MODUL PELATIHAN
TIM PENULIS: Rusdin M. Nur, Lendi Wahyu Wibowo, Didik Farianto, Ismail A.
Zaenuri, Sadwanto Purnomo, Octaviera Herawati, Lingga Kartika Suyud, Nur Kholis,
Roni Budi Sulistyo, Ratih Noermala Dewi, Muhammad Nur Kholid, Mohamad Fuad,
Usman Rauf, M. Wintoyo, Eka Kusala.
Diterbitkan oleh :
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id
Bismillahirrahmanirrahiim
Atas berkat rahmat Allah SWT, Kami panjatkan puji dan syukur Alhamdulillah yang telah
memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga Modul Pelatihan Pendamping Lokal
Desa (PLD) Program Inovasi Desa (PID) TA. 2019 dapat digunakan sebagai panduan
peningkatan kapasitas pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, khususnya
bagi Pendamping Lokal Desa sebagai ujung tombak pendampingan.
Modul Pelatihan PLD TA. 2019 diinisiasi oleh Direktorat Program Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), Direktur Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Program
Inovasi Desa hadir sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan Dana
Desa dengan memberikan rujukan inovasi pembangunan Desa serta merevitalisasi
peran pendamping dalam mendukung pembangunan Desa. Melalui Program Inovasi
Desa diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan
secara partisipatif. Program Inovasi Desa merupakan salah satu bentuk dukungan
kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa sebagai
investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu
pendamping dalam memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan pendampingan baik
pengelolaan Dana Desa maupun Program Inovasi Desa. Jika diperlukan penambahan
dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat diskusikan bersama agar
pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Modul Pelatihan PLD TA. 2019 ini. Semoga Allah
SWT senantiasa memberkati dan membimbing kita semua. Amien.
DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA
Taufik Madjid
Daftar Isi
vii
PROSES PEMBELAJARAN
N WAKTU
LANGKAH-LANGKAH MEDIA
O (MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
2. CURAH PENDAPAT 30
Hidupkan suasana belajar dengan Lembar Curah
mengajak peserta berdiskusi untuk Pendapat
mendapatkan pemahaman sekitar topik
pendampingan masyarakat desa.
Sebelumnya tanyakan kepada peserta,
apakah yang dilakukan dalam kegiatan
pendampingan masyarakat desa selama
ini:
a. Apa tugas dan fungsi pendampingan
dari PLD?
b. Apakah bentuk-bentuk aktifitas
pendampingan masyarakat desa dilokasi
tugasnya?
c. Siapa dan apa faktor yang
menyebabkan pendampingan masyarakat
desa berjalan?
d. Isu dan masalah apa yang berkaitan
dengan pendampingan masyarakat desa
yang dihadapi dilokasi tugas?
A. PENDAHULUAN
Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas
kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan
perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang
yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat,
kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai
masyarakat yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk
perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai
matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial,
ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan desa. Secara konseptual, pemberdayaan,
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, Edi Suharto
menyatakan bahwa ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai
kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat
tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak
dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2)
Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian
kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.
B. Tujuan Pendampingan
Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya
proses inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri,
tanpa adanya intervensi dari luar. Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan
adalah adanya kemandirian kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini
menyiratkan suatu kemampuan otonom warga desa untuk mengambil keputusan
bertindak berdasarkan keputusannya itu dan memilih arah tindaknnya sendiri tanpa
terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang diinginkan oleh pihak lain. Untuk
mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan suatu kombinasi dari kemampuan
materi, intelektual, organisasi dan manajemen. Dengan demikian sebenarnya 3
elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu kemandirian material,kemandirian
intelektual, dan kemandirian pendampingan.
C. Fokus Pendampingan
Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian
dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus
pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui:
Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).
D. Misi Pendampingan
Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah.Penambahan kewenangan
dan anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.
Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan
masyarakat, yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy
adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi
bantuan tentang pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai
keuangan (financial illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang
cepat habis. Setelah mengetahui financial liter.
Peran pendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat
wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM
adalah melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari
lembaga keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya
berhenti sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan
dari bank, tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu
kelompok usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan.
Sehingga tujuan satu desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan
usaha desa bisa terwujud. Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola
dengan prinsip social enterprises dan berbentuk koperasi.
Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto
membentang dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan
membangun kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-
organisasi warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi
dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU
No. 6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan
tata kelola desa secara nasional.
UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi
halaman depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia
memiliki modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan
sosial dan solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Swadaya dan gotong royong
adalah sebagai penyangga utama ”otonomi asli” desa. Ketika kapasitas negara tidak
sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan gotong royong merupakan
alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek pembangunan prasarana
desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung pengertian desa memiliki
prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus dirinya meski pada saat
yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang berlebihan sehingga
berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang justru
melumpuhkan prakarsa lokal.
Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan
program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah
keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk
mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,
lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang
digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak
yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari
pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat
desa sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per
desa dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau
berwirausaha, ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya
manusia (warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah
desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola
sebagai bagian dari BUM desa. Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu
mendorong gerak ekonomi desa adalah mengembangkan desapreneur atau
kewirausahaan bagi masyarakat desa. Pengembangan desa wirausaha menawarkan
solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi penduduk, dan pengembangan
lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi strategi dalam pengembangan dan
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber daya dan fasilitas disediakan
secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan kondisi sosial ekonomi
perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif akan menjadi hal
yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi perdesaan menjadi
desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).1
Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU
No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan
amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.
Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah
sangat penting dan menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat desa. Para PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi
untuk mempercepat penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk
bisa mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa
(dari APBD).
Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping
Desa (PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke
dalam implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan
skema pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat
menumbuhkan partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa
yang berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.
ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan
dengan peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan
daerah kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh
PLD terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan,
serta nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan
patokan PLD dalam pengawasan.
***
SML 1.2.
Sub Mata Latih 1.2. : PERAN, SIKAP DAN STRATEGI PENDAMPINGAN
MASYARAKAT DESA
PROSES PEMBELAJARAN
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu,
pelatih meminta peserta untuk mereview
dari pembelajaran Sub Mata Latih 1.1
Evaluasi Pendampingan Masyarakat Desa
2. CURAH PENDAPAT 30
1. Mulailah dinamika belajar dengan diskusi Lembar
pendek tentang sikap : Curah
a. Gambarkan sikap ideal Pendamping Pendapat
Lokal Desa?
b. Apa artinya “Sikap Pendamping Lokal
Desa sebagai representasi (citra) visi
UU Desa?”
Tahap 1
Tahap 2 :
Pertanyaan Jawaban
4.
5.
4.
5.
c. Bagaimana langkah- 1.
langkah yang harus dilakukan
2.
untuk menghadapi tantangan
dalam mengatasi kesulitan 3.
tersebut?
4.
5.
Lembar Informasi SML 1.2
Latar Belakang
Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan
pembangunan yang segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun
harapan tinggal harapan. Pemerintahan semasa reformasi masih belum menunjukkan
kesungguhan niat politik untuk melakukan perubahan desa. Dua produk hukum, UU
No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum mampu menjawab hakekat
kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan terkecil bagian dari
pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki kewenangan
mengatur kehidupannya sendiri.
Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) merupakan produk
perundangan terbaru yang dihasilkan sesudah lebih dari lima belas tahun
pemerintahan reformasi. Ada sebagian pihak yang menyambut kehadiran UU Desa
dengan keraguan (skeptis). Tapi sebagian terbesar menyambutnya dengan penuh
harapan (optimistik). Para pihak yang optimistik melihat UU Desa sebagai gerbang
harapan bagi desa, atau yang disebtu dengan nama lain.
Pembangunan Partisipatif
Selain itu dalam pembangunan partisipatif ada azas inklusi. Azas Inklusi diterapkan
dengan mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang untuk berpartisipasi
dalam perencanaan pembangunan dengan berbagai perbedaan: latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Azas inklusi juga
memberikan ruang yang luas untuk penyandang cacat, kaum difabel, anak dan
remaja, untuk diberikan pelayanan dalam bidang-bidang seperti kesehatan,
pendidikan, dan perlindungan.
Capian ini harus menjadi tujuan pendampingan, sehingga inovasi yang dilakukan bisa
mempercepat capian Desa Kuat, Maju, Mandiri dan Demokratis, yang sudah
diamanatkan UU Desa.
***
MATA LATIH 2
REFLEKSI KERJA PENDAMPINGAN
( Isu strategis / masalah dan solusi )
Mata Latih 2 : REFLEKSI KERJA PENDAMPINGAN ( ISU STRATEGIS
/ MASALAH DAN SOLUSI )
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR Lembar
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu 5 tayang
2. CURAH PENDAPAT
Pelatih mengajak peserta untuk melakukan 15 Lembar
curah pendapat terkait isu-isu strategis dan Curah
permasalahan yang sering muncul di Pendapat
lapangan khususnya yang berhubungan (kertas plano)
dengan pengelolaan Dana Desa,
pelaksanaan Program Inovasi Desa,
keterbukaan informasi publik, serta
pemantauan / pengawasan berbasis
masyarakat.
Pelatih mencatat hasil curah pendapat dan
bersama peserta menyepakati hal-hal yang
perlu dibahas bersama.
3. CERAMAH 20 Lembar
Pelatih menyampaikan paparan dari lembar Informasi dan
tayang terkait pengelolaan Dana Desa, Lembar
Program Inovasi Desa dan yang Tayang
berhubungan dengan keterbukaan informasi
publik serta pengawasan berbasis
masyarakat.
Pelatih memberikan umpan balik kepada
peserta.
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
4. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 10
Pelatih memberikan kesempatan kepada Lembar
peserta untuk bertanya, mengajukan Informasi dan
pendapat dan klarifikasi. Pelatih mencatat hal- Lembar
hal penting dan mengumpanbalikkan ke Tayang
peserta.
DISKUSI KELOMPOK 30
5. Peserta dibagi dalam 4 kelompok, membahas
topik permasalahan yang berbeda:
-Kelompok 1: Permasalahan dalam
Pengelolaan Dana Desa;
Matrik / form
-Kelompok 2: Permasalahan pelaksanaan
diskusi
Program Inovasi Desa;
-Kelompok 3: Permasalahan Keterbukaan
informasi publik;
-Kelompok 4; Permasalahan Pengawasan
berbasis masyarakat.
DISKUSI PLENO
6. Masing-masing kelompok memaparkan 50 Matrik / form
hasil diskusi dan peserta diberi kesempatan diskusi
untuk menanggapi
7. KESIMPULAN DAN PENEGASAN
Pelatih membuat kesimpulan dan 5
penegasan dari sesi ini.
Lembar Curah Pendapat SML 2.1
Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa telah melahirkan harapan baru dari
metamorphosis pengaturan Desa yang sudah mengalami berbagai macam bentuk desa.
Desa yang sebenarnya berumur lebih panjang dari umur Negara Kesatuan Republik
Indonesia sudah mempunyai bentuk dan karakternya masing masing, sesuai dengan
tipologi dan perkembangan sosio kultur, adat budaya yang menyelimutinya. Karakter
Desa yang beragam telah menjadi modalitas kemajuan bangsa dan negara dalam
membangun karakter bangsa, sehingga muncullah pilar negara yang kita kenal dengan
Bhinika Tunggal Ika.
Kekayaan budaya, adat istiadat dan corak pemerintahan Desa yang dimiliki itu
berkembang sedemikian rupa, keanekaragaman bentuk desa, nagari, pekon, kampung
dan banyaknya sebutan lainnya bertahan sampai ratusan tahun, eksis dengan
historikalnya sendiri sendiri, sehingga munculnya penyeragaman pola pemerintahan
Desa oleh Orde Baru melalui melalui UU no 5 tahun 1979. UU no 5 tahun 1979 Orde
baru melakukan upaya penyeragaman nama, bentuk, susunan pemerintahan dan
bahkan warna. Hal ini oleh sebagian pemerhati pemerintahan desa dianggap sebagai
kesalahan fatal dalam pengelolaan desa
Koreksi atas kesalahan pengelolaan desa oleh negara melalui UU No 5 Tahun 1979
tercermin dalam diktum Menimbang, huruf e UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, yang berbunyi : “bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan
pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya
mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu
diganti”
Harapan adanya perubahan mendasar status desa dengan terbitnya UU No 22 Tahun
1999 ini ternyata juga masih menjadi cahaya yang suram, sebab upaya pengakuan atas
hak bawaan desa ( hak asal usul ) juga masih sumir, hak bawaan yang dimaksud dan
dijamin oleh UU 1945 dalam pasal 18B antara lain pengakuan atas kesatuan kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisionalnya. Hak hak tradisional yang
dimaksud menurut beberapa ahli adalah susunan asli masyarakat hukum adat, hak asal
usul dan hak istimewa, masih juga tersubordinasi oleh kerangka otonomi desa yang semu.
Desa masih belum diberikan hak asal usulnya secara utuh.
Harapan baru muncul di tahun 2014 dengan lahirnya UU Nomer 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Sebab hanya di UU desa ini lah hak bawaan atau hak asal usul diakui secara utuh,
yang terkenal dengan azaz rekognisinya, disamping hak lokal bersekala desa. Pengakuan
atas hak asal usul yang diringi dengan pemberian stimulan dana desa telah memberikan
banyak harapan baru untuk bangkit. Dengan UU ini desa dan desa adat benar benar
dikembalikan kepada keanekaragaman bentuk desa, nama susunan pemerintah, struktur
kemasyarakatnya.
Pekerjaan rumah berikutnya bagi pemerintah adalah soal tata kelola Desa yang berbasis
pada UU tentang Desa tersebut, khususnya bagaimana mengelola Desa dengan azaz
rekognisi dan subsidiaritasnya, prakarsa dan inovasinya, optimalisasi sumberdaya local
Desanya dan sebagainya. Bagian dari implementasi azaz rekognisi pemerintah Pusat
adalah dengan adanya pengalokasian Dana Desa dari APBN yang sudah terealisasikan
sejak tahun 2015.
Komitmen Pemerintah Pusat pada Desa sangat serius, bukan hanya soal pengalokasian
anggaran Dana Desa melalui APBN saja, tapi perhatian yang lebih juga diperlihatkan
melaluai aturan turunan UU tentang Desa, yakni regulasi regulasi tata kelola Desa yang
berbasis pada UU tentang Desa.
Prakarsa dan inovasi masyarakat Desa didorong sedemikan rupa dalam proses
membangun Desa, kemerdekaan warga dan pemerintah Desa dalam menentukan masa
Depan Desa juga diberi ruang se luas luasnya melalui UU tersebut. Melalui Musyawarah
Desa sebagai forum politik local, pemerintah dan masyarakat Desa bisa melakukan
rancangan bersama, merumuskan persoalan persoalan prioritas yang harus diselesaiakn,
merumuskan kemana arah Desa akan dibawa, merancang program program
kesejahteraan warga, pelayanan public, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
bagaimana pengentasan kemiskinan dilakukan. Sehingga semua bermuara pada
kemajuan dan kemandiri Desa dengan mengoptimalkan sumberdaya local, memanfaatkan
potensi Desa dan modal social masyarakatnya.
Sementara Peraturan Pemerintah yang terkait dengan keuangan Desa tertuang dalam
42. No 60 Tahun 2016 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN, yang telah dirubah
dengan PP No 22 tahun 2015 dan dirubah lagi dengan PP No 8 Tahun 2016. Menegasikan
bahwa Pemerintah akan mengalokasikan Dana Desa sampai dengan 10% APBN selain
Tranfer Daerah dimaksudkan sebagai wujud pengakuan Pemerintah Pusat akan rekognisi
dan posisi Desa sebagai entitas yang mandiri, self government community, bukan
subordinasi supra Desa. Dengan ini pula Pemerintah Pusat hanya memberikan hak hak
Desa atas keuanganya dengan sedikit memberikan pagar pagar penggunaanya, seperti
prioritas penggunaan Dana Desa melalui Peraturan Menteri Desa, PDTT, pola pembagian
Dana Desa, tata cara dan syarat pencairan Dana Desa melaui Peraturan Menteri
Keuangan (PMK), bagaiman penatausahaan keuangan Desa melalui Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) dan tidak mengatur untuk kegiatan apa digunakan dan
berapa anggarannya, karena Dana Desa sepenuhnya menjadi kewenagan Desa untuk
membiayai kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan local bersekala
Desa.
Aturan turunan UU tentang Desa yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT maupun Kementerian Keuangan semua
dimaksudkan untuk menjadi guiden atau pedoman bagi pemerintah Kabupaten/Kota dan
Desa dalam mengelola kewenagannya, supaya bisa mengarah pada cita cita dan tujuan
diterbitkannua UU tentang Desa, yakni Desa yang maju, mandiri demokratis dan sejahtera,
dengan memperkuat empat pilar pemerintahan Desa yakni pertama; dalam bidang
pemerintahan yang professional, efektif, akuntable dan transparan, kedua; pembangunan
Desa yang terfokus pada peningkatan kualitas hidup manusia, peningkatan kesejehteraan
penduduk, penanggulangan kemiskinan dan pelayanan dasar masyarakat, ketiga;
pembinaan kemasyarakatan yang bertumpu pada kerukunan warga, kegotong royongan,
kesatuan masyarakat dan kebersamaan, dan pilar keempat; pemberdayaan masyarakat
dengan pijakan utama penyadaran potensi dan kekuatan, peningkatan kapasitas
masyarakat dan penguatan prakarsa masyarakat local Desa.
Beberapa regulasi yang sudah diterbitkan oleh Kementerian untuk menjadi pedoman
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa antara lain adalah :
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri :
1. Permendagri No : 111/2014 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di
Desa
2. Permendagri No : 112/2014 tentang Pemilihan Kepala Desa
3. Permendagri No : 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa
4. Permendagri No : 84/2015 tentang SOTK Pemerintah Desa
5. Permendagri No : 01/2016 tentang Pengelolaan Aset Desa
6. Permendagri No : 44/2016 tentang Kewenangan Desa
7. Permendagri No : 110/2016 tentang BPD
8. Permendagri No : 20/2018 tentang Pengeloaan Keuangan Desa
9. Permendagri No : 85/2017 Perubahan Permendagri No 112/2014
Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi
10. Permendasa PDTT No : 2/2015 tentang Musyawarah Desa
11. Permendesa PDTT No : 3/2015 tentang Pendampingan Desa
12. Permendesa PDTT No : 4/2015 tentang BUMDes
13. Permendesa PDTT No : 6/2015 tentang SOTK Kemendes
14. Permendesa PDTT No : 2/2016 tentang IDM
15. Peremndesa PDTT No : 5/2016 tentang PKP
16. Peremndesa PDTT No : 16/2018 tentang Prioritas Penggunaan DD Tahun 2019
17. Permendesa PDTT No : 11/2019 tentang Prioritas Penggunaan DD Tahun 2020
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
1. Peraturan Menteri Keungan No : 50/2017 tentang Pengelolaan TKDD
2. Peraturan Menteri Keungan No : 112/2017tentang Perubahan 50/2017
3. Peraturan Menteri Keungan No :225/2017 tentang Perubanan Kedua
4. Peraturan Menteri Keungan No :121/2017 tentang Perubahan Ketiga
5. Peraturan Menteri Keungan No :226/2017 tentang Alokasi DD tahun 2018
6. Peraturan Menteri Keungan No :193/2018 tentang Pengelolaan Dana Desa
Beberapa problem regulasi Pemerintah Pusat, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun
Peraturan Menteri (Permen) menjadi persoalan sendiri, karena terjadi disharmoni antar
satu PP dan Permen dengan Permen lainnya, diantara:
(1) Dalam PP 60/2016 yang sudah direvisi dengan PP 22/2015 pasal 11 misalnya terkait
dasar pembagian Dana Desa yang hanya mendasari pada alokasi dasar dan alokasi
formula, sementara dalam PMK No 193/2018 tentang DD tahun 2019 dasar
pembagian DD ada alokasi dasar, alokasi afrmasi, dan alokasi formula, bahkan dalam
rancangan PMK untuk DD 2020 terdapat alokasi kinerja.
(2) Terjadi pembidangan yang tidak sama antara versi Permendagri No 20/2018 dan
Permendesa No 16/2018 dan Permendesa No 11/2019, antara lain terkait bidang
pembangunan dan pemberdayaan, dalam permendagri 20/2018 misalnya pelatihan
aparatur Desa masuk bidang pemberdyaan, di permendesa tidak dibahas karena itu
bagian dari bidang pemerintahan Desa, tentang pembangunan sarana pra sarana
pertanian Desa seperti Irigas dll, dalam Permendagri No 20/2018 masuk dalam
bidang pemberdayaan, sementara dalam permendesa 11/2019 masuk dalam bidang
pembangunan, pembangunan sarana olah raga dalam peremndagri N0 20/2018
masuk dalam bidang kemasyarakatan sementara dalam permendesa No 11/2019
masuk dalam bidang pembangunan.
