X4 ) dengan kinerja

organisasi (Y) tenaga kesehatan di Puskesmas Gondokusman II

Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai