Anda di halaman 1dari 264

.

MODUL PELATIHAN

PENDAMPING LOKAL DESA


( PLD )

PROGRAM INOVASI DESA


TAHUN 2019
MODUL PELATIHAN
PENDAMPING LOKAL
DESA
( PLD )

Program Inovasi Desa


i | Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa
MODUL PELATIHAN
PENDALMPING LOKAL DESA
PROGRAM INOVASI DESA

PENGARAH : Anwar Sanusi (Sekretaris Jenderal Kementerian Desa,


Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia)

PENANGGUNG JAWAB : Taufik Madjid (Dirjen, Pembangunan dan


Pemberdayaan Masyarakat Desa)

TIM PENULIS: Rusdin M. Nur, Lendi Wahyu Wibowo, Didik Farianto, Ismail A.
Zaenuri, Sadwanto Purnomo, Octaviera Herawati, Lingga Kartika Suyud, Nur Kholis,
Roni Budi Sulistyo, Ratih Noermala Dewi, Muhammad Nur Kholid, Mohamad Fuad,
Usman Rauf, M. Wintoyo, Eka Kusala.

REVIEWER :, Muhammad Fachri, Lendy W. Wibowo, Nur Kholis

COVER & LAYOUT : Nur Kholis

Cetakan Pertama, Oktober 2019

Diterbitkan oleh :
KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL,
DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
Jl. TMP. Kalibata No. 17 Pasar Minggu Jakarta Selatan 12740
Telp. (021) 79172244, Fax. (021) 7972242
Web: www.kemendesa.go.id

ii | Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa


Daftar Istilah dan Singkatan
1. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan RI.
2. Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi
kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan
Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak
asal usul dan adat istiadat Desa.
3. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
4. Pemerintah Desa adalah Kedes atau yang disebut dgn nama lain dibantu
perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
5. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain
adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis.
6. Lembaga Kemasyarakatan adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra pemerintah
dalam memberdayakan masyarakat.
7. Badan Usaha Milik Desa, selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa
yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya
untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
8. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah
musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan
unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan
Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis.
9. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa atau yang disebut dengan
nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa,
Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Desa untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan
kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan
dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.
10. Kesepakatan Musyawarah Desa adalah suatu hasil keputusan dari
Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam
Berita Acara kesepakatan Musyawarah Desa yang ditandatangani oleh
Ketua Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa.

iii | Modul Pelatatihan Pendamping Lokal Desa


11. Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan
oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan
Permusyawaratan Desa.
12. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan
kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.
13. Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang
diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dengan melibatkan Badan
Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat secara partisipatif guna
pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya Desa dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan Desa.
14. RPJM Desa (Rencana Pembangunan Jangkah Menengah Desa) adalah
dokumen perencanaan untuk periode 6 (enam) tahun yang memuat arah
pembangunan Desa, arah kebijakan keuangan Desa, kebijakan umum dan
program dan program Satuan Kerja Perangkat (OPD) atau lintas OPD, dan
program prioritas kewilayahan disertai dengan rencana kerja.
15. RKP Desa (Rencana Kerja Pemerintah Desa) adalah dokumen
perencanaan untuk periode 1 (satu) tahun sebagai penjabaran dari RPJM
Desa yang memuat rancangan kerangka ekonomi desa, dengan
mempertimbangkan kerangka pendanaan yang dimutakhirkan, program
prioritas pembangunan Desa, rencana kerja dan pendanaan serta
prakiraan maju, baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Desa
maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat dengan
mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah dan RPJM Desa.
16. Daftar Usulan RKP Desa adalah penjabaran RPJM Desa yang menjadi
bagian dari RKP Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang akan
diusulkan Pemerintah Desa kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
melalui mekanisme perencanaan pembangunan Daerah.
17. Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban Desa yang dapat dinilai
dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban Desa.
18. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa,
dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa
atau perolehan hak lainnya yang syah.
19. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa,
adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa.
Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan
belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan
pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaanmasyarakat Desa.
20. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana perimbangan
yang diterima kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah kabupaten/kota setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus.

iv | Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa


Kata Sambutan
Direkturat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa

Bismillahirrahmanirrahiim
Atas berkat rahmat Allah SWT, Kami panjatkan puji dan syukur Alhamdulillah yang telah
memberikan kekuatan lahir dan bathin sehingga Modul Pelatihan Pendamping Lokal
Desa (PLD) Program Inovasi Desa (PID) TA. 2019 dapat digunakan sebagai panduan
peningkatan kapasitas pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, khususnya
bagi Pendamping Lokal Desa sebagai ujung tombak pendampingan.
Modul Pelatihan PLD TA. 2019 diinisiasi oleh Direktorat Program Pembangunan
dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD), Direktur Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi. Program
Inovasi Desa hadir sebagai upaya mendorong peningkatan kualitas pemanfaatan Dana
Desa dengan memberikan rujukan inovasi pembangunan Desa serta merevitalisasi
peran pendamping dalam mendukung pembangunan Desa. Melalui Program Inovasi
Desa diharapkan mampu memicu munculnya inovasi dan pertukaran pengetahuan
secara partisipatif. Program Inovasi Desa merupakan salah satu bentuk dukungan
kepada Desa agar lebih efektif dalam menyusun penggunaan Dana Desa sebagai
investasi dalam peningkatan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat.
Modul pelatihan ini diharapkan mampu meningkatkan kapasitas pemangku
kepentingan yang terlibat agar memahami secara filosofis, teknis serta memandu
pendamping dalam memfasilitasi proses pelaksanaan kegiatan pendampingan baik
pengelolaan Dana Desa maupun Program Inovasi Desa. Jika diperlukan penambahan
dan pengayaan terkait topik-topik pembahasan dapat diskusikan bersama agar
pelaksanaan kegiatan berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan Modul Pelatihan PLD TA. 2019 ini. Semoga Allah
SWT senantiasa memberkati dan membimbing kita semua. Amien.

DIREKTUR JENDERAL
PEMBANGUNAN DAN PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DESA

Taufik Madjid

vi | Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa


Daftar Isi

Daftar Istilah iii


Kata Sambutan Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa vi

Daftar Isi
vii

Mata Latih 1: Riviu Pendampingan Masyarakat Desa


1.1. Evaluasi pendampingan masyarakat desa
1.2. Peran, sikap, dan strategi pendampingan masyarakat desa 9

Mata Latih 2: Refleksi Kerja Pendampingan


2.1. Membedah Permasalahan (Pencairan dan
penyaluran DD, Pelaksanaan PID, Keterbukaan
Informasi Publik, Pemantauan Berbasis
Masyarakat)

Mata Latih 3: Ketrampilan Dasar


3.1. Analisa sosial dan advokasi
3.2. Kewirausahaan sosial
3.3. Pengenalan data dan informasi digital

Mata Latih 4: Membangun Tim Kerja


4.1. Out door game (membangun komunikasi, team building,
community organizer, membangun jejaring dan problem solving)

Mata Latih 5: Penanganan Pengaduan dan Masalah


5.1. Pencatatan dan Pelaporan
5.2. Respon dan tindaklanjut

Mata Latih 6: Keberlanjutan Inovasi Desa


6.1. Keberlanjutan sistem dan kelembagaan
6.2. Tugas PLD dalam mengawal keberlanjutan Inovasi Desa

vii | Modul Pelatihan Pendamping Lokal Desa


MATA LATIH 1
REVIEW PENDAMPINGAN
MASYARAKAT DESA
ML 1

Mata Latih 1 : REVIEW PENDAMPINGAN MASYARAKAT DESA

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran Review Pendampingan


Masyarakat Desa, peserta :
1. Dapat mereview dan menilai kinerja pendampingan
Masyarakat Desa yang sudah dijalankan;

2. Dapat mengelola pemberdayaan masyarakat desa


sebagai penerapan nilai-nilai pembangunan yang
berpihak pada keadilan dan kesejahteraan
masyarakat desa;
3. Mampu menentukan sikap ideal dan memahami peran
strategis pendamping dalam pemberdayaan
masyarakat desa
4. Mampu menentukan langkah-langkah strategis dalam
pendampingan untuk pemberdayaan masyarakat
desa.

Sub Mata : 1.1 Evaluasi Pendampingan Masyarakat Desa


Latih 1.2 Peran, Sikap dan Strategi Pendampingan
Masyarakat Desa

Waktu : 4 JP (180 menit)


SML 1.1.

Sub Mata Latih : EVALUASI PENDAMPINGAN MASYARAKAT DESA


1.1
Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran , peserta :

1. Dapat mereview dan menilai kinerja


pendampingan Masyarakat Desa yang sudah
dijalankan;

2. Dapat mengelola pemberdayaan masyarakat desa


sebagai penerapan nilai-nilai pembangunan yang
berpihak pada keadilan dan kesejahteraan
masyarakat desa;

Metode : Ceramah, Tanya jawab, Brainstorming

Media : Lembar Curah Pendapat, Lembar Informasi, Lembar


Tayang

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White Board/Papan


Tulis, Laptop, Infocuss
Waktu : 2 JP (90 menit)
SML 1.1.

PROSES PEMBELAJARAN

N WAKTU
LANGKAH-LANGKAH MEDIA
O (MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu

2. CURAH PENDAPAT 30
Hidupkan suasana belajar dengan Lembar Curah
mengajak peserta berdiskusi untuk Pendapat
mendapatkan pemahaman sekitar topik
pendampingan masyarakat desa.
Sebelumnya tanyakan kepada peserta,
apakah yang dilakukan dalam kegiatan
pendampingan masyarakat desa selama
ini:
a. Apa tugas dan fungsi pendampingan
dari PLD?
b. Apakah bentuk-bentuk aktifitas
pendampingan masyarakat desa dilokasi
tugasnya?
c. Siapa dan apa faktor yang
menyebabkan pendampingan masyarakat
desa berjalan?
d. Isu dan masalah apa yang berkaitan
dengan pendampingan masyarakat desa
yang dihadapi dilokasi tugas?

Rangkum dan perjelas jawaban peserta


dengan memberikan kerangka
pemahaman hubungan sebab dan akibat
yang memudahkan peserta memahami
sebab-akibat pendampingan masyarakat
desa.
N WAKTU
LANGKAH-LANGKAH MEDIA
O (MENIT)
3. CERAMAH 20 Lembar
Pelatih menguraikan tugas pokok fungsi Informasi dan
pendampingan masyarakat desa dan Lembar
prakteknya. Setelah itu menguraikan Tayang
perkembangan kebijakan pendampingan
masyarakat desa dalam pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pelatih mengumpan balikkan ke peserta.

4. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 25


Pelatih memberikan kesempatan kepada
Lembar
peserta untuk bertanya, mengajukan
Informasi dan
pendapat dan klarifikasi. Pelatih mencatat
Lembar
hal-hal penting dan mengumpanbalikkan
Tayang
kepeserta.

5. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 10


Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sessi ini
Lembar Curah Pendapat SML 1.1

Apa tugas dan fungsi pendampingan


dari PLD?

Apakah bentuk-bentuk aktifitas


pendampingan masyarakat desa
dilokasi tugasnya?

Siapa dan apa faktor yang


menyebabkan pendampingan
masyarakat desa berjalan?

Isu dan masalah apa yang berkaitan


dengan pendampingan masyarakat
desa yang dihadapi dilokasi tugas?
Lembar Informasi SML 1.1

EVALUASI PENDAMPINGAN MASYARAKAT DESA

A. PENDAHULUAN

Pemberdayaan masyarakat desa menjadi bagian penting implementasi UU Desa


sejak ditetapkan pada tahun 2014. Pembangunan Desa dilakukan dengan
pendekatan partisipatif dan pemberdayaan masyarakat desa, telah dijalankan dalam
rangka menuju Desa Mandiri.

Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana


penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan
dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan
sosial sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya yang dimilikinya (Edi Suharto,
2007). Dalam kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis,
melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat
dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan
karitatif maupun perspektif profesional. Para pekerja sosial ini berperan sebagai
pendamping sosial.

Masyarakat pedesaan seringkali merupakan kelompok yang tidak berdaya baik


karena hambatan internal dari dalam dirinya maupun tekanan eksternal dari
lingkungannya. Pendamping desa kemudian hadir sebagai agen perubah yang turut
terlibat membantu memecahkan persoalan yang dihadapi mereka. Pendampingan
desa dengan demikian dapat diartikan sebagai interaksi dinamis antara masyarakat
pedesaan kelompok miskin dan pekerja sosial untuk secara bersama-sama
menghadapi beragam tantangan seperti; (a) merancang program perbaikan
kehidupan sosial ekonomi pedesaan, (b) memobilisasi sumber daya pedesaan (c)
memecahkan masalah sosial pedesaan, (d) menciptakan atau membuka akses bagi
pemenuhan kebutuhan masyarakat desa (e) menjalin kerjasama dengan berbagai
pihak yang relevan dengan konteks pemberdayaan desa. Pendamping desa sangat
menentukan kerberhasilan program pemberdayaan desa. Edi Suharto juga membagi
peran pendamping menjadi tiga peran utama, yaitu: fasilitator, pendidik, perwakilan
masyarakat, dan peran-peran teknis bagi masyarakat desa yang didampinginya.
1. Fasilitator. Merupakan peran yang berkaitan dengan pemberian motivasi,
kesempatan, dan dukungan bagi masyarakat desa. Beberapa tugas yang
berkaitan dengan peran ini antara lain menjadi model, melakukan mediasi dan
negosiasi, memberi dukungan, membangun konsensus bersama, serta
melakukan pengorganisasian dan pemanfaatan potensi di desa.
2. Pendidik. Pendamping berperan aktif sebagai agen yang memberi masukan
positif dan direktif berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya serta
bertukar gagasan dengan pengetahuan dan pengalaman masyarakat desa
yang didampinginya. Membangkitkan kesadaran masyarakat desa,
menyampaikan informasi, melakukan konfrontasi, menyelenggarakan
pelatihan bagi masyarakat desa adalah beberapa tugas yang berkaitan dengan
peran pendidik.
3. Perwakilan masyarakat. Peran ini dilakukan dalam kaitannya dengan interaksi
antara pendamping desa dengan lembaga-lembaga eksternal atas nama dan
demi kepentingan masyarakat desa. Pendamping dapat bertugas mencari
sumber-sumber, melakukan pembelaan, menggunakan media, meningkatkan
hubungan masyarakat desa, dan membangun jaringan kerja di desa.
4. Peran-peran teknis. Mengacu pada aplikasi keterampilan yang bersifat praktis.
Pendamping desa dituntut tidak hanya mampu menjadi ‘manajer perubahan”
yang mengorganisasi masyarakat desa, melainkan pula mampu melaksanakan
tugas-tugas teknis sesuai dengan berbagai keterampilan dasar, seperti;
melakukan analisis sosial, mengelola dinamika kelompok, menjalin relasi,
bernegosiasi, berkomunikasi, memberi konsultasi, dan mencari serta mengatur
sumber dana.

Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas
kehidupan dan mengangkat harkat martabat masyarakat desa adalah pemberdayaan
masyarakat desa. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan
perspektif positif terhadap desa. Masyarakat desa tidak dipandang sebagai orang
yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat,
kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai
masyarakat yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk
perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai
matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial,
ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan desa. Secara konseptual, pemberdayaan,
berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, Edi Suharto
menyatakan bahwa ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai
kekuasaan. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan
hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini,
pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang
bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat
tergantung pada dua hal: (1) Bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak
dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2)
Bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian
kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Bagi para pendamping desa di lapangan, kegiatan pemberdayaan di atas dapat


dilakukan melalui pendampingan sosial. Terdapat lima kegiatan penting yang dapat
dilakukan dalam melakukan pendamping desa:
1. Motivasi. Masyarakat desa dapat memahami nilai kebersamaan, interaksi
sosial dan kekuasaan melalui pemahaman akan haknya sebagai warga negara
dan anggota masyarakat. Masyarakat desa perlu didorong untuk membentuk
kelompok yang merupakan mekanisme kelembagaan untuk mengorganisir dan
melaksanakan kegiatan pengembangan masyarakat di desa atau
kelurahannya. Kelompok ini kemudian dimotivasi untuk terlibat dalam kegiatan
peningkatan pendapatan dengan menggunakan sumber-sumber dan
kemampuan-kemampuan masyarakat desa.
2. Peningkatan kesadaran dan pelatihan kemampuan. Peningkatan kesadaran
masyarakt desa dapat dicapai melalui pendidikan dasar, pemasyarakatan
imunisasi dan sanitasi. Sedangkan keterampilan-keterampilan vokasional bisa
dikembangkan melalui cara-cara partisipatif. Pengetahuan lokal yang biasanya
diperoleh melalui pengalaman dapat dikombinasikan dengan pengetahuan dari
luar. Pelatihan semacam ini dapat membantu masyarakat desa untuk
menciptakan mata pencaharian sendiri atau membantu meningkatkan keahlian
mereka untuk mencari pekerjaan di luar wilayahnya.
3. Manajemen desa. Masyarakat desa harus mampu memilih pemimpin mereka
sendiri dan mengatur kegiatan mereka sendiri, seperti melaksanakan
pertemuan-pertemuan, melakukan pencatatan dan pelaporan,
mengoperasikan tabungan dan kredit, resolusi konflik dan manajemen
kepemilikan masyarakat desa. Pada tahap awal, pendamping desa dapat
membantu mereka dalam mengembangkan sebuah sistem. Masyarakat desa
kemudian dapat diberi wewenang penuh untuk melaksanakan dan mengatur
sistem tersebut.
4. Mobilisasi potensi desa. Merupakan sebuah metode untuk menghimpun
potensi SDA masyarakat SDM masyarakat individual melalui tabungan reguler
dan sumbangan sukarela dengan tujuan menciptakan modal sosial. Ide ini
didasari pandangan bahwa setiap desa memiliki potensinya sendiri yang, jika
dihimpun, dapat meningkatkan kehidupan sosial ekonomi secara substansial.
Pengembangan sistem penghimpunan, pengalokasian dan penggunaan
potensi desa perlu dilakukan secara cermat sehingga semua anggota
masyarakat desa memiliki kesempatan yang sama. Hal ini dapat menjamin
kepemilikan masyarakat desa dan pengelolaannya secara berkelanjutan.
5. Pembangunan dan pengembangan jaringan. Pengorganisasian kelompok-
kelompok swadaya masyarakat desa perlu disertai dengan peningkatan
kemampuan para anggotanya membangun dan mempertahankan jaringan
dengan berbagai sistem sosial desa dan sekitarnya. Jaringan ini sangat penting
dalam menyediakan dan mengembangkan berbagai akses terhadap potensi
dan kesempatan bagi peningkatan keberdayaan masyarakat desa. (Edi
Suharto, 1997).

B. Tujuan Pendampingan
Bila kembali pada inti pengertian pendampingan yaitu terjadinya proses perubahan
kreatif yang diprakarsai oleh masyarakat desa sendiri, jelas menunjukan adanya
proses inisiatif dan bentuk tindakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri,
tanpa adanya intervensi dari luar. Dengan demikian tujuan utama dari pendampingan
adalah adanya kemandirian kelompok masyarakat desa. Kemandirian disini
menyiratkan suatu kemampuan otonom warga desa untuk mengambil keputusan
bertindak berdasarkan keputusannya itu dan memilih arah tindaknnya sendiri tanpa
terhalang oleh pengaruh dari luar atau yang diinginkan oleh pihak lain. Untuk
mencapai kemandirian yang demikian dibutuhkan suatu kombinasi dari kemampuan
materi, intelektual, organisasi dan manajemen. Dengan demikian sebenarnya 3
elemen pokok dalam kemandirian desa, yaitu kemandirian material,kemandirian
intelektual, dan kemandirian pendampingan.

Kemandirian material yaitu kemampuan produktif guna memenuhi kebutuhan dasar


desa dan mekanisme untuk tetap dapat tetap bertahan pada waktu krisis. Hal ini bisa
diperoleh melalui pertama proses mobilisasi sumberdaya desa dan atau keluarga
dengan mekanisme menabung dan penghapusan sumberdaya non produktif.
Penegasan tuntutan atas hak-hak ekonomi desa,seperti: surplus yang hilang karena
pertukaran yang tidak seimbang.
Kemandirian intelektual yaitu pembentukan dasar pengetahuan otonom oleh
masyarakat desa yang memungkinkan mereka menanggulangi bentuk-
bentuk dominasi yang muncul. Dengan dasar tersebut masyarakat desa akan dapat
menganalisis hubungan sebab-akibat dari suatu masalah yang muncul.

Kemandirian pendampingan yaitu kemampuan otonom masyarakat desa untuk


mengembangkan diri mereka sendiri dalam bentuk pengelolaan tindakan kolektif yang
membawa pada perubahan kehidupan mereka.

C. Fokus Pendampingan
Bila tujuan pendampingan kelompok masyarakat adalah tewujudnya kemandirian
dibidang material, intelektual, organisasi dan manajemen, oleh karena itu fokus
pendampingan desa harus mengarah pada pencapaian tujuan tersebut, yakni melalui:
 Penyadaran berfikir kritis dan analitis. Yaitu mengajak anggota kelompok di desa
terbiasa untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat di desa
dengan meneliti hubungan sebab-akibat yang ditimbulkan dari masalah tersebut.
 Penggunaan atas hak dan kewajiban individu dan kolektif. Yaitu mengajak anggota
masyarakat desa dan kelompok terbiasa bertindak atas dasar hak dan
kewajiban yang dimiliki (tidak mengatas namakan secara tidak tepat).

D. Misi Pendampingan
Paska pengesahan tahun 2014 desa akan menjadi titik sentral pembangunan di
Indonesia. UU No 6 tahun 2014 atau yang lebih dikenal dengan undang-undang desa
maka kewenangan dan anggaran desa akan ditambah.Penambahan kewenangan
dan anggaran desa tersebut harus diikuti dengan peningkatan kapasitas pengelolaan
program dan anggaran. Tanpa hal tersebut maka inisiatif pemberian kewenangan
tersebut tidak akan memberi hasil yang baik.

Pada sisi lain saat ini tengah berkembang paradigma baru pemberdayaan
masyarakat, yaitu lewat program peningkatan financial literacy. Financial literacy
adalah upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat yang akan diberi
bantuan tentang pengetahuan keuangan. Orang-orang yang tidak paham mengenai
keuangan (financial illiterate) maka ketika diberi bantuan maka akan jadi dana yang
cepat habis. Setelah mengetahui financial liter.
Peran pendamping desa bisa mendorong perkembangan perekonomian desa lewat
wirausaha, sesuai dengan penjelasan pasa 15 dalam UU 20/2008 tentang UMKM
adalah melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari
lembaga keuangan selain bank. Meskipun demikian, peran pendamping tidak hanya
berhenti sebatas membantu kelompok usaha di desa dalam mendapatkan pendanaan
dari bank, tetapi lebih dari pada itu, pendamping juga berperan dalam membantu
kelompok usaha membenahi aspek pemasaran, manajemen dan keuangan.
Sehingga tujuan satu desa satu kelompok usaha, satu kelompok usaha satu badan
usaha desa bisa terwujud. Badan Usaha Milik Desa (BumDes) sebaiknya dikelola
dengan prinsip social enterprises dan berbentuk koperasi.

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa menjadi maju, kuat,
mandiri, dan demokratis. Kegiatan pendampingan menurut Heri Susanto
membentang dari pengembangan kapasitas pemerintahan, mengorganisasi dan
membangun kesadaran kritis warga masyarakat, serta memperkuat organisasi-
organisasi warga.Selain itu juga memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi
dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal,
merajut jaringan dan kerja sama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara
pemerintah dan masyarakat.Intinya pendampingan desa adalah menciptakan suatu
frekuensi dan kimiawi yang sama antara pendamping dengan yang didampingi. UU
No. 6/2014 tentang Desa mengembangkan paradigma dan konsep baru kebijakan
tata kelola desa secara nasional.

UU Desa tidak lagi menempatkan desa sebagai latar belakang Indonesia, tapi
halaman depan Indonesia. UU Desa juga mengembangkan prinsip keberagaman,
mengedepankan asas rekognisi dan subsidiaritas desa. UU Desa ini mengangkat hak
dan kedaualatan desa yang selama ini terpinggirkan karena didudukkan pada posisi
subnasional. Desa pada hakikatnya adalah entitas bangsa yang membentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara empiris, desa-desa di Indonesia
memiliki modal sosial yang tinggi. Masyarakat desa sudah lama mempunyai ikatan
sosial dan solidaritas sosial yang kuat sebagai penyangga penting kegiatan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Swadaya dan gotong royong
adalah sebagai penyangga utama ”otonomi asli” desa. Ketika kapasitas negara tidak
sanggup menjangkau sampai level desa, swadaya dan gotong royong merupakan
alternatif permanen yang memungkinkan berbagai proyek pembangunan prasarana
desa tercukupi. Berdaulat secara politik mengandung pengertian desa memiliki
prakarsa dan emansipasi lokal untuk mengatur dan mengurus dirinya meski pada saat
yang sama negara tidak hadir. Kehadiran negara kadang berlebihan sehingga
berpotensi memaksakan kehendak prakarsa kebijakan pusat yang justru
melumpuhkan prakarsa lokal.

Kemandirian politik dapat dimaknai dalam pengertian emansipasi lokal. Emansipasi


lokal dalam pembangunan dan pencapaian kesejehateraan membutuhkan pengakuan
(rekognisi) negara dan negara perlu memfasilitasi berbagai institusi lokal dan
organisasi warga untuk menggantikan imposisi sekaligus untuk menumbuhkan
emansipasi yang lebih meluas. Misi besar pendamping desa dan dana desa menurut
UU desa adalah memperkuat keutuhan NKRI. Karena itu keberadaan pendampingan
dan dana desa ini dapat menjadi “inti” sekaligus menjadi “pondasi” kemajuan dan
pemerataan pembangunan saat ini maupun di masa yang akan datang.

E. Tanggungjawab dan Tugas Pendamping


Tugas pokok Pendamping Desa yang utama adalah mengawal implementasi UU
Desa dengan memperkuat proses pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa.
Fungsi Pendamping Desa yaitu:
 Fasilitasi penetapan dan pengelolaan kewenangan lokal berskala desa dan
kewenangan desa berdasarkan hak asal-usul.
 Fasilitasi penyusunan dan penetapan peraturan desa yang disusun secara
partisipatif dan demokratis.
 Fasilitasi pengembangan kapasitas para pemimpin desa untuk mewujudkan
kepemimpinan desa yang visioner, demokratis dan berpihak kepada kepentingan
masyarakat desa.
 Fasilitasi demokratisasi desa.
 Fasilitasi kaderisasi desa.
 Fasilitasi pembentukan dan pengembangan lembaga kemasyarakatan desa.
 Fasilitasi pembentukan dan pengembangan pusat kemasyarakatan (community
center) di desa dan/atau antar desa.
 Fasilitasi ketahanan masyarakat desa melalui penguatan kewarganegaraan, serta
pelatihan dan advokasi hukum.
 Fasilitasi desa mandiri yang berdaya sebagai subyek pembangunan mulai dari
tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa yang
dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel.
 Fasilitasi kegiatan membangun desa yang dilaksanakan oleh supradesa secara
partisipatif, transparan dan akuntabel.
 Fasilitasi pembentukan dan pemngembangan Badan Usaha Milik Desa (BUM
Desa).
 Fasilitasi kerjasama antar desa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga.
 Fasilitasi pembentukan serta pengembangan jaringan sosial dan kemitraan.

Sudah sejak lama desa memiliki tradisi berdemokrasi tempat keterbukaan,


permusyawaratan, dan partisipasi menjadi pilar pengambilan keputusan. Pemilihan
kepala desa secara langsung telah menjadi tradisi. Meski tidak menerima alokasi
anggaran dari pemerintah, desa sejak lama mampu menggaji kepala desa dan
perangkat desa dengan sistem yang dibangunnya sendiri, misalnya melalui sistem
tanah bengkok dan tanah lungguh. Budaya musyawarah desa mulai dari komunitas
terkecil hingga arena tertinggi yang melibatkan banyak elemen desa menjadi bagian
dari model kehidupan desa. Sesungguhnya dalam hal budaya demokrasi, desa
mendahului sistem demokrasi negara.

UU Desa menempatkan desa sebagai subjek pembangunan. Pemerintah


menfasilitasi tumbuh kembangnya kemandirian dan kesejahteraan desa melalui
skema kebijakan yang mengutamakan rekognisi dan subsidiaritas. Desa tak perlu
takut dengan konsekuensi pemberlakuan kedua asas tersebut. Desa tidak lagi akan
menjadi entitas yang merepotkan tugas pokok pemerintah kabupaten, provinsi, atau
pusat. Desa akan menjadi entitas negara yang berpotensi mendekatkan peran negara
dalam membangun kesejahteraan, kemakmuran, dan kedaulatan bangsa.

Heri Susanto dalam artikelnya disalah satu media lokal Jawa Tengah menawarkan
program desa wirausaha (desapreneur) sebagai salah satu program yang dapat
dikembangkan untuk mengatasi pengangguran, pendapatan rendah, dan menambah
keragaman jenis usaha di desa. Kewirausahaan masyarakat desa ini bermakna untuk
mengorganisasi struktur ekonomi perdesaan. Seluruh aset desa seperti tanah, air,
lingkungan, dan tenaga kerja dapat menjadi modal pengembangan usaha baru yang
digerakkan bersama-sama oleh seluruh elemen desa. Masyarakat kita masih banyak
yang memilih jadi pekerja ketimbang membuka usaha sendiri, padahal jauh-jauh hari
pemerintah sudah membuka peluang untuk membangun kemandirian masyarakat
desa sehingga diharapkan terbentuk desapreneur. ADD sebagian didistribusikan per
desa dalam bentuk program usaha ekonomi desa. Kalau masyarakat desa mau
berwirausaha, ini menjadi tanda mereka siap berhadapan dengan situasi Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA).
Badan usaha milik desa (BUM desa) menjadi salah satu wadah untuk menyalurkan
inisiatif masyarakat desa, mengembangkan potensi desa, mengelola dan
memanfaatkan potensi sumber daya alam desa, mengoptimalkan sumber daya
manusia (warga desa) dalam pengelolaannya, dan penyertaan modal dari pemerintah
desa dalam bentuk pembiayaan dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola
sebagai bagian dari BUM desa. Menurut Heri salah satu solusi penting yang mampu
mendorong gerak ekonomi desa adalah mengembangkan desapreneur atau
kewirausahaan bagi masyarakat desa. Pengembangan desa wirausaha menawarkan
solusi untuk mengurangi kemiskinan, migrasi penduduk, dan pengembangan
lapangan kerja di desa. Kewirausahan menjadi strategi dalam pengembangan dan
pertumbuhan kesejahteraan masyarakat. Sumber daya dan fasilitas disediakan
secara spontan oleh masyarakat desa menuju perubahan kondisi sosial ekonomi
perdesaan. Apabila desa wirausaha menjadi suatu gerakan masif akan menjadi hal
yang sangat mungkin untuk mendorong perkembangan ekonomi perdesaan menjadi
desa yang mandiri, menjadi desapreneur.( Heri Susanto, Solo Post).1

F. Klasifikasi dan Jenis Pendamping


Secara umum tugas pendamping desa yaitu mendampingi desa dalam
penyelenggaraan pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
Pendamping desa dibagi dalam tiga kategori yang terdiri atas tenaga pendamping
profesional, kader pemberdayaan masyarakat desa, dan atau pihak ketiga. Tenaga
pendamping profesional terdiri atas pendamping lokal desa (berkedudukan di desa),
pendamping desa (berkedudukan di kecamatan), pendamping teknis (berkedudukan
di kabupaten), dan tenaga ahli pemberdayaan masyarakat (berkedudukan di pusat
dan provinsi).

Pendamping Lokal Desa (PLD). Mendampingi Desa dalam penyelenggaraan


Pemerintahan Desa, kerja sama Desa, pengembangan BUM Desa, dan
Pembangunan yang berskala lokal Desa.

G. Posisi Pendamping Lokal Desa

Salah satu agenda besar pendamping lokal desa adalah mengawal implementasi UU
No. 6/2014 Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan dengan fasilitasi,
supervisi, dan pendampingan. Pendamping lokal desa itu bukan sekadar menjalankan
amanat UU Desa, tetapi juga modal penting untuk mengawal perubahan desa demi
mewujudkan desa yang mandiri dan inovatif.

Untuk itu posisi Pendamping Lokal Desa (PLD) pada Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kementerian Desa) adalah
sangat penting dan menjadi ujung tombak keberhasilan program pemberdayaan
masyarakat desa. Para PLD yang professional ini diharapkan bisa memberikan solusi
untuk mempercepat penyerapan Dana Desa (DD). Selain itu PLD juga di tuntut untuk
bisa mengimplementasikan UU Desa. Khususnya, memantau realisasi anggaran dan
kegiatan yang dibiayai dari sumber dana desa (dari APBN) dan alokasi dana desa
(dari APBD).

Seorang PLD mendampingi 4 desa didukung oleh dua orang tenaga Pendamping
Desa (PD) di Kecamatan. PLD bertugas untuk memfasilitasi regulasi UU Desa ke
dalam implementasi atau praktik berdesa. PLD diharapakn dapat mengembangkan
skema pendampingan yang memberdayakan masyarakat desa hingga dapat
menumbuhkan partisipasi masyarakat desa, sebagai roh gerakan pembangunan desa
yang berkelanjutan demi terwujudnya cita-cita kemandirian Negara kita.

Sejatinya kemandirian negara terletak pada kemandirian desa-desa sebagai entitas


penyusun dan penyangga nama besar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tahun
2015 adalah tahun pertama pelaksanaan UU No. 6/2014. Desa diberlakukan berbeda
dengan sebelumnya. Kedudukan desa tidak lagi subnasional, melainkan
berkedudukan di wilayah kabupaten/kota. Desa tidak lagi berada di bawah struktur
administratif terbawah, apalagi perpanjangan tangan pemerintah daerah.

Desa mendapat rekognisi dan subsidiaritas kewenangan, yaitu kewenangan


berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa. Desa menerima
transfer keuangan dari APBN dan APBD yang disebut dana desa (DD) dan alokasi
dana desa (ADD) untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam konteks dua
kewenangan tadi. Keberadaan UU No. 6/2014 tujuan pertamanya adalah bagian dari
ikhtiar mencapai keberdayaan negara dari kemandirian desa-desanya. Proses
pembentukan bangunan warga dan organisasi masyarakat sipil biasanya dipengaruhi
faktor eksternal yang mengancam hak publik. Keduanya adalah modal penting bagi
desa untuk membangun kedaulatan dan titik awal terciptanya komunitas warga desa
yang nantinya akan menjadi kekuatan penyeimbang atas munculnya kebijakan publik
yang tidak responsif terhadap masyarakat.
Efektivitas pembangunan pada hakikatnya merupakan tindakan membandingkan
antara perencanaan dengan hasil. Antara kedua hal tersebut sering terjadi
penyimpangan. Tugas PLD adalah mengoreksi penyimpangan
tersebut.Pembangunan desa adalah strategi pembangunan bagi peningkatan
kehidupan ekonomi dan sosial dari kelompok khusus masyarakat, dalam hal ini
masyarakat kurang mampu di pedesaan. Pembangunan desa bertujuan mengurangi
kemiskinan serta tersedianya sarana dan prasarana umum untuk menunjang segala
kebutuhan masyarakat yang ternyata masih kurang untuk membantu masyarakat
desa dalam beraktivitas sehari-hari.

ADD adalah dana yang dialokasikan pemerintah kabupaten/kota untuk desa yang
bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima
kabupaten/kota. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) adalah
rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama
oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditetapkan
dengan peraturan desa. ADD merupakan dukungan dana dari pemerintah pusat dan
daerah kepada pemerintah desa dalam meningkatkan pelayanan dasar kepada
masyarakat dan pemberdayaan masyarakat desa.

Pengalokasian dana desa butuh fungsi PLD sebagai pengawas agar dana tersebut
benar-benar tersalurkan untuk kepentingan pembangunan desa. Pengawasan oleh
PLD terhadap anggaran desa dilakukan dengan melihat rencana awal program dan
realisasinya. Kesesuaian antara rencana program, realisasi program, pelaksanaan,
serta nilai dana yang digunakan dalam pembiayaan adalah ukuran yang dijadikan
patokan PLD dalam pengawasan.

***

SML 1.2.
Sub Mata Latih 1.2. : PERAN, SIKAP DAN STRATEGI PENDAMPINGAN
MASYARAKAT DESA

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran , peserta :

1. Mampu menentukan sikap ideal dan memahami


peran strategis pendamping dalam pemberdayaan
masyarakat desa;
2. Mampu menentukan langkah-langkah strategis
dalam pendampingan untuk pemberdayaan
masyarakat desa;

Metode : Ceramah, Tanya jawab, Brainstorming, Diskusi


Kelompok, Pleno, Tugas Individu

Media : Lembar Curah Pendapat, Lembar Informasi, Lembar


Tayang, Lembar Diskusi

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White Board/Papan


Tulis, Laptop, Infocuss

Waktu : 2 JP (90 menit)


SML 1.2.

PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu,
pelatih meminta peserta untuk mereview
dari pembelajaran Sub Mata Latih 1.1
Evaluasi Pendampingan Masyarakat Desa
2. CURAH PENDAPAT 30
1. Mulailah dinamika belajar dengan diskusi Lembar
pendek tentang sikap : Curah
a. Gambarkan sikap ideal Pendamping Pendapat
Lokal Desa?
b. Apa artinya “Sikap Pendamping Lokal
Desa sebagai representasi (citra) visi
UU Desa?”

Rangkum dan perjelas jawaban peserta


dengan memberikan kerangka pemahaman
makna “Sikap Pendamping Lokal Desa
sebagai representasi (citra) visi UU Desa.”
Kaitkan penjelasan tersebut dengan
menempatkan pentingnya pendampingan
masyarakat desa sebagai proses
pendidikan pendewasaa sikap Pendamping
Lokal Desa.

Bagilah dua (2) meta plan/kertas kosong


pada setiap peserta. Mintalah menjawab
pertanyaan berikut secara tertulis. Masing-
masing peserta cukup memberikan satu
jawaban untuk setiap pertanyaan:
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
a. Peran penting apa saja yang telah
dilakukan pendamping lokal desa (PLD)
dalam pemberdayaan masyarakat desa?
b. Sikap ideal seperti apa yang
seharusnya dimiliki pendamping lokal desa
dalam menjalankan peran dan
tanggungjawabnya sebagai pendamping
desa?

Berikan kesempatan kepada perwakilan


peserta untuk membacakan jawabannya.
Konfirmasi ke peserta ada jawaban yang
berbeda.

Rangkum jawaban dengan kata kata kunci


dan simpulkan terkait Sikap ideal yang
seharusnya dimiliki Pendamping Lokal
Desa dalam menjalankan peran dan
tanggungjawabnya sebagai pendamping
desa.

Hasil jawaban dalam metaplan/kertas


dikumpulkan dan ditempelkan diruangan
kelas sebagai hasil pembelajaran.
3. DISKUSI KELOMPOK, BRAINSTORMING & 30 Lembar
TANYA JAWAB Diskusi,
Bagikan 3 metaplan/kertas kosong kepada Lembar
setiap peserta. Mintalah setiap peserta Informasi
menuliskan satu (1) jawaban dalam satu (1) dan Lembar
metaplan/kertas kosong: Tayang
a. Apa tujuan dari pendampingan masyarakat
desa?
b. Satu tantangan yang dihadapi pendamping
dalam mendampingi masyarakat desa?
c. Bagaimana langkah-langkah yang harus
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
dilakukan untuk menghadapi tantangan
dalam mengatasi kesulitan tersebut?

Selanjutnya pelatih membentuk kelompok


diskusi (5-6 orang), mintalah peserta sambil
membawa tulisannya berkumpul dalam
kelompok tersebut.

Mintalah setiap kelompok untuk


mendiskusikan dengan memilih lima (5)
jawaban dari setiap pertanyaan yang dibawa
anggota kelompok

Kemudian setiap kelompok menunjuk satu


wakilnya untuk mewakili kelompok dalam
presentasi dipleno.

4. PLENO KELOMPOK & TANYA JAWAB 20


Setiap kelompok memaparkan hasil dari Lembar
diskusi kelompok. Pelatih memberikan Diskusi,
kesempatan kepada peserta untuk bertanya, Lembar
mengajukan pendapat dan klarifikasi. Pelatih Informasi
mencatat hal-hal penting dan dan Lembar
mengumpanbalikkan kepeserta. Tayang

5. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5


Bagikanlah selembar kertas kosong pada
setiap peserta. Mintalah setiap peserta
untuk memperhatikan tantangan dan jalan
menghadapi tantangan yang telah
disampaikan oleh kelompok. Selanjutnya,
mintalah setiap peserta untuk menuliskan
minimal dua (2) wujud komitmen yang
dibutuhkan dalam menjalankan tugas,
peran dan tanggungjawabnya sebagai
Pendamping Lokal Desa dan di Kertas
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Komitmen ditandatangani oleh masing-
Masing Peserta. Selanjutnya, mintalah
setiap peserta untuk membacakan
komitmennya masing-masing. Setelah itu
hasil jawaban dalam kertas oleh masing-
masing peserta menempelkan diruangan
kelas sebagai hasil pembelajaran kelas.

Sebagai akhir sesi, Pelatih membuat


kesimpulan dan penegasan dari sessi
ini. Dan meminta peserta untuk berurutan
bergiliran melihat dan membaca Kertas
Komitmen hasil dari seluruh peserta kelas.
Lembar Curah Pendapat SML 1.2

Tahap 1

Gambarkan sikap ideal Pendamping


Lokal Desa?

Apa artinya “Sikap Pendamping Lokal


Desa sebagai representasi (citra) visi
UU Desa?”

Tahap 2 :

a. Peran penting apa saja yang telah


dilakukan pendamping lokal desa
(PLD) dalam pemberdayaan
masyarakat desa?

b. Sikap ideal seperti apa yang


seharusnya dimiliki pendamping lokal
desa dalam menjalankan peran dan
tanggungjawabnya sebagai
pendamping desa?
Lembar Diskusi Kelompok 1.2.

Pertanyaan Jawaban

a. Apa tujuan dari 1.


pendampingan masyarakat
2.
desa?
3.

4.

5.

b. Satu tantangan yang 1.


dihadapi pendamping dalam
2.
mendampingi masyarakat desa?
3.

4.

5.

c. Bagaimana langkah- 1.
langkah yang harus dilakukan
2.
untuk menghadapi tantangan
dalam mengatasi kesulitan 3.
tersebut?
4.

5.
Lembar Informasi SML 1.2

PERAN, SIKAP DAN STATEGI PENDAMPINGAN DESA DALAM


PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA

Latar Belakang

Pembangunan tidak hanya menyisakan kemiskinan di perkotaan. Data Badan Pusat


Statistik tahun 2014 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia kebanyakan
adalah penduduk yang bermata pencaharian petani. Artinya data tersebut bisa dibaca
bahwa kemiskinan lebih banyak dijumpai di pedesaan yang nota bene masih
merupakan sektor penyerap tenaga kerja terbanyak. Kondisi tersebut boleh dikatakan
belum pernah mengalami perubahan berarti dari waktu ke waktu. Ironis, desa sebagai
sumber daya utama negeri agraris justru hidup dalam kemiskinan. Sejarah desa
adalah sejarah kemiskinan petani di atas tanahnya sendiri yang kaya. Kemiskinan
pedesaan merupakan kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan akibat dari sistem tata
kelola dan kebijakan yang tidak adil. Kemiskinan struktural di pedesaan sudah dimulai
dari sejak pemerintah kolonial memberikan secara berlebihan hak penguasaan tanah
kepada pengusaha-pengusaha swasta melalui Undang-undang Agraria (Agrarische
Wet) tahun 1870. Di masa kemerdekaan produk hukum dan peraturan yang menyakut
tata kelola pedesaan banyak dipengaruhi peraturan yang diproduksi pemerintah
kolonial. Ambil contoh, makna desentralisasi desa yang menjadi amanat UU No.1
Tahun 1945 tidak berbeda dengan desentralisasi desa yang dimaksud dalam
peraturan perundangan yang diberlakukan pemerintah kolonial. UU No. 18 Tahun
1965 yang mendudukan desa sebagai daerah yang memiliki kekuasaan hukum, politik
dan pemerintahan otonom. Posisi desa menjadi semakin kuat ketika pemerintah
menetapkan Undang-undang No.19 Tahun 1965 tentang Desa Swapraja. Amanat
Undang-undang ini menghadirkan semangat untuk menjunjung nilai-niali demokrasi,
kemandirian dan kemerdekaan desa. Namun sayang, implementasi amanat Undang-
undang belum sempat terwujud Orde Baru sudah mengambil alih kekuasaan.
Kepemimpinan Orde Baru segera membekukan Undang-undang tersebut melalui
ketetapan Undang-undang No. 6 Tahun 1969 yang menyabut pemberlakukan seluruh
Undang-undang tentang desa. Sementara belum ada peraturan perundangan tentang
desa yang menggantikan. Akibatnya banyak tanah-tanah desa yang dikuasai oleh elit
desa dan pemilik modal.
Produk perundangan Orde Baru lain yang melemahkan keberadaan desa adalah UU
No.5 Tahun 1979. Undang-undang ini jelas menunjukkan karakter kekuasaan
otoritarian pemerintah pusat yang memberangus kewenangan desa untuk bisa
mengatur dan menguasai. Salah satu amanatnya adalah menyeragamkan bentuk dan
susunan desa. Akibatnya desa kehilangan karakter social budayanya. Kebijakan Orde
Baru lain yang menambah beban kemiskinan desa adalah kebijakan ditetapkannya
industrialisasi pertanian melalui revolusi hijau. Dalam jangka pendek kebijakan
revolusi hijau memang terbukti mampu meningkatkan produksi pertanian secara
nasional. Namun dalam jangka panjang industrialisasi pertanian menyisakan
penderitaan berkepanjangan. Kearifan budaya yang menyertai siklus tanam sampai
panen tergerus oleh sikap pragmatis petani yang lebih mengandalkan teknologi dari
pada keterlibatan sosial masyarakat desa. Pengetahuan dan keterampilan
perempuan tani tidak lagi diperhitungkan. Kebiasaan memanfaatkan pestisida dan
teknologi pengolahan tanah menggerus tingkat kesuburan ternak.

Memasuki era reformasi banyak pihak berharap akan ada angin kebijakan
pembangunan yang segar yang juga menghentikan pemiskinan desa. Namun
harapan tinggal harapan. Pemerintahan semasa reformasi masih belum menunjukkan
kesungguhan niat politik untuk melakukan perubahan desa. Dua produk hukum, UU
No. 22 Tahun 1999 dan UU No.32 Tahun 2004 belum mampu menjawab hakekat
kedudukan desa. Desa masih didudukkan sebagai pemerintahan terkecil bagian dari
pemerintahan di atasnya. Posisi desa adalah obyek yang tidak memiliki kewenangan
mengatur kehidupannya sendiri.

UU Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa

Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) merupakan produk
perundangan terbaru yang dihasilkan sesudah lebih dari lima belas tahun
pemerintahan reformasi. Ada sebagian pihak yang menyambut kehadiran UU Desa
dengan keraguan (skeptis). Tapi sebagian terbesar menyambutnya dengan penuh
harapan (optimistik). Para pihak yang optimistik melihat UU Desa sebagai gerbang
harapan bagi desa, atau yang disebtu dengan nama lain.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa


pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melaui upaya
pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu langkah penting yang perlu
dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya melalui
peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran
serta memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat desa.

Pendampingan masyarakat dalam konteks implementasi Undang-Undang Desa


berada dalam ranah pembelajaran politik. Karenanya, tidak dimungkinkan lagi adanya
pola-pola pendampingan desa yang bersifat apolitis sebagai sekedar urusan
penyelesaian urusan proyek pembangunan. Ke depan dituntut adanya pendamping
masyarakat desa yang mampu hadir sebagai guru kader untuk melahirkan kekuatan
rakyat desa sebagai benteng NKRI. Pendamping masyarakat desa harus didudukkan
sebagai bagian dari upaya menegakkan kedaulatan bangsa dan negara sebagaimana
diwujudkan dengan mengimplementasikan Undang-Undang Desa secara sistematis,
konsisten, dan berkelanjutan.

Pendampingan masyarakat desa merupakan bagian utama dari proses


pengembangan kapasitas masyarakat desa. Core business pemberdayaan
masyarakat Desa adalah penguatan rakyat sebagai proses belajar sosial yaitu
learning by capacity dan learning by doing yang menyatu dalam seluruh praktek
pembangunan di tingkatan komunitas. Pemberdayaan masyarakat merupakan varian
dari proses reformasi tatanan ekonomi-politik melalui sebuah proses transformasi
sosial.

Pendampingan masyarakat merupakan sebuah proses kaderisasi desa. Sebuah


upaya menciptakan kader desa sebagai orang-orang kunci yang mampu
menggerakkan dinamika kehidupan di desa yang berdaulat di bidang politik, berdikari
di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang budaya. Kader desa ini juga mampu
hadir sebagai agen-agen perubahan (the agent of changes) yang terdidik dan terlatih
untuk mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-
cita normatif.

Pendampingan masyarakat desa yang berkarakter politis ini diharapkan mampu


melahirkan partisipasi masyarakat yang bersifat substansial. Ukuran partisipasi
masyarakat desa tidak sekedar jumlah kehadiran orang-orang dalam forum
musyawarah atau sekedar perhitungan kehadiran orang dalam kegiatan gotong-
royong. Partisipasi masyarakat hendaknya dimaknai secara baru dengan
memfokuskan diri pada kemampuan rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan
mengartikulasikan kepentingannya secara demokratis dalam ruang publik politik.

Dalam PermendesaPDTT Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemdampingan Desa


dirumuskan bahwa Pengertian Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk
melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian,
pengarahan dan fasilitasi Desa. Sedang tujuan pendampingan Desa dalam meliputi:
1). Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan
pembangunan Desa; 2). Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi
masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; 3). Meningkatkan
sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan 4). Mengoptimalkan aset lokal
Desa secara emansipatoris. Untuk Ruang lingkup pendampingan Desa meliputi: 1).
Pendampingan masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk
memberdayakan dan memperkuat Desa; 2). Pendampingan masyarakat Desa sesuai
dengan kebutuhan yang didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa,
dan cakupan kegiatan yang didampingi; dan 3). Pemerintah, pemerintah daerah
provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat Desa yang
berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia dan
manajemen.

Secara yuridis, landasan hukum pendampingan Desa, meliputi: Undang-Undang


Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014
tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

Pembangunan Partisipatif

Terkait dengan proses pembangunan, Undang Undang Desa menempatkan desa


sebagai subyek pembangunan. Dengan kewenangannya, Desa memiliki tugas untuk
menyelenggarakan pembangunan dan pemberdayaan. Agenda pembangunan, mulai
dari perencanaan hingga evaluasi, dilakukan oleh Desa. Sementara, dengan
pembinaan dan pengawasan dari pemerintahan di atas Desa, Pemerintah Desa juga
memiliki tugas pemberdayaan agar kapasitas masyarakat Desa meningkat. Seluruh
agenda pembangunan dan pemberdayaan harus dirumuskan melalui Musyawarah
Desa dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) yang
wajib melibatkan unsur-unsur masyarakat Desa.

Dalam penjelasan dimaksudkan Pembangunan Partisipatif adalah suatu sistem


pengelolaan pembangunan di desa dan kawasan perdesaan yang dikoordinasikan
oleh kepala Desa dengan mengedepankan kebersamaan, ke-keluargaan, dan
kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan ke-adilan
social. Sedangkan Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengem-
bangkan kemandirian dan kesejahtera-an masyarakat den-gan meningkatkan
pengetahuan, sikap, keterampilan, per-ilaku, kemampuan, kesadaran, serta
memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan
pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan
masyarakat Desa. Secara prinsip pembangunan partisipatif adalah a. Prinsip
partisipatif yakni melibatkan warga masyarakat dalam proses pembangunan
(perencanaan-pelaksanaan-pertanggungjawaban); b. transfaran yakni dalam
pengambilan keputusan kebijakan pembangunan diketahui, terbuka dan dapat
diakses dalam setiap tahapan pengambilan kebijakan oleh warga masyarakat; Dan c.
akuntabel yakni setiap tahapan pembangunan dapat dipertanggungjawabakan
kepada warga baik secara adminitrasi, manajerial dan sosial dari hasil pembangunan.

Selain itu dalam pembangunan partisipatif ada azas inklusi. Azas Inklusi diterapkan
dengan mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang untuk berpartisipasi
dalam perencanaan pembangunan dengan berbagai perbedaan: latar belakang,
karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya. Azas inklusi juga
memberikan ruang yang luas untuk penyandang cacat, kaum difabel, anak dan
remaja, untuk diberikan pelayanan dalam bidang-bidang seperti kesehatan,
pendidikan, dan perlindungan.

Pemerintah Desa menyusun perencanaan Pembangunan Desa sesuai dengan


kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan
Kabupaten/Kota. Perencanaan dan Pembangunan Desa dilaksanakan oleh
Pemerintah Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa dengan semangat
gotong royong. Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan ter hadap
pelaksanaan Pembangunan Desa. Dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan Desa, pemerintah Desa didampingi oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota yang secara teknis dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah
kabupaten/ kota. Untuk mengoordinasikan pembangunan Desa, kepala desa dapat
didampingi oleh tenaga pendamping profesional, kader pemberdayaan masyarakat
Desa, dan/atau pihak ketiga. Camat atau sebutan lain akan melakukan koordinasi
pendampingan di wilayahnya. Pembangunan desa mencakup bidang
penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan
kemasyarakatan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa. Perencanaan
pembangunan Desa disusun secara ber-jangka meliputi:
a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RP-JMDes) untuk jangka
waktu 6 (enam) tahun; dan
b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang dise-but Rencana Kerja
Pemerintah Desa (RKP DESA), merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk
jangka waktu 1 (satu) tahun.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah


Desa, ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Dari agenda pembangunan ini menjadi pekerjaan rumah tersendiri didesa.


Bagaimana dokumen pembangunan tersusun, proses pelaksanaan dan
pertanggungjawaban. Tentunya ini perlu perhatian dari para pihak aktor
pembangunan. Diperlukan kerja yang serius dan juga keterlibatan semua pihak untuk
mendorong pembangunan desa berjalan. Tentunya pendampingan dan fasilitasi yang
efektif dari pemerintah, pemerintah daerah dan pihak ketiga menjadi salah satu upaya
yang diharapkan menjawab kebutuhan ini.

Karakter Pendamping Desa dalam Pemberdayaan


UU Desa tegas mengakui kedudukan desa subyek hukum yang memiliki hak dan
kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri (Psl 1, at 1).
Desa boleh dan berhak merencanakan dan melaksanakan pembangunannya sendiri
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan desa sebagai
subyek tidak hanya diungkapkan secara jelas pada pasal tertentu, tetapi juga tersirat
pada setiap pasal. Salah satu rumusan yang menyiratkan semangat pengakuan
sebagai subyek adalah pasal yang menyatakan amanat tentang pemberdayaan
masyarakat desa (Psl 1, at 12).

Pemberdayaan masyarakat desa merupakan amanat yang sesungguhnya


menjungkirbalikkan pendekatan pembangunan yang selama ini berorientasi pada
kekuasaan. Pemberdayaan adalah sebuah konsep pembangunan yang
manghadirkan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan. Karakter pertama,
pemberdayaan mewujudkan pembangunan yang berpusat pada masyarakat.
Masyarakat menjadi pelaku utama sekaligus tujuan (people centre). Dalam konteks
ini pemberdayaan merupakan bagian dari gerakan budaya. Salah satu karakter dari
pemberdayaan adalah kesadaran kritis masyarakat tentang makna pembangunan.
Karakter ini mengandaikan tumbuh dari sikap kesediaan masyarakat untuk senantiasa
belajar memahami beragam aspek yang mempengaruhi dampak pembangunan bagi
masyarakat dan lingkungan.

Karakter berikutnya adalah partisipatif, yaitu menyertakan keterlibatan aktif


masyarakat untuk menggagas, merencanakan, melaksanakan dan
mempertanggungjawabkan proses pembangunan. Dalam UU Desa karakter ini jelas
dan tegas terlihat pada azas pengaturan desa (Pasal 3). Di samping itu karakter
partisipatif juga sejalan dengan kearifan desa yang menghormati musyawarah desa
sebagai forum pengambilan keputusan tertinggi desa. Berikutnya pemberdayaan
memiliki karakter memampukan (empowering) masyarakat yang terlibat dalam
aktivitas pembangunan. Sejalan dengan karakter ini maka bisa dipahami kalau
amanat pasal pemberdayaan dalam UU Desa disertai dengan Peraturan Pemerintah
yang menegaskan perlunya para pihak, utamanya pemerintah untuk melakukan
pendampingan terhadap masyarakat dan aparatus desa (Psl 128, PP No. 43 Tahun
2014). Tujuan pendampingan adalah untuk meningkatkan kapasitas pendamping
dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa (Psl
129 at 1 C, PP. No 43 Tahun 2014).

Di samping itu pemberdayaan merupakan model pembangunan yang berkarakter


berkelanjutan (sustainable). Karakter ini mendorong pelaku pembangunan untuk
tidak bersikap pragmatis (aji mumpung) dalam merencanakan dan melakukan
pembangunan. Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang menuntut
kemampuan visioner, kemampuan melihat manfaat pembangunan tidak saja untuk
kebutuhan saat ini, tetapi mampu terus menerus memenuhi kebutuhan jangka
panjang. Di samping itu kerberlanjutan juga berarti sifat pembangunan yang
memperhatikan dampak kehancuran lingkungan. Artinya perencanaan pembangunan
perlu disertai dengan upaya menjaga keberlangsungan ketahanan sumber daya alam
dan lingkungan.
Karakter-karakter tersebut juga menegaskan bahwa pemberdayaan merupakan
sebuah konsep gerakan budaya, yaitu sebuah gerakan yang dilakukan secara sadar
dilakukan terus menerus untuk menghormati martabat manusia dengan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan asasi dan menjaga lingkungan tempat manusia berada. Dalam
kerangka implementasi Undang-undang Desa pemberdayaan merupakan sebuah
konsep pembangunan yang menjujung tinggi nilai kedaulatan masyarakat desa
sebagai subyek, kesatuan masyarkat hukum yang memiliki hak dan kewenangan.
Karena itu keberhasilan pemberdayaan masyarakat desa tidak hanya diukur secara
materialistik, terpenuhinya sarana dan prasarana fisik, tetapi juga diukur dari tingkat
pemerataan kesejahteraan. Di atas itu semua ukuran yang terpenting adalah
perubahan sikap dan perilaku masyarakat.

Pemberdayaan merupakan wujud lain dari pendidikan karakter yang mendorong


masyarakat tidak hanya semakin mampu atau terampil, tetapi juga berkembang
menjadi masyarakat yang memiliki integritas sosial dan mandiri.

Pengembangan Inovasi Pendampingan Masyarakat Desa

Inovasi sebagai kemampuan Desa menciptakan kondisi yang dapat mendorong


lahirnya ide-ide kreatif dari masyarakat dan aparatur pemerintahan Desa untuk
mengefektifkan tata kelola pemerintahan, pembangunan Desa, pemberdayaan dan
pelayanan masyarakat Desa. Inovasi adalah kerja budaya dalam mewujudkan untuk
Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Mandiri, Terbuka

Dalam pengembangan inovasi pendampingan masyarakat desa, diperlukan upaya


yang terencana, terukur dengan tahapan yang jelas. Beberapa model pengembangan
inovasi yang bisa dilakukan dalam pendampingan masyarakat, dapat diuaraikan
sebagai berikut:
a. PEMBANGUNAN INOVASI merupakan upaya untuk menjaring & menumbuhkan
pengetahuan serta terobosan dalam rangka percepatan dan peningkatan kualitas
pendampingan masyarakat Desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan Desa dan kawasan perdesaan.
b. PENGEMBANGAN INOVASI merupakan upaya replikasi & transfer pengetahuan
dalam rangka percepatan peningkatan kualitas pendampingan masyarakat Desa.
c. REPLIKASI INOVASI adalah proses keputusan untuk melakukan transfer
pengetahuan dalam implementasi gagasan atau ide baru dari beragam praktik yang
baik tentang inovasi yang dihasilkan dalam pendampingan masyarakat Desa, baik
sebagian maupun secara keseluruhan.
d. ADAPTASI / MODIFIKASI INOVASI adalah proses penyesuaian dan cara merubah
inovasi yg disesuaikan dengan kondisi setempat tanpa menghilangkan manfaat,
serta menghasilkan inovasi yg lebih baik dari aslinya.
e. KOMPETISI INOVASI adalah kegiatan seleksi, penilaian, dan pemberian
penghargaan yg diberikan kepada inovasi pendampingan masyarakat Desa yg
dilakukan oleh OPD kab/kota, pendamping profesional, KPMD atau pihak ketiga.

pendampingan Masyarakat Desa adalah kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Desa


melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan, dan fasilitasi Desa. Dan sebagai
Tenaga Pendamping Profesional, terkait tugas pokok fungsinya, ada ruang lingkup
inovasi yang bisa dilakukan sepeti:
1. Fasilitasi Inovasi Pendampingan Masyarakat Desa secara Mandiri
(Pengembangan Pendamping Organik)
2. Fasilitasi Inovasi Tata Kelola Desa yang Demokratis dan Berkeadilan Sosial
3. Fasilitasi Inovasi Kerjasama Antar Desa
4. Fasilitasi Inovasi Integrasi Perencanaan Pembangunan Desa dengan
Pembangunan Kawasan Perdesaan/Pembangunan Daerah
5. Fasilitasi Inovasi Integrasi Pelaksanaan Pembangunan Desa dengan
Pembangunan Kawasan Perdesaan/Pembangunan Daerah
6. Fasilitasi Inovasi Integrasi Pengawasan Pembangunan Desa dengan
Pembangunan Kawasan Perdesaan/Pembangunan Daerah

Capian ini harus menjadi tujuan pendampingan, sehingga inovasi yang dilakukan bisa
mempercepat capian Desa Kuat, Maju, Mandiri dan Demokratis, yang sudah
diamanatkan UU Desa.

***
MATA LATIH 2
REFLEKSI KERJA PENDAMPINGAN
( Isu strategis / masalah dan solusi )
Mata Latih 2 : REFLEKSI KERJA PENDAMPINGAN ( ISU STRATEGIS
/ MASALAH DAN SOLUSI )

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran “Refleksi kerja


pendampingan ( Isu strategis masalah dan solusi),” peserta
:
1. Dapat menganalis isu-isu strategis dan
mengungkapkan kendala permasalahan yang sering
dialami di lapangan dalam melaksanakan pedampingan
;
2. Mampu menguraikan isu/permasalahan dan mencari
rujukan untuk jawaban atas permasalahan yang timbul
di lapangan.
3. Dapat menjelaskan tata kelola pencairan dan
penyaluran Dana Desa, sesuai regulasi yang ada;
4. Dapat menjelaskan pentingnya Program Inovasi Desa
dalam pamanfaatan Dana Desa, sesuai regulasi yang
ada;
5. Dapat menjelaskan arti pentingnya keterbukaan
informasi publik dalam penyelenggaraan Pemerintahan
Desa;
6. Dapat menjelaskan arti pentingnya pengawasan
berbasis masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa;

Sub Mata : Membedah isu strategis dan permasalahan


Latih 2.1.

Waktu : 3 JP (135 menit)


SML 2.1.

Mata Latih 2 : REFLEKSI KERJA PEDAMPINGAN ( ISU TRATEGIS )

Sub Mata Latih : MEMBEDAH ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN


2.1
Tujuan Belajar : Setelah mengikuti materi “Membedah isu strategis dan
Permasalahan” ini, peserta :

1. Dapat menganalis isu-isu strategis dan mengungkap-


kan kendala permasalahan yang sering dialami di
lapangan dalam melaksanakan pedampingan ;
2. Mampu menguraikan isu/permasalahan dan mencari
rujukan untuk jawaban permasalahan di lapangan.
3. Dapat menjelaskan tata kelola pencairan dan
penyaluran Dana Desa, sesuai regulasi yang ada;
4. Dapat menjelaskan kontribusi Program Inovasi Desa
dalam pamanfaatan Dana Desa yang lebih
berkualitas;
5. Dapat menjelaskan arti pentingnya keterbukaan
informasi publik bagi masyarakat desa ;
6. Dapat menjelaskan arti pentingnya pengawasan
berbasis masyarakat dalam pengelolaan Dana Desa;

Metode : Ceramah, Tanya jawab, diskusi kelompok, diskusi pleno;

Media : Lembar Informasi, Lembar Tayang, Lembar diskusi

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, Laptop, Infocuss

Waktu : 3 JP (135 menit)


SML 2.1.
PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR Lembar
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu 5 tayang
2. CURAH PENDAPAT
Pelatih mengajak peserta untuk melakukan 15 Lembar
curah pendapat terkait isu-isu strategis dan Curah
permasalahan yang sering muncul di Pendapat
lapangan khususnya yang berhubungan (kertas plano)
dengan pengelolaan Dana Desa,
pelaksanaan Program Inovasi Desa,
keterbukaan informasi publik, serta
pemantauan / pengawasan berbasis
masyarakat.
Pelatih mencatat hasil curah pendapat dan
bersama peserta menyepakati hal-hal yang
perlu dibahas bersama.
3. CERAMAH 20 Lembar
Pelatih menyampaikan paparan dari lembar Informasi dan
tayang terkait pengelolaan Dana Desa, Lembar
Program Inovasi Desa dan yang Tayang
berhubungan dengan keterbukaan informasi
publik serta pengawasan berbasis
masyarakat.
Pelatih memberikan umpan balik kepada
peserta.
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
4. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 10
Pelatih memberikan kesempatan kepada Lembar
peserta untuk bertanya, mengajukan Informasi dan
pendapat dan klarifikasi. Pelatih mencatat hal- Lembar
hal penting dan mengumpanbalikkan ke Tayang
peserta.
DISKUSI KELOMPOK 30
5. Peserta dibagi dalam 4 kelompok, membahas
topik permasalahan yang berbeda:
-Kelompok 1: Permasalahan dalam
Pengelolaan Dana Desa;
Matrik / form
-Kelompok 2: Permasalahan pelaksanaan
diskusi
Program Inovasi Desa;
-Kelompok 3: Permasalahan Keterbukaan
informasi publik;
-Kelompok 4; Permasalahan Pengawasan
berbasis masyarakat.
DISKUSI PLENO
6. Masing-masing kelompok memaparkan 50 Matrik / form
hasil diskusi dan peserta diberi kesempatan diskusi
untuk menanggapi
7. KESIMPULAN DAN PENEGASAN
Pelatih membuat kesimpulan dan 5
penegasan dari sesi ini.
Lembar Curah Pendapat SML 2.1

APAKAH ANDA PERNAH MENEMUI


PERMASALAHAN TERKAIT ISU-ISU
STRATEGIS DALAM PENDAMPINGAN ?

APA PENYEBAB TIMBULNYA


PERMASALAHAN ?

BAGAIMANA ANDA MENGATASINYA


(MEMBERIKAN SALUSI) ?

APA DAMPAKNYA JIKA PERMASALAHAN


ITU TIDAK BISA KITA ATASI (FASILITASI
PENYELESAIANNYA)?

LEMBAR DISKUSI KELOMPOK


Topik : …………………………………
Kelompok : …………………………………
Isu-isu strategis dlm Langkah Fasilitasi Rujukan
No. pendampingan (analisis & solusi) (regulasi)
Lembar Informasi SML 2.1

TATA KELOLA DESA DALAM PRESPEKTIF REGULASI

Undang Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa telah melahirkan harapan baru dari
metamorphosis pengaturan Desa yang sudah mengalami berbagai macam bentuk desa.
Desa yang sebenarnya berumur lebih panjang dari umur Negara Kesatuan Republik
Indonesia sudah mempunyai bentuk dan karakternya masing masing, sesuai dengan
tipologi dan perkembangan sosio kultur, adat budaya yang menyelimutinya. Karakter
Desa yang beragam telah menjadi modalitas kemajuan bangsa dan negara dalam
membangun karakter bangsa, sehingga muncullah pilar negara yang kita kenal dengan
Bhinika Tunggal Ika.

Kekayaan budaya, adat istiadat dan corak pemerintahan Desa yang dimiliki itu
berkembang sedemikian rupa, keanekaragaman bentuk desa, nagari, pekon, kampung
dan banyaknya sebutan lainnya bertahan sampai ratusan tahun, eksis dengan
historikalnya sendiri sendiri, sehingga munculnya penyeragaman pola pemerintahan
Desa oleh Orde Baru melalui melalui UU no 5 tahun 1979. UU no 5 tahun 1979 Orde
baru melakukan upaya penyeragaman nama, bentuk, susunan pemerintahan dan
bahkan warna. Hal ini oleh sebagian pemerhati pemerintahan desa dianggap sebagai
kesalahan fatal dalam pengelolaan desa

Koreksi atas kesalahan pengelolaan desa oleh negara melalui UU No 5 Tahun 1979
tercermin dalam diktum Menimbang, huruf e UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah, yang berbunyi : “bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan, dan kedudukan
pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa Undang-Undang Dasar 1945 dan perlunya
mengakui serta menghormati hak asal-usul Daerah yang bersifat istimewa sehingga perlu
diganti”
Harapan adanya perubahan mendasar status desa dengan terbitnya UU No 22 Tahun
1999 ini ternyata juga masih menjadi cahaya yang suram, sebab upaya pengakuan atas
hak bawaan desa ( hak asal usul ) juga masih sumir, hak bawaan yang dimaksud dan
dijamin oleh UU 1945 dalam pasal 18B antara lain pengakuan atas kesatuan kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak hak tradisionalnya. Hak hak tradisional yang
dimaksud menurut beberapa ahli adalah susunan asli masyarakat hukum adat, hak asal
usul dan hak istimewa, masih juga tersubordinasi oleh kerangka otonomi desa yang semu.
Desa masih belum diberikan hak asal usulnya secara utuh.

Harapan baru muncul di tahun 2014 dengan lahirnya UU Nomer 6 Tahun 2014 tentang
Desa. Sebab hanya di UU desa ini lah hak bawaan atau hak asal usul diakui secara utuh,
yang terkenal dengan azaz rekognisinya, disamping hak lokal bersekala desa. Pengakuan
atas hak asal usul yang diringi dengan pemberian stimulan dana desa telah memberikan
banyak harapan baru untuk bangkit. Dengan UU ini desa dan desa adat benar benar
dikembalikan kepada keanekaragaman bentuk desa, nama susunan pemerintah, struktur
kemasyarakatnya.

Pekerjaan rumah berikutnya bagi pemerintah adalah soal tata kelola Desa yang berbasis
pada UU tentang Desa tersebut, khususnya bagaimana mengelola Desa dengan azaz
rekognisi dan subsidiaritasnya, prakarsa dan inovasinya, optimalisasi sumberdaya local
Desanya dan sebagainya. Bagian dari implementasi azaz rekognisi pemerintah Pusat
adalah dengan adanya pengalokasian Dana Desa dari APBN yang sudah terealisasikan
sejak tahun 2015.

Komitmen Pemerintah Pusat pada Desa sangat serius, bukan hanya soal pengalokasian
anggaran Dana Desa melalui APBN saja, tapi perhatian yang lebih juga diperlihatkan
melaluai aturan turunan UU tentang Desa, yakni regulasi regulasi tata kelola Desa yang
berbasis pada UU tentang Desa.

Di Pemerintah Pusat telah melahirkan beberapa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri


yang membidangi Desa. Walaupun PP dan Permen yang telah diterbitkan masih kurang
memberikan aktualitas dan realitas yang tercermin dalam perkembangan Desa saat ini.
Ada beberapa Peraruran Pemerintah yang telah diteribkan sebagai turunan UU Desa
antara lain adalah; PP No 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU tentang
Desa, yang telah dilakukan perubahan terhadap beberapa pasalnya dengan PP No 47
Tahun 2015 yang telah direvisi lagi dengan PP No 11 Tahun 2019.

Dalam UU tentang Desa maupun PP tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa, banyak


sekali aturan yang berbeda dengan regulasi sebelumnya baik pada saat orde lama
maupun pengaturan di zaman orde baru dan awal awal reformasi. UU tentang Desa
mengakui secara penuh akan hak dan kewenangannya sebagai entitas yang independent,
tidak tersubordinasi oleh pemerintah supra Desa, baik Kabupaten/Kota maupun
Pemerintah Pusat. Hak asal usul Desa sebagai pondasi berdirinya Desa sebelum NKRI
diakui dan dijunjung tinggi oleh UU ini, sehingga ciri akan lokalitas masing masing Desa
bisa terpelihara dengan baik, tanpa harus menghilangkan sejarah berdirinya Desa. Bukan
hanya kewenangan yang bersifat bawaan atau asal usul, kewenangan local bersekala
Desa juga diapresiasi sebagai otonomi Desa dalam pengelolaannya, semua yang terkait
kewenangan Desa diposisikan sebagai urusan rumah tangga Desa itu sendiri, sehingga
setiap Desa harus mampu merumuskan apa yang menjadi kewenangannya dan yang
menjadi urusannya, yang akan ditentukan pengeleolaanya, pengembangannya,
pemeliharaannya melalui rumusan kebijakan Desa yang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa ( RPJMDes ) nya masing masing.

Prakarsa dan inovasi masyarakat Desa didorong sedemikan rupa dalam proses
membangun Desa, kemerdekaan warga dan pemerintah Desa dalam menentukan masa
Depan Desa juga diberi ruang se luas luasnya melalui UU tersebut. Melalui Musyawarah
Desa sebagai forum politik local, pemerintah dan masyarakat Desa bisa melakukan
rancangan bersama, merumuskan persoalan persoalan prioritas yang harus diselesaiakn,
merumuskan kemana arah Desa akan dibawa, merancang program program
kesejahteraan warga, pelayanan public, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan
bagaimana pengentasan kemiskinan dilakukan. Sehingga semua bermuara pada
kemajuan dan kemandiri Desa dengan mengoptimalkan sumberdaya local, memanfaatkan
potensi Desa dan modal social masyarakatnya.

Sementara Peraturan Pemerintah yang terkait dengan keuangan Desa tertuang dalam
42. No 60 Tahun 2016 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN, yang telah dirubah
dengan PP No 22 tahun 2015 dan dirubah lagi dengan PP No 8 Tahun 2016. Menegasikan
bahwa Pemerintah akan mengalokasikan Dana Desa sampai dengan 10% APBN selain
Tranfer Daerah dimaksudkan sebagai wujud pengakuan Pemerintah Pusat akan rekognisi
dan posisi Desa sebagai entitas yang mandiri, self government community, bukan
subordinasi supra Desa. Dengan ini pula Pemerintah Pusat hanya memberikan hak hak
Desa atas keuanganya dengan sedikit memberikan pagar pagar penggunaanya, seperti
prioritas penggunaan Dana Desa melalui Peraturan Menteri Desa, PDTT, pola pembagian
Dana Desa, tata cara dan syarat pencairan Dana Desa melaui Peraturan Menteri
Keuangan (PMK), bagaiman penatausahaan keuangan Desa melalui Peraturan Menteri
Dalam Negeri (Permendagri) dan tidak mengatur untuk kegiatan apa digunakan dan
berapa anggarannya, karena Dana Desa sepenuhnya menjadi kewenagan Desa untuk
membiayai kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan local bersekala
Desa.

Aturan turunan UU tentang Desa yang sudah diterbitkan oleh Pemerintah, Kementerian
Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT maupun Kementerian Keuangan semua
dimaksudkan untuk menjadi guiden atau pedoman bagi pemerintah Kabupaten/Kota dan
Desa dalam mengelola kewenagannya, supaya bisa mengarah pada cita cita dan tujuan
diterbitkannua UU tentang Desa, yakni Desa yang maju, mandiri demokratis dan sejahtera,
dengan memperkuat empat pilar pemerintahan Desa yakni pertama; dalam bidang
pemerintahan yang professional, efektif, akuntable dan transparan, kedua; pembangunan
Desa yang terfokus pada peningkatan kualitas hidup manusia, peningkatan kesejehteraan
penduduk, penanggulangan kemiskinan dan pelayanan dasar masyarakat, ketiga;
pembinaan kemasyarakatan yang bertumpu pada kerukunan warga, kegotong royongan,
kesatuan masyarakat dan kebersamaan, dan pilar keempat; pemberdayaan masyarakat
dengan pijakan utama penyadaran potensi dan kekuatan, peningkatan kapasitas
masyarakat dan penguatan prakarsa masyarakat local Desa.
Beberapa regulasi yang sudah diterbitkan oleh Kementerian untuk menjadi pedoman
Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa antara lain adalah :
1. Peraturan Menteri Dalam Negeri :
1. Permendagri No : 111/2014 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Peraturan di
Desa
2. Permendagri No : 112/2014 tentang Pemilihan Kepala Desa
3. Permendagri No : 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa
4. Permendagri No : 84/2015 tentang SOTK Pemerintah Desa
5. Permendagri No : 01/2016 tentang Pengelolaan Aset Desa
6. Permendagri No : 44/2016 tentang Kewenangan Desa
7. Permendagri No : 110/2016 tentang BPD
8. Permendagri No : 20/2018 tentang Pengeloaan Keuangan Desa
9. Permendagri No : 85/2017 Perubahan Permendagri No 112/2014
Peraturan Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi
10. Permendasa PDTT No : 2/2015 tentang Musyawarah Desa
11. Permendesa PDTT No : 3/2015 tentang Pendampingan Desa
12. Permendesa PDTT No : 4/2015 tentang BUMDes
13. Permendesa PDTT No : 6/2015 tentang SOTK Kemendes
14. Permendesa PDTT No : 2/2016 tentang IDM
15. Peremndesa PDTT No : 5/2016 tentang PKP
16. Peremndesa PDTT No : 16/2018 tentang Prioritas Penggunaan DD Tahun 2019
17. Permendesa PDTT No : 11/2019 tentang Prioritas Penggunaan DD Tahun 2020
2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
1. Peraturan Menteri Keungan No : 50/2017 tentang Pengelolaan TKDD
2. Peraturan Menteri Keungan No : 112/2017tentang Perubahan 50/2017
3. Peraturan Menteri Keungan No :225/2017 tentang Perubanan Kedua
4. Peraturan Menteri Keungan No :121/2017 tentang Perubahan Ketiga
5. Peraturan Menteri Keungan No :226/2017 tentang Alokasi DD tahun 2018
6. Peraturan Menteri Keungan No :193/2018 tentang Pengelolaan Dana Desa

Banyaknya regulasi sebagai konsekwensi dari diberlakukannya UU tentang Desa


memberikan efek yang positif dan negative. Efek posisitifnya antara lain Kabupaten/Kota
dan Desa bisa mempunyai panduan yang searah dan sejalan dengan UU tentang Desa,
karena pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah pusat tidak terkait dengan
kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan local bersekala Desa. Negaifnya
adalah terkait dengan kesiapan pemerintah Desa yang tidak siap dengan percepatan
perubahan aturan yang ada, aturan satu belum dipahami, belum dilaksanakan sudah terbit
aturan baru, bahkan hamper setiap tahun ada aturan yang diterbitkan oleh Pemerintah
maupun kementerian, sebagai konsekwensi dari kebijakan yang berubah dari tahun
sebelumnya.
Pengalaman penulis, di salah suatu forum peningkatan kapasitan Kepala Desa, ternyata
tidak semua Kepala Desa dan aparaturnya sudah membaca dan memahami UU tentang
Desa, apalagi aturan turunannya. Hal hal yang terkait implementasi UU tentang Desa
mereka kebanyakan hanya menurut pada arahan pihak kecamtan, arahan pendamping
dan panduan panduan teknis yang diterima dari supra Desa, bukan berdasarkan pada
pemahaman atas aturan aturan yang seharusnya.

Beberapa problem regulasi Pemerintah Pusat, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun
Peraturan Menteri (Permen) menjadi persoalan sendiri, karena terjadi disharmoni antar
satu PP dan Permen dengan Permen lainnya, diantara:
(1) Dalam PP 60/2016 yang sudah direvisi dengan PP 22/2015 pasal 11 misalnya terkait
dasar pembagian Dana Desa yang hanya mendasari pada alokasi dasar dan alokasi
formula, sementara dalam PMK No 193/2018 tentang DD tahun 2019 dasar
pembagian DD ada alokasi dasar, alokasi afrmasi, dan alokasi formula, bahkan dalam
rancangan PMK untuk DD 2020 terdapat alokasi kinerja.
(2) Terjadi pembidangan yang tidak sama antara versi Permendagri No 20/2018 dan
Permendesa No 16/2018 dan Permendesa No 11/2019, antara lain terkait bidang
pembangunan dan pemberdayaan, dalam permendagri 20/2018 misalnya pelatihan
aparatur Desa masuk bidang pemberdyaan, di permendesa tidak dibahas karena itu
bagian dari bidang pemerintahan Desa, tentang pembangunan sarana pra sarana
pertanian Desa seperti Irigas dll, dalam Permendagri No 20/2018 masuk dalam
bidang pemberdayaan, sementara dalam permendesa 11/2019 masuk dalam bidang
pembangunan, pembangunan sarana olah raga dalam peremndagri N0 20/2018
masuk dalam bidang kemasyarakatan sementara dalam permendesa No 11/2019
masuk dalam bidang pembangunan.
Problem regulasi yang terjadi disharmoni antar peraturan ini mestinya bisa diselesaikan
dalam satu prespektif yang sama. Adapun terkait regulasi Kabupaten/Kota baik berupa
Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Bupati (Perbup) sebagai implemntasi UU
tentang Desa ini juga belum sesuia espektasinya, setelah UU Desa berumur 5 tahun,
seharusnya Kabupaten/Kota sudah menerbitkan regulasi beberap regulasi yang menjadi
prioritas untuk memperkuat Desa, misalnya perbup atau perda tentang kewenagan Desa,
pembangunan Desa, pengelolaan keuangan Desa, pengadaan barang/jasa di Desa dan
lain sebagainya. Namun kenyataanya sampai tahun ke 5 UU Desa ini belum semua
Kabupaten/Kota menerbitkan regulasi tentang kewenangan Desa. Sampai September
2019 sebagai data tentang regulasi kabupaten dari 434 Kab/Kota yang dapat DD dapat
dilihat berikut:
No Jenis Regulasi (Perda/Perbup) Jml.

1 Kewenangan Desa 241

2 Pembangunan Partisipatif 120

3 Tatacara Pengalokasian Dana Desa 2019 434

4 Tatacara Pengalokasian Alokasi Dana Desa 2019 434

5 Pengelolaan Keungan Desa 267

6 Pengadaan Baran/Jasa di Desa 262

7 Kerjasama Desa 55

8 Pendirian, Pembentukan dan Pembinaan BumDes 180


9 Penanggulangan Kemiskinan 60

10 Regulasi Lain yang terkait Desa (SOTK, Pilkades, Reribusi, SILTAP 765

Beberapa titik kritis dari penerbitan regulasi daerah sebagai turunan UU tentang Desa
coba kami telaah, karena juga terjadi disharmoni antara peraturan daerah, peraturan
Bupati dengan peraturan Menteri keuangan misalnya, juga beberapa hal yang mestinya
tidak terjadi, diantara titik kritis dari regulasi daerah adalah sebagaimana table berikut:
REGULASI
No TITIK KRITIS
KABUPATEN TENTANG

1. Hanya copy paste dari daerah lain, padahal setiap


daerah punya kewenangan, adat, budaya, asal
usul, letak geografis, factor demografis yang
Berbeda
1 KEWENANGAN DESA 2. Di beberapa Kabupaten/kota belum menjadi
prioritas.
3. Dipentingkan utk melindungi hak rekognisi dan
subsidiaritas Desa

1. Sering terlambat, bahkan ada yang bulan April


tahun berjalan belum diterbitkan, sehingga
menyebabkan keterlambatan pengesahan Perdes
APBDes
2. Memberikan sarat tambahan terkait pencairan DD
TATACARA
dari RKUD ke RKD spt keterlibatan inspektorat
PEMBAGIAN DANA
2 dlm rekomendasi dll
DESA DAN ALOKASI
3. Kurang memberikan ruang camat untuk turut
DANA DESA
dalam pengawasan dan pengendalian
4. Vrifikasi di OPD Kabupaten dlm pelaksanaanya
berbelit belit
5. Sebagai media untuk intervensi Desa, dngan
memasukkan vis misi Kepala Daerah
1. Pada implementasinya, masih blm menerapkan
pola PKT dan Swakelola.
2. Bias TPK dan PK pada Permendagri, Ada lebih
PENGADAAN Dari satu Pelaksana Kegiatan di Desa yang
3 BARANG DAN JASA dibedakan dari bidang kegiatan
DI DESA 3. Kades, pendamping, dan oknum yg tidak
berkompeten menjadi suplyer material
4. Banyak terjadi mark up dalam belanja barang.
Rekayasa dalam proses PBJ

1. Masih sedikit yang menerbitkan perda/perbup


Asset Desa.

4 ASSET DESA
2. Sebagai dasar untuk penyusunan kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan

1. Masih sebagian kecil yang menerbitkan


perbup/perda ttg Pembangunan dan Perencaan
PEMBANGUNAN
Partisipatif, atau yang sejenisnya
PARTISIPATIF,
2. Sebagai dorongan untuk memperkuat partisipasi
masyarakat dlm setiap perencanaan dan
5 PEDOMAN UMUM
pembangunan Desa, supaya tidak dikuasai oleh
PERENCANAAN
elit elit Desa
PEMBANGUNAN
3. Seharusnya Pedum perencanaan pembangunan
DESA
dibuat sekitar bulan Juni sebagai pedoman
pelaksanaan Musrenbangdes RPJM dan RKP

1. Masih banyak yang belum punya regulasi tentang


Bumdes,

6 BUMDESA
2. Walaupun sebagian besar sdh menerbitkan, tapi
kurang dapat dukungan dalam implementasinya

1. Sebagian belum ada, rata rata yang ada karena


PEDUM PENYUSUN
diamantkan oleh Permendesa 20/2018

7 AN RAPBDES, PEDUM
2. Belum sepenuhnya memberikan peran Camat
EVALUASI RAPBDES
dalam proses pengendalian dan pengawasan.

Dari regulasi yang sudah diterbitkan Kabupaten/Kota untuk memperkuat posisi Desa
dalam menjalankan amanat implemntasi UU Desa, masih banyak yang terfokus pada
Peraturan Bupati/Walikota tentang Tatacara Pengalokasi DD dan ADD nya saja, karena
dituntuk sebagai syarat pencairan DD oleh Kementerian Keuangan, sementara
Perda/Perbup terkait dengan kewenangan Desa belum menjadi prioritas, padahal ruh
dan semangat UU Desa adalah pada pemberian kewenangan terhadap Desa ini, Dana
Desa yang disediakan oleh Pemerintah melalui APBN pun hanya diprioritaskan untuk
membiayai kegiatan kegiatan dan program terkait kewenangan tersebut.

Bahkan juga banya ditemukan, perbup tatacara pembagian DD juga terlambat, padahal
ini menjadi kunci dalam setiap tahapan pencairan, keterlambaan soal regulasi ini selalu
terulang di beberapa Kabupaten/Kota, diantara beberapa penyebab keterlambatan ini
antara lain karena adanya terik menarik kepentingan pemerintah Kabupaten/Kota
terhadap Dana Desa ini. Diantaranya ada yang menitipkan program Bupati/Walikota
melaui Dana Desa, sebagai realisasi janji janji calon kepala Daerah saat kampanye.
Namun prilaku kepala Daerah seperti ini sesungguhnya sangat keliru, karena Dana Desa
hanya untuk digunakan mendanai kewenangan Desa, bukan program Kepala Daerah.
Jika Bupati atau Kepala Daerah mau merealisasikan janji janji kampanye kepada
masyarakat Desa mestinya dari anggaran APBD yang dilimpahkan ke Desa sebagai
bentuk kewenangan yang dilimpahkan. Bukan dengan mengurangi hak masyakakat
Desa dalam membiayai kewenangan Desa.

Sudah menjadi kewajiban dalam mengelola Desa harus berorientasi pada managemen
modern yang akuntabel, transparan dan partisipatif, sehingga siapapun yang diberikan
mandat oleh masyarakat untuk memimpin Desa maka harus mempunyai jiwa
kepemimpinan yang visoner, inovatif dan delegative. Desa saat ini dengan berbagai
macam persoalannya tidak bisa hanya dikelola dengan system kekeluargaan dengan
managemen ala kadarnya, sebab saat ini Desa juga mengelola keuangan yang tidak
sedikit sebagai akibat dari adanya mandat UU Desa kepada Pemerintah Pusat untuk
mengalokasikan Dana Desa sampai dengan 10% dari APBN diluar transfer Daerah. Dana
Desa yang dikucurkan oleh Pemerintah Pusat berfungsi sebagai pengakuan atas azaz
rekognisi dan subsidiaritas, untuk memperkuat pelaksanaan kewenangan Desa, juga
dimaksudakan untuk melakukan percepatan pemerataan pembangunan nasional,
percepatan pengentasan kemiskinan di Desa.

Disamping regulasi Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota, dalam pelaksanaan UU


Desa sangat diperlukan Pemerintah Desa yang kuat untuk bisa mengatur dan mengurus
kewenangannya sendiri. Mengatur dan mengurus kewenangan dan urusan Desa sendiri
diperlukan juga aturan aturan atau regulasi yang diterbitkan oleh Pemerintah Desa dan
Kepala Desa, bukan hanya menginduk pada aturan pemerintah supra Desa. Sebagai
wujud kemandirian dan independensi dari adanya UU Desa ini, Pemerintah Desa
diberikan kewenangan untuk menyusun Peraturan Desa, Peraturan Kepala Desa atau
aturan lainnya yang mengatur rumah tangga Desa.
Sampai tahun ke 5 pelaksanaan UU Desa ternyata kesadaran ini belum terjadi di seluruh
Desa di Indonesia, kesadaran untuk bisa mengatur dan mengurus kewenangan sendiri
ternyata belum ada di separuh Desa Desa Indonesia, terbukti yang menerbitkan
Peraturan Desa tentang Kewenangan Desa belum sampai 50% dari total 74.653 Desa.
Bahkan rancangan masa depan sendiri yang tertuang dalam Perdes RPJM Desa juga
masih belum semua. Perhatian pemerintah Desa masih pada Perdes tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa ( Perdes APBDes ) karena hanya perdes ini yang menjadi
syarat pencaira Dana Desa.

Ironis mememang, Desa diberikan kewenangan yang luas, diberikan hak mengatur dan
mengurus pemerintah dan masyarakatnya sendiri, tapi kesadarannya harus selalu
dibangkitkan akan hak hak mereka.

Ada banyak regulasi yang mestinya bisa diterbitkan oleh Desa, dalam rangka tata kelola
Desa yang baik, transparan, akuntable dan partisipatif. Semua untuk memperkuat
Pemerintah Desa dalam mengatur dan mengurus kewenangan Desanya. Tanpa regulasi
regulasi yang memperkuat ini Desa selamanya akan terintervensi dengan kebijakan
supra Desa. Diantara regulasi Desa yang seharusnya menjadi prioritas setiap Desa
antara alain adalah :
a. Peraturan Desa tentang Kewenangan Desa
b. Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.
c. Peraturan Desa tentang Pengelolaan Asset Desa
d. Peraturan Desa tentang Pengelolaan Keuangan Desa
e. Peraturan Desa tentang Pendirian, Pembentukan, dan Pembiaan BUMDes.
f. Peraturan Desa tentang Standar Pelayanan Minimum Desa
g. Peraturan Desa tentang Retribusa Desa
h. Peraturan Desa tentang Batas Wilayah Desa
i. Peraturan Desa tentang Penanggulanagan Kemiskinan di Desa
j. Peraturan Desa tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD)
k. Peraturan Desa tentang Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDes)
l. Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
m. Peraturan Desa tentang Kerja sama Desa
n. Dan peraturan lain yang dibutuhkan oleh masyarakat Desa, sesuai dengan
kekhasan masing masing Desa.
Persoalan persoalan belum banyaknya Desa menerbitkan regulasi untuk memperkuat
posisi Desa ini disebabkan banyak factor, dan yang paling dominan adalah kapasitas
sumberdaya pemerintah Desa yang lemah. Banyak kepala Desa dan perangkatnya tidak
memahami substansi UU Desa, tidak memahami pentingnya kewenagan Desa diatur
oleh Desa sendiri, kurang mengganggap penting aturan yang seharusnya dibuat oleh
Desa. Mayoritas pemerinah Desa hanya terfokus bagaimana mengelola keuangan Desa,
baik yang bersumber dari transfer seperti Dana Desa, Alokasi Dana Desa dan
Pendapatan Asli Desanya, bagaimana menghabiskan, bagaimana mengadminis-
trasikan, bagaimana mempertanggung jawabkan, kerjaan kerjaan yang berorientasi pada
keproyekan yang sangat adminsratif. Sehingga banyak program dan kegiatan Desa tidak
bisa menyelesaikan masalah mereka, tidak singkron dengan Visi Misi yang tertuang
dalam Dokumen RPJMDes, tidak bisa menyelesaikan masalah kesenjangan sosial,
kemiskinan, pelayanan publik dan pembinaan kemasyarakatan.

Dengan kondisi yang demikian, setelah 5 tahun pelaksanaan UU Desa sangat perlu
dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sejauh mana misi dan tujuan awal dilahirkannya
apakah sudah tercapai Desa yang Maju, Mandiri, Demokratis dan Sejahtera. Sejauh
mana progress perkembangan pembangunan di Desa, sudahkan terjadi penurunan
angka kemiskinan di Desa yang signifikan, bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar
masyarak Desa seperti pendidikan, kesehatan, bagaimana pelayanan publik di Desa,
bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat di Desa dengan diberlakukannya UU Desa
ini yang diiringi dengan penggelontoran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD)
ratusan trilyun rupiah.

Tantangan bagi para pengiat Desa dan para pemangku kepentingan terkait Desa, baik
institusi pemerintah maupun Lembaga swasta, pendamping Desa dan para pegiat Desa
lainnya untuk mengembalikan misi awal lahirmya UU Desa, agar pemerintah Desa tidak
terjebak pada administrasi proyek pengelolaan keuangan Desa, tapi juga bisa lebih
substansial dalam merumuskan masalah dan potensi serta rencana aksinya yang
seharusnya mendasari pada pengaturan kewenangan hak asal usul dan kewenangan
local berskala Desa, dengan memperkuat prakarsa dan inovasi Desa dalam mengelola
sumberdaya Desa, sehingga persoalan persoalan substansial dalam urusan
pemerintahan Desa, pembangunan, pemberdayaan dan kemasyarakatan bisa teratasi
dengan baik. Pada tataran ini dibutuhkan pelopor dan kader Desa yang memahami
substansi UU Desa, mampu menerjemahkan dalam kehidupan berdesa, mampu berfikir
kreatif dan inovatif, demokrati dan visioner untuk mengelola Desa dengan sumberdaya
yang dimiliki melaui regulasi regulasi yang lebih operasional dan membumi.

*******
PETUNJUK TEKNIS OPERASIONAL
PROGRAM INOVASI DESA 2019

BAB I
KEBIJAKAN POKOK

A. Latar Belakang

P rogram Inovasi Desa (PID) merupakan salah satu upaya Pemerintah untuk
mewujudkan agenda Nawacita dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019. PID dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas Desa
sesuai dengan Undang-Undang No 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dalam
mengembangkan rencana dan pelaksanaan pembangunan Desa secara berkualitas
agar dapat meningkatkan produktivitas masyarakat dan kemandirian ekonomi serta
mempersiapkan pembangunan sumber daya yang memiliki daya saing. PID
dilaksanakan oleh Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi (Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi) melalui kerjasama dengan
Satuan Kerja Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi
(Satker P3MD Provinsi), dengan dukungan pendanaan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Pelaksanaan PID didukung dengan upaya-upaya
peningkatan kapasitas desa melalui kegiatan Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi
Desa (PPID) dengan fokus pada bidang Pengembangan Ekonomi Lokal dan
Kewirausahaan, Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Infrastrukur Desa.

Pelaksanaan PID terdiri atas 3 (tiga) komponen utama, yaitu:


o Pengelolaan Pengetahuan Inovasi Desa (PPID), yaitu kegiatan
pendokumentasian, penyebarluasan dan pertukaran praktek pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang inovatif dengan tujuan memberikan inspirasi
kepada Desa untuk memperbaiki kualitas perencanaan dan pembangunan Desa;
o Penyedia Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) agar Desa mendapatkan
jasa layanan teknis yang berkualitas dari lembaga profesional dalam mewujudkan
komitmen replikasi atau adopsi inovasi, serta perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan desa secara regular;
o Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM), dimaksudkan agar masyarakat
desa-desa memperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk peningkatkan akses
dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan.
Untuk menjadi pedoman teknis pelaksanaan PID termasuk didalamnya komponen
program PPID, P2KTD dan PSDM, maka diterbitkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO)
oleh Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen
PPMD), Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.

3. Tujuan
1. Tujuan Umum

PID bertujuan untuk meningkatkan kapasitas desa dalam mengembangkan


perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa yang bersumber dari Dana Desa
(DD) secara lebih berkualitas melalui pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa,
replikasi dan/atau adopsi kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
Desa yang inovatif, dukungan layanan lembaga-lembaga P2KTD serta peningkatan
pengetahuan dan ketrampilan desa-desa agar memperoleh akses dan kualitas
pendidikan dan keserhatan dasar.
2. Tujuan Khusus:
2.1. Meningkatkan efektivitas penggunaan dana di desa melalui proses pengelolaan
pengetahuan secara sistematis, terencana dan partisipatif;
2.2. Meningkatkan kapasitas Pemerintah Desa dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
secara lebih inovatif dan berkualitas;
2.3. Memfasilitasi peningkatan kapasitas desa melalui layanan jasa P2KTD untuk
mewujudkan replikasi atau adopsi kegiatan inovasi desa.

2.4. Meningkatkan kapasitas kelembagaan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa


(KPMD dan Kader Pembangunan Manusia (KPM) dalam rangka pemenuhan
kebutuhan layanan sosial dasar masyarakat desa.

(1) Lokasi dan Alokasi


Lokasi dan alokasi Dana Bantuan Pemerintah PID Tahun Anggaran 2019 untuk
komponen program Pengelolaan Pengetahuan Inovasi Desa (PPID), Penyedia
Peningkatan Kapasitas Teknis Desa (P2KTD) dan komponen program prioritas
Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia (PSDM) bidang pendidikan dan
kesehatan masyarakat, tercantum dalam Lampiran II Petunjuk Teknis Pengelolaan
Bantuan Pemerintah PID Tahun Anggaran 2019, yang diterbitkan oleh Ditjen PPMD,
Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi. Lokasi dan alokasi dana bantuan tersebut,
sebagai berikut:
(4) Lokasi
1.1. Lokasi PID khususnya untuk komponen PPID dan P2KTD dilaksanakan di 33
provinsi (kecuali Provinsi DKI Jakarta), 434 kabupaten/kota dan di 6.484
kecamatan;
1.2. Lokasi PID khususnya untuk prioritas PSDM bidang pendidikan dan kesehatan
masyarakat, dilaksanakan di 33 provinsi (kecuali Provinsi DKI Jakarta), 159
kabupaten/kota dan 2.916 kecamatan.
(5) Alokasi
Pengalokasian Dana Bantuan Pemerintah PID Tahun Anggaran 2019 dilakukan di
tiap kecamatan secara proporsional, berdasarkan nilai kecukupan alokasi secara
keseluruhan.
Alokasi Dana Bantuan Pemerintah PID khusus untuk komponen program PSDM
berbeda antara lokasi prioritas dan non prioritas. Penetapan alokasi dana tersebut
didasarkan pada:
2.1. Jumlah Desa di tiap kecamatan;
2.2. Tingkat kesulitan dengan dilandasi dari rata-rata jarak jauhnya desa dengan
pusat kecamatan

(2) Sasaran dan Target


(4) Sasaran
Sasaran kegiatan PID adalah seluruh desa di Indonesia yang ditetapkan sebagai
lokasi pelaksanaan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3MD)
oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
(3) Target
Target pelaksanaan PID memiliki berpedoman pada Tujuan Pengembangan Proyek
atau Project Development Objectives (PDO), serta Indikator Kunci Keberhasilan atau
Key Performance Indicator (KPI) program, sesuai perjanjian Pemerintah dan Bank
Dunia.
Pada 2019, target PDO dan KPI PID adalah sebagai berikut:
2.1. Meningkatnyakapasitas Desa dalam perencanaan dan pembangunan Desa:
Sebanyak 70% Desa memiliki perencanaan pembangunan yang sesuai
dengan prioritas pembangunan lokal;
Sebanyak 80% pemanfaat di lokasi program merasa puas bahwa
penggunaan DD sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat;
Sebanyak 60% desa memiliki rencana pelaksanaan teknis yang
berkualitas (sesuai RAB kegiatan);
Sebanyak 14.000 Desa telah memanfaatkan layanan P2KTD.
2.2. Desa mengalokasikan Dana Desa untuk mereplikasi kegiatan inovatif:
o. Sebanyak 60% Desa melaksanakan komitmen replikasi inovasi;
p. Tingkat partisipasi perempuan dalam kegiatan program mencapai 50%;
q. Terdokumentasi dan terdiseminasi 300 kegiatan inovasi Desa dalam
bidang kewirausahaan; 500 kegiatan inovasi dalam bidang sumberdaya
manusia; 500 kegiatan inovasi dalam bidang infrastruktur Desa.
2.3. Meningkatnya kualitas penyelenggaraan forum-forum musyawarah
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa, serta kapasitas
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa:
a. Sebanyak 70% kompetensi P2KTD meningkat setelah menerima
pelatihan;
b. Sebanyak 80% Kabupaten memiliki platform pertukaran pengetahuan dan
inovasi desa, termasuk Bursa Pertukaran Inovasi;
c. Sebanyak 80% peserta Bursa Pertukaran Inovasi mengetahui prioritas
penggunaan dana desa;
d. Sebanyak 60% Desa memiliki data tahunan terkait prioritas pembangunan
desa;
a. Sebanyak 70% peserta Bursa Pertukaran Inovasi merasa terbantu oleh
P2KTD.

(1) Prinsip-Prinsip Program Inovasi Desa


Beberapa prinsip yang menjadi dasar pelaksanaan PID sebagai berikut:
Partisipatif; Dalam proses pelaksanaannya harus melibatkan peran aktif masyarakat
dalam setiap tahapan kegiatan, terutama dalam pengambilan keputusan dan
pengawasan, termasuk kelompok masyarakat miskin, terpinggirkan dan disabilitas;
Transparansi dan Akuntabilitas; Masyarakat memiliki akses terhadap segala
informasi kegiatan dan pendanaan, pelaksanaan kegiatan dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif;
a. Kolaboratif; Semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan di
Desa didorong untuk bekerjasama dan bersinergi dalam menjalankan kegiatan yang
telah disepakati;
b. Keberlanjutan; kegiatan yang dilakukan memiliki potensi untuk dilanjutkan secara
mandiri, serta mendorong kegiatan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan;
c. Keadilan dan Kesetaraan Gender; Masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan
memiliki kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan dan dalam pengelolaan
program, serta dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan;
d. Profesional; masyarakat dan desa memperoleh peningkatan kapasitas teknis secara
profesional ksesuai standar safeguard dan peraturan yang berlaku.

(1) Ketentuan Dasar


(4) Alokasi Dana Bantuan Pemerintah PID untuk setiap kecamatan ditetapkan
berdasarkan jumlah desa dan tingkat kesulitan. Lokasi dan alokasi Dana Bantuan
Pemerintah PID, ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal PPMD tentang
Petunjuk Teknis Pengelolaan Bantuan Program Inovasi Desa Tahun Anggaran 2019;
(5) Dana Bantuan Pemerintah PID dikelola oleh kelompok masyarakat yang
berkedudukan di kecamatan yang disebut Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID);
(6) Pengaturan pengelolaan, pencairan, penyaluran, penggunaan dan
pertanggungjawaban Dana Bantuan Pemerintah PID, berpedoman pada Petunjuk
Teknis (Juknis) Pengelolaan Bantuan Pemerintah PID Tahun Anggaran 2019 yang
diterbitkan melalui Keputusan Direktur Jenderal PPMD Tahun Anggaran 2019.
(7) Kriteria dan Batasan Kegiatan Inovatif
Kriteria dan batasan ini digunakan sebagai referensi untuk mengidentifikasi serta
melakukan penilaian atas berbagai kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa yang masuk dalam kategori inovatif. Kriteria dan batasan kegiatan
inovatif dimaksud adalah:
4.1. Kategori kegiatan pembangunan di bidang infrastruktur, kewirausahaan dan
pengembangan ekonomi lokal serta sumber daya manusia yang merupakan
cara atau metode yang berbeda untuk menjawab permasalahan yang dihadapi
desa di bidang-bidang prioritas tersebut dan telah terbukti berhasil memberi
manfaat secara luas bagi masyarakat dan diketahui oleh masyarakat;
4.2. Kegiatan atau cara-cara yang berbeda yang berhasil mendorong terwujudnya
kegiatan pembangunan berkualitas, serta mendorong partisipasi dan gotong-
royong masyarakat dalam pembangunan;
4.3. Kegiatan atau cara-cara yang berbeda dalam pengembangan sistem yang
berdampak terhadap peningkatan ekonomi dan sosial budaya;
4.4. Kegiatan pembangunan yang memiliki nilai keunikan karena mengadopsi unsur
budaya/potensi dan kearifan lokal dengan pemanfaatan yang lebih luas serta
memiliki nilai keberlanjutan;
4.5. Kegiatan yang mempunyai sifat kebaruan atau penggabungan unsur baru
dengan yang sudah ada dan memberikan perubahan yang signifikan dari cara-
cara sebelumnya dan memiliki nilai keberlanjutan;
4.6. Kegiatan pembangunan yang dikembangkan dengan menyesuaikan terhadap
kondisi geografis, keberadaan sumberdaya dan fasilitas yang tersedia;
4.7. Bukan kegiatan berbasis teknologi tinggi yang memerlukan biaya tinggi atau
ciptaan teknologi baru.
(4) Sanksi
Sanksi adalah salah satu bentuk pemberlakuan kondisi yang dikarenakan adanya
pelanggaran atas peraturan dan tata cara yang telah ditetapkan dalam program.
Sanksi bertujuan untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab berbagai pihak terkait
pengelolaan program. Sanksi dapat berupa:
5.1. Pemberhentian program termasuk dana Bantuan Pemerintah PID, apabila
kecamatan atau desa menyalahi prinsip-prinsip dan menyalahgunakan dana
atau wewenang, serta tidak ada tanggung jawab penyelesaian dari pelaku;
5.2. Sanksi hukum yaitu sanksi yang diberikan sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku bagi yang melakukan penyalahgunaan dana dan
wewenang.
BAB II
PELAKU-PELAKU PROGRAM

Pelaku utama PID Tim Inovasi Kabupaten/Kota (TIK) di tingkat Kabupaten dan Tim
Pelaksana Inovasi Desa (TPID) di tingkat kecamatan. Pelaku-pelaku PID ditempatkan
disetiap tingkatan struktural pemerintahan mulai dari desa hingga pusat. Pelaku-pelaku
tersebut ditugaskan untuk memberikan pendampingan teknis dalam mengawal pelaksanaan
program sesuai PDO dalam rangka pencapaian target KPI yang telah ditetapkan.

A. Pelaku di Desa

Pelaku di desa adalah pelaku-pelaku program yang berkedudukan di desa dengan


perannya masing-masing dalam pelaksanaan PID. Pelaku di desa meliputi:
1. Kepala Desa

Peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali pelaksanaan PID di
desa. Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD), memastikan
realisasi replikasi atau adopsi komitmen kegiatan inovatif, menyusun regulasi desa
yang mendukung pelaksanaan PID.
2. Badan Permusyawarahan Desa

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lainnya mengawasi proses


tahapan PID di desa, terutama realisasi komitmen desa dalam replikasi inovasi,
berpartisipasi dalam Bursa Pertukaran Inovasi serta memberikan saran kepada
Kepala Desa dalam menentukan komitmen replikasi (Kartu Komitmen) sesuai
prioritas kebutuhan desa/ masyarakat.
3. Pendamping Lokal Desa

Pendamping Lokal Desa (PLD) merupakan kepanjangan tangan dari Pendamping


Desa (PD) dan TPID di tingkat Desa. Tugas utama PLD adalah berkoordinasi dengan
PD, TPID, KPMD dan KPM untuk segala kegiatan terkait PID di desa-desa lokasi
tugasnya. Selain itu, PLD bertugas membantu PD dan TPID untuk:
3.1. Melakukan sosialisasi PID kepada Desa dan masyarakat;
3.2. Mendorong pastisipasi Desa dan masyarakat dalam keseluruhan tahapan PID;
3.3. Berpartisipasi aktif dan memastikan desa-desa di wilayahnya mengikuti MAD
dan Bursa Pertukaran Inovasi;
3.4. Mengidentifikasi kegiatan-kegiatan inovatif di desa-desa lokasi tugasnya;
3.5. Melengkapi data-data kegiatan inovatif yang dibutuhkan dalam rangka
capturing awal;
3.6. Mendorong dan memastikan desa-desa di lokasi tugasnya merealisasikan
komitmen replikasi dalam RKPDesa dan APBDesa serta mengajukan
kebutuhan dukungan P2KTD jika perlu;
3.7. Mengawal pelaksanaan replikasi atau adopsi inovasi oleh desa-desa di lokasi
tugasnya;
3.8. Membuat laporan pelaksanaan PID.
4. Kader Pembangunan Manusia

Kader Pembangunan Manusia (KPM) merupakan kader yang ditempatkan khusus di


desa-desa yang menjadi lokasi prioritas Pengembangan Sumber Daya Manusia
(PSDM). KPM memiliki peran memastikan tersedianya
kegiatan pelayanan sosial dasar bidang kesehatan dan pendidikan di desa, serta
memastikan masyarakat terutama Ibu hamil dan bayi di bawah dua tahun (Baduta)
memperoleh layanan tersebut secara konvergen.

Secara rinci, KPM bertugas:


4.1. Meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap stunting melalui pengukuran
tinggi badan baduta untuk mendeteksi dini stunting dengan tingkat
pertumbuhan;
4.2. Mengidentifikasi sasaran 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) melalui peta
sosial desa dan Pengkajian Kondisi Desa (PKD);
4.3. Memfasilitasi desa untuk mengoptimalkan penggunaan Dana Desa dalam
RKPDesa dan APBDesa untuk intervensi stunting;
4.4. Mendukung desa dan masyarakat untuk memantau dan memastikan
konvergensi lima paket layanan pada rumahtangga 1000 HPK menerima dan
melaporkan hasilnya;
4.5. Bekerjasama dengan PLD, PD dan TPID dalam mengidentifikasi kegiatan-
kegiatan inovatif di bidang PSD dan upaya penanggulangan stunting;
4.6. Melengkapi data-data yang dibutuhkan dalam rangka capturing awal.

B. Pelaku di Kecamatan

Camat
Camat atas nama Bupati berperan sebagai Pembina PID di wilayah Kecamatan serta
bertugas membuat Surat Penetapan Camat (SPC) untuk penetapan TPID. Sebagai
Pembina, Camat memberikan saran-saran atas pelaksanaan PID dan kinerja TPID,
hasil capturing, pelaksanaan replikasi atau adopsi inovasi oleh desa-desa di wilayah
tugasnya, serta melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan PID secara
menyeluruh.
Tim Pelaksana Inovasi Desa
Tim Pelaksana Inovasi Desa (TPID) merupakan kelompok masyarakat pelaksana
kegiatan PID yang berkedudukan di kecamatan, dan dipilih melalui forum MAD yang
selanjutnya dikukuhkan oleh Camat a.n Bupati/Walikota melalui SPC. TPID bertugas
dan bertanggung jawab mengelola Dana Bantuan Pemerintah PID di kecamatan
bersangkutan.
2.1. Kriteria TPID:
Tidak terdaftar sebagai pengurus partai politik tertentu;
Tidak sedang menjabat sebagai staf inti desa dan kecamatan;
Memiliki dedikasi tinggi terhadap pembangunan desa dan kawasan;
Memiliki referensi luas dan minat tinggi dalam kegiatan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa yang inovatif;
Kreatif dalam mengelola pengetahuan dan inovasi desa;
Berasal dari perwakilan desa dengan mengutamakan keterwakilan
perempuan.
2.2. Tugas dan tanggung jawab TPID:
a. Menerima, menyalurkan dan mempertanggungjawabkan hasil
penggunaan Dana Bantuan Pemerintah PID sesuai peruntukkan;
(1) Menyosialisasikan PID kepada masyarakat;
(2) Mendorong partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan PID;
(3) Memfasilitasi MAD dan forum-forum pertemuan masyarakat lainnya;
(4) Mendorong dan memfasilitasi pelaksanaan replikasi atas komitmen dari
BID Tahun 2018 oleh desa-desa di wilayahnya, melalui:
a. Identifikasi komitmen replikasi yang masuk dalam RKPDesa dan
APBDesa 2019 di setiap desa;
b. Identifikasi desa-desa dan kegiatan yang membutuhkan layanan
P2KTD melalui Kartu Layanan P2KTD;
c. Membuat prioritas kegiatan yang akan dilayani oleh P2KTD melalui
MAD;
d. Membuat RAB kegiatan-kegiatan yang akan dilayani P2KTD dan
mengajukannya kepada Pokja P2KTD-TIK;
e. Memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas
teknis oleh P2KTD;
(5) Mengelola dan menyelenggarakan Bursa Pertukaran Inovasi tahun 2019
serta mengadovokasi komitmen replikasi oleh desa-desa peserta Bursa
tahun 2019;
(6) Mengawal replikasi atas komitmen dari Bursa tahun 2019 oleh desa-desa
di wilayah kerjanya, agar masuk dalam RKPDesa dan APBDesa tahun
2020;
(7) Memfasilitasi dan memastikan terlaksananya proses pengelolaan
pengetahuan dan inovasi desa dengan baik, terutama pendokumentasian
kegiatan-kegiatan inovatif di wilayah kerjanya, melalui:
a. Identifikasi kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa yang inovatif dari Kartu IDE yang terjaring dalam Bursa tahun
2019;
b. Verifikasi dan melengkapi data-data pendukung kegiatan inovatif yang
dibutuhkan untuk dokumen pembelajaran;
c. Melakukan capturing dengan mengisi template dokumen
pembelajaran yang telah disediakan;
d. Mengajukan hasil-hasil capturing kepada TIK untuk divalidasi dan
dipilih sebagai menu inovasi lokal atau menu inovasi nasional.
(8) Mengikuti pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan program;
(9) Mengelola kegiatan PSDM;
(10) Membuat laporan kegiatan dan laporan keuangan TPID.
2.3. Susunan Pengurus TPID
Kepengurusan TPID terdiri atas:
a. Ketua, bertugas untuk memimpin tim dalam mengelola pelaksanaan
kegiatan PID termasuk legalisasi pencairan Dana Bantuan Pemerintah PID
dan laporan kegiatan;
b. Bendahara, bertugas membuat administrasi pengelolaan dan transaksi
keuangan Dana Bantuan Pemerintah PID, serta
membantu Ketua dalam menyiapkan laporan pertanggungjawaban;
c. Bidang Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa (PPID),
bertugas untuk memfasilitasi identifikasi, verifikasi, pendokumentasian
(capturing), pertukaran hasil capturing dari desa-desa di wilayahnya
dan/atau dari tempat lain yang direkomendasikan oleh TIK;
d. Bidang Verifikasi Inovasi, bertugas memeriksa dan memberikan
rekomendasi kepada MAD bagi desa-desa yang berminat melakukan
replikasi kegiatan inovasi melalui APBDesa;
(2) Bidang P2KTD, bertugas untuk mengidentifikasi kebutuhan desa akan
peningkatan kapasitas teknis dalam melaksanakan replikasi/adopsi
kegiatan inovatif, serta pembangunan dan pemberdayaan masyarakat
desa secara reguler. Secara Bidang P2KTD bertugas untuk:
o Melaksanakan identifikasi kebutuhan layanan lembaga P2KTD oleh
desa-desa;
o Menyusun prioritas dan menetapkan kebutuhan layanan P2KTD;
o Menyampaikan hasil identifikasi kebutuhan layanan P2KTD ke TIK-
Pokja P2KTD;
o Melaksanakan kontrak kerja dengan P2KTD;
o Memantau pelaksanaan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas
teknis oleh P2KTD;
o Menyusun laporan keuangan dan pelaksanaan kegiatan P2KTD;
o Memfasilitasi pengaduan dan penanganan masalah pelaksanaan
P2KTD.
(3) Bidang PSDM bertugas untuk membantu mengelola kegiatan inovasi
pengembangan sumber daya manusia. Bidang ini khusus untuk lokasi-
lokasi pelaksanaan PSDM, dengan tugas sebagai berikut:
o Menyelenggarakan peningkatan kapasitas inovasi pengembangan
sumber daya manusia;
o Memfasilitasi kegiatan monitoring dan evaluasi kegiatan PSDM;
o Memfasilitasi kegiatan Pra Musrenbang;
o Menyusun laporan kegiatan.

TIPS: Bagaimana TPID bekerja dalam pelaksanaan Inovasi


Desa?
Membantu TIK dalam mengidentifikasi kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai inovatif, memverifikasi, dan
mendokumentasikan sesuai template Dokumen Pembelajaran dalam berbagai
format;
Membantu menyebarkan (mempublikasikan) inovasi desa dalam berbagai media
dan saluran atau forum yang tersedia;
Memfasilitasi desa-desa/ group/ pihak lain yang berminat mengadopsi atau
mereplikasi inovasi dari desa-desa di wilayah kerjanya atau sebaliknya;
Memfasilitasi desa-desa yang membutuhkan peningkatan kapasitas teknis
Desa dalam rangka mengadopsi atau mereplikasi inovasi;
Bersama dengan PD dan PLD memastikan dan mengawal komitmen replikasi
inovasi oleh desa-desa di wiyalah kerjanya masuk dalam RKPDesa dan APBDesa;
dan
Memonitor dan evaluasi kegiatan replikasi atau adopsi inovasi yang dijalankan
oleh desa-desa di wilayah kerjanya.
Melaporkan pelaksanaan kegiatan PID di wilayahnya sebagai pertanggungjawaban
3. Pendamping Desa
Pendamping Desa (PD) yaitu Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) dan
Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI) berkolaborasi dengan TPID dan PLD
dalam memfasilitasi seluruh tahapan kegiatan PID di kecamatan dan desa. Dalam
melaksanakan tugasnya, PD koordinasi dengan Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat (TAPM) Kabupaten/Kota, serta berkolaborasi dengan TPID dan PLD
untuk:
3.1. Mensosialisasikan PID di kecamatan dan desa;
3.2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan para pihak di kecamatan dan desa
untuk terlibat aktif dalam pelaksanaan PID;
3.3. Menyiapkan pelaksanaan PID dari proses MAD di tingkat kecamatan sampai
proses membangun komitmen atau replikasi oleh desa-desa di wilayah
kerjanya, serta pertanggung-jawaban program;
3.4. Memfasilitasi desa dalam menindaklanjuti komitmen replikasi oleh desa-desa
dari hasil Bursa Pertukaran Inovasi pada RKPDesa dan APBDesa;
3.5. Melakukan identifikasi kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa yang inovatif sesuai kriteria dan batasan kegiatan inovatif,
termasuk melengkapi kebutuhan data dalam proses capturing;
3.6. Mengidentifikasi desa-desa dan kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas
teknis yang dibutuhkan melalui Kartu Layanan P2KTD, merumuskan,
membuat prioritas, dan mengajukannya kepada TIK;
3.7. Membuat laporan kegiatan.

C. Pelaku di Kabupaten/Kota

(1) Bupati
Bupati/Walikota merupakan pembina PID di tingkat Kabupaten/Kota dan
menetapkan TIK melalui Surat Keputusan.
(2) Dinas PMD dan OPD Terkait
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas PMD atau nama lain, bersama OPD
terkait yang merupakan bagian dari TIK, bertanggungjawab melakukan pembinaan,
baik pelaksanaan program, Tenaga Ahli atau tenaga pendamping, anggaran, dana
operasional dan administrasi program. Secara rinci tugas dan tanggung jawab Dinas
PMD serta OPD terkait, sebagai berikut:
2.1. Melakukan sosialisasi PID kepada OPD lain;
2.2. Menyiapkan rencana kerja dan dukungan teknis pelaksanaan PID;
2.3. Bersama TIK melakukan pengawasan pelaksanaan PID, verifikasi dokumen
pembentukan TPID sebelum diajukan ke Provinsi dan verifikasi dokumen
permintaan pencairan dan laporan pertanggung-jawaban Bantuan Pemerintah
PID dari TPID sebelum diajukan ke Provinsi;
2.4. Memfasilitasi kegiatan dan anggaran yang diperlukan oleh TIK terkait
pelaksanaan Bantuan Pemerintah PID;
2.5. Menjamin kelengkapan dan keabsahan dokumen pelaksanaan Bantuan
Pemerintah PID dari TPID sebagai bahan audit;
2.6. Memfasilitasi pembentukan Pokja di PID;
2.7. Memberikan dukungan regulasi untuk keberlanjutan program;
2.8. Menyelenggarakan rapat koordinasi PID;
2.9. Melakukan pembinaan dan pengendalian kepada lembaga P2KTD dalam
memberikan layanan teknis kepada desa;
2.10. Melakukan pembinaan dan pengendalian pelaksanaan TPID;
2.11. Melaporkan kegiatan PID ke Satker P3MD Provinsi.
a. Tim Inovasi Kabupaten/Kota
Tim Inovasi Kabupaten/Kota (TIK) merupakan pelaksana PID di tingkat
kabupaten/kota. TIK dibentuk dan ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota dan berlaku
selama satu tahun anggaran. TIK terdiri dari perwakilan OPD, akademisi, serta
perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pemerhati kegiatan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai inovatif, terutama dalam
penggunaan dana desa. Anggota TIK dipilih/diusulkan oleh instansi terkait dengan
mempertimbangkan kualitas dan kemampuan individu, ketertarikan dalam mengelola
pengetahuan atau inovasi, terutama merekam (mendokumentasikan), menyimpan,
serta menyebarkannya kepada berbagai pihak, baik di lingkungan kabupaten, antar-
kabupaten bahkan lintas provinsi.
3.1. Tugas Umum TIK:
o Melakukan sosialisasi PID di lingkungan kerjanya dan tingkat
kabupaten/kota;
o Mendorong partisipasi Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan program;
o Melakukan koordinasi dan sinkronisasi penyelenggaraan PID di wilayah
kerjanya sesuai bidang kerja masing-masing;
o Memastikan pelaksanaan PID di wilayahnya berjalan baik, mendorong TPID
dan P2KTD bekerja dengan baik dalam mencapai indikator keberhasilan;
o Memfasilitasi penyelesaian penanganan pengaduan dan masalah program.
TIK terdiri atas dua Kelompok Kerja (Pokja), yaitu Pokja PPID dan Pokja P2KTD
dengan tugas sebagai berikut:
a. Pokja PPID:
o Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan pelaksanaan PPID;
o Mendorong TPID bekerja dengan baik, terutama dalam
pengidentifikasian, pendokumentasian (capturing), hingga pertukaran
kegiatan-kegiatan inovatif melalui BID;
o Memvalidasi hasil capturing dari Kartu Inovasi Desaku (IDE) yang
difasilitasi TPID untuk dipilih: 1) sebagai Menu Lokal, dan 2) diusulkan
ke Nasional melalui Provinsi sebagai Menu Nasional;
o Menjalankan percontohan kegiatan inovatif yang disepakati/didanai;
o Membuat laporan kegiatan.

b. Pokja P2KTD

o Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan


peningkatan kapasitas teknis desa-desa di wilayah kerjanya
o Menyelesaikan dan meng-update Direktori P2KTD sesuai ketentuan.
o Merekomendasikan P2KTD yang cocok dalam memberikan
peningkatan kapasitas teknis sesuai kebutuhan desa yang diajukan
TPID, baik dalam rangka replikasi/adopsi kegiatan inovatif maupun
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa reguler;
o Melakukan koordinasi, pembinaan, pengawasan pelaksanaan kegiatan
P2KTD, termasuk pelatihan P2KTD; dan
o Menyusun laporan kegiatan.

3.2. Komposisi Keanggotaan TIK


a. Pokja PPID beranggotakan:
o Bappeda;
o Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa;
o Dinas Kesehatan;
o Dinas Pendidikan dan Olah Raga;
o Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten;
o Dinas yang menangani infrastruktur;
o Dinas-dinas yang mengani ekonomi (seperti perindustrian,
perdagangan, koperasi dan UMKM, dll);
o Dinas-Dinas terkait;
o Wakil masyarakat yaitu LSM, perguruan tinggi, Organisasi
Masyarakat yang relevan dan pihak lain yang kompeten

b. Pokja P2KTD beranggotakan:


Sama dengan Pokja PPID ditambah dengan Asosiasi Profesi dengan
track record dan prestasi yang baik

Catatan:
PID dapat menggunakan Tim Koordinasi yang telah ada di daerah dengan
penyesuaian pada tugas, fungsi dan peran nya sesuai kebutuhan
program.
TAPM Kabupaten/Kota membantu dan memfasilitasi kegiatan TIK,
namun bukan merupakan anggota TIK.
a. Sekretariat TIK
Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas TIK, dibentuk Sekretariat TIK yang
dipimpin oleh Sekretaris TIK dan berkedudukan di Dinas PMD Kabupaten/Kota.
Sekretariat TIK memberikan dukungan administrasi teknis kepada TIK serta
bertanggung jawab kepada Ketua TIK. Pembentukan Sekretariat TIK ditetapkan
dengan SK Bupati/ Walikota.
b. Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten/Kota
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) Kabupaten/Kota adalah team
tenaga ahli yang ditempatkan di setiap kabupaten/kota untuk memfasilitasi
pelaksanaan PID dan memastikan tahapan kegiatan PID berjalan sesuai prosedur
dan ketentuan. TAPM maksimal berjumlah enam orang di setiap kabupaten/kota :
5.1. TAPM Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PMD), Bidang Perencanaan
Partisipatif (PP) dan Bidang Teknologi Tepat Guna (TTG) bertugas
memfasilitasi kegiatan pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa. Salah satu
TAPM tersebut dipilih sebagai mentor proses “capturing” kegiatan inovatif;
5.2. TAPM Bidang Infrastruktur Desa (ID), Bidang Pengembangan Ekonomi Desa
(PED) dan Bidang Pelayanan Sosial Dasar (PSD) membantu
mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan P2KTD;
5.3. Bidang Analisis Data dikoordinasikan, difasilitasi oleh Tenaga Analisis Data
Uraian lebih lanjut tentang tugas pokok dan fungsi TAPM, sebagai berikut:
a TAPM Bidang PMD, Bidang PP dan Bidang TTG:
1. Menyosialisasikan PID, kemajuan kegiatan dan hasilnya di bidang
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa kepada masyarakat
melalui berbagai forum musyawarah, media, atau rapat koordinasi;
2. Memfasilitasi pembentukan TIK;
3. Membantu Pokja PPID pada TIK, melakukan koordinasi dengan pelaku
lain, pelaporan kemajuan pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa,
rapat koordinasi, serta mengelola Peluncuran Bursa Inovasi di
Kabupaten secara mandiri;
4. Mengembangkan jaringan pengelolaan pengetahuan dan inovasi
desa dengan stakeholder (government dan corporate);
5. Memberikan peningkatan kapasitas TPID dan pelaku lain terkait
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa;
6. Memfasilitasi penanganan dan pengaduan masalah yang terkait
dengan program;
7. Membuat laporan kegiatan.
b TAPM Bidang ID, Bidang PSD dan PED
1. Menyosialisasikan PID, kemajuan kegiatan dan hasilnya terkait P2KTD
kepada masyarakat melalui berbagai forum musyawarah, media, atau
rapat korrdinasi;
2. Memfasilitasi pembentukan TIK;
3. Membantu Pokja P2KTD pada TIK dalam mengelola P2KTD termasuk
verifikasi dan update P2KTD, berkoordinasi dengan pelaku lain,
pelaporan kemajuan P2KTD, rakor, orientasi Pokja TIK dan P2KTD,
serta mengelola Pelunsuran Bursa Pertukaran Inovasi di Kabupaten
secara mandiri;
4) Mengembangkan jaringan P2KTD dengan stakeholder (government
dan corporate);
Memberikan peningkatan kapasitas TPID dan pelaku lain terkait
P2KTD, serta memastikan layanan jasa P2KTD sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi desa;
Memfasilitasi penanganan dan pengaduan masalah yang terkait
program;
TA PSD bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan dan
pelaporan PSDM;
Membuat laporan kegiatan.

c. Tenaga Analisis Data (TAD)

• Mengumpulkan data dan informasi pelaksanaan PID secara berkala di


wilayah dampingan, termasuk kegiatan Bursa Pertukaran Inovasi Desa
(BID), replikasi serta penyerapan dana dekonsentrasi;
• Melakukan entry data dan analisis data PID;
• Memfasilitasi penyediaan data dan informasi terkait penilaian kinerja
program (key performance indicators);
• Mendokumentasikan data dan informasi pelaksanaan PID, termasuk
pencatatan, penyimpanan dan pemeliharaan dokumen fisik;
• Menyebarluaskan data dan informasi Program Inovasi Desa di wilayah
dampingannya; dan
• Melaporkan pelaksanaan kegiatan pengelolaan data dan informasi PID
kepada koordinator program kabupaten.
Catatan: keberadaaan tenaga TAD tergantung dari kebijakan Satker
Ditjen PPMD.

D. Pelaku di Provinsi

1. Gubernur
Gubernur merupakan pembina PID di provinsi, pengembangan peran serta para
pihak terutama Dinas PMD dan OPD terkait, pembinaan administrasi dan fasilitasi
pemberdayaan masyarakat pada seluruh tahapan program.

2. Dinas PMD Provinsi


Tugas Dinas PMD Provinsi sebagai berikut:
2.1. Bertanggung jawab atas penyelenggaraan, pengelolaan, dan pengawasan
operasional kegiatan dan keberhasilan PID, teknis administrasi keuangan
program, perencanaan, pengorganisasin, pelaksanaan, hingga pengendalian
dan pelestarian kegiatan program;
2.2. Mensosialisasikan PID, berkoordinasi dengan para pihak, terutama OPD
terkait, termasuk rapat rutin bulanan untuk membahas kemajuan program,
masalah-masalah dan penyelesaiannya;
2.3. Mengelola Tenaga Pendamping Profesional dalam hal rekrutmen, penempatan/
relokasi/ demobilisasi, pengendalian dan evaluasi kinerja, koordinasi,
dukungan administrasi, orientasi, penyediaan ruang kerja dan fasilitasnya,
termausk akses data dan kebijakan, serta pembinaan dan pengendalian
P2KTD;

2.4. Membuat laporan periodik dan insidentil kepada Gubernur terkait


pelaksanaan PID dan laporan kegiatan program.
a Tenaga Ahli Program Provinsi
Tenaga Ahli Program Provinsi (TAPP) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kegiatan PID di level provinsi sebanyak 3 orang. Namun, dalam struktur pengelolaan
program yang dikelola oleh Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Tenaga Ahli
PID Provinsi menjadi satu kesatuan manajemen dengan Tenaga Ahli P3MD Provinsi,
yang selanjutnya disebut Tenaga Ahli Program Provinsi (TAPP). Tugas dan tanggung
TAPP adalah:
3.1. Memimpin suatu gugus manajemen lapangan yang akan mengoordinasikan
dan mengendalikan PID di lapangan;
3.2. Melakukan pemantauan dan supervisi kegiatan sosialisasi, perencanaan,
pelaksanaan dan pelestarian kegiatan PID;
3.3. Melakukan pemantauan dan supervisi, serta mengoordinasikan upaya dan
tindak lanjut pelestarian kegiatan;
3.4. Mengoordinasikan pengendalian mutu teknis dari seluruh kegiatan PID di
wilayah koordinasinya;
3.5. Memberikan dukungan manajemen dalam penanganan masalah di lapangan;
3.6. Melakukan pengendalian fungsional TA dan Tenaga Pendamping Profesional
pada lingkup wilayah kerjanya;
3.7. Membangun tim kerja antar tenaga ahli di wilayah kerjanya;
3.8. Memantau dan melakukan koordinasi penilaian kinerja Tenaga Pendamping
Profesional;
3.9. Mengembangkan jaringan kerja sama, fasilitasi dan komunikasi antar lembaga,
termasuk instansi pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, lembaga
swadaya masyarakat dan lain-lain;
3.10. TA PSD Provinsi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan dan
pelaporan PSDM;
3.11. Menyampaikan laporan reguler dan insidentil pelaksanaan tugas dan
tanggung jawabnya kepada Konsultan Nasional (KN) PID, serta melaporkan
kemajuan kegiatan beserta kendala di lapangan kepada KN PID dengan
tembusan kepada Sekretariat Program PMD;
3.12. Tenaga ahli PID Provinsi untuk peningkatan kapasitas program Inovasi Desa
Khusus P2KTD memiliki tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:
4. Mengkoordinasikan identifikasi,verifikasi, dan publikasi direktori P2KTD;
5. Membantu tugas-tugas Satker Dekonsentrasi Provinsi terutama dalam
kegiatan sosialisasi, publikasi P2KTD dan pelatihan;
6. Melakukan pembinaan dan pengendalian TAPM dalam seluruh proses
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan P2KTD;
7. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap progress dan hasil
pelaksanaan kegiatan P2KTD;
8. Membuat laporan pelaksanaan kegiatan P2KTD.
Detail tentang komposisi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing
tenaga ahli, tercantum dalam kerangka acuan Tenaga Ahli Program Provinsi.
E. Pelaku di Pusat
g. Sekretariat Program Pemberdayaan Masyarakat Desa
Sekretariat Program Pemberdayaan Masyarakat Desa (Sekpro PMD) dipimpin
seorang Kepala Sekretariat dengan didukung oleh beberapa tenaga profesional.
Fungsi dan perannya adalah menjaga proses perencanaan, pelaksanaan dan
pelestarian PID secara nasional agar dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip,
kebijakan, prosedur dan mekanisme PID. Tugas dan tanggung jawab Sekpro PMD
adalah.
1.1. Melakukan supervisi, monitoring, evaluasi pelaksanaan program, pengendalian
terhadap fungsi dan kinerja pendamping dan konsultan, serta memberikan
rekomendasi terhadap kebijakan PID, termasuk supervisi dan monitoring
pelaksanaan PID di lapangan, serta evaluasi capaian program, termasuk
hasil capturing dan paska-Bursa Pertukaran Inovasi;
1.2. Menyiapkan manual dan penjelasan teknis terkait pelaksanaan program;
1.3. Menyelenggarakan seleksi, penempatan pendamping dan konsultan, serta
pelatihan bagi para pelaku PID, termasuk evaluasi kinerja;
1.4. Menyoliasisasikan PID melalui seminar dan/atau workshop;
1.5. Memberikan dukungan dan strategi penanganan pengaduan masalah yang
berdampak luas pada masyarakat, serta tindak lanjut penanganannya;
1.6. Memberikan masukan teknis dan manajemen dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan pelaporan sebagai landasan keputusan
Ditjen PPMD.
h. Konsultan Nasional
Konsultan Nasional (KN) adalah tim tenaga ahli program di tingkat pusat, dengan
lingkup wilayah kerja secara nasional (mencakup semua wilayah/provinsi/
kabupaten/kecamatan dan desa) dan dikoordinir oleh 1 orang Koordinator Program
(Program Leader). Tugas dan tanggung jawab KN adalah:
2.1. Menyusun strategi, mengelola dan menyosialisasikan PID kepada parapihak;
2.2. Menyusun strategi peningkatan partisipasi dan dukungan parapihak dalam PID;
2.3. Menyusun strategi dan memastikan kegiatan PPID berjalan di berbagai jenjang,
menghasilkan dokumen pembelajaran yang terverifikasi, valid dan memenuhi
kaidah safeguard;
2.4. Menyusun strategi dan memastikan kegiatan P2KTD berjalan baik;
2.5. Mengawal dan mengendalikan terciptanya platform pertukaran pengetahuan,
komunikasi informasi dan edukasi (KIE), baik secara konvensional maupun
digital, sistem dan aplikasi pengelolaan pengetahuan;
2.6. Menyusun strategi dalam mendorong realisasi komitmen replikasi masuk ke
dalam perencanaan regular desa dan APBDesa yang mendorong
peningkatan kualitas dan kuantitas pembangunan bidang infrastruktur,
ekonomi lokal dan sumberdaya manusia;
2.7. Membuat laporan kegiatan secara berkala.
Detail tentang komposisi serta tugas dan tanggung jawab masing-masing tenaga
ahli, tercantum dalam kerangka acuan Konsultan Nasional PID.
BAB III
ALUR TAHAPAN PROGRAM INOVASI DESA

Alur tahapan pelaksanaan Program Inovasi Desa (PID) pada Tahun Anggaran 2019,
pada prinsipnya tidak mengalami perubahan mendasar, kecuali penyesuaian-
penyesuaian khususnya pada fokus pelaksanaan kegiatan.

(1) Fokus Pelaksanaan PID Tahun Anggaran 2019


Fokus pelaksanaan PID Tahun Anggaran 2019, diutamakan untuk:
a. Menindaklanjuti sejumlah capaian yang telah dilaksanakan pada tahun 2018
guna mencapai Tujuan Pengembangan Proyek atau Project Development
Objective (PDO) dan Indikator Kunci Keberhasilan atau Key Performance
Indicator (KPI), yakni:
1.1. Menyosialisasikan secara terus-menerus PID kepada para pihak di
berbagai jenjang;
1.2. Mengevaluasi pelaksanaan PID tahun 2018 serta menyusun
perencanaan kegiatan program dan pembangunan melalui forum-
forum musyawarah;
1.3. Mengawal dan menindaklanjuti hasil-hasil dari Bursa Inovasi Desa
2018, terutama komitmen replikasi atau adopsi oleh setiap desa
berdasarkan Kartu Komitmen, pendokumentasian Inovasi Desaku
(IDE) dari setiap desa yang terjaring melalui Kartu IDE;
1.4. Mengidentifikasi dan memastikan ketersediaan P2KTD;
1.5. Peningkatan kapasitas bagi masyarakat dan pelaku program;
b. Menjalankan kegiatan Tahun Anggaran 2019 sesuai Alur Tahapan Program
pada Gambar 1;
c. Pelembagaan program, terutama pelembagaan kegiatan-kegiatan
pengelolaan pengetahuan dan inovasi desa di tingkat desa melalui advokasi
pengembangan dan peluncuran berbagai kebijakan di berbagai jenjang.
Dengan demikian, kegiatan-kegiatan pengelolaan pengetahuan dan inovasi
desa termasuk pendokumentasian, pertukaran inovasi dan penyelenggaraan
Bursa Pertukaran Inovasi dapat dikembangkan di daerah, terutama di desa-
desa secara mandiri dan berkesinambungan.
Gambar 1. Perencanaan PID dan Perencanaan Regular
Tindak Lanjut Hasil Kegiatan
Pelaksanaan PID yang merupakan tindak lanjut dari hasil dan pencapaian
kegiatan pada PID tahun sebelumnya. Kegiatan setiap tahun pelaksanaan PID
arus berdasarkan pada pelaksanaan program tahun sebelumnya, yang meliputi:
1. Evaluasi capaian - TIK dengan dibantu TAPM, mengundang pelaku
PID tahun program di kabupaten/kota, kecamatan, dan
sebelumnya dan desa melakukan rapat koordinasi TIK dan
merencanakan evaluasi pelaksanaan/ capaian PID tahun
kegiatan tahun sebelumnya sebagai persiapan;
Berjalan - TPID menyelenggarakan evaluasi serta
perencanaan di kecamatan, termasuk prioritas
usulan kegiatan dan RAB atas kegiatan yang
akan didanai pada tahun 2019;
- Jika TIK dan TPID belum terbentuk, TAPM dan
PD memfasilitasi pembentukan TIK dan TPID.
2. Mendokumentasikan - Pokja PPID bersama TPID menyiapkan dan
Inovasi Desaku mengelompokkan Inovasi Desaku (IDE) dari
(IDE): Kartu IDE hasil BID tahun sebelumya untuk
diidentifikasi bobot inovasinya, dan selanjutnya
diserahkan kepada TPID untuk di-capture
dengan memastikan bahwa inovasi yang telah
disampaikan adalah kegiatan yang telah
dilakukan oleh desa dan terbukti berhasil, bukan
usulan atau gagasan baru;
- PLD membantu mengumpulkan tambahan poin-
poin informasi Inovasi Desaku hasil “identifikasi”
TIK untuk di-capture oleh TPID dengan
Menggunakan format/template dokumen
pembelajaran yang telah disediakan.
3. Mengawal - Pokja PPID menyiapkan dan mengelompokkan
Pelaksanaan KomitmenReplikasiolehdesa-desadi
Replikasi wilayahnya dari Kartu Komitmen hasil Bursa
tahun sebelumnta, per kecamatan dan per
bidang kegiatan;
- TPID Bersama PD/PLD mengidentifikasi
Komitmen Replikasi (dari Pokja PPID) yang sudah
masuk RKPDesa tahun berjalan, dan yang
masuk APBDesa tahun berjalan;
4. Identifikasi - Pokja P2KTD memastikan ketersediaan Direktori
Kebutuhan Layanan P2KTD untuk wilayahnya dan memverifikasi
P2KTD ulang;
- TPID mengidentifikasi kebutuhan layanan P2KTD
dari setiap desa melalui Kartu Kebutuhan
P2KTD, dilanjutkan dengan membuat Daftar
Prioritas Kegiatan P2KTD, menyiapkan RAB
untuk kegiatan P2KTD, mengajukan usulan
kegiatan P2KTD kepada TIK-Pokja P2KTD, hingga
Memfasilitasi terlaksananya Kegiatan
peningkatan kapasitas desa oleh P2KTD.
C. Musyawarah Antar Desa I
PD berkoordinasi dan memfasilitasi Camat untuk melaksanakan Musyawarah
Antar Desa (MAD) I. Forum MAD dilaksanakan secara swadaya dengan dihadiri
oleh perwakilan seluruh desa (minimal tiga orang perwakilan desa, yaitu Kepala
Desa, Unsur BPD, tokoh masyarakat, dengan mempertimbangkan keterlibatan
perempuan minimal dua orang). MAD I juga melibatkan Kepala Seksi PMD dan
perwakilan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) tingkat kecamatan yang
relevan seperti Puskesmas, UPTD Pendidikan, PU kecamatan, dan lain-lain.
1. Tujuan Pelaksanaan MAD - I:

1.1. Menyosialisasikan kembali PID;


1.2. Menyampaikan kemajuan kegiatan dan penggunaan dana PID tahun
sebelumnya;
1.3. Menetapkan TPID lama sebagai TPID tahun berjalan, kecuali jika
terdapat penggantian personil;
1.4. Menetapkan kepanitian Bursa Pertukaran Inovasi tahun berjalan.
2. Hasil dan Keluaran MAD - I:
Hasil dan keluaran MAD - I adalah Berita Acara MAD dan hasil perumusan
kegiatan yang terdiri atas:
2.1. Kemajuan kegiatan dan hasil evaluasi PID tahun lalu;
2.2. TPID tahun berjalan;
2.3. Panitia Pelaksana Bursa Pertukaran Inovasi.
TPID selanjutnya akan melakukan rapat terpisah untuk menyusun rencana
kegiatan PID tahun berjalan, termasuk tindak lanjut dari kegiatan tahun
sebelumnya, Bursa Pertukaran Inovasi tahun berjalan, prioritas usulan
kegiatan dan RAB tahun berjalan.

D. Persiapan Bursa Pertukaran Inovasi

Bursa Pertukaran Inovasi atau sebelumnya dikenal dengan Bursa Inovasi Desa,
merupakan bagian penting pelaksanaan PID, yakni sebagai ruang untuk
pertukaran pengetahuan kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa yang dinilai inovatif, sehingga Desa medapatkan referensi bagi
kegiatan pembangunan yang menggunakan dana desa.
Persiapan pelaksanaan Bursa Pertukaran Inovasi meliputi:
1. Capturing

PID menyediakan Dana Bantuan Pemerintah sebagai Dana Operasional


Kegiatan (DOK) untuk kegiatan capturing. Capturing merupakan kegiatan
mendokumentasikan Inovasi Desaku (IDE) yang diinformasikan oleh
sejumlah desa dalam BID tahun sebelumnya melalui Kartu IDE. Hasil
capturing akan menjadi menu inovasi dalam Bursa Pertukaran Inovasi tahun
berjalan, baik menu lokal ataupun menu nasional.
1.1. TIK-Pokja PPID bersama TPID menyiapkan dan mengelompokkan IDE
dari Kartu IDE hasil Bursa tahun sebelumnya untuk diidentifikasi
muatan inovasinya;
1.2. Hasil identifikasi diserahkan kepada TPID untuk di-capture dengan
memastikan bahwa inovasi yang telah disampaikan adalah kegiatan
yang telah dilakukan oleh desa dan terbukti berhasil, bukan usulan atau
gagasan baru;
1.3. Capturing dilakukan terhadap IDE yang lolos identifikasi dan disetujui
untuk di-capture oleh masyarakat melalui forum musyawarah;
1.4. PLD membantu mengumpulkan tambahan poin-poin informasi IDE
hasil “identifikasi” TIK dengan menggunakan format/ template
dokumen pembelajaran yang telah disediakan;
1.5. Capturing diutamakan dalam bentuk tertulis sesuai format/template
dokumen pembelajaran yang telah disediakan. Capturing dalam bentuk
video dapat dilakukan terhadap dokumen-dokumen pembelajaran yang
dengan muatan inovasi yang kuat dan berskala Nasional;
1.6. Capturing dikelola oleh TPID dan dapat melibatkan pihak ketiga
(P2KTD) jika benar-benar diperlukan karena tidak dapat disediakan
oleh sumber daya internal Desa;
1.7. Panduan pelaksanaan capturing, akan diterbitkan tersendiri oleh Unit
Kerja Eselon II Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa (Direktorat
PMD), pada Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa (Ditjen PPMD) yang merupakan turunan langsung
dari PTO PID Tahun 2019.

2. Dukungan P2KTD

PID menyediakan Dana Bantuan Pemerintah sebagai Dana Operasional


Kegiatan (DOK) untuk kegiatan peningkatan kapasitas teknis bagi desa-desa
yang membutuhkan layanan jasa P2KTD secara profesional, baik dalam
rangka replikasi atau adopsi kegiatan-kegatan inovatif, maupun dalam
perencanaan dan pelaksanan pembangunan reguler desa.
2.1. TIK-Pokja P2KTD memastikan ketersediaan Direktori P2KTD hasil
identifikasi untuk wilayahnya dan memverifikasi direktori tersebut;
2.2. TPID mengidentifikasi kebutuhan layanan P2KTD dari setiap desa
melalui “Kartu Kebutuhan P2KTD”, dilanjutkan dengan membuat Daftar
Prioritas Kegiatan yang membutuhkan P2KTD dan diputuskan untuk
didanai melalui forum musyawarah;
2.3. TPID menyiapkan RAB untuk pelaksanaan dukungan P2KTD,
mengajukan usulan daftar prioritas kegiatan kebutuhan P2KTD beserta
kebutuhan dananya kepada TIK-Pokja P2KTD, hingga memastikan
terlaksananya kegiatan peningkatan kapasitas desa oleh P2KTD
profesional termasuk pembuatan kontrak kerja dengan P2KTD;
2.4. Panduan pelaksanaan dukungan P2KTD, akan diterbitkan tersendiri oleh Unit
Kerja Eselon II Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa (Direktorat PMD),
pada Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat
Desa (Ditjen PPMD) yang merupakan turunan langsung dari PTO PID Tahun
2019.

3. Komitmen Replikasi Hasil Bursa Tahun Sebelumnya


PID melalui BID tahun sebelumnya menjaring komitmen desa-desa untuk
mereplikasi dan/atau mengadopsi kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang dinilai inovatif, sesuai dengan prioritas
pembangunan dan kebutuhan desa. Pada tahun anggaran berjalan, realisasi
replikasi berasal dari komitmen yang dibuat dalam BID tahun sebelumnya,
dimana komitmen tersebut harus masuk dalam RKPDesa tahun berjalan dan
dananya dialokasikan dalam APBDesa tahun berjalan.
3.1. TIK-Pokja PPID menyiapkan dan mengelompokkan Komitmen
Replikasi oleh desa-desa di wilayahnya dari Kartu Komitmen hasil
Bursa tahun sebelumnya, per Kecamatan dan per bidang kegiatan;
3.2. TPID bersama PD/PLD mengidentifikasi Komitmen Replikasi (dari TIK-
Pokja PPID) yang sudah masuk RKPDesa tahun berjalan, dan yang
masuk APBDesa tahun berjalan;
3.3. TPID memfasilitasi komunikasi antara desa yang akan mereplikasi dan
desa yang memiliki inovasi untuk memperoleh informasi lebih detil dan
jelas;
3.4. TPID bersama PD/PLD memantau dan mengevaluasi pelaksaaan
replikasi oleh Desa.

E. Pelaksanaan Bursa Pertukaran Inovasi

Bursa Pertukaran Inovasi atau dikenal sebagai Bursa Inovasi Desa merupakan
media pertukaran pengetahuan terkait kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa yang dinilai inovatif. Bursa Pertukaran Inovasi
bukan pameran barang atau bazaar produk-produk hasil Desa.
a. Bursa Pertukaran Inovasi dilaksanakan di kecamatan atau pengklasteran
dan dikelola oleh TPID dengan dukungan TIK;
b. Bursa Pertukaran Inovasi dapat diawali dengan Peluncuran Bursa Pertukaran
Inovasi di Kabupaten/Kota yang dikelola oleh TIK secara mandiri dengan
dukungan dari Pemerintah Kabupaten/Kota;
c. Panduan pelaksanaan Bursa Pertukaran Inovasi, akan diterbitkan tersendiri
oleh Unit Kerja Eselon II Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Desa
(Direktorat PMD), pada Direktorat Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PPMD) yang merupakan turunan
langsung dari PTO PID Tahun 2019.

F. Mengawal Komitmen Replikasi dari Bursa


Bursa Pertukaran Inovasi diharapkan semakin banyak komitmen desa untuk
mereplikasi dan/atau mengadopsi kegiatan-kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat desa, yang terjaring melalui “Kartu Komitmen”.
Tindak lanjut paska-Bursa Pertukaran Inovasi diarahkan agar komitmen tersebut
masuk kedalam RKPDesa tahun anggaran berikutnya hingga memastikan
pengalokasian pembiayaan pada APBDesa tahun anggaran berikutnya.
a. TIK-Pokja PPID menyiapkan dan mengelompokkan Komitmen Replikasi oleh
desa-desa di wilayahnya dari Kartu Komitmen hasil Bursa, per kecamatan dan
per bidang kegiatan;
b. TPID bersama PD/PLD mengidentifikasi Komitmen Replikasi (dari TIK-Pokja
PPID) yang sudah masuk RKPDesa tahun berikutnya dan yang masuk
APBDesa tahun selanjutnya.
G. Musyawarah Antar Desa II
a. Musyawarah Antar Desa (MAD) II diselenggarakan di kecamatan, untuk
penyampaian laporan pertanggungjawaban pengelolaan Dana Bantuan
Pemerintah PID;
b. Laporan pertanggungjawaban TPID tersebut, selanjutnya disampaikan
kepada TIK yang ditembuskan kepada Satker P3MD Provinsi.

BAB IV
PEMANTAUAN, PENGAWASAN, DAN PELAPORAN

Pemantauan dan pengawasan kegiatan PID dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah


Daerah Provinsi dan Kabupaten/kota melalui Dinas PMD dan OPD terkait.
Pemantauan dan pengawasan juga dilakukan oleh Tenaga Pendamping Profesional
kabupaten/kota, kecamatan dan desa serta Tenaga Ahli Program Provinsi
khususnya tenaga ahli Inovasi Desa dan masyarakat.

(1) Pemantauan dan Pengawasan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah


Pemerintah serta Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan kegiatan PID;
Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui Dinas PMD
Provinsi dan OPD terkait melakukan pembinaan, pemantauan dan
pengawasan terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pencapaian hasil
kegiatan PID dengan cara:
2.1. Memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan
PID;
2.2. Memberikan umpan balik terhadap laporan pelaksanaan pengelolaan
pengetahuan dan inovasi desa serta layanan teknis yang dilakukan
P2KTD;
2.3. Mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan pengelolaan
pengetahuan dan inovasi desa serta P2KTD;
2.4. Memberikan bimbingan teknis terkait pengorganisasian dan
penguatan kelembagaan PID.
Pengawasan langsung dilakukan minimal 6 bulan sekali dalam setahun
atau sesuai kebutuhan dan ketersediaan anggaran pengawasan;
Hasil pengawasan dan pemantauan menjadi dasar pertimbangan untuk
meningkatkan kualitas program dan kegiatan PID serta sebagai bahan
masukan penyusunan regulasi yang menunjang keberlangsungan
pelaksanaan program.
(2) Pemantauan dan Pengawasan oleh Tenaga Ahli dan Pendamping
Profesional
Pemantauan dan pengawasan oleh Tenaga Ahli dan Tenaga Pendamping
Profesional dilakukan untuk mendapatkan hasil, yang selanjutnya digunakan
untuk kebutuhan peningkatan kapasitas pelaku dan kelembagaan PID;
Pemantauan dan pengawasan dilakukan minimal setiap bulan dan dapat
dilakukan lebih rutin sesuai kebutuhan perkembangan program di lapangan;
Hasil pemantauan dan pengawasan dilaporkan dalam laporan bulanan
secara berjenjang.

(3) Pemantauan dan Pengawasan oleh Masyarakat


Pemantauan dan pengawasan oleh masyarakat difokuskan pada aspek
partisipasi aktif masyarakat desa dalam keseluruhan tahapan pelaksanaan
program.

**********

PEMANTAUAN BERBASIS MASYARAKAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui
dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 serta peraturan
pelaksanaannya (PP no 43 tahun 2014 dan PP no 47 tahun 2014)
menyatakan Masyarakat Desa berkewajiban untuk berpartisipasi dalam
berbagai kegiatan di Desa. Hal ini mengakibatkan masyarakat desa
menjadi pelaku utama kegiatan pembangunan di desa, baik kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, pelestarian, pemantauan, maupun
pengawasan.
Bahkan, dalam kegiatan pemantauan pembangunan desa, hak
masyarakat desa untuk memantau telah tertuang di pasal 82, (1)
Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan
pelaksanaan Pembangunan Desa. (2) Masyarakat Desa berhak
melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. Dan
PP no 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang no
6 tahun 2014, pasal 127. (j). Melakukan pengawasan dan pemantauan
penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang
dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa.
Berdasarkan poin-poin di atas, maka perlu dibuat “Panduan
Pemantauan Berbasis Masyarakat”, yang bisa dijadikan sebagai pedoman
atau acuan oleh masyarakat desa dalam memantau program-program
pembangunan di desanya.

B. Definisi Operasional
1. Pemantauan adalah kegiatan pengumpulan informasi melalui proses
melihat kinerja pelaksanaan kegiatan dan memastikan pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana yang ditetapkan serta sesuai dengan
prinsip dan prosedur.
2. Pembangunan Desa (kegiatan perencanaan dan pelaksanaan)
merupakan objek pemantauan, dimana kegiatan pembangunan desa ini
merupakan pelaksanaan kegiatan yang sumber keuangannya berasal
dari APBDesa.
3. Berbasis Masyarakat adalah metode pelaksanaan kegiatan yang
memberdayakan masyarakat untuk menjadi pelaksana.
4. Pemantauan Berbasis Masyarakat dalam konteks panduan ini adalah
pemantauan oleh masyarakat desa secara aktif terhadap kegiatan
pembangunan desa yang didanai APBDesa.
5. Transformasi Sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-
lembaga kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya; termasuk nilai, sikap-sikap sosial, dan
pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat; atau
proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem
sosial. Perubahan ini terjadi sebagai akibat masuknya ide- ide
pembaruan yang diadopsi oleh para anggota sistem sosial yang
bersangkutan.
6. Profil Desa adalah gambaran menyeluruh tentang karakter desa yang
meliputi data dasar keluarga, potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, kelembagaan, sarana dan prasarana, serta perkembangan
kemajuan dan permasalahan yang dihadapi desa.
7. Tenaga Pendamping Profesional, adalah tenaga ahli yang
dipersiapkan oleh pemerintah untuk mendampingi desa dalam
penyelenggaraan pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat
Desa.
8. Tim Pemantau atau sebutan lainnya, adalah tim inti pemantauan
berbasis masyarakat yang dibentuk dalam Musdes Pembentukan Tim
(Musdes Sosialisasi – Musdes paling awal). Tim ini secara struktural
merupakan bagian dari Badan Permusyawaratan Desa BPD) dalam
mewujudkan salah satu fungsi, “Melakukan pengawasan kinerja Kepala
Desa”.
9. Tim Pemantau Lapangan, adalah tim yang dimobilisasi Tim Pemantau
atau sebutan lainnya untuk membantu pemantauan di lapangan.

C. Dasar Hukum
1. Undang-Undang no 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
2. Undang-Undang no 6 tahun 2014 tentang desa.
3. Peraturan Pemerintah RI no 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.
4. Permendagri no 114 tahun 2014 tentang Pembangunan Desa.
5. Permendesa no 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
6. Permendesa no 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa.

D. Tujuan & Sasaran


Panduan ini bersifat transformasi sosial, sehingga diharapkan
pemantauan berbasis masyarakat akan menjadi sebuah gerakan
masyarakat dalam memantau pelaksanaan penyelenggaraan desa.
1) Tujuan
Sebagai acuan bagi masyarakat desa dalam memantau program
pembangunan di desanya. Secara khusus panduan ini diharapkan
dapat:
a. Meningkatkan pemahaman masyarakat desa mengenai konsep
Pemantauan Berbasis Masyarakat.
b. Meningkatkanperanan masyarakat desa dalam proses
pemantauan pembangunan desa dan secara bersamaan menata
mekanisme yang efektif untuk penyediaan akses informasi bagi
masyarakat desa dan penyampaian umpan balik kepada
pemerintah desa.
c. Menjelaskan langkah-langkah fasilitasi penggunaan instrumen
pemantauan untuk dapat dimanfaatkan masyarakat dalam
melakukan pemantauan.
2) Sasaran:
Masyarakat Desa.
E. Ruang Lingkup
Pemantauan dilaksanakan pada saat proses kegiatan perencanaan
dan pelaksanaan berlangsung, sehingga bisa dipastikan bahwa
pemantauan ini tidak akan melihat ketercapaian indikator keluaran ataupun
dampak, melainkan fokus pada bagaimana implementasi program yang
sedang dijalankan.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP

Pelaksanaan pemantauan perlu didasarkan pada kejujuran, motivasi dan


keinginan yang kuat dari para pelaku. Kegiatan ini harus dianggap sebagai alat yang
penting untuk memperbaiki program. Prinsip- prinsip dalam pelaksanaan pemantauan,
sebagai berikut:
a. Transformasi Sosial
Yaitu, perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya; termasuk nilai, sikap-
sikap sosial, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat;
atau proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial.
Perubahan ini terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi
oleh para anggota sistem sosial yang bersangkutan.
b. Obyektif dan Profesional
Pelaksanaan pemantauan, dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data
yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan
masukan yang tepat terhadap pelaksanaan kebijakan. Pelaksana Kegiatan wajib
melaporkan informasi seakurat mungkin. Informasi harus diuji silang dengan
sumber lain untuk menjamin keakurasiannya. Informasi yang akurat dan
berdasarkan fakta dari sumber terpercaya yang dapat membantu untuk
memperbaiki program.
c. Transparan
Pemantauan, harus dilakukan di suatu lingkungan yang mendorong kebebasan
berbicara yang bertanggung jawab. Hasil pemantauan dan evaluasi harus
diketahui oleh banyak orang terutama pihak- pihak yang terlibat dalam proses ini.

d. Partisipatif
Semua pelaku program, terutama masyarakat desa, harus bebas untuk
berpartisipasi dan melaporkan berbagai masalah yang dihadapi serta memberikan
kontribusinya untuk perbaikan program.
e. Akuntabel
Pelaksanaan pemantauan, harus dapat dipertanggungjawabkan secara internal
maupun eksternal.
f. Berorientasi Solusi
Pelaksanaan pemantauan, serta pembahasan hasil-hasilnya diorientasikan untuk
menemukan solusi atas masalah yang terjadi dan karena itu dapat dimanfaatkan
sebagai pijakan untuk peningkatan kinerja.
g. Terintegrasi
Kegiatan pemantauan berbasis masyarakat, yang dilakukan harus menjadi satu
kesatuan yang utuh dan saling melengkapi dengan proses pembangunan desa
secara keseluruhan. Tim pemantau dari masyarakat desa merupakan mitra kerja
penyelenggara desa dalam melakukan pembangunan desa.
h. Berbasis Indikator Kinerja
Pelaksanaan pemantauan dilakukan berdasarkan kriteria atau indikator kinerja.
BAB III
PEMANTAUAN BERBASIS MASYARAKAT

Pemantauan Berbasis Masyarakat merupakan pemantauan proses kegiatan


pembangunan di desa (perencanaan dan pelaksanaan) yang menyertakan
masyarakat desa secara aktif. Masyarakat adalah pemilik proses dari suatu kegiatan
pembangunan di desa, sehingga mereka berhak untuk memantau proses kegiatan.
Kegiatan pemantauan adalah: Mencatat proses dan perkembangan kegiatan;
Membuat analisa dan laporan.
Proses pemantauan yang baik akan meminimalisasi terjadinya penyimpangan
pada kegiatan pembangunan desa. Pada saat pelaksanaan pembangunan desa,
terdapat banyak peluang terjadinya penyimpangan, seperti ketaatan terhadap
prosedur, ketaatan terhadap aturan, kelengkapan administrasi, alur pelaksanaan
kegiatan, kesesuaian kualitas, ketercapaian indikator keluaran kegiatan, dan
sebagainya. Pemantauan akan mencegah terjadinya kesalahan yang lebih besar,
sebagai akibat penyimpangan pelaksanaan pembangunan desa.
Tidak adanya pemantauan akan menyebabkan tidak terpantaunya
penyimpangan pelaksanaan pembangunan desa, yang berakibat penyimpangan
tersebut baru diketahui setelah pelaksanaan selesai. Jika penyimpangan baru
diketahui setelah kegiatan berakhir, maka tidak ada lagi peluang untuk
memperbaikinya.
Keluaran dari Pemantauan Berbasis Masyarakat akan menjadi pandangan lain
terhadap hasil pemantauan yang dilakukan oleh internal pemerintah desa. Pandangan
lain bisa berbeda atau sejalan dengan hasil pemantauan yang dilakukan pemerintah
desa. Ketika terjadi perbedaan antara hasil Pemantauan Berbasis Masyarakat dengan
hasil pemantauan pemerintah desa, paling tidak akan menjadi pertimbangan bagi
penanggungjawab program/kegiatan tentang langkah-langkah yang akan diambil
setelah mendapat laporan hasil pemantauan.
BAB IV
TAHAPAN PELAKSANAAN

A. Persiapan
Ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan sebelum Pemantauan Berbasis
Masyarakat dilaksanakan:
1. Pengenalan dan Pelatihan Modul
Pengenalan dan pelatihan modul pemantauan berbasis masyarakat adalah
langkah awal yang harus diberikan kepada kelompok masyarakat di desa (tim
pemantau); kelembagaan desa seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa);
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi dan Kabupaten/Kota; serta
Tenaga Pendamping Profesional (Fungsional).
Di dalam strategi pelaksanaan pemantauan berbasis masyarakat, keempat
kelompok tersebut penting mendapatkan pengetahuan tentang pemantauan
berbasis masyarakat dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Pemerintah, merupakan organisasi
struktural dari pemerintahan desa yang lebih tinggi, yang memerlukan laporan
pemantauan seobyektif mungkin. Sehingga pemahaman tentang pemantauan
berbasis masyarakat akan menjadikan keluaran dari pemantauan berbasis
masyarakat menjadi sebuah pendapat lain, selain pemantauan internal
pemerintah desa.
b. Pemerintah desa (UU no 6 tahun 2014), yang memiliki kewenangan dalam
mengelola kegiatan dan anggaran. Sehingga pemahaman tentang
pemantauan berbasis masyarakat akan memperjelas kedudukan tim
pemantau sebagai mitra kerja dalam kegiatan pembangunan desa
c. Masyarakat desa selaku pelaku utama dalam kegiatan Pemantauan Berbasis
Masyarakat.
d. Tenaga Pendamping Profesional (Permendesa no 3 TA 2015 tentang
Pendampingan Desa) yang mempunyai tupoksi untuk memfasilitasi dan
mendampingi Desa dalam penyelenggaraan pembangunan Desa dan
pemberdayaan masyarakat Desa, termasuk mendampingi tim pemantau agar
dapat berjalan dengan baik dan benar.
Dengan pemahaman yang sama tentang pemantauan berbasis masyarakat,
akan dapat memacu kerja sama keempat kelompok tersebut sehingga sinergi
positif dapat berjalan selama proses pemantauan.
2. Pembentukan Tim Pemantau atau sebutan lainnya
Karena sifat dari kegiatan pemantauan adalah memantau semua proses
kegiatan pembangunan desa dari perencanaan hingga pelaksanaan, maka Tim
Pemantau harus dibentuk pada saat tahap paling awal dari proses program, yaitu
Musyawarah Desa Sosialisasi. Pembentukan tidak sekedar menentukan
komposisi personal, tetapi juga menentukan tugas dan fungsi masing-masing
personal di dalam tim.
Secara struktural Tim Pemantau harus merupakan bagian dari BPD (selaku
Lembaga Pengawas Desa, hal ini sesuai dengan perwujudan salah satu fungsi
BPD, “Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa”.
Untuk mengakomodir pemangku kepentingan yang akan terlibat dalam
pemantauan, berikut ini beberapa unsur yang dapat menjadi tim pemantau :
a. Kelembagaan Pemerintah Desa, yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dan pelaksana pemantauan adalah pokja yang terkait dengan pemantauan
masyarakat.
b. Yang diperluas dengan keterlibatan kelompok masyarakat yang sesuai
dengan kegiatan atau program yang dipantau.
Proses ini tidak sekedar langkah legitimasi partisipatif semata, tetapi juga
sebagai langkah untuk memosisikan warga desa atau masyarakat luas sebagai
pelaku utama pembangunan. Ada beberapa syarat untuk menjadi pemantau,
antara lain:
i. Berjiwa relawan.
ii. Memiliki integritas kejujuran, keberanian, dan kecerdasan dan kecerdikan
(bisa dilatih)
iii. Memiliki keterampilan mencari data yang akurat (bisa dilatih)
iv. Independen, netralitas dari kepentingan perorangan, politik, golongan,
agama dsb.
Beberapa fungsi dari tim pemantau antara lain fungsi fasilitasi, fungsi
pelaksana pemantauan di lapangan dan pengumpulan data pendukung seperti
perencanaan desa, anggaran desa dan sebagainya. Dibutuhkan juga fungsi yang
dapat menghimpun hasil-hasil kajian di lapangan serta data sekunder sampai
dihasilkannya analisis dan pelaporan hasil pelaksanaan pemantauan berbasis
masyarakat. Berikut ini beberapa fungsi dari tim pemantauan berbasis
masyarakat.

a. Fungsi Transformasi Sosial


Yaitu, menularkan pengertian bahwa masyarakat adalah pemilik proses dari
suatu kegiatan pembangunan di desa, dan berhak untuk memantau proses
kegiatan. Menyebarluaskan pengetahuan tentang pemantauan berbasis
masyarakat terhadap masyarakat.

b. Fungsi Fasilitasi
Yaitu, memfasilitasi koordinasi dengan penyelenggara pemerintah desa dan
menggerakkan masyarakat desa melakukan proses pemantauan, juga
menyampaikan hasil- hasil pemantauan.

c. Fungsi Pengumpul Data


Ada dua jenis data yang harus dikumpulkan, yaitu data pendukung seperti
profil desa, gambaran umum wilayah, perencanaan desa, anggaran
kegiatan, informasi pelaksanaan kegiatan atau proyek di desa, (misalnya
dokumen perencanaan proyek, anggaran proyek, pelaksana kegiatan, dll).
Dan data utama yaitu yang secara langsung memantau kemajuan proyek
atau kegiatan di desa, dengan menggunakan perangkat-perangkat
pemantauan yang disepakati. Di pelaksanaan ini, tim pemantau
menggunakan fungsi fasilitasi dan transformasi sosial dalam membentuk tim
lapangan untuk membantu pengumpulan data dengan memobilisasi
kelompok masyarakat yang sesuai dengan kegiatan atau program yang
dipantau. Contoh tim pemantau lapangan sesuai dengan kegiatan :
i. Untuk memantau Perencanaan, tim pemantau lapangan yang sesuai
adalah berasal dari kelompok campuran (berbagai kelompok yang ada di
desa), dan proporsional dalam hal gender.
ii. Untuk memantau Pelaksanaan kegiatan yang berasal dari usulan
kelompok perempuan, tim pemantau lapangan yang sesuai adalah berasal
dari kelompok perempuan (pkk)
iii.dan sebagainya.
d. Fungsi Pendataan
Semua data yang terkumpul, baik data utama maupun data pendukung,
harus didokumentasikan dengan rapi serta dikonversikan ke format
pendataan yang telah disepakati, dan lebih baik lagi menggunakan media
elektronik (komputer) dalam model spreadsheet atau database.

e. Fungsi Analisa Data Pemantauan


Fungsi ini sebaiknya dilaksanakan sebagai tim, dengan tetap
mempertimbangkan tim lapangan sebagai bagian didalamnya, karena secara
teknis tim lapangan dapat memberikan penilaian objektif hasil pelaksanaan
pemantauan berbasis masyarakat di lapangan. Fungsi fasilitasi pada bagian
ini menjadi penting untuk mengkonsolidasi tim untuk duduk bersama
melakukan analisa.

f. Fungsi Penyusun laporan


Agar hasil pemantauan dapat disampaikan dengan baik, maka dibutuhkan
penanggung jawab untuk menyusun laporan.
Namun hal yang harus diperhatikan dalam komposisi tim tersebut adalah
harus melibatkan masyarakat desa seluas-luasnya sebagai tim pemantau. Hal
ini tidak sekedar menunjukkan proses partisipatif, melainkan sebagai langkah
legitimasi demokrasi yang harus dicapai dalam pemantauan yang berbasis
komunitas.
3. Pembekalan Tim
Setelah Tim terbentuk maka perlu diadakan proses Pembekalan oleh pihak
yang telah mengikuti kegiatan pengenalan dan pelatihan Panduan dan Modul
pemantauan berbasis masyarakat; seperti pada bagian (1) di atas; Koordinator
dalam kegiatan pembekalan terhadap Tim Pemantau adalah tenaga pendamping
profesional.
Pembekalan ini merupakan hal dasar yang penting dilakukan setelah tim
terbentuk. Proses ini dapat berupa peningkatan kapasitas masing-masing fungsi
seperti yang disebutkan di atas. Pada kegiatan ini, anggota tim dilatih tentang
tahapan pembangunan desa (perencanaan, pelaksanaan, pelestarian,
pemantauan, maupun pengawasan), metode-metode memfasilitasi, sosialisasi,
pengumpulan data; baik data utama maupun data pendukung; serta administrasi
pendataan yang baik. Anggota tim dapat dilatih mengenai kuesioner atau
perangkat yang telah ada atau telah disepakati bersama.
Dilatih juga tentang metode analisa sederhana. Pada kegiatan ini, tim juga
dapat diorientasi mengenai struktur-struktur pelaporan hasil pemantauan
berbasis masyarakat yang baik dan objektif, sehingga seluruh anggota tim
paham tentang tahapan pembangunan desa, paham mengenai tugas dan fungsi,
pemantauan berbasis masyarakat, perangkat-perangkat yang akan digunakan,
termasuk buku panduan dan modul pemantauan berbasis masyarakat.
Sesaat sebelum tim pemantau memulai pelaksanaan pemantauan berbasis
masyarakat di lapangan perlu dilakukan Konsolidasi tim untuk melakukan
pembagian tugas dan penjabaran-penjabaran rencana kerja pelaksanaan
pemantauan.
Tahapan pembekalan juga harus dilakukan terhadap tim pemantau
lapangan, dengan prioritas pengetahuan tentang latar belakang kegiatan yang
akan dipantau.
B. Sosialisasi
Masyarakat desa adalah pemilik proses dari suatu kegiatan pembangunan
desa, sehingga mereka berhak untuk memantau proses kegiatan program.
Masyarakat harus mengetahui keberadaan pemantauan berbasis masyarakat dan
mengerti cara pelaksanaan pemantauan berbasis masyarakat. Oleh karena itu,
sosialisasi pemantauan berbasis masyarakat ke masyarakat desa harus
dilaksanakan seluas-luasnya. Sosialisasi pemantauan berbasis masyarakat
menjadi salah satu agenda utama Musyawarah Desa Sosialisasi.
C. Penyusunan Rencana Kerja
Perencanaan yang baik akan menghasilkan keluaran yang baik pula. Tim
pemantau yang telah terbentuk dan dilatih harus mempersiapkan rencana kerja
pelaksanaan pemantauan. Rencana kerja dapat berupa jadwal kegiatan, daftar
kegiatan yang akan dilakukan, menentukan kegiatan mana yang akan dipantau,
indikator apa saja yang harus ditetapkan, mapping pemangku kepentingan yang
akan terlibat selama pemantauan, dan sebagainya. Berikut ini beberapa hal yang
dapat dipertimbangkan dalam menyusun rencana kerja pemantauan.
1. Mapping Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan disini tidak sekedar responden, melainkan pihak
yang berkontribusi terhadap suksesnya kegiatan pemantauan. Peran pemerintah
desa sebagai penyedia data dan informasi maupun sebagai Indikator langsung
di lapangan Pelaksana proyek pembangunan di desa dapat juga sebagai
pemangku kepentingan, sebagai pihak yang memiliki berbagai informasi teknis
kegiatan tersebut. Kelompok-kelompok masyarakat di dalam sebuah komunitas
desa juga sebagai pihak yang berkepentingan, misalnya kelompok wanita,
kelompok miskin, kelompok pemuda, dan sebagainya. Secara sederhana,
pemangku kepentingan tersebut dapat dipetakan sebagai berikut:

Pemangku Peran dalam


No Kepentingan Informasi yang Pemantauan
Dibutuhkan
 Lokasi dan
Penyedia informasi
1 Pemerintah desa kegiatan proyek dan pelaksana
 Rencana
anggaran pemantauan
kegiatan
Pelaksana Informasi teknis tentang
2 Kegiatan kegiatan (nilai dan Penyedia informasi
lokasi)
Kelompok- Opini atau pendapat Responden dan
3 kelompok warga tentang keberadaan pelaksana
atau tokoh di proyek yang sedang pemantauan
dalam komunitas berjalan di berbasis masyarakat
Desa
Media (jika memiliki
4 hubungan dengan - Menyebarluaskan
media) hasil pemantauan

2. Identifikasi Program atau Kegiatan


Agar dapat mengidentifikasi program atau kegiatan yang akan
dilaksanakan, maka tim terlebih dahulu mengumpulkan data pendukung yang
diperoleh dari pemerintah desa. Data pendukung yang penting adalah profil
desa. Profil desa adalah serangkaian informasi tentang kondisi desa yang
disusun sedemikian rupa sesuai dengan kondisi desa. Informasi tersebut dapat
disusun berdasarkan berbagai laporan pemerintah desa. Profil desa meliputi
keadaan fisik geografis, keadaan aktivitas ekonomi atau kemiskinan daerah,
situasi pendidikan, situasi ketimpangan gender, situasi kesehatan ibu dan anak
serta penyakit menular, serta kondisi lingkungan hidup.
Gambaran keadaan ini pada akhirnya digunakan untuk mengidentifikasi
dan menguraikan isu atau persoalan utama desa, potensi atau kekuatan serta
peluang desa untuk tumbuh dan berkembang. Dalam konteks Pemantauan
Berbasis Masyarakat, profil ini berguna untuk membantu Tim Pemantau dan
TenagaPendamping (selaku pembimbing Tim Pemantau) memahami wilayah
yang akan dipantau serta informasi maupun indikator untuk memantau tahapan
perencanaan. Data yang sangat penting untuk dikumpulkan dan dianalisis oleh
pemantau adalah dokumen di tingkat desa antara lain RPJM Desa, RKP Desa,
RKA Desa, APBdesa, Data Kegiatan, Rencana Kerja Kegiatan, dan sebagainya.
Dari dokumen ini bisa didapat informasi yang akan dipergunakan sebagai
identifikasi kegiatan serta indikator untuk memantau tahapan pelaksanaan
kegiatan.

Jenis Data
N
Pendukung Detail Data Sumber Data
o
1Profil desa 
Profil penduduk  Kantor

Wilayah administrasi desa desa/kepala desa

Fasilitas umum dan sosial  BPS Kabupaten/Ko ta
(pendidikan, kesehatan, sarana (sumber dapat berupa
umum, dll) angka atau data potensi
 Kondisi pendidikan, kesehatan, desa)
ibu dan anak, gender, pertanian
dan perikanan, dll
 Status infrastruktur dasar desa
(jalan, air, sanitasi, dll)
 Data potensi desa
2RPJM Desa Daftar-daftar pembangunan desa Kantor desa/kepala desa
dan dari berbagai sektor
RKP Desa
3RKA Desa Anggaran-anggara kegiatan Kantor desa/kepala desa
atau pembangunan desa dari berbagai
ABPDes sektor
4Data  Jenis kegiatan  Kepala desa atau pejabat
pelaksanaa  Waktu pelaksanaan dan jangka desa lainnya
n kegiatan/ waktu pengerjaan  Pelaksana kegiatan
proyek  Spesifikasi teknis
proyek/kegiatan
 Anggaran proyek/kegiatan

Berdasarkan dokumen pendukung yang terkumpul, dapat diidentifikasi


kegiatan yang akan dilaksanakan, juga identifikasi indikator-indikator pantauan.

3. Menentukan Kerangka Kerja dan Waktu


Menentukan kerangka kerja dan waktu berarti membuat daftar apa saja
yang akan dilakukan selama proses pemantauan, misalnya memetakan
pemangku kepentingan, melakukan pengumpulan data utama dan pedukung,
melakukan konsolidasi data dan analisis, menentukan penyusunan laporan dan
publikasi. Semua aktivitas tersebut harus memiliki kerangka waktu agar memiliki
target yang jelas. Berikut ini beberapa hal yang dapat menjadi panduan dalam
penyusunan kerangka kerja dan kerangka waktu dalam pemantauan (asumsi
bahwa tim pemantau telah terbentuk).

Waktu Bulan 1 Bulan n


No M M M M M M M M
Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 n
1 Konsolidasi tim pemantau
2 Pemetaan pemangku
Kepentingan
3 Penentuan kegiatan
(indikator)
yang akan dipantau
4 Pelaksanaan pemantauan:
1) Pengumpulan data
Sekunder
2) Pengumpulan data
primer:
 FGD
 Observasi Langsung
 Wawancara
 Lainnya
5 Konsolidasi data (data
entry)
6 Analisis data
7 Penyusunan laporan
8 Publikasi dan
kegiatan
penyebarluasan
hasil
pemantauan lainnya
9 Lainnya
Keterangan: M- Minggu
D. Pelaksanaan Kegiatan PBM

1. Pemantauan
Pelaksanaan perlu memperhatikan urutan langkah kegiatannya. Hal ini
penting, karena dengan urutan kegiatan yang terstruktur dan runut, pemahaman
tentang penggunaan dan cara kerja pemantauan yang partisipatif, pemantauan
akan berjalan dengan baik dan lancar, dengan demikian akan mempermudah
penggalian data, analisis temuan-temuan dan pemanfaatan untuk memberikan
input perbaikan dalam pelaksanaan program ke depannya.
Pengumpulan data utama merupakan serangkaian aktivitas di lokasi
kegiatan yang bertujuan untuk mengobservasi kegiatan pembangunan dan
dilaksanakan oleh tim pemantau lapangan (kelompok masyarakat yang dibentuk
oleh tim pemantau, bisa berasal dari PKK, Karang Taruna, dan sebagainya).
Sebelum tim pemantau lapangan melaksanakan kegiatannya, tim pemantau
(bersama pendamping desa, selaku pembina tim pemantau) melakukan
pembekalan teknis tentang metode pelaksanaan, dan proses transformasi sosial
terhadap tim pemantau lapangan (pemahaman sebagai pemilik proses
pembangunan desa serta hak pemantauan tertanam).
Dengan menggunakan metode dan perangkat pemantauan yang telah
disepakati, pengumpulan data utama secara langsung memantau kemajuan
proyek atau kegiatan. Berikut ini merupakan beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan untuk mengumpulkan data utama di lapangan.
a. Wawancara
Wawancara bertujuan menggali lebih dalam tentang informasi program
kegiatan yang dipantau. Hal ini dimungkinkan karena wawancara bersifat
luwes, dan dapat berkembang sesuai improvisasi pewawancara, sehingga
pewawancara dapat bertanya lebih banyak dan lebih jauh.

b. Focus Group Discussion (FGD) atau Diskusi Kelompok Terfokus FGD


bertujuan untuk menggali informasi secara terfokus kepada pelaksana
program dan kegiatan atau penerima manfaat. FGD dilakukan untuk
membahas topik tertentu secara rinci. Pesertanya terdiri dari orang-orang yang
memiliki pengetahuan tertentu atau memiliki minat terhadap isu tersebut
ataupun yang akan terkena dampak dari topik tersebut. Tim Pemantau
mengidentifikasi narasumber/informan yang memenuhi kriteria FGD yang
dimaksud.
c. Observasi Langsung
Observasi langsung merupakan kegiatan yang langsung memantau dan
mengamati proses pengerjaan kegiatan atau proyek di desa. Misalnya di suatu
desa sedang dilaksanakan pembangunan gedung serba guna desa. Maka tim
pemantau melakukan observasi langsung dengan mendatangi lokasi kegiatan,
melakukan pencatatan terhadap kualitas dan kuantitas pembangunan.
Melakukan check-list dengan membandingkan desain perencanaan dan
realisasi di lapangan. Tim pemantauan berbasis masyarakat juga dapat
meminta bantuan para pelaksana kegiatan jika ada beberapa hal yang sangat
teknis berkaitan dengan kegiatan konstruksi tersebut.
Kegunaan kunjungan lapangan adalah untuk : 1) membuktikan secara
nyata laporan atau hasil diskusi oleh kelompok masyarakat dan pemanfaat
kegiatan; 2) mengetahui kondisi secara langsung dalam waktu relatif singkat;
3) mencatat persoalan langsung dari para pelaku atau penerima manfaat; 4)
memutakhirkan data laporan tertulis (dokumen, statistik) dan rekaman hasil
diskusi.
2. Pembahasan Hasil
Paska dilaksanakannya pengumpulan data utama dan data pendukung,
maka perlu dilakukan konsolidasi data hasil kegiatan lapangan. Konsolidasi hasil
pemantauan berbasis masyarakat dilakukan melalui :

a. Pendataan
Pendataan, baik data yang berasal dari pengumpulan data utama atau
data pendukung sebaiknya disimpan didalam satu sistem dokumentasi yang
dapat dengan mudah digunakan oleh semua pihak dan diakses. Bentuk data
hasil pengumpulan di lapangan akan sangat bervariasi, tergantung dari
metode pengumpulan data yang digunakan.
i. Tahap sebelum melakukan pendataan adalah melakukan evaluasi terhadap
pelaksanaan pemantauan berbasis masyarakat di lapangan. Tiap tim yang
mengumpulkan data pendukung dan data utama dapat menyampaikan
hasil dan berdiskusi tentang hasil-hasil awal dari pengumpulan data.
ii. Data yang dihasilkan dari observasi lapangan merupakan data check list
atau dapat berupa data deskriptif. Tergantung dari perangkat observasi
yang digunakan, terkadang perangkat observasi lapangan juga
menyertakan lembar sketsa yang menunjukkan masalah, progress, dan
temuan aktual di lapangan. Jika kondisinya seperti demikian, maka
pendataan berupa sketsa gambar disimpan (arsip) sebagai bahan
pelaporan, yang kemudian dapat dideskripsikan secara naratif.
iii. Data yang dihasilkan dari FGD dapat berupa data kualitatif yang dibiarkan
menjadi narasi saja atau juga dapat berupa data kualitatif yang kemudian
dapat dikuantifikasi. Artinya, ketika data kualitatif dikuantifikasi, maka tiap-
tiap variabel akan diberikan nilai atau score untuk selanjutnya dapat
diagregat sesuai dengan kebutuhan analisis. Hasil dari FGD ini dapat dientri
dalam bentuk naratif ataupun score sesuai dengan tujuan dari pemantauan.
iv. Data yang dihasilkan dari wawancara mendalam juga dapat berupa data
kualitatif atau data kualitatif yang terkuantifikasi berupa nilai-nilai yang
disumpulkan oleh pewawancara. Data tersebut dapat di entri berupa narasi
atau nilai-nilai sesuai dengan kebutuhan.
v. Data yang bersumber dari data pendukung sebaiknya dientri dan disimpan
berdasarkan jenis data, misalnya data kependudukan, data fasilitas, kondisi
kesehatan dan pendidikan dan sebagainya. Sehingga, setelah data dientri
dan disimpan, dapat dicari dengan mudah untuk keperluan analisis.
Apabila desa lokasi pemantauan memungkinkan beroperasinya
komputer, sebaiknya sistem pendataan dilakukan dengan media komputer.

b. Analisis Data
Analisis data utama disesuaikan dengan maksud dan tujuan
pemantauan. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif
dan metode kuantitatif. Alat- alat analisis, baik kualitatif dan kuantitatif juga
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ketersesuaian tujuan pemantauan.
Data yang bersumber dari data pendukung dapat dianalisis dengan
menggunakan analisis deskriptif yang dapat memberikan gambaran tentang,
misalnya kondisi wilayah, kondisi kemiskinan daerah, kondisi pendidikan dan
kesehatan daerah, hubungan antara masing-masing variabel, dan
sebagainya.
Hasil analisis data pendukung yang berhubungan dengan informasi
proyek atau kegiatan di desa juga dapat dijabarkan secara naratif berupa jenis
kegiatan, jangka waktu pelaksanaan, pelaksana kegiatan serta nilai kegiatan.
Hasil analisis dari bagian data pendukung yang berhubungan dengan kegiatan
menjadi sangat sentral dalam analisis karena dapat disandingkan dengan
hasil-hasil yang telah diperoleh melalui pengumpulan data utama, yaitu
observasi, wawancara dan FGD. Apabila terjadi Gap (deviasi) antara
perencanaan dengan pelaksanaan yang diatas batas toleransi, maka tim
Pemantau bisa merekomendasikan upaya perbaikan kepada pemerintah
desa.
3. Tindak Lanjut
Tindak lanjut dibedakan dalam 2 (dua) jenis, yaitu :

a. Tindak lanjut saat proses pemantauan


Proses pemantauan yang baik akan meminimalisasi terjadinya penyimpangan
pada kegiatan pembangunan desa. Tim Pemantau Lapangan dapat
mengusulkan perbaikan pelaksanaan kegiatan kepada penanggung jawab
pelaksanaan kegiatan, apabila dalam pelaksanaan terdapat penyimpangan
terhadap aturan, prosedur, ataupun rencana kerja. Sifat dari usulan ini adalah
Rekomendasi.
b. Tindak lanjut setelah proses pemantauan
i. Laporan
Laporan harus memiliki struktur laporan yang sistematis. Hasil laporan
yang telah disusun ke dalam bagian- bagian inilah yang kemudian menjadi
bahan diskusi untuk disampaikan ke berbagai pihak yang berkaitan.
Laporan harus menjelaskan latar belakang dan lingkup monitoring yang
dilakukan. Ruang lingkup yang dimaksud dapat berupa ruang lingkup
wilayah yang dipantau dan ruang lingkup program-program yang dipantau.
Laporan harus memuat metodologi pelaksanaan Pemantauan
Berbasis Masyarakat supaya transparansi (teknis) pelaksanaan dapat tetap
dijaga sehingga pembaca dapat dengan mudah menelusuri skema-skema
kerja yang telah dilakukan selama proses Pemantauan Berbasis
Masyarakat. Bagian utama laporan harus dapat memaparkan temuan-
temuan hasil pemantauan. Hasil temuan harus dilaporkan secara objektif
berdasarkan data- data yang dikumpulkan di lapangan. Bagian akhir
laporan harus dapat menyimpulkan keseluruhan hasil temuan dan hasil
analisis.
Dalam menyajikan laporan, sebaiknya menggunakan tabel dan grafik
sebagai pendukung dan pelengkap narasi. Hal ini penting mengingat latar
belakang pembaca yang akan bervariasi. Artinya, laporan harus dapat
mengakomodasi berbagai jenis pembaca agar pesan yang ingin
disampaikan oleh laporan, dapat ditangkap dengan baik oleh pembaca.
Setelah diselesaikan penyusunan laporan seperti yang diuraikan
diatas, maka sebaiknya tim pemantau kembali duduk bersama (termasuk
tim pemantau lapangan) untuk membahas isi laporan. Hal ini sangat penting
agar dipastikan berbagai informasi yang diperoleh telah terakomodir serta
kemunginan kesalahan yang ada, dapat diperbaiki.
ii. Musdes penyampaian hasil.
Musyawarah Desa melibatkan BPD, aparat desa, pelaksana program,
masyarakat penerima manfaat, tim pemantau, tim pemantau lapangan.
Skema kegiatan hingga penyampaian hasil diskusi seperti terlihat pada
Gambar berikut.

Laporan dari hasil pemantauan berbasis masyarakat yang sudah


melalui diskusi tim pemantau untuk proses pelaksanaan, capaian hasil dan
kendala yang dihadapi serta proses implementasi program/kegiatan,
kemudian disampaikan kepada pengelola program di tingkat Desa, untuk
memberikan masukan atau input perbaikan atau perubahan untuk program
ke depan. Mengingat pelaku pemantauan program dan kegiatan ini
umumnya berasal dari berbagai unsur dan beragam latar belakang, sudah
tentu teknik penyampaian laporan dan metode komunikasi dengan pihak
yang berkepentingan ini memegang peran yang vital. Metode yang
digunakan untuk mengkomunikasikan hasil pemantauan ini adalah dengan
Musyawarah Desa.
Selain menyampaikan proses dan temuan-temuan capaian
program/kegiatan, juga akan disampaikan rekomendasi untuk penyelesaian
dari masalah atau kendala yang di hadapi selama pelaksanaan
program/kegiatan. Secara umum proses dialog hasil pemantauan ini
mempunyai metode dan subtansi untuk memastikan bahwa data, hasil
analisa dan laporan pelaksanaan pemantauan dapat terkomunikasikan
secara baik kepada parapihak yang berkompenten. Dengan demikian
tujuan pemantauan berbasis masyarakat untuk memastikan pelaksanaan
program dan kegiatan sesuai dengan rencana dan tujuan awal dapat
terlaksana dengan baik.
Para pihak yang harus dilibatkan dalam musyawarah desa adalah:
 Pihak pemerintahan desa, dalam hal ini adalah kepala desa dan
perangkat-perangkatnya terutama yang berhubungan dengan
pelaksanaan pembangunan misalnya: Kaur Kesra dan Kaur
Pembangunan.
 Lembaga BPD sebagai penguatan fungsi pemantauan di tingkat desa.
 Pihak pelaksana kegiatan di tingkat desa.
 Penerima manfaat, yakni masyarakat yang menerima manfaat langsung
dari kegiatan yang dilaksanakan.
 Tim Pemantauan tingkat desa, tim ini mutlak harus terlibat dan hadir
secara penuh karena pelaksanaan pemantauan secara keseluruhan
merupakan tanggungjawab tim ini.
 Jika memungkinkan dapat dilibatkan juga anggota DPRD yang berasal
dari dapil yang bersangkutan, sebagai penguatan proses pemantauan
pembangunan dari tingkat desa.
 Jika memungkinkan dapat dilibatkan pula LSM yang bekerja di desa atau
kecamatan yang bersangkutan, untuk lebih menguatkan tingkat
partisipasi masyarakat.
Hasil-hasil yang diharapkan dari proses penyampaian hasil
pemantauan tingkat desa adalah:
 Rekomendasi pelaksanaan kegiatan di lapangan yang berhubungan
langsung dengan aspek-aspek detil kegiatan di lapangan.
 Kesepakatan perbaikan yang harus dilaksanakan di tingkat lapangan
untuk memastikan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana awal.
 Langkah-langkah pencegahan dan penanganan permasalahan
program/kegiatan

iii. Publikasi
Tahap akhir dari pelaksanaan kegiatan Pemantauan Berbasis
Masyarakat adalah publikasi hasil Musyawarah Desa Penyampaian Hasil
kepada publik/masyarakat desa. Publikasi bisa menggunakan media papan
informasi, buletin, ataupun website/blog.
BAB V
PEMBINAAN

Pembinaan berjenjang dari pusat sampai pemerintah Kabupaten/Kota dan


desa.
A. Pemerintah Pusat
1. Supervisi dan monitoring terhadap dukungan pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dalam mengoptimalkan kegiatan Pemantauan Berbasis
Masyarakat.
2. Memberikan saran/masukan strategis kepada pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dalam mengembangkan kegiatan Pemantauan Berbasis
Masyarakat.

B. Pemerintah Provinsi
1. Supervisi dan monitoring terhadap dukungan pemerintah daerah kabupaten
dalam mengoptimalkan kegiatan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
2. Memberikan saran/masukan strategis kepada pemerintah daerah kabupaten
dalam mengembangkan kegiatan Pemantauan Berbasis Masyarakat.

C. Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota)


1. Melakukan supervisi dan monitoring terhadap kegiatan Pemantauan
Berbasis Masyarakat yang dilakukan di desa dan kecamatan.
2. Mengembangkan modul-modul pelatihan dalam mengembangkan kegiatan
Pemantauan Berbasis Masyarakat.
3. Men-support pelaksanaan pelatihan Pemantauan Berbasis Masyarakat di
desa dan kecamatan.

D. Kecamatan.
1. Fasilitasi lintas pelaku dan pelaksanaan sosialisasi Pemantauan Berbasis
Masyarakat di Kecamatan.
2. Pemantauan dan evaluasi kinerja Tim Desa terhadap pelaksanaan
Pemantauan Berbasis Masyarakat.
3. Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Desa terhadap
pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat.

E. Desa
1. Pelaksanaan sosialisasi Pemantauan Berbasis Masyarakat ke masyarakat.
2. Penerimaan pengaduan dan keluhan terhadap kegiatan pembangunan
desa.
3. Pemantauan dan evaluasi kinerja Tim Pemantau terhadap pelaksanaan
Pemantauan Berbasis Masyarakat.
4. Pembinaan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Tim Pemantau terhadap
pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
5. Pelaporan Pemantauan Berbasis Masyarakat kepada BPD.
BAB VI
PEMBIAYAAN

Pembiayaan untuk pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat bisa


berasal dari APBN, APBD, APBDesa, atau pun pendanaan lain yang sah dan
tidak mengikat. Hanya saja, hingga saat ini belum ada jaminan ketersediaan
anggaran dari pemerintah, pemerintah daerah maupun pemerintah desa untuk
pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat.
Pembiayaan untuk pelaksanaan Pemantauan Berbasis Masyarakat
diusulkan dalam musyawarah desa, bersamaan dengan pembentukan Tim
Pemantau.

BAB VII
PENUTUP

Proses Penyadaran bahwa masyarakat adalah pemilik proses dari suatu


kegiatan pembangunan desa dan mempunyai hak untuk memantau proses kegiatan
memang membutuhkan waktu. Setiap konsep, pasti memerlukan waktu untuk
dipahami, memerlukan waktu untuk disosialisasikan dan memerlukan waktu pula
untuk diimplementasikan. demikian pula halnya dengan Pemantauan Berbasis
Masyarakat. Selama ini, masyarakat dilibatkan dalam perencanaan namun tidak
selalu dilibatkan dalam pemantauan. Pemantauan Berbasis Masyarakat
memposisikan masyarakat bukan cuma dilibatkan, melainkan juga menjadi
pemantau.
Pemantauan Berbasis Masyarakat dikembangkan untuk lebih memperkuat
keterlibatan masyarakat desa didalam pelaksanaan pembangunan desa, tidak hanya
dari aspek perencanaan dan pelaksanaan, tetapi juga adalah keterlibatan dalam
pemantauan. Dengan Pemantauan Berbasis Masyarakat, penyelenggara
pembangunan desa tentu akan mendapatkan informasi dan masukan untuk
perbaikan pelaksanaan program/kegiatan yang berasal dari masyarakat, dan
sekaligus memperkuat hasil pemantauan internal yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Desa.
Manfaat lebih jauh dari pelibatan masyarakat dalam pemantauan adalah rasa
kepemilikan terhadap suatu program, adanya rasa kepemilikian ini memungkinkan
semua berjalan secara berkelanjutan walau tidak ada dukungan anggaran.
Semua kembali kepada masyarakat, mendorong pemantauan yang berbasis
partisipasi masyarakat berarti akan meminimalisir penyimpangan, atau tanpa ada
pengawasan/ pemantauan dari masyarakat yang memberikan peluang lebih besar
untuk terjadinya penyimpangan. Semua ada konsekuensinya dan masyarakat sendiri
yang akan merasakan manfaat atau dampaknya. Semakin terorganisir Masyarakat
Pemantau, maka akan semakin kuat dan semakin diperhitungkan oleh masyarakat
(internal) maupun oleh pihak-pihak di luar (eksternal).
Panduan ini disusun atas dasar proses pembelajaran dari berbagai
pihak/lembaga maupun hasil observasi dan ujicoba di lapangan, sehingga perlu
senantiasa dikaji dan disempurnakan sesuai dengan perkembangan yang ada.
.
Alur Kegiatan Pemantauan Berbasis Masyarakat

37

DAFTAR PUSTAKA

Kemendagri, Penjelasan VII: Petunjuk Teknis Operasional Pnpm Mandiri


Perdesaan Tentang Pemantauan, Pengawasan, Evaluasi, dan
Pelaporan, Jakarta: Ditjen PMD, 2014
Kemendagri, Petunjuk Teknis Operasional Pnpm Mandiri Perdesaan, Jakarta:
Ditjen PMD, 2014
Kementerian PPN/BAPPENAS, Panduan Monitoring Berbasis Masyarakat,
Jakarta
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, Panduan
Pemantauan Program Penanggulangan Kemiskinan: Buku Pegangan
TKPK Daerah, Jakarta: TNP2K, 2012

********
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN

PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 193/PMK.07/2018
TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa ketentuan pengelolaan Dana Desa telah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 199/PMK. 07/20 17 tentang Tata Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap
Kabupaten/Kota dan Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 50/PMK. 07/20 17 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 121 /PMK.07/20 18 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 50/PMK. 07/20 1 7 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana
Desa;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20 18
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 20 19, ketentuan lebih
Ianj ut mengenai tata cara penghitungan rincian Dana Desa setiap desa diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan;
c. bahwa untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa
dan mengatur lebih Ianj ut tata cara penghitungan rincian Dana Desa setiap desa, perlu
mengatur kembali ketentuan mengenai pengelolaan Dana Desa;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan
huruf c dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14, Pasal 18 , Pasal 23, Pasal 24 ayat (4)
, Pasal 27 ayat (6) , dan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 20 14 tentang
Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 20 16
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 20 14 tentang Dana
Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, perlu menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Dana Desa;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 1 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 49 1 6);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 20 14 tentang Dana Desa yang Bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanj a Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
20 14 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558)
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir kali dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 20 16 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 16 Nomor 57,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5864) ;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN DANA DESA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang selanjutnya disingkat TKDD adalah
bagian dari Belanj a Negara yang dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara kepada Daerah dan Desa dalam rangka mendanai
pelaksanaan urusan yang telah diserahkan kepada Daerah dan Desa.
2. Pemerintah Pusat yang selanj utnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
4. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah provms1 atau bupati bagi
daerah kabupaten atau wali kota bagi daerah kota.
6. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain
dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
7. Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain selanj
utnya disebut Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
8. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanj a Negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/ kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan
masyarakat.
9. Alokasi Dasar adalah alokasi minimal Dana Desa yang akan diterima oleh
setiap Desa secara merata yang besarnya dihitung berdasarkan persentase
tertentu dari anggaran Dana Desa yang dibagi dengan jumlah desa secara
nasional.
10. Alokasi Afirmasi adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan
status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal, yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi.
11. Alokasi Formula adalah alokasi yang dihitung dengan memperhatikan
jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa, dan
tingkat kesulitan geografis Desa setiap kabupaten/ kota.
12. Indeks Kemahalan Konstruksi yang selanjutnya disingkat IKK adalah indeks
yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis yang dinilai berdasarkan
tingkat kemahalan harga prasarana fisik secara relatif antarDaerah .
13. Indeks Kesulitan Geografis Desa yang selanjutnya disebut IKG Desa adalah
angka yang mencerminkan tingkat kesulitan geografis suatu Desa
berdasarkan variabel ketersediaan pelayanan dasar, kondisi infrastruktur,
transportasi, dan komunikasi .
14. lndikasi Kebutuhan Dana Desa adalah indikasi dana yang perlu dianggarkan
dalam rangka pelaksanaan Dana Desa.
15. Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat
PA BUN adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran
kementerian negara/lembaga.
16. Pembantu Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat PPA BUN adalah unit organisasi di lingkungan Kementerian
Keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan bertanggung j
awab atas pengelolaan anggaran yang berasal dari Bagian Anggaran
Bendahara Umum Negara.
17. Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BA
BUN adalah bagian anggaran yang tidak dikelompokkan dalam bagian
anggaran kementerian negara/ lembaga.
18. Kuasa Pengguna Anggaran Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat KPA BUN adalah satuan kerja pada masihg-masing PPA BUN baik
di kantor pusat maupun kantor daerah atau satuan kerja di kementerian
negara/ lembaga yang memperoleh penugasan dari Menteri Keuangan
untuk melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab pengelolaan
anggaran yang berasal dari BA BUN.
19. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Bendahara Umum Negara yang
selanjutnya disingkat DIPA BUN adalah dokumen pelaksanaan anggaran
yang disusun oleh PPA BUN .
20. Rencana Kerja dan Anggaran Bendahara Umum Negara Dana Desa yang
selanjutnya disebut RKA BUN Dana Desa adalah dokumen perencanaan
anggaran BA BUN yang memuat rincian kebutuhan dana desa tahunan yang
disusun oleh KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan.
21. Rencana Dana Pengeluaran Bendahara Umum Negara Transfer ke Daerah
dan Dana Desa yang selanjutnya disebut RDP BUN TKDD adalah dokumen
perencanaan anggaran BA BUN yang merupakan himpunan RKA BUN
Transfer ke Daerah dan Dana Desa.
22. Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN
adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang
memperoleh kuasa dari Bendahara Umum Negara untuk melaksanakan
sebagian fungsi Kuasa Bendahara Umum Negara.
23. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetuj ui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
24. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetuj
ui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
25. Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disingkat RKUN adalah
rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri
Keuangan selaku Bendahara Umum Negara untuk menampung seluruh
penerimaan negara dan membayar seluruh pengeluaran negara pada bank
sentral.
26. Rekening Kas Umum Daerah yang selanj utnya disingkat RKUD adalah
rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh
gubernur, bupati, atau walikota untuk menampung seluruh penerimaan
daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang
ditetapkan .
27. Rekening Kas Desa yang selanjutnya disingkat RKD adalah rekening ternpat
peny1mpanan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh
penenmaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada
bank yang ditetapkan.
28. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah
dokumen yang diterbitkan oleh KPA BUN/ Pej abat Pembuat Komitmen,
yang berisi permintaan pembayaran tagihan kepada negara.
29. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen
yang diterbitkan oleh KPA BUN/ Pej abat Penandatangan Surat Perintah
Membayar atau pej abat lain yang ditunjuk untuk mencairkan dana yang
bersumber dari DIPA atau dokumen lain yang dipersamakan.
30. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah
surat perintah yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara untuk pelaksanaan
pengeluaran atas beban APBN berdasarkan SPM.
31. Pejabat Pembuat Komitmen Bendahara Umum Negara yang selanjutnya
disingkat PPK BUN adalah pej abat yang diberi kewenangan oleh PA BUN/
PPA BUN/ KPA BUN untuk mengambil keputusan dan/ atau melakukan
tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran Transfer ke
Daerah.
32. Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar Bendahara Umum
Negara yang selanjutnya disingkat PPSPM BUN adalah pej abat yang diberi
kewenangan oleh PA BUN / PPA BUN / KPA BUN untuk melakukan
penguJian atas permintaan pembayaran dan menerbitkan perintah
pembayaran.

BAB II
RUANG LINGKUP PENGELOLAAN DANA DESA

Pasal 2
Ruang lingkup pengelolaan Dana Desa, meliputi:
a. penganggaran;
b. pengalokasian;
c. penyaluran;
d. penatausahaan, pertanggungjawaban, dan pelaporan;
e. pedoman penggunaan; dan
f. pemantauan serta evaluasi.

BAB III
PENGANGGARAN

Pasal 3
(1) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan selaku PPA BUN Pengelolaan
TKDD menyusun Indikasi Kebutuhan Dana Desa.
(2) Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan Indikasi
Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
Direktorat Jenderal Anggaran paling lambat bulan Februari.
(3) Penyusunan dan penyampaian Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berpedoman pada Peraturan Menteri
Keuangan mengenai tata cara perencanaan, penelaahan, dan penetapan
alokasi BA BUN, dan pengesahan DIPA BUN.
(4) Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
disusun dengan memperhatikan:
a. persentase Dana Desa yang ditetapkan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. kinerja pelaksanaan Dana Desa; dan
c. kemampuan keuangan negara.

Pasal 4
Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 digunakan
sebagai dasar penganggaran Dana Desa dan penyusunan arah kebijakan serta
alokasi Dana Desa dalam Nota Keuangan dan rancangan APBN.

Pasal 5
(1) Berdasarkan penganggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan
rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota.
(2) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
a. Alokasi Dasar;
b. Alokasi Afirmasi; dan
c. Alokasi Formula.
(3) Pagu Alokasi Dasar dihitung sebesar 72% (tujuh puluh dua persen) dari
anggaran Dana Desa dibagi secara merata kepada setiap Desa.
(4) Pagu Alokasi Afirmasi dihitung sebesar 3% (tiga persen) dari anggaran Dana
Desa dibagi secara proporsional kepada Desa tertinggal dan Desa sangat
tertinggal yang mempunyai jumlah penduduk miskin tinggi.
(5) Pagu Alokasi Formula dihitung sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari
anggaran Dana Desa dibagi berdasarkan jumlah penduduk Desa, angka
penduduk miskin Desa, luas wilayah Desa, dan tingkat kesulitan geografis
Desa dengan bobot sebagai berikut:
a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk;
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan;
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.
(6) Status Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) bersumber dari data indeks desa membangun yang
diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Desa.
(7) Data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
bersumber dari lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang statistik atau kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang so sial.
(8) Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk
miskin tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Desa
tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk
miskin terbanyak yang berada pada kelompok desa pada desil ke 8
(delapan), 9 (sembilan), dan 10 (sepuluh) berdasarkan perhitungan yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(9) Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) masing- masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk
miskin Desa dan IKK Daerah kabupaten/ kota.
(10) Data indeks desa membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan
data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan
Keuangan paling lambat bulan Agustus sebelum tahun anggaran berjalan .
(11) Dalam hal data indeks desa membangun sebagaimana dimaksud pada ayat
(6) dan data jumlah penduduk miskin sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud
pada ayat (10), penghitungan rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/
kota menggunakan data yang digunakan dalam penghitungan rincian Dana
Desa setiap Daerah kabupaten/ kota tahun anggaran sebelumnya.

Pasal 6
(1) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan
Rakyat pada saat Pembahasan Tingkat I Nata Keuangan dan rancangan
Undang-Undang mengenai APBN untuk mendapat persetujuan.
(2) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota yang telah disetujui
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menj adi dasar penganggaran Dana
Desa yang tercantum dalam Undang-Undang mengenai APBN.
(3) Rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.

BAB IV
PENGALOKASIAN

Bagian Kesatu
Pengalokasian Dana Desa Setiap Daerah Kabupaten/Kota

Pasal 7
Pengalokasian rmcian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:
DD Kab/Kota = AD Kab/ Kota + AA Kab/Kota + AF Kab/Kota

Keterangan:
DD Kab/Kota = Alokasi Dasar setiap Daerah kabupaten/kota
AD Kab/Kota = Alokasi Dasar setiap Daerah kabupaten/kota
AA Kab/Kota = Alokasi Afirmasi setiap Daerah kabupaten/kota
AF Kab/Kota = Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/kota

Pasal 8
(1) Besaran Alokasi Dasar setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan cara mengalikan Alokasi Dasar
setiap Desa dengan jumlah Desa di Daerah kabupatan/ kota.
(2) Alokasi Dasar setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
dengan cara membagi pagu Alokasi Dasar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (3) dengan jumlah Desa secara nasional.
(3) Jumlah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan data jumlah
Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri kepada
Kementerian Keuangan.

Pasal 9
(1) Besaran Alokasi Afirmasi setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
AA Kab/ Kota = (AA DST x DST Kab / Kota) + (AA DT x DT Kab/ Kota)

Keterangan:
AA Kab/ Kota = Alokasi Afirmasi kabupaten/ kota setiap Daerah
AA DST = besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat
tertinggal yang memiliki jumlah penduduk miskin
DST Kab/Kota = tinggi
jumlah Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah
AA DT = penduduk miskin tinggi di Daerah kabupaten/
kota
DT Kab / Kota = besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang
memiliki jumlah penduduk miskin tinggi
jumlah Desa tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi di Daerah kabupaten/ kota
(2) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung
sebesar 1 (satu) kali Alokasi Afirmasi setiap Desa.
(3) Besaran Alokasi Afirmasi untuk Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi dihitung sebesar 2 (dua) kali Alokasi Afirmasi setiap
Desa.
(4) Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
AA Desa = (0 ,03 x DD) / {(2 x DST) + (1 x DT)}

Keterangan:
AA Desa = Alokasi Afirmasi setiap Desa
DD = pagu Dana Desa nasional
DST = jumlah Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi
DT = jumlah Desa tertinggal yang memiliki jumlah
penduduk miskin tinggi

Pasal 10
(1) Besaran Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/ kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
AF Kab/Kota = {(O,10 x Yl) + (0,50 x Y2) + (0,15 x Y3) + (0,25 x Y4)} X
(0,25 x DD)

Keterangan :
AF Kab/Kota = Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/kota
Yl = rasio jumlah penduduk Desa setiap Daerah
kabupaten/kota terhadap total penduduk Desa
nasional
Y2 = rasio jumlah penduduk miskin Desa setiap Daerah
kabupaten/ kota terhadap total penduduk miskin
Desa nasional
= rasio luas wilayah Desa setiap Daerah kabupaten/
Y3 kota terhadap total luas wilayah Desa nasional
= rasio IKK Daerah kabupaten/ kota terhadap total IKK
Y4 Daerah kabupaten/ kota yang memiliki Desa
(2) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa,
dan IKK Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bersumber dari Kementerian Dalam Negeri, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang so sial, dan/ atau
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik.
(3) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas wilayah Desa,
dan IKK Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri, kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang so sial, dan/ atau
lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik
kepada Menteri Keuangan c. q . Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
paling lambat bulan Agustus sebelum tahun anggaran berjalan.
(4) Dalam hal data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, luas
wilayah Desa, dan IKK Daerah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) , penghitungan rincian Dana Desa setiap Daerah
kabupaten/ kota menggunakan data yang digunakan dalam penghitungan
rmcian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota tahun anggaran
sebelumnya.
(5) Dalam hal data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, dan luas
wilayah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak tersedia,
penghitungan rincian Dana Desa dapat menggunakan data Desa induk
secara proporsional atau data yang bersumber dari Pemerintah Daerah.
(6) Data jumlah penduduk Desa, angka kemiskinan Desa, dan luas wilayah Desa
yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada Menteri Keuangan c.q.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan paling lambat bulan Agustus
sebelum tahun anggaran berjalan.

Bagian Kedua
Penghitungan Rincian Dana Desa Setiap Desa

Pasal 11
(1) Berdasarkan nnc1an Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) , bupati / wali kota
melakukan penghitungan rincian Dana Desa setiap Desa.
(2) Rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan secara merata dan berkeadilan berdasarkan:
a. Alokasi Dasar setiap Desa;
b. Alokasi Afirmasi setiap Desa; dan
c. Alokasi Formula setiap Desa.

Pasal 12
(1) Besaran Alokasi Dasar setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
ayat (2) huruf a dihitung dengan cara membagi Alokasi Dasar setiap Daerah
kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dengan
jumlah Desa di Daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.
(2) Dalam hal jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota berbeda dengan data
jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) , bupati/ wali kota
menyampaikan pemberitahuan mengenai perbedaan jumlah Desa tersebut
kepada Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Menteri Keuangan
c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.
(3) Dalam hal jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota lebih sedikit
dibandingkan dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh
Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3),
bupati / wali kota menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa setiap
Desa berdasarkan rincian Dana Desa setiap Daerah kabupaten/ kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) setelah dikurangi dengan
jumlah Alokasi Dasar untuk selisih jumlah Desa dimaksud.
(4) Dalam hal jumlah Desa di Daerah kabupaten/kota lebih banyak
dibandingkan dengan data jumlah Desa yang disampaikan oleh
Kementerian Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3),
bupati/ wali kota menghitung dan menetapkan rincian Dana Desa setiap
Desa berdasarkan data jumlah Desa yang disampaikan oleh Kementerian
Dalam Negeri.

Pasal 13
(1) Besaran Alokasi Afirmasi setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2) huruf b dihitung se suai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2)
sampai dengan ayat (4).
(2) Alokasi Afirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada
Desa tertinggal dan Desa sangat tertinggal yang memiliki jumlah penduduk
miskin tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (8) .
(3) Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
menyampaikan surat pemberitahuan mengena1 daftar Desa tertinggal
dan Desa sangat tertinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada
bupati/ wali kota.

Pasal 14
(1) Besaran Alokasi Formula setiap Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 Ayat (2) huruf c dihitung dengan bobot sebagai berikut:
a. 10% (sepuluh persen) untuk jumlah penduduk;
b. 50% (lima puluh persen) untuk angka kemiskinan ;
c. 15% (lima belas persen) untuk luas wilayah; dan
d. 25% (dua puluh lima persen) untuk tingkat kesulitan geografis.
(2) Besaran Alokasi Formula setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
AF Desa = {(O,10 x Zl) + (0,50 x Z2) + (0,15 x Z3) + (0,25 x Z4)} x
AF Kab/Kota

Keterangan:
AF Desa = Alokasi Formula setiap Desa
Zl = rasio jumlah penduduk setiap Desa terhadap total
penduduk Desa Daerah kabupaten/kota
Z2 = rasio jumlah penduduk miskin setiap Desa terhadap
total penduduk miskin Desa Daerah kabupaten/ kota
= rasio luas wilayah setiap Desa terhadap total luas
Z3 wilayah Desa Daerah kabupaten/ kota
= rasio IKG setiap Desa terhadap IKG Desa Daerah
Z4 kabupaten/ kota
= Alokasi Formula setiap Daerah kabupaten/ kota
AF Kab/Kota
(3) Angka kemiskinan Desa dan tingkat kesulitan geografis Desa, masing-
masing ditunjukkan oleh jumlah penduduk miskin desa dan IKG Desa.
(4) IKG Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan ditetapkan oleh
bupati/ wali kota berdasarkan data dari lembaga yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang statistik.

Pasal 15
(1) Tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
ditetapkan dengan peraturan bupati/ wali kota.
(2) Peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1), paling
sedikit mengatur mengenai:
a. jumlah Desa;
b. tata cara penghitungan pembagian Dana Desa ke setiap Desa;
c. penetapan rincian Dana Desa;
d. mekanisme dan tahap penyaluran Dana Desa;
e. prioritas penggunaan Dana Desa;
f. penyusunan dan penyampaian laporan realisasi penggunaan Dana
Desa; dan
g. sanksi administratif.
(3) Bupati/ wali kota menyampaikan peraturan bupati/ wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disertai dengan softcopy kertas kerja penghitungan
Dana Desa setiap Desa kepada Kepala KPPN setempat dengan tembusan
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan,
gubernur, Menteri Dalam Negeri, menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Desa, dan kepala Desa.

BAB V
PENYALURAN

Bagian Kesatu Kuasa Pengguna Anggaran

Pasal 16
(1) Untuk pelaksanaan penyaluran Dana Desa, Menteri Keuangan selaku PA
BUN Pengelolaan TKDD menetapkan:
a. Direktur Pembiayaan dan Transfer Non Dana Perimbangan sebagai
KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan; dan
b. Kepala KPPN sebagai KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(2) Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelaksanaan
anggaran pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan ditetapkan sebagai
koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(3) Kepala KPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
Kepala KPPN yang wilayah kerj anya meliputi Daerah kabupaten/ kota
penerima alokasi Dana Desa.
(4) Dalam hal KPA BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf a
berhalangan tetap, Menteri Keuangan menunjuk Sekretaris Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan sebagai pelaksana tugas KPA BUN
Transfer Non Dana Perimbangan.
(5) Dalam hal KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf b berhalangan
tetap, Menteri Keuangan menunjuk Pej abat Eselon IV pada KPPN atau Pej
abat Eselon III pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan
yang menj adi pelaksana tugas Kepala KPPN sebagai pelaksana tugas KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(6) Tugas dan fungsi KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a sesuai dengan tugas dan fungsi KPA BUN
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
(7) Tugas dan fungsi Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sebagai berikut:
a. menetapkan Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat
Penanda tangan SPM;
b. melakukan verifikasi atas dokumen persyaratan penyaluran Dana
Desa;
c. melaksanakan penyaluran Dana Desa;
d. menyusun dan menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa
kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa;
e. menatausahakan dan menyampaikan laporan konsolidasi realisasi
penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada PPA BUN
Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa;
f. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan atas pelaksanaan
anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
g. menyusun dan menyampaikan proyeksi penyaluran Dana Desa sampai
dengan akhir tahun kepada Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa.
(8) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c,
menggunakan aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.
(9) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf d sampai
dengan huruf f dan proyeksi penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat
(7) huruf g merupakan satu kesatuan dengan penyampaian laporan dan
proyeksi penyaluran Dana Desa.
(10) Tugas dan fungsi Koordinator KPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ,
sebagai berikut:
a. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan realisasi
penyaluran Dana Desa kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD;
b. menyusun dan menyampaikan rekapitulasi laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada PPA BUN
Pengelolaan TKDD;
c. menyusun dan menyampaikan konsolidasi laporan keuangan atas
pelaksanaan anggaran kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. menyelaraskan dan menyampaikan data transaksi dengan sistem
aplikasi terintegrasi kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD;
e. menyampaikan bukti penyaluran elektronik kepada PPA BUN
Pengelolaan TKDD; dan
f. menyusun proyeksi penyaluran Dana Desa sampai dengan akhir tahun
berdasarkan rekapitulasi laporan dari KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa melalui aplikasi Cash Planning Information Network (CPIN).
(11) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan dan KPA Penyaluran DAK Fisik
dan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bertanggung j
awab atas penggunaan Dana Desa oleh Pemerintah D aerah dan
Pemerintah Desa.

Bagian Kedua
Dokumen Pelaksanaan Penyaluran

Paragraf 1
DIPA

Pasal 17
(1) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan menyusun RKA BUN Dana Desa
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) RKA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun
berdasarkan Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.
(3) RKA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) disampaikan
oleh KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan kepada Inspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan selaku Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah Kementerian / Lembaga untuk direviu.
(4) RKA BUN Dana Desa yang telah direviu sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) digunakan sebagai salah satu dasar penyusunan RDP BUN TKDD .
(5) Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menetapkan RDP BUN TKDD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan menyampaikan kepada
Direktorat Jenderal Anggaran untuk dilakukan penelaahan .
(6) Hasil penelaahan atas RDP BUN TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
berupa Daftar Hasil Penelaahan RDP BUN TKDD .
(7) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan menyusun DIPA BUN Dana Desa
berdasarkan RDP BUN TKDD yang telah ditelaah sebagaimana dimaksud
pada ayat (6).
(8) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan
oleh Pemimpin PPA BUN TKDD kepada Direktur Jenderal Anggaran.
(9) Direktur Jenderal Anggaran mengesahkan DIPA BUN Dana Desa
berdasarkan hasil penelaahan atas RDP BUN TKDD sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) .
(10) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan selaku Pemimpin PPA BUN
Pengelolaan TKDD menyampaikan DIPA/ DIPA Petikan BUN Dana Desa
kepada KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(11) DIPA/ DIPA Petikan BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1 0)
digunakan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan satuan kerja BUN dan
pencairan dana/ pengesahan bagi BUN/ Kuasa BUN .
(12) DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sampai dengan
ayat (1 1) merupakan satu kesatuan dengan DIPA BUN DAK Fisik dan Dana
Desa.

Pasal 18
(1) KPA BUN Transfer Non Dana Perimbangan dapat menyusun perubahan
DIPA BUN Dana Desa.
(2) Penyusunan perubahan DIPA BUN Dana Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1 ) dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
mengenai tata cara revisi anggaran.

Paragraf 2
SPP, SPM, dan SP2D

Pasal 19
(1) PPK BUN menggunakan DIPA/ DIPA Petikan Dana Desa sebagai dasar
penerbitan SPP.
(2) SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh PPSPM BUN
sebagai dasar penerbitan SPM .
(3) SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai dasar
penerbitan SP2D .

Bagian Ketiga
Penyaluran

Paragraf 1
Penyaluran dari RKUN ke RKUD

Pasal 20
(1) Penyaluran Dana Desa dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari RKUN
ke RKUD untuk selanjutnya dilakukan pemindahbukuan dari RKUD ke RKD.
(2) Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) dilakukan
secara bertahap, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I paling cepat bulan Januari dan paling lambat minggu ketiga
bulan Juni sebesar 20% (dua puluh persen) ;
b. tahap II paling cepat bulan Maret dan paling lambat minggu keempat
bulan Juni sebesar 40% (empat puluh persen) ; dan
c. tahap III paling cepat bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen) .
(3) Dalam hal Pemerintah Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya, penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I dan tahap II secara bersamaan paling cepat bulan Januari dan
paling lambat minggu keempat bulan Juni masing-masing sebesar 20%
(dua puluh persen) dan 40% (empat puluh persen) ; dan
b. tahap III paling cepat bulan Juli sebesar 40% (empat puluh persen) .
(4) Pemerintah Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam penyaluran Dana
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pemerintah Daerah
yang:
a. melaksanakan penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya dari
RKUD ke RKD kurang dari 7 (tuj uh) hari kerja setelah Dana Desa
diterima di RKUD ; dan
b. melaksanakan penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya
sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk tahap III paling lambat
bulan November,
berdasarkan data transaksi penyaluran Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya dari RKUD ke RKD .
(5) Data transaksi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
disampaikan oleh Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD paling lambat minggu kedua bulan
Desember tahun berkenaan.
(6) Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD menyampaikan daftar Pemerintah
Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada bupati/ wali kota dan Kepala
KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melalui Koordinator
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa paling lambat minggu ketiga bulan
Desember tahun berkenaan.
(7) Penyaluran Dana Desa tahap III sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
c dan ayat (3) huruf b dapat dilakukan dalam 2 (dua) kali penyaluran,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penyaluran pertama untuk Desa yang telah memenuhi persyaratan
penyaluran Dana Desa tahap III ; dan
b. penyaluran kedua untuk sisa Desa yang tidak termasuk dalam
penyaluran pertama tahap III sebagaimana dimaksud pada huruf a.
(8) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah Dana Desa diterima di
RKUD.

Pasal 21
(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (2) dilaksanakan setelah Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa menenma dokumen persyaratan penyaluran,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I berupa:
1. surat pemberitahuan bahwa Pemerintah Daerah yang
bersangkutan telah menyampaikan Peraturan Daerah mengenai
APBD tahun anggaran berjalan; dan
2. peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa;
b. tahap II berupa:
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya; dan
2. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
c. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa sampai dengan tahap II;
2. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa sampai dengan tahap II; dan
3. laporan tingkat konvergensi pencegahan stunting kabupaten/
kota tahun anggaran sebelumnya.

(2) Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 ayat (3) dilaksanakan setelah Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa menenma dokumen persyaratan penyaluran,
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I dan tahap II berupa:
1. surat pemberitahuan bahwa Pemerintah Daerah yang
bersangkutan telah menyampaikan Peraturan Daerah mengenai
APBD tahun anggaran berjalan;
2. peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa; dan
3. daftar Pemerintah Daerah memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
b. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyaluran Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya;
2. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
3. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat kabupaten/
kota tahun anggaran sebelumnya;
4. laporan realisasi penyaluran Dana Desa sampai clengan tahap II;
dan
5. laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa sampai clengan tahap II .
(3) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1
dan ayat (2) huruf a angka 1 berupa rekapitulasi Peraturan Daerah
mengenai APBD tahun anggaran berjalan dan daftar Pemerintah Daerah
memiliki predikat kinerja baik dalam penyaluran Dana Desa sebagaimana
dimaksud pacla ayat (2) huruf a angka 3 yang clisampaikan oleh Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan kepada Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melalui Koordinator KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa.
(4) Dokumen persyaratan penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 2, huruf b, dan huruf c dan ayat (2) huruf a angka 2 dan angka
3, dan huruf b disampaikan oleh Kepala Daerah kepada Kepala KPPN selaku
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(5) Laporan realisasi penyaluran Dana Desa sampai dengan tahap II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 1 dan ayat (2) huruf b
angka 4 menunjukkan paling sedikit sebesar 75% (tujuh puluh lima persen)
dari Dana Desa yang diterima di RKUD telah disalurkan ke RKD .
(6) Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sampai dengan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka
2 dan ayat (2) huruf b angka 5 menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan
paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dan rata-rata capaian output
paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) .
(7) Dalam hal penyaluran Dana Desa tahap III dilaksanakan dalam 2 (dua) kali
penyaluran:
a. dokumen persyaratan penyaluran se bagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dan ayat (2) huruf b disampaikan oleh Kepala Daerah
kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
pada masing-masing penyaluran;
b. untuk penyaluran pertama Dana Desa tahap III, laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 5 menunjukkan :
1. realisasi penyerapan Dana Desa sampai dengan tahap II dari Desa-
Desa yang telah mencapai realisasi penyerapan paling sedikit
sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari Dana Desa yang
disalurkan ke RKD ; dan
2. realisasi capaian output DanaDesa sampai dengan tahap II
dari Desa-Desa yang telah http://www.jdih.kemenkeu.go.id/
mencapai rata-rata capaian output paling sedikit sebesar 50%
(lima puluh persen) ; dan
c. untuk penyaluran kedua Dana Desa tahap III, laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 5 dari seluruh Desa
menunjukkan :
1. rata-rata realisasi penyerapan paling sedikit sebesar 75% (tujuh
puluh lima persen) dari Dana Desa yang diterima di RKUD ; dan
2. rata-rata realisasi capaian output paling sedikit sebesar 50% (lima
puluh persen).
(8) Laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf c
mencakup laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
terkini dari desa yang sudah menerima Dana Desa tahap III sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) huruf b.,.
(9) Capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c angka 2 dan
ayat (2) huruf b angka 5 dihitung berdasarkan rata-rata persentase laporan
capaian output dari seluruh desa.
(10) Penyusunan laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) huruf
b dilakukan sesuai dengan tabel referensi data bidang, kegiatan, uraian
output, volume output, satuan output dan capaian output.

Pasal 22
(1) Dokumen persyaratan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 disampaikan dalam bentuk dokumen fisik (hardcopy) dan
dokumen elektronik (softcopy).
(2) Dokumen elektronik (softcopy) sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
diolah melalui aplikasi yang disediakan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan.

Pasal 23
(1) Dalam hal bupati/ wali kota tidak menyampaikan persyaratan penyaluran
Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat ( 1) huruf c dan ayat
(2) huruf b sampai dengan berakhirnya tahun anggaran, Dana Desa tidak
disalurkan dan menj adi sisa Dana Desa di RKUN.
(2) Sisa Dana Desa di RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) tidak dapat
disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.

Paragraf 2
Penyaluran dari RKUD ke RKD

Pasal 24
(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dilaksanakan oleh bupati/ wali kota.
(2) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan setelah bupati/ wali kota menerima dokumen persyaratan
penyaluran dari Kepala Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I berupa peraturan Desa mengenai APBDesa;
b. tahap II berupa laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana
Desa tahun anggaran sebelumnya; dan
c. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyerapan dan capaian output
2. Dana Desa sampai dengan tahap II; dan
3. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat Desa tahun
anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal penyaluran Dana Desa tahap I dan tahap II secara bersamaan,
penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat
(1 ) dilaksanakan setelah bupati/ wali kota menenma dokumen persyaratan
penyaluran dari Kepala Desa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tahap I dan tahap II berupa peraturan Desa mengenai APBDesa; dan
b. tahap III berupa:
1. laporan realisasi penyerapan dan capaian output
Dana Desa tahun anggaran sebelumnya;
2. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat Desa
tahun anggaran sebelumnya; dan
3. laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sampai dengan tahap II.
(4) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sampai
dengan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3)
huruf b menunjukkan rata-rata realisasi penyerapan paling sedikit sebesar
75% (tujuh puluh lima persen) dan rata-rata capaian output menunjukkan
paling sedikit sebesar 50% (lima puluh persen) .
(5) Capaian output sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c
dan ayat (3) huruf b dihitung berdasarkan rata-rata persentase capaian
output dari seluruh kegiatan.
(6) Penyusunan laporan realisasi penyerapan dan capaian output sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai dengan tabel referensi
data bidang, kegiatan, sifat kegiatan, uraian output, volume output, cara
pengadaan, dan capaian output.
(7) Dalam hal tabel referensi data sebagaimana dimaksud pada ayat (6) belum
memenuhi kebutuhan input data, kepala Desa dapat memutakhirkan tabel
referensi data dengan mengacu pada peraturan yang diterbitkan oleh
kementerian negara/ lembaga terkait.

Pasal 25
(1) Penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam hal terdapat Desa yang tidak terj angkau layanan perbankan yang
menyebabkan tidak dapat dibuka RKD , bupati / wali kota mengatur lebih
lanjut ketentuan mengenai penyaluran Dana Desa dari RKUD ke Desa
khusus untuk Desa yang tidak terj angkau layanan perbankan dengan
peraturan bupati/ wali kota.
(3) Bupati/ wali kota menyampaikan peraturan bupati/ wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa.

BAB VI
PENATAUSAHAAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PELAPORAN

Bagian Kesatu
Penatausahaan dan Pertanggungjawaban Dana Desa

Pasal 26
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban penyaluran Dana Desa, KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (7) huruf d kepada Koordinator KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya.
(2) Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menyampaikan konsolidasi laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1 0) huruf a dan huruf b kepada Direktur
Jenderal Perimbangan Keuangan setiap bulan paling lambat tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya.

Pasal 27
(1) Dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan BA BUN TKDD, Pemimpin
PPA Pengelolaan BUN menyu sun Laporan Keuangan TKDD sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan
TKDD.
(2) Laporan Keuangan TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup
pertanggungjawaban pengelolaan Dana Desa.
(3) Laporan Keuangan TKDD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh
unit eselon II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan yang ditunjuk
selaku Unit Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pembantu Bendahara
Umum Negara Pengelolaan TKDD menggunakan sistem aplikasi terintegrasi.
(4) Untuk penatausahaan, akuntansi, dan
pertanggungjawaban atas pelaksanaan anggaran, KPA Penyaluran DAK Fisik
dan Dana Desa menyusun laporan keuangan tingkat KPA dan
menyampaikan kepada Pemimpin PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui
Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa, dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. laporan keuangan tingkat KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
periode semesteran dan tahunan disusun setelah dilakukan
rekonsiliasi data realisasi anggaran transfer dengan KPPN selaku Kuasa
BUN dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-
undangan mengenai pedoman rekonsiliasi dalam rangka penyusunan
laporan keuangan; dan
b. laporan keuangan tingkat KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
periode semesteran dan tahunan disampaikan secara berjenj ang
kepada PPA BUN Pengelolaan TKDD melalui Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sesuai dengan jadwal
penyampaian laporan keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian
laporan keuangan BUN.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan dan penyampaian laporan
keuangan tingkat KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa periode
semesteran dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(6) Dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan TKDD sebagaimana dimaksud
pada ayat (1 ), Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa menyu
sun dan menyampaikan laporan keuangan tingkat Koordinator KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dengan ketentuan sebagai berikut:
a. laporan keuangan tingkat Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa periode semesteran dan tahunan disusun setelah dilakukan
penyampaian data elektronik akrual transaksi DAK Fisik dan Dana Desa
selain transaksi realisasi anggaran transfer ke dalam sistem aplikasi
terintegrasi; dan
b. laporan keuangan tingkat Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa periode semesteran dan tahunan disampaikan kepada PPA
BUN· Pengelolaan TKDD sesuai dengan jadwal penyampaian laporan
keuangan yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan dengan memperhatikan Peraturan Menteri
Keuangan mengenai tata cara penyusunan dan penyampaian laporan
keuangan BUN.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyampaian data elektronik akrual
transaksi DAK Fisik dan Dana Desa selain transaksi realisasi anggaran
transfer dan penyusunan dan penyampaian laporan keuangan tingkat
Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa periode semesteran
dan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan.

Pasal 28
Untuk sinkronisasi penyajian laporan realisasi anggaran TKDD, Direktorat
Jenderal Perimbangan Keuangan dan Koordinator KPA Penyaluran DAK Fisik
dan Dana Desa dapat melakukan rekonsiliasi data realisasi atas penyaluran
Dana Desa dengan KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dan Pemerintah
Daerah.
Bagian Kedua
Pelaporan oleh Kepala Desa dan Bupati/Wali kota

Pasal 29
(1) Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penyerapan dan capaian
output Dana Desa setiap tahap penyaluran kepada bupati/ wali kota.
(2) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
a. laporan realisasi penyerapan Dana Desa dan capaian output tahun
anggaran sebelumnya;
b. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat Desa tahun
anggaran sebelumnya; dan
c. laporan realisasi penyerapan Dana Desa dan capaian output sampai
dengan tahap II.
(3) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
disampaikan paling lambat tanggal 7 Februari tahun anggaran berjalan.
(4) Laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sampai
dengan tahap II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan
paling lambat tanggal 7 Juni tahun anggaran berjalan.
(5) Dalam hal terdapat pemutakhiran capaian output setelah batas waktu
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) ,
Kepala Desa dapat menyampaikannya pemutakhiran capaian output
kepada bupati/ wali kota untuk selanjutnya dilakukan pemutakhiran data
pada aplikasi.
(6) Bupati/wali kota dapat mendorong proses percepatan penyampaian
laporan realisasi penyerapan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dengan berkoordinasi dengan Kepala Desa.

Pasal 30
(1) Bupati/ wali kota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan laporan
konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa kepada
Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dengan
tembusan kepada Gubernur, Menteri Dalam Negeri, dan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa.
(2) Laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan
dan capaian output Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi
penyerapan dan capaian output Dana Desa tahun anggaran
sebelumnya;
b. laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat kabupaten/ kota
tahun anggaran sebelumnya; dan
c. laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi
penyerapan dan capaian output Dana Desa sampai dengan tahap II .
(3) Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disampaikan paling lambat
tanggal 14 Februari tahun anggaran berjalan.
(4) Laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan paling lambat
tanggal 14 Juni tahun anggaran berjalan.
(5) Dalam hal terdapat perbaikan laporan setelah batas waktu penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), Kepala KPPN
selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat meminta bupati/
wali kota untuk melakukan percepatan penyampaian · perbaikan laporan
dimaksud untuk selanj utnya dilakukan pemutakhiran data pada aplikasi.

BAB VII
PEDOMAAN PENGGUNAAN

Pasal 31
(1) Penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kesej ahteraan
masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta
penanggulangan kemiskinan dan dituangkan dalam rencana kerja
Pemerintah Desa.
(2) Penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) mengacu
pada prioritas penggunaan Dana Desa yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa.

Pasal 32
(1) Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa berpedoman pada
pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/ wali kota mengenai kegiatan
yang dibiayai dari Dana Desa.
(2) Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa diutamakan dilakukan
secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/ bahan baku lokal dan
diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat
Desa setempat.

Pasal 33
(1) Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk
dalam prioritas penggunaan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 ayat (2) setelah mendapat persetujuan bupati/wali kota.
(2) Dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bupati/ wali kota memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan
yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/ atau kegiatan pembangunan
dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi.
(3) Persetujuan bupati/ wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan pada saat evaluasi rancangan Peraturan Desa mengenai
APBDesa.

Pasal 34
(1) Kepala Desa bertanggungjawab atas penggunaan Dana Desa.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pendampingan atas
penggunaan Dana Desa.
(3) Tata cara pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh menteri teknis
terkait.

BAB VIII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Bagian Kesatu
Pemantauan dan Evaluasi oleh Kementerian Keuangan

Pasal 35
(1) Kementerian Keuangan c. q . Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
dan/ atau KPPN bersama dengan Kementerian Dalam Negeri, kementerian
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Desa melakukan
pemantauan atas pengalokasian, penyaluran, dan penggunaan Dana Desa
secara sendiri- sendiri atau bersama- sama.
(2) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:
a. penerbitan peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian
dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa;
b. penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD ;
c. penyampaian laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi
penyerapan Dana Desa;
d. penyampaian laporan konvergensi pencegahan stunting tingkat
kabupaten/ kota;
e. sisa Dana Desa di RKUD ; dan
f. pencapaian output Dana Desa.

Pasal 36
(1) Pemantauan terhadap penerbitan peraturan bupati/ wali kota mengenai
tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a dilakukan untuk
menghindari penundaan penyaluran Dana Desa untuk tahap I.
(2) Dalam hal terdapat keterlambatan penetapan peraturan bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa meminta bupati/ wali kota untuk melakukan
percepatan penetapan peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara
pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa.
(3) Kepala KPPN selaku KPA Penyalµran DAK Fisik dan Dana Desa dapat
berkoordinasi dengan bupati/ wali kota dalam rangka percepatan
penetapan peraturan bupati/ wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) .

Pasal 37
(1) Pemantauan terhadap penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf b dilaksanakan untuk
memastikan penyaluran telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdapat penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Kepala KPPN selaku
KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat memberikan teguran
kepada bupati/wali kota.
(3) Ketidaksesuaian penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , dapat
berupa:
a. keterlambatan penyaluran; dan/ atau
b. tidak tepat jumlah penyaluran.
(4) Dana Desa yang terlambat disalurkan dan/ atau tidak tepat jumlah
penyalurannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus segera
disalurkan ke RKD oleh bupati/ wali kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah menerima teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) .

Pasal 38
(1) Pemantauan terhadap penyampaian laporan realisasi penyaluran dan
laporan konsolidasi realisasi penyerapan Dana Desa dan laporan
konvergensi pencegahan stunting sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan untuk menghindari penundaan
penyaluran Dana Desa tahun anggaran berikutnya.
(2) Dalam hal bupati/ wali kota terlambat dan/ atau tidak menyampaikan
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat meminta kepada bupati/ wali
kota untuk melakukan percepatan penyampaian laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dapat
berkoordinasi dengan bupati/ wali kota untuk proses percepatan
penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 39
(1) Pemantauan s1 sa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 ayat (2) huruf e dilakukan untuk mengetahui besaran Dana Desa yang
belum disalurkan dari RKUD ke RKD tahun anggaran sebelumnya.
(2) Dalam hal sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terjadi karena bupati/ wali kota belum menerima laporan realisasi
penyerapan Dana Desa sampai dengan tahap II sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c, Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa meminta kepada bupati/ wali kota untuk memfasilitasi
percepatan penyampaian laporan realisasi penyerapan Dana Desa sampai
dengan tahap II .
(3) Dalam hal sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terjadi karena perbedaan jumlah Desa, bupati/ wali kota menyampaikan
pemberitahuan kelebihan salur Dana Desa dari RKUN ke RKUD kepada
Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan.

Pasal 40
Pemantauan capaian output sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2)
huruf f dilakukan untuk mengetahui capaian perkembangan kegiatan yang
dibiayai Dana Desa.

Pasal 41
Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melakukan
evaluasi, terhadap :
a. penghitungan pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa
oleh kabupaten/ kota; dan
b. laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi realisasi penyerapan
dan capaian output Dana Desa.

Pasal 42
(1) Evaluasi terhadap penghitungan pembagian dan penetapan rmcian Dana
Desa setiap Desa oleh kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal
41 huruf a dilakukan untuk memastikan pembagian Dana Desa setiap Desa
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal terdapat ketidaksesuaian penghitungan pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa oleh kabupaten/ kota
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran
DAK Fisik dan Dana Desa meminta bupati / wali kota untuk melakukan
perubahan peraturan bupati / wali kota mengenai tata cara pembagian dan
penetapan rincian Dana Desa setiap Desa.
(3) Perubahan peraturan bupati / wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) disampaikan kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa.
(4) Penyampaian perubahan peraturan bupati / wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) menj adi persyaratan penyaluran Dana Desa tahap
III.

Pasal 43
(1) Evaluasi terhadap laporan realisasi penyaluran dan laporan konsolidasi
realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 huruf b dilakukan untuk mengetahui besaran realisasi
penyaluran, penyerapan dan capaian output Dana Desa.
(2) Dalam hal realisasi penyaluran Dana Desa kurang dari 75% (tujuh puluh lima
persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) dan realisasi
penyerapan Dana Desa kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen) serta
capaian output kurang dari 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (6) , Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan
Dana Desa dapat meminta konfirmasi dan klarifikasi kepada bupati / wali
kota.

Bagian Kedua
Pemantauan dan Evaluasi oleh Bupati/Wali kota
Pasal 44
Bupati/ wali kota melakukan pemantauan dan evaluasi atas :
a. sisa Dana Desa di RKD; dan/atau
b. capaian output Dana Desa.

Pasal 45
(1) Dalam hal berdasarkan pemantauan dan evaluasi atas sisa Dana Desa di
RKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf a ditemukan sisa Dana
Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) , bupati/ wali kota:
a. meminta penjelasan kepada Kepala Desa mengenai sisa Dana Desa di
RKD tersebut; dan/ atau
b. meminta aparat pengawas fungsional daerah untuk melakukan
pemeriksaan.
(2) Sisa Dana Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung dari Dana Desa yang diterima Desa pada
tahun anggaran berkenaan ditambah dengan sisa Dana Desa tahun
anggaran sebelumnya.
(3) Kepala Desa wajib menganggarkan kembali sisa Dana Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam rancangan APBDesa tahun anggaran
berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pemantauan dan evaluasi atas capaian output Dana Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, dapat dilakukan oleh aparat pengawas
fungsional daerah atas permintaan bupati/ wali kota.

Pasal 46
(1) Bupati/ wali kota menunda penyaluran Dana Desa, dalam hal:
a. bupati/ wali kota belum menenerima dokumen persyaratan
penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat
(3) ;
b. terdapat sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih dari
30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45; dan/
atau
c. terdapat rekomendasi penundaan yang disampaikan oleh aparat
pengawas fungsional di daerah.
(2) Penundaan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dilakukan terhadap penyaluran Dana Desa tahap II tahun anggaran
berjalan sebesar sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya.
(3) Dalam hal sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya lebih besar
dari jumlah Dana Desa yang akan disalurkan pada tahap II sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), penyaluran Dana Desa tahap II tidak dilakukan.
(4) Dalam hal sampai dengan minggu kedua bulan Juni tahun anggaran
berjalan sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya masih lebih
besar dari 30% (tiga puluh persen), penyaluran Dana Desa yang ditunda
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat disalurkan dan menj adi
sisa Dana Desa di RKUD .
(5) Bupati/ wali kota melaporkan Dana Desa yang tidak disalurkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) kepada Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.
(6) Dana Desa yang tidak disalurkan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.
(7) Bagi pemerintah Daerah yang memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikecualikan
dari penundaan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b.
(8) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c disampaikan
oleh aparat pengawas fungsional di daerah dalam hal terdapat potensi atau
telah terjadi penyimpangan penyaluran dan/ atau penggunaan Dana Desa.
(9) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) disampaikan kepada
bupati/ wali kota dengan tembusan kepada Kepala KPPN selaku KPA
Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa sebelum batas waktu tahapan
penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Pasal 47
(1) Bupati/ wali kota menyalurkan kembali Dana Desa yang ditunda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, dalam hal:
a. dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1)
huruf a telah diterima;
b. sisa Dana Desa di RKD tahun anggaran sebelumnya kurang dari atau
sama dengan 30% (tiga puluh persen) ; dan/ atau
c. terdapat usulan pencabutan rekomendasi penundaan dari aparat
pengawas fungsional daerah.
(2) Dalam hal dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a tidak diterima dan tidak terdapat usulan pencabutan rekomendasi
penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf c sampai dengan
berakhirnya tahun anggaran, penundaan penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat ( 1) huruf a dan huruf c tidak
dapat disalurkan ke RKD dan menj adi Sisa Dana Desa di RKUD .
(3) Bupati/ wali kota melaporkan Sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK
Fisik dan Dana Desa paling lambat akhir bulan Februari tahun anggaran
berjalan.
(4) Bupati/ wali kota memberitahukan Dana Desa yang tidak dapat disalurkan
ke RKD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada kepala Desa untuk
dianggarkan kembali dalam rancangan APBDesa tahun anggaran
berikutnya paling lambat akhir bulan Desember tahun anggaran berjalan.
(5) Bupati/ wali kota menganggarkan kembali Sisa Dana Desa di RKUD
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam rancangan APBD tahun
anggaran berikutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(6) Dalam hal sisa Dana Desa di RKUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
belum disalurkan dari RKUD ke RKD sampai dengan akhir bulan Februari
tahun anggaran berjalan, sisa Dana Desa tersebut diperhitungkan sebagai
pengurang dalam penyaluran Dana Desa tahap II dari RKUN ke RKUD tahun
anggaran berjalan.
(7) Bagi pemerintah Daerah yang memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) .
(8) Dalam hal Desa telah memenuhi persyaratan penyaluran kembali
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b sebelum minggu
kedua bulan Juni tahun anggaran berjalan, bupati/ wali kota
menyampaikan permintaan penyaluran kembali Dana Desa tahap II yang
diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Kepala KPPN
selaku KPA Penyaluran DAK fisik dan Dana Desa paling lambat minggu
ketiga bulan Juni tahun anggaran berjalan.
(9) Berdasarkan permintaan penyaluran kembali sebagaimana dimaksud pada
ayat (8) , Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa
menyalurkan kembali Dana Desa tahap II yang diperhitungkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) paling lambat bulan Juni tahun anggaran berjalan.
(10) Dalam hal bupati/ wali kota tidak menyampaikan permintaan penyaluran
kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) , Dana Desa tahap II yang
diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat disalurkan
kembali dan menj adi Sisa Anggaran Lebih pada RKUN.

Pasal 48
(1) Bupati/ wali kota melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa dalam hal
setelah dikenakan sanksi penundaan penyaluran Dana Desa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, masih terdapat sisa Dana Desa di
RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) sampai dengan akhir minggu kedua
bulan Juni.
(2) Bagi pemerintah Daerah yang memiliki predikat kinerja baik dalam
penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, bupati/ wali
kota melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1) pada saat penyaluran Dana Desa tahap III.
(3) Bupati/ wali kota melaporkan pemotongan penyaluran Dana Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Kepala KPPN
selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa.

Pasal 49
(1) Kepala KPPN selaku KPA Penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa melakukan
pemotongan penyaluran Dana Desa dalam hal terdapat:
a. pemberitahuan perbedaan jumlah desa dari bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3);
b. laporan penundaan penyaluran Dana Desa dari bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (5) dan Pasal 47 ayat (3);
dan/ atau
c. laporan pemotongan penyaluran Dana Desa dari bupati/ wali kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) .

(2) Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1 ) huruf a dilakukan


sebesar Alcikasi Dasar setiap Desa dikali selisih jumlah Desa pada tahun
anggaran berjalan.

BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 50
Ketentuan mengenai:
a. pedoman dan contoh penghitungan pembagian Dana Desa ke Setiap Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b;
b. format laporan realisasi penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b angka 1 dan huruf c angka 1 dan ayat (2)
huruf b angka 1 dan angka 4;
c. format laporan konsolidasi realisasi penyerapan dan capaian output Dana
Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1 ) huruf b angka 2 dan
huruf c angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 2 dan angka 5;
d. format laporan realisasi penyerapan dan capaian output Dana Desa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b dan huruf c angka 1
dan ayat (3) huruf b angka 1 dan angka 3; dan
e. format Laporan konvergensi pencegahan stunting tahun anggaran
sebelumnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat ( 1) huruf c angka
3 dan ayat (2) huruf b angka 3 dan Pasal 24 ayat (2) huruf c angka 2 dan ayat
(3) huruf b angka 2,
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.

BAB XI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 51
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. ketentuan penganggaran, penyaluran, penatausahaan, pertanggungj
awaban, dan pelaporan, pedoman penggunaan, dan pemantauan serta
evaluasi Dana Desa dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 /
PMK. 07 /201 7 tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 20 17 Nomor 537) sebagaimana
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 12 1/ PMK. 07 /2018 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 50 / PMK. 07 / 20 17 tentang Pengelolaan
Transfer ke Daerah dan Dana Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
20 18 Nomor 1 341 ); dan
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199 / PMK. 07/20 17 tentang Tata
Cara Pengalokasian Dana Desa Setiap Kabupaten/ Kota dan Penghitungan
Rincian Dana Desa Setiap Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
20 17 Nomor 1884),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 52
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) sampai dengan
ayat (6) , Pasal 21 ayat (2) , dan Pasal 48 ayat (2) mulai berlaku pada
tanggal 1 Januari 2020.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c angka 3
dan ayat (2) huruf b angka 3, Pasal 24 ayat (2) huruf c angka 2 dan ayat (3)
huruf b angka 2, Pasal 29 ayat (2) huruf b, Pasal 30 ayat (2) huruf b, Pasal
35 ayat (2) huruf d, dan Pasal 38 ayat ( 1) mulai berlaku untuk Daerah
kabupaten/ kota prioritas pada tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan
yang belum bersifat wajib dan bersifat wajib untuk seluruh Daerah
kabupaten/ kota pada tanggal 1 Januari 2021.
(3) Daerah kabupaten/ kota prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Daerah kabupaten/ kota prioritas yang melaksanakan program
intervensi giz1 spesifik dan g1z1 sensitif untuk pencegahan stunting yang
ditetapkan setiap tahun oleh Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Pasal 53
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018

MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2018

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK
INDONESIA,
ttd .

WIDODO EKA TJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1838

Salinan sesuai dengan aslinya Kepala Biro Umum


u.b.
Kepala Bagian TU Kementerian
*******

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa informasi merupakan kebutuhan pokok setiap


orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan
sosialnya serta merupakan bagian penting bagi
ketahanan nasional;
b. bahwa hak memperoleh informasi merupakan hak asasi
manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan
salah satu ciri penting negara demokratis yang
menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk
mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik;
c. bahwa keterbukaan informasi publik merupakan
sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik
terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik
lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada
kepentingan publik;
d. bahwa pengelolaan informasi publik merupakan salah
satu upaya untuk mengembangkan masyarakat
informasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
perlu membentuk Undang-Undang tentang
Keterbukaan Informasi Publik;
Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28 F, dan Pasal 28 J Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI
PUBLIK.

BABI…
-2-
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan
tanda-tanda yang mengandung nilai, makna, dan
pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang
dapat dilihat, didengar, dan dibaca yang disajikan
dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara elektronik ataupun nonelektronik.
2. Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan,
disimpan, dikelola, dikirim, dan/atau diterima oleh
suatu badan publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau
penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik
lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta
informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan
publik.
3. Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif,
yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara,
yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, atau
organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri.
4. Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang
berfungsi menjalankan Undang-Undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk
teknis standar layanan informasi publik dan
menyelesaikan sengketa informasi publik melalui
mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi.
5. Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi
antara badan publik dan pengguna informasi publik
yang berkaitan dengan hak memperoleh dan
menggunakan informasi berdasarkan perundang-
undangan.

6. Mediasi …
-3-

6. Mediasi adalah penyelesaian sengketa informasi publik


antara para pihak melalui bantuan mediator komisi
informasi.
7. Ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa
informasi publik antara para pihak yang diputus oleh
komisi informasi.
8. Pejabat Publik adalah orang yang ditunjuk dan diberi
tugas untuk menduduki posisi atau jabatan tertentu
pada badan publik.
9. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi adalah
pejabat yang bertanggung jawab di bidang
penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan,
dan/atau pelayanan informasi di badan publik.
10. Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang,
badan hukum, atau badan publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
11. Pengguna Informasi Publik adalah orang yang
menggunakan informasi publik sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini.
12. Pemohon Informasi Publik adalah warga negara
dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan
permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini.

BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

(1) Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat


diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.
(2) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat ketat dan
terbatas.
(3) Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap
Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat
waktu, biaya ringan, dan cara sederhana.

(4) Informasi …
-4-

(4) Informasi Publik yang dikecualikan bersifat rahasia


sesuai dengan Undang-Undang, kepatutan, dan
kepentingan umum didasarkan pada pengujian tentang
konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi
diberikan kepada masyarakat serta setelah
dipertimbangkan dengan saksama bahwa menutup
Informasi Publik dapat melindungi kepentingan yang
lebih besar daripada membukanya atau sebaliknya.

Bagian Kedua
Tujuan

Pasal 3

Undang-Undang ini bertujuan untuk:


a. menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik,
dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu keputusan publik;

b. mendorong partisipasi masyarakat dalam proses


pengambilan kebijakan publik;
c. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan
Publik yang baik;

d. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu


yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta
dapat dipertanggungjawabkan;
e. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi
hajat hidup orang banyak;
f. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan
kehidupan bangsa; dan/atau
g. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi di
lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan
informasi yang berkualitas.

BAB III …
-5-
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOHON DAN PENGGUNA INFORMASI
PUBLIK SERTA HAK DAN KEWAJIBAN BADAN PUBLIK

Bagian Kesatu
Hak Pemohon Informasi Publik
Pasal 4

(1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik


sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Setiap Orang berhak:
a. melihat dan mengetahui Informasi Publik;
b. menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk
umum untuk memperoleh Informasi Publik;
c. mendapatkan salinan Informasi Publik melalui
permohonan sesuai dengan Undang-Undang ini;
dan/atau
d. menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
(3) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan
permintaan Informasi Publik disertai alasan
permintaan tersebut.
(4) Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan apabila dalam memperoleh
Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Bagian Kedua
Kewajiban Pengguna Informasi Publik

Pasal 5
(1) Pengguna Informasi Publik wajib menggunakan
Informasi Publik sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengguna Informasi Publik wajib mencantumkan
sumber dari mana ia memperoleh Informasi Publik,
baik yang digunakan untuk kepentingan sendiri
maupun untuk keperluan publikasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga …
-6-
Bagian Ketiga
Hak Badan Publik

Pasal 6

(1) Badan Publik berhak menolak memberikan informasi


yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Badan Publik berhak menolak memberikan Informasi
Publik apabila tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Informasi Publik yang tidak dapat diberikan oleh
Badan Publik, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan
perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak
sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan;
dan/atau
e. Informasi Publik yang diminta belum dikuasai atau
didokumentasikan.

Bagian Keempat
Kewajiban Badan Publik

Pasal 7

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan


dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di
bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi
Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai
dengan ketentuan.
(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik
yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus
membangun dan mengembangkan sistem informasi
dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik
secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan
mudah.

(4) Badan …
-7-

(4) Badan Publik wajib membuat pertimbangan secara


tertulis setiap kebijakan yang diambil untuk memenuhi
hak setiap Orang atas Informasi Publik.
(5) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
antara lain memuat pertimbangan politik, ekonomi,
sosial, budaya, dan/atau pertahanan dan keamanan
negara.
(6) Dalam rangka memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) Badan
Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media
elektronik dan nonelektronik.

Pasal 8
Kewajiban Badan Publik yang berkaitan dengan kearsipan
dan pendokumentasian Informasi Publik dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB IV
INFORMASI YANG WAJIB DISEDIAKAN DAN DIUMUMKAN

Bagian Kesatu
Informasi yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala

Pasal 9

(1) Setiap Badan Publik wajib mengumumkan Informasi


Publik secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. informasi yang berkaitan dengan Badan Publik;
b. informasi mengenai kegiatan dan kinerja Badan
Publik terkait;
c. informasi mengenai laporan keuangan; dan/atau
d. informasi lain yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan menyampaikan Informasi
Publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
paling singkat 6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

(5) Cara-cara …
-8-

(5) Cara-cara sebagaimana dimaksud pada ayat (4)


ditentukan lebih lanjut oleh Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi di Badan Publik terkait.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban Badan
Publik memberikan dan menyampaikan Informasi
Publik secara berkala sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Petunjuk
Teknis Komisi Informasi.

Bagian Kedua
Informasi yang Wajib Diumumkan secara Serta-merta

Pasal 10

(1) Badan Publik wajib mengumumkan secara serta-merta


suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup
orang banyak dan ketertiban umum.
(2) Kewajiban menyebarluaskan Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat
dan dalam bahasa yang mudah dipahami.

Bagian Ketiga
Informasi yang Wajib Tersedia Setiap Saat

Pasal 11

(1) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik


setiap saat yang meliputi:
a. daftar seluruh Informasi Publik yang berada di
bawah penguasaannya, tidak termasuk informasi
yang dikecualikan;
b. hasil keputusan Badan Publik dan
pertimbangannya;
c. seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen
pendukungnya;
d. rencana kerja proyek termasuk di dalamnya
perkiraan pengeluaran tahunan Badan Publik;
e. perjanjian Badan Publik dengan pihak ketiga;
f. informasi dan kebijakan yang disampaikan Pejabat
Publik dalam pertemuan yang terbuka untuk
umum;
g. prosedur kerja pegawai Badan Publik yang
berkaitan dengan pelayanan masyarakat; dan/atau

h. laporan …
-9-

h. laporan mengenai pelayanan akses Informasi Publik


sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

(2) Informasi Publik yang telah dinyatakan terbuka bagi


masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan
dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50
dinyatakan sebagai Informasi Publik yang dapat
diakses oleh Pengguna Informasi Publik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
kewajiban Badan Publik menyediakan Informasi Publik
yang dapat diakses oleh Pengguna Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) diatur dengan Petunjuk Teknis Komisi
Informasi.

Pasal 12

Setiap tahun Badan Publik wajib mengumumkan layanan


informasi, yang meliputi:
a. jumlah permintaan informasi yang diterima;
b. waktu yang diperlukan Badan Publik dalam
memenuhi setiap permintaan informasi;
c. jumlah pemberian dan penolakan permintaan
informasi; dan/atau
d. alasan penolakan permintaan informasi.

Pasal 13

(1) Untuk mewujudkan pelayanan cepat, tepat, dan


sederhana setiap Badan Publik:
a. menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi; dan
b. membuat dan mengembangkan sistem penyediaan
layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar
sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan
Informasi Publik yang berlaku secara nasional.
(2) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu
oleh pejabat fungsional.

Pasal 14 …
-10-
Pasal 14

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh Badan Usaha


Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan/atau badan
usaha lainnya yang dimiliki oleh negara dalam Undang-
Undang ini adalah:
a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan
serta jenis kegiatan usaha, jangka waktu pendirian,
dan permodalan, sebagaimana tercantum dalam
anggaran dasar;
b. nama lengkap pemegang saham, anggota direksi, dan
anggota dewan komisaris perseroan;
c. laporan tahunan, laporan keuangan, neraca laporan
laba rugi, dan laporan tanggung jawab sosial
perusahaan yang telah diaudit;
d. hasil penilaian oleh auditor eksternal, lembaga
pemeringkat kredit dan lembaga pemeringkat lainnya;
e. sistem dan alokasi dana remunerasi anggota
komisaris/dewan pengawas dan direksi;
f. mekanisme penetapan direksi dan komisaris/dewan
pengawas;
g. kasus hukum yang berdasarkan Undang-Undang
terbuka sebagai Informasi Publik;
h. pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang
baik berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan
kewajaran;
i. pengumuman penerbitan efek yang bersifat utang;
j. penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;
k. perubahan tahun fiskal perusahaan;
l. kegiatan penugasan pemerintah dan/atau kewajiban
pelayanan umum atau subsidi;
m. mekanisme pengadaan barang dan jasa; dan/atau
n. informasi lain yang ditentukan oleh Undang-Undang
yang berkaitan dengan Badan Usaha Milik Negara/
Badan Usaha Milik Daerah.

Pasal 15

Informasi Publik yang wajib disediakan oleh partai politik


dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;

b. program …
-11-
b. program umum dan kegiatan partai politik;
c. nama, alamat dan susunan kepengurusan dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
e. mekanisme pengambilan keputusan partai;
f. keputusan partai yang berasal dari hasil
muktamar/kongres/munas dan/atau keputusan
lainnya yang menurut anggaran dasar dan anggaran
rumah tangga partai terbuka untuk umum; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang
yang berkaitan dengan partai politik.

Pasal 16
Informasi Publik yang wajib disediakan oleh organisasi
nonpemerintah dalam Undang-Undang ini adalah:
a. asas dan tujuan;
b. program dan kegiatan organisasi;
c. nama, alamat, susunan kepengurusan, dan
perubahannya;
d. pengelolaan dan penggunaan dana yang bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
sumbangan masyarakat, dan/atau sumber luar negeri;
e. mekanisme pengambilan keputusan organisasi;
f. keputusan-keputusan organisasi; dan/atau
g. informasi lain yang ditetapkan oleh peraturan
perundang-undangan.

BAB V
INFORMASI YANG DIKECUALIKAN

Pasal 17

Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap


Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi
Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:

1. menghambat …
-12-

1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan


suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,
dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak
pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan
rencana-rencana yang berhubungan dengan
pencegahan dan penanganan segala bentuk
kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan
penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana,
dan/atau prasarana penegak hukum.
b. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas kekayaan
intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha
tidak sehat;
c. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat
membahayakan pertahanan dan keamanan negara,
yaitu:
1. informasi tentang strategi, intelijen, operasi, taktik
dan teknik yang berkaitan dengan penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara, meliputi
tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengakhiran
atau evaluasi dalam kaitan dengan ancaman dari
dalam dan luar negeri;
2. dokumen yang memuat tentang strategi, intelijen,
operasi, teknik dan taktik yang berkaitan dengan
penyelenggaraan sistem pertahanan dan keamanan
negara yang meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan dan pengakhiran atau evaluasi;
3. jumlah, komposisi, disposisi, atau dislokasi
kekuatan dan kemampuan dalam penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan negara serta
rencana pengembangannya;
4. gambar dan data tentang situasi dan keadaan
pangkalan dan/atau instalasi militer;

5. data …
-13-

5. data perkiraan kemampuan militer dan pertahanan


negara lain terbatas pada segala tindakan dan/atau
indikasi negara tersebut yang dapat membahayakan
kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan/atau data terkait kerjasama militer dengan
negara lain yang disepakati dalam perjanjian
tersebut sebagai rahasia atau sangat rahasia;
6. sistem persandian negara; dan/atau
7. sistem intelijen negara.
d. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat
mengungkapkan kekayaan alam Indonesia;
e. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
ketahanan ekonomi nasional:
1. rencana awal pembelian dan penjualan mata uang
nasional atau asing, saham dan aset vital milik
negara;
2. rencana awal perubahan nilai tukar, suku bunga,
dan model operasi institusi keuangan;
3. rencana awal perubahan suku bunga bank,
pinjaman pemerintah, perubahan pajak, tarif, atau
pendapatan negara/daerah lainnya;
4. rencana awal penjualan atau pembelian tanah atau
properti;
5. rencana awal investasi asing;
6. proses dan hasil pengawasan perbankan, asuransi,
atau lembaga keuangan lainnya; dan/atau
7. hal-hal yang berkaitan dengan proses pencetakan
uang.
f. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik, dapat merugikan
kepentingan hubungan luar negeri:
1. posisi, daya tawar dan strategi yang akan dan telah
diambil oleh negara dalam hubungannya dengan
negosiasi internasional;
2. korespondensi diplomatik antarnegara;
3. sistem komunikasi dan persandian yang
dipergunakan dalam menjalankan hubungan
internasional; dan/atau

4. perlindungan …
-14-

4. perlindungan dan pengamanan infrastruktur


strategis Indonesia di luar negeri.
g. Informasi Publik yang apabila dibuka dapat
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi
dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang;
h. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat mengungkap
rahasia pribadi, yaitu:
1. riwayat dan kondisi anggota keluarga;
2. riwayat, kondisi dan perawatan, pengobatan
kesehatan fisik, dan psikis seseorang;
3. kondisi keuangan, aset, pendapatan, dan rekening
bank seseorang;
4. hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas,
intelektualitas, dan rekomendasi kemampuan
seseorang; dan/atau
5. catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang
berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan
formal dan satuan pendidikan nonformal.
i. memorandum atau surat-surat antar Badan Publik
atau intra Badan Publik, yang menurut sifatnya
dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi
atau pengadilan;
j. informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan
Undang-Undang.

Pasal 18

(1) Tidak termasuk dalam kategori informasi yang


dikecualikan adalah informasi berikut:
a. putusan badan peradilan;
b. ketetapan, keputusan, peraturan, surat edaran,
ataupun bentuk kebijakan lain, baik yang tidak
berlaku mengikat maupun mengikat ke dalam
ataupun ke luar serta pertimbangan lembaga
penegak hukum;
c. surat perintah penghentian penyidikan atau
penuntutan;
d. rencana pengeluaran tahunan lembaga penegak
hukum;
e. laporan keuangan tahunan lembaga penegak
hukum;

f. laporan …
-15-

f. laporan hasil pengembalian uang hasil korupsi;


dan/atau
g. informasi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 ayat (2).
(2) Tidak termasuk informasi yang dikecualikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf g dan
huruf h, antara lain apabila :
a. pihak yang rahasianya diungkap memberikan
persetujuan tertulis; dan/atau
b. pengungkapan berkaitan dengan posisi seseorang
dalam jabatan-jabatan publik.
(3) Dalam hal kepentingan pemeriksaan perkara pidana di
pengadilan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi, dan/atau Pimpinan Lembaga
Negara Penegak Hukum lainnya yang diberi
kewenangan oleh Undang-Undang dapat membuka
informasi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, huruf f, huruf i, dan huruf j.
(4) Pembukaan informasi yang dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara
mengajukan permintaan izin kepada Presiden.
(5) Permintaan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) untuk kepentingan pemeriksaan perkara
perdata yang berkaitan dengan keuangan atau
kekayaan negara di pengadilan, permintaan izin
diajukan oleh Jaksa Agung sebagai pengacara negara
kepada Presiden.
(6) Izin tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5) diberikan oleh Presiden kepada Kepala
Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi, Pimpinan Lembaga
Negara Penegak Hukum lainnya, atau Ketua
Mahkamah Agung.
(7) Dengan mempertimbangkan kepentingan pertahanan
dan keamanan negara dan kepentingan umum,
Presiden dapat menolak permintaan informasi yang
dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5).

Pasal 19 …
-16-
Pasal 19

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi di setiap


Badan Publik wajib melakukan pengujian tentang
konsekuensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
dengan saksama dan penuh ketelitian sebelum menyatakan
Informasi Publik tertentu dikecualikan untuk diakses oleh
setiap Orang.

Pasal 20

(1) Pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17


huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf
f tidak bersifat permanen.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jangka waktu
pengecualian diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI
MEKANISME MEMPEROLEH INFORMASI

Pasal 21
Mekanisme untuk memperoleh Informasi Publik didasarkan
pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Pasal 22

(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan


permintaan untuk memperoleh Informasi Publik
kepada Badan Publik terkait secara tertulis atau tidak
tertulis.
(2) Badan Publik wajib mencatat nama dan alamat
Pemohon Informasi Publik, subjek dan format
informasi serta cara penyampaian informasi yang
diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
(3) Badan Publik yang bersangkutan wajib mencatat
permintaan Informasi Publik yang diajukan secara
tidak tertulis.
(4) Badan Publik terkait wajib memberikan tanda bukti
penerimaan permintaan Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) berupa nomor
pendaftaran pada saat permintaan diterima.

(5) Dalam …
-17-

(5) Dalam hal permintaan disampaikan secara langsung


atau melalui surat elektronik, nomor pendaftaran
diberikan saat penerimaan permintaan.
(6) Dalam hal permintaan disampaikan melalui surat,
pengiriman nomor pendaftaran dapat diberikan
bersamaan dengan pengiriman informasi.
(7) Paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya
permintaan, Badan Publik yang bersangkutan wajib
menyampaikan pemberitahuan tertulis yang berisikan
:
a. informasi yang diminta berada di bawah
penguasaannya ataupun tidak;
b. Badan Publik wajib memberitahukan Badan Publik
yang menguasai informasi yang diminta apabila
informasi yang diminta tidak berada di bawah
penguasaannya dan Badan Publik yang menerima
permintaan mengetahui keberadaan informasi yang
diminta;
c. penerimaan atau penolakan permintaan dengan
alasan yang tercantum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17;
d. dalam hal permintaan diterima seluruhnya atau
sebagian dicantumkan materi informasi yang akan
diberikan;
e. dalam hal suatu dokumen mengandung materi yang
dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17, maka informasi yang dikecualikan tersebut
dapat dihitamkan dengan disertai alasan dan
materinya;
f. alat penyampai dan format informasi yang akan
diberikan; dan/atau
g. biaya serta cara pembayaran untuk memperoleh
informasi yang diminta.
(8) Badan Publik yang bersangkutan dapat
memperpanjang waktu untuk mengirimkan
pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7),
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja berikutnya dengan
memberikan alasan secara tertulis.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permintaan
informasi kepada Badan Publik diatur oleh Komisi
Informasi.

BAB VII …
-18-
BAB VII
KOMISI INFORMASI

Bagian Kesatu
Fungsi

Pasal 23

Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi


menjalankan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya menetapkan petunjuk teknis standar
layanan Informasi Publik dan menyelesaikan Sengketa
Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi.

Bagian Kedua
Kedudukan

Pasal 24

(1) Komisi Informasi terdiri atas Komisi Informasi Pusat,


Komisi Informasi provinsi, dan jika dibutuhkan Komisi
Informasi kabupaten/kota.
(2) Komisi Informasi Pusat berkedudukan di ibu kota
Negara.
(3) Komisi Informasi provinsi berkedudukan di ibu kota
provinsi dan Komisi Informasi kabupaten/kota
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Susunan

Pasal 25
(1) Anggota Komisi Informasi Pusat berjumlah 7 (tujuh)
orang yang mencerminkan unsur pemerintah dan
unsur masyarakat.
(2) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota berjumlah 5 (lima) orang
yang mencerminkan unsur pemerintah dan unsur
masyarakat.
(3) Komisi Informasi dipimpin oleh seorang ketua
merangkap anggota dan didampingi oleh seorang wakil
ketua merangkap anggota.

(4) Ketua …
-19-

(4) Ketua dan wakil ketua dipilih dari dan oleh para
anggota Komisi Informasi.
(5) Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan dengan musyawarah seluruh anggota
Komisi Informasi dan apabila tidak tercapai
kesepakatan dilakukan pemungutan suara.

Bagian Keempat
Tugas

Pasal 26
(1) Komisi Informasi bertugas:
a. menerima, memeriksa, dan memutus permohonan
penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi yang
diajukan oleh setiap Pemohon Informasi Publik
berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini;
b. menetapkan kebijakan umum pelayanan
Informasi Publik; dan
c. menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk
teknis.
(2) Komisi Informasi Pusat bertugas:
a. menetapkan prosedur pelaksanaan penyelesaian
sengketa melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi
nonlitigasi;
b. menerima, memeriksa, dan memutus Sengketa
Informasi Publik di daerah selama Komisi
Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota belum terbentuk; dan
c. memberikan laporan mengenai pelaksanaan
tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini kepada
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia setahun sekali atau sewaktu-waktu jika
diminta.
(3) Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota bertugas menerima, memeriksa, dan
memutus Sengketa Informasi Publik di daerah melalui
Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi.

Bagian Kelima …
-20-
Bagian Kelima
Wewenang

Pasal 27

(1) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Informasi


memiliki wewenang:
a. memanggil dan/atau mempertemukan para pihak
yang bersengketa;
b. meminta catatan atau bahan yang relevan yang
dimiliki oleh Badan Publik terkait untuk
mengambil keputusan dalam upaya
menyelesaikan Sengketa Informasi Publik;
c. meminta keterangan atau menghadirkan pejabat
Badan Publik ataupun pihak yang terkait sebagai
saksi dalam penyelesaian Sengketa Informasi
Publik;
d. mengambil sumpah setiap saksi yang didengar
keterangannya dalam Ajudikasi nonlitigasi
penyelesaian Sengketa Informasi Publik; dan
e. membuat kode etik yang diumumkan kepada
publik sehingga masyarakat dapat menilai kinerja
Komisi Informasi.
(2) Kewenangan Komisi Informasi Pusat meliputi
kewenangan penyelesaian Sengketa Informasi Publik
yang menyangkut Badan Publik pusat dan Badan
Publik tingkat provinsi dan/atau Badan Publik tingkat
kabupaten/kota selama Komisi Informasi di provinsi
atau Komisi Informasi kabupaten/kota tersebut belum
terbentuk.
(3) Kewenangan Komisi Informasi provinsi meliputi
kewenangan penyelesaian sengketa yang menyangkut
Badan Publik tingkat provinsi yang bersangkutan.
(4) Kewenangan Komisi Informasi kabupaten/kota
meliputi kewenangan penyelesaian sengketa yang
menyangkut Badan Publik tingkat kabupaten/kota
yang bersangkutan

Bagian Keenam …
-21-
Bagian Keenam
Pertanggungjawaban

Pasal 28

(1) Komisi Informasi Pusat bertanggung jawab kepada


Presiden dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
(2) Komisi Informasi provinsi bertanggung jawab kepada
gubernur dan menyampaikan laporan tentang
pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi yang
bersangkutan.
(3) Komisi Informasi kabupaten/kota bertanggung jawab
kepada bupati/walikota dan menyampaikan laporan
tentang pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/
kota yang bersangkutan.
(4) Laporan lengkap Komisi Informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) bersifat
terbuka untuk umum.

Bagian Ketujuh
Sekretariat dan Penatakelolaan Komisi Informasi

Pasal 29

(1) Dukungan administratif, keuangan, dan tata kelola


Komisi Informasi dilaksanakan oleh sekretariat komisi.
(2) Sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh
Pemerintah.
(3) Sekretariat Komisi Informasi Pusat dipimpin oleh
sekretaris yang ditetapkan oleh Menteri yang tugas dan
wewenangnya di bidang komunikasi dan informatika
berdasarkan usulan Komisi Informasi.
(4) Sekretariat Komisi Informasi provinsi dilaksanakan
oleh pejabat yang tugas dan wewenangnya di bidang
komunikasi dan informasi di tingkat provinsi yang
bersangkutan.

(5) Sekretariat …
-22-

(5) Sekretariat Komisi Informasi kabupaten/kota


dilaksanakan oleh pejabat yang mempunyai tugas dan
wewenang di bidang komunikasi dan informasi di
tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan.
(6) Anggaran Komisi Informasi Pusat dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, anggaran
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi dan/atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan.

Bagian Kedelapan
Pengangkatan dan Pemberhentian
Pasal 30
(1) Syarat-syarat pengangkatan anggota Komisi
Informasi:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki integritas dan tidak tercela;
c. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana 5 (lima) tahun
atau lebih;
d. memiliki pengetahuan dan pemahaman di bidang
keterbukaan Informasi Publik sebagai bagian dari
hak asasi manusia dan kebijakan publik;
e. memiliki pengalaman dalam aktivitas Badan
Publik;
f. bersedia melepaskan keanggotaan dan jabatannya
dalam Badan Publik apabila diangkat menjadi
anggota Komisi Informasi;
g. bersedia bekerja penuh waktu;
h. berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun;
dan
i. sehat jiwa dan raga.
(2) Rekrutmen calon anggota Komisi Informasi
dilaksanakan oleh Pemerintah secara terbuka, jujur,
dan objektif.
(3) Daftar calon anggota Komisi Informasi wajib
diumumkan kepada masyarakat.
(4) Setiap Orang berhak mengajukan pendapat dan
penilaian terhadap calon anggota Komisi Informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan disertai
alasan.

Pasal 31 …
-23-
Pasal 31

(1) Calon anggota Komisi Informasi Pusat hasil rekrutmen


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia oleh Presiden sejumlah 21 (dua puluh satu)
orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memilih
anggota Komisi Informasi Pusat melalui uji kepatutan
dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi Pusat yang telah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
selanjutnya ditetapkan oleh Presiden.

Pasal 32

(1) Calon anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau


Komisi Informasi kabupaten/kota hasil rekrutmen
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
provinsi dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
kabupaten/kota oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota paling sedikit 10 (sepuluh) orang calon
dan paling banyak 15 (lima belas) orang calon.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
kabupaten/kota memilih anggota Komisi Informasi
provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota
melalui uji kepatutan dan kelayakan.
(3) Anggota Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi
Informasi kabupaten/kota yang telah dipilih oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan/atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota
selanjutnya ditetapkan oleh gubernur dan/atau
bupati/walikota.

Pasal 33

Anggota Komisi Informasi diangkat untuk masa jabatan 4


(empat) tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu
periode berikutnya.

Pasal 34 …
-24-
Pasal 34

(1) Pemberhentian anggota Komisi Informasi dilakukan


berdasarkan keputusan Komisi Informasi sesuai
dengan tingkatannya dan diusulkan kepada Presiden
untuk Komisi Informasi Pusat, kepada gubernur untuk
Komisi Informasi provinsi, dan kepada bupati/walikota
untuk Komisi Informasi kabupaten/kota untuk
ditetapkan.
(2) Anggota Komisi Informasi berhenti atau
diberhentikan karena:
a. meninggal dunia;
b. telah habis masa jabatannya;
c. mengundurkan diri;
d. dipidana dengan putusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana
paling singkat 5 (lima) tahun penjara;
e. sakit jiwa dan raga dan/atau sebab lain yang
mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan tugas 1 (satu) tahun berturut-turut;
atau
f. melakukan tindakan tercela dan/atau melanggar
kode etik, yang putusannya ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
(3) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan melalui Keputusan Presiden untuk Komisi
Informasi Pusat, keputusan gubernur untuk Komisi
Informasi provinsi, dan/atau keputusan
bupati/walikota untuk Komisi Informasi
kabupaten/kota.
(4) Pergantian antarwaktu anggota Komisi Informasi
dilakukan oleh Presiden setelah berkonsultasi dengan
pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia untuk Komisi Informasi Pusat, oleh
gubernur setelah berkonsultasi dengan pimpinan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi untuk
Komisi Informasi provinsi, dan oleh bupati/walikota
setelah berkonsultasi dengan pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota untuk
Komisi Informasi kabupaten/kota.

(5) Anggota …
-25-

(5) Anggota Komisi Informasi pengganti antarwaktu


diambil dari urutan berikutnya berdasarkan hasil uji
kelayakan dan kepatutan yang telah dilaksanakan
sebagai dasar pengangkatan anggota Komisi Informasi
pada periode dimaksud.

BAB VIII
KEBERATAN DAN PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI KOMISI INFORMASI
Bagian Kesatu
Keberatan
Pasal 35
(1) Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan
keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan
alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan
alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak
sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang
diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara
musyawarah oleh kedua belah pihak.

Pasal 36
(1) Keberatan diajukan oleh Pemohon Informasi Publik
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah ditemukannya alasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
(2) Atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1) memberikan tanggapan atas keberatan yang
diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
diterimanya keberatan secara tertulis.

(3) Alasan …
-26-

(3) Alasan tertulis disertakan bersama tanggapan apabila


atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1) menguatkan putusan yang ditetapkan oleh
bawahannya.

Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi

Pasal 37

(1) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik


diajukan kepada Komisi Informasi Pusat dan/atau
Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
apabila tanggapan atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi dalam proses keberatan tidak
memuaskan Pemohon Informasi Publik.
(2) Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik
diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari
atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (2).

Pasal 38

(1) Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi


dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus
mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi
Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah
menerima permohonan penyelesaian Sengketa
Informasi Publik.
(2) Proses penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling lambat dapat diselesaikan dalam
waktu 100 (seratus) hari kerja.

Pasal 39

Putusan Komisi Informasi yang berasal dari kesepakatan


melalui Mediasi bersifat final dan mengikat.

BAB IX …
-27-
BAB IX
HUKUM ACARA KOMISI

Bagian Kesatu
Mediasi

Pasal 40

(1) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi merupakan


pilihan para pihak dan bersifat sukarela.
(2) Penyelesaian sengketa melalui Mediasi hanya dapat
dilakukan terhadap pokok perkara yang terdapat
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf
e, huruf f, dan huruf g.
(3) Kesepakatan para pihak dalam proses Mediasi
dituangkan dalam bentuk putusan Mediasi Komisi
Informasi.

Pasal 41

Dalam proses Mediasi anggota Komisi Informasi berperan


sebagai mediator.

Bagian Kedua
Ajudikasi

Pasal 42

Penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Ajudikasi


nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh
apabila upaya Mediasi dinyatakan tidak berhasil secara
tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa,
atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik
diri dari perundingan.

Pasal 43

(1) Sidang Komisi Informasi yang memeriksa dan


memutus perkara paling sedikit 3 (tiga) orang anggota
komisi atau lebih dan harus berjumlah gasal.
(2) Sidang Komisi Informasi bersifat terbuka untuk
umum.

(3) Dalam …
-28-

(3) Dalam hal pemeriksaan yang berkaitan dengan


dokumen-dokumen yang termasuk dalam
pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
maka sidang pemeriksaan perkara bersifat tertutup.
(4) Anggota Komisi Informasi wajib menjaga rahasia
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Bagian Ketiga
Pemeriksaan

Pasal 44

(1) Dalam hal Komisi Informasi menerima permohonan


penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Komisi
Informasi memberikan salinan permohonan tersebut
kepada pihak termohon.
(2) Pihak termohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pimpinan Badan Publik atau pejabat terkait
yang ditunjuk yang didengar keterangannya dalam
proses pemeriksaan.
(3) Dalam hal pihak termohon sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Komisi Informasi dapat memutus untuk
mendengar keterangan tersebut secara lisan ataupun
tertulis.
(4) Pemohon Informasi Publik dan termohon dapat
mewakilkan kepada wakilnya yang secara khusus
dikuasakan untuk itu.

Bagian Keempat
Pembuktian

Pasal 45

(1) Badan Publik harus membuktikan hal-hal yang


mendukung pendapatnya apabila menyatakan tidak
dapat memberikan informasi dengan alasan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 35
ayat (1) huruf a.
(2) Badan Publik harus menyampaikan alasan yang
mendukung sikapnya apabila Pemohon Informasi
Publik mengajukan permohonan penyelesaian
Sengketa Informasi Publik sebagaimana diatur dalam
Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g.

Bagian Kelima …
-29-
Bagian Kelima
Putusan Komisi Informasi

Pasal 46

(1) Putusan Komisi Informasi tentang pemberian atau


penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian
informasi yang diminta berisikan salah satu perintah
di bawah ini:
a. membatalkan putusan atasan Badan Publik dan
memutuskan untuk memberikan sebagian atau
seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon
Informasi Publik sesuai dengan keputusan Komisi
Informasi; atau
b. mengukuhkan putusan atasan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi untuk tidak
memberikan informasi yang diminta sebagian atau
seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(2) Putusan Komisi Informasi tentang pokok keberatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf
b sampai dengan huruf g, berisikan salah satu perintah
di bawah ini:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini;
b. memerintahkan Badan Publik untuk memenuhi
kewajibannya dalam jangka waktu pemberian
informasi sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini; atau
c. mengukuhkan pertimbangan atasan Badan Publik
atau memutuskan mengenai biaya penelusuran
dan/atau penggandaan informasi.
(3) Putusan Komisi Informasi diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum, kecuali putusan yang
menyangkut informasi yang dikecualikan.
(4) Komisi Informasi wajib memberikan salinan
putusannya kepada para pihak yang bersengketa.
(5) Apabila ada anggota komisi yang dalam memutus
suatu perkara memiliki pendapat yang berbeda dari
putusan yang diambil, pendapat anggota komisi
tersebut dilampirkan dalam putusan dan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari putusan tersebut.

BABX…
-30-
BAB X
GUGATAN KE PENGADILAN DAN KASASI

Bagian Kesatu
Gugatan ke Pengadilan

Pasal 47

(1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata


usaha negara apabila yang digugat adalah Badan
Publik negara.
(2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan
negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain
Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1).
Pasal 48

(1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh
apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa
secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan
Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14
(empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan
tersebut.
(2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan,
sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat
tertutup.
Pasal 49

(1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan


negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik
tentang pemberian atau penolakan akses terhadap
seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi
salah satu perintah berikut:
a. membatalkan putusan Komisi Informasi
dan/atau memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi
Publik; atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh
informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.

b. menguatkan …
-31-

b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau


memerintahkan Badan Publik:
1. memberikan sebagian atau seluruh informasi
yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik;
atau
2. menolak memberikan sebagian atau seluruh
informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi
Publik.
(2) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan
negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik
tentang pokok keberatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g
berisi salah satu perintah berikut:
a. memerintahkan Pejabat Pengelola Informasi dan
Dokumentasi untuk menjalankan kewajibannya
sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang
ini dan/atau memerintahkan untuk memenuhi
jangka waktu pemberian informasi sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang ini;
b. menolak permohonan Pemohon Informasi Publik;
atau
c. memutuskan biaya penggandaan informasi.
b. Pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri
memberikan salinan putusannya kepada para pihak
yang bersengketa.

Bagian Kedua
Kasasi

Pasal 50

Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan tata usaha


negara atau pengadilan negeri dapat mengajukan kasasi
kepada Mahkamah Agung paling lambat dalam waktu 14
(empat belas) hari sejak diterimanya putusan pengadilan
tata usaha negara atau pengadilan negeri.

BAB XI …
-32-
BAB XI
KETENTUAN PIDANA

Pasal 51
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Informasi
Publik secara melawan hukum dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 52
Badan Publik yang dengan sengaja tidak menyediakan,
tidak memberikan, dan/atau tidak menerbitkan Informasi
Publik berupa Informasi Publik secara berkala, Informasi
Publik yang wajib diumumkan secara serta-merta,
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat, dan/atau
Informasi Publik yang harus diberikan atas dasar
permintaan sesuai dengan Undang-Undang ini, dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dikenakan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 53

Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum


menghancurkan, merusak, dan/atau menghilangkan
dokumen Informasi Publik dalam bentuk media apa pun
yang dilindungi negara dan/atau yang berkaitan dengan
kepentingan umum dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

Pasal 54

(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 17 huruf a, huruf b, huruf d, huruf
f, huruf g, huruf h, huruf i, dan huruf j dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah).

(2) Setiap …
-33-

(2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak


mengakses dan/atau memperoleh dan/atau
memberikan informasi yang dikecualikan sebagaimana
diatur dalam Pasal 17 huruf c dan huruf e, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).

Pasal 55
Setiap Orang yang dengan sengaja membuat Informasi
Publik yang tidak benar atau menyesatkan dan
mengakibatkan kerugian bagi orang lain dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 56
Setiap pelanggaran yang dikenai sanksi pidana dalam
Undang-Undang ini dan juga diancam dengan sanksi
pidana dalam Undang-Undang lain yang bersifat khusus,
yang berlaku adalah sanksi pidana dari Undang-Undang
yang lebih khusus tersebut.

Pasal 57
Tuntutan pidana berdasarkan Undang-Undang ini
merupakan delik aduan dan diajukan melalui peradilan
umum.
BAB XII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 58
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran
ganti rugi oleh Badan Publik negara diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 59

Komisi Informasi Pusat harus sudah dibentuk paling


lambat 1 (satu) tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang ini.

Pasal 60 …
-34-
Pasal 60

Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk paling


lambat 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang ini.

Pasal 61

Pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan


Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan
Undang-Undang.

Pasal 62

Peraturan Pemerintah sudah harus ditetapkan sejak


diberlakukannya Undang-Undang ini.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 63

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini semua peraturan


perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan
informasi yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan Undang-
Undang ini.

Pasal 64

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku 2 (dua) tahun sejak


tanggal diundangkan.
(2) Penyusunan dan penetapan Peraturan Pemerintah,
petunjuk teknis, sosialisasi, sarana dan prasarana,
serta hal-hal lainnya yang terkait dengan persiapan
pelaksanaan Undang-Undang ini harus rampung
paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini
diundangkan.

Agar …
-35-

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di
pada tanggal 30 April 2008

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di
pada tanggal 30 April 2008

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA


REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 61


PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2008
TENTANG
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

I. UMUM

Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Pasal 28 F disebutkan bahwa setiap Orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh Informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, dan menyimpan Informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Untuk memberikan
jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh Informasi, perlu
dibentuk undang-undang yang mengatur tentang keterbukaan
Informasi Publik. Fungsi maksimal ini diperlukan, mengingat hak
untuk memperoleh Informasi merupakan hak asasi manusia sebagai
salah satu wujud dari kehidupan berbangsa dan bernegara yang
demokratis.
Salah satu elemen penting dalam mewujudkan penyelenggaraan
negara yang terbuka adalah hak publik untuk memperoleh Informasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hak atas Informasi
menjadi sangat penting karena makin terbuka penyelenggaraan negara
untuk diawasi publik, penyelenggaraan negara tersebut makin dapat
dipertanggungjawabkan. Hak setiap Orang untuk memperoleh
Informasi juga relevan untuk meningkatkan kualitas pelibatan
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan publik. Partisipasi
atau pelibatan masyarakat tidak banyak berarti tanpa jaminan
keterbukaan Informasi Publik.
Keberadaan Undang-undang tentang Keterbukaan Informasi Publik
sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak
setiap Orang untuk memperoleh Informasi; (2) kewajiban Badan Publik
menyediakan dan melayani permintaan Informasi secara cepat, tepat
waktu, biaya ringan/proporsional, dan cara sederhana;
(3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban Badan
Publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan
Informasi.

Setiap …
-2-

Setiap Badan Publik mempunyai kewajiban untuk membuka akses


atas Informasi Publik yang berkaitan dengan Badan Publik tersebut
untuk masyarakat luas. Lingkup Badan Publik dalam Undang-undang
ini meliputi lembaga eksekutif, yudikatif, legislatif, serta penyelenggara
negara lainnya yang mendapatkan dana dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD) dan mencakup pula organisasi nonpemerintah, baik yang
berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, seperti
lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, serta organisasi lainnya
yang mengelola atau menggunakan dana yang sebagian atau
seluruhnya bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat,
dan/atau luar negeri. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip
keterbukaan, akan tercipta kepemerintahan yang baik dan peran serta
masyarakat yang transparan dan akuntabilitas yang tinggi sebagai
salah satu prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang hakiki.
Dengan membuka akses publik terhadap Informasi diharapkan Badan
Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada
pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya. Dengan demikian, hal itu dapat
mempercepat perwujudan pemerintahan yang terbuka yang
merupakan upaya strategis mencegah praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), dan terciptanya kepemerintahan yang baik (good
governance).

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Cukup
jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “tepat waktu” adalah pemenuhan
atas permintaan Informasi dilakukan sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.

“Cara …
-3-

“Cara sederhana” adalah Informasi yang diminta dapat


diakses secara mudah dalam hal prosedur dan mudah juga
untuk dipahami.
“Biaya ringan” adalah biaya yang dikenakan secara
proporsional berdasarkan standar biaya pada umumnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “konsekuensi yang timbul” adalah
konsekuensi yang membahayakan kepentingan yang
dilindungi berdasarkan Undang-Undang ini apabila suatu
Informasi dibuka. Suatu Informasi yang dikategorikan
terbuka atau tertutup harus didasarkan pada kepentingan
publik. Jika kepentingan publik yang lebih besar dapat
dilindungi dengan menutup suatu Informasi, Informasi
tersebut harus dirahasiakan atau ditutup dan/atau
sebaliknya.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “membahayakan negara”
adalah bahaya terhadap kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan
keselamatan bangsa dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Lebih lanjut
mengenai Informasi yang membahayakan negara
ditetapkan oleh Komisi Informasi.

huruf b …
-4-

Huruf b
Yang dimaksud dengan “persaingan usaha tidak sehat”
adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan/atau pemasaran
barang dan/atau jasa yang dilakukan dengan cara
tidak jujur, melawan hukum, atau menghambat
persaingan usaha. Lebih lanjut mengenai Informasi
persaingan usaha tidak sehat ditetapkan oleh Komisi
Informasi.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “rahasia jabatan” adalah
rahasia yang menyangkut tugas dalam suatu jabatan
Badan Publik atau tugas negara lainnya yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “Informasi Publik yang diminta
belum dikuasai atau didokumentasikan” adalah Badan
Publik secara nyata belum menguasai dan/atau
mendokumentasikan Informasi Publik dimaksud.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “berkala” adalah secara rutin,
teratur, dan dalam jangka waktu tertentu.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Informasi yang berkaitan
dengan Badan Publik” adalah Informasi yang
menyangkut keberadaan, kepengurusan, maksud dan
tujuan, ruang lingkup kegiatan, dan Informasi lainnya
yang merupakan Informasi Publik yang sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan

huruf b …
-5-

Huruf b
yang dimaksud kinerja Badan Publik adalah kondisi
Badan Publik yang bersangkutan yang meliputi hasil
dan prestasi yang dicapai serta kemampuan kerjanya.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “serta-merta” adalah spontan, pada
saat itu juga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.

huruf b …
-6-

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang dimaksud dengan:
1. “transparansi” adalah keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan Informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan;
2. “kemandirian” adalah suatu keadaan di mana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak mana
pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
3. “akuntabilitas” adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif;
4. “pertanggungjawaban” adalah kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan dan prinsip korporasi yang sehat;
5. “kewajaran” adalah keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak pemangku kepentingan (stakeholder)
yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan.
Huruf i
Cukup jelas.

huruf j …
-7-

Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n

Yang dimaksud dengan ”undang-undang yang berkaitan


dengan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah”
adalah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, serta Undang-Undang yang
mengatur sektor kegiatan usaha badan usaha milik
negara/badan usaha milik daerah yang berlaku umum bagi
seluruh pelaku usaha dalam sektor kegiatan usaha tersebut.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

huruf g …
-8-

Huruf g
Yang dimaksud dengan “undang-undang yang berkaitan
dengan partai politik” adalah Undang-Undang tentang Partai
Politik.
Pasal 16
Yang dimaksud dengan “organisasi nonpemerintah” adalah
organisasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum
yang meliputi perkumpulan, lembaga swadaya masyarakat, badan
usaha nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari APBN/APBD, sumbangan masyarakat, dan/atau
luar negeri.
Pasal 17
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Angka 1
Yang dimaksud dengan “Informasi yang terkait
dengan sistem pertahanan dan keamanan negara”
adalah Informasi tentang:
1. infrastruktur pertahanan pada kerawanan: sistem
komunikasi strategis pertahanan, sistem
pendukung strategis pertahanan, pusat pemandu,
dan pengendali operasi militer;
2. gelar operasi militer pada perencanaan operasi
militer, komando dan kendali operasi militer,
kemampuan operasi satuan militer yang digelar,
misi taktis operasi militer, gelar taktis operasi
militer, tahapan dan waktu gelar taktis operasi
militer, titik-titik kerawanan gelar militer, dan
kemampuan, kerawanan, lokasi, serta analisis
kondisi fisik dan moral musuh;
3 sistem persenjataan pada spesifikasi teknis
operasional alat persenjataan militer, kinerja dan
kapabilitas teknis operasional alat persenjataan
militer, kerawanan sistem persenjataan militer,
serta rancang bangun dan purwarupa
persenjataan militer;

Angka 2 …
-9-

Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Cukup jelas.
Angka 4
Cukup jelas.
Angka 5
Cukup jelas.
Angka 6
Yang dimaksud dengan “sistem persandian negara”
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengamanan Informasi rahasia negara yang meliputi
data dan Informasi tentang material sandi dan jaring
yang digunakan, metode dan teknik aplikasi
persandian, aktivitas penggunaannya, serta kegiatan
pencarian dan pengupasan Informasi bersandi pihak
lain yang meliputi data dan Informasi material sandi
yang digunakan, aktivitas pencarian dan analisis,
sumber Informasi bersandi, serta hasil analisis dan
personil sandi yang melaksanakan.
Angka 7
Yang dimaksud dengan “sistem intelijen negara”
adalah suatu sistem yang mengatur aktivitas badan
intelijen yang disesuaikan dengan strata masing-
masing agar lebih terarah dan terkoordinasi secara
efektif, efisien, sinergis, dan profesional dalam
mengantisipasi berbagai bentuk dan sifat potensi
ancaman ataupun peluang yang ada sehingga hasil
analisisnya secara akurat, cepat, objektif, dan relevan
yang dapat mendukung dan menyukseskan
kebijaksanaan dan strategi nasional.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g …
-10-

Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i

“Memorandum yang dirahasiakan” adalah memorandum


atau surat-surat antar-Badan Publik atau intra-Badan
Publik yang menurut sifatnya tidak disediakan untuk pihak
selain Badan Publik yang sedang melakukan hubungan
dengan Badan Publik dimaksud dan apabila dibuka dapat
secara serius merugikan proses penyusunan kebijakan,
yakni dapat:

1. mengurangi kebebasan, keberanian, dan kejujuran


dalam pengajuan usul, komunikasi, atau pertukaran
gagasan sehubungan dengan proses pengambilan
keputusan;
2. menghambat kesuksesan kebijakan karena adanya
pengungkapan secara prematur;
3. mengganggu keberhasilan dalam suatu proses negosiasi
yang akan atau sedang dilakukan.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23 …
-11-

Pasal 23
Yang dimaksud dengan “mandiri” adalah independen dalam
menjalankan wewenang serta tugas dan fungsinya termasuk
dalam memutuskan Sengketa Informasi Publik dengan berdasar
pada Undang-Undang ini, keadilan, kepentingan umum, dan
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang dimaksud “Ajudikasi nonlitigasi” adalah penyelesaian
sengketa Ajudikasi di luar pengadilan yang putusannya memiliki
kekuatan setara dengan putusan pengadilan.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “prosedur pelaksanaan
penyelesaian sengketa” adalah prosedur beracara di
bidang penyelesaian sengketa Informasi yang dilakukan
oleh Komisi Informasi.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.

Huruf c …
-12-

Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “kode etik” adalah pedoman
perilaku yang mengikat setiap anggota Komisi Informasi,
yang penetapannya dilakukan oleh Komisi Informasi
Pusat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
“Pejabat pelaksana kesekretariatan” adalah pejabat
struktural instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya di
bidang komunikasi dan informatika sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “pemerintah” adalah menteri yang
mempunyai tugas dan fungsi di bidang komunikasi dan
informatika.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Ayat (6) …
-13-

Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
“Sehat jiwa dan raga” dibuktikan melalui surat
keterangan tim penguji kesehatan resmi yang
ditetapkan oleh pemerintah.
Yang dimaksud dengan ”terbuka” adalah bahwa
Informasi setiap tahapan proses rekrutmen harus
diumumkan bagi publik.
Yang dimaksud dengan ”jujur” adalah bahwa proses
rekrutmen berlangsung adil dan nondiskriminatif
berdasarkan Undang-Undang ini.
Yang dimaksud dengan ”objektif” adalah bahwa proses
rekrutmen harus mendasarkan pada kriteria yang
diatur oleh Undang-Undang ini.

Ayat (2) …
-14-

Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “tindakan tercela” adalah
mencemarkan martabat dan reputasi dan/atau
mengurangi kemandirian dan kredibilitas Komisi
Informasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4) …
-15-

Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “penggantian antarwaktu anggota
Komisi Informasi” adalah pengangkatan anggota Komisi
Informasi baru untuk menggantikan anggota Komisi Informasi
yang telah berhenti atau diberhentikan sebagaimana
dimaksud Pasal 35 ayat (1) sebelum masa jabatannya
berakhir.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Pengajuan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi sekurang-kurangnya
berisikan nama dan/atau instansi asal pengguna Informasi,
alasan mengajukan keberatan, tujuan menggunakan
Informasi, dan kasus posisi permintaan Informasi dimaksud.
Yang dimaksud dengan “atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi” adalah pejabat yang merupakan atasan
langsung pejabat yang bersangkutan dan/atau atasan dari
atasan langsung pejabat yang bersangkutan.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “ditanggapi” adalah respons
dari Badan Publik sesuai dengan ketentuan pelayanan
yang telah diatur dalam petunjuk teknis pelayanan
Informasi Publik.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.

Huruf g …
-16-

Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui
Komisi Informasi hanya dapat diajukan setelah melalui
proses keberatan kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal 47 …
-17-

Pasal 47
Ayat (1)

Gugatan terhadap Badan Publik negara yang terkait dengan


kebijakan pejabat tata usaha negara dilaksanakan oleh
Pengadilan Tata Usaha Negara sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51

Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang


perseorangan, kelompok orang, badan hukum, atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 52
Yang dapat dikenakan sanksi pidana terhadap tindak pidana yang
dilakukan oleh korporasi dijatuhkan kepada:
a. badan hukum, perseroan, perkumpulan, atau yayasan;

b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana atau


yang bertindak sebagai pimpinan dalam melakukan tindak
pidana; atau
c. kedua-duanya.
Pasal 53

Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi setiap orang


perseorangan atau kelompok orang atau badan hukum atau
Badan Publik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

Pasal 54 …
-18-

Pasal 54
Ayat (1)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini
meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok
orang atau badan hukum atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini
meliputi setiap orang perseorangan atau kelompok
orang atau badan hukum atau Badan Publik
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 55
Yang dikenakan sanksi dalam ketentuan ini meliputi
setiap orang perseorangan atau kelompok orang atau
badan hukum atau Badan Publik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.

1
MATA LATIH 3
KETRAMPILAN DASAR
( Manajemen Tupoksi )

2
SML 3.1.

Mata Latih 3 : KETRAMPILAN DASAR PENDAMPINGAN


Sub Mata Latih 3.1. : ANALISA SOSIAL DAN ADVOKASI

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran analisa sosial


dan advokasi, diharapkan peserta:

1. Mampu memahami teknik analisa sosial


(pengertian, manfaat, langkah,
karakteristik) dikaitkan dengan program
inovasi desa melalui praktik kertas kerja
ansos.
2. Mampu menghubungkan teknik ansos
dengan advokasi dikaitkan dengan
agenda inovasi desa (replikasi dan
regulasi) melalui praktik kertas kerja
advokasi.

Metode : Curah pendapat, pemaparan dan tanya jawab,


Brainstorming, praktik kelompok
Media : Lembar Curah Pendapat, Lembar Informasi,
Lembar Tayang
Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White
Board/Papan Tulis, Laptop, Infocuss
Waktu : 2 JP (90 menit)

3
SML 3.1.

PROSES PEMBELAJARAN
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu

2. CURAH PENDAPAT 5
 Pelatih mengajak peserta untuk Lembar Curah
melakukan curah pendapat. apa yang Pendapat
peserta ketahui tentang analisa sosial.
Jawaban peserta ditulis dalam bentuk
pointer pada kertas plano yang
tersedia oleh pelatih.
 Selanjunya peserta (minimal 2 orang)
diminta menceritakan pengalaman
melakukan analisa sosial.
 Pelatih lalu memberikan penegasan
tentang pengertian analisa sosial.
Bahwa analisa sosial berarti
menangkap realitas sosial (struktural,
kultural, hisoris) secara obyektif.
Analisa sosial mencakup bagaimana
memahami struktur mata
pencaharian, tingkatan sosial,
kelembagaan, kelompok dominan,
sejarah konflik sosial, aset dan
penguasaan (gali lagi dari peserta)

3. BRAINSTORMING 10 Lembar
Pelatih menyampaikan bahwa program Informasi dan
inovasi desa dalam pelaksanaannya Lembar
melibatkan masyarakat dan pemerintah Tayang
desa. Selanjutnya peserta diberikan
pertanyaan ringkas sbb:

4
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
 Apakah inovasi desa (PPID, P2KTD)
berkaitan dengan potensi dan masalah
sosial di desa? Apa contohnya?
 Siapakah kelompok masyarakat yang
mempunyai akses pada program
inovasi desa?
 Apakah sistem sosial desa (mata
pencaharian, kelembagaan, aktifitas
sosial) mendukung inovasi desa? Apa
bentuknya?
 Apakah tindakan-tindakan program
inovasi desa yang mengubah situasi di
desa?
Catat jawaban peserta pada kertas plano
yang tersedia.

4 PEMAPARAN ANALISA SOSIAL 10 Lembar


Pelatih menyampaikan pemaparan materi Informasi dan
terkait dengan: Lembar
 Analisa sosial dan inovasi desa Tayang
 Langkah-langkah analisa sosial
 Karakteristik analisa sosial
5 PRAKTIK MENGISI KERTAS KERJA 10 Lembar Kertas
Pelatih memberikan form isian kertas kerja Kerja
untuk diisi oleh peserta berkelompok (3
orang). Kertas kerja ini merupakan .....untuk
komponen replikasi dan regulasi.
Selanjutnya minta salah satu kelompok
untuk presentasi.
6 CURAH PENDAPAT 10 Lembar Curah
Pelatih menanyakan kepada peserta apa Pendapat
tindak lanjut dari hasil analisa sosial pada
materi sebelumnya. Berikan pertanyaan
penggerak misalnya:

5
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
 Apa desa mempunyai pengalaman
replikasi inovasi dari pelaksanaan
tahun sebelumnya? Kalau ada, apa
manfaat yg dirasakan?
 Bagaimana mendorong replikasi
inovasi desa agar terakomodasi
dalam perencanaan dan
penganggaran desa?
7 PEMAPARAN DAN TANYA JAWAB 20 Lembar
Pelatih menyampaikan paparan dan sambil Informasi dan
memberikan paparan, pelatih memberikan Lembar
kesempatan peserta menjawab pertanyaan Tayang
pelatih atau menanyakan kepada pelatih
terkait materi yang disampaikan, terkait
tentang:
 Pengertian advokasi
 Muatan pesan advokasi
 Manfaat advokasi
 Aktor advokasi
 Langkah advokasi
 Bentuk strategi advokasi
 Konfigurasi advokasi
 Post konfigurasi advokasi
 Contoh advokasi inovasi desa
7 PRAKTIK MENGISI KERTAS KERJA 10 Lembar Kertas
Pelatih memberikan form isian kertas kerja Kerja
untuk diisi oleh peserta berkelompok (3
orang). Kertas kerja ini merupakan pra
konfigurasi advokasi inovasi desa untuk
komponen replikasi dan regulasi.
Selanjutnya minta salah satu kelompok
untuk presentasi.

6
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
8 KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5
Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sesi ini

7
Lembar Informasi SML 3.1

ANALISIS SOSIAL (ANSOS)

Analisis sosial atau yang lebih akrab dikenal ansos ini merupakan sebuah
proses atau mekanisme yang akan membahas problematika-probelmatika
yang terjadi pada sebuah objek analisa dan pada akhirnya akan menghasilkan
apa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan atas problematika-
problematika tersebut. Dari sana, kita dapat menentukan apa sebenarnya
yang dibutuhkan untuk dicarikan solusi yang tepat.

Inilah yang acapkali tidak dilalui oleh para problem solver. Mereka seringkali
menghasilkan solusi atas problematika yang hadir bukan berdasarkan hasil
analisis mendalam namun hanya berdasarkan dugaan yang argumentasinya
lemah atau bahkan hanya berdasarkan pada kemauannya saja. Mungkin
permasalahan yang nyata di lapangan akan terselesaikan, namun karena ia
tak akan menyentuh sampai ke akarnya maka akan hadir permasalahan-
permasalahan baru atau bahkan permasalahan yang nyata tersebut tidak
hilang sama sekali.

PENGERTIAN ANSOS
Analisis sosial merupakan usaha untuk menganalisis sesuatu keadaan atau
masalah sosial secara objektif. Analisis sosial diarahkan untuk memperoleh
gambaran lengkap mengenai situasi sosial dengan menelaah kaitan-kaitan
histories, struktural dan konsekuensi masalah. Analisis sosial akan
mempelajari struktur sosial, mendalami fenomena-fenomena sosial, kaitan-
kaitan aspek politik, ekonomi, budaya, dan agama. Sehingga akan diketahui
sejauh mana terjadi perubahan sosial, bagaimana institusi sosial yang
menyebabkan masalah-masalah sosial, dan juga dampak sosial yang muncul
akibat masalah sosial

RUANG LINGKUP ANSOS


Pada dasarnya semua realitas sosial dapat dianalisis, namun dalam konteks
transformasi sosial, maka paling tidak objek analisa sosial harus relevan
dengan target perubahan sosial yang direncanakan yang sesuai dengan
perubahan. Secara umum objek sosial yang dapat dianalisis antara lain;
 Masalah-masalah sosial, seperti : kemiskinan, pelacuran, pengangguran,
kriminilitas.
 Sistem sosial, seperti : tradisi, usaha kecil atau menengah, sistem pemerintahan,
sistem pertanian.
 Lembaga-lembaga sosial seperti sekolah layanan rumah sakit, lembaga
pedesaan. Kebijakan publik seperti : dampak kebijakan BBM, dampak perlakuan
sebuah UU.

PENTINGNYA TEORI SOSIAL


Teori dan fakta berjalan secara simultan, teori sosial merupakan refleksi dari
fakta sosial, sementara fakta sosial akan mudah dianalisis melalui teori-teori
sosial. Teori sosial melibatkan isu-isu mencakup filsafat, untuk memberikan
konsepsi-konsepsi hakekat aktifitas sosial dan prilaku manusia yang
ditempatkan dalam realitas empiris. Charles lemert (1993) dalam Sosial
Theory; The Multicultural And Classic Readings menyatakan bahwa teori
sosial memang merupakan basis dan pijakan teknis untuk bisa survive.

Teori sosial merupakan refleksi dari sebuah pandangan dunia tertentu yang
berakar pada positivisme. Menurut Anthony Giddens secara filosofis terdapat
dua macam analisis sosial. Pertama, analisis intitusional, yaitu ansos yang
menekan pada keterampilan dan kesetaraan aktor yang memperlakukan
institusi sebagai sumber daya dan aturan yang diproduksi terus-menerus.
Kedua, analisis perilaku strategis, adalah ansos yang memberikan penekanan
institusi sebagai sesuatu yang diproduksi secara sosial.

LANGKAH-LANGKAH ANSOS
Proses analisis sosial meliputi beberapa tahap antara lain :

Memilih dan menentukan objek analisis :


Pemilihan sasaran masalah harus berdasarkan pada pertimbangan rasional
dalam arti realitas yang dianalisis merupakan masalah yang memiliki
signifikansi sosial dan sesuai dengan visi atau misi organisasi.

Pengumpulan data atau informasi penunjang :


Untuk dapat menganalisis masalah secara utuh, maka perlu didukung dengan
data dan informasi penunjang yang lengkap dan relevan, baik melalui
dokumen media massa, kegiatan observasi maupun investigasi langsung di
lapangan. Recek data atau informasi mutlak dilakukan untuk menguji validitas
data.

Identifikasi dan analisis masalah :


Merupakan tahap menganalisis objek berdasarkan data yang telah
dikumpulkan. Pemetaan beberapa variable, seperti keterkaitan aspek politik,
ekonomi, budaya, dan agama dilakukan pada tahap ini. Melalui analisis secara
komphrehensif diharapkan dapat memahami subtansi masalah dan
menemukan saling keterkaitan antara aspek.
Mengembangkan presepsi :
Setelah diidentifikasi berbagai aspek yang mempengaruhi atau terlibat dalam
masalah, selanjutnya dikembangkan presepsi atas masalah sesuai cara
pandang yang objektif. Pada tahap ini akan muncul beberapa kemungkinan
implikasi konsekuensi dari objek masalah, serta pengembangan beberapa
alternatif sebagai kerangka tindak lanjut.

Menarik kesimpulan :
Pada tahap ini telah diperoleh kesimpulan tentang ; akar masalah, pihak mana
saja yang terlibat, pihak yang diuntungkan dan dirugikan, akibat yang
dimunculkan secara politik, sosial dan ekonomi serta paradigma tindakan yang
bisa dilakukan untuk proses perubahan sosial.
(Kumpulan Modul PMII)
SML 3.2.

Mata Latih 3 : KETERAMPILAN DASAR


Sub Mata Latih 3.2 : KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran


kewirausahaan sosial, peserta :

1. Dapat memahami konsep kewirausahaan


sosial
2. Dapat memahami perbedaan
kewirausahaan dan kewirausahaan sosial
3. Dapat mengidentifikasi kewirausahaan
sosial di daerahnya masing-masing

Metode : Ceramah, Tanya jawab, Diskusi kelompok,


Pleno, Brainstorming
Media : Lembar Curah Pendapat, Lembar kerja,
Lembar Informasi, Lembar Tayang, Video
Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White
Board/Papan Tulis, Laptop, Infocuss
Waktu : 2 JP (90 menit)
SML 3.2.
PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
1. Review SML Ansos dan advokasi X
2. Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu

2. CURAH PENDAPAT 10
1. Pelatih mengajak peserta untuk melakukan Lembar Curah
curah pendapat tentang kewirausahaan, Pendapat
dilanjutkan dengan menggali pemahaman
peserta terkait kewirausahaan sosial.
Pelatih mencatat hasil curah pendapat.
2. Pelatih mengajak peserta untuk melakukan
curah pendapat tentang pentingnya
kewirausahaan sosial dan tantangan
membangun wirausaha sosial
Pelatih mencatat hasil curah pendapat.

3 Diskusi Kelompok 15
Lembar kertas
1. Pelatih membuat kelompok peserta menjadi kerja
6 kelompok.
2. Masing- masing kelompok dibagikan kertas
kerja untuk melakukan mengidentifikasi
tentang perbedaan antara kewirausahaan
dan kewirausahaan sosial.
3. Masing-masing kelompok/perwakilan 3
kelompok memaparkan hasil diskusi

4. CERAMAH 15 Lembar
Pelatih menguraikan pengertian, konsep Informasi SML
dan pebedaan kewirausahaan dan 3.2 dan Lembar
kewirausahaan sosial dan manfaat Tayang
kewirausahaan sosial sebagai penegasan
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
dari curah pendapat dan penugasan
sebelumnya

5 PENAYANGAN VIDEO DAN DISKUSI 20 Video LPTTG


KELOMPOK Malindo dan
1. Pelatih menayangkan video LPTTG kertas kerja
Malindo
2. Mengajak peserta untuk membahasnya
dengan memberikan kertas kerja per
kelompok dengan mengajukan beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
 Apa latar belakang munculnya LPTTG
Malindo?
 Apa tujuan utama LPTTG Malindo?
 Siapa yang terlibat dalam mencapai
tujuan LPTTG Malindo?
 Bagaimana pelaksanaan kegiatan di
LPTTG Malindo
 Apa tantangan yang dihadapi oleh
LPTTG Malindo
3. Masing-masing kelompok/perwakilan 3
kelompok memaparkan hasil diskusi
4. Peserta lain memberi tanggapan dan pelatih
memberikan kesimpulan

6 CERAMAH 10 Lembar
Pelatih menguraikan karakteristik Informasi SML
kewirausahaan sosial, model 3.2 dan Lembar
kewirausahaan sosial, peran Tayang
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
kewirausahaan sosial dan contoh
kewirausahaan sosial

7 Diskusi Kelompok 10 Lembar Kertas


1. Pelatih membuat kelompok peserta Kerja
menjadi 6 kelompok.
2. Masing- masing kelompok dibagikan kertas
kerja untuk melakukan identifikasi
kewirausahaan sosial di daerah masing-
masing dan jenis usahanya, siapa
pelakunya, keterlibatan masyarakat sejauh
mana, biaya dan pendapatan, tantangan
dalam membangun wirausaha sosial
3. Masing-masing kelompok/perwakilan 3
kelompok memaparkan hasil diskusi

8 KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5


Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sessi ini
Lembar Curah Pendapat SML 3.2

APA YANG ANDA KETAHUI


TENTANG KEWIRAUSAHAAN ?

APA YANG ANDA KETAHUI


TENTANG KEWIRAUSAHAAN
SOSIAL ?

MENGAPA KEWIRAUSAHAAN
PENTING ?

APA TANTANGAN UNTUK


MEMBANGUN WIRAUSAHA
SOSIAL ?
Lembar Kertas Kerja SML 3.2

Kelompok: …………………………………
NO Kewirausahaan Konvensional Kewirausahaan Sosial
Lembar Informasi SML 3.2

KEWIRAUSAHAAN SOSIAL

A. Pendahuluan

Angka pengangguran dan kemiskinan masih terbilang tinggi, salah satu penyebabnya
karena geliat kewirausahaan yang kurang memiliki kemanfaatan dan nilai sosial bagi
masyarakat banyak. Kewirausahaan yang berjalan selama ini hanya mampu menciptakan
lapangan kerja dan menciptakan hubungan dua arah antara penguasa dan pekerja.
Masyarakat hanya sekedar menjadi objek menjadi pelanggan atau konsumen. Persaingan
bisnis yang begituketat, membuat sebagian pengusaha mengabaikan nilai- nilai sosial dan
kemanusiaan.
Kondisi ini memunculkan pendekatan baru dalam dunia kewirausahaan yang disebut
dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan Sosial atau Social Enterpreneurship merupakan
sebuah istilah turunan dari kewirausahaan. Orang yang bergerak di bidang kewirausahaan
sosial disebut Social Entrepreneur. Santosa (2007) mendefinisikan Social enterpreneur
sebagai seseorang yang mengerti permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan
kewirausahaanuntuk melakukan perubahan sosial, terutama meliputi bidang kesejahteraan
pendidikan dan kesehatan .
Perbedaan pokok antara business entrepreneur dengan social entrepreneur
terletak pada pemanfaatan hasil investasi dan pola hubungan antara pekerja dan pelaku
usaha, Business entrepreneur menggunakan keuntungan yang diperoleh dimanfaatkan
untuk ekspansi usaha dan pola hubungan di antara para pelaku sebagaia subjek dan objek
dari usahanya. Dalam Kewirausahaan sosial masyarakat berperan sebagai mitra strategis
usahanya, bukan sekedar sebagai pelanggan atau konsumen. Pola yang terjadi dalam
kewirausahaan sosial adalah antara pengusaha – pekerja – masyarakat. Ketiganya bersinergi
dalam membentuk simbiosis mutualisme. Dampaknya adalah kesejahteraan, keadilan sosial
dan pemerataan pendapatan. Social entrepreneur menggunakan keuntungan yang didapat,
sebagian atau seluruhnya, diinvestasikan kembal untuk pemberdayaan masyarakat/para
pelaku.
Kewirausahaan sosial menawarkan kelebihan manfaat dari sekedar menciptakan
lapangan kerja, tetapi memiliki kebermanfaatan yang luas karena wirausahawan bukan
hanya berhadapan kepada karyawan yang menjadi mitra kerja tetapi juga masyarakat
luas. Oleh karenanya pendekatan ini dinilai sebagai solusi dalam upaya mempercepat
penurunan angka pengangguran dan kemiskinan.
Seorang wirausaha sosial mengembangkan usaha bukan hanya untuk mendapatkan
suatu keuntungan tetapi juga merubah masyarakat menjadi lebih baik. Jadi yang terpenting
adalah faktor sosialnya yaitu masyarakat. Seorang entrepreneur social sangat
memperhatikan dampak apa yang akan terjadi bagi kesejahteraan masyarakat bukan pada
penciptaan kekayaan pribadi. Mereka yang berjuang merajut hidup demi dan atas nama
kemaslahatan sosial. Mereka berikhtiar membentangkan serangkaian tindakan untuk
membantu penciptaan masyarakat sosial yang makmur dan bermartabat.
B. Peran Wirausaha Sosial

Kegiatan yang dilakukan oleh wirausahawan sosial haruslah merupakan kegiatan yang dapat
bermanfaat secara sosial baik itu untuk kepentingan nirlaba maupun prolaba.
Kewirausahaan sosial menitikberatkan usahanya sejak awal dengan melibatkan masyarakat
dengan memberdayakan masyarakat termasuk masyarakat yang kurang mampu secara
finansial maupun keterampilan untuk secara bersama-sama menggerakkan usahanya agar
menghasilkan keuntungan, dan kemudian hasil usaha atau keuntungannya dikembalikan
kembali ke masyarakat untuk meningkatkan pendapatannya. Melalui metode tersebut,
kewirausahaan sosial bukan hanya mampu menciptakan banyak lapangan kerja, tetapi juga
menciptakan multiplier effect untuk menggerakkan roda perekonomian, dan menciptakan
kesejahteraan sosial.
Namun dalam tren global, dikotomi semacam itu kian kabur, sebab business
entrepreneur dan social entrepreneur sesungguhnya berbicara dalam bahasa yang sama,
yaitu inovasi, manajemen, efektivitas, mutu, dan kompetensi untuk mencapai tujuan bagi
para pengusaha sosial. Namun pada seorang wirasuaha bisnis yang selalu dituntut oleh
pasar untuk menghasilkan seberapa besar nilai tambah yang mereka peroleh dari hasil
usaha sebagai ukuran keberhasilan mereka.
Seorang wirausaha sosial memainkan peran sebagai agen perubahan di sektor sosial,
seperti:
 Mengadopsi misi untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial (tidak
hanya nilai pribadi),
 Mengenali dan terus-menerus mengejar peluang baru untuk melayani misi sosial
tersebut.
 Terlibat dalam proses inovasi yang berkelanjutan, adaptasi, belajar
 Bertindak berani tanpa dibatasi oleh sumber daya yang dimiliki saat ini, dan
Menunjukkan rasa akuntabilitas yang tinggi kepada konstituen yang dilayani dan
sumberdaya yang bekerja samaMeski terbilang baru, namun geliat kewirausahaansosial kini
sudah menjadi tren baru di kehidupan masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia. Mulai
dikenal secara luas sejak keberhasilan tokoh kewirausahaan sosial Muhammad
Yunus menjadi pemenang nobel perdamaian pada tahun 2006. Kepiawaiannya dalam
mengelola Grameen Bank dan memberdayakan masyarakat miskin di Bangladesh telah
membuka jutaan mata masyarakat global akan arti penting kewirausahaan sosial.
Muhammad Yunus dinilai mampu memberdayakan masyarakat miskin melalui pinjaman
tanpa jaminan. Grameen bank memberdayakan masyarakat kurang mampu secara
finansial, sehingga ribuan tenaga kerja mampu terserap, dan jutaan lainnya merasakan
dampak tidak langsung sebagai multiplier effect ekonomi dengan tumbuhnya Usaha Kecil
Menengah Baru (UKM).
Di Indonesia, salah satu penggerak kewirausahaan sosial diantaranya Bambang
Ismawan, pendiri Yayasan Bina Swadaya. Bambang Ismawan mendirikan sebuah yayasan
yang semula bernama Yayasan Sosial Tani Membangun bersama I Sayogo dan Ir
Suradiman pada tahun 1967. Upaya yang dilakukannya melalui pemberdayaan masyarakat
miskin melalui kegiatan keuangan mikro dan usaha mikro dengan mengutamakan
pendidikan anggota, memupuk kemampuan diri dan sosial.
Nalacity Foundation, organisasi kewirausahaan sosial yang didirikan sebagai bentuk
kepedulian kepada kaum marjinal ibu-ibu mantan penderita kusta di Sitanala, Tangerang.
Nalacity memberdayakan komunitas tersebut melalui kerajinan tangan berupa jilbab.
Produk yang dihassilkan dijual di Jakarta, dan keuntungan yang diperoleh digunakan
kembali untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di Sitanala. Ibu-ibu yang menjadi
penerima manfaat program dari Nalacity ini meningkat pendapatannya. mereka bisa
menghidupi keluarga dan menabung . Sebagian dari tabungan mereka gunakan untuk
mengembangkan usaha lainnya seperti pertanian, peternakan, dan bisnis lainnya.
Selain Yayasan Bina Swadaya dan Nalacity Foundation, ada banyak organisasi atau
perseorangan yang memiliki perhatian di bidang kewirausahaan sosial seperti; Erie Sudewo,
dkk (Dompet Dhuafa), Tri Mumpuni, dkk (IBEKA), Rhenald Kasali, dkk (Rumah Perubahan),
Septi Peni Wulandani, dkk (Sinergi Kreatif). Kesemuanya memiliki perhatian di bidang
kewirausahaan sosial masing-masing dengan memberdayakan masyarakat melalui
optimalisasi potensi lokal masyarakat yang diberdayakan.
Ada tiga aspek penting dalam kewirausahaan sosial, yaitu:
Voluntary Sector bersifat suka rela.
Public Sector menyangkut kepentingan publik bersama.
Private Sector adalah unsur pribadi atau individual yang bersangkutan, bisa
termasuk unsur kepentingan profit.
Kemampuan social-entreprenuers untuk memberikan nilai tambah baik kepada
lingkungan sosial-nilai dan ekonomi di lingkungan sekitarnya telah membuat kegiatan
seperti ini semakin mengambil peran vital dalam pembangunan nasional secara luas.
Berkembangnya social-entreprenuers dapat menciptakan kesempatan kerja dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat, memberikan nilai inovasi dan kreasi baru terhadap
lingkungan sosial-ekonomi masyarakat, dapat menjadi modal sosial

pembangunan nasional, dan membantu upaya peningkatan kesetaraan (equity promotion)


dan pemerataan kesejahteraan (spreading welfare) kepada masyarakat luas.

C. Model Kewirausahaan Sosial

Dalam buku The Power of Unreasonable People yang ditulis oleh direktur non eksekutif
SustainAbility, John Elkington dan Managing Director Schwab Foundation, Pamela Hartigan,
entrepreneur sosial berhasil menciptakan struktur yang termasuk dalam tiga kategori atau
model bisnis berbeda:
Pertama, model usaha "nirlaba pengungkit". Usaha jenis ini bisa kita lihat dalam
gerakan yang dilakukan oleh LSM, komunitas peduli, badan amal, dan sebagainya. Model
bisnis ini menggantungkan keberlangsungan pendanaan pada kedermawanan orang lain,
yang biasanya datang dari inidividu, yayasan atau pemerintah. Pendekatan ini akan jauh
lebih sulit dibandingkan dengan model bisnis pro-laba karena akan menghalangi peluang
ekspansi, penghentian dana dari para filantropis akan mematikan kinerja.
Kedua, usaha "nirlaba hibrida". Model bisnis ini mengalami eksperimentasi paling
besar yang merupakan penggabungan strategi nirlaba dan pendapatan yang dihasilkan
dalam satu kesatuan dan membentuk kekuatan hibrida. Usaha ini menyediakan barang/jasa
bagi penduduk yang tidak terjangkau oleh pasar pada umumnya., dimana keuntungan
bukan sesuatu yang harus dihindari. Organisasi jenis ini memiliki dua sisi, seperti Waste
Concern di Bangladesh yang merupakan prototipe usaha hibrida, memiliki divisi nirlaba yang
berfokus pada proyek percontohan energi bersih dan daur ulang, sedangkan divisi pro-
labanya berfokus pada bidang energi lestari, proyek limbah, dan konsultan.
Ketiga, bisnis sosial, yaitu badan usaha pro-laba yang berfokus pada misi sosial.
Keuntungan dihasilkan, tetapi tujuan utamanya bukanlah memaksimalkan pengembalian
finansial bagi pemegang saham melainkan untuk memberi keuntungan secara finansial
kepada kelompok berpenghasilan rendah serta menumbuhkan usaha sosial dengan
investasi ulang. Dengan kemandirian penghasilan tersebut, bisnis sosial mampu
menjangkau dan terus berekspansi hingga melayani lebih banyak orang. Entrepreneur
pendiri harus menerapkan peran kepemimpinan yang kuat, tetapi hal ini eringkali
menyulitkan susksesi. Hal tersebut dapat teratasi dengan inisiatif entrepreneur sosial yang
terlibat untuk menyalurkan visi dan misinya kepada generasi selanjutnya.
Terdapat kesamaan umum dari semua model kewirausahaan sosial, yaitu tentang hal
yang mendorong dan mendasari kewirausahaan sosial untuk menciptakan nilai sosial, bukan
untuk menciptakan kekayaan pribadi atau kekayaan para pemegang saham (Zadek & Thake,
1997).
Kewirausahaan sosial juga ditandai oleh adanya suatu inovasi, atau penciptaan
sesuatu yang baru, bukan hanya melakukan replikasi semata terhadap praktik bisnis yang
sudah ada. Pemicu utama dari kegiatan kewirausahaan sosial adalah masalah sosial aktual
yang sedang ditanganinya, dimana organisasi mengambil keputusan dalam pengelolaan
sumber daya berdasarkan format yang paling efektif yang dibutuhkan untuk mengatasi
masalah tersebut. Dengan demikian, kegiatan kewirausahaan sosial tidak ditentukan oleh
badan hukum, dimana suatu kegiatan dapat ditempuh melalui berbagai kendaraan
organisasi atau lembaga, baik melalui organisasi nirlaba, sektor bisnis, maupun sektor
pemerintah.

D. Tantangan Kewirausahaan Sosial

Mencetak entrepreneur. Sosiolog David McClelland menyebut, bila ingin menjadi negara
maju, maka 2 persen warga harus menjadi entrepreneur, dengan rumus; satu orang
wirausaha member pekerjaan kepada 8 orang lainnya. seseorang yang dapat melihat
tantangan sebagai peluang dan memperjuangan penciptaan nilai multidimensi dalam setiap
bentuk usaha mereka. Tantangannya bagaimana mendorong para entrepreneur yang sudah
ada dan menciptakan entrepreneur baru agar menggunakan pendekatan kewirausahaan
sosial, tidak semata-mata bisnis tetapi juga mempunyai kepedulian sosial untuk perubahan
sosial. Entrepreneur yang hanya menciptakan kapitalisme baru, termasuk didalamnya
technopreneur dan creativepreneur tanpa tujuan sosial, hanya akan menambah riwayat
panjang yang menjebak rakyat terhadap pencarian kerja, tanpa sedikitpun mendapat
kesempatan menjadi aktor dalam peningkatan ekonomi negara. (pendidikan untuk para
pemimpin)
Dinamika permasalahan sosial. Permasalahan sosial semakin lama semakin kompleks.
Perkembangan penduduk memberikan tekanan pada pembukaan dan pemanfaatan lahan
yang cenderung eksploittaif menyebabkan semakin parahnya kerusakan lingkungan.
Sumberdaya alam yang sifatnya tetap dan sebagian tidak terbarukan diperebutkan oleh
lebih banyak populasi. Pada sisi lain tuntutan kebutuhan manusia juga semakin tinggi dan
lebih bervariasi, kesenjangan sosial ekonomi masyarakat semakin tinggi sehingga
menimbulkan banyak tekanan, pengangguran, dan kemiskinan.
Teknologi. Daya saing perusahaan pada era globalisasi ini secara signifikan sangat
ditentukan oleh kemauan dan kemampuan dalam menerapkan teknologi. Teknologi akan
sangat menentukan keberhasilan perusahaan dalam menguasai pasar, menghasilkan laba,
dan bertahan hidup. Teknologi yang ada sifatnya mudah usang sebagai akibat dari inovasi
yang semakin maju dan semakin cepat sehingga siapa pun pengusaha atau perusahaan
yang tidak secara cepat mengimbangi perkembangan teknologi akan ditinggalkan pasar.
Sebagai contoh produsen telepon seluler yang agak lambat mengeluarkan modelnya akan
ditinggalkan oleh konsumen (Nokia merupakan pemimpin pasar dan yang lainnya, seperti
Siemen, Motorola hanya sebagai pengikut pasar). Perkembangan teknologi informasi
mempengaruhi perubahan cara-cara pemasaran yang selama ini dilakukan, dan pada saat
ini merebak pemasaran yang menggunakan jasa internet.
Mobilisasi sumberdaya. Kewirausahaan sosial sering menemui kesulitan dalam
memberikan kompensasi terhadap para pekerja secara kompetitif sebagaimana terjadi pada
pasar komersial. Bahkan, banyak para pekerja dari organisasi kewirausahaan sosial justru
memperoleh nilai kompensasi “non-keuangan” dari pekerjaan mereka. Dengan demikian
dapat dirumuskan suatu proposisi, yakni: adanya perbedaan dalam mobilisasi sumber daya
manusia dan keuangan, yang secara fundamental akan menyebabkan perbedaan
pendekatan dalam mengelola sumber daya keuangan dan manusia.
Pengukuran kinerja. Kewirausahaan sosial akan menghadapi tantangan yang lebih
besar dalam mengukur kinerja, ketimbang kewirausahaan komersial yang lebih dapat
mengandalkan langkah-langkah yang relatif lebih nyata dalam mengukur kinerja, dengan
menggunakan indikator keuangan, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, dan kualitas.
Disamping itu, berbagai pemangku kepentingan finansial dan nonfinansial dalam organisasi
kewirausahaan sosial jumlahnya relatif lebih besar dan bervariasi, sehingga para
wirausahawan sosial perlu mengelola hubungan dan tanggung jawab dalam kompleksitas
yang lebih besar (Kanter & Summers, 1987). Dalam kaitan ini, terbuka tantangan untuk
mengukur perubahan sosial, mengingat adanya aspek non- kuantitatif, multi-kausal,
dimensi temporal, dan perbedaan perseptif dari dampak sosial yang ditimbulkannya.
Dengan demikian, dapat dirumuskan suatu proposisi, yakni: dengan adanya aspek dampak
sosial akan tetap menjadi perbedaan mendasar dalam mengukur kinerja, khususnya yang
berkenaan dengan akuntabilitas yang rumit dan adanya hubungan yang bervariasi dengan
para pemangku kepentingan.
Daftar Pustaka
Luthfi Destianto, Kewirausahaan Sosial: Solusi Kemiskinan di Indonesia-http://www.
kompasiana.com/luthfidestianto/kewirausahaan-sosial-solusi-kemiskinan-di-
indonesia_552a44fd6ea8340f70552cfc
Faisal Afiff, . Mencermati Kewirausahaan Sosial, http://sbm.binus.ac.id/2015/02/28/men-
cermati-kewirausahaan-sosial-bagian-1/
Elkington John, Pamela H. 2008. “The Power of Unresonable People : How Social
Entrepreneur creates markets that changes the world”. Havard Business Press.
Santosa, Setyanto. 2007. ”Peran Social Entrepreneurship dalam Pembangunan”.
http://ashoka.org
http://ekonomi.kompasiana.com/wirausaha/2011/02/13/social-entrepreneurship-
membangun-negara-dan-menye
Desti Wulandari - Kewirausahaan sosial (social entrepreneur), http://destiwd.blogspot.
co.id/2012/02/kewirausahaan-sosial-social.html?m=1
SML 3.3.

Sub Mata Latih 3.3 : Pengenalan Data dan Informasi Digital


Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran Sistem
informasi berbasis komputer peserta :
1. Mengenal proses pengolahan data berbasis
digital ;
2. Mengenal sistem informasi berbasis
digital;
3. Mengenal jenis data dan informasi yang
di butuhkan dilingkungan kerja ;
4. Mengenal cara berkomunikasi berbasis
digital ;
5. Mengenal berbagai aplikasi pengolahan
data dan informasi berbasis digital

Media : Lembar Curah Pendapat, Lembar Informasi,


Lembar Tayang

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White


Board/Papan Tulis, Laptop, Infocuss
Waktu :2 JP ( 90 menit )
PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)

1. PENGANTAR 15
Judul : Penegelolaan Data dan Informasi
Digital.
Tujuan :
Internet,
1. Memahami proses pengolahan data
laptop dan
berbasis digital
aplikasi
2. Memahami sistem informasi berbasis
pengelolaan
digital
data dan
3. Memahami jenis data dan informasi
informasi
yang di butuhkan dilingkungan kerja.
digital
4. Memahami cara berkomunikasi
berbasis digital
5. Memahami berbagai aplikasi
pengolahan data dan informasi berbasis
digital .

2. CURAH PENDAPAT 20 Internet,


Pelatih mengajak peserta untuk laptop dan
melakukan curah pendapat tentang aplikasi
pengertian konsep pengelolaan data dan pengelolaan
informasi digital ; data dan
1. peserta akan diberikan kesempatan informasi
untuk mengeluarkan pendapatnya digital
tentang pengelolaan data dan
informasi digital
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
2. Apa yang anda ketahui tentang
pengelolaan data dan informasi digital
dilingkungan tugas
3. Manfaat yang sudah pernah dirasakan
dengan adanya pengelolaan data
informasi digital.
4. Apa kesulitan dalam memanfaatkan
pengelolaan data dan informasi digital
5. Apa hubungan pengelolaan data dan
informasi digital dengan tugas tugas
rutin PLD
6. Pelatih mencatat hasil curah pendapat
dan bersama peserta menyimpulkan
hasil curah pendapat.

3. CERAMAH 40 Internet,
Pelatih menguraikan : laptop dan
1. Konsep data dan pengolahan data aplikasi
secara elektronik, pengelolaan
2. Konsep informasi dan sistem informasi data dan
3. Konsep komunikasi data dengan aplikasi informasi
otomatisasi perkantoran. Setelah itu digital
menguraikan perkem-bangan teknologi
digital selanjutnya. Pelatih mengumpan
balikkan ke peserta.

4. 10 Internet,
BRAINSTORMING & TANYA JAWAB laptop dan
aplikasi
WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Pelatih memberikan kesempatan kepada pengelolaan
peserta untuk bertanya, mengajukan data dan
pendapat dan klarifikasi. informasi
digital
Dalam pertanyaan ini peserta :
1. Diberikan pertanyaan apakah sudah
memahami tentang pengelolaan data dan
informasi digital ?.
2. Aplikasi pengelolaan data dan informasi
apa yang paling dibutuhkan dalam
mendukung tugas dan fungsi sebagai
seorang PLD ?.

Hal hal yang perlu dicatat adalah sejauh


mana mereka memahami seluruh konsep
pengelolaan data dan informasi ?.apabila
ada hal -hal yang penting harus dicatat dan
mengumpanbalikkan kepeserta.

5. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5


Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sessi ini ini
Lembar Curah Pendapat

APA YANG ANDA KETAHUI TENTANG


SISTEM INFORMASI BERBASIS
KOMPUTER?

BAGAIMANA PRAKTEK
PEMANFAATAN SISTEM
INFORMASI BERBASIS KOMPUTER DI
DESA SAUDARA/I ?

MENGAPA HARUS DENGAN


SISTEM INFORMASI BERBASIS
KOMPUTER?

ISU DAN MASALAH APA YANG


BERKAITAN DENGAN SISTEM
INFORMASI BERBASIS KOMPUTER?
Lembar Informasi

Pengenalan Data dan Informasi Digital

Pendahuluan
Teknologi informasi merupakan teknologi yang berbasis komputer serta internet.
Teknologi informasi dipergunakan dalam proses pengolahan data, yang meliputi memproses,
memperoleh data, menyusun data, menyimpan data serta melakukan manipulasi data
dengan berbagai cara sehingga menyajikan informasi yang bermutu, yaitu informasi yang
akurat, relevan serta tepat waktu. Teknologi informasi mempergunakan seperangkat
komputer dalam rangka pengolahan data serta sistem jaringan yang berfungsi untuk
menghubungkan antar komputer menurut kebutuhan. Pada akhirnya teknologi informasi
terus berkembang secara luas dalam hal implikasi serta pengaruhnya bahkan melebihi
teknologi komputer..

Perkembangan Teknologi Informasi


Perkembangan TI di Indonesia diawali dari Universitas Indonesia. Berdasarkan catatan dari
Fakultas Ilmu Komputer UI, teknologi komputer mulai diperkenalkan di Indonesia sekitar
tahun 1970-1972. Univesitas Indonesia merupakan salah satu universitas yang menjadi
tempat pengenalan teknologi komputer tersebut. Selanjutnya pada tahun 1979 organisasi
IPKIN (Ikatan Pemakai Komputer Indonesia) mengadakan Konferensi Komputer Nasional I.
Pada sekitar tahun 1984, jaringan teknologi Indonesia mulai terhubung dengan internet
melalui UI-net, yaitu jaringan internet internal kampus Universitas Indonesia.

Pada tahun 1986, UI-net bisa terhubung dengan kampus-kampus lain seperti UGM, ITB,
ITS, UNJHAS serta Dirjen Dikti Depdikbud. Jaringan tersebut kemudian disebut UNINET
yang dibuat atas bantuan luar negeri dengan mempergunakan infrastruktur jaringan telepon
kabel milik SKDP PT.Indosat dan SKDP satelit Packsatnet. Untuk menghubungkan seluruh
perguruan tinggi di Indonesia, maka dibuatlah empat buah server yang selanjutnya
ditempatkan di InstituteTeknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia
serta Institut Teknologi Surabaya. Jaringan tersebut dapat terhubung ke jaringan komputer
besar dunia seperti Networks, Biznet, usenet, CSNET, UUCPNET, UUNET, MUNNARI,
KAIST, serta ARPANET yang merupakan jaringan internet pada saat itu. Akhirnya pada
tahun 1993, jaringan komputer Indonesia terhubung dan tergabung secara resmi dengan
jaringan internet dunia dan mulai saat itu pula domain Indonesia yaitu id mulai diakui di
internet. Badan inhternet dunia (IANA) memberikan domain secara resmi pada jaringan
komputer yang terdapat di Indonesia dengan penggunaan protokol TCP/IP.

Pada tahun 1999, lahirlah beberapa puluh perusahaan dotcom. Disusul dengan
bermunculannya media-media dengan segmen pendidikan teknologi informasi. Promosi,
pameran, seminar serta konferensi mengenai teknologi informasi juga bermunculan secara
beruntun. Seiring dengan hal tersebut jumlah Internet Service Provider (ISP) juga semakin
meningkat dari 20 an menjadi 160 an. Pada tahun 2013, perkembangan TI di Indonesia
semakin menunjukkan peningkatan dengan adanya kecepatan internet broadband 3,29
Mbps, dan selanjutnya pada tahun 2014 meningkat menjadi 4,79 Mbps. Net Index mencatat
20 ISP tercepat di Indonesia dan Linknett ada di posisi pertama dengan kecepatan unduhan
17,07 Mbps.

Pengertian Computer Base Information System ( CBIS )

Sistem informasi berbasis komputer atau Computer Based Information System (CBIS)
merupakan sistem pengolahan suatu data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan
dapat dipergunakan sebagai alat bantu yang mendukung pengambilan keputusan, koordinasi
dan kendali serta visualisasi dan analisis. Contoh Aplikasi CBIS :

1.) Sistem Informasi Akuntansi (SIA)


Sistem Informasi Akuntansi (SIA) melaksanakan aplikasi akuntansi perusahaan. Aplikasi ini
ditandai dengan volume pengolahan data yang tinggi, dimana Pengolahan data terdiri dari 4
tugas utama, yaitu pengumpulan data, Menipulasi data, Penyimpanan data, dan Penyiapan
dokumen. Sistem Informasi Akuntansi merupakan suatu sistem yang bertugas
mengumpulkan data yang menjelaskan kegiatan perusahaan, mengubah data tersebut
menjadi informasi, serta menyediakan informasi bagi pemakai didalam maupun diluar
perusahaan. SIA adalah satu-satunya CBIS yang bertanggungjawab memenuhi kebutuhan
informasi di luar perusahaan. SIA bertanggungjawab memenuhi kebutuhan informasi bagi
tiap-tiap elemen lingkungan kecuali PESAING.

2.) Sistem Informasi Manajemen (SIM)


Pengembangan dan penggunaan sistem-sistem informasi yang efektif dalam organisasi-
organisasi (Kroenke, David, 1989). Suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan
informasi bagi beberapa pemakai yang mempunyai kebutuhan yang serupa (Mc. Leod,
1995).

Adapun fungsi dari sistem informasi manajemen, yaitu sebagai berikut :


 Meningkatkan aksesibilitas data yang tersaji secara tepat waktu dan akurat bagi para
pemakai, tanpa mengharuskan adanya perantara sistem informasi.
 Menjamin tersedianya kualitas dan keterampilan dalam memanfaatkan sistem
informasi secara kritis.
 Mengembangkan proses perencanaan yang efektif.
 Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan akan keterampilan pendukung sistem
informasi.
 Menetapkan investasi yang akan diarahkan pada sistem informasi.
 Memperbaiki produktivitas dalam aplikasi pengembangan dan pemeliharaan sistem.
 Bank menggunakan sistem informasi untuk mengolah cek-cek nasabah dan membuat
berbagai laporan rekening koran dan transaksi yang terjadi.
 Perusahaan menggunakan sistem informasi untuk mempertahankan persediaan
pada tingkat paling rendah agar konsisten dengan jenis barang yang tersedia.

3.) Sistem Pendukung Keputusan (DSS)


Sistem pendukung keputusan (decision support systems disingkat DSS) adalah bagian dari
sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem berbasis pengetahuan (manajemen
pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu
organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah
data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semi-terstruktur yang
spesifik.

Menurut Moore and Chang, SPK dapat digambarkan sebagai sistem yang berkemampuan
mendukung analisis ad hoc data, dan pemodelan keputusan, berorientasi keputusan,
orientasi perencanaan masa depan, dan digunakan pada saat-saat yang tidak biasa.

Tahapan SPK:
 Definisi masalah
 Pengumpulan data atau elemen informasi yang relevan
 pengolahan data menjadi informasi baik dalam bentuk laporan grafik maupun tulisan
 menentukan alternatif-alternatif solusi (bisa dalam persentase)

Tujuan dari SPK:


 Membantu menyelesaikan masalah semi-terstruktur
 Mendukung manajer dalam mengambil keputusan
 Meningkatkan efektifitas bukan efisiensi pengambilan keputusan
 Dalam pemrosesannya, SPK dapat menggunakan bantuan dari sistem lain seperti
Artificial Intelligence, Expert Systems, Fuzzy Logic, dll.

4.) Sistem Otomatisisasi Kantor (OA)


Otomatisasi Kantor merupakan sebuah rencana untuk menggabungkan teknologi tinggi
melalui perbaikan proses pelaksanaan pekerjaan demi meningkatkan produktifitas
pekerjaan. Asal mula otomatisasi kantor di awal 1960-an, ketika IBM menciptakan istilah word
processing untuk menjelaskan kegaitan devisi mesin tik listriknya. Bukti nyata, pada tahun
1964, ketika IBM memasarkan mesin yang disebut Magnetic Tape/Selectric Typewriter
(MT/ST) yaitu mesin ketik yang dapat mengetik kata-kata yang telah direkam dalam pita
magnetik secara otomatis.
Otomatisasi Kantor (Office Automation) atau OA adalah :
Penggunaan alat elektronik untuk memudahkan komunikasi formal dan informal terutama
berkaitan dengan komunikasi informasi dengan orang-orang di dalam dan di luar perusahaan
untuk meningkatkan produktivitas

5. ) Sistem Pakar (Expert System)


Sistem pakar adalah suatu program komputer yang mengandung pengetahuan dari satu atau
lebih pakar manusia mengenai suatu bidang spesifik. Jenis program ini pertama kali
dikembangkan oleh periset kecerdasan buatan pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dan
diterapkan secara komersial selama 1980-an. Bentuk umum sistem pakar adalah suatu
program yang dibuat berdasarkan suatu set aturan yang menganalisis informasi (biasanya
diberikan oleh pengguna suatu sistem) mengenai suatu kelas masalah spesifik serta analisis
matematis dari masalah tersebut. Tergantung dari desainnya, sistem pakar juga mampu
merekomendasikan suatu rangkaian tindakan pengguna untuk dapat menerapkan koreksi.
Sistem ini memanfaatkan kapabilitas penalaran untuk mencapai suatu simpulan
Bacaan Bacaan
Pengenalan Komputer, Jogiyanti. H. M Management Information Management,
McLeod Raymond Jr
MATA LATIH 4
MEMBANGUN TIM KERJA
SML 4.1.

Mata Latih 4 : MEMBANGUN TIM KERJA YANG EFEKTIF


Sub Mata Latih 4.1. : Konsep dan Teknik Komunikasi, Community
Organizer, Komitmen, Membangun Jejaring
Sosial (Teori)
Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran konsep dan
teknis, peserta :

1. Dapat menjelaskan tentang Konsep dan


Teknik Komunikasi, Community
Organizer, Komitmen, Membangun
Jejaring Sosial

2. Mampu menguraikan hubungan antara


Konsep dan Teknik tersebut dengan
Tugas Pokok dan Fungsi;

Metode : Ceramah/Paparan, Tanya jawab,


Brainstorming

Media : Lembar Curah Pendapat, Lembar Informasi,


Media Tayang

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White


Board/Papan Tulis, Laptop, Infocuss
Waktu : 30 menit
SML 4.1.

PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan
waktu
2. CURAH PENDAPAT dan CERAMAH 10 Lembar
 Pelatih mengajak peserta untuk Informasi dan
melakukan curah pendapat tentang Lembar
materi; (Berikan metaplan) Tayang
 Pelatih meminta peserta menulis di
metaplen dan ditempelkan pada
kertas plano, dan minta perwakilan
peserta untuk membaca ;
 Pelatih menyampaikan tentang
Konsep-konsep di dalam Materi;
 Setelah itu Pelatih mengumpan
balikkan ke peserta dan bersama
peserta menyimpulkan hasil curah
pendapat.

3. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 10 Lembar


Pelatih memberikan kesempatan Informasi dan
kepada peserta untuk bertanya, Lembar
mengajukan pendapat dan Tayang
klarifikasi. Pelatih mencatat hal-hal
penting dan mengumpanbalikkan
kepada peserta.
4. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5
Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sessi ini ini
Lembar Curah Pendapat SML 4.1
APA YANG ANDA KETAHUI
TENTANG KOMUNIKASI?

APA
COMMUNITY ORGANIZER ?

BAGAIMANA
MEMBANGUN TIM KERJA ?

APA
POSISI DAN TUGAS ANDA DI
DALAM TIM KERJA?
SML 4.2.

Mata Latih 4 : MEMBANGUN TIM KERJA YANG EFEKTIF

Sub Mata Latih : Outbound / Inbound


4.2.
Tujuan Belajar : Setelah mengikuti Outbound / Inbound Membangun Tim
Kerja yang Efektif, peserta :
1. Dapat memahami tentang Konsep dan Teknik
Membangun Tim Kerja;
2. Mampu menguraikan proses Membangun Tim Kerja;

Metode : Paparan/Penjelasan singkat, Praktek Outbound/Inbound, 3


Model Outbound/Inbound yang direkomendasikan; Tugu
Pancoran, Menggambar 1 titik, dan Memindahkan Karet
(Dapat dipilih salah satu atau kombinasi berurutan)

Media : Lembar Informasi, Media Tayang, dan alat bantu

Sarana : Peralatan dan Perlengkapan sesuai pilihan jenis


Outbound/Inbound : Kertas Plano, HVS, Spidol, Karet, dan
Sedotan air minum/Pipet/ batang korek api

Waktu : 105 menit


SML 4.2.

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PERSIAPAN 5
Pelatih dibantu oleh panitia untuk
memastikan persiapan peralatan dan
perlengkapan.
2. PEMBAGIAN KELOMPOK 10
1)Pembagian Kelompok di dasari atas
benda sekitar Pelatihan (1 kelompok 6
orang)- 5 kelompok:
1. Kertas Tisu ( 6 lembar tisu)
2. Spidol ( 6 spidol)
3. Kertas HVS ( 6 kertas HVS)
4. Gelas ( 6 Gelas)
5. Kue ( 6 kue)

2)Benda di atas dapat diganti, sesuai


dengan ketersediaan di Kelas.
3)Setelah kelompok dibentuk,
selanjutnya ditetapkan a) ketua
Kelompok b) yel-Yel kelompok/Spirit
kelompok
4) nama-nama kelompok yaitu
Kelompok 1) Kades, kelompok 2)
Pendamping 3) kelompok, Masyarakat
4)Kelompok Pemuda 5) Pejabat.
5) setiap kelompok wajib membuat
atribut dalam tubuhnya (pakaian,
dandanan, warna, dll)

3. PENJELASAN TEKNIS OUTBOUND 5 Peralatan dan


Pelatih menyampaikan penjelasan Perlengkapan Outbound
teknis tentang pelaksanaan outbound
yang telah dipilih dalam rapat
konsolidasi Pelatih dengan
mempertimbangkan berbagai factor
serta variabel..
4. PELAKSANAAN OUTBOUND 80 Peralatan dan
Peserta mengikuti instruksi-instruksi Perlengkapan Outbound
yang diberikan oleh Pelatih
1) Tugu Pancoran
 Mengintuksikan kepada seluruh
peserta untuk mengikuti perintah kita
 Menyebutkan siapa yang pernah
pernah ke Jakarta dan melihat Tugu
Pancoran
 perwakilan Peserta diminta
mencontohkan berdiri seperti tugu
pancoran
 Pelatih menyebutkan Tugu pancoran
(Formasi 1 Orang)…. Pesera berdiri
seperti tugu pancoran
 Dan pelatih penyebut tugu pancoran
sebagai aba-aba dimulai

 Selanjutnya : membuat formasi sbb


 Berdansa : ambil dua orang peserta
maju, mencontohkan berdansa (
Formasi 2 Orang)
 Lampu Merah : ambil tiga orang
peserta maju, mencontohkan lampu
Merah ( Formasi 3 Orang)
 Perahu : ambil empat orang
peserta maju, mencontohkan
perahu( Formasi 4 Orang)
 Bunga Matahari : lima orang
peserta maju, mencontohkan
berdansa (Formasi 5 Orang)

 Permainan ini menuruti apa perintah


yang diberikan pelatih
 Untuk peserta yang tidak kebagian
kelompok akan mendapatkan
hukuman dan diminta menonton dari
pinggir gedung/ruangan.
 Sampai peserta hanya tertinggal 3
orang

3 orang peserta pemenang diberikan


hadiah

2) Menggambar 1 Titik
 Peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok
 Setiap Kelompok mendiskusikan akan
menggambar apa.., dengan
kesepakatan Tim
 Setelah sepakat, peserta menggambar
1 gambar
 Peserta diminta berbaris dan
membelakangi kertas plano
 Peserta dalam kelompok urutan 1
mulai maju dan membuat gambar
dengan waktu 20 detik, dan
selanjutnya kembali kepada baris
kelompok
 Selanjutnya peserta ke 2 maju ke
plano untuk melanjutkan gambar
dengan waktu 20 detik juga begitu pula
selanjutnya
 Bila sudah selesai dapat mengulang
kembali (hanya 1 kali pengulangan)
 Dan dilanjutkan dengan seluruh
peserta menulis nama dan
tandatangan di bawah gambar tim
mereka

Gambar terbaik oleh pelatih dianggap


sebagai pemenang..

3) Memindahkan Karet
 Peserta dibagi menjadi beberapa
kelompok;
 Setiap kelompok bediri dan berbaris
berbanjar sambil dan setiap orang
memegang sedotan dengan mulut
mereka;
 Pemandu menaruh karet gelang di
sedotan orang yang berada pada
barisan paling depan;
 Kemudian karet gelang dipindahkan
melalui sedotan hingga sampai ke
orang terakhir;
 Kelompok yang paling cepat
memindahkan karet gelang adalah
pemenangnya.

Bila masih menyisakan Waktu


permainan inbound dapat ditambahkan.

Permaian inbound diatas merupakan


contoh dan dapat disepakati dalam
konsolidasi pelatih.

5. 5 Peserta dibagi menjadi


beberapa kelompok;
Setiap kelompok bediri
dan berbaris berbanjar
KESIMPULAN DAN PENEGASAN
sambil dan setiap
Pelatih membuat kesimpulan dan
orang memegang
penegasan dari hasil pelaksanaan
sedotan dengan mulut
outbound
mereka;
Pemandu menaruh
karet gelang di sedotan
orang yang berada
pada barisan paling
depan;
Kemudian karet gelang
dipindahkan melalui
sedotan hingga sampai
ke orang terakhir;
Kelompok yang paling
cepat memindahkan
karet gelang adalah
pemenangnya.
LEMBAR INFORMASI ML. 4
KONSEP MEMBANGUN TIM KERJA YANG EFEKTIF
Dengan disahkannya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa pada tangal 15 Januari 2014,
pengaturan desa memasuki sejarah baru. Dalam Undang-Undang ini diatur sejumlah
kewenangan yang dimiliki oleh Desa, antara lain; Kewenangan Lokal Berskala Desa
(subsidiaritas), Kewenangan hak asal usul (rekognisi). Dan untuk melaksanakan
kewenangan tersebut maka Desa perlu menyusun perencanaan desa yang melibatkan
seluruh komponen masyarakat desa. Proses perencanaan yang baik akan melahirkan
pelaksanaan program yang baik, dan pada gilirannya akan menumbuhkan partisipasi
masyarakat untuk terlibat dalam pembangunan desa. Proses merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi sendiri kegiatan pembangunan desa merupakan wujud nyata dari
kewenangan mengatur dan men-gurus pembangunan desa yang berskala lokal desa.
Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self
government, diharapkan Desa mampu dengan potensi dan asset yang dimiliki untuk
memandirikan desa. Desa dengan Pemerintahan berdasarkan susunan asli diakui dan
dilestarikan dalam memandirikan desa tersebut. Fungsi pemerintahan, keuangan Desa,
pembangunan Desa, dikembangkan serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari
pemerintah Kabupaten/Kota. Di masa depan Desa dan Desa Adat dapat melakukan
perubahan wajah Desa dan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,
pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta pembinaan masyarakat dan
pemberdayaan masyarakat di wilayahnya.
Tugas Pokok Pendamping Lokal Desa (PLD)
dalam Program Inovasi Desa (PID)

Pendamping Lokal Desa (PLD) adalah kader lokal pemberdayaan masyarakat yang
mendampingi desa dalam melaksanakan Program-Program serta perencanaan maupun
pelaksanaan pembangunan di desanya. Dalam hal ini, ada beberapa tugas pokok dan fungsi
yang dapat kita sampaikan dalam tulisan ini.
Di samping tugas yang tertuang dalam Petunjuk Teknis Operasional (PTO), tugas
Pendamping Lokal Desa selain mengawal jalannya Implementasi Undang-Undang Desa.
Sejak bergulirnya Program Inovasi Desa tahun 2017,banyak sekali pendamping profesional
desa khususnya PLD kurang paham,hendak apa ? dan melakukan apa ? demi suksesnya
PID. Masalah ini sebenarnya dipicu, karena kurang jelasnya Petunjuk Teknis Operasional
(PTO) Pengelolaan Pengetahuan Inovasi Desa kala itu. PTO tersebut belum mengatur
secara tuntas dan gamblang tentang peran dan tugas yang perlu di lakukan oleh
Pendamping Lokal Desa. Kita ketahui bersama, bahwa Program Inovasi Desa hadir dengan
beberapa tujuan mulia. Salah satunya adalah “Ingin memaksimalkan penggunaan dana desa
se-efektif dan se-efesien mungkin guna tepat sasaran.”

Ada 3 sasaran bidang yang sebenarnya menjadi konsen utama PID demi memaksimalkan
dana desa, 3 sasaran bidang tersebut ialah : (1) Bidang kewirausahaan, (2) Bidang sumber
daya manusia,dan (3) Bidang infrastruktur.

Jika ketiga bidang diatas,mampu di eksplore oleh masing – masing desa di Indonesia.

Bukan tidak mungkin kedepan desa-desa di Indonesia akan menjadi contoh bagi dunia.

Kembali lagi ke peran dan tugas pendamping dalam Program Inovasi Desa. Sebetulnya sejak
terbitnya Peraturan Menteri Desa Nomor 48 tahun 2018 yang diperkuat kedalam Keputusan
Dirjen dan Petunjuk Teknis Operasional 2018 tentang Pelaksanaan PID.

Bukan hanya tugas Pendamping Lokal Desa saja yang diatur dalam PTO Petunjuk Teknis
Operasional namun Tugas Pendamping Desa san Tugas para Tenaga Ahli juga diatur di
sana. Apa saja tugas Pendamping Lokal Desa dalam Program Inovasi Desa (Tugas PLD
dalam PID). Berikut ada 7 tugas pokok PLD dalam PID yang dapat kita kutip dari PTO
Pelaksanaan PPID 2018 :

1. Memfasilitasi kegiatan sosialisasi PPID dan P2KTD;


2. Bersama Pendamping Desa (PD) dan TPID menyiapkan proses pelaksanaan PPID;
mulai dari proses MAD sampai dengan membangun komitmen atau replikasi;
3. Fasilitasi pelaksanaan komitmen desa hasil BID ke dalam perencanaan desa;
4. Bersama PD dan TPID melakukan identifikasi desa-desa yang mempunyai program
pembangunan desa yang inovasi sesuai kriteria PPID;
5. Bersama PD dan TPID melakukan dokumentasi atas program-program
pembangunan desa yang inovatif;
6. Bersama PD dan TPID melakukan identifikasi kebutuhan P2KTD dan memfasilitasi
proses pelaksanaannya;
7. Memfasilitasi forum Musyawarah Desa (Musdes) untuk pertanggungjawaban hasil
kerja P2KTD
Komunikasi Publik dalam
Kerja-Kerja Pendampingan Masyarakat dan Desa

Definisi Komunikasi Publik


Apa itu Komunikasi Publik? Komunikasi Publik dapat diartikan secara sederhana sebagai
“Berkomunikasi dengan publik/orang banyak/umum” dan dapat pula diartikan sebagai
“Berdialog dengan masyarakat”.
Pada dasarnya, Komunikasi Publik dimaksud dalam pendampingan masyarakat dan desa,
merupakan presentasi/pidato yang diberikan langsung kepada audiensi namun bersifat dua
arah. Pidato publik dapat mencakup berbagai macam topik yang berbeda. Tujuan dari pidato
bisa untuk mendidik, menghibur atau mempengaruhi masyarakat. Sering kali, alat bantu
visual dalam bentuk alat peraga, kertas plano, metaplan, dan slideshow elektronik digunakan
untuk melengkapi pidato dan membuatnya lebih menarik bagi masyarakat.
Namun dalam kontekstual bahasan kita, Komunikasi Publik lebih kita fokuskan pada “ability”
atau kemampuan Pendamping dalam melakukan komunikasi dua arah yaitu antara
Pendamping dengan Masyarakat.

Presentasi berbicara di depan umum berbeda dari presentasi online karena presentasi online
dapat dilihat atau didengarkan sesuai kemauan pemirsa, sementara pidato publik biasanya
terbatas untuk waktu tertentu atau tempat. Presentasi online sering terdiri dari slide atau pre-
recorded video dari pembicara (termasuk rekaman presentasi langsung berbicara di depan
umum).
Karena Komunikasi Publik dilakukan langsung kepada penonton, ada beberapa faktor
khusus yang perlu dipertimbangkan pembaca. Kita akan segera membahasnya, tapi
pertama-tama mari kita kilas balik sejarah Komunikasi Publik.

Sejarah Komunikasi Publik


Bagaimana sejarah Komunikasi Publik?
Ada peluang bagus bahwa telah ada Komunikasi Publik, dalam bentuk satu dan lainnya,
selama ada orang-orang. Tapi kebanyakan akademisi dan orang lain yang terlibat dengan
berbicara di depan umum, termasuk mereka yang berada di The Public Speaking Project,
menelusuri asal-usul Komunikasi Publik modern kembali ke zaman Yunani dan Romawi.
Tentu saja, peradaban tersebut tidak memiliki kemudahan elektronik seperti yang kita punya
saatini untuk membantu dengan berbicara di depan umum (tidak ada slideshows). Tapi
mereka memang memiliki kebutuhan untuk berbicara di depan umum dan mengembangkan
metode berbicara di depan umum yang masih dipelajari sampai dengan hari ini.
Yunani kuno, khususnya, menggunakan Komunikasi Publik terutama untuk memuji atau
membujuk orang lain. Pada satu titik, semua masyarakat Yunani memiliki hak untuk
menyarankan atau menentang hukum selama sidang, yang mengakibatkan perlunya terampil
berbicara di depan publik.Komunikasi Publik menjadi keterampilan yang diinginkan dan
diajarkan. Komunikasi Publik pada zaman Yunani disebut retorika. Kemudian, ketika Roma
datang ke kekuasaan, Komunikasi Publik digunakan selama membentuk
pemerintahan/Senat Romawi. Bangsa Roma mengadopsi metode retorika berbicara di depan
umum orang Yunani. Pada kenyataannya, kebanyakan guru Komunikasi Publik waktu itu
adalah bangsa Yunani.
Jika Pendamping percepat maju ke zaman modern, yang dikenal sebagai gaya bahasa Latin
Komunikasi Publik yang populer di AS dan Eropa hingga pertengahan-20 abad. Setelah
Perang Dunia II, rupaya, gaya yang kurang formal dan lebih menyerupai percakapan mulai
menjadi populer. Juga, alat-alat elektronik mulai tersedia untuk meningkatkan presentasi
publik. Menjelang akhir abad ke-20, alat-alat elektronik beralih ke komputer dan berkembang
menjadi perangkat lunak komputer, seperti PowerPoint, yang kita tahu dan gunakan saat ini.
Jangan terkecoh. Meskipun pidato publik hari ini kurang formal, masih penting bahwa mereka
terorganisir dengan baik. Lebih lanjut tentang hal itu nanti. Sekarang mari kita lihat pentingnya
berbicara di depan umum.
Pentingnya Komunikasi Publik
Jika Pendamping bertanya pada kebanyakan orang, mereka mungkin akan mengatakan
mereka tidak suka berbicara di depan umum. Mungkin bahkan mereka mengaku takut,
karena takut berbicara di depan umum adalah rasa takut yang sangat umum. Atau mereka
mungkin hanya malu atau tertutup. Untuk alasan ini, banyak orang menghindari berbicara di
depan umum jika bisa. Jika Pendamping salah satu dari orang-orang yang menghindari
berbicara di depan umum, Pendamping melewatkan kesempatan.
Selama bertahun-tahun, Komunikasi Publik telah memainkan peran utama dalam
pendidikan, pemerintah, dan knowledge transfering / pertukaran pengetahuan. Kata-kata
memiliki kekuatan untuk menginformasikan, membujuk, mendidik, dan bahkan menghibur.
Dan kata yang diucapkan bahkan bisa lebih kuat daripada kata-kata tertulis di tangan
pembicara yang tepat.
Apakah Pendamping seorang Perangkat/Aparatur Pemerintahan (dari desa sampai di tingkat
pusat), Pekerja Publik, Pedagang, Pendamping Masyarakat, Pemilik Usaha Kecil dan
Menengah, Mahasiswa, atau hanya seseorang yang bergairah tentang sesuatu, Pendamping
akan mendapatkan manfaat jika Pendamping meningkatkan keterampilan Komunikasi
Publik, baik secara pribadi maupun profesional. Beberapa manfaat untuk berbicara di depan
umum meliputi :

 Meningkatkan kepercayaan diri


 Meningkatkan ketrampilan riset yang lebih baik
 Meningkatkan keterampilan deduktif yang lebih kuat
 Meningkatkan kemampuan melakukan advokasi untuk kasus-kasus
 Meningkatkan kemampuan melakukan take and give
 Optimalisasi Knowledge Sharing
 Dan banyak lagi

Berbicara di depan umum sangat penting untuk knowledge transfering / pertukaran


pengetahuan karena mereka butuh menyampaikan pesan kepada masyarakat dan
memasarkan knowledge transfering / pertukaran pengetahuan mereka. Orang-orang
marketing, eksekutif, dan yang berkecimpung di dunia pelayanan masyarakat sering
diharapkan memiliki keterampilan berbicara di depan publik.

Bagaimana Pendamping Menjadi Pembicara Publik yang Lebih Baik


Oke, jadi sekarang Pendamping memahami manfaat dari berbicara di depan umum,
Pendamping mungkin akan sedikit lebih tertarik. Namun juga, Pendamping mungkin masih
berpikir hal ini tidak diperuntukan bagi Pendamping. Mungkin Pendamping pernah
memberikan pidato sekali dan itu tidak berjalan dengan baik. Mungkin Pendamping takut
berbicara di depan umum. Atau mungkin Pendamping berpikir Pendamping tidak memiliki
kemampuan alami untuk memberikan pidato. Atau bisa saja Pendamping merasa tidak
memiliki kemampuan dan keberanian untuk melakukan komunikasi dengan publik.
Sejatinya berbicara di depan umum adalah sebuah keterampilan. Itu bisa dipelajari.
Sementara beberapa orang mungkin memiliki kemampuan berbicara yang lebih alami
daripada yang lain, atau suara yang lebih menyenangkan, atau lebih karismatik — siapa pun
yang dapat berbicara dapat belajar menjadi pembicara publik yang lebih baik saat ini. Ini
hanya membutuhkan sedikit pengetahuan, beberapa usaha, dan latihan yang diperbanyak.
MATA LATIH 5
PENANGANAN PENGADUAN DAN
MASALAH
ML 5

Mata Latih 5 : PENANGANAN PENGADUAN DAN MASALAH

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran Penanganan


Pengaduan dan Masalah, peserta :
5. Memahami mekanisme Penanganan Pengaduan dan
Masalah

6. Dapat melakukan pencatatan dan pelaporan


penanganan pengaduan masalah sesuai Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) Pembinaan dan
Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional.

7. Mampu fasilitasi penanganan pengaduan dan


masalah sesuai jenjangnya;

Sub Mata Latih : 5.1. Pencatatan dan Pelaporan Penanganan Pengaduan


dan Masalah
5.2. Respon dan tindak lanjut Penanganan Pengaduan
dan Masalah

Waktu : 3 JP (135 menit)


SML 5.1.

Sub Mata Latih 5.1. : PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGANAN


PENGADUAN DAN MASALAH

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran pencatatan dan


pelaporan penanganan pengaduan dan masalah,
peserta :

1. Memahami sistematika Penanganan Pengaduan


dan masalah

2. Dapat melakukan pencatatan dan pelaporan


penanganan pengaduan masalah sesuai SOP

Metode : Ceramah, Tanya jawab

Media : Lembar tayang

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White Board/Papan


Tulis, Laptop, Infocuss

Waktu : 1 JP (45 menit)


SML 5.1.
PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
1. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu

2. CERAMAH 30 Lembar
 Pelatih menayangkan slide sistematika Penanganan Tayang
Pengaduan dan masalah dan form pelaporan PLD
terkait penanganan pengaduan dan masalah dan
menjelaskan pengisian form tersebut dengan benar
sesuai PTO, dan update laporan tersebut secara
berkala
 Pelatih mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang
masalah-masalah yang timbul atau berkenaan
dengan pelaksanaan PID. (peserta menuliskan
dalam kertas metaplan)

4. TANYA JAWAB 5
Lembar
Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta
Informasi
untuk bertanya, mengajukan pendapat dan
dan
klarifikasi. Pelatih mencatat hal-hal penting dan
Lembar
mengumpanbalikkan kepeserta.
Tayang

5. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 5


Pelatih membuat kesimpulan dan
penegasan dari sessi ini ini
SML 5.2.

Sub Mata Latih 5.2. : RESPON DAN TINDAKLANJUT PENANGANAN


PENGADUAN DAN MASALAH

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran pencatatan dan


pelaporan penanganan pengaduan dan masalah,
peserta :

1. Mampu fasilitasi penanganan pengaduan dan


masalah sesuai jenjangnya;

Metode : Diskusi kelompok , pleno

Media : Contoh kasus-kasus

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White Board/Papan


Tulis, Laptop, Infocuss

Waktu : 2 JP (90 menit)


SML 5.2.
PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)

1. KERJA / DISKUSI KELOMPOK 15 Lembar


 Pelatih membagi kelas dalam 5 kelompok, Tayang
setiap kelompok berisi 5 sampai dengan 8 contoh
orang. kasus-kasus
 Setiap kelompok diberi contoh kasus untuk
didiskusikan, yang kemudian dituangkan
dalam form laporan penanganan pengaduan
dan masalah.

2. PRESENTASI SETIAP KELOMPOK 75


 Pelatih memberikan kesempatan kepada Lembar
setiap kelompok untuk mempresentasikan Informasi dan
hasil diskusi kelompok dan kelompok yang lain Lembar
menanggapi. Tayang
 Setiap kelompok mendapat waktu 15 menit
Lembar Informasi ML. 5

PENANGANAN PENGADUAN DAN MASALAH


P3MD

Pendahuluan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa


pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa ditempuh melalui upaya
pendampingan. Pendampingan menjadi salah satu langkah penting yang harus
dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat.
Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya melalui
peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran
serta memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas
kebutuhan masyarakat Desa. Bentuk pembinaan, pengelolaan dan pengendalian
Pendamping Profesional khususnya untuk menjamin tertib aturan, tata laksana
administrasi dan keuangan, hubungan antar pelaku dalam rangka tercapainya kinerja
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa secara efektif dan efisien.

Penanganan terhadap permasalahan implementasi pembangunan dan


pemberdayaan masyarakat desa menggunakan prinsip-prinsip sebagaimana asas
dalam Undang-undang Desa. Dalam pengelolaan pembangunan dan dan
pemberdayaan masyarakat desa, pemerintah desa perlu menerapkan prinsip-prinsip
tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan Undang-
undang Desa, sehingga semua proses pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi wajib untuk
dilaksanakan secara terbuka dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Salah satu
indikator partisipasi masyarakat adalah adanya keterlibatan masyarakat dalam
bidang pengawasan dan pengambilan keputusan. Pengawasan masyarakat
diwujudkan dalam bentuk pengaduan-pengaduan terhadap masalah yang timbul
pada saat proses berlangsung maupun setelah kegiatan berakhir. Pengaduan dapat
berbentuk lisan maupun tulisan yang ditujukan kepada pemangku kepentingan
(stakeholders) pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa disemua
tingkatan yang ada, mulai dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi maupun
di tingkat pusat.

Secara prinsip, yang bertanggung jawab atas penanganan masalah di desa


adalah masyarakat dan pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Sebagai institusi yang telah
diakui keberadaannya dalam Undang-undang Desa, kelembagaan BPD sangat
efektif untuk memfasilitasi penanganan pengaduan dan masalah pembangunan
desa. Adapun Tenaga Pendamping Profesional bertanggung jawab dalam
pendampingan untuk mendorong percepatan penanganan dan penyelesaian
masalah, pengadministrasian sampai dengan pelaporan.

Penanganan pengaduan masalah oleh BPD dengan didampingi Pendamping


Profesional merupakan wujud nyata peran masyarakat desa dalam penyelesaian
masalah.
Adapun langkah dalam penanganan pengaduan masalah sebagai berikut:
1) Pendamping Profesional, Tenaga Ahli P3MD Pusat dan/atau Unit
Penanganan Pengaduan Masalah tingkat pusat maupun yang ada di daerah
menyampaikan kepada BPD laporan telaah pengaduan untuk diselesaikan
di tingkat masyarakat melalui Musyawarah Desa sebagaimana diatur dalam
Permendesa Nomor 2 Tahun 2015.
2) BPD dengan didampingi Pendamping Profesional melakukan uji silang atau
melakukan klarifikasi ke lapangan dengan cara mengumpulkan data
pendukung berupa keterangan saksi, surat dan bukti-bukti awal lainnya
untuk memastikan ada indikasi masalah atau telah terjadi masalah.
3) Jika hasil klarifikasi lapangan menyimpulkan tidak ada indikasi atau terjadi
masalah, BPD dengan didampingi Pendamping Profesional segera
mensosialisasikan pengaduan dan hasil klarifikasi kepada masyarakat
dalam sebuah Musyawarah Desa.
4) Jika hasil klarifikasi BPD berkesimpulan telah terjadi masalah, maka langkah
selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi pelaku untuk memastikan pihak-pihak yang terlibat
dalam masalah dengan menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
 Menganalisis pihak-pihak yang dapat mendukung upaya
penyelesaian masalah.
 Menganalisis para pihak yang menghambat penyelesaian
masalah
 Menganalisis para pihak yang dapat digunakan sebagai kelompok
penekan (Pressure Group) dalam upaya mendorong percepatan
penyelesaian masalah.
b. Menyusun urutan terjadinya masalah (kronologis masalah), yang
dilakukan berdasarkan urutan waktu kejadian.
c. Mengumpulkan bukti pendukung, yaitu semua data yang membuat
jelas terjadinya masalah. Contoh, bukti hasil audit Inspektorat, BPKP,
saksi dari pihak lain dan keterangan lainnya.
5) BPD didampingi Pendamping Profesional menyusun rencana tindakan
penanganan masalah disampaikan dalam musyawarah oleh BPD untuk
dibahas dan ditetapkan.
6) Selama pelaksanaan penanganan penyelesaian masalah Pendamping
Profesional melakukan pemantauan terhadap proses penanganan dan
mengevaluasi serta melaporkan hasil pemantauannya kepada BPD untuk
selanjutnya dijadikan dasar untuk langkah perbaikan atas penanganan
penyelesaiannya yang telah dilakukan agar masalah yang ada bisa cepat
diselesaikan.
7) Hasil penanganan masalah yang dinyatakan selesai segera disampaikan
kepada seluruh masyarakat melalui Musyawarah Desa.
8) Penanganan masalah pada Desa Adat, ditangani melalui Lembaga Adat
Desa.
9) Penanganan masalah penyalahgunaan Dana Desa didampingi oleh Tenaga
Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten/Kota dapat didukung oleh
Satgas Dana Desa Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi.
Pendamping profesional yang terikat perjanjian kerja dengan Satker P3MD
Provinsi diwajibkan membuat laporan kegiatan bulanan. Setiap level pendampingan
diharuskan membuat laporan kegiatan secara kolektif, dan tepat waktu sebagai bukti
yang cukup kuat bahwa pendamping profesional sudah bekerja dalam rangka
implementasi Undang Undang Desa Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang
memuat pelakasanaan kegiatan bulan berjalan, termasuk outputnya, dibuat secara
akurat, singkat dan sederhana. Sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur
(SOP) Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping Profesional, Laporan
bulanan kegiatan pendampingan sebagaimana tercantum dalam SOP, salah
satunya, yang harus dicantumkan adalah data masalah dan penanganannya
ALUR PENANGANAN PENGADUAN DAN MASALAH

PENGADUAN

REGISTRASI

PENELAAHAN

Bukan Masala
Masala h

UMPAN BALIK UJI SILANG /


KLARIFIKASI

TIDAK
BENAR
BENAR
SELESAI

INVESTIGASI EVALUASI
DAN ANALISIS

TINDAK
PENANGANAN

SELESAI
TIDAK
SELESAI

Diseminasi
Umpan Balik

BAGAN
DISTRIBUSI PENANGANAN PENGADUAN DAN MASALAH

Penanggung jawab Pelaku

Satker P
Provinsi e
dan TA JENJANG
m 4
Provinsi T e
rA
iN
n
a
ts
a
i
Satker Pemerintah h
o
Kabupaten P P
n
Pengaduan

dan TA JENJANG
u
ar 3
Kabupaten T slo
aev
tni
n
a
s
g
i
a
A
Pemerintah h
Kabupaten Pemerintah l
Kecamatan i
JENJANGP
2
dan PD
T r
oA
K v
ia
Masalah

nb
su
ip
P a
te
em
Pemerintahan n
e JENJANG 1
Pendamping Desa dan PLD r
Lokal Desa dan i
Pendamping n Badan
Desa t
Permusya
a
waratan
h
Keterangan: D Desa (BPD)
Alur Penanganan e
Distribusi & Koordinasi s
a
d
a
n
K
e
c
a
m
Pengelompokan Jenis masalah dimaksudkan untuk mempermudah
pengelolaan penanganan masalah. Adapun pengelompokan jenis masalah di
dalam SOP ini dibagi kedalam 3 (tiga) kelompok masalah yaitu masalah
implementasi, masalah Manajerial dan masalah khusus.

a. Masalah Implementasi
Masalah implementasi Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
adalah masalah yang terjadi disebabkan oleh adanya masalah regulasi,
pelanggaran administrasi dan atau prosedur, keadaan yang terjadi di luar
kemampuan manusia (force majeure), penyalahgunaan dana, dalam
pelaksanaan pembangunan desa. Untuk memudahkan pencatatan dan
penanganannya, maka masalah implementasi dikelompokkan menjadi 4
(empat) kategori yaitu:

1) Kategori 1
Masalah yang berkaitan dengan regulasi yaitu masalah yang disebabkan
karena belum adanya peraturan ditingkat Kabupaten/Kota maupun Desa
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan dalam proses
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, adanya peraturan
ditingkat Kabupaten/Kota yang dapat memperlambat pelaksanaan
program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. contoh:
 Peraturan Bupati (Perbup) mengenai pengadaan barang dan jasa di
desa belum ada;
 Peraturan Desa (Perdes) tentang APBDes belum selesai dibuat yang
berakibat terhambatnya pencairan Dana Desa.
2) Kategori 2
Masalah yang berkaitan dengan penyimpangan asas dan prosedur
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa, contoh:
 Penyusunan dokumen perencanaan pembangunan desa tidak
dilakukan melalui Musyawarah Desa;
 Pengelolaan Dana Desa tidak transparan dan masyarakat tidak diberi
akses informasi pengelolaan Dana Desa;
 Terjadi perubahan volume kegiatan tanpa berita acara dan perubahan
Rencana Anggaran Biaya (RAB);
 Kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan RKPDes.
3) Kategori 3
Masalah yang diakibatkan force majeure (suatu keadaan yang terjadi di
luar kemampuan manusia), contoh:
 Bangunan rusak akibat bencana alam;
 Satu desa mengalami gagal panen karena adanya hama/musim hujan
yang berkepanjangan.
4) Kategori 4
Masalah yang berkaitan dengan penyimpangan, penyelewengan atau
penyalahgunaan Dana Desa, dan tindakan kesengajaan serta kelalaian
yang berakibat hilangnya Dana Desa atau kerugian keuangan desa,
contoh antara lain sebagai berikut:
 Terjadi pungutan Dana Desa oleh Aparat Desa, Kabupaten atau
Provinsi pada saat penyaluran dana;
 Dana Desa digunakan untuk biaya Pilkades, Pilkada;
 Hilangnya dana desa akibat perampokan dan pencurian;
b. Masalah Manajerial
Masalah manajerial adalah masalah yang terkait dengan pengelolaan atau
keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai terlaksananya kegiatan
pembangunan dan pemberdayaan desa, permasalahan administratif diluar
yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan tentang desa yang
dapat mengurangi kualitas implementasi pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat desa. Contoh:
a. Dokumen perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa belum ter-
administrasikan dengan baik.
b. Perencanaan pembangunan desa telah dilakukan sesuai peraturan
perundang-undangan, tapi penyerapan anggaran desa rendah karena
lambatnya pelaksanaan kegiatan.
c. Pekerjaan kegiatan pembangunan dan pemberdayaan terhambat hal
teknis dalam pelaksanaannya.
d. Desa belum memiliki papan informasi yang representatif/penempelan
informasi ditempat seadanya.

c. Masalah Khusus
Adalah semua masalah yang tidak termasuk dalam masalah implementasi
dan manajerial pembangunan desa, yang dapat berdampak pada
terhambatnya pelaksanaan pembangunan desa. Contoh :
a. Konflik antar desa/antar pelaku dalam memperbutkan sumber daya alam
dan batas desa;
b. Konflik internal di Desa yang menghambat pembangunan dan
pemberdayaan desa.
c. Pendamping melakukan tindakan yang merugikan desa.
Untuk masalah khusus yang pelakunya Tenaga Pendamping Profesional
terkait dengan pelanggaran kode etik Tenaga Pendamping Profesional
diatur dalam SOP Pembinaan dan Pengendalian Tenaga Pendamping
Profesional.

Jenjang Penanganan Masalah


Sejalan dengan prinsip berjenjang yang dianut dalam standar penanganan
pengaduan dan masalah, maka setiap masalah ditetapkan penjenjangan
penanganan masalah. Jenjang penanganan masalah digunakan untuk
menentukan pada tingkat mana suatu masalah harus mendapat dukungan yang
optimal dalam rangka mendorong percepatan penyelesaian masalah.
Penentuan jenjang masalah dilakukan oleh Tenaga Pendamping Profesional
berdasarkan hasil penelaahan.
Penentuan Jenjang penanganan masalah bukan berarti pelimpahan
kewenangan penanganan masalah kepada jenjang di atasnya. Artinya jenjang
di mana masalah terjadi, masyarakat desa melalui Badan Permusyawaratan
Desa menjadi pelaku utama dalam proses penanganan masalah. Sedangkan
jenjang di atasnya memberikan dukungan penanganan sesuai kebutuhan.
Jenjang penanganan masalah diatur sebagai berikut:
1) Jenjang 1
Merupakan upaya penanganan masalah yang terjadi di desa. Secara prinsip
yang bertanggung jawab atas penanganan masalah di desa adalah
masyarakat dan pemerintahan desa, dengan dukungan Pemerintah
kecamatan yang membidangi Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa.
2) Jenjang 2
Merupakan penanganan masalah di tingkat desa dan kecamatan yang
memerlukan dukungan penanganan yang optimal dari pemangku
kepentingan di tingkat kabupaten oleh Pemerintah Kabupaten dengan
didampingi TA Kabupaten dan pihak terkait lainnya dalam rangka
mendorong percepatan penyelesaian masalah.
3) Jenjang 3
Merupakan penanganan masalah yang memerlukan dukungan penanganan
yang optimal dari pemangku kepentingan di tingkat provinsi oleh Satuan
Kerja P3MD Provinsi dengan didampingi Tenaga Ahli Program Propinsi
(TAPP) dan pihak terkait lainnya dalam rangka mendorong percepatan
penyelesaian masalah.
4) Jenjang 4
Merupakan penanganan masalah yang memerlukan dukungan penanganan
yang optimal dari pemangku kepentingan di tingkat pusat baik dari Satuan
Kerja Pusat atau pihak terkait lainnya dengan didampingi Tenaga Ahli P3MD
Pusat dalam rangka mendorong percepatan penyelesaian masalah.
Jenjang Penanggung Jawab
Kriteria
Masalah
 Masalah terjadi di lingkup Desa. Pemerintahan Desa,
 Pelaku Aparat Desa, PLD, atau Pemerintah
masyarakat desa. kecamatan yang
 Masalah bisa ditangani di level membidangi
desa dan kecamatan. Pembangunan dan
Jenjang  Jangka waktu penyelesaian Pemberdayaan
penanganan masalah dalam waktu Masyarakat Desa
1 dengan didampingi
paling lama 3 (tiga) bulan di tingkat
Desa yang dibuktikan dengan PLD dan PD.
adanya Berita Acara (BA)
penyelesaian masalah, disertai
dokumen pendukung.

 Pemerintah
 Masalah yang tidak terselesaikan Kabupaten (Dinas
di Jenjang 1. atau Badan yang
 Pelaku masalah aparat kecamatan membidangi
dan PD. Pembangunan dan
Jenjang  Jangka waktu penyelesaian Pemberdayaan
2 penanganan masalah dalam waktu Masyarakat Desa)
paling lama 3 (tiga) bulan, didampingi Tenaga
dibuktikan dengan adanya BA Ahli (TA) Kabupaten
penyelesaian masalah disertai sesuai dengan objek
dokumen pendukung. dan keahlian TA
Kabupaten.
 Masalah yang tidak terselesaikan  Pemerintah Provinsi
di Jenjang 2. (Satker Provinsi)
 Pelaku aparat kabupaten, TA didampingi oleh TAPP
Kabupaten. Bidang penanganan
Jenjang  Jangka waktu penyelesaian Pengaduan dan
penanganan masalah dalam waktu Masalah, dan TAPP
3
paling lama 3 (tiga) bulan, sesuai dengan objek
dibuktikan dengan adanya BA dan keahlian TAPP
penyelesaian masalah disertai
dokumen pendukung.

 Masalah yang tidak terselesaikan  Pemerintah Pusat


di Jenjang 3. (Satker PPMD)
 Pelaku aparat provinsi, TA Provinsi didampingi Tenaga
Jenjang  Jangka waktu penyelesaian Ahli P3MD Pusat
4 penanganan masalah dalam waktu Bidang Hukum,
paling lama 3 (tiga) bulan, Penanganan
dibuktikan dengan adanya BA Pengaduan dan
penyelesaian masalah. Masalah.
Masalah Dinyatakan Selesai
Masalah dinyatakan selesai sesuai dengan kriteria sebagai berikut:
1) Masalah regulasi dinyatakan selesai jika rancangan peraturan yang terkait
dengan pelaksanaan pembangunan desa telah selesai disusun dan dalam
proses penetapan atau perubahan.
2) Masalah penyimpangan asas dan prosedur dinyatakan selesai jika telah
dilakukan perbaikan dan pelurusan prosedur sesuai peraturan perundang-
undangan dan/atau kesepakatan lokal masyarakat yang menjawab
kebutuhan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan
yang ada. Penyelesaian ini harus dibuktikan dengan Berita Acara Perbaikan
dan Pelurusan Prosedur.
3) Masalah yang terjadi karena force majeur dinyatakan selesai jika ada
keterangan resmi dari instansi yang berwenang untuk memastikan
kebenarani force majeur yang dibuktikan dokumen pendukung berupa foto
kerusakan. Informasi tentang status masalah tersebut disosialisasikan ke
masyarakat melalui Musyawarah Desa yang didukung Berita Acara.
4) Masalah penyimpangan dana dinyatakan selesai jika dana yang
disalahgunakan telah dikembalikan seluruhnya sesuai hasil keputusan
Musyawarah Desa dan/atau pelaku dikenai sanksi hukum.
5) Penanganan melalui proses hukum dinyatakan selesai jika berkas perkara
telah dilimpahkan ke pengadilan yang dibuktikan dengan Nomor Perkara.
6) Penanganan masalah melalui tata cara adat yang berlaku di suatu tempat,
dinyatakan selesai jika keputusan dari ketua adat setempat telah
dilaksanakan sesuai nilai-nilai hukum adat setempat.
7) Apabila pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas penyimpangan
telah meninggal dunia atau dinyatakan gila, masalah dinyatakan selesai jika
telah dibuktikan oleh surat keterangan dari pihak yang berwenang
(Pemerintah Desa, ketua adat, dokter dan dokter jiwa yang berwenang untuk
menyatakan hal itu)
8) Apabila pelaku melarikan diri dan tidak ditemukan keberadaannya selama 3
tahun terakhir secara berturut-turut, dinyatakan buron atau masuk DPO
(Daftar Pencarian Orang), masalah tersebut dimasukkan dalam Laporan
Khusus. Masalah dinyatakan dibuka kembali apabila pelaku telah ditemukan.
Form Laporan Program PLD terkait Penanganan Pengaduan dan Masalag

Provinsi :
Kabupaten :
Kecamatan :
Desa :

Bulan :
No. Uraian Jenis Sumber Lokasi Pelaku Tgl Langkah status
Masalah Masalah Informasi Masalah Kejadian penyelesaian

……………, …. Tgl/bln/thn
Dilaporkan oleh:
____________
Pendamping Lokal Desa

Cara pengisian:
o Kolom No. = Kolom Nomor Urut
o Kolom Uraian Masalah =
Masalah singkat dan jelas terfokus pada masalah yang terjadi; Misal:
o Jenis Masalah
 Implementasi
 Manajerial
 Khusus

o Sumber informasi
 Pengaduan dapat diperoleh dari berbagai sumber antara lain: Pendamping
Profesional, masyarakat, kelompok masyarakat, LSM, Ormas, Orsospol,
Wartawan, hasil pemeriksaan Inspektorat dan BPKP terkait Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa, , dan lain-lain.

o Lokasi masalah
Dusun / RT.RW
o Pelaku
Disebutkan jelas, misal : kepala desa, TPK, Kaur keuangan, Suplier, dsb.
o Tanggal kejadian
Dsebutkan tanggal/bulan/tahun kejadian
o Langkah penyelesaian
 Diuraiaikan secara ringkas, padat desan jelas, misal:
 TPK meneruskan pekerjaan sesuai design; atau
 Diselesaikan di msuyawarah desa, oknum mengembalikan dana yang
diselewengkan
 Kasus dilaporkan ke kepolisian dikarenakan oknum tidak kooperatif,
 Dan sebagainya

o Status
Proses atau selesai, bila masalah yang telah tercatat belum memenuhi kriteria
diatas maka setiap bulan masalah tetap dilaporkan dengan status proses, dan bila
masalah telah memenuhi kriteria yang bisa dinyatakan selesai sebagaimana di
atas, maka kasus diberi status Selesai, dan untuk laporan bulan berikutnya sudah
tidak tercantum lagi dalam laporan.

Bacaan Acuan
• Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Pembinaan dan Pengendalian Tenaga
Pendamping Profesional, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan
Masyarakat Desa, Kementerian Desa, PDTT, Jakarta, 2016
• Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Penanganan Pengaduan dan Masalah,
P3MD, Direktorat Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa,
Kementerian Desa, PDTT, Jakarta, 2017

***
MATA LATIH 6
KEBERLANJUTAN INOVASI DESA

ML 6.
Mata
:: ::Latih 6 KEBERLANJUTAN INOVASI DESA

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran Keberlanjutan Inovasi Desa,


peserta :
1. Memahami pentingnya PID dalam pengelolaan
pengetahauan sebagai salah satu kebutuhan utama proses
membantu pembangunan desa;
2. Dapat mengelola pertukaran pengetahuan, memhami
pentingnya media elektronik dalam mendukung oerja-oerja
pendamingan dalam membantu proses pembangunan desa;
3. Mampu menentukan sikap ideal dan memahami peran
strategis pendamping dalam proses pembangunan desa
4. Mampu menentukan langkah-langkah strategis dalam
pendampingan untuk mengawal dan memfasilitasi PID
sebagai sarana mempermudah dalam proses pembangunan
desa.
5. PLD mempunyai dan mensepakati langkah-langkah strategis
dalam mengawal hasil-hasil PID tahun 2019 untuk tetap di
dikawal dalam siklus pembangunan desa tahun 2020 baik
mengunakan metode manual dan teknologi informasi digital.

6.1 Keberlanjutan sistem dan kelembagaan


Sub Mata Latih :
6.2 Tugas PLD dalam mengawal keberlanjutan inovasi desa

Waktu : 5 JP (225 menit)


SML 6.1.

Sub Mata Latih : Keberlanjutan sistem dan kelembagaan


6.1.

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran , peserta :

1. Memahami pentingnya PID dalam pengelolaan


pengetahauan sebagai salah satu kebutuhan utama proses
membantu pembangunan desa;
2. Dapat mengelola pertukaran pengetahuan, memahami
pentingnya media elektronik dalam mendukung kerja-kerja
pendampingan dalam membantu proses pembangunan
desa;

Metode : Ceramah, Tanya jawab, Brainstorming

Media : Bahan Tayang, Lembar Curah Pendapat, dan Lembar


Informasi

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White Board/Papan


Tulis, Laptop, Infocuss

Waktu : 2 JP (90 menit)


SML 6.1.

PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Mengingatkan Kembali ML sebelumnya
denganmmengajak peserta mereveiw pokok-
pokok penting kesepakatan dalam ML-ML
1 10
sebelumnya (berimkesempatan 2-3 peserta untuk
maju kedepan).

5
2. PENGANTAR
Sampaikan Judul, Sub Mata Latih, tujuan dan waktu
pembelajaran.

3. CERAMAH 20 Lembar
Pelatih memaparkan bahan tanyang phase PID Informasi dan
sampai 6 pendekatan dalam menuju phase Lembar Tayang
pengembangan menuju keberlanjutan. Pelatih
mengumpan balikkan ke peserta.

4. CURAH PENDAPAT 25 Lembar Curah


Hidupkan suasana belajar dengan mengajak Pendapat
peserta berdiskusi untuk mendapatkan
pemahaman sekitar pentingnya pertukaran
pengetahuan (BID) dalam komitmen desa sampai
komitmen masuk dalam APBDesa. Ajak peserta
untuk berpikir apakah penting pertukaran
pengetahuan menjadi kebutuhan dan kebutuhan
apa saja yang dibutuhkan bila pertukaran
pengetahuan menjadi kebutuhan dalam membantu
proses kebutuhan desa, pancing apakah perlu
adanya Perdes Pertukrana pengetahuan?, apkah
pertukaran pengetahuan efektif dengan
mengunakan secara manual (BID)? atau BID perlu
dengan menggunakan media elektronik?.
Rangkum dan perjelas jawaban peserta dengan
memberikan kerangka pemahaman hubungan
sebab dan akibat yang memudahkan peserta
memahami sebab-akibat pendampingan
masyarakat desa, serta sepakati bila pertukaran
pengetahuan menjadi kebutuhan untuk mendorong
PLD mendiskusi dengan Kades dan Elit desa agar
desa membuat Perdes tentang pertukran
pengetahuan, baik melalui dmedia manual dan
media elektronik.

5. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 20


Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta Lembar
untuk bertanya, mengajukan pendapat dan Informasi dan
klarifikasi. Pelatih mencatat hal-hal penting dan Lembar Tayang
mengumpanbalikkan kepeserta.

5. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 10


Pelatih membuat kesimpulan danpenegasan dari
sessi ini.

Lembar Curah Pendapat SML 6.1


SML 6.1.

Sub Mata Latih 6.2. : Tugas PLD dalam mengawal keberlanjutan inovasi
desa

Tujuan Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran , peserta :

1. Mampu menentukan sikap ideal dan memahami


peran strategis pendamping dalam proses
pembangunan desa
2. Mampu menentukan langkah-langkah strategis
dalam pendampingan untuk mengawal dan
memfasilitasi PID sebagai sarana mempermudah
dalam proses pembangunan desa.
3. PLD mempunyai dan mensepakati langkah-langkah
strategis dalam mengawal hasil-hasil PID tahun
2019 untuk tetap di dikawal dalam siklus
pembangunan desa tahun 2020 baik mengunakan
metode manual dan teknologi informasi digital;

Metode : Studi Kasus dengan Video Pembelajaran, Diskusi


kelompok, Tanya jawab, Membangun kepemilikan dan
tanggungjawab.

Media : Media Pembelajaran (video dokumen pembelajaran),


Diskusi kelompok, Lembar Curah Pendapat, dan
Lembar Informasi

Sarana : Metaplan, Kertas Plano, Spidol, White Board/Papan


Tulis, Laptop, Infocuss

Waktu : 3 JP (135 menit)


SML 6.2.
PROSES PEMBELAJARAN

WAKTU
NO LANGKAH-LANGKAH MEDIA
(MENIT)
Mengingatkan Kembali SML sebelumnya dengan
mengajak peserta mereveiw pokok-pokok penting
1 10
kesepakatan dalam SML sebelumnya (beri
kesempatan 2-3 peserta untuk maju kedepan.

2. PENGANTAR 5
Judul Sub Mata Latih, tujuan dan waktu

3 Analisa dan Pengamatan Media Pembelajaran 90 Media


Pelatih menanyangkan 1 pilihan media dokumen Dokumen
pembelajaran untuk dilakukan proses Pembelajar
pengambilan kesepakatan dan model pengawalan an (Yang
hasil komitmen atas pelaksanaan BID 2019. sudah di
Fasilitator meminta perserta untuk menganalisa replikasi
dokumen pembelajaran : dan
- Mengapa Desa berkomitmen dengan kegiatan menjadi
pembangunan yang ditampilkan media rujukan
pembelajaran?, selanjutnya peserta diminta desa),
membuat langkah-langkah apa saja sampai kertas
proses ini masuk dalam APBDesa. metaplan,
- Langkah strategi pendampingan apa saja kertas
dalam proses replikasi dari dokumen plano,
pembelajaran hasil BID (apakah selalu lembar
mendiskusikan secara berjenjang di level Desa kesepakata
dengan, Kades, LKD, Elit Desa, di level n PLD
kecamatan mendiskusikan dengan PD dalam
danTPID, apakah setelah mendiskusikan di langkah
level desa dan kecamatan PLD mendapatkan strategis
arahan dari PD atau TAPM Kabupaten, apakah pendampin
PLD atas arahan level di atasnya untuk ikut gan untuk
mendiskusikan dengan TIK atau OPD-OPD tahun
terkait dengan replikasi, P2KTD) bila proses ini 2019-2020.
tidak jalan apa langkah pendampingan
strategis yang dilakukan oleh PLD dalam
mengawal Replikasi sampai masuk dalam
APBDesa.
- Langkah strategi pendampingan apa yang
dilakukan PLD dalam mengawal hasil
kesepakatan PID 2019 pada pelaksanaan
Tahun 2020. (membangun komitmen dan
kesepakatan PLD)
Dalam memudahkan proses belajar ini fasilitator
membagi peserta dalam 5-6 kelompok untuk
membahas hal tersebut di atas selanjutnya di
plenokan dan terakhir meminta seluruh peserta
untuk membuat kesepakatan dalam langkah-
langkah pendampingan di desa.

Lembar
5. BRAINSTORMING & TANYA JAWAB 20 Informasi
Pelatih memberikan kesempatan kepada peserta dan Lembar
untuk bertanya, mengajukan pendapat dan Tayang
klarifikasi. Pelatih mencatat hal-hal penting dan
mengumpanbalikkan kepeserta.

6. KESIMPULAN DAN PENEGASAN 10


Pelatih membuat kesimpulan danpenegasan dari
sessi ini ini

Lembar Informasi SML 6.1


PANDUAN EXIT STRATEGY
PROGRAM INOVASI DESA
TAHUN 2019

I. PENDAHULUAN

Undang-Undang No. 6/2014 tentang Desa memberikan kewenangan kepada


Desa, dalam bentuk kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan
lokal berskala Desa. Dalam undang-undang tersebut mengamanatkan agar
Pemerintah meningkatkan kapasitas Keuangan Desa melalui transfer Dana
Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD). Dengan demikian Desa diharapkan
meningkat kemampuannya untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat secara efektif, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Namun disadari bahwa kapasitas Desa dalam melaksanakan kewenangan
tersebut masih terdapat keterbatasan. Keterbatasan itu termasuk dalam hal
kapasitas, kualitas tata kelola, maupun sistem pendukung yang mewujud melalui
regulasi dan kebijakan Pemerintah Desa. Demikian juga dalam hal kualitas
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pemanfaatan kegiatan
pembangunan Desa. Hal ini berakibat dampak terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat Desa belum maksimal.

Pemerintah melalui Kementerian Desa PDTT, menyediakan tenaga pendamping


profesional, yaitu: Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD),
Tenaga Ahli (TA) di tingkat Kabupaten, Provinsi dan Pusat, untuk memfasilitasi
Pemerintah Desa melaksanakan UU Desa secara konsisten. Pendampingan dan
pengelolaan tenaga pendamping profesional dengan demikian menjadi isu
penting dalam pelaksanaan UU desa. Penguatan kapasitas dan sistem
Pendamping Profesional menjadi agenda strategis Pendampingan
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD). Aspek lain dalam
pengelolaan pembangunan Desa yang juga penting adalah ketersediaan data
yang memadai, menyakinkan, dan up to date, mengenai kondisi objektif maupun
perkembangan yang menunjukkan pencapaian pembangunan Desa.

Di sisi lain, Menteri Desa telah menetapkan 4 program unggulan yakni Embung
Desa, Bumdes dan Bumdes Bersama, Prudes dan Prukades serta Sarana Olah
Raga Desa yang juga perlu memperoleh dukungan yang lebih nyata agar
mencapai keberhasilan. Perkembangan pelaksanaan 4 program unggulan ini
sudah mulai terlihat, ada cukup banyak contoh kegiatan dari 4 program unggulan
tersebut yang berhasil di-capture dan ditampilkan oleh Desa. Langkah-langkah
perbaikan terkait isu-isu di atas telah dilakukan Kementerian Desa, salah satunya
dengan meluncurkan Program Inovasi desa (PID) pada Tahun 2017 (bulan
September). PID diselenggarakan oleh Kementerian Desa dengan dukungan
pendanaan dan perancangan program bersama dengan Bank Dunia, melalui
restrukturisasi program yang sebelumnya difokuskan pada Pendampingan Desa
dalam pelaksanaan Undang-Undang Desa. Salah satu strategi yang
dikembangkan PID adalah Pengelolaan Pengetahuan dan Inovasi Desa sebagai
bentuk dukungan kepada Desa agar lebih efektif dalam menggunakan Dana
Desa (DD) sebagai investasi yang mendorong peningkatan produktifitas dan
kesejahteraan masyarakat. Melalui kegiatan ini disediakan bantuan pemerintah
dalam bentuk Dana Operasional Kegiatan (DOK) untuk pelaksanaan kegiatan.
PID juga dirancang untuk mendorong dan memfasilitasi penguatan kapasitas
Desa yang diorientasikan untuk mewujudkan pencapaian visi Undang-Undang
Desa, memenuhi pencapaian target RPJM dan memaksimalkan pelaksanaan
program prioritas/unggulan Kementerian Desa, melalui:
 Pengembangan ekonomi lokal dan kewirausahaan, baik pada ranah
pengembangan usaha masyarakat, maupun usaha yang diprakarsai Desa
melalui Bumdes dan Bumdes Bersama serta produk unggulan Desa dan
produk unggulan kawasan perdesaan guna menggerakkan dan
mengembangkan perekonomian;
 Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kaitan antara
produktivitas perdesaan dengan kualitas SDM ini, diharapkan terjadi dalam
jangka pendek maupun jangka panjang melalui investasi di bidang pendidikan
dan kesehatan dasar. Produktivitas perdesaan, dengan demikian, tidak hanya
dilihat dari aspek/strategi peningkatan pendapatan saja, tetapi juga
pengurangan beban biaya. Disamping itu, penekanan isu pelayanan sosial
dasar juga untuk merangsang kepekaan Desa terhadap permasalahan krusial
terkait pendidikan dan kesehatan dasar dalam penyelenggaraan
pembangunan Desa;
 Pemenuhan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, khususnya yang secara
langsung berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Desa, dan
memiliki dampak menguat-rekatkan kohesi sosial masyarakat perdesaan.
Dampak perekonomian ini terkait dengan peningkatan nilai tambah dan
multiplier effect dari suatu kegiatan prasarana yang dibangun di Desa.
 Selain itu, PID juga memberi dukungan penguatan manajemen Program
Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD) dan
pengembangan sistem informasi pembangunan desa.

Hal mendasar dalam rancang bangun PID adalah: a) inovasi/kebaruan dalam


praktik pembangunan dan pertukaran pengetahuan. Inovasi ini dipetik dari
realitas/hasil kerja Desa dalam melaksanakan kegiatan pembangunan yang
didayagunakan sebagai pengetahuan untuk ditularkan secara meluas; dan b)
dukungan teknis dari penyedia peningkatan kapasitas teknis desa. Dua unsur itu
diyakini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan
masyarakat melalui pembangunan yang didanai dari APBDes, khususnya DD.
Dengan demikian, PID diharapkan dapat menjawab kebutuhan Desa terhadap
layanan teknis yang berkualitas, merangsang munculnya inovasi dalam praktik
pembangunan, dan solusi inovatif untuk menggunakan DD secara tepat dan
seefektif mungkin.

Strategi pengakhiran (exit strategy) PID adalah rencana pengakhiran program


yang diharapkan tidak merusak atau mengganggu tujuan-tujuan yang telah
dirumuskan. Dengan kata lain, tujuan strategi pengakhiran PID adalah untuk
memastikan keberlanjutan dampak dan kegiatan setelah program berakhir.

II. PENGERTIAN
Exit strategy merupakan sebuah pendekatan unntuk mengakhiri program PID
dengan tetap mempertahankan pembelajaran baik dari program agar dapat tetap
dilanjutkan dan dikembangkan paska program. Dengan demikian exit strategy
sebagai fase untuk pengakhiran proyek sekaligus persiapan
pelembagaan/keberlanjutan atas hasil-hasil program PID selama ini.

III. MAKSUD DAN TUJUAN


Petunjuk tentang Exit Strategy Program Inovasi Desa dimaksudkan sebagai
panduan dalam memfasilitasi dan mendampingi pelaksanaan exit strategy
Program Inovasi Desa bagi semua pemangku kepentingan yang terlibat agar
dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Secara khusus Panduan ini
bertujuan untuk:
a. Menyediakan kerangka acuan kerja dalam memfasilitasi pengakhiran Program
Inovasi Desa;
b. Memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-mising pihak yang
terlibat dalam memfasilitasi pelaksanaan exit strategy Program Inovasi Desa
mulai tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.

IV. DASAR HUKUM


a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495). (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
244);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 213, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5717);
c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010 tentang Komite
Inovasi Nasional(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 97);
d. Peraturan Bersama Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Dan
Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor: 03 Tahun 2012, Nomor: 36
Tahun 2012 Tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah(Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 484);
e. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 160);
f. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana
Desa.
g. Keputusan Menteri Desa, Pembangunan, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Desa,
Pembangunan, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 48 Tahun 2018
tentang Pedoman Umum Program Inovasi Desa;

V. PRINSIP-PRINSIP PID
1. Partisipatif; Dalam proses pelaksanaannya harus melibatkan peran aktif
masyarakat dalam setiap tahapan kegiatan, terutama dalam pengambilan
keputusan dan pengawasan, termasuk kelompok masyarakat miskin,
terpinggirkan dan disabilitas;
2. Transparansi dan Akuntabilitas; Masyarakat memiliki akses terhadap segala
informasi kegiatan dan pendanaan, pelaksanaan kegiatan dapat
dipertanggungjawabkan baik secara moral, teknis, legal, maupun administratif;
3. Kolaboratif; Semua pihak yang berkepentingan dalam kegiatan pembangunan
di Desa didorong untuk bekerjasama dan bersinergi dalam menjalankan
kegiatan yang telah disepakati;
4. Keberlanjutan; kegiatan yang dilakukan memiliki potensi untuk dilanjutkan
secara mandiri, serta mendorong kegiatan pembangunan yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan;
5. Keadilan dan Kesetaraan Gender; Masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan memiliki kesetaraan dalam perannya di setiap tahapan dan dalam
pengelolaan program, serta dalam menikmati manfaat kegiatan
pembangunan;
6. Profesional; masyarakat dan desa memperoleh peningkatan kapasitas teknis
secara profesional ksesuai standar safeguard dan peraturan yang berlaku.

VI. KEGIATAN POKOK


Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka exit strategy program PID
mencakup:

a. Kegiatan Pengakhiran Program


 Pengumpulan data-data hasil kegiatan program;
 Pengumpulan data-data PDO dan KPI;
 Pengumpulan kurikulum dan modul pelatihan PID;
 Pengumpulan seluruh dokumen-dokumen pembelajaran inovasi desa;
 Pertanggungjawaban dan serah terima hasil kegiatan PEL kepada desa;
 Memastikan kesiapan anggaran untuk keberlanjutan kegiatan Program
Pengembangan Eksekutif yang sedang berjalan;
 Pembuatan laporan akhir seluruh program.

b. Kegiatan Keberlanjutan Program

 Melembagakan BID dalam sistem perencanaan reguler pembangunan


desa;
 Mendorong TIK sebagai lembaga inovasi daerah;
 Sosialisasi keberadaan P2KTD di masing-masing Kabupaten;
 Mencapture dan menyebarkan hasil-hasil PEL yang dinilai berhasil;
 Penguatan kader pembangunan manusia dan desa (khususnya
keterlibatan desa dalam penanganan stunting);
 Mengoperasionalkan dan memelihara database pembangunan desa;
 Melanjutkan strategi komunikasi yang telah dikembangkan melalui PID
termasuk MoU dengan media-media strategis.

VII. KETENTUAN DASAR INOVASI


Kriteria dan batasan kegiatan inovatif yang tetap diperhatikan dalam rangka
keberlanjutan program adalah:
 Kategori kegiatan pembangunan di bidang infrastruktur, kewirausahaan dan
pengembangan ekonomi lokal serta sumber daya manusia yang merupakan
cara atau metode yang berbeda untuk menjawab permasalahan yang dihadapi
desa di bidang-bidang prioritas tersebut dan telah terbukti berhasil memberi
manfaat secara luas bagi masyarakat dan diketahui oleh masyarakat;
 Kegiatan atau cara-cara yang berbeda yang berhasil mendorong terwujudnya
kegiatan pembangunan berkualitas, serta mendorong partisipasi dan gotong-
royong masyarakat dalam pembangunan;
 Kegiatan atau cara-cara yang berbeda dalam pengembangan sistem yang
berdampak terhadap peningkatan ekonomi dan sosial budaya;
 Kegiatan pembangunan yang memiliki nilai keunikan karena mengadopsi
unsur budaya/potensi dan kearifan lokal dengan pemanfaatan yang lebih luas
serta memiliki nilai keberlanjutan;
 Kegiatan yang mempunyai sifat kebaruan atau penggabungan unsur baru
dengan yang sudah ada dan memberikan perubahan yang signifikan dari cara-
cara sebelumnya dan memiliki nilai keberlanjutan.

VIII. DESKRIPSI KEGIATAN EXIT STRATEGY

a. Kegiatan Pengakhiran Program


 Memastikan pengumpulan dan pendokumentasian data-data hasil kegiatan
selama pelaksanaan program program PID oleh setiap PIU;
 Memastikan pengumpulan data-data PDO dan KPI program program PID oleh
setiap PIU;
 Memastikan telah dilakukan pengumpulan kurikulum dan pelatihan PID;
 Telah dilakukan pengumpulan seluruh dokumen-dokumen pembelajaran
inovasi desa;
 Memastikan pertanggungjawaban dan serah terima hasil kegiatan PEL
kepada desa;
 Memastikan kesiapan anggaran untuk kelanjutan kegaitan PPE yang sedang
berjalan;
 Pembuatan laporan akhir program yang mencakup keseluruhan program
program PID.

b. Kegiatan Keberlanjutan Program:

 Melembagakan BID dalam sistem perencanaan reguler pembangunan desa


melalui cara: mendorong terbitnya regulasi (daerah dan atau desa) tentang
pelaksanaan BID; memastikan penyediaan anggaran tentang pelaksanaan
BID melalui APBDes atau APBD.
 Mendorong TIK sebagai lembaga inovasi daerah untuk melanjutkan sistem
pengelolaan inovasi desa, melalui cara: pendokumentasian dan pengelolaan
pengetahuan yang sistematis (KMS); mendorong terbitnya regulasi daerah
tentang Sistem Pengelolaan Inovasi Desa termasuk memuat tentang lembaga
inovasi daerah; mengkaji peluang TPID sebagai bagian dari lembaga inovasi
daerah.
 Sosialisasi keberadaan P2KTD di Kabupaten melalui cara: pengkajian ulang
kriteria P2KTD; penyempurnaan direktori P2KTD (dilengkapi dengan profil
lembaga); diseminasi keberadaaan P2KTD ke desa-desa.
 Mencapture dan menyebarkan hasil-hasil PEL yang dinilai berhasil melalui
cara: menentukan kegiatan-kegatan PEL yang dinilai berhasil dan
memungkinkan untuk diseminiasi dan replikasi; membuat dokumen
pembelajaran dalam bentuk cetak dan video.
 Penguatan kader pembangunan manusia dan desa (khususnya keterlibatan
desa dalam penanganan stunting) melalui cara: memfasilitasi penerbitan
regulasi daerah dan desa terkait penanganan stunting merujuk pada
permendes no.11/2019; penyediaan anggaran melalui APBdes atau APBD.
 Mengoperasionalkan dan memelihara database pembangunan desa melalui
cara: memastikan ketersediaan anggaran untuk pengoperasian dan
pemeliharaan; memastikan SDM yang akan mengelola database tersebut.
 Melanjutkan strategi komunikasi yang telah dikembangkan melalui PID
termasuk MoU dengan media-media strategis.

IX. PROSES PELAKSANAAN EXIT PROGRAM PID

9.1. Tingkat Kecamatan, PD dan PLD melakukan fasilitasi tahapan exit strategy
dan penggalangan dukungan terhadap issue inovasi desa melalui:
a. Pengumpulan seluruh data dan dokumen hasil-hasil program PID mencakup
data tentang: rencana dan realisasi kegiatan program (RKTL dan realisasi
kegiatan), dokumen pertanggungjawaban dana, dokumen capturing, dokumen
hasil BID, dokumen P2KTD, dokumen kegiatan TPID.
b. Penggalangan issue pelestarian hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) kepada para
pihak yang berkepentingan (Kecamatan, Kepala Desa dan Perangkat, BPD,
LKD, Tokoh Masyarakat) dengan tujuan menumbuhkan kesadaran tentang
keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID termasuk mendorong terbitnya