Problem regulasi yang terjadi disharmoni antar peraturan ini mestinya bisa diselesaikan
dalam satu prespektif yang sama. Adapun terkait regulasi Kabupaten/Kota baik berupa
Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup) sebagai implemntasi UU
tentang Desa ini juga belum sesuia espektasinya, setelah UU Desa berumur 5 tahun,
seharusnya Kabupaten/Kota sudah menerbitkan regulasi beberap regulasi yang menjadi
prioritas untuk memperkuat Desa, misalnya perbup atau perda tentang kewenagan Desa,
pembangunan Desa, pengelolaan keuangan Desa, pengadaan barang/jasa di Desa dan
lain sebagainya. Namun kenyataanya sampai tahun ke 5 UU Desa ini belum semua
Kabupaten/Kota menerbitkan regulasi tentang kewenangan Desa. Sampai September
2019 sebagai data tentang regulasi kabupaten dari 434 Kab/Kota yang dapat DD dapat
dilihat berikut:
No Jenis Regulasi (Perda/Perbup) Jml.
7 Kerjasama Desa 55
10 Regulasi Lain yang terkait Desa (SOTK, Pilkades, Reribusi, SILTAP 765
Beberapa titik kritis dari penerbitan regulasi daerah sebagai turunan UU tentang Desa
coba kami telaah, karena juga terjadi disharmoni antara peraturan daerah, peraturan
Bupati dengan peraturan Menteri keuangan misalnya, juga beberapa hal yang mestinya
tidak terjadi, diantara titik kritis dari regulasi daerah adalah sebagaimana table berikut:
REGULASI
No TITIK KRITIS
KABUPATEN TENTANG
4 ASSET DESA
2. Sebagai dasar untuk penyusunan kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan
6 BUMDESA
2. Walaupun sebagian besar sdh menerbitkan, tapi
kurang dapat dukungan dalam implementasinya
7 AN RAPBDES, PEDUM
2. Belum sepenuhnya memberikan peran Camat
EVALUASI RAPBDES
dalam proses pengendalian dan pengawasan.
Dari regulasi yang sudah diterbitkan Kabupaten/Kota untuk memperkuat posisi Desa
dalam menjalankan amanat implemntasi UU Desa, masih banyak yang terfokus pada
Peraturan Bupati/Walikota tentang Tatacara Pengalokasi DD dan ADD nya saja, karena
dituntuk sebagai syarat pencairan DD oleh Kementerian Keuangan, sementara
Perda/Perbup terkait dengan kewenangan Desa belum menjadi prioritas, padahal ruh
dan semangat UU Desa adalah pada pemberian kewenangan terhadap Desa ini, Dana
Desa yang disediakan oleh Pemerintah melalui APBN pun hanya diprioritaskan untuk
membiayai kegiatan kegiatan dan program terkait kewenangan tersebut.
Bahkan juga banya ditemukan, perbup tatacara pembagian DD juga terlambat, padahal
ini menjadi kunci dalam setiap tahapan pencairan, keterlambaan soal regulasi ini selalu
terulang di beberapa Kabupaten/Kota, diantara beberapa penyebab keterlambatan ini
antara lain karena adanya terik menarik kepentingan pemerintah Kabupaten/Kota
terhadap Dana Desa ini. Diantaranya ada yang menitipkan program Bupati/Walikota
melaui Dana Desa, sebagai realisasi janji janji calon kepala Daerah saat kampanye.
Namun prilaku kepala Daerah seperti ini sesungguhnya sangat keliru, karena Dana Desa
hanya untuk digunakan mendanai kewenangan Desa, bukan program Kepala Daerah.
Jika Bupati atau Kepala Daerah mau merealisasikan janji janji kampanye kepada
masyarakat Desa mestinya dari anggaran APBD yang dilimpahkan ke Desa sebagai
bentuk kewenangan yang dilimpahkan. Bukan dengan mengurangi hak masyakakat
Desa dalam membiayai kewenangan Desa.
Sudah menjadi kewajiban dalam mengelola Desa harus berorientasi pada managemen
modern yang akuntabel, transparan dan partisipatif, sehingga siapapun yang diberikan
mandat oleh masyarakat untuk memimpin Desa maka harus mempunyai jiwa
kepemimpinan yang visoner, inovatif dan delegative. Desa saat ini dengan berbagai
macam persoalannya tidak bisa hanya dikelola dengan system kekeluargaan dengan
managemen ala kadarnya, sebab saat ini Desa juga mengelola keuangan yang tidak
sedikit sebagai akibat dari adanya mandat UU Desa kepada Pemerintah Pusat untuk
mengalokasikan Dana Desa sampai dengan 10% dari APBN diluar transfer Daerah. Dana
Desa yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat berfungsi sebagai pengakuan atas azaz
rekognisi dan subsidiaritas, untuk memperkuat pelaksanaan kewenangan Desa, juga
dimaksudakan untuk melakukan percepatan pemerataan pembangunan nasional,
percepatan pengentasan kemiskinan di Desa.
Ironis mememang, Desa diberikan kewenangan yang luas, diberikan hak mengatur dan
mengurus pemerintah dan masyarakatnya sendiri, tapi kesadarannya harus selalu
dibangkitkan akan hak hak mereka.
Ada banyak regulasi yang mestinya bisa diterbitkan oleh Desa, dalam rangka tata kelola
Desa yang baik, transparan, akuntable dan partisipatif. Semua untuk memperkuat
Pemerintah Desa dalam mengatur dan mengurus kewenangan Desanya. Tanpa regulasi
regulasi yang memperkuat ini Desa selamanya akan terintervensi dengan kebijakan
supra Desa. Diantara regulasi Desa yang seharusnya menjadi prioritas setiap Desa
antara alain adalah :
a. Peraturan Desa tentang Kewenangan Desa
b. Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.
c. Peraturan Desa tentang Pengelolaan Asset Desa
d. Peraturan Desa tentang Pengelolaan Keuangan Desa
e. Peraturan Desa tentang Pendirian, Pembentukan, dan Pembiaan BUMDes.
f. Peraturan Desa tentang Standar Pelayanan Minimum Desa
g. Peraturan Desa tentang Retribusa Desa
h. Peraturan Desa tentang Batas Wilayah Desa
i. Peraturan Desa tentang Penanggulanagan Kemiskinan di Desa
j. Peraturan Desa tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
k. Peraturan Desa tentang Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes)
l. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
m. Peraturan Desa tentang Kerja sama Desa
n. Dan peraturan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat Desa, sesuai dengan
kekhasan masing masing Desa.
Persoalan persoalan belum banyaknya Desa menerbitkan regulasi untuk memperkuat
posisi Desa ini disebabkan banyak factor, dan yang paling dominan adalah kapasitas
sumberdaya pemerintah Desa yang lemah. Banyak kepala Desa dan perangkatnya tidak
memahami substansi UU Desa, tidak memahami pentingnya kewenagan Desa diatur
oleh Desa sendiri, kurang mengganggap penting aturan yang seharusnya dibuat oleh
Desa. Mayoritas pemerinah Desa hanya terfokus bagaimana mengelola keuangan Desa,
baik yang bersumber dari transfer seperti Dana Desa, Alokasi Dana Desa dan
Pendapatan Asli Desanya, bagaimana menghabiskan, bagaimana mengadminis-
trasikan, bagaimana mempertanggung jawabkan, kerjaan kerjaan yang berorientasi pada
keproyekan yang sangat adminsratif. Sehingga banyak program dan kegiatan Desa tidak
bisa menyelesaikan masalah mereka, tidak singkron dengan Visi Misi yang tertuang
dalam Dokumen RPJMDes, tidak bisa menyelesaikan masalah kesenjangan sosial,
kemiskinan, pelayanan publik dan pembinaan kemasyarakatan.
Dengan kondisi yang demikian, setelah 5 tahun pelaksanaan UU Desa sangat perlu
dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sejauh mana misi dan tujuan awal dilahirkannya
apakah sudah tercapai Desa yang Maju, Mandiri, Demokratis dan Sejahtera. Sejauh
mana progress perkembangan pembangunan di Desa, sudahkan terjadi penurunan
angka kemiskinan di Desa yang signifikan, bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar
masyarak Desa seperti pendidikan, kesehatan, bagaimana pelayanan publik di Desa,
bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat di Desa dengan diberlakukannya UU Desa
ini yang diiringi dengan penggelontoran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD)
ratusan trilyun rupiah.
Tantangan bagi para pengiat Desa dan para pemangku kepentingan terkait Desa, baik
institusi pemerintah maupun Lembaga swasta, pendamping Desa dan para pegiat Desa
lainnya untuk mengembalikan misi awal lahirmya UU Desa, agar pemerintah Desa tidak
terjebak pada administrasi proyek pengelolaan keuangan Desa, tapi juga bisa lebih
substansial dalam merumuskan masalah dan potensi serta rencana aksinya yang
seharusnya mendasari pada pengaturan kewenangan hak asal usul dan kewenangan
local berskala Desa, dengan memperkuat prakarsa dan inovasi Desa dalam mengelola
sumberdaya Desa, sehingga persoalan persoalan substansial dalam urusan
pemerintahan Desa, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan bisa teratasi
dengan baik. Pada tataran ini dibutuhkan pelopor dan kader Desa yang memahami
substansi UU Desa, mampu menerjemahkan dalam kehidupan berdesa, mampu berfikir
kreatif dan inovatif, demokrati dan visioner untuk mengelola Desa dengan sumberdaya
yang dimiliki melaui regulasi regulasi yang lebih operasional dan membumi.
*******
PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL
PROGRAM INOVASI DESA 2019
BAB I
KEBIJAKAN POKOK
A. Latar Belakang
P rogram Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk
mewujudkan agenda Nawacita dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019. PID dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas Desa
sesuai dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dalam
mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembangunan Desa secara berkualitas
agar dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan kemandirian ekonomi serta
mempersiapkan pembangunan sumber daya yang memiliki daya saing. PID
dilaksanakan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi) melalui kerjasama dengan
Satuan Kerja Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi
(Satker P3MD Provinsi), dengan dukungan pendanaan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Pelaksanaan PID didukung dengan upaya-upaya
peningkatan kapasitas desa melalui kegiatan Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID) dengan fokus pada bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Infrastrukur Desa.
3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pelaku utama PID Tim Inovasi Kabupaten/Kota (TIK) di tingkat Kabupaten dan Tim
Pelaksana Inovasi Desa (TPID) di tingkat kecamatan. Pelaku-pelaku PID ditempatkan
disetiap tingkatan struktural pemerintahan mulai dari desa hingga pusat. Pelaku-pelaku
tersebut ditugaskan untuk memberikan pendampingan teknis dalam mengawal pelaksanaan
program sesuai PDO dalam rangka pencapaian target KPI yang telah ditetapkan.
A. Pelaku di Desa
Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali pelaksanaan PID di
desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), memastikan
realisasi replikasi atau adopsi komitmen kegiatan inovatif, menyusun regulasi desa
yang mendukung pelaksanaan PID.
2. Badan Permusyawarahan Desa
B. Pelaku di Kecamatan
Camat
Camat atas nama Bupati berperan sebagai Pembina PID di wilayah Kecamatan serta
bertugas membuat Surat Penetapan Camat (SPC) untuk penetapan TPID. Sebagai
Pembina, Camat memberikan saran-saran atas pelaksanaan PID dan kinerja TPID,
hasil capturing, pelaksanaan replikasi atau adopsi inovasi oleh desa-desa di wilayah
tugasnya, serta melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan PID secara
menyeluruh.
Tim Pelaksana Inovasi Desa
Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) merupakan kelompok masyarakat pelaksana
kegiatan PID yang berkedudukan di kecamatan, dan dipilih melalui forum MAD yang
selanjutnya dikukuhkan oleh Camat a.n Bupati/Walikota melalui SPC. TPID bertugas
dan bertanggung jawab mengelola Dana Bantuan Pemerintah PID di kecamatan
bersangkutan.
2.1. Kriteria TPID:
Tidak terdaftar sebagai pengurus partai politik tertentu;
Tidak sedang menjabat sebagai staf inti desa dan kecamatan;
Memiliki dedikasi tinggi terhadap pembangunan desa dan kawasan;
Memiliki referensi luas dan minat tinggi dalam kegiatan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa yang inovatif;
Kreatif dalam mengelola pengetahuan dan inovasi desa;
Berasal dari perwakilan desa dengan mengutamakan keterwakilan
perempuan.
2.2. Tugas dan tanggung jawab TPID:
a. Menerima, menyalurkan dan mempertanggungjawabkan hasil
penggunaan Dana Bantuan Pemerintah PID sesuai peruntukkan;
(1) Menyosialisasikan PID kepada masyarakat;
(2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PID;
(3) Memfasilitasi MAD dan forum-forum pertemuan masyarakat lainnya;
(4) Mendorong dan memfasilitasi pelaksanaan replikasi atas komitmen dari
BID Tahun 2018 oleh desa-desa di wilayahnya, melalui:
a. Identifikasi komitmen replikasi yang masuk dalam RKPDesa dan
APBDesa 2019 di setiap desa;
b. Identifikasi desa-desa dan kegiatan yang membutuhkan layanan
P2KTD melalui Kartu Layanan P2KTD;
c. Membuat prioritas kegiatan yang akan dilayani oleh P2KTD melalui
MAD;
d. Membuat RAB kegiatan-kegiatan yang akan dilayani P2KTD dan
mengajukannya kepada Pokja P2KTD-TIK;
e. Memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas
teknis oleh P2KTD;
(5) Mengelola dan menyelenggarakan Bursa Pertukaran Inovasi tahun 2019
serta mengadovokasi komitmen replikasi oleh desa-desa peserta Bursa
tahun 2019;
(6) Mengawal replikasi atas komitmen dari Bursa tahun 2019 oleh desa-desa
di wilayah kerjanya, agar masuk dalam RKPDesa dan APBDesa tahun
2020;
(7) Memfasilitasi dan memastikan terlaksananya proses pengelolaan
pengetahuan dan inovasi desa dengan baik, terutama pendokumentasian
kegiatan-kegiatan inovatif di wilayah kerjanya, melalui:
a. Identifikasi kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa yang inovatif dari Kartu IDE yang terjaring dalam Bursa tahun
2019;
b. Verifikasi dan melengkapi data-data pendukung kegiatan inovatif yang
dibutuhkan untuk dokumen pembelajaran;
c. Melakukan capturing dengan mengisi template dokumen
pembelajaran yang telah disediakan;
d. Mengajukan hasil-hasil capturing kepada TIK untuk divalidasi dan
dipilih sebagai menu inovasi lokal atau menu inovasi nasional.
(8) Mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan program;
(9) Mengelola kegiatan PSDM;
(10) Membuat laporan kegiatan dan laporan keuangan TPID.
2.3. Susunan Pengurus TPID
Kepengurusan TPID terdiri atas:
a. Ketua, bertugas untuk memimpin tim dalam mengelola pelaksanaan
kegiatan PID termasuk legalisasi pencairan Dana Bantuan Pemerintah PID
dan laporan kegiatan;
b. Bendahara, bertugas membuat administrasi pengelolaan dan transaksi
keuangan Dana Bantuan Pemerintah PID, serta
membantu Ketua dalam menyiapkan laporan pertanggungjawaban;
c. Bidang Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID),
bertugas untuk memfasilitasi identifikasi, verifikasi, pendokumentasian
(capturing), pertukaran hasil capturing dari desa-desa di wilayahnya
dan/atau dari tempat lain yang direkomendasikan oleh TIK;
d. Bidang Verifikasi Inovasi, bertugas memeriksa dan memberikan
rekomendasi kepada MAD bagi desa-desa yang berminat melakukan
replikasi kegiatan inovasi melalui APBDesa;
(2) Bidang P2KTD, bertugas untuk mengidentifikasi kebutuhan desa akan
peningkatan kapasitas teknis dalam melaksanakan replikasi/adopsi
kegiatan inovatif, serta pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa secara reguler. Secara Bidang P2KTD bertugas untuk:
o Melaksanakan identifikasi kebutuhan layanan lembaga P2KTD oleh
desa-desa;
o Menyusun prioritas dan menetapkan kebutuhan layanan P2KTD;
o Menyampaikan hasil identifikasi kebutuhan layanan P2KTD ke TIK-
Pokja P2KTD;
o Melaksanakan kontrak kerja dengan P2KTD;
o Memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas
teknis oleh P2KTD;
o Menyusun laporan keuangan dan pelaksanaan kegiatan P2KTD;
o Memfasilitasi pengaduan dan penanganan masalah pelaksanaan
P2KTD.
(3) Bidang PSDM bertugas untuk membantu mengelola kegiatan inovasi
pengembangan sumber daya manusia. Bidang ini khusus untuk lokasi-
lokasi pelaksanaan PSDM, dengan tugas sebagai berikut:
o Menyelenggarakan peningkatan kapasitas inovasi pengembangan
sumber daya manusia;
o Memfasilitasi kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan PSDM;
o Memfasilitasi kegiatan Pra Musrenbang;
o Menyusun laporan kegiatan.
C. Pelaku di Kabupaten/Kota
(1) Bupati
Bupati/Walikota merupakan pembina PID di tingkat Kabupaten/Kota dan
menetapkan TIK melalui Surat Keputusan.
(2) Dinas PMD dan OPD Terkait
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas PMD atau nama lain, bersama OPD
terkait yang merupakan bagian dari TIK, bertanggungjawab melakukan pembinaan,
baik pelaksanaan program, Tenaga Ahli atau tenaga pendamping, anggaran, dana
operasional dan administrasi program. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Dinas
PMD serta OPD terkait, sebagai berikut:
2.1. Melakukan sosialisasi PID kepada OPD lain;
2.2. Menyiapkan rencana kerja dan dukungan teknis pelaksanaan PID;
2.3. Bersama TIK melakukan pengawasan pelaksanaan PID, verifikasi dokumen
pembentukan TPID sebelum diajukan ke Provinsi dan verifikasi dokumen
permintaan pencairan dan laporan pertanggung-jawaban Bantuan Pemerintah
PID dari TPID sebelum diajukan ke Provinsi;
2.4. Memfasilitasi kegiatan dan anggaran yang diperlukan oleh TIK terkait
pelaksanaan Bantuan Pemerintah PID;
2.5. Menjamin kelengkapan dan keabsahan dokumen pelaksanaan Bantuan
Pemerintah PID dari TPID sebagai bahan audit;
2.6. Memfasilitasi pembentukan Pokja di PID;
2.7. Memberikan dukungan regulasi untuk keberlanjutan program;
2.8. Menyelenggarakan rapat koordinasi PID;
2.9. Melakukan pembinaan dan pengendalian kepada lembaga P2KTD dalam
memberikan layanan teknis kepada desa;
2.10. Melakukan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan TPID;
2.11. Melaporkan kegiatan PID ke Satker P3MD Provinsi.
a. Tim Inovasi Kabupaten/Kota
Tim Inovasi Kabupaten/Kota (TIK) merupakan pelaksana PID di tingkat
kabupaten/kota. TIK dibentuk dan ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota dan berlaku
selama satu tahun anggaran. TIK terdiri dari perwakilan OPD, akademisi, serta
perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati kegiatan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai inovatif, terutama dalam
penggunaan dana desa. Anggota TIK dipilih/diusulkan oleh instansi terkait dengan
mempertimbangkan kualitas dan kemampuan individu, ketertarikan dalam mengelola
pengetahuan atau inovasi, terutama merekam (mendokumentasikan), menyimpan,
serta menyebarkannya kepada berbagai pihak, baik di lingkungan kabupaten, antar-
kabupaten bahkan lintas provinsi.
3.1. Tugas Umum TIK:
o Melakukan sosialisasi PID di lingkungan kerjanya dan tingkat
kabupaten/kota;
o Mendorong partisipasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan program;
o Melakukan koordinasi dan sinkronisasi penyelenggaraan PID di wilayah
kerjanya sesuai bidang kerja masing-masing;
o Memastikan pelaksanaan PID di wilayahnya berjalan baik, mendorong TPID
dan P2KTD bekerja dengan baik dalam mencapai indikator keberhasilan;
o Memfasilitasi penyelesaian penanganan pengaduan dan masalah program.
TIK terdiri atas dua Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja PPID dan Pokja P2KTD
dengan tugas sebagai berikut:
a. Pokja PPID:
o Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan PPID;
o Mendorong TPID bekerja dengan baik, terutama dalam
pengidentifikasian, pendokumentasian (capturing), hingga pertukaran
kegiatan-kegiatan inovatif melalui BID;
o Memvalidasi hasil capturing dari Kartu Inovasi Desaku (IDE) yang
difasilitasi TPID untuk dipilih: 1) sebagai Menu Lokal, dan 2) diusulkan
ke Nasional melalui Provinsi sebagai Menu Nasional;
o Menjalankan percontohan kegiatan inovatif yang disepakati/didanai;
o Membuat laporan kegiatan.
b. Pokja P2KTD
Catatan:
PID dapat menggunakan Tim Koordinasi yang telah ada di daerah dengan
penyesuaian pada tugas, fungsi dan peran nya sesuai kebutuhan
program.
TAPM Kabupaten/Kota membantu dan memfasilitasi kegiatan TIK,
namun bukan merupakan anggota TIK.
a. Sekretariat TIK
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas TIK, dibentuk Sekretariat TIK yang
dipimpin oleh Sekretaris TIK dan berkedudukan di Dinas PMD Kabupaten/Kota.
Sekretariat TIK memberikan dukungan administrasi teknis kepada TIK serta
bertanggung jawab kepada Ketua TIK. Pembentukan Sekretariat TIK ditetapkan
dengan SK Bupati/ Walikota.
b. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten/Kota
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten/Kota adalah team
tenaga ahli yang ditempatkan di setiap kabupaten/kota untuk memfasilitasi
pelaksanaan PID dan memastikan tahapan kegiatan PID berjalan sesuai prosedur
dan ketentuan. TAPM maksimal berjumlah enam orang di setiap kabupaten/kota :
5.1. TAPM Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PMD), Bidang Perencanaan
Partisipatif (PP) dan Bidang Teknologi Tepat Guna (TTG) bertugas
memfasilitasi kegiatan pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa. Salah satu
TAPM tersebut dipilih sebagai mentor proses “capturing” kegiatan inovatif;
5.2. TAPM Bidang Infrastruktur Desa (ID), Bidang Pengembangan Ekonomi Desa
(PED) dan Bidang Pelayanan Sosial Dasar (PSD) membantu
mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan P2KTD;
5.3. Bidang Analisis Data dikoordinasikan, difasilitasi oleh Tenaga Analisis Data
Uraian lebih lanjut tentang tugas pokok dan fungsi TAPM, sebagai berikut:
a TAPM Bidang PMD, Bidang PP dan Bidang TTG:
1. Menyosialisasikan PID, kemajuan kegiatan dan hasilnya di bidang
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa kepada masyarakat
melalui berbagai forum musyawarah, media, atau rapat koordinasi;
2. Memfasilitasi pembentukan TIK;
3. Membantu Pokja PPID pada TIK, melakukan koordinasi dengan pelaku
lain, pelaporan kemajuan pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa,
rapat koordinasi, serta mengelola Peluncuran Bursa Inovasi di
Kabupaten secara mandiri;
4. Mengembangkan jaringan pengelolaan pengetahuan dan inovasi
desa dengan stakeholder (government dan corporate);
5. Memberikan peningkatan kapasitas TPID dan pelaku lain terkait
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa;
6. Memfasilitasi penanganan dan pengaduan masalah yang terkait
dengan program;
7. Membuat laporan kegiatan.
b TAPM Bidang ID, Bidang PSD dan PED
1. Menyosialisasikan PID, kemajuan kegiatan dan hasilnya terkait P2KTD
kepada masyarakat melalui berbagai forum musyawarah, media, atau
rapat korrdinasi;
2. Memfasilitasi pembentukan TIK;
3. Membantu Pokja P2KTD pada TIK dalam mengelola P2KTD termasuk
verifikasi dan update P2KTD, berkoordinasi dengan pelaku lain,
pelaporan kemajuan P2KTD, rakor, orientasi Pokja TIK dan P2KTD,
serta mengelola Pelunsuran Bursa Pertukaran Inovasi di Kabupaten
secara mandiri;
4) Mengembangkan jaringan P2KTD dengan stakeholder (government
dan corporate);
Memberikan peningkatan kapasitas TPID dan pelaku lain terkait
P2KTD, serta memastikan layanan jasa P2KTD sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi desa;
Memfasilitasi penanganan dan pengaduan masalah yang terkait
program;
TA PSD bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan dan
pelaporan PSDM;
Membuat laporan kegiatan.
D. Pelaku di Provinsi
1. Gubernur
Gubernur merupakan pembina PID di provinsi, pengembangan peran serta para
pihak terutama Dinas PMD dan OPD terkait, pembinaan administrasi dan fasilitasi
pemberdayaan masyarakat pada seluruh tahapan program.
Alur tahapan pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID) pada Tahun Anggaran 2019,
pada prinsipnya tidak mengalami perubahan mendasar, kecuali penyesuaian-
penyesuaian khususnya pada fokus pelaksanaan kegiatan.
Bursa Pertukaran Inovasi atau sebelumnya dikenal dengan Bursa Inovasi Desa,
merupakan bagian penting pelaksanaan PID, yakni sebagai ruang untuk
pertukaran pengetahuan kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa yang dinilai inovatif, sehingga Desa medapatkan referensi bagi
kegiatan pembangunan yang menggunakan dana desa.
Persiapan pelaksanaan Bursa Pertukaran Inovasi meliputi:
1. Capturing
2. Dukungan P2KTD
Bursa Pertukaran Inovasi atau dikenal sebagai Bursa Inovasi Desa merupakan
media pertukaran pengetahuan terkait kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai inovatif. Bursa Pertukaran Inovasi
bukan pameran barang atau bazaar produk-produk hasil Desa.
a. Bursa Pertukaran Inovasi dilaksanakan di kecamatan atau pengklasteran
dan dikelola oleh TPID dengan dukungan TIK;
b. Bursa Pertukaran Inovasi dapat diawali dengan Peluncuran Bursa Pertukaran
Inovasi di Kabupaten/Kota yang dikelola oleh TIK secara mandiri dengan
dukungan dari Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. Panduan pelaksanaan Bursa Pertukaran Inovasi, akan diterbitkan tersendiri
oleh Unit Kerja Eselon II Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa
(Direktorat PMD), pada Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD) yang merupakan turunan
langsung dari PTO PID Tahun 2019.
BAB IV
PEMANTAUAN, PENGAWASAN, DAN PELAPORAN
**********
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 serta peraturan
pelaksanaannya (PP no 43 tahun 2014 dan PP no 47 tahun 2014)
menyatakan Masyarakat Desa berkewajiban untuk berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan di Desa. Hal ini mengakibatkan masyarakat desa
menjadi pelaku utama kegiatan pembangunan di desa, baik kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pelestarian, pemantauan, maupun
pengawasan.
Bahkan, dalam kegiatan pemantauan pembangunan desa, hak
masyarakat desa untuk memantau telah tertuang di pasal 82, (1)
Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan
pelaksanaan Pembangunan Desa. (2) Masyarakat Desa berhak
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. Dan
PP no 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang no
6 tahun 2014, pasal 127. (j). Melakukan pengawasan dan pemantauan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang
dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.
Berdasarkan poin-poin di atas, maka perlu dibuat “Panduan
Pemantauan Berbasis Masyarakat”, yang bisa dijadikan sebagai pedoman
atau acuan oleh masyarakat desa dalam memantau program-program
pembangunan di desanya.
B. Definisi Operasional
1. Pemantauan adalah kegiatan pengumpulan informasi melalui proses
melihat kinerja pelaksanaan kegiatan dan memastikan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta sesuai dengan
prinsip dan prosedur.
2. Pembangunan Desa (kegiatan perencanaan dan pelaksanaan)
merupakan objek pemantauan, dimana kegiatan pembangunan desa ini
merupakan pelaksanaan kegiatan yang sumber keuangannya berasal
dari APBDesa.
3. Berbasis Masyarakat adalah metode pelaksanaan kegiatan yang
memberdayakan masyarakat untuk menjadi pelaksana.
4. Pemantauan Berbasis Masyarakat dalam konteks panduan ini adalah
pemantauan oleh masyarakat desa secara aktif terhadap kegiatan
pembangunan desa yang didanai APBDesa.
5. Transformasi Sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya; termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan
pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat; atau
proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem
sosial. Perubahan ini terjadi sebagai akibat masuknya ide- ide
pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang
bersangkutan.
6. Profil Desa adalah gambaran menyeluruh tentang karakter desa yang
meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana, serta perkembangan
kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa.
7. Tenaga Pendamping Profesional, adalah tenaga ahli yang
dipersiapkan oleh pemerintah untuk mendampingi desa dalam
penyelenggaraan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
8. Tim Pemantau atau sebutan lainnya, adalah tim inti pemantauan
berbasis masyarakat yang dibentuk dalam Musdes Pembentukan Tim
(Musdes Sosialisasi – Musdes paling awal). Tim ini secara struktural
merupakan bagian dari Badan Permusyawaratan Desa BPD) dalam
mewujudkan salah satu fungsi, “Melakukan pengawasan kinerja Kepala
Desa”.
9. Tim Pemantau Lapangan, adalah tim yang dimobilisasi Tim Pemantau
atau sebutan lainnya untuk membantu pemantauan di lapangan.
C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
2. Undang-Undang no 6 tahun 2014 tentang desa.
3. Peraturan Pemerintah RI no 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
4. Permendagri no 114 tahun 2014 tentang Pembangunan Desa.
5. Permendesa no 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
6. Permendesa no 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.
d. Partisipatif
Semua pelaku program, terutama masyarakat desa, harus bebas untuk
berpartisipasi dan melaporkan berbagai masalah yang dihadapi serta memberikan
kontribusinya untuk perbaikan program.
e. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan, harus dapat dipertanggungjawabkan secara internal
maupun eksternal.
f. Berorientasi Solusi
Pelaksanaan pemantauan, serta pembahasan hasil-hasilnya diorientasikan untuk
menemukan solusi atas masalah yang terjadi dan karena itu dapat dimanfaatkan
sebagai pijakan untuk peningkatan kinerja.
g. Terintegrasi
Kegiatan pemantauan berbasis masyarakat, yang dilakukan harus menjadi satu
kesatuan yang utuh dan saling melengkapi dengan proses pembangunan desa
secara keseluruhan. Tim pemantau dari masyarakat desa merupakan mitra kerja
penyelenggara desa dalam melakukan pembangunan desa.
h. Berbasis Indikator Kinerja
Pelaksanaan pemantauan dilakukan berdasarkan kriteria atau indikator kinerja.
BAB III
PEMANTAUAN BERBASIS MASYARAKAT
A. Persiapan
Ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan sebelum Pemantauan Berbasis
Masyarakat dilaksanakan:
1. Pengenalan dan Pelatihan Modul
Pengenalan dan pelatihan modul pemantauan berbasis masyarakat adalah
langkah awal yang harus diberikan kepada kelompok masyarakat di desa (tim
pemantau); kelembagaan desa seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa);
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi dan Kabupaten/Kota; serta
Tenaga Pendamping Profesional (Fungsional).
Di dalam strategi pelaksanaan pemantauan berbasis masyarakat, keempat
kelompok tersebut penting mendapatkan pengetahuan tentang pemantauan
berbasis masyarakat dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah, merupakan organisasi
struktural dari pemerintahan desa yang lebih tinggi, yang memerlukan laporan
pemantauan seobyektif mungkin. Sehingga pemahaman tentang pemantauan
berbasis masyarakat akan menjadikan keluaran dari pemantauan berbasis
masyarakat menjadi sebuah pendapat lain, selain pemantauan internal
pemerintah desa.
b. Pemerintah desa (UU no 6 tahun 2014), yang memiliki kewenangan dalam
mengelola kegiatan dan anggaran. Sehingga pemahaman tentang
pemantauan berbasis masyarakat akan memperjelas kedudukan tim
pemantau sebagai mitra kerja dalam kegiatan pembangunan desa
c. Masyarakat desa selaku pelaku utama dalam kegiatan Pemantauan Berbasis
Masyarakat.
d. Tenaga Pendamping Profesional (Permendesa no 3 TA 2015 tentang
Pendampingan Desa) yang mempunyai tupoksi untuk memfasilitasi dan
mendampingi Desa dalam penyelenggaraan pembangunan Desa dan
pemberdayaan masyarakat Desa, termasuk mendampingi tim pemantau agar
dapat berjalan dengan baik dan benar.
Dengan pemahaman yang sama tentang pemantauan berbasis masyarakat,
akan dapat memacu kerja sama keempat kelompok tersebut sehingga sinergi
positif dapat berjalan selama proses pemantauan.
2. Pembentukan Tim Pemantau atau sebutan lainnya
Karena sifat dari kegiatan pemantauan adalah memantau semua proses
kegiatan pembangunan desa dari perencanaan hingga pelaksanaan, maka Tim
Pemantau harus dibentuk pada saat tahap paling awal dari proses program, yaitu
Musyawarah Desa Sosialisasi. Pembentukan tidak sekedar menentukan
komposisi personal, tetapi juga menentukan tugas dan fungsi masing-masing
personal di dalam tim.
Secara struktural Tim Pemantau harus merupakan bagian dari BPD (selaku
Lembaga Pengawas Desa, hal ini sesuai dengan perwujudan salah satu fungsi
BPD, “Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa”.
Untuk mengakomodir pemangku kepentingan yang akan terlibat dalam
pemantauan, berikut ini beberapa unsur yang dapat menjadi tim pemantau :
a. Kelembagaan Pemerintah Desa, yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dan pelaksana pemantauan adalah pokja yang terkait dengan pemantauan
masyarakat.
b. Yang diperluas dengan keterlibatan kelompok masyarakat yang sesuai
dengan kegiatan atau program yang dipantau.
Proses ini tidak sekedar langkah legitimasi partisipatif semata, tetapi juga
sebagai langkah untuk memosisikan warga desa atau masyarakat luas sebagai
pelaku utama pembangunan. Ada beberapa syarat untuk menjadi pemantau,
antara lain:
i. Berjiwa relawan.
ii. Memiliki integritas kejujuran, keberanian, dan kecerdasan dan kecerdikan
(bisa dilatih)
iii. Memiliki keterampilan mencari data yang akurat (bisa dilatih)
iv. Independen, netralitas dari kepentingan perorangan, politik, golongan,
agama dsb.
Beberapa fungsi dari tim pemantau antara lain fungsi fasilitasi, fungsi
pelaksana pemantauan di lapangan dan pengumpulan data pendukung seperti
perencanaan desa, anggaran desa dan sebagainya. Dibutuhkan juga fungsi yang
dapat menghimpun hasil-hasil kajian di lapangan serta data sekunder sampai
dihasilkannya analisis dan pelaporan hasil pelaksanaan pemantauan berbasis
masyarakat. Berikut ini beberapa fungsi dari tim pemantauan berbasis
masyarakat.
b. Fungsi Fasilitasi
Yaitu, memfasilitasi koordinasi dengan penyelenggara pemerintah desa dan
menggerakkan masyarakat desa melakukan proses pemantauan, juga
menyampaikan hasil- hasil pemantauan.
Jenis Data
N
Pendukung Detail Data Sumber Data
o
1Profil desa
Profil penduduk Kantor
Wilayah administrasi desa desa/kepala desa
Fasilitas umum dan sosial BPS Kabupaten/Ko ta
(pendidikan, kesehatan, sarana (sumber dapat berupa
umum, dll) angka atau data potensi
Kondisi pendidikan, kesehatan, desa)
ibu dan anak, gender, pertanian
dan perikanan, dll
Status infrastruktur dasar desa
(jalan, air, sanitasi, dll)
Data potensi desa
2RPJM Desa Daftar-daftar pembangunan desa Kantor desa/kepala desa
dan dari berbagai sektor
RKP Desa
3RKA Desa Anggaran-anggara kegiatan Kantor desa/kepala desa
atau pembangunan desa dari berbagai
ABPDes sektor
4Data Jenis kegiatan Kepala desa atau pejabat
pelaksanaa Waktu pelaksanaan dan jangka desa lainnya
n kegiatan/ waktu pengerjaan Pelaksana kegiatan
proyek Spesifikasi teknis
proyek/kegiatan
Anggaran proyek/kegiatan
1. Pemantauan
Pelaksanaan perlu memperhatikan urutan langkah kegiatannya. Hal ini
penting, karena dengan urutan kegiatan yang terstruktur dan runut, pemahaman
tentang penggunaan dan cara kerja pemantauan yang partisipatif, pemantauan
akan berjalan dengan baik dan lancar, dengan demikian akan mempermudah
penggalian data, analisis temuan-temuan dan pemanfaatan untuk memberikan
input perbaikan dalam pelaksanaan program ke depannya.
Pengumpulan data utama merupakan serangkaian aktivitas di lokasi
kegiatan yang bertujuan untuk mengobservasi kegiatan pembangunan dan
dilaksanakan oleh tim pemantau lapangan (kelompok masyarakat yang dibentuk
oleh tim pemantau, bisa berasal dari PKK, Karang Taruna, dan sebagainya).
Sebelum tim pemantau lapangan melaksanakan kegiatannya, tim pemantau
(bersama pendamping desa, selaku pembina tim pemantau) melakukan
pembekalan teknis tentang metode pelaksanaan, dan proses transformasi sosial
terhadap tim pemantau lapangan (pemahaman sebagai pemilik proses
pembangunan desa serta hak pemantauan tertanam).
Dengan menggunakan metode dan perangkat pemantauan yang telah
disepakati, pengumpulan data utama secara langsung memantau kemajuan
proyek atau kegiatan. Berikut ini merupakan beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan untuk mengumpulkan data utama di lapangan.
a. Wawancara
Wawancara bertujuan menggali lebih dalam tentang informasi program
kegiatan yang dipantau. Hal ini dimungkinkan karena wawancara bersifat
luwes, dan dapat berkembang sesuai improvisasi pewawancara, sehingga
pewawancara dapat bertanya lebih banyak dan lebih jauh.
a. Pendataan
Pendataan, baik data yang berasal dari pengumpulan data utama atau
data pendukung sebaiknya disimpan didalam satu sistem dokumentasi yang
dapat dengan mudah digunakan oleh semua pihak dan diakses. Bentuk data
hasil pengumpulan di lapangan akan sangat bervariasi, tergantung dari
metode pengumpulan data yang digunakan.
i. Tahap sebelum melakukan pendataan adalah melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pemantauan berbasis masyarakat di lapangan. Tiap tim yang
mengumpulkan data pendukung dan data utama dapat menyampaikan
hasil dan berdiskusi tentang hasil-hasil awal dari pengumpulan data.
ii. Data yang dihasilkan dari observasi lapangan merupakan data check list
atau dapat berupa data deskriptif. Tergantung dari perangkat observasi
yang digunakan, terkadang perangkat observasi lapangan juga
menyertakan lembar sketsa yang menunjukkan masalah, progress, dan
temuan aktual di lapangan. Jika kondisinya seperti demikian, maka
pendataan berupa sketsa gambar disimpan (arsip) sebagai bahan
pelaporan, yang kemudian dapat dideskripsikan secara naratif.
iii. Data yang dihasilkan dari FGD dapat berupa data kualitatif yang dibiarkan
menjadi narasi saja atau juga dapat berupa data kualitatif yang kemudian
dapat dikuantifikasi. Artinya, ketika data kualitatif dikuantifikasi, maka tiap-
tiap variabel akan diberikan nilai atau score untuk selanjutnya dapat
diagregat sesuai dengan kebutuhan analisis. Hasil dari FGD ini dapat dientri
dalam bentuk naratif ataupun score sesuai dengan tujuan dari pemantauan.
iv. Data yang dihasilkan dari wawancara mendalam juga dapat berupa data
kualitatif atau data kualitatif yang terkuantifikasi berupa nilai-nilai yang
disumpulkan oleh pewawancara. Data tersebut dapat di entri berupa narasi
atau nilai-nilai sesuai dengan kebutuhan.
v. Data yang bersumber dari data pendukung sebaiknya dientri dan disimpan
berdasarkan jenis data, misalnya data kependudukan, data fasilitas, kondisi
kesehatan dan pendidikan dan sebagainya. Sehingga, setelah data dientri
dan disimpan, dapat dicari dengan mudah untuk keperluan analisis.
Apabila desa lokasi pemantauan memungkinkan beroperasinya
komputer, sebaiknya sistem pendataan dilakukan dengan media komputer.
b. Analisis Data
Analisis data utama disesuaikan dengan maksud dan tujuan
pemantauan. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
dan metode kuantitatif. Alat- alat analisis, baik kualitatif dan kuantitatif juga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersesuaian tujuan pemantauan.
Data yang bersumber dari data pendukung dapat dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif yang dapat memberikan gambaran tentang,
misalnya kondisi wilayah, kondisi kemiskinan daerah, kondisi pendidikan dan
kesehatan daerah, hubungan antara masing-masing variabel, dan
sebagainya.
Hasil analisis data pendukung yang berhubungan dengan informasi
proyek atau kegiatan di desa juga dapat dijabarkan secara naratif berupa jenis
kegiatan, jangka waktu pelaksanaan, pelaksana kegiatan serta nilai kegiatan.
Hasil analisis dari bagian data pendukung yang berhubungan dengan kegiatan
menjadi sangat sentral dalam analisis karena dapat disandingkan dengan
hasil-hasil yang telah diperoleh melalui pengumpulan data utama, yaitu
observasi, wawancara dan FGD. Apabila terjadi Gap (deviasi) antara
perencanaan dengan pelaksanaan yang diatas batas toleransi, maka tim
Pemantau bisa merekomendasikan upaya perbaikan kepada pemerintah
desa.
3. Tindak Lanjut
Tindak lanjut dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu :
iii. Publikasi
Tahap akhir dari pelaksanaan kegiatan Pemantauan Berbasis
Masyarakat adalah publikasi hasil Musyawarah Desa Penyampaian Hasil
kepada publik/masyarakat desa. Publikasi bisa menggunakan media papan
informasi, buletin, ataupun website/blog.
BAB V
PEMBINAAN
B. Pemerintah Provinsi
1. Supervisi dan monitoring terhadap dukungan pemerintah daerah kabupaten
dalam mengoptimalkan kegiatan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
2. Memberikan saran/masukan strategis kepada pemerintah daerah kabupaten
dalam mengembangkan kegiatan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
D. Kecamatan.
1. Fasilitasi lintas pelaku dan pelaksanaan sosialisasi Pemantauan Berbasis
Masyarakat di Kecamatan.
2. Pemantauan dan evaluasi kinerja Tim Desa terhadap pelaksanaan
Pemantauan Berbasis Masyarakat.
3. Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Desa terhadap
pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
E. Desa
1. Pelaksanaan sosialisasi Pemantauan Berbasis Masyarakat ke masyarakat.
2. Penerimaan pengaduan dan keluhan terhadap kegiatan pembangunan
desa.
3. Pemantauan dan evaluasi kinerja Tim Pemantau terhadap pelaksanaan
Pemantauan Berbasis Masyarakat.
4. Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Pemantau terhadap
pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
5. Pelaporan Pemantauan Berbasis Masyarakat kepada BPD.
BAB VI
PEMBIAYAAN
BAB VII
PENUTUP
37
DAFTAR PUSTAKA
********
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN
Menimbang : a. bahwa ketentuan pengelolaan Dana Desa telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 199/PMK. 07/20 17 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap
Kabupaten/Kota dan Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 50/PMK. 07/20 17 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 121 /PMK.07/20 18 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 50/PMK. 07/20 1 7 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20 18
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 20 19, ketentuan lebih
Ianj ut mengenai tata cara penghitungan rincian Dana Desa setiap desa diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan;
c. bahwa untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa
dan mengatur lebih Ianj ut tata cara penghitungan rincian Dana Desa setiap desa, perlu
mengatur kembali ketentuan mengenai pengelolaan Dana Desa;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan
huruf c dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 18 , Pasal 23, Pasal 24 ayat (4)
, Pasal 27 ayat (6) , dan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 20 14 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 20 16
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 20 14 tentang Dana
Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Dana Desa;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 1 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 49 1 6);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 20 14 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanj a Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
20 14 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 20 16 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 16 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5864) ;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah
bagian dari Belanj a Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai
pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
2. Pemerintah Pusat yang selanj utnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provms1 atau bupati bagi
daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
6. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
7. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain selanj
utnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
8. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanj a Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
9. Alokasi Dasar adalah alokasi minimal Dana Desa yang akan diterima oleh
setiap Desa secara merata yang besarnya dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari anggaran Dana Desa yang dibagi dengan jumlah desa secara
nasional.
10. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan
status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal, yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi.
11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan
jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan
tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/ kota.
12. Indeks Kemahalan Konstruksi yang selanjutnya disingkat IKK adalah indeks
yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan
tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antarDaerah .
13. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah
angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa
berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur,
transportasi, dan komunikasi .
14. lndikasi Kebutuhan Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan
dalam rangka pelaksanaan Dana Desa.
15. Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat
PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga.
16. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian
Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung j
awab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara.
17. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA
BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian
anggaran kementerian negara/ lembaga.
18. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat KPA BUN adalah satuan kerja pada masihg-masing PPA BUN baik
di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian
negara/ lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan
untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan
anggaran yang berasal dari BA BUN.
19. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang
selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran
yang disusun oleh PPA BUN .
20. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara Dana Desa yang
selanjutnya disebut RKA BUN Dana Desa adalah dokumen perencanaan
anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana desa tahunan yang
disusun oleh KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan.
21. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara Transfer ke Daerah
dan Dana Desa yang selanjutnya disebut RDP BUN TKDD adalah dokumen
perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN
Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
22. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan
sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetuj ui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
24. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetuj
ui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
25. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah
rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank
sentral.
26. Rekening Kas Umum Daerah yang selanj utnya disingkat RKUD adalah
rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan
daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang
ditetapkan .
27. Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening ternpat
peny1mpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh
penenmaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada
bank yang ditetapkan.
28. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah
dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/ Pej abat Pembuat Komitmen,
yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
29. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen
yang diterbitkan oleh KPA BUN/ Pej abat Penandatangan Surat Perintah
Membayar atau pej abat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang
bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
30. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah
surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan
pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
31. Pejabat Pembuat Komitmen Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat PPK BUN adalah pej abat yang diberi kewenangan oleh PA BUN/
PPA BUN/ KPA BUN untuk mengambil keputusan dan/ atau melakukan
tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran Transfer ke
Daerah.
32. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar Bendahara Umum
Negara yang selanjutnya disingkat PPSPM BUN adalah pej abat yang diberi
kewenangan oleh PA BUN / PPA BUN / KPA BUN untuk melakukan
penguJian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah
pembayaran.
BAB II
RUANG LINGKUP PENGELOLAAN DANA DESA
Pasal 2
Ruang lingkup pengelolaan Dana Desa, meliputi:
a. penganggaran;
b. pengalokasian;
c. penyaluran;
d. penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan;
e. pedoman penggunaan; dan
f. pemantauan serta evaluasi.
BAB III
PENGANGGARAN
Pasal 3
(1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku PPA BUN Pengelolaan
TKDD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana Desa.
(2) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan Indikasi
Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari.
(3) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan
alokasi BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN.
(4) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disusun dengan memperhatikan:
a. persentase Dana Desa yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. kinerja pelaksanaan Dana Desa; dan
c. kemampuan keuangan negara.
Pasal 4
Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 digunakan
sebagai dasar penganggaran Dana Desa dan penyusunan arah kebijakan serta
alokasi Dana Desa dalam Nota Keuangan dan rancangan APBN.
Pasal 5
(1) Berdasarkan penganggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan
rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota.
(2) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
a. Alokasi Dasar;
b. Alokasi Afirmasi; dan
c. Alokasi Formula.
(3) Pagu Alokasi Dasar dihitung sebesar 72% (tujuh puluh dua persen) dari
anggaran Dana Desa dibagi secara merata kepada setiap Desa.
(4) Pagu Alokasi Afirmasi dihitung sebesar 3% (tiga persen) dari anggaran Dana
Desa dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat
tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi.
(5) Pagu Alokasi Formula dihitung sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
anggaran Dana Desa dibagi berdasarkan jumlah penduduk Desa, angka
penduduk miskin Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis
Desa dengan bobot sebagai berikut:
a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk;
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan;
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.
(6) Status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) bersumber dari data indeks desa membangun yang
diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Desa.
(7) Data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
bersumber dari lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang statistik atau kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang so sial.
(8) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk
miskin tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Desa
tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk
miskin terbanyak yang berada pada kelompok desa pada desil ke 8
(delapan), 9 (sembilan), dan 10 (sepuluh) berdasarkan perhitungan yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(9) Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) masing- masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk
miskin Desa dan IKK Daerah kabupaten/ kota.
(10) Data indeks desa membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan
data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan paling lambat bulan Agustus sebelum tahun anggaran berjalan .
(11) Dalam hal data indeks desa membangun sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dan data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (10), penghitungan rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/
kota menggunakan data yang digunakan dalam penghitungan rincian Dana
Desa setiap Daerah kabupaten/ kota tahun anggaran sebelumnya.
Pasal 6
(1) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat pada saat Pembahasan Tingkat I Nata Keuangan dan rancangan
Undang-Undang mengenai APBN untuk mendapat persetujuan.
(2) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota yang telah disetujui
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menj adi dasar penganggaran Dana
Desa yang tercantum dalam Undang-Undang mengenai APBN.
(3) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
BAB IV
PENGALOKASIAN
Bagian Kesatu
Pengalokasian Dana Desa Setiap Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 7
Pengalokasian rmcian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
DD Kab/Kota = AD Kab/ Kota + AA Kab/Kota + AF Kab/Kota
Keterangan:
DD Kab/Kota = Alokasi Dasar setiap Daerah kabupaten/kota
AD Kab/Kota = Alokasi Dasar setiap Daerah kabupaten/kota
AA Kab/Kota = Alokasi Afirmasi setiap Daerah kabupaten/kota
AF Kab/Kota = Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/kota
Pasal 8
(1) Besaran Alokasi Dasar setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan cara mengalikan Alokasi Dasar
setiap Desa dengan jumlah Desa di Daerah kabupatan/ kota.
(2) Alokasi Dasar setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
dengan cara membagi pagu Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) dengan jumlah Desa secara nasional.
(3) Jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan data jumlah
Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada
Kementerian Keuangan.
Pasal 9
(1) Besaran Alokasi Afirmasi setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
AA Kab/ Kota = (AA DST x DST Kab / Kota) + (AA DT x DT Kab/ Kota)
Keterangan:
AA Kab/ Kota = Alokasi Afirmasi kabupaten/ kota setiap Daerah
AA DST = besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat
tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin
DST Kab/Kota = tinggi
jumlah Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah
AA DT = penduduk miskin tinggi di Daerah kabupaten/
kota
DT Kab / Kota = besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang
memiliki jumlah penduduk miskin tinggi
jumlah Desa tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi di Daerah kabupaten/ kota
(2) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa.
(3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi dihitung sebesar 2 (dua) kali Alokasi Afirmasi setiap
Desa.
(4) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
AA Desa = (0 ,03 x DD) / {(2 x DST) + (1 x DT)}
Keterangan:
AA Desa = Alokasi Afirmasi setiap Desa
DD = pagu Dana Desa nasional
DST = jumlah Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi
DT = jumlah Desa tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi
Pasal 10
(1) Besaran Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
AF Kab/Kota = {(O,10 x Yl) + (0,50 x Y2) + (0,15 x Y3) + (0,25 x Y4)} X
(0,25 x DD)
Keterangan :
AF Kab/Kota = Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/kota
Yl = rasio jumlah penduduk Desa setiap Daerah
kabupaten/kota terhadap total penduduk Desa
nasional
Y2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap Daerah
kabupaten/ kota terhadap total penduduk miskin
Desa nasional
= rasio luas wilayah Desa setiap Daerah kabupaten/
Y3 kota terhadap total luas wilayah Desa nasional
= rasio IKK Daerah kabupaten/ kota terhadap total IKK
Y4 Daerah kabupaten/ kota yang memiliki Desa
(2) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa,
dan IKK Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari Kementerian Dalam Negeri, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang so sial, dan/ atau
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik.
(3) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa,
dan IKK Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang so sial, dan/ atau
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik
kepada Menteri Keuangan c. q . Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
paling lambat bulan Agustus sebelum tahun anggaran berjalan.
(4) Dalam hal data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas
wilayah Desa, dan IKK Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) , penghitungan rincian Dana Desa setiap Daerah
kabupaten/ kota menggunakan data yang digunakan dalam penghitungan
rmcian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota tahun anggaran
sebelumnya.
(5) Dalam hal data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, dan luas
wilayah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia,
penghitungan rincian Dana Desa dapat menggunakan data Desa induk
secara proporsional atau data yang bersumber dari Pemerintah Daerah.
(6) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, dan luas wilayah Desa
yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Agustus
sebelum tahun anggaran berjalan.
Bagian Kedua
Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa
Pasal 11
(1) Berdasarkan nnc1an Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) , bupati / wali kota
melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa.
(2) Rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
a. Alokasi Dasar setiap Desa;
b. Alokasi Afirmasi setiap Desa; dan
c. Alokasi Formula setiap Desa.
Pasal 12
(1) Besaran Alokasi Dasar setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf a dihitung dengan cara membagi Alokasi Dasar setiap Daerah
kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dengan
jumlah Desa di Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(2) Dalam hal jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota berbeda dengan data
jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) , bupati/ wali kota
menyampaikan pemberitahuan mengenai perbedaan jumlah Desa tersebut
kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Menteri Keuangan
c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
(3) Dalam hal jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota lebih sedikit
dibandingkan dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh
Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3),
bupati / wali kota menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa setiap
Desa berdasarkan rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) setelah dikurangi dengan
jumlah Alokasi Dasar untuk selisih jumlah Desa dimaksud.
(4) Dalam hal jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota lebih banyak
dibandingkan dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh
Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3),
bupati/ wali kota menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa setiap
Desa berdasarkan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian
Dalam Negeri.
Pasal 13
(1) Besaran Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf b dihitung se suai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2)
sampai dengan ayat (4).
(2) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk
miskin tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) .
(3) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan mengena1 daftar Desa tertinggal
dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
bupati/ wali kota.
Pasal 14
(1) Besaran Alokasi Formula setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 Ayat (2) huruf c dihitung dengan bobot sebagai berikut:
a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk;
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan ;
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.
(2) Besaran Alokasi Formula setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
AF Desa = {(O,10 x Zl) + (0,50 x Z2) + (0,15 x Z3) + (0,25 x Z4)} x
AF Kab/Kota
Keterangan:
AF Desa = Alokasi Formula setiap Desa
Zl = rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total
penduduk Desa Daerah kabupaten/kota
Z2 = rasio jumlah penduduk miskin setiap Desa terhadap
total penduduk miskin Desa Daerah kabupaten/ kota
= rasio luas wilayah setiap Desa terhadap total luas
Z3 wilayah Desa Daerah kabupaten/ kota
= rasio IKG setiap Desa terhadap IKG Desa Daerah
Z4 kabupaten/ kota
= Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/ kota
AF Kab/Kota
(3) Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis Desa, masing-
masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin desa dan IKG Desa.
(4) IKG Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan ditetapkan oleh
bupati/ wali kota berdasarkan data dari lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang statistik.
Pasal 15
(1) Tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
ditetapkan dengan peraturan bupati/ wali kota.
(2) Peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), paling
sedikit mengatur mengenai:
a. jumlah Desa;
b. tata cara penghitungan pembagian Dana Desa ke setiap Desa;
c. penetapan rincian Dana Desa;
d. mekanisme dan tahap penyaluran Dana Desa;
e. prioritas penggunaan Dana Desa;
f. penyusunan dan penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana
Desa; dan
g. sanksi administratif.
(3) Bupati/ wali kota menyampaikan peraturan bupati/ wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan softcopy kertas kerja penghitungan
Dana Desa setiap Desa kepada Kepala KPPN setempat dengan tembusan
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan,
gubernur, Menteri Dalam Negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Desa, dan kepala Desa.
BAB V
PENYALURAN
Pasal 16
(1) Untuk pelaksanaan penyaluran Dana Desa, Menteri Keuangan selaku PA
BUN Pengelolaan TKDD menetapkan:
a. Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan sebagai
KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan; dan
b. Kepala KPPN sebagai KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(2) Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelaksanaan
anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditetapkan sebagai
koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(3) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
Kepala KPPN yang wilayah kerj anya meliputi Daerah kabupaten/ kota
penerima alokasi Dana Desa.
(4) Dalam hal KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf a
berhalangan tetap, Menteri Keuangan menunjuk Sekretaris Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN
Transfer Non Dana Perimbangan.
(5) Dalam hal KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf b berhalangan
tetap, Menteri Keuangan menunjuk Pej abat Eselon IV pada KPPN atau Pej
abat Eselon III pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
yang menj adi pelaksana tugas Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(6) Tugas dan fungsi KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan tugas dan fungsi KPA BUN
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Tugas dan fungsi Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:
a. menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat
Penanda tangan SPM;
b. melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan penyaluran Dana
Desa;
c. melaksanakan penyaluran Dana Desa;
d. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa
kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa;
e. menatausahakan dan menyampaikan laporan konsolidasi realisasi
penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada PPA BUN
Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa;
f. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan
anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
g. menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Dana Desa sampai
dengan akhir tahun kepada Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa.
(8) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c,
menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
(9) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d sampai
dengan huruf f dan proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) huruf g merupakan satu kesatuan dengan penyampaian laporan dan
proyeksi penyaluran Dana Desa.
(10) Tugas dan fungsi Koordinator KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ,
sebagai berikut:
a. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi
penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD;
b. menyusun dan menyampaikan rekapitulasi laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada PPA BUN
Pengelolaan TKDD;
c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas
pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menyelaraskan dan menyampaikan data transaksi dengan sistem
aplikasi terintegrasi kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD;
e. menyampaikan bukti penyaluran elektronik kepada PPA BUN
Pengelolaan TKDD; dan
f. menyusun proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun
berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa melalui aplikasi Cash Planning Information Network (CPIN).
(11) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan dan KPA Penyaluran DAK Fisik
dan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bertanggung j
awab atas penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah D aerah dan
Pemerintah Desa.
Bagian Kedua
Dokumen Pelaksanaan Penyaluran
Paragraf 1
DIPA
Pasal 17
(1) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan menyusun RKA BUN Dana Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) RKA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
(3) RKA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) disampaikan
oleh KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan kepada Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan selaku Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah Kementerian / Lembaga untuk direviu.
(4) RKA BUN Dana Desa yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan RDP BUN TKDD .
(5) Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menetapkan RDP BUN TKDD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menyampaikan kepada
Direktorat Jenderal Anggaran untuk dilakukan penelaahan .
(6) Hasil penelaahan atas RDP BUN TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berupa Daftar Hasil Penelaahan RDP BUN TKDD .
(7) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan menyusun DIPA BUN Dana Desa
berdasarkan RDP BUN TKDD yang telah ditelaah sebagaimana dimaksud
pada ayat (6).
(8) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan
oleh Pemimpin PPA BUN TKDD kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(9) Direktur Jenderal Anggaran mengesahkan DIPA BUN Dana Desa
berdasarkan hasil penelaahan atas RDP BUN TKDD sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) .
(10) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN
Pengelolaan TKDD menyampaikan DIPA/ DIPA Petikan BUN Dana Desa
kepada KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(11) DIPA/ DIPA Petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1 0)
digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan
pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN .
(12) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sampai dengan
ayat (1 1) merupakan satu kesatuan dengan DIPA BUN DAK Fisik dan Dana
Desa.
Pasal 18
(1) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan dapat menyusun perubahan
DIPA BUN Dana Desa.
(2) Penyusunan perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
mengenai tata cara revisi anggaran.
Paragraf 2
SPP, SPM, dan SP2D
Pasal 19
(1) PPK BUN menggunakan DIPA/ DIPA Petikan Dana Desa sebagai dasar
penerbitan SPP.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh PPSPM BUN
sebagai dasar penerbitan SPM .
(3) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar
penerbitan SP2D .
Bagian Ketiga
Penyaluran
Paragraf 1
Penyaluran dari RKUN ke RKUD
Pasal 20
(1) Penyaluran Dana Desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN
ke RKUD untuk selanjutnya dilakukan pemindahbukuan dari RKUD ke RKD.
(2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan
secara bertahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I paling cepat bulan Januari dan paling lambat minggu ketiga
bulan Juni sebesar 20% (dua puluh persen) ;
b. tahap II paling cepat bulan Maret dan paling lambat minggu keempat
bulan Juni sebesar 40% (empat puluh persen) ; dan
c. tahap III paling cepat bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen) .
(3) Dalam hal Pemerintah Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya, penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I dan tahap II secara bersamaan paling cepat bulan Januari dan
paling lambat minggu keempat bulan Juni masing-masing sebesar 20%
(dua puluh persen) dan 40% (empat puluh persen) ; dan
b. tahap III paling cepat bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen) .
(4) Pemerintah Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam penyaluran Dana
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pemerintah Daerah
yang:
a. melaksanakan penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya dari
RKUD ke RKD kurang dari 7 (tuj uh) hari kerja setelah Dana Desa
diterima di RKUD ; dan
b. melaksanakan penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk tahap III paling lambat
bulan November,
berdasarkan data transaksi penyaluran Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya dari RKUD ke RKD .
(5) Data transaksi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disampaikan oleh Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD paling lambat minggu kedua bulan
Desember tahun berkenaan.
(6) Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menyampaikan daftar Pemerintah
Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada bupati/ wali kota dan Kepala
KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melalui Koordinator
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa paling lambat minggu ketiga bulan
Desember tahun berkenaan.
(7) Penyaluran Dana Desa tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c dan ayat (3) huruf b dapat dilakukan dalam 2 (dua) kali penyaluran,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyaluran pertama untuk Desa yang telah memenuhi persyaratan
penyaluran Dana Desa tahap III ; dan
b. penyaluran kedua untuk sisa Desa yang tidak termasuk dalam
penyaluran pertama tahap III sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(8) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Dana Desa diterima di
RKUD.
Pasal 21
(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dilaksanakan setelah Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa menenma dokumen persyaratan penyaluran,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I berupa:
1. surat pemberitahuan bahwa Pemerintah Daerah yang
bersangkutan telah menyampaikan Peraturan Daerah mengenai
APBD tahun anggaran berjalan; dan
2. peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa;
b. tahap II berupa:
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya; dan
2. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
c. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa sampai dengan tahap II;
2. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa sampai dengan tahap II; dan
3. laporan tingkat konvergensi pencegahan stunting kabupaten/
kota tahun anggaran sebelumnya.
(2) Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) dilaksanakan setelah Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa menenma dokumen persyaratan penyaluran,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I dan tahap II berupa:
1. surat pemberitahuan bahwa Pemerintah Daerah yang
bersangkutan telah menyampaikan Peraturan Daerah mengenai
APBD tahun anggaran berjalan;
2. peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa; dan
3. daftar Pemerintah Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
b. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya;
2. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
3. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat kabupaten/
kota tahun anggaran sebelumnya;
4. laporan realisasi penyaluran Dana Desa sampai clengan tahap II;
dan
5. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa sampai clengan tahap II .
