PENDAHULUAN
1
bertujuan untuk meningkatkan kekebalan terhadap VZV dan mengurangi
risiko HZ sekarang tersedia dan dianjurkan untuk orang dewasa yang lebih tua
dari 60 tahun. Vaksin yang telah terbukti mengurangi secara signifikan
kejadian kedua HZ dan PHN. Vaksin ini ditoleransi dengan baik, dengan
reaksi di tempat suntikan lokal kecil menjadi efek samping yang paling umum.
Ulasan ini berfokus pada manifestasi klinis dan pengobatan HZ dan PHN,
serta penggunaan yang tepat dari vaksin HZ. (Proc, Mayo Clin. 2009)
Herpes Simpleks adalah infeksi akut oleh virus herpes simpleks
(virus herpes hominis) tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai dengan adanya vesikel
yang berkelompok diatas kulit yang eritematosa di daerah mukokutan. Herpes
simpleks disebut juga fever blister, cold score, herpes fibrilis, herpes labialis,
herpes progenetalis. (Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006)
2
1.3.7 Untuk mengetahui pencegahan herpes zoster.
1.3.8 Untuk mengetahui pengobatan herpes zoster.
1.3.9 Untuk mengetahui penatalaksaan herpes zoster.
1.3.10 Untuk mengetahui diagnosis banding herpes zoster.
1.3.11 Untuk mengetahui asuhan keperawatan herpes zoster.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Varicella
2.1.1 Definisi
4
khas adalah adanya semua bentuk tahapan vesikel pada satu daerah kulit.
Demam tidak selalu ada, jika terjadi saat vesikel keluar dan normal kembali
saat krusta mengelupas. (Parinding, Imanuel Taba, Dian Rosiana Devi, Roy
Indra.2012)
2.1.2 Etiologi
2.1.3 Patogenesis
5
korneum dan lusidum sebagai atap, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang
lebih dalam. Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa
berinti banyak, kebanyakan mengandung inclusion body intranuclear type
A. Virus dapat menetap dan laten pada sel saraf. Jika terjadi reaktivasi dapat
terjadi herpes zoster. (Parinding, Imanuel Taba, Dian Rosiana Devi, Roy
Indra. 2012)
6
immunocompromised seperti yang mendapat kemoterapi, terutama pasien
dengan leukemia, yang mendapat steroid dosis tinggi dan pada pasien
dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
7
luka di kulit (cutaneous scars), berat badan lahir rendah, hipoplasia
tungkai, kelumpuhan dan atrofi tungkai, kenang, retardasi mental,
koriorenitis, atrofi kortikal, katarak atau kelainan pada mata lainnya.
Angka kematian tinggi, bila seorang wanita hamil mendapat varisela
dalam 21 hari sebelum ia melahirkan, maka 25% dari neonatus yang
dilahirkan akan memperlihatkan gejala varisela kongenital pada
waktu dilahirkan sampai berumur 5 hai. Biasanya varisela yang
timbul berlangsung ringan dan tidak mengakibatkan kematian.
Sedangkan bila seorang wanita hamil mendapat varisela dalam
waktu 4-5 hari sebelum melahirkan, maka neonatusnya akan
memperlihatkan gejala varisela kongenital pada umur 5-10 hari. Di
sini perjalanan penyakit varisela sering berat dan menyebabkan
kematian sebesar 25-30%. Mungkin ini ada hubungannya dengan
kurun waktu fetus berkontak dengan varisela dan dialirkannya
antibody itu melalui plasenta kepada fetus. Seorang neonatus jarang
mendapat varisela di bangsal perinatologi dari seorang perawat atau
petugas bangsal lainnya, tapi bila ini terjadi maka perjalanan
penyakit amat ringan dan terlihat gejala-gejala seperti pada anak
yang besar.
2.1.6 Epidemilogi
Di Amerika Serikat, sekitar 95% dari orang dewasa-dan 99,5% dari
orang dewasa berusia 40 tahun atau lebih-memiliki antibodi terhadap VZV
dan dengan demikian rentan terhadap reaktivasi infeksi. Seseorang dari
segala usia dengan infeksi varicella sebelumnya dapat mengembangkan
zoster, namun insiden meningkat dengan bertambahnya umur sebagai
konsekuensi dari menurunnya kekebalan. Sekitar 4% dari pasien dengan
herpes zoster akan mengembangkan episode berulang di kemudian hari.
Berulang zoster terjadi hampir secara eksklusif pada orang yang
imunosupresi. Sekitar 25% pasien dengan HIV dan 7-9% dari mereka
yang menerima transplantasi ginjal atau pengalaman transplantasi jantung
serangan dari zoster. HZO mewakili 10-15% dari semua kasus HZ. Sekitar
setengah dari pasien ini mengalami komplikasi dari HZO. Risiko
8
komplikasi mata pada pasien dengan herpes zoster tampaknya tidak
berkorelasi dengan usia, jenis kelamin, atau keparahan ruam. Sebelum
munculnya vaksinasi luas, sekitar 4 juta kasus infeksi VZV primer terjadi
setiap tahun di Amerika Serikat saja. Infeksi hampir universal yang pada
akhir masa remaja, dengan penelitian yang menunjukkan hanya 10% dari
orang tua dari usia 15 tahun sebagai tersisa rentan terhadap infeksi. Selama
periode seumur hidup, 10-20% dari mereka dengan infeksi primer
melanjutkan untuk mengalami episode herpes zoster. Kelompok berisiko
tinggi, seperti populasi lansia dan orang-orang immunocompromised,
mungkin mengalami insiden kumulatif setinggi 50%. Perkiraan jumlah
tahunan kasus herpes zoster di Amerika Serikat adalah sekitar 1 juta. Sejak
diperkenalkannya vaksinasi luas untuk varicella pada tahun 1995, kejadian
infeksi VZV primer di Amerika Serikat telah berkurang hingga 90%.
Namun, pengaruh vaksinasi ini, serta yang dari vaksinasi kemudian
disetujui untuk herpes zoster, pada kejadian saat ini dan masa depan
herpes zoster masih harus ditentukan.
Herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda,
kecuali pada pasien yang lebih muda dengan AIDS, limfoma, keganasan
lainnya, dan menurunnya daya tahan tubuh lain dan pada pasien yang telah
menerima sumsum tulang atau transplantasi ginjal. Kurang dari 10%
pasien zoster lebih muda dari 20 tahun, dan hanya 5% lebih muda dari 15
tahun. Meskipun zoster terutama penyakit orang dewasa, telah dicatat
sebagai awal minggu pertama kehidupan, terjadi pada bayi yang lahir dari
ibu yang mengalami infeksi VZV primer (cacar air) selama kehamilan.
Insiden herpes zoster meningkat dengan usia. Dalam populasi umum,
tingkat kejadian seumur hidup herpes zoster adalah 10-20%, yang naik ke
50% pada orang-orang yang masih hidup sampai usia 85 tahun. Lebih dari
66% pasien yang lebih tua dari 50 tahun. Insiden PHN juga meningkat
dengan usia lanjut.
2.1.7 Komplikasi
9
5 tahun adalah infeksi kulit sekunder Staphylococcus atau Streptokokus.3
Komplikasi lain dapat menyerang sistem saraf pusat berupa meningitis
aseptik, sindrom Guillain-Barre, mielitis transversa, ensefalitis, cerebral
ataxia. 1,3 Komplikasi pada sistem pernapasan dapat berupa pneumonia
bakterial dan varicella pneumonitis. Komplikasi varicella yang jarang
ditemui berupa keratitis, arthritis, hepatitis, orchitis, myocarditis dan
glomerulonefritis. (Parinding, Imanuel Taba, Dian Rosiana Devi, Roy
Indra. 2012)
10
ditambahkan antipruritus di dalamnya, misalnya mentol 0,25-0,5%.
Bila vesikel sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat
diberikan salap antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder bacterial.
Mandi rendam dalam air hangat yang diberi antiseptik dapat
mengurangi gatal dan mencegah infeksi bacterial sekunder pada
kulit. Krim atau lotion kortikosteroid serta salap bersifat oklusif
sebaiknya tidak digunakan.
Kadang diperlukan antipiretik/analgetik, tetapi golongan
salisilat sebaiknya dihindari karena sering dihubungkan dengan
terjadinya sindrom Reye. Kuku jari tangan harus dipotong dan dijaga
kebersihannya untuk mencegah infeksi sekunder dan parut yang
dapat terjadi karena garukan.
2. Obat Antivirus
Dengan tersedianya obat antivirus yang efektif terhadap
VVZ, dokter maupun pasien/orang tua pasien sering dihadapkan
pada pilihan untuk menggunakan obat antivirus atau tidak. Pada anak
imunokompeten, varisela biasanya ringan sehingga umumnya tidak
memerlukan pengobatan antivirus. Antivirus efektif bila diberikan
dalam 24 jam setelah awitan lesi kulit karena dapat lebih cepat
menurunkan demam serta gejala kulit dan sistemik. Pada bayi/anak
imunokompromais berat, antivirus intravena merupakan obat pilihan
agar kadar dalam plasma cukup tinggi untuk menghambat replikasi
virus. Antivirus intravena secara bermakna dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas varisela pada pasien imunokompramais,
terutama bila diberikan dalam 72 jam setelah awitan lesi kulit. Pada
pasien imunokompromais ringan dapat diberikan antivirus oral.
Pengobatan secara sistemik dapat dengan memberikan
antivirus. Beberapa analog nukleosida seperti acyclovir, famciclovir,
valacyclovir, dan brivudin, dan analog pyrophosphate foskarnet
terbukti efektif untuk mengobati infeksi VZV. Acyclovir adalah
suatu analog guanosin yang secara selektif difosforilasi oleh timidin
kinase VZV sehingga terkonsentrasi pada sel yang terinfeksi. Enzim-
11
enzim selular kemudian mengubah acyclovir monofosfat menjadi
trifosfat yang mengganggu sintesis DNA virus dengan menghambat
DNA polimerase virus. VZV kira-kira sepuluh kali lipat kurang
sensitif terhadap acyclovir dibandingkan HSV. Valacyclovir dan
famcyclovir, merupakan prodrug dari acyclovir yang mempunyai
bioavaibilitas oral lebih baik daripada acyclovir sehingga kadar
dalam darah lebih tinggi dan frekuensi pemberian obat berkurang.
Pada anak normal varicella biasanya ringan dan dapat
sembuh sendiri. Pengobatan topical dapat diberikan. Untuk
mengatasi gatal dapat diberikan kompres dingin, atau lotion kalamin,
antihistamin oral. Cream dan lotion yang mengandung kortikosteroid
dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak digunakan. Kadang
diperlukan antipiretik, tetapi pemberian golongan salisilat sebaiknya
dihindari karena sering dihubungkan dengan terjadinya sindroma
Reye. Mandi rendam dengan air hangat dapat mencegah infeksi
sekunder bakterial.
Anti virus pada anak dengan pengobatan dini varicella
dengan pemberian acyclovir (dalam 24 jam setelah timbul ruam)
pada anak imunokompeten berusia 2-12 tahun dengan dosis 4 x 20
mg/kgBB/hari selama 7 hari menurunkan jumlah lesi, penghentian
terbentuknya lesi yang baru, dan menurunkan timbulnya ruam,
demam, dan gejala konstitusi bila dibandingkan dengan placebo.
Tetapi apabila pengobatan dimulai lebih dari 24 jam setelah
timbulnya ruam cenderung tidak efektif lagi. Hal ini disebabkan
karena varicella merupakan infeksi yang relatif ringan pada anak-
anak dan manfaat klinis dari terapi tidak terlalu bagus, sehingga tidak
memerlukan pengobatan acyclovir secara rutin. Namun pada keadaan
dimana harga obat tidak menjadi masalah, dan kalau pengobatan bisa
dimulai pada waktu yang menguntungkan (dalam 24 jam setelah
timbul ruam), dan ada kebutuhan untuk mempercepat penyembuhan
sehingga orang tua pasien dapat kembali bekerja, maka obat
antivirus dapat diberikan.
12
Pada remaja dan dewasa, pengobatan dini varicella dengan
pemberian acyclovir dengan dosis 5 x 800 mg selama 7 hari
menurunkan jumlah lesi, penghentian terbentuknya lesi yang baru,
dan menurunkan timbulnya ruam, demam, dan gejala konstitusi bila
dibandingkan dengan placebo.
Secara acak, pemberian placebo dan acyclovir oral yang
terkontrol pada orang dewasa muda yang sehat dengan varicella
menunjukkan bahwa pengobatan dini (dalam waktu 24 jam setelah
timbulnya ruam) dengan acyclovir oral (5x800 mg selama 7 hari)
secara signifikan mengurangi terbentuknya lesi yang baru,
mengurangi luasnya lesi yang terbentuk, dan menurunkan gejala dan
demam. Dengan demikian, pengobatan rutin dari varicella pada
orang dewasa tampaknya masuk akal. Meskipun tidak diuji, ada
kemungkinan bahwa famciclovir, yang diberikan dengan dosis 200
mg per oral setiap 8 jam, atau valacyclovir dengan dosis 1000 mg per
oral setiap 8 jam mudah dan tepat sebagai pengganti acyclovir pada
remaja normal dan dewasa.
Banyak dokter tidak meresepkan acyclovir untuk varicella
selama kehamilan karena risiko bagi janin yang dalam pengobatan
belum diketahui. Sementara dokter lain merekomendasikan
pemberian acyclovir secara oral untuk infeksi pada trisemester ketiga
ketika organogenesis telah sempurna, ketika mungkin ada
peningkatan terjadinya resiko pneumonia varicella, dan ketika
infeksi dapat menyebar ke bayi yang baru lahir. Pemberian acyclovir
intravena sering dipertimbangkan untuk wanita hamil dengan
varicella yang disertai dengan penyakit sistemik.
Percobaan terkontrol yang dilakukan pada orang dewasa
imunokompeten dengan pneumonia varicella menunjukkan bahwa
pengobatan dini (dalam waktu 36 jam dari rumah sakit) dengan
acyclovir intravena (10mg/kgBB setiap 8 jam) dapat mengurangi
demam dan takipnea dan meningkatkan oksigenasi. Komplikasi
serius lainnya dari varicella pada orang yang imunokompeten, seperti
13
ensefalitis, meningoencephalitis, myelitis, dan komplikasi okular,
sebaiknya diobati dengan acyclovir intravena.
Percobaan terkontrol pada pasien immunocompromised
dengan varicela menunjukkan bahwa pengobatan dengan asiklovir
intravena menurunkan insiden komplikasi yang mengancam
kehidupan visceral ketika pengobatan dimulai dalam waktu 72 jam
dari mulai timbulnya ruam. Acyclovir intravena menjadi standar
perawatan untuk varicella pada pasien yang disertai dengan
imunodefisiensi substansial. Meskipun pemberian terapi oral dengan
famciclovir atau valacyclovir mungkin cukup untuk pasien dengan
derajat ringan gangguan kekebalan tubuh, tetapi tidak ada uji klinis
terkontrol yang menunjukkan secara pasti. Pada penyakit berat atau
wanita hamil dapat diberikan acyclovir IV 10mg/kgBB tiap 8 jam
selama 7 hari.
Serum imuno globulin-gama tidak dianjurkan kecuali pada
penderita leukemia, penyakit keganasan lain dan bila terdapat
defisiensi imunologis. Vidarabine atau adenine arabinoside in vitro
mempunyai sifat anti virus terhadap virus varicella. Vidarabine dapat
digunakan dengan hasil yang baik pada penderita pneumonie
varicella. Dosis yang dianjurkan ialah 15mg/kgBB/hari, tidak toksik
terhadap sumsum tulang dan tidak menekan immune response.
2.1.9 Asuhan Keperawatan
A. ANAMNESA
Menanyakan identitas klien:
Nama :
Umur : pada varicella dapat terjadi pada usia diatas 50 tahun
diakibatkan oleh reaktivasi virus Varicella Zoster pada pasien yang
pernah terinfeksi.
Jenis Kelamin : Jenis kelamin juga faktor yang paling banyak
mempengaruhi adanya varicella
14
B. KELUHAN UTAMA
Klien mengalami demam, dan dan muncul ruam berisi air diseluruh
tubuhnya
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Upaya yang telah dilakukan : upanya pertama kali dilakukan pasien saat
terdapat lesi, ataupun ruam yang menumpuk diatas kulit.
Terapi yang telah diberikan : penggunaan salep
D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Tidak ada
E. KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI
TIMBULNYA PENYAKIT
Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan penyakit varicella
F. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Frekuensi : Pola makan yang semakin menurun, akibat adanya
lesi ataupun vesikel yang disertai nyeri
Jenis : Biasanya makan makanan seperti nasi tapi berubah
menjadi bubur setelah sakit
Porsi : Lebih sedikit pada saat sakit, karena mual.
Keluhan : Nyeri
2. Pola eliminasi
Frekuensi : Lebih jarang dari biasanya akibat adanya mobilitas
fisik
Pancaran : Lebih encer dibandingkan saat tidak sakit
Jumlah : Lebih sedikit dibanding saat tidak sakit
Bau : Khas
Warna : Kunung kecoklatan
3. Pola Aktifitas
a. Sebelum sakit : Dapat beraktifitas dengan semestinya
b. Saat sakit : Aktifitas menjadi terganggu akibat nyeri,
gatal serta panas.
4. Pola Istirahat- Tidur
15
a. Sebelum sakit : Pola tidur yang sesuai
b. Saat sakit : Pola tidur tidak teratur karena merasakan
nyeri, gatal, dan panas.
5. Pola Konsep Diri
Gambaran diri : Klien merasa malu akibat adanya herpes pada
bagian tubuhnya
Harga diri : harga diri rendah karena merasa tidak percaya diri akibat
penyakitnya.
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum : adanya vesikel disertai nyeri, kulit
terasa pedih dan terbakar, dibagian tubuh.
Kesadaran : pasien dalam kondisi sadar .
GCS :
BB sebelum sakit : Normal
BB saat ini : turun akibat adanya anoreksia
Tanda-tanda Vital :
TD : 110-120 mmHg
Suhu : > 37,5°C
N : 85-100 x/menit
RR : 12-18 x/menit
2. Kepala
a. Rambut : Keadaan rambut pasien, ada kotoran atau tidak,
berminyak atau tidak, mudah patah atau tidak, dll
b. Wajah : ekspresi yang ditunjukan pada pasien pada
pemeriksaan ( meringis kesakitan atau menangis).
c. Mata : keadaan konjungtiva, palperbra dan bola mata
pasien
d. Mulut : mukosa mulut dalam keadaan lembab atau kering,
keadaan lidah pucat atau tidak.
3. Genital : adanya vesikel di permukaan kulit yang menunpuk pada
daerah genital
16
4. Pemeriksaan kulit
a. Pemeriksaan inspeksi : melihat adanya vesikel yang menumpuk
di kulit, adanya lesi.
b. Pemeriksaan palpasi : bila diraba ada semacam cairan di
permukaan kulit
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tzanck Smear
2. Tes antibodi
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL.
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi)
ditandai dengan ekspresi wajah nyeri (meringis)
2. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan kelembapan
ditandai dengan nyeri bagian kulit
3. Hipertermi yang berhubungan dengan penyakit yang di tandai dengan
kulit kemerahan
4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan persepsi
diri ditandai dengan perasaan negative tentang tubuh.
5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan imobilisasi ditandai
dengan menyatakan tidak merasa cukup istirahat
J. PERENCANAAN
1. Nyeri akut
a. Tujuan : nyeri dapat teratasi 2x 24 jam
b. kreteria hasil :
1) Tingkat nyeri
Panjang episode nyeri
Menggosok area yang terkena dampak
Ekspresi nyeri wajah
Mengerinyit
2) Kontrol nyeri
Mengenali kapan nyeri terjadi
Menggambarkan faktor penyebab
Menggunakan tindakan pencegahan
17
Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
professional kesehatan
c. Rencana Tindakan
1) Pemberian anagesik
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keperawatan
Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang diresepkan
Tentukan analgesic sebelumnya, rute pemberian, dan
dosis untuk mencapai hasil pengurangan nyeri yang
optimal
Berikan analgesic tambahan dan atau pengobatan jika
diperlukan untuk meningkatkan efek pengurangan nyeri
2) Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensites atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan
dengan pemantauan yang kerat
Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas
hidup pasien (misalnya, tidur, nafsu makan, pengertian,
perasaan, hubungan,performa kerja dan tanggung jawab
peran)
Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antiseptik
dari ketidak nyamanan akibat prosedur.
3) Monitor tanda – tanda vital
Monitor tekan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
2. Kerusakan Integritas Kulit
1) Intergritas jaringan : kulit dan mukosa
a. Tujuan : Vesikel dan lesi klien teratasi dalam waktu 3x24 jam
18
b. Kriteria hasil :
Suhu kulit
Keringat
Tekstur
Perfusi jaringan
Lesi pada kulit
Pengelupas kulit
c. Rencana tindakan
1) Pengecekan kulit
Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase
Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas.
Periksa pakaian yang terlalu ketat
3. Hipertermi
a. Tujuan : suhu tubuh pada 36,5-37,5°c
b. Kriteria hasil :
Peningkatan suhu tubuh (5)
Berkeringat saat panas (5)
Hipertermia (5)
c. Rencana tindakan
1) Pemberian analgesik :
a. mengecek pemberian obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang di resepkan
b. Cek adanya riwayat alergi obat.
c. Monitor ttv sebelum dan sesudah pemberian analgesik.
2) Manajemen nyeri :
a. Mengkaji nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
b. Ajarkan prinsip-prinsip nyeri.
19
c. Memberi informasi tentang nyeri baik pencegahan atau
penanganan.
4. Gangguan Citra tubuh
a. Tujuan : Gangguan citra tubuh klien teratasi dalam 2x24 jam
b. Kriteria Hasil :
1) Citra Tubuh
Gambarkan internal diri
Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal tubuh dengan
penampilan tubuh
Deskripsi bagian tubuh yang terkena (dampak)
Sikap terhadap menyentuh bagian tubuh yang terkena
(dampak)
Penyesuaian terhadap perubahan tampilan fisik
c. Rencana Tindakan
1) Peningkatan citra tubuh
Gunakan bimbingan antisipasif menyiapkan pasien terkait
dengan perubahan-perubahan citra tubuh yang (telah)
diperdiksikan.
Bantu pasien untuk mediskusikan perubahan-perubahan
(bagian tubuh) disebabkan adanya penyakit atau
pembedahan dengan cara yang tepat.
Bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan-
perubahan actual dari tubuh atau tingkat fungsinya.
2) Peningkatan harga diri
Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri.
Dukung pasien untuk bisa mengidentifikasi kekutan.
Kuatkan kekuatan pribadi yang didentifikasi pasien.
5. Gangguan pola tidur
a. Tujuan : Pola tidur klien efektif dalam waktu 2x24 jam
b. Kriteria Hasil :
1) Tidur
Jam tidur
20
Jam tidur yang diobservasi
Pola tidur
Kualitas tidur
Tidur rutin
c. Rencana Tindakan
1) Peningkatan Tidur
Tentukan pola tidur atau aktivitas pasien
Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan,
penyakit, tekanan psikososial,dll
Monitor atau catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.
Bantu untuk menghilangkan situasi stres sebelum tidur.
2.2.1 Definisi
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster (VVZ) yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. Infeksi primer dengan
virus varisela zoster menimbulkan varisela (cacar air). Virus membentuk
infeksi laten di ganglia dorsal sehingga menyebabkan terjadinya herpes
zoster. (HR, Sahriani dkk. 2012)
21
menyebabkan varicella (cacar air). Perbedaan manifestasi klinis antara
varicella dan herpes zoster tampaknya tergantung pada status kekebalan
individu; mereka yang tidak paparan sebelumnya VZV, paling sering anak-
anak, mengembangkan sindrom klinis varisela, sedangkan mereka dengan
antibodi varisela mengembangkan luapan baru terlokalisasi, zoster.
2.2.2 Etiologi
22
Reaktivasi VZV yang tetap tertidur di dalam ganglia akar dorsal,
sering selama beberapa dekade setelah paparan awal pasien terhadap virus
dalam bentuk varicella (cacar), hasil di herpes zoster. Persis apa yang memicu
reaktivasi ini belum ditentukan secara tepat, tetapi kandidat (sendiri, atau
kombinasi) termasuk berikut:
23
yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara
periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu
yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta
mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik
DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang
disintesis di dalam sel yang terinfeksi.
2.2.3 Patofisiologi
Setelah VZV diaktifkan pada akar spinal atau saraf kranial neuron,
respon inflamasi terjadi yang juga mencakup leptomeninges; kedua sel
plasma dan limfosit dicatat. peradangan pada ganglion akar dorsal ini dapat
24
disertai dengan hemorrhagic nekrosis sel saraf. Hasilnya adalah hilangnya
neuron dan fibrosis.
WOC
25
Kondisi kerusakan
Gangguan jaringan kulit
Kerusakan Kerusakan gastrointestinal, mual,
saraf perifer integritas anoreksia
jaringan
Gangguan
Nyeri Gangguan istirahat Ketidakseimbangan gambaran diri
dan tidur nutrisi kurangdari
kebutuhan tubuh
26
meninggalkan remah kekuningan. Dibutuhkan total dua sampai empat
minggu untuk gejala kulit ini untuk membersihkan sepenuhnya. Ruam
herpes zoster biasanya membentuk band di kulit dan umumnya hanya
mempengaruhi satu sisi tubuh. Kadang-kadang patch yang lebih besar dari
kulit yang terkena atau lepuh dapat membentuk luar daerah yang pada
awalnya terinfeksi.
Herpes zoster paling umum mempengaruhi tubuh atau dada, tetapi dapat
mengembangkan hampir dimana saja, seperti di wajah atau lengan. Kadang-
kadang juga dapat mempengaruhi mata atau telinga.
Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang
lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua
27
belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat
berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari
kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi
2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua.
Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh.
Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun
krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom
yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%),
dan sakral (5%).
28
yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut
saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.
29
Gambar herpes zoster torakalis
2.2.6 Epidemiologi
30
Sekitar 4% dari pasien dengan herpes zoster akan mengembangkan
episode berulang di kemudian hari. zoster berulang terjadi hampir secara
eksklusif pada orang yang imunosupresi. Sekitar 25% pasien dengan HIV
dan 7-9% dari mereka yang menerima transplantasi ginjal atau
pengalaman transplantasi jantung serangan dari zoster.
HZO mewakili 10-15% dari semua kasus HZ. Sekitar setengah dari
pasien ini mengalami komplikasi dari HZO. Risiko komplikasi mata pada
pasien dengan herpes zoster tampaknya tidak berkorelasi dengan usia,
jenis kelamin, atau keparahan ruam.
2. Statistik internasional
31
rata kejadian tahunan herpes zoster adalah 5.79 kasus per 1000 orang-
tahun, setara dengan 403.625 kasus per tahun pada populasi SHI (yang
terdiri sekitar 85% dari total penduduk Jerman).
Herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, kecuali
pada pasien yang lebih muda dengan AIDS, limfoma, keganasan lainnya,
dan menurunnya daya tahan tubuh lain dan pada pasien yang telah
menerima sumsum tulang atau transplantasi ginjal. Kurang dari 10%
pasien zoster lebih muda dari 20 tahun, dan hanya 5% lebih muda dari 15
tahun. Meskipun zoster terutama penyakit orang dewasa, telah dicatat
sebagai awal minggu pertama kehidupan, terjadi pada bayi yang lahir dari
ibu yang mengalami infeksi VZV primer (cacar air) selama kehamilan.
(Janniger, Camila K. 2016)
2.2.7 Komplikasi
2.2.8 Pencegahan
32
disuntikkan. Vaksin ini tidak cocok untuk orang dengan system kekebalan
yang lemah.
2.2.9 Penatalaksaan
33
Orang yang rentan dapat menderita cacar air ketika mengalami kontak
dengan cairan vesikel yang infeksius dari penderitaherpes zoster. Orang
dengan riwayat penyakit cacar air akan memiliki kekebalan sehingga tidak
berisiko untuk terinfeksi sesudah terpajan dengan penderita herpes zoster.
(Smeltzer, Suzanne C. Breda G. Bare. 2002.)
B. Pengobatan Khusus
a. Obat Antivirus
34
b. Analgetik
c. Kortikosteroid
1. Herpes Simpleks
2. Varisela
35
krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan
ekstremitas.
A. ANAMNESA
Menanyakan identitas klien:
Nama :
Umur : pada herpes zoster dapat terjadi pada usia diatas 40 tahun
diakibatkan oleh reaktivasi virus Varicella Zoster pada pasien yang
pernah terinfeksi.
Jenis Kelamin : Jenis kelamin juga faktor yang paling banyak
mempengaruhi adanya herpes zoster
B. KELUHAN UTAMA
Adanya lesi kulit berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa
yang disertai rasa nyeri
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Upaya yang telah dilakukan : upanya pertama kali dilakukan pasien saat
terdapat lesi, ataupun vesikel yang menumpuk diatas kulit.
Terapi yang telah diberikan : penggunaan salep
D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Pernah mengalami cacar ataupun herpes
E. KEADAAN LINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI
TIMBULNYA PENYAKIT
Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan penyakit herpes
zoster.
F. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Frekuensi : Pola makan yang semakin menurun, akibat adanya
lesi ataupun vesikel yang disertai nyeri
Jenis : Biasanya makan makanan seperti nasi tapi berubah
menjadi bubur setelah sakit
36
Porsi : Lebih sedikit pada saat sakit, karena mual.
Keluhan : Nyeri
2. Pola eliminasi
Frekuensi : Lebih jarang dari biasanya akibat adanya mobilitas
fisik
Pancaran : Lebih encer dibandingkan saat tidak sakit
Jumlah : Lebih sedikit dibanding saat tidak sakit
Bau : Khas
Warna : Kunung kecoklatan
3. Pola Aktifitas
c. Sebelum sakit : Dapat beraktifitas dengan semestinya
d. Saat sakit : Aktifitas menjadi terganggu akibat nyeri,
gatal serta panas.
4. Pola Istirahat- Tidur
c. Sebelum sakit : Pola tidur yang sesuai
d. Saat sakit : Pola tidur tidak teratur karena merasakan
nyeri, gatal, dan panas.
5. Pola Konsep Diri
Gambaran diri : Klien merasa malu akibat adanya herpes pada
bagian tubuhnya
Harga diri : harga diri rendah karena merasa tidak percaya diri akibat
penyakitnya.
G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum : adanya vesikel disertai nyeri, kulit
terasa pedih dan terbakar, dibagian tubuh.
Kesadaran : pasien dalam kondisi sadar .
GCS :
BB sebelum sakit : Normal
BB saat ini : turun akibat adanya anoreksia
Tanda-tanda Vital :
TD : 110-120 mmHg
37
Suhu : > 37,5°C
N : 85-100 x/menit
RR : 12-18 x/menit
2. Kepala
e. Rambut : Keadaan rambut pasien, ada kotoran atau tidak,
berminyak atau tidak, mudah patah atau tidak, dll
f. Wajah : ekspresi yang ditunjukan pada pasien pada
pemeriksaan ( meringis kesakitan atau menangis).
g. Mata : keadaan konjungtiva, palperbra dan bola mata
pasien
h. Mulut : mukosa mulut dalam keadaan lembab atau kering,
keadaan lidah pucat atau tidak.
3. Genital : adanya vesikel di permukaan kulit yang menunpuk pada
daerah genital
4. Pemeriksaan kulit
c. Pemeriksaan inspeksi : melihat adanya vesikel yang menumpuk
di kulit, adanya lesi.
d. Pemeriksaan palpasi : bila diraba ada semacam cairan di
permukaan kulit
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tzanck Smear
2. Tes antibodi
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL.
1. Nyeri akut yang berhubungan dengan agens cedera biologis (infeksi)
ditandai dengan ekspresi wajah nyeri (meringis)
2. kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan kelembapan
ditandai dengan nyeri bagian kulit
3. Hipertermi yang berhubungan dengan penyakit yang di tandai dengan
kulit kemerahan
4. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan persepsi
diri ditandai dengan perasaan negative tentang tubuh.
38
5. Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan imobilisasi ditandai
dengan menyatakan tidak merasa cukup istirahat
J. PERENCANAAN
1. Nyeri akut
a. Tujuan : nyeri dapat teratasi 2x 24 jam
b. kreteria hasil :
1) Tingkat nyeri
Panjang episode nyeri
Menggosok area yang terkena dampak
Ekspresi nyeri wajah
Mengerinyit
2) Kontrol nyeri
Mengenali kapan nyeri terjadi
Menggambarkan faktor penyebab
Menggunakan tindakan pencegahan
Mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
professional kesehatan
c. Rencana Tindakan
1) Pemberian anagesik
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keperawatan
Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan
frekuensi obat analgesik yang diresepkan
Tentukan analgesic sebelumnya, rute pemberian, dan
dosis untuk mencapai hasil pengurangan nyeri yang
optimal
Berikan analgesic tambahan dan atau pengobatan jika
diperlukan untuk meningkatkan efek pengurangan nyeri
2) Manajemen nyeri
Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensites atau beratnya nyeri dan faktor pencetus
39
Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan
dengan pemantauan yang kerat
Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas
hidup pasien (misalnya, tidur, nafsu makan, pengertian,
perasaan, hubungan,performa kerja dan tanggung jawab
peran)
Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan dirasakan, dan antiseptik
dari ketidak nyamanan akibat prosedur.
3) Monitor tanda – tanda vital
Monitor tekan darah, nadi, suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
2. Kerusakan Integritas Kulit
Intergritas jaringan : kulit dan mukosa
a. Tujuan : Vesikel dan lesi klien teratasi dalam waktu 3x24 jam
b. Kriteria hasil :
Suhu kulit
Keringat
Tekstur
Perfusi jaringan
Lesi pada kulit
Pengelupas kulit
c. Rencana tindakan
1) Pengecekan kulit
Periksa kulit dan selaput lender terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase
Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur,
edema, dan ulserasi pada ekstremitas.
Periksa pakaian yang terlalu ketat
3. Hipertermi
a. Tujuan : suhu tubuh pada 36,5-37,5°c
b. Kriteria hasil :
40
1. Peningkatan suhu tubuh
2. Berkeringat saat panas
3. Hipertermia
c. Rencana tindakan
1) Pemberian analgesik :
mengecek pemberian obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang di resepkan
Cek adanya riwayat alergi obat
Monitor ttv sebelum dan sesudah pemberian analgesik.
2) Manajemen nyeri :
Mengkaji nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
Ajarkan prinsip-prinsip nyeri.
Memberi informasi tentang nyeri baik pencegahan atau
penanganan.
4. Gangguan Citra tubuh
a. Tujuan : Gangguan citra tubuh klien teratasi dalam 2x24 jam
b. Kriteria Hasil :
1) Citra Tubuh
Gambarkan internal diri
Kesesuaian antara realitas tubuh dan ideal tubuh dengan
penampilan tubuh
Deskripsi bagian tubuh yang terkena (dampak)
Sikap terhadap menyentuh bagian tubuh yang terkena
(dampak)
Penyesuaian terhadap perubahan tampilan fisik
c. Rencana Tindakan
1) Peningkatan citra tubuh
Gunakan bimbingan antisipasif menyiapkan pasien terkait
dengan perubahan-perubahan citra tubuh yang (telah)
diperdiksikan.
41
Bantu pasien untuk mediskusikan perubahan-perubahan
(bagian tubuh) disebabkan adanya penyakit atau
pembedahan dengan cara yang tepat.
Bantu pasien menentukan keberlanjutan dari perubahan-
perubahan actual dari tubuh atau tingkat fungsinya.
2) Peningkatan harga diri
Monitor pernyataan pasien mengenai harga diri.
Dukung pasien untuk bisa mengidentifikasi kekutan.
Kuatkan kekuatan pribadi yang didentifikasi pasien.
5. Gangguan pola tidur
a. Tujuan : Pola tidur klien efektif dalam waktu 2x24 jam
b. Kriteria Hasil :
1) Tidur
Jam tidur
Jam tidur yang diobservasi
Pola tidur
Kualitas tidur
Tidur rutin
c. Rencana Tindakan
1) Peningkatan Tidur
Tentukan pola tidur atau aktivitas pasien
Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan,
penyakit, tekanan psikososial,dll
Monitor atau catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidur.
Bantu untuk menghilangkan situasi stres sebelum tidur.
2.3 Herpes Simpleks
2.3.1 Definisi
Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh virus
herpes simpleks atau virus herpes hominis tipe 1 atau tipe 2 yang ditandai
dengan adanya fesikel-fesikel yang berkelompok diatas kulit yang
eritematosa di daerah mukkutan. Sedangkan infeksi dapat berlangsung
baik primer maupun rekurens. (Mandal, B. K, et al. 2008)
42
Virus Herpes Simpleks adalah virus DNA yang dapat
menyebabkan infeksi akut pada kulit yang ditandai dengan adanya
vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab. Ada 2 tipe virus
herpes simpleks yang sering menginfeksi yaitu HSV-Tipe I (Herpes
Simplex Virus Type I) dan HSV-Tipe II (Herpes Simplex Virus Type
II). (Sardjito, 2003).
2.3.3 Patogenesis
43
d. Rasa panas, gatal dan nyeri.
e. Dapat timbul pada tempat yang sama. ( Nurarif, Amin Huda.
Kusuma, hardhi, 2015)
2.3.5 Gambaran Klinis
2.3.6 Epidemiologi
2.3.7 Komplikasi
2.3.8 Pengobatan
Pemberian obat asikular, asikular adalah obat pilihan untuk herpes
simpleks. Obat ini diberikan dalam bentuk tablet atau cairan melalui intra
vena dan efektif untuk mengobati infeksi kulit. Obat ini menghambat
sintesis DNA virus simpleks. (Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006)
a. Asikulovir intravena penting untuk infeksi neurologis, neonatus,
viseral, diseminata, dan mokukotan berat.
b. Kosus mukukotan yang lebih ringan dapat diobati secara oral dengan
siklovir, famsiklovir, atau valaksiklovir.
c. Cold sores rekuren dapat berespons baik dengan asiklovir topikal bila
dioleskan pada awal penyakit.
d. HVS resisten terhadap asiklovir membutuhkan pengobatan dengan
foskarnet atau sidofovir.
e. Infeksi okular diobati dengan asiklovir topikal. (Mandal, B. K, et al.
2008)
2.3.9 Pencegahan
44
Umur : terjadi pada usia bayi yang dia akibatkan oleh
tertularnya dari ibu yang melahirkan yang menderita herpes simpleks.
Pada semua usia yang telah melakukan aktivitas seksual.
Jenis Kelamin : jenis klamin juga faktor yang banyak
mempengaruhi adanya herpes simpleks, terjadi baik pada wanita atau
laki-laki karena penularan herpes simpleks baik secara seksual
maupun tidak.
B. KELUHAN UTAMA
Adanya vesikel yang menumpuk diatas kulit, lesi di daerah mulut,
hidung, genital dan bagian tubuh lainnya. Demam, tidak napsu
makan, rasa panas pada daerah infeksi, gatal dan nyeri
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Upaya yang telah dilakukan : upanya pertama kali dilakukan pasien
saat terdapat lesi, ataupun vesikel yang menumpuk diatas kulit
Terapi yang telah diberikan : penggunaan salep ataupun meminum
obat.
D. RIWAYAT KESEHATAN DAHULU
Pernah menderita cacar, ataupun herpes.
E. KEADAANLINGKUNGAN YANG MEMPENGARUHI
TIMBULNYA PENYAKIT.
Ada yang menderita herpes, lingkungan kurang bersih.
F. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Frekuensi : pola makan yang semakin menurun, akibat adanya
lesi ataupun vesikel pada daerah mulut.
Jenis : Biasanya makan makanan seperti nasi tapi berubah
menjadi bubur yang lembut setelah sakit.
Porsi : Lebih sedikit pada saat sakit, karena mual.
Keluhan : nyeri dan mual
2. Polaeliminasi
Frekuensi : Lebih jarang dari biasanya akibat adanya mobilitas
fisik.
45
Pancaran :lebih encer dibandingkan saat tidak sakit.
Jumlah : Lebih sedikit dibanding saat tidak sakit.
Bau : Khas
Warna : Kuning kecoklatan
3. Pola aktifitas
a. Sebelum sakit : dapat beraktivitas dengan semestinya.
b. Saat sakit : Aktivitas menjadi terganggu karena
merasakan nyeri, gatal serta panas pada daerah yang terkena
herpes.
4. Pola istirahat – tidur
a. Sebelum sakit : pola tidur sesuai
b. Saat sakit : pola tidur tidak sesuai karena mengalami
panas, gatal, dan nyeri.
5. Pola konsep diri
Gambaran diri : pasien selalu diam karena merasa malu akibat
adanya herpes pada bagian tubuhnya.
Harga diri: harga diri rendah akibat adanya vesikel-vesikel dikulit
sehingga pasien tidak percaya diri.
G. PEMERIKSAAN FISIK
46
Rambut : keadaan rambut pasien, ada kotoran atau tidak,
berminyak atau tidak, mudah patah atau tidak, dll.
Wajah : ekspresi yang ditunjukkan pada pasien pada pemeriksa
(meringis kesakitan atau menangis). Pada herpes simplek biasanya
meringis karena adanya panas, gatal, nyeri.
Mata : keadaan konjungtia, palperbra dan bola mata pasien.
Mulut : mukosa mulut dalam keadaan lembab atau kering,
keadaan lidah pucat atau tidak. Pada herpes simplek biasanya ada
vesikel baik daerah luar mulu (bibir) ataupun di daerah dalam
mulut.
Genital : adanya vesikel di permukaan kulit yang menumpuk
tepatnya di daerah genital.
3. Pemeriksaan kulit
a. Pemeriksaan inspeksi : melihat adanya vesikel yang
menumpuk di kulit, adanya lesi.
b. Pemeriksaan palpasi : bila diraba ada semacam abses di
permukaan kulit
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes tzanck
2. Biopsi punch
3. Deteksi DNA HSV
4. Tes antibodi
I. Diagnosa Keperawatan Yang Sering Muncul
1. Hipertermi yang berhubungan dengan penyakit ditandai dengan
kulit kemerahan.
2. Nyeri akut yang berhubungan dengan infeksi yang di tandai
dengan adanya nyeri bada bagian kulit yang ada vesikel.
3. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan penyakit herpes
simpleks yang ditandai dengan menyembunyikan tubuh yang
terkena herpes.
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan hipertermi
yang ditandai dengan kerusakan kulit.