(3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1
dan ayat (2) huruf a angka 1 berupa rekapitulasi Peraturan Daerah
mengenai APBD tahun anggaran berjalan dan daftar Pemerintah Daerah
memiliki predikat kinerja baik dalam penyaluran Dana Desa sebagaimana
dimaksud pacla ayat (2) huruf a angka 3 yang clisampaikan oleh Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melalui Koordinator KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa.
(4) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 2, huruf b, dan huruf c dan ayat (2) huruf a angka 2 dan angka
3, dan huruf b disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Kepala KPPN selaku
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(5) Laporan realisasi penyaluran Dana Desa sampai dengan tahap II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 dan ayat (2) huruf b
angka 4 menunjukkan paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima persen)
dari Dana Desa yang diterima di RKUD telah disalurkan ke RKD .
(6) Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sampai dengan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka
2 dan ayat (2) huruf b angka 5 menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan
paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dan rata-rata capaian output
paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) .
(7) Dalam hal penyaluran Dana Desa tahap III dilaksanakan dalam 2 (dua) kali
penyaluran:
a. dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan ayat (2) huruf b disampaikan oleh Kepala Daerah
kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
pada masing-masing penyaluran;
b. untuk penyaluran pertama Dana Desa tahap III, laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 5 menunjukkan :
1. realisasi penyerapan Dana Desa sampai dengan tahap II dari Desa-
Desa yang telah mencapai realisasi penyerapan paling sedikit
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Dana Desa yang
disalurkan ke RKD ; dan
2. realisasi capaian output DanaDesa sampai dengan tahap II
dari Desa-Desa yang telah http://www.jdih.kemenkeu.go.id/
mencapai rata-rata capaian output paling sedikit sebesar 50%
(lima puluh persen) ; dan
c. untuk penyaluran kedua Dana Desa tahap III, laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 5 dari seluruh Desa
menunjukkan :
1. rata-rata realisasi penyerapan paling sedikit sebesar 75% (tujuh
puluh lima persen) dari Dana Desa yang diterima di RKUD ; dan
2. rata-rata realisasi capaian output paling sedikit sebesar 50% (lima
puluh persen).
(8) Laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c
mencakup laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
terkini dari desa yang sudah menerima Dana Desa tahap III sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf b.,.
(9) Capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 dan
ayat (2) huruf b angka 5 dihitung berdasarkan rata-rata persentase laporan
capaian output dari seluruh desa.
(10) Penyusunan laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) huruf
b dilakukan sesuai dengan tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian
output, volume output, satuan output dan capaian output.
Pasal 22
(1) Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 disampaikan dalam bentuk dokumen fisik (hardcopy) dan
dokumen elektronik (softcopy).
(2) Dokumen elektronik (softcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
diolah melalui aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
Pasal 23
(1) Dalam hal bupati/ wali kota tidak menyampaikan persyaratan penyaluran
Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat ( 1) huruf c dan ayat
(2) huruf b sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, Dana Desa tidak
disalurkan dan menj adi sisa Dana Desa di RKUN.
(2) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) tidak dapat
disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
Paragraf 2
Penyaluran dari RKUD ke RKD
Pasal 24
(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dilaksanakan oleh bupati/ wali kota.
(2) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan setelah bupati/ wali kota menerima dokumen persyaratan
penyaluran dari Kepala Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I berupa peraturan Desa mengenai APBDesa;
b. tahap II berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana
Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
c. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyerapan dan capaian output
2. Dana Desa sampai dengan tahap II; dan
3. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat Desa tahun
anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal penyaluran Dana Desa tahap I dan tahap II secara bersamaan,
penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1 ) dilaksanakan setelah bupati/ wali kota menenma dokumen persyaratan
penyaluran dari Kepala Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I dan tahap II berupa peraturan Desa mengenai APBDesa; dan
b. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
2. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat Desa
tahun anggaran sebelumnya; dan
3. laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sampai dengan tahap II.
(4) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sampai
dengan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3)
huruf b menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan paling sedikit sebesar
75% (tujuh puluh lima persen) dan rata-rata capaian output menunjukkan
paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) .
(5) Capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c
dan ayat (3) huruf b dihitung berdasarkan rata-rata persentase capaian
output dari seluruh kegiatan.
(6) Penyusunan laporan realisasi penyerapan dan capaian output sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan tabel referensi
data bidang, kegiatan, sifat kegiatan, uraian output, volume output, cara
pengadaan, dan capaian output.
(7) Dalam hal tabel referensi data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum
memenuhi kebutuhan input data, kepala Desa dapat memutakhirkan tabel
referensi data dengan mengacu pada peraturan yang diterbitkan oleh
kementerian negara/ lembaga terkait.
Pasal 25
(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam hal terdapat Desa yang tidak terj angkau layanan perbankan yang
menyebabkan tidak dapat dibuka RKD , bupati / wali kota mengatur lebih
lanjut ketentuan mengenai penyaluran Dana Desa dari RKUD ke Desa
khusus untuk Desa yang tidak terj angkau layanan perbankan dengan
peraturan bupati/ wali kota.
(3) Bupati/ wali kota menyampaikan peraturan bupati/ wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa.
BAB VI
PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Dana Desa
Pasal 26
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa, KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (7) huruf d kepada Koordinator KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyampaikan konsolidasi laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1 0) huruf a dan huruf b kepada Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan setiap bulan paling lambat tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya.
Pasal 27
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKDD, Pemimpin
PPA Pengelolaan BUN menyu sun Laporan Keuangan TKDD sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan
TKDD.
(2) Laporan Keuangan TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa.
(3) Laporan Keuangan TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk
selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara
Umum Negara Pengelolaan TKDD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4) Untuk penatausahaan, akuntansi, dan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA Penyaluran DAK Fisik
dan Dana Desa menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan
menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui
Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. laporan keuangan tingkat KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
periode semesteran dan tahunan disusun setelah dilakukan
rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa
BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pedoman rekonsiliasi dalam rangka penyusunan
laporan keuangan; dan
b. laporan keuangan tingkat KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
periode semesteran dan tahunan disampaikan secara berjenj ang
kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sesuai dengan jadwal
penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian
laporan keuangan BUN.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penyampaian laporan
keuangan tingkat KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa periode
semesteran dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(6) Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan TKDD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ), Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa menyu
sun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. laporan keuangan tingkat Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa periode semesteran dan tahunan disusun setelah dilakukan
penyampaian data elektronik akrual transaksi DAK Fisik dan Dana Desa
selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi
terintegrasi; dan
b. laporan keuangan tingkat Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa periode semesteran dan tahunan disampaikan kepada PPA
BUN· Pengelolaan TKDD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan
keuangan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri
Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan
keuangan BUN.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian data elektronik akrual
transaksi DAK Fisik dan Dana Desa selain transaksi realisasi anggaran
transfer dan penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat
Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa periode semesteran
dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan.
Pasal 28
Untuk sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran TKDD, Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan dan Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik
dan Dana Desa dapat melakukan rekonsiliasi data realisasi atas penyaluran
Dana Desa dengan KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dan Pemerintah
Daerah.
Bagian Kedua
Pelaporan oleh Kepala Desa dan Bupati/Wali kota
Pasal 29
(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penyerapan dan capaian
output Dana Desa setiap tahap penyaluran kepada bupati/ wali kota.
(2) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. laporan realisasi penyerapan Dana Desa dan capaian output tahun
anggaran sebelumnya;
b. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat Desa tahun
anggaran sebelumnya; dan
c. laporan realisasi penyerapan Dana Desa dan capaian output sampai
dengan tahap II.
(3) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
disampaikan paling lambat tanggal 7 Februari tahun anggaran berjalan.
(4) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sampai
dengan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan
paling lambat tanggal 7 Juni tahun anggaran berjalan.
(5) Dalam hal terdapat pemutakhiran capaian output setelah batas waktu
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ,
Kepala Desa dapat menyampaikannya pemutakhiran capaian output
kepada bupati/ wali kota untuk selanjutnya dilakukan pemutakhiran data
pada aplikasi.
(6) Bupati/wali kota dapat mendorong proses percepatan penyampaian
laporan realisasi penyerapan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dengan berkoordinasi dengan Kepala Desa.
Pasal 30
(1) Bupati/ wali kota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan laporan
konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada
Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dengan
tembusan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa.
(2) Laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan
dan capaian output Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi
penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya;
b. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat kabupaten/ kota
tahun anggaran sebelumnya; dan
c. laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi
penyerapan dan capaian output Dana Desa sampai dengan tahap II .
(3) Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan paling lambat
tanggal 14 Februari tahun anggaran berjalan.
(4) Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan paling lambat
tanggal 14 Juni tahun anggaran berjalan.
(5) Dalam hal terdapat perbaikan laporan setelah batas waktu penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Kepala KPPN
selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat meminta bupati/
wali kota untuk melakukan percepatan penyampaian · perbaikan laporan
dimaksud untuk selanj utnya dilakukan pemutakhiran data pada aplikasi.
BAB VII
PEDOMAAN PENGGUNAAN
Pasal 31
(1) Penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kesej ahteraan
masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan dan dituangkan dalam rencana kerja
Pemerintah Desa.
(2) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) mengacu
pada prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa.
Pasal 32
(1) Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa berpedoman pada
pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/ wali kota mengenai kegiatan
yang dibiayai dari Dana Desa.
(2) Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa diutamakan dilakukan
secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/ bahan baku lokal dan
diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat
Desa setempat.
Pasal 33
(1) Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk
dalam prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (2) setelah mendapat persetujuan bupati/wali kota.
(2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bupati/ wali kota memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan
yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/ atau kegiatan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.
(3) Persetujuan bupati/ wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada saat evaluasi rancangan Peraturan Desa mengenai
APBDesa.
Pasal 34
(1) Kepala Desa bertanggungjawab atas penggunaan Dana Desa.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pendampingan atas
penggunaan Dana Desa.
(3) Tata cara pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri teknis
terkait.
BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
Bagian Kesatu
Pemantauan dan Evaluasi oleh Kementerian Keuangan
Pasal 35
(1) Kementerian Keuangan c. q . Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
dan/ atau KPPN bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa melakukan
pemantauan atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa
secara sendiri- sendiri atau bersama- sama.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. penerbitan peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian
dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa;
b. penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD ;
c. penyampaian laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi
penyerapan Dana Desa;
d. penyampaian laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat
kabupaten/ kota;
e. sisa Dana Desa di RKUD ; dan
f. pencapaian output Dana Desa.
Pasal 36
(1) Pemantauan terhadap penerbitan peraturan bupati/ wali kota mengenai
tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a dilakukan untuk
menghindari penundaan penyaluran Dana Desa untuk tahap I.
(2) Dalam hal terdapat keterlambatan penetapan peraturan bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa meminta bupati/ wali kota untuk melakukan
percepatan penetapan peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara
pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa.
(3) Kepala KPPN selaku KPA Penyalµran DAK Fisik dan Dana Desa dapat
berkoordinasi dengan bupati/ wali kota dalam rangka percepatan
penetapan peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) .
Pasal 37
(1) Pemantauan terhadap penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk
memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdapat penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kepala KPPN selaku
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat memberikan teguran
kepada bupati/wali kota.
(3) Ketidaksesuaian penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , dapat
berupa:
a. keterlambatan penyaluran; dan/ atau
b. tidak tepat jumlah penyaluran.
(4) Dana Desa yang terlambat disalurkan dan/ atau tidak tepat jumlah
penyalurannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus segera
disalurkan ke RKD oleh bupati/ wali kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah menerima teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) .
Pasal 38
(1) Pemantauan terhadap penyampaian laporan realisasi penyaluran dan
laporan konsolidasi realisasi penyerapan Dana Desa dan laporan
konvergensi pencegahan stunting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan untuk menghindari penundaan
penyaluran Dana Desa tahun anggaran berikutnya.
(2) Dalam hal bupati/ wali kota terlambat dan/ atau tidak menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat meminta kepada bupati/ wali
kota untuk melakukan percepatan penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat
berkoordinasi dengan bupati/ wali kota untuk proses percepatan
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 39
(1) Pemantauan s1 sa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (2) huruf e dilakukan untuk mengetahui besaran Dana Desa yang
belum disalurkan dari RKUD ke RKD tahun anggaran sebelumnya.
(2) Dalam hal sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terjadi karena bupati/ wali kota belum menerima laporan realisasi
penyerapan Dana Desa sampai dengan tahap II sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c, Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa meminta kepada bupati/ wali kota untuk memfasilitasi
percepatan penyampaian laporan realisasi penyerapan Dana Desa sampai
dengan tahap II .
(3) Dalam hal sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terjadi karena perbedaan jumlah Desa, bupati/ wali kota menyampaikan
pemberitahuan kelebihan salur Dana Desa dari RKUN ke RKUD kepada
Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
Pasal 40
Pemantauan capaian output sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
huruf f dilakukan untuk mengetahui capaian perkembangan kegiatan yang
dibiayai Dana Desa.
Pasal 41
Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melakukan
evaluasi, terhadap :
a. penghitungan pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
oleh kabupaten/ kota; dan
b. laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan
dan capaian output Dana Desa.
Pasal 42
(1) Evaluasi terhadap penghitungan pembagian dan penetapan rmcian Dana
Desa setiap Desa oleh kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 huruf a dilakukan untuk memastikan pembagian Dana Desa setiap Desa
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian penghitungan pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/ kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa meminta bupati / wali kota untuk melakukan
perubahan peraturan bupati / wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa.
(3) Perubahan peraturan bupati / wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa.
(4) Penyampaian perubahan peraturan bupati / wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menj adi persyaratan penyaluran Dana Desa tahap
III.
Pasal 43
(1) Evaluasi terhadap laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 huruf b dilakukan untuk mengetahui besaran realisasi
penyaluran, penyerapan dan capaian output Dana Desa.
(2) Dalam hal realisasi penyaluran Dana Desa kurang dari 75% (tujuh puluh lima
persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) dan realisasi
penyerapan Dana Desa kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) serta
capaian output kurang dari 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (6) , Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa dapat meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada bupati / wali
kota.
Bagian Kedua
Pemantauan dan Evaluasi oleh Bupati/Wali kota
Pasal 44
Bupati/ wali kota melakukan pemantauan dan evaluasi atas :
a. sisa Dana Desa di RKD; dan/atau
b. capaian output Dana Desa.
Pasal 45
(1) Dalam hal berdasarkan pemantauan dan evaluasi atas sisa Dana Desa di
RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a ditemukan sisa Dana
Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) , bupati/ wali kota:
a. meminta penjelasan kepada Kepala Desa mengenai sisa Dana Desa di
RKD tersebut; dan/ atau
b. meminta aparat pengawas fungsional daerah untuk melakukan
pemeriksaan.
(2) Sisa Dana Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung dari Dana Desa yang diterima Desa pada
tahun anggaran berkenaan ditambah dengan sisa Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya.
(3) Kepala Desa wajib menganggarkan kembali sisa Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam rancangan APBDesa tahun anggaran
berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemantauan dan evaluasi atas capaian output Dana Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, dapat dilakukan oleh aparat pengawas
fungsional daerah atas permintaan bupati/ wali kota.
Pasal 46
(1) Bupati/ wali kota menunda penyaluran Dana Desa, dalam hal:
a. bupati/ wali kota belum menenerima dokumen persyaratan
penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat
(3) ;
b. terdapat sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih dari
30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45; dan/
atau
c. terdapat rekomendasi penundaan yang disampaikan oleh aparat
pengawas fungsional di daerah.
(2) Penundaan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan terhadap penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran
berjalan sebesar sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih besar
dari jumlah Dana Desa yang akan disalurkan pada tahap II sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penyaluran Dana Desa tahap II tidak dilakukan.
(4) Dalam hal sampai dengan minggu kedua bulan Juni tahun anggaran
berjalan sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya masih lebih
besar dari 30% (tiga puluh persen), penyaluran Dana Desa yang ditunda
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat disalurkan dan menj adi
sisa Dana Desa di RKUD .
(5) Bupati/ wali kota melaporkan Dana Desa yang tidak disalurkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(6) Dana Desa yang tidak disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
(7) Bagi pemerintah Daerah yang memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikecualikan
dari penundaan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c disampaikan
oleh aparat pengawas fungsional di daerah dalam hal terdapat potensi atau
telah terjadi penyimpangan penyaluran dan/ atau penggunaan Dana Desa.
(9) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada
bupati/ wali kota dengan tembusan kepada Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sebelum batas waktu tahapan
penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 47
(1) Bupati/ wali kota menyalurkan kembali Dana Desa yang ditunda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dalam hal:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1)
huruf a telah diterima;
b. sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya kurang dari atau
sama dengan 30% (tiga puluh persen) ; dan/ atau
c. terdapat usulan pencabutan rekomendasi penundaan dari aparat
pengawas fungsional daerah.
(2) Dalam hal dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a tidak diterima dan tidak terdapat usulan pencabutan rekomendasi
penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c sampai dengan
berakhirnya tahun anggaran, penundaan penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat ( 1) huruf a dan huruf c tidak
dapat disalurkan ke RKD dan menj adi Sisa Dana Desa di RKUD .
(3) Bupati/ wali kota melaporkan Sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa paling lambat akhir bulan Februari tahun anggaran
berjalan.
(4) Bupati/ wali kota memberitahukan Dana Desa yang tidak dapat disalurkan
ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala Desa untuk
dianggarkan kembali dalam rancangan APBDesa tahun anggaran
berikutnya paling lambat akhir bulan Desember tahun anggaran berjalan.
(5) Bupati/ wali kota menganggarkan kembali Sisa Dana Desa di RKUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rancangan APBD tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Dalam hal sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum disalurkan dari RKUD ke RKD sampai dengan akhir bulan Februari
tahun anggaran berjalan, sisa Dana Desa tersebut diperhitungkan sebagai
pengurang dalam penyaluran Dana Desa tahap II dari RKUN ke RKUD tahun
anggaran berjalan.
(7) Bagi pemerintah Daerah yang memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) .
(8) Dalam hal Desa telah memenuhi persyaratan penyaluran kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b sebelum minggu
kedua bulan Juni tahun anggaran berjalan, bupati/ wali kota
menyampaikan permintaan penyaluran kembali Dana Desa tahap II yang
diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Kepala KPPN
selaku KPA Penyaluran DAK fisik dan Dana Desa paling lambat minggu
ketiga bulan Juni tahun anggaran berjalan.
(9) Berdasarkan permintaan penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) , Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
menyalurkan kembali Dana Desa tahap II yang diperhitungkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan.
(10) Dalam hal bupati/ wali kota tidak menyampaikan permintaan penyaluran
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) , Dana Desa tahap II yang
diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat disalurkan
kembali dan menj adi Sisa Anggaran Lebih pada RKUN.
Pasal 48
(1) Bupati/ wali kota melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa dalam hal
setelah dikenakan sanksi penundaan penyaluran Dana Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, masih terdapat sisa Dana Desa di
RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan akhir minggu kedua
bulan Juni.
(2) Bagi pemerintah Daerah yang memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, bupati/ wali
kota melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) pada saat penyaluran Dana Desa tahap III.
(3) Bupati/ wali kota melaporkan pemotongan penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Kepala KPPN
selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
Pasal 49
(1) Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melakukan
pemotongan penyaluran Dana Desa dalam hal terdapat:
a. pemberitahuan perbedaan jumlah desa dari bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3);
b. laporan penundaan penyaluran Dana Desa dari bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) dan Pasal 47 ayat (3);
dan/ atau
c. laporan pemotongan penyaluran Dana Desa dari bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) .
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 50
Ketentuan mengenai:
a. pedoman dan contoh penghitungan pembagian Dana Desa ke Setiap Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b;
b. format laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b angka 1 dan huruf c angka 1 dan ayat (2)
huruf b angka 1 dan angka 4;
c. format laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1 ) huruf b angka 2 dan
huruf c angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 2 dan angka 5;
d. format laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b dan huruf c angka 1
dan ayat (3) huruf b angka 1 dan angka 3; dan
e. format Laporan konvergensi pencegahan stunting tahun anggaran
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat ( 1) huruf c angka
3 dan ayat (2) huruf b angka 3 dan Pasal 24 ayat (2) huruf c angka 2 dan ayat
(3) huruf b angka 2,
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 51
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. ketentuan penganggaran, penyaluran, penatausahaan, pertanggungj
awaban, dan pelaporan, pedoman penggunaan, dan pemantauan serta
evaluasi Dana Desa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 /
PMK. 07 /201 7 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 20 17 Nomor 537) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 12 1/ PMK. 07 /2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 50 / PMK. 07 / 20 17 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
20 18 Nomor 1 341 ); dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199 / PMK. 07/20 17 tentang Tata
Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/ Kota dan Penghitungan
Rincian Dana Desa Setiap Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
20 17 Nomor 1884),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 52
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) sampai dengan
ayat (6) , Pasal 21 ayat (2) , dan Pasal 48 ayat (2) mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2020.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c angka 3
dan ayat (2) huruf b angka 3, Pasal 24 ayat (2) huruf c angka 2 dan ayat (3)
huruf b angka 2, Pasal 29 ayat (2) huruf b, Pasal 30 ayat (2) huruf b, Pasal
35 ayat (2) huruf d, dan Pasal 38 ayat ( 1) mulai berlaku untuk Daerah
kabupaten/ kota prioritas pada tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan
yang belum bersifat wajib dan bersifat wajib untuk seluruh Daerah
kabupaten/ kota pada tanggal 1 Januari 2021.
(3) Daerah kabupaten/ kota prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Daerah kabupaten/ kota prioritas yang melaksanakan program
intervensi giz1 spesifik dan g1z1 sensitif untuk pencegahan stunting yang
ditetapkan setiap tahun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pasal 53
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
ttd.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd .
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK.
BABI…
-2-
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
6. Mediasi …
-3-
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
(4) Informasi …
-4-
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
BAB III …
-5-
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK
Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4
Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik
Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan
Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan
sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik,
baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri
maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga …
-6-
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik
Pasal 6
Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik
Pasal 7
(4) Badan …
-7-
Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan
dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN
Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala
Pasal 9
(5) Cara-cara …
-8-
Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta
Pasal 10
Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat
Pasal 11
h. laporan …
-9-
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14 …
-10-
Pasal 14
Pasal 15
b. program …
-11-
b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f. keputusan partai yang berasal dari hasil
muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan
lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang
yang berkaitan dengan partai politik.
Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi
nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan.
BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN
Pasal 17
1. menghambat …
-12-
5. data …
-13-
4. perlindungan …
-14-
Pasal 18
f. laporan …
-15-
Pasal 19 …
-16-
Pasal 19
Pasal 20
BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI
Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan
pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Pasal 22
(5) Dalam …
-17-
BAB VII …
-18-
BAB VII
KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Fungsi
Pasal 23
Bagian Kedua
Kedudukan
Pasal 24
Bagian Ketiga
Susunan
Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh)
orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan
unsur masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang
yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua
merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil
ketua merangkap anggota.
(4) Ketua …
-19-
(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para
anggota Komisi Informasi.
(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota
Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai
kesepakatan dilakukan pemungutan suara.
Bagian Keempat
Tugas
Pasal 26
(1) Komisi Informasi bertugas:
a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang
diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan
Informasi Publik; dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian
sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa
Informasi Publik di daerah selama Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota belum terbentuk; dan
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan
tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika
diminta.
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan
memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.
Bagian Kelima …
-20-
Bagian Kelima
Wewenang
Pasal 27
Bagian Keenam …
-21-
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban
Pasal 28
Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi
Pasal 29
(5) Sekretariat …
-22-
Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30
(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi
Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun
atau lebih;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang
keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari
hak asasi manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan
Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya
dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi
anggota Komisi Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
dan
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi
dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur,
dan objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib
diumumkan kepada masyarakat.
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan
penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai
alasan.
Pasal 31 …
-23-
Pasal 31
Pasal 32
Pasal 33
Pasal 34 …
-24-
Pasal 34
(5) Anggota …
-25-
BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan
alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan
alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak
sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara
musyawarah oleh kedua belah pihak.
Pasal 36
(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang
diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya keberatan secara tertulis.
(3) Alasan …
-26-
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi
Pasal 37
Pasal 38
Pasal 39
BAB IX …
-27-
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI
Bagian Kesatu
Mediasi
Pasal 40
Pasal 41
Bagian Kedua
Ajudikasi
Pasal 42
Pasal 43
(3) Dalam …
-28-
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 44
Bagian Keempat
Pembuktian
Pasal 45
Bagian Kelima …
-29-
Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi
Pasal 46
BABX…
-30-
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI
Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan
Pasal 47
b. menguatkan …
-31-
Bagian Kedua
Kasasi
Pasal 50
BAB XI …
-32-
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 51
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi
Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan,
tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi
Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi
Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta,
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau
Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar
permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 53
Pasal 54
(2) Setiap …
-33-
Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi
Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam
Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi
pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus,
yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang
yang lebih khusus tersebut.
Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini
merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan
umum.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran
ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59
Pasal 60 …
-34-
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 63
Pasal 64
Agar …
-35-
Disahkan di
pada tanggal 30 April 2008
Diundangkan di
pada tanggal 30 April 2008
ANDI MATTALATTA
I. UMUM
Setiap …
-2-
Pasal 1 Cukup
jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah pemenuhan
atas permintaan Informasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.
“Cara …
-3-
huruf b …
-4-
Huruf b
Yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak sehat”
adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat
persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi
persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah
rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan
Badan Publik atau tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang diminta
belum dikuasai atau didokumentasikan” adalah Badan
Publik secara nyata belum menguasai dan/atau
mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin,
teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Informasi yang berkaitan
dengan Badan Publik” adalah Informasi yang
menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan
tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya
yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
huruf b …
-5-
Huruf b
yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi
Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil
dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “serta-merta” adalah spontan, pada
saat itu juga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
huruf b …
-6-
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan:
1. “transparansi” adalah keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan Informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan;
2. “kemandirian” adalah suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana
pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
3. “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. “pertanggungjawaban” adalah kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
5. “kewajaran” adalah keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder)
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas.
huruf j …
-7-
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
huruf g …
-8-
Huruf g
Yang dimaksud dengan “undang-undang yang berkaitan
dengan partai politik” adalah Undang-Undang tentang Partai
Politik.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “organisasi nonpemerintah” adalah
organisasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat, badan
usaha nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau
luar negeri.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait
dengan sistem pertahanan dan keamanan negara”
adalah Informasi tentang:
1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem
komunikasi strategis pertahanan, sistem
pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu,
dan pengendali operasi militer;
2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi
militer, komando dan kendali operasi militer,
kemampuan operasi satuan militer yang digelar,
misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi
militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi
militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan
kemampuan, kerawanan, lokasi, serta analisis
kondisi fisik dan moral musuh;
3 sistem persenjataan pada spesifikasi teknis
operasional alat persenjataan militer, kinerja dan
kapabilitas teknis operasional alat persenjataan
militer, kerawanan sistem persenjataan militer,
serta rancang bangun dan purwarupa
persenjataan militer;
Angka 2 …
-9-
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “sistem persandian negara”
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi
data dan Informasi tentang material sandi dan jaring
yang digunakan, metode dan teknik aplikasi
persandian, aktivitas penggunaannya, serta kegiatan
pencarian dan pengupasan Informasi bersandi pihak
lain yang meliputi data dan Informasi material sandi
yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis,
sumber Informasi bersandi, serta hasil analisis dan
personil sandi yang melaksanakan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sistem intelijen negara”
adalah suatu sistem yang mengatur aktivitas badan
intelijen yang disesuaikan dengan strata masing-
masing agar lebih terarah dan terkoordinasi secara
efektif, efisien, sinergis, dan profesional dalam
mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi
ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil
analisisnya secara akurat, cepat, objektif, dan relevan
yang dapat mendukung dan menyukseskan
kebijaksanaan dan strategi nasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g …
-10-
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Pasal 23 …
-11-
Pasal 23
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah independen dalam
menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk
dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar
pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian
sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki
kekuatan setara dengan putusan pengadilan.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prosedur pelaksanaan
penyelesaian sengketa” adalah prosedur beracara di
bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan
oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c …
-12-
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kode etik” adalah pedoman
perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi Informasi,
yang penetapannya dilakukan oleh Komisi Informasi
Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
“Pejabat pelaksana kesekretariatan” adalah pejabat
struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya di
bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah menteri yang
mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan
informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6) …
-13-
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Sehat jiwa dan raga” dibuktikan melalui surat
keterangan tim penguji kesehatan resmi yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan ”terbuka” adalah bahwa
Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus
diumumkan bagi publik.
Yang dimaksud dengan ”jujur” adalah bahwa proses
rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif
berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan ”objektif” adalah bahwa proses
rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang
diatur oleh Undang-Undang ini.
Ayat (2) …
-14-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindakan tercela” adalah
mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau
mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi
Informasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4) …
-15-
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penggantian antarwaktu anggota
Komisi Informasi” adalah pengangkatan anggota Komisi
Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi Informasi
yang telah berhenti atau diberhentikan sebagaimana
dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa jabatannya
berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurang-kurangnya
berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi,
alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan
Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud.
Yang dimaksud dengan “atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi” adalah pejabat yang merupakan atasan
langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari
atasan langsung pejabat yang bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditanggapi” adalah respons
dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan pelayanan
yang telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan
Informasi Publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g …
-16-
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui
proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47 …
-17-
Pasal 47
Ayat (1)
Pasal 54 …
-18-
Pasal 54
Ayat (1)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini
meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok
orang atau badan hukum atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini
meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok
orang atau badan hukum atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 55
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi
setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau
badan hukum atau Badan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
1
MATA LATIH 3
KETRAMPILAN DASAR
( Manajemen Tupoksi )
2
SML 3.1.
3
SML 3.1.
PROSES PEMBELAJARAN
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
2. CURAH PENDAPAT 5
Pelatih mengajak peserta untuk Lembar Curah
melakukan curah pendapat. apa yang Pendapat
peserta ketahui tentang analisa sosial.
Jawaban peserta ditulis dalam bentuk
pointer pada kertas plano yang
tersedia oleh pelatih.
Selanjunya peserta (minimal 2 orang)
diminta menceritakan pengalaman
melakukan analisa sosial.
Pelatih lalu memberikan penegasan
tentang pengertian analisa sosial.
Bahwa analisa sosial berarti
menangkap realitas sosial (struktural,
kultural, hisoris) secara obyektif.
Analisa sosial mencakup bagaimana
memahami struktur mata
pencaharian, tingkatan sosial,
kelembagaan, kelompok dominan,
sejarah konflik sosial, aset dan
penguasaan (gali lagi dari peserta)
3. BRAINSTORMING 10 Lembar
Pelatih menyampaikan bahwa program Informasi dan
inovasi desa dalam pelaksanaannya Lembar
melibatkan masyarakat dan pemerintah Tayang
desa. Selanjutnya peserta diberikan
pertanyaan ringkas sbb:
4
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Apakah inovasi desa (PPID, P2KTD)
berkaitan dengan potensi dan masalah
sosial di desa? Apa contohnya?
Siapakah kelompok masyarakat yang
mempunyai akses pada program
inovasi desa?
Apakah sistem sosial desa (mata
pencaharian, kelembagaan, aktifitas
sosial) mendukung inovasi desa? Apa
bentuknya?
Apakah tindakan-tindakan program
inovasi desa yang mengubah situasi di
desa?
Catat jawaban peserta pada kertas plano
yang tersedia.
5
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Apa desa mempunyai pengalaman
replikasi inovasi dari pelaksanaan
tahun sebelumnya? Kalau ada, apa
manfaat yg dirasakan?
Bagaimana mendorong replikasi
inovasi desa agar terakomodasi
dalam perencanaan dan
penganggaran desa?
7 PEMAPARAN DAN TANYA JAWAB 20 Lembar
Pelatih menyampaikan paparan dan sambil Informasi dan
memberikan paparan, pelatih memberikan Lembar
kesempatan peserta menjawab pertanyaan Tayang
pelatih atau menanyakan kepada pelatih
terkait materi yang disampaikan, terkait
tentang:
Pengertian advokasi
Muatan pesan advokasi
Manfaat advokasi
Aktor advokasi
Langkah advokasi
Bentuk strategi advokasi
Konfigurasi advokasi
Post konfigurasi advokasi
Contoh advokasi inovasi desa
7 PRAKTIK MENGISI KERTAS KERJA 10 Lembar Kertas
Pelatih memberikan form isian kertas kerja Kerja
untuk diisi oleh peserta berkelompok (3
orang). Kertas kerja ini merupakan pra
konfigurasi advokasi inovasi desa untuk
komponen replikasi dan regulasi.
Selanjutnya minta salah satu kelompok
untuk presentasi.
6
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
8 KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5
Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sesi ini
7
Lembar Informasi SML 3.1
Analisis sosial atau yang lebih akrab dikenal ansos ini merupakan sebuah
proses atau mekanisme yang akan membahas problematika-probelmatika
yang terjadi pada sebuah objek analisa dan pada akhirnya akan menghasilkan
apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan atas problematika-
problematika tersebut. Dari sana, kita dapat menentukan apa sebenarnya
yang dibutuhkan untuk dicarikan solusi yang tepat.
Inilah yang acapkali tidak dilalui oleh para problem solver. Mereka seringkali
menghasilkan solusi atas problematika yang hadir bukan berdasarkan hasil
analisis mendalam namun hanya berdasarkan dugaan yang argumentasinya
lemah atau bahkan hanya berdasarkan pada kemauannya saja. Mungkin
permasalahan yang nyata di lapangan akan terselesaikan, namun karena ia
tak akan menyentuh sampai ke akarnya maka akan hadir permasalahan-
permasalahan baru atau bahkan permasalahan yang nyata tersebut tidak
hilang sama sekali.
PENGERTIAN ANSOS
Analisis sosial merupakan usaha untuk menganalisis sesuatu keadaan atau
masalah sosial secara objektif. Analisis sosial diarahkan untuk memperoleh
gambaran lengkap mengenai situasi sosial dengan menelaah kaitan-kaitan
histories, struktural dan konsekuensi masalah. Analisis sosial akan
mempelajari struktur sosial, mendalami fenomena-fenomena sosial, kaitan-
kaitan aspek politik, ekonomi, budaya, dan agama. Sehingga akan diketahui
sejauh mana terjadi perubahan sosial, bagaimana institusi sosial yang
menyebabkan masalah-masalah sosial, dan juga dampak sosial yang muncul
akibat masalah sosial
Teori sosial merupakan refleksi dari sebuah pandangan dunia tertentu yang
berakar pada positivisme. Menurut Anthony Giddens secara filosofis terdapat
dua macam analisis sosial. Pertama, analisis intitusional, yaitu ansos yang
menekan pada keterampilan dan kesetaraan aktor yang memperlakukan
institusi sebagai sumber daya dan aturan yang diproduksi terus-menerus.
Kedua, analisis perilaku strategis, adalah ansos yang memberikan penekanan
institusi sebagai sesuatu yang diproduksi secara sosial.
LANGKAH-LANGKAH ANSOS
Proses analisis sosial meliputi beberapa tahap antara lain :
Menarik kesimpulan :
Pada tahap ini telah diperoleh kesimpulan tentang ; akar masalah, pihak mana
saja yang terlibat, pihak yang diuntungkan dan dirugikan, akibat yang
dimunculkan secara politik, sosial dan ekonomi serta paradigma tindakan yang
bisa dilakukan untuk proses perubahan sosial.
(Kumpulan Modul PMII)
SML 3.2.
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
1. Review SML Ansos dan advokasi X
2. Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
2. CURAH PENDAPAT 10
1. Pelatih mengajak peserta untuk melakukan Lembar Curah
curah pendapat tentang kewirausahaan, Pendapat
dilanjutkan dengan menggali pemahaman
peserta terkait kewirausahaan sosial.
Pelatih mencatat hasil curah pendapat.
2. Pelatih mengajak peserta untuk melakukan
curah pendapat tentang pentingnya
kewirausahaan sosial dan tantangan
membangun wirausaha sosial
Pelatih mencatat hasil curah pendapat.
3 Diskusi Kelompok 15
Lembar kertas
1. Pelatih membuat kelompok peserta menjadi kerja
6 kelompok.
2. Masing- masing kelompok dibagikan kertas
kerja untuk melakukan mengidentifikasi
tentang perbedaan antara kewirausahaan
dan kewirausahaan sosial.
3. Masing-masing kelompok/perwakilan 3
kelompok memaparkan hasil diskusi
4. CERAMAH 15 Lembar
Pelatih menguraikan pengertian, konsep Informasi SML
dan pebedaan kewirausahaan dan 3.2 dan Lembar
kewirausahaan sosial dan manfaat Tayang
kewirausahaan sosial sebagai penegasan
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
dari curah pendapat dan penugasan
sebelumnya
6 CERAMAH 10 Lembar
Pelatih menguraikan karakteristik Informasi SML
kewirausahaan sosial, model 3.2 dan Lembar
kewirausahaan sosial, peran Tayang
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
kewirausahaan sosial dan contoh
kewirausahaan sosial
MENGAPA KEWIRAUSAHAAN
PENTING ?
Kelompok: …………………………………
NO Kewirausahaan Konvensional Kewirausahaan Sosial
Lembar Informasi SML 3.2
KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
A. Pendahuluan
Angka pengangguran dan kemiskinan masih terbilang tinggi, salah satu penyebabnya
karena geliat kewirausahaan yang kurang memiliki kemanfaatan dan nilai sosial bagi
masyarakat banyak. Kewirausahaan yang berjalan selama ini hanya mampu menciptakan
lapangan kerja dan menciptakan hubungan dua arah antara penguasa dan pekerja.
Masyarakat hanya sekedar menjadi objek menjadi pelanggan atau konsumen. Persaingan
bisnis yang begituketat, membuat sebagian pengusaha mengabaikan nilai- nilai sosial dan
kemanusiaan.
Kondisi ini memunculkan pendekatan baru dalam dunia kewirausahaan yang disebut
dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan Sosial atau Social Enterpreneurship merupakan
sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Orang yang bergerak di bidang kewirausahaan
sosial disebut Social Entrepreneur. Santosa (2007) mendefinisikan Social enterpreneur
sebagai seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan
kewirausahaanuntuk melakukan perubahan sosial, terutama meliputi bidang kesejahteraan
pendidikan dan kesehatan .
Perbedaan pokok antara business entrepreneur dengan social entrepreneur
terletak pada pemanfaatan hasil investasi dan pola hubungan antara pekerja dan pelaku
usaha, Business entrepreneur menggunakan keuntungan yang diperoleh dimanfaatkan
untuk ekspansi usaha dan pola hubungan di antara para pelaku sebagaia subjek dan objek
dari usahanya. Dalam Kewirausahaan sosial masyarakat berperan sebagai mitra strategis
usahanya, bukan sekedar sebagai pelanggan atau konsumen. Pola yang terjadi dalam
kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha – pekerja – masyarakat. Ketiganya bersinergi
dalam membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan, keadilan sosial
dan pemerataan pendapatan. Social entrepreneur menggunakan keuntungan yang didapat,
sebagian atau seluruhnya, diinvestasikan kembal untuk pemberdayaan masyarakat/para
pelaku.
Kewirausahaan sosial menawarkan kelebihan manfaat dari sekedar menciptakan
lapangan kerja, tetapi memiliki kebermanfaatan yang luas karena wirausahawan bukan
hanya berhadapan kepada karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga masyarakat
luas. Oleh karenanya pendekatan ini dinilai sebagai solusi dalam upaya mempercepat
penurunan angka pengangguran dan kemiskinan.
Seorang wirausaha sosial mengembangkan usaha bukan hanya untuk mendapatkan
suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting
adalah faktor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat
memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bagi kesejahteraan masyarakat bukan pada
penciptaan kekayaan pribadi. Mereka yang berjuang merajut hidup demi dan atas nama
kemaslahatan sosial. Mereka berikhtiar membentangkan serangkaian tindakan untuk
membantu penciptaan masyarakat sosial yang makmur dan bermartabat.
B. Peran Wirausaha Sosial
Kegiatan yang dilakukan oleh wirausahawan sosial haruslah merupakan kegiatan yang dapat
bermanfaat secara sosial baik itu untuk kepentingan nirlaba maupun prolaba.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal dengan melibatkan masyarakat
dengan memberdayakan masyarakat termasuk masyarakat yang kurang mampu secara
finansial maupun keterampilan untuk secara bersama-sama menggerakkan usahanya agar
menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha atau keuntungannya dikembalikan
kembali ke masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Melalui metode tersebut,
kewirausahaan sosial bukan hanya mampu menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga
menciptakan multiplier effect untuk menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan
kesejahteraan sosial.
Namun dalam tren global, dikotomi semacam itu kian kabur, sebab business
entrepreneur dan social entrepreneur sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang sama,
yaitu inovasi, manajemen, efektivitas, mutu, dan kompetensi untuk mencapai tujuan bagi
para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh
pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil
usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.
Seorang wirausaha sosial memainkan peran sebagai agen perubahan di sektor sosial,
seperti:
Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak
hanya nilai pribadi),
Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi sosial
tersebut.
Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, belajar
Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan
sumberdaya yang bekerja samaMeski terbilang baru, namun geliat kewirausahaansosial kini
sudah menjadi tren baru di kehidupan masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia. Mulai
dikenal secara luas sejak keberhasilan tokoh kewirausahaan sosial Muhammad
Yunus menjadi pemenang nobel perdamaian pada tahun 2006. Kepiawaiannya dalam
mengelola Grameen Bank dan memberdayakan masyarakat miskin di Bangladesh telah
membuka jutaan mata masyarakat global akan arti penting kewirausahaan sosial.
Muhammad Yunus dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin melalui pinjaman
tanpa jaminan. Grameen bank memberdayakan masyarakat kurang mampu secara
finansial, sehingga ribuan tenaga kerja mampu terserap, dan jutaan lainnya merasakan
dampak tidak langsung sebagai multiplier effect ekonomi dengan tumbuhnya Usaha Kecil
Menengah Baru (UKM).
Di Indonesia, salah satu penggerak kewirausahaan sosial diantaranya Bambang
Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan mendirikan sebuah yayasan
yang semula bernama Yayasan Sosial Tani Membangun bersama I Sayogo dan Ir
Suradiman pada tahun 1967. Upaya yang dilakukannya melalui pemberdayaan masyarakat
miskin melalui kegiatan keuangan mikro dan usaha mikro dengan mengutamakan
pendidikan anggota, memupuk kemampuan diri dan sosial.
Nalacity Foundation, organisasi kewirausahaan sosial yang didirikan sebagai bentuk
kepedulian kepada kaum marjinal ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala, Tangerang.
Nalacity memberdayakan komunitas tersebut melalui kerajinan tangan berupa jilbab.
Produk yang dihassilkan dijual di Jakarta, dan keuntungan yang diperoleh digunakan
kembali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Sitanala. Ibu-ibu yang menjadi
penerima manfaat program dari Nalacity ini meningkat pendapatannya. mereka bisa
menghidupi keluarga dan menabung . Sebagian dari tabungan mereka gunakan untuk
mengembangkan usaha lainnya seperti pertanian, peternakan, dan bisnis lainnya.
Selain Yayasan Bina Swadaya dan Nalacity Foundation, ada banyak organisasi atau
perseorangan yang memiliki perhatian di bidang kewirausahaan sosial seperti; Erie Sudewo,
dkk (Dompet Dhuafa), Tri Mumpuni, dkk (IBEKA), Rhenald Kasali, dkk (Rumah Perubahan),
Septi Peni Wulandani, dkk (Sinergi Kreatif). Kesemuanya memiliki perhatian di bidang
kewirausahaan sosial masing-masing dengan memberdayakan masyarakat melalui
optimalisasi potensi lokal masyarakat yang diberdayakan.
Ada tiga aspek penting dalam kewirausahaan sosial, yaitu:
Voluntary Sector bersifat suka rela.
Public Sector menyangkut kepentingan publik bersama.
Private Sector adalah unsur pribadi atau individual yang bersangkutan, bisa
termasuk unsur kepentingan profit.
Kemampuan social-entreprenuers untuk memberikan nilai tambah baik kepada
lingkungan sosial-nilai dan ekonomi di lingkungan sekitarnya telah membuat kegiatan
seperti ini semakin mengambil peran vital dalam pembangunan nasional secara luas.
Berkembangnya social-entreprenuers dapat menciptakan kesempatan kerja dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat, memberikan nilai inovasi dan kreasi baru terhadap
lingkungan sosial-ekonomi masyarakat, dapat menjadi modal sosial
Dalam buku The Power of Unreasonable People yang ditulis oleh direktur non eksekutif
SustainAbility, John Elkington dan Managing Director Schwab Foundation, Pamela Hartigan,
entrepreneur sosial berhasil menciptakan struktur yang termasuk dalam tiga kategori atau
model bisnis berbeda:
Pertama, model usaha "nirlaba pengungkit". Usaha jenis ini bisa kita lihat dalam
gerakan yang dilakukan oleh LSM, komunitas peduli, badan amal, dan sebagainya. Model
bisnis ini menggantungkan keberlangsungan pendanaan pada kedermawanan orang lain,
yang biasanya datang dari inidividu, yayasan atau pemerintah. Pendekatan ini akan jauh
lebih sulit dibandingkan dengan model bisnis pro-laba karena akan menghalangi peluang
ekspansi, penghentian dana dari para filantropis akan mematikan kinerja.
Kedua, usaha "nirlaba hibrida". Model bisnis ini mengalami eksperimentasi paling
besar yang merupakan penggabungan strategi nirlaba dan pendapatan yang dihasilkan
dalam satu kesatuan dan membentuk kekuatan hibrida. Usaha ini menyediakan barang/jasa
bagi penduduk yang tidak terjangkau oleh pasar pada umumnya., dimana keuntungan
bukan sesuatu yang harus dihindari. Organisasi jenis ini memiliki dua sisi, seperti Waste
Concern di Bangladesh yang merupakan prototipe usaha hibrida, memiliki divisi nirlaba yang
berfokus pada proyek percontohan energi bersih dan daur ulang, sedangkan divisi pro-
labanya berfokus pada bidang energi lestari, proyek limbah, dan konsultan.
Ketiga, bisnis sosial, yaitu badan usaha pro-laba yang berfokus pada misi sosial.
Keuntungan dihasilkan, tetapi tujuan utamanya bukanlah memaksimalkan pengembalian
finansial bagi pemegang saham melainkan untuk memberi keuntungan secara finansial
kepada kelompok berpenghasilan rendah serta menumbuhkan usaha sosial dengan
investasi ulang. Dengan kemandirian penghasilan tersebut, bisnis sosial mampu
menjangkau dan terus berekspansi hingga melayani lebih banyak orang. Entrepreneur
pendiri harus menerapkan peran kepemimpinan yang kuat, tetapi hal ini eringkali
menyulitkan susksesi. Hal tersebut dapat teratasi dengan inisiatif entrepreneur sosial yang
terlibat untuk menyalurkan visi dan misinya kepada generasi selanjutnya.
Terdapat kesamaan umum dari semua model kewirausahaan sosial, yaitu tentang hal
yang mendorong dan mendasari kewirausahaan sosial untuk menciptakan nilai sosial, bukan
untuk menciptakan kekayaan pribadi atau kekayaan para pemegang saham (Zadek & Thake,
1997).
Kewirausahaan sosial juga ditandai oleh adanya suatu inovasi, atau penciptaan
sesuatu yang baru, bukan hanya melakukan replikasi semata terhadap praktik bisnis yang
sudah ada. Pemicu utama dari kegiatan kewirausahaan sosial adalah masalah sosial aktual
yang sedang ditanganinya, dimana organisasi mengambil keputusan dalam pengelolaan
sumber daya berdasarkan format yang paling efektif yang dibutuhkan untuk mengatasi
masalah tersebut. Dengan demikian, kegiatan kewirausahaan sosial tidak ditentukan oleh
badan hukum, dimana suatu kegiatan dapat ditempuh melalui berbagai kendaraan
organisasi atau lembaga, baik melalui organisasi nirlaba, sektor bisnis, maupun sektor
pemerintah.
Mencetak entrepreneur. Sosiolog David McClelland menyebut, bila ingin menjadi negara
maju, maka 2 persen warga harus menjadi entrepreneur, dengan rumus; satu orang
wirausaha member pekerjaan kepada 8 orang lainnya. seseorang yang dapat melihat
tantangan sebagai peluang dan memperjuangan penciptaan nilai multidimensi dalam setiap
bentuk usaha mereka. Tantangannya bagaimana mendorong para entrepreneur yang sudah
ada dan menciptakan entrepreneur baru agar menggunakan pendekatan kewirausahaan
sosial, tidak semata-mata bisnis tetapi juga mempunyai kepedulian sosial untuk perubahan
sosial. Entrepreneur yang hanya menciptakan kapitalisme baru, termasuk didalamnya
technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan sosial, hanya akan menambah riwayat
panjang yang menjebak rakyat terhadap pencarian kerja, tanpa sedikitpun mendapat
kesempatan menjadi aktor dalam peningkatan ekonomi negara. (pendidikan untuk para
pemimpin)
Dinamika permasalahan sosial. Permasalahan sosial semakin lama semakin kompleks.
Perkembangan penduduk memberikan tekanan pada pembukaan dan pemanfaatan lahan
yang cenderung eksploittaif menyebabkan semakin parahnya kerusakan lingkungan.
Sumberdaya alam yang sifatnya tetap dan sebagian tidak terbarukan diperebutkan oleh
lebih banyak populasi. Pada sisi lain tuntutan kebutuhan manusia juga semakin tinggi dan
lebih bervariasi, kesenjangan sosial ekonomi masyarakat semakin tinggi sehingga
menimbulkan banyak tekanan, pengangguran, dan kemiskinan.
Teknologi. Daya saing perusahaan pada era globalisasi ini secara signifikan sangat
ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menerapkan teknologi. Teknologi akan
sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam menguasai pasar, menghasilkan laba,
dan bertahan hidup. Teknologi yang ada sifatnya mudah usang sebagai akibat dari inovasi
yang semakin maju dan semakin cepat sehingga siapa pun pengusaha atau perusahaan
yang tidak secara cepat mengimbangi perkembangan teknologi akan ditinggalkan pasar.
Sebagai contoh produsen telepon seluler yang agak lambat mengeluarkan modelnya akan
ditinggalkan oleh konsumen (Nokia merupakan pemimpin pasar dan yang lainnya, seperti
Siemen, Motorola hanya sebagai pengikut pasar). Perkembangan teknologi informasi
mempengaruhi perubahan cara-cara pemasaran yang selama ini dilakukan, dan pada saat
ini merebak pemasaran yang menggunakan jasa internet.
Mobilisasi sumberdaya. Kewirausahaan sosial sering menemui kesulitan dalam
memberikan kompensasi terhadap para pekerja secara kompetitif sebagaimana terjadi pada
pasar komersial. Bahkan, banyak para pekerja dari organisasi kewirausahaan sosial justru
memperoleh nilai kompensasi “non-keuangan” dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
dapat dirumuskan suatu proposisi, yakni: adanya perbedaan dalam mobilisasi sumber daya
manusia dan keuangan, yang secara fundamental akan menyebabkan perbedaan
pendekatan dalam mengelola sumber daya keuangan dan manusia.
Pengukuran kinerja. Kewirausahaan sosial akan menghadapi tantangan yang lebih
besar dalam mengukur kinerja, ketimbang kewirausahaan komersial yang lebih dapat
mengandalkan langkah-langkah yang relatif lebih nyata dalam mengukur kinerja, dengan
menggunakan indikator keuangan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, dan kualitas.
Disamping itu, berbagai pemangku kepentingan finansial dan nonfinansial dalam organisasi
kewirausahaan sosial jumlahnya relatif lebih besar dan bervariasi, sehingga para
wirausahawan sosial perlu mengelola hubungan dan tanggung jawab dalam kompleksitas
yang lebih besar (Kanter & Summers, 1987). Dalam kaitan ini, terbuka tantangan untuk
mengukur perubahan sosial, mengingat adanya aspek non- kuantitatif, multi-kausal,
dimensi temporal, dan perbedaan perseptif dari dampak sosial yang ditimbulkannya.
Dengan demikian, dapat dirumuskan suatu proposisi, yakni: dengan adanya aspek dampak
sosial akan tetap menjadi perbedaan mendasar dalam mengukur kinerja, khususnya yang
berkenaan dengan akuntabilitas yang rumit dan adanya hubungan yang bervariasi dengan
para pemangku kepentingan.
Daftar Pustaka
Luthfi Destianto, Kewirausahaan Sosial: Solusi Kemiskinan di Indonesia-http://www.
kompasiana.com/luthfidestianto/kewirausahaan-sosial-solusi-kemiskinan-di-
indonesia_552a44fd6ea8340f70552cfc
Faisal Afiff, . Mencermati Kewirausahaan Sosial, http://sbm.binus.ac.id/2015/02/28/men-
cermati-kewirausahaan-sosial-bagian-1/
Elkington John, Pamela H. 2008. “The Power of Unresonable People : How Social
Entrepreneur creates markets that changes the world”. Havard Business Press.
Santosa, Setyanto. 2007. ”Peran Social Entrepreneurship dalam Pembangunan”.
http://ashoka.org
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/02/13/social-entrepreneurship-
membangun-negara-dan-menye
Desti Wulandari - Kewirausahaan sosial (social entrepreneur), http://destiwd.blogspot.
co.id/2012/02/kewirausahaan-sosial-social.html?m=1
SML 3.3.
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 15
Judul : Penegelolaan Data dan Informasi
Digital.
Tujuan :
Internet,
1. Memahami proses pengolahan data
laptop dan
berbasis digital
aplikasi
2. Memahami sistem informasi berbasis
pengelolaan
digital
data dan
3. Memahami jenis data dan informasi
informasi
yang di butuhkan dilingkungan kerja.
digital
4. Memahami cara berkomunikasi
berbasis digital
5. Memahami berbagai aplikasi
pengolahan data dan informasi berbasis
digital .
3. CERAMAH 40 Internet,
Pelatih menguraikan : laptop dan
1. Konsep data dan pengolahan data aplikasi
secara elektronik, pengelolaan
2. Konsep informasi dan sistem informasi data dan
3. Konsep komunikasi data dengan aplikasi informasi
otomatisasi perkantoran. Setelah itu digital
menguraikan perkem-bangan teknologi
digital selanjutnya. Pelatih mengumpan
balikkan ke peserta.
4. 10 Internet,
BRAINSTORMING & TANYA JAWAB laptop dan
aplikasi
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Pelatih memberikan kesempatan kepada pengelolaan
peserta untuk bertanya, mengajukan data dan
pendapat dan klarifikasi. informasi
digital
Dalam pertanyaan ini peserta :
1. Diberikan pertanyaan apakah sudah
memahami tentang pengelolaan data dan
informasi digital ?.
2. Aplikasi pengelolaan data dan informasi
apa yang paling dibutuhkan dalam
mendukung tugas dan fungsi sebagai
seorang PLD ?.
BAGAIMANA PRAKTEK
PEMANFAATAN SISTEM
INFORMASI BERBASIS KOMPUTER DI
DESA SAUDARA/I ?
Pendahuluan
Teknologi informasi merupakan teknologi yang berbasis komputer serta internet.
Teknologi informasi dipergunakan dalam proses pengolahan data, yang meliputi memproses,
memperoleh data, menyusun data, menyimpan data serta melakukan manipulasi data
dengan berbagai cara sehingga menyajikan informasi yang bermutu, yaitu informasi yang
akurat, relevan serta tepat waktu. Teknologi informasi mempergunakan seperangkat
komputer dalam rangka pengolahan data serta sistem jaringan yang berfungsi untuk
menghubungkan antar komputer menurut kebutuhan. Pada akhirnya teknologi informasi
terus berkembang secara luas dalam hal implikasi serta pengaruhnya bahkan melebihi
teknologi komputer..
Pada tahun 1986, UI-net bisa terhubung dengan kampus-kampus lain seperti UGM, ITB,
ITS, UNJHAS serta Dirjen Dikti Depdikbud. Jaringan tersebut kemudian disebut UNINET
yang dibuat atas bantuan luar negeri dengan mempergunakan infrastruktur jaringan telepon
kabel milik SKDP PT.Indosat dan SKDP satelit Packsatnet. Untuk menghubungkan seluruh
perguruan tinggi di Indonesia, maka dibuatlah empat buah server yang selanjutnya
ditempatkan di InstituteTeknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia
serta Institut Teknologi Surabaya. Jaringan tersebut dapat terhubung ke jaringan komputer
besar dunia seperti Networks, Biznet, usenet, CSNET, UUCPNET, UUNET, MUNNARI,
KAIST, serta ARPANET yang merupakan jaringan internet pada saat itu. Akhirnya pada
tahun 1993, jaringan komputer Indonesia terhubung dan tergabung secara resmi dengan
jaringan internet dunia dan mulai saat itu pula domain Indonesia yaitu id mulai diakui di
internet. Badan inhternet dunia (IANA) memberikan domain secara resmi pada jaringan
komputer yang terdapat di Indonesia dengan penggunaan protokol TCP/IP.
Pada tahun 1999, lahirlah beberapa puluh perusahaan dotcom. Disusul dengan
bermunculannya media-media dengan segmen pendidikan teknologi informasi. Promosi,
pameran, seminar serta konferensi mengenai teknologi informasi juga bermunculan secara
beruntun. Seiring dengan hal tersebut jumlah Internet Service Provider (ISP) juga semakin
meningkat dari 20 an menjadi 160 an. Pada tahun 2013, perkembangan TI di Indonesia
semakin menunjukkan peningkatan dengan adanya kecepatan internet broadband 3,29
Mbps, dan selanjutnya pada tahun 2014 meningkat menjadi 4,79 Mbps. Net Index mencatat
20 ISP tercepat di Indonesia dan Linknett ada di posisi pertama dengan kecepatan unduhan
17,07 Mbps.
Sistem informasi berbasis komputer atau Computer Based Information System (CBIS)
merupakan sistem pengolahan suatu data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan
dapat dipergunakan sebagai alat bantu yang mendukung pengambilan keputusan, koordinasi
dan kendali serta visualisasi dan analisis. Contoh Aplikasi CBIS :
Menurut Moore and Chang, SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan
mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan,
orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa.
Tahapan SPK:
Definisi masalah
Pengumpulan data atau elemen informasi yang relevan
pengolahan data menjadi informasi baik dalam bentuk laporan grafik maupun tulisan
menentukan alternatif-alternatif solusi (bisa dalam persentase)
PROSES PEMBELAJARAN
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan
waktu
2. CURAH PENDAPAT dan CERAMAH 10 Lembar
Pelatih mengajak peserta untuk Informasi dan
melakukan curah pendapat tentang Lembar
materi; (Berikan metaplan) Tayang
Pelatih meminta peserta menulis di
metaplen dan ditempelkan pada
kertas plano, dan minta perwakilan
peserta untuk membaca ;
Pelatih menyampaikan tentang
Konsep-konsep di dalam Materi;
Setelah itu Pelatih mengumpan
balikkan ke peserta dan bersama
peserta menyimpulkan hasil curah
pendapat.
APA
COMMUNITY ORGANIZER ?
BAGAIMANA
MEMBANGUN TIM KERJA ?
APA
POSISI DAN TUGAS ANDA DI
DALAM TIM KERJA?
SML 4.2.
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PERSIAPAN 5
Pelatih dibantu oleh panitia untuk
memastikan persiapan peralatan dan
perlengkapan.
2. PEMBAGIAN KELOMPOK 10
1)Pembagian Kelompok di dasari atas
benda sekitar Pelatihan (1 kelompok 6
orang)- 5 kelompok:
1. Kertas Tisu ( 6 lembar tisu)
2. Spidol ( 6 spidol)
3. Kertas HVS ( 6 kertas HVS)
4. Gelas ( 6 Gelas)
5. Kue ( 6 kue)
2) Menggambar 1 Titik
Peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok
Setiap Kelompok mendiskusikan akan
menggambar apa.., dengan
kesepakatan Tim
Setelah sepakat, peserta menggambar
1 gambar
Peserta diminta berbaris dan
membelakangi kertas plano
Peserta dalam kelompok urutan 1
mulai maju dan membuat gambar
dengan waktu 20 detik, dan
selanjutnya kembali kepada baris
kelompok
Selanjutnya peserta ke 2 maju ke
plano untuk melanjutkan gambar
dengan waktu 20 detik juga begitu pula
selanjutnya
Bila sudah selesai dapat mengulang
kembali (hanya 1 kali pengulangan)
Dan dilanjutkan dengan seluruh
peserta menulis nama dan
tandatangan di bawah gambar tim
mereka
3) Memindahkan Karet
Peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok;
Setiap kelompok bediri dan berbaris
berbanjar sambil dan setiap orang
memegang sedotan dengan mulut
mereka;
Pemandu menaruh karet gelang di
sedotan orang yang berada pada
barisan paling depan;
Kemudian karet gelang dipindahkan
melalui sedotan hingga sampai ke
orang terakhir;
Kelompok yang paling cepat
memindahkan karet gelang adalah
pemenangnya.
Pendamping Lokal Desa (PLD) adalah kader lokal pemberdayaan masyarakat yang
mendampingi desa dalam melaksanakan Program-Program serta perencanaan maupun
pelaksanaan pembangunan di desanya. Dalam hal ini, ada beberapa tugas pokok dan fungsi
yang dapat kita sampaikan dalam tulisan ini.
Di samping tugas yang tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO), tugas
Pendamping Lokal Desa selain mengawal jalannya Implementasi Undang-Undang Desa.
Sejak bergulirnya Program Inovasi Desa tahun 2017,banyak sekali pendamping profesional
desa khususnya PLD kurang paham,hendak apa ? dan melakukan apa ? demi suksesnya
PID. Masalah ini sebenarnya dipicu, karena kurang jelasnya Petunjuk Teknis Operasional
(PTO) Pengelolaan Pengetahuan Inovasi Desa kala itu. PTO tersebut belum mengatur
secara tuntas dan gamblang tentang peran dan tugas yang perlu di lakukan oleh
Pendamping Lokal Desa. Kita ketahui bersama, bahwa Program Inovasi Desa hadir dengan
beberapa tujuan mulia. Salah satunya adalah “Ingin memaksimalkan penggunaan dana desa
se-efektif dan se-efesien mungkin guna tepat sasaran.”
Ada 3 sasaran bidang yang sebenarnya menjadi konsen utama PID demi memaksimalkan
dana desa, 3 sasaran bidang tersebut ialah : (1) Bidang kewirausahaan, (2) Bidang sumber
daya manusia,dan (3) Bidang infrastruktur.
Jika ketiga bidang diatas,mampu di eksplore oleh masing – masing desa di Indonesia.
Bukan tidak mungkin kedepan desa-desa di Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia.
Kembali lagi ke peran dan tugas pendamping dalam Program Inovasi Desa. Sebetulnya sejak
terbitnya Peraturan Menteri Desa Nomor 48 tahun 2018 yang diperkuat kedalam Keputusan
Dirjen dan Petunjuk Teknis Operasional 2018 tentang Pelaksanaan PID.
Bukan hanya tugas Pendamping Lokal Desa saja yang diatur dalam PTO Petunjuk Teknis
Operasional namun Tugas Pendamping Desa san Tugas para Tenaga Ahli juga diatur di
sana. Apa saja tugas Pendamping Lokal Desa dalam Program Inovasi Desa (Tugas PLD
dalam PID). Berikut ada 7 tugas pokok PLD dalam PID yang dapat kita kutip dari PTO
Pelaksanaan PPID 2018 :
Presentasi berbicara di depan umum berbeda dari presentasi online karena presentasi online
dapat dilihat atau didengarkan sesuai kemauan pemirsa, sementara pidato publik biasanya
terbatas untuk waktu tertentu atau tempat. Presentasi online sering terdiri dari slide atau pre-
recorded video dari pembicara (termasuk rekaman presentasi langsung berbicara di depan
umum).
Karena Komunikasi Publik dilakukan langsung kepada penonton, ada beberapa faktor
khusus yang perlu dipertimbangkan pembaca. Kita akan segera membahasnya, tapi
pertama-tama mari kita kilas balik sejarah Komunikasi Publik.
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
2. CERAMAH 30 Lembar
Pelatih menayangkan slide sistematika Penanganan Tayang
Pengaduan dan masalah dan form pelaporan PLD
terkait penanganan pengaduan dan masalah dan
menjelaskan pengisian form tersebut dengan benar
sesuai PTO, dan update laporan tersebut secara
berkala
Pelatih mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
masalah-masalah yang timbul atau berkenaan
dengan pelaksanaan PID. (peserta menuliskan
dalam kertas metaplan)
4. TANYA JAWAB 5
Lembar
Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta
Informasi
untuk bertanya, mengajukan pendapat dan
dan
klarifikasi. Pelatih mencatat hal-hal penting dan
Lembar
mengumpanbalikkan kepeserta.
Tayang
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Pendahuluan
PENGADUAN
REGISTRASI
PENELAAHAN
Bukan Masala
Masala h
TIDAK
BENAR
BENAR
SELESAI
INVESTIGASI EVALUASI
DAN ANALISIS
TINDAK
PENANGANAN
SELESAI
TIDAK
SELESAI
Diseminasi
Umpan Balik
BAGAN
DISTRIBUSI PENANGANAN PENGADUAN DAN MASALAH
Satker P
Provinsi e
dan TA JENJANG
m 4
Provinsi T e
rA
iN
n
a
ts
a
i
Satker Pemerintah h
o
Kabupaten P P
n
Pengaduan
dan TA JENJANG
u
ar 3
Kabupaten T slo
aev
tni
n
a
s
g
i
a
A
Pemerintah h
Kabupaten Pemerintah l
Kecamatan i
JENJANGP
2
dan PD
T r
oA
K v
ia
Masalah
nb
su
ip
P a
te
em
Pemerintahan n
e JENJANG 1
Pendamping Desa dan PLD r
Lokal Desa dan i
Pendamping n Badan
Desa t
Permusya
a
waratan
h
Keterangan: D Desa (BPD)
Alur Penanganan e
Distribusi & Koordinasi s
a
d
a
n
K
e
c
a
m
Pengelompokan Jenis masalah dimaksudkan untuk mempermudah
pengelolaan penanganan masalah. Adapun pengelompokan jenis masalah di
dalam SOP ini dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok masalah yaitu masalah
implementasi, masalah Manajerial dan masalah khusus.
a. Masalah Implementasi
Masalah implementasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
adalah masalah yang terjadi disebabkan oleh adanya masalah regulasi,
pelanggaran administrasi dan atau prosedur, keadaan yang terjadi di luar
kemampuan manusia (force majeure), penyalahgunaan dana, dalam
pelaksanaan pembangunan desa. Untuk memudahkan pencatatan dan
penanganannya, maka masalah implementasi dikelompokkan menjadi 4
(empat) kategori yaitu:
1) Kategori 1
Masalah yang berkaitan dengan regulasi yaitu masalah yang disebabkan
karena belum adanya peraturan ditingkat Kabupaten/Kota maupun Desa
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dalam proses
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, adanya peraturan
ditingkat Kabupaten/Kota yang dapat memperlambat pelaksanaan
program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. contoh:
Peraturan Bupati (Perbup) mengenai pengadaan barang dan jasa di
desa belum ada;
Peraturan Desa (Perdes) tentang APBDes belum selesai dibuat yang
berakibat terhambatnya pencairan Dana Desa.
2) Kategori 2
Masalah yang berkaitan dengan penyimpangan asas dan prosedur
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, contoh:
Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan desa tidak
dilakukan melalui Musyawarah Desa;
Pengelolaan Dana Desa tidak transparan dan masyarakat tidak diberi
akses informasi pengelolaan Dana Desa;
Terjadi perubahan volume kegiatan tanpa berita acara dan perubahan
Rencana Anggaran Biaya (RAB);
Kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan RKPDes.
3) Kategori 3
Masalah yang diakibatkan force majeure (suatu keadaan yang terjadi di
luar kemampuan manusia), contoh:
Bangunan rusak akibat bencana alam;
Satu desa mengalami gagal panen karena adanya hama/musim hujan
yang berkepanjangan.
4) Kategori 4
Masalah yang berkaitan dengan penyimpangan, penyelewengan atau
penyalahgunaan Dana Desa, dan tindakan kesengajaan serta kelalaian
yang berakibat hilangnya Dana Desa atau kerugian keuangan desa,
contoh antara lain sebagai berikut:
Terjadi pungutan Dana Desa oleh Aparat Desa, Kabupaten atau
Provinsi pada saat penyaluran dana;
Dana Desa digunakan untuk biaya Pilkades, Pilkada;
Hilangnya dana desa akibat perampokan dan pencurian;
b. Masalah Manajerial
Masalah manajerial adalah masalah yang terkait dengan pengelolaan atau
keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai terlaksananya kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan desa, permasalahan administratif diluar
yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan tentang desa yang
dapat mengurangi kualitas implementasi pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa. Contoh:
a. Dokumen perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa belum ter-
administrasikan dengan baik.
b. Perencanaan pembangunan desa telah dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan, tapi penyerapan anggaran desa rendah karena
lambatnya pelaksanaan kegiatan.
c. Pekerjaan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan terhambat hal
teknis dalam pelaksanaannya.
d. Desa belum memiliki papan informasi yang representatif/penempelan
informasi ditempat seadanya.
c. Masalah Khusus
Adalah semua masalah yang tidak termasuk dalam masalah implementasi
dan manajerial pembangunan desa, yang dapat berdampak pada
terhambatnya pelaksanaan pembangunan desa. Contoh :
a. Konflik antar desa/antar pelaku dalam memperbutkan sumber daya alam
dan batas desa;
b. Konflik internal di Desa yang menghambat pembangunan dan
pemberdayaan desa.
c. Pendamping melakukan tindakan yang merugikan desa.
Untuk masalah khusus yang pelakunya Tenaga Pendamping Profesional
terkait dengan pelanggaran kode etik Tenaga Pendamping Profesional
diatur dalam SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping
Profesional.
Pemerintah
Masalah yang tidak terselesaikan Kabupaten (Dinas
di Jenjang 1. atau Badan yang
Pelaku masalah aparat kecamatan membidangi
dan PD. Pembangunan dan
Jenjang Jangka waktu penyelesaian Pemberdayaan
2 penanganan masalah dalam waktu Masyarakat Desa)
paling lama 3 (tiga) bulan, didampingi Tenaga
dibuktikan dengan adanya BA Ahli (TA) Kabupaten
penyelesaian masalah disertai sesuai dengan objek
dokumen pendukung. dan keahlian TA
Kabupaten.
Masalah yang tidak terselesaikan Pemerintah Provinsi
di Jenjang 2. (Satker Provinsi)
Pelaku aparat kabupaten, TA didampingi oleh TAPP
Kabupaten. Bidang penanganan
Jenjang Jangka waktu penyelesaian Pengaduan dan
penanganan masalah dalam waktu Masalah, dan TAPP
3
paling lama 3 (tiga) bulan, sesuai dengan objek
dibuktikan dengan adanya BA dan keahlian TAPP
penyelesaian masalah disertai
dokumen pendukung.
Provinsi :
Kabupaten :
Kecamatan :
Desa :
Bulan :
No. Uraian Jenis Sumber Lokasi Pelaku Tgl Langkah status
Masalah Masalah Informasi Masalah Kejadian penyelesaian
……………, …. Tgl/bln/thn
Dilaporkan oleh:
____________
Pendamping Lokal Desa
Cara pengisian:
o Kolom No. = Kolom Nomor Urut
o Kolom Uraian Masalah =
Masalah singkat dan jelas terfokus pada masalah yang terjadi; Misal:
o Jenis Masalah
Implementasi
Manajerial
Khusus
o Sumber informasi
Pengaduan dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain: Pendamping
Profesional, masyarakat, kelompok masyarakat, LSM, Ormas, Orsospol,
Wartawan, hasil pemeriksaan Inspektorat dan BPKP terkait Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, , dan lain-lain.
o Lokasi masalah
Dusun / RT.RW
o Pelaku
Disebutkan jelas, misal : kepala desa, TPK, Kaur keuangan, Suplier, dsb.
o Tanggal kejadian
Dsebutkan tanggal/bulan/tahun kejadian
o Langkah penyelesaian
Diuraiaikan secara ringkas, padat desan jelas, misal:
TPK meneruskan pekerjaan sesuai design; atau
Diselesaikan di msuyawarah desa, oknum mengembalikan dana yang
diselewengkan
Kasus dilaporkan ke kepolisian dikarenakan oknum tidak kooperatif,
Dan sebagainya
o Status
Proses atau selesai, bila masalah yang telah tercatat belum memenuhi kriteria
diatas maka setiap bulan masalah tetap dilaporkan dengan status proses, dan bila
masalah telah memenuhi kriteria yang bisa dinyatakan selesai sebagaimana di
atas, maka kasus diberi status Selesai, dan untuk laporan bulan berikutnya sudah
tidak tercantum lagi dalam laporan.
Bacaan Acuan
• Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Pembinaan dan Pengendalian Tenaga
Pendamping Profesional, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDTT, Jakarta, 2016
• Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Penanganan Pengaduan dan Masalah,
P3MD, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Kementerian Desa, PDTT, Jakarta, 2017
***
MATA LATIH 6
KEBERLANJUTAN INOVASI DESA
ML 6.
Mata
:: ::Latih 6 KEBERLANJUTAN INOVASI DESA
PROSES PEMBELAJARAN
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Mengingatkan Kembali ML sebelumnya
denganmmengajak peserta mereveiw pokok-
pokok penting kesepakatan dalam ML-ML
1 10
sebelumnya (berimkesempatan 2-3 peserta untuk
maju kedepan).
5
2. PENGANTAR
Sampaikan Judul, Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
pembelajaran.
3. CERAMAH 20 Lembar
Pelatih memaparkan bahan tanyang phase PID Informasi dan
sampai 6 pendekatan dalam menuju phase Lembar Tayang
pengembangan menuju keberlanjutan. Pelatih
mengumpan balikkan ke peserta.
Sub Mata Latih 6.2. : Tugas PLD dalam mengawal keberlanjutan inovasi
desa
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Mengingatkan Kembali SML sebelumnya dengan
mengajak peserta mereveiw pokok-pokok penting
1 10
kesepakatan dalam SML sebelumnya (beri
kesempatan 2-3 peserta untuk maju kedepan.
2. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
Lembar
5. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 20 Informasi
Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta dan Lembar
untuk bertanya, mengajukan pendapat dan Tayang
klarifikasi. Pelatih mencatat hal-hal penting dan
mengumpanbalikkan kepeserta.
I. PENDAHULUAN
Di sisi lain, Menteri Desa telah menetapkan 4 program unggulan yakni Embung
Desa, Bumdes dan Bumdes Bersama, Prudes dan Prukades serta Sarana Olah
Raga Desa yang juga perlu memperoleh dukungan yang lebih nyata agar
mencapai keberhasilan. Perkembangan pelaksanaan 4 program unggulan ini
sudah mulai terlihat, ada cukup banyak contoh kegiatan dari 4 program unggulan
tersebut yang berhasil di-capture dan ditampilkan oleh Desa. Langkah-langkah
perbaikan terkait isu-isu di atas telah dilakukan Kementerian Desa, salah satunya
dengan meluncurkan Program Inovasi desa (PID) pada Tahun 2017 (bulan
September). PID diselenggarakan oleh Kementerian Desa dengan dukungan
pendanaan dan perancangan program bersama dengan Bank Dunia, melalui
restrukturisasi program yang sebelumnya difokuskan pada Pendampingan Desa
dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa. Salah satu strategi yang
dikembangkan PID adalah Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa sebagai
bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menggunakan Dana
Desa (DD) sebagai investasi yang mendorong peningkatan produktifitas dan
kesejahteraan masyarakat. Melalui kegiatan ini disediakan bantuan pemerintah
dalam bentuk Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk pelaksanaan kegiatan.
PID juga dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas
Desa yang diorientasikan untuk mewujudkan pencapaian visi Undang-Undang
Desa, memenuhi pencapaian target RPJM dan memaksimalkan pelaksanaan
program prioritas/unggulan Kementerian Desa, melalui:
Pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan, baik pada ranah
pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa
melalui Bumdes dan Bumdes Bersama serta produk unggulan Desa dan
produk unggulan kawasan perdesaan guna menggerakkan dan
mengembangkan perekonomian;
Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara
produktivitas perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam
jangka pendek maupun jangka panjang melalui investasi di bidang pendidikan
dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak hanya
dilihat dari aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga
pengurangan beban biaya. Disamping itu, penekanan isu pelayanan sosial
dasar juga untuk merangsang kepekaan Desa terhadap permasalahan krusial
terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan
pembangunan Desa;
Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara
langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan
memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
Dampak perekonomian ini terkait dengan peningkatan nilai tambah dan
multiplier effect dari suatu kegiatan prasarana yang dibangun di Desa.
Selain itu, PID juga memberi dukungan penguatan manajemen Program
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan
pengembangan sistem informasi pembangunan desa.
II. PENGERTIAN
Exit strategy merupakan sebuah pendekatan unntuk mengakhiri program PID
dengan tetap mempertahankan pembelajaran baik dari program agar dapat tetap
dilanjutkan dan dikembangkan paska program. Dengan demikian exit strategy
sebagai fase untuk pengakhiran proyek sekaligus persiapan
pelembagaan/keberlanjutan atas hasil-hasil program PID selama ini.
V. PRINSIP-PRINSIP PID
1. Partisipatif; Dalam proses pelaksanaannya harus melibatkan peran aktif
masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan, terutama dalam pengambilan
keputusan dan pengawasan, termasuk kelompok masyarakat miskin,
terpinggirkan dan disabilitas;
2. Transparansi dan Akuntabilitas; Masyarakat memiliki akses terhadap segala
informasi kegiatan dan pendanaan, pelaksanaan kegiatan dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif;
3. Kolaboratif; Semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan
di Desa didorong untuk bekerjasama dan bersinergi dalam menjalankan
kegiatan yang telah disepakati;
4. Keberlanjutan; kegiatan yang dilakukan memiliki potensi untuk dilanjutkan
secara mandiri, serta mendorong kegiatan pembangunan yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan;
5. Keadilan dan Kesetaraan Gender; Masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan dan dalam
pengelolaan program, serta dalam menikmati manfaat kegiatan
pembangunan;
6. Profesional; masyarakat dan desa memperoleh peningkatan kapasitas teknis
secara profesional ksesuai standar safeguard dan peraturan yang berlaku.
9.1. Tingkat Kecamatan, PD dan PLD melakukan fasilitasi tahapan exit strategy
dan penggalangan dukungan terhadap issue inovasi desa melalui:
a. Pengumpulan seluruh data dan dokumen hasil-hasil program PID mencakup
data tentang: rencana dan realisasi kegiatan program (RKTL dan realisasi
kegiatan), dokumen pertanggungjawaban dana, dokumen capturing, dokumen
hasil BID, dokumen P2KTD, dokumen kegiatan TPID.
b. Penggalangan issue pelestarian hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) kepada para
pihak yang berkepentingan (Kecamatan, Kepala Desa dan Perangkat, BPD,
LKD, Tokoh Masyarakat) dengan tujuan menumbuhkan kesadaran tentang
keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID termasuk mendorong terbitnya
regulasi desa (peraturan desa, peraturan bersama kepala desa).
c. Merancang bersama kerja-kerja keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID
(BID, TIK, TPID) dengan para pihak yang berkepentingan (Kecamatan, Kepala
Desa dan Perangkat, BPD, LKD, Tokoh Masyarakat).
d. Penggalangan sumberdaya manusia dengan cara menggalang kelompok
peduli inovasi desa (LSM, organisasi sosial, masyarakat peduli) yang dapat
menyumbangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk kegiatan
konsultasi/bantuan teknis berdasarkan kompetensi keahlian masing-masing.
Hubungan kerja bersifat volunteer atau kerelawanan.
e. Penggalangan sumberdaya kapital (modal) dapat dilakukan melalui
keterlibatan dunia usaha dalam bentuk tangggung jawab sosial perusahaan
(CSR) yang disalurkan untuk dukungan kegiatan inovasi desa (Bursa Inovasi
Desa, capturing, operasional TPID).
f. Mempromosikan issue inovasi desa kepada program dan atau pihak lain
terkait untuk dukungan dalam bentuk kerjasama, sinergi, integrasi, adopsi.
9.5. Tingkat Provinsi, KPW melakukan pengelolaan tahapan exit strategy PID
melalui kegiatan:
a. Mengkonsolidasikan hasil-hasil fasilitasi tahapan exit strategy dari
kabupaten/kota menyangkut data hasil-hasil PID, dokumen hasil MAD dan
musyawarah Kabupaten, peraturan bupati dan peraturan lain terkait
keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil program PID, data dan dokumen hasil
penggalangan dukungan.
b. Penggalangan issue pelestarian hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) kepada para
pihak yang berkepentingan (DPMD, OPD lain terkait, LSM, Perguruan Tinggi,
Gubernur) dengan tujuan tumbuh kebutuhan untuk terbitnya payung hukum
daerah tentang keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.
c. Merancang bersama payung hukum daerah (Pergub) tentang pelestarian
hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) dengan para pihak yang berkepentingan
(DPMD, OPD lain terkait, LSM, Perguruan Tinggi, Gubernur) dengan tujuan
untuk menjamin keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.
d. Penggalangan sumberdaya manusia dengan cara menggalang kelompok
peduli inovasi desa (LSM, organisasi sosial, masyarakat peduli) yang dapat
menyumbangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk kegiatan
konsultasi/bantuan teknis berdasarkan kompetensi keahlian masing-masing.
Hubungan kerja bersifat volunteer atau kerelawanan.
e. Penggalangan sumberdaya kapital (modal) dapat dilakukan melalui
keterlibatan dunia usaha dalam bentuk tangggung jawab sosial perusahaan
(CSR) yang disalurkan untuk dukungan kegiatan inovasi desa (Bursa Inovasi
Desa, capturing, operasional TPID).
f. Mempromosikan issue inovasi desa kepada program dan atau pihak lain
terkait untuk dukungan dalam bentuk kerjasama, sinergi, integrasi, adopsi.
Keseluruhan tahapan fasilitasi exit strategy ini minimal 3 bulan. Setelah panduan
ini ditetapkan segera dilakukan fasilitasi pelaksanaan di lapangan untuk
mencapai hasil semaksimal mungkin.
Lampiran 1
Form isian evaluasi kinerja TPID
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP TPID (Salah satu yang aktif):
Lampiran 2
Form isian pemeriksaan keuangan TPID
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):
Form 2.a
Tahun Jumlah DOK Jumlah Didukung Bukti transaksi
(Rp) penggunaan Bukti Sebagian Sebagian
(Rp) transaksi besar besar
lengkap didukung tidak ada
bukti bukti
transaksi transaksi
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019
Form 2.b
Tahun Jumlah DOK Jumlah Laporan Penggunaan
(Rp) penggunaan Sudah Sudah Belum
(Rp) dibuat dibuat tapi dibuat
lengkap tidak
lengkap
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019
Lampiran 3
Form isian review program PID
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):
SB : Sangat baik
B : Baik
CB : Cukup baik
KB : Kurang baik
SKB : Sangat kurang baik
Lampiran 4
Form isian renstra keberlanjutan/pelestarian
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):
Lampiran 5
Form isian mobilisasi dukungan
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):
TAPM PD PLD