47
5. Resiko infeksi yang berhubungan dengan integritas kulit
6. Resiko mata kering yang berhubungan dengan penyakit herpes
simpleks
J. Perencanaan
1. Hipertermi
a. Tujuan : suhu tubuh pada 36,5- 37,5 oC
b. Kreteria hasil :
1.) Suhu tubuh pada kisaran 36,5- 37,5 oC (5)
2.) RR : 12-18 x/menit (5)
3.) TD :110-120 mmhg (5)
4.) N : 80-100 x/menit (5)
c. Rencana tindakan :
1.) Manajemen cairan : monitor status hidrasi, berikan cairan
2.) Monitoring tanda-tanda vital: monitor tekanan darah, nadi,
penapasan, warna kulit, suhu dan kelembaban.
2. Nyeri akut
a. Tujuan : nyeri dapat teratasi dalam waktu 2 x 24 jam
b. Kreteria hasil:
1.) Tingkatan nyeri tidak ada (5)
2.) Panjang episode tidak ada (5)
3.) Mengerang dan menangis tidak ada (5)
4.) Ekspresi nyeri wajah tidak ada (5)
5.) Kehilangan nafsu makan tidak ada (5)
c. Rencana tindakan
1.) Pemberian analgesik :
a. Mengecek pemberian obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesik yang di resepkan
b. Cek adanya riwayat alergi obat.
c. Monitor ttv sebelum dan sesudah pemberian analgesik.
2.) Manajemen nyeri :
48
a. Mengkaji nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/ durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
atau beratnya nyeri dan faktor pencetus.
b. Ajarkan prinsip-prinsip nyeri.
c. Memberi informasi tentang nyeri baik pencegahan atau
penanganan.
3. Gangguan citra tubuh
a. Tujuan : pasien percaya diri dengan keadaan kulit dalam
waktu 1x 24 jam
b. Kreteria hasil
1.) Penerimaan diri (5)
2.) Tingkat percaya diri (5)
c. Keinginan untuk berhadapan dengan orang lain (5) Rencana
tindakan
1) Peningkatan citra tubuh
a. Tentukan harapan citra diri pasien di dasarkan pada
tahap perkembangan
b. Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan-perubahan
(bagian tubuh) disebabkan adanya penyakit atau
pembedahan.
c. Gunakan latihan membuka diri dengan kelompok
4. Kerusakan integritas kulit
a. Tujuan : vesikel dan lesi teratasi dalam waktu 3x24 jam
b. Kreteria hasil :
1) Kebersiham mulut (5)
2) Kelembaban mukosa mulut dan lidah (5)
3) Warna membran mukosa (5)
4) Nyeri (5)
5) Pendarahan (5)
c. Rencana tindakan :
1) Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, edema, atau drainase
49
2) Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema,
dan ulserasi pada ekstremitas
3) Gunakan alat pengkajian untuk mengidentifikasi pasien
yang berisiko mengalami kerusakan kulit (misalnya, skala
braden)
5. Resiko infeksi
a. Tujuan : setelah di berikan asuhan keperawatan selama 2x24
jam resiko infeksi berkurang.
b. Kreteria hasil
1) Kemerahan (5)
2) Vesikel yang mengeras permukaannya (5)
3) Demam (5)
4) Hilang nafsu makan (5)
5) Nyeri (5)
c. Rencana tindakan
1.) Perlindungan infeksi
a. Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan
local
b. Monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Pertahankan asepsis untuk pasien beresiko
d. Berikan perawatan kulit yang tepat untuk area (yang
mengalami) edema
e. Periksa kulit dan selaput lendir untuk adanya
kemerahan, kehangatan ekstrim, atau drainase
50
4.) Mengedipkan mata secara berkala (5)
5.) Menggunakan tetes mata atau pelembab mata sesuai resep
(5)
6.) Menggunakan pelembab mata untuk mengurangi evaporasi
air mata (5)
c. Rencana tindakan :
1) Manajemen Pengobatan
a. Tentukan obat apa yang diperlukan, dan kelola menurut
resep dan/atau protokol
b. Monitor efektifitas cara pemberian obat yang sesuai
c. Pertimbangkan pengetahuan pasien mengenai obat-
obatan
d. Tentukan dampak penggunaan obat pada gaya hidup
pasien
51
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus variselazoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster
oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis dan sakralis.
Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok
vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang
khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan letak
syaraf yang terinfeksi virus.
Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah
melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat
dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck
dengan menemukan sel datia berinti banyak. Pada umumnya
penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting
disease), Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya
komplikasi.
1.2 Saran
Setelah di jelaskan tentang Herpes zoster dapat
memudahkan pembaca dan menambah pengetahuan pembaca.
Sebagai seorang pemula, kami sadar bahwa karya ilmiah ini masih
jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan
52
kritik yang bersifat membangun. Karena saran dan kritik itu akan
bermanfaat bagi kami untuk memperbaiki atau memperdalam
kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
HR, Sahriani dkk. 2012. Profil Herpes Zosterdi Poliklinik Kulitdan Kelamin
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Januari-Desember 2012.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/view/3671/3197. (diakses
06 April 2017, jam 14.05)
Proc, Mayo Clin. 2009. Herpes Zoster (Shingles) and Postherpetic Neuralgia.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19252116. (diakses 06 April 2017,
jam 14.35)
Janniger, Camila K. 2016. Herpes Zoster.
http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview#a4. (diakses 06
April 2017, jam 15.00)
Adiwinata, Randy, Endy Suseno. 2016. Peran Vaksinasi dan Pencegahan
Herpes Zoster CDK-241/ vol. 43 no. 6 th. 2016.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_241CME-
Peran%20Vaksinasi%20dalam%20Pencegahan%20Herpes%20Zoster.pdf.
(diakses 07 April 2017, jam 11.31)
53
Regina, Lorettha Wijaya. 2012. Neuralgia Pascaherpetika CDK-194/ vol. 39
no. 6, th. 2012.
http://www.kalbemed.com/Portals/6/06_194Neuralgia%20Pascaherpetika.pdf
. (diakses 07 April 2017, jam 12:35)
http://www.kalbemed.com/Portals/6/20_207Berita%20Terkini-Varicella-
zoster%20immuneglobulin%20Mengurangi%20Gejala%20Infeksi%20Berat.
pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_199Varicella%20dengan%20Kompli
kasi%20Glomerulonefritis%20Akut.pdf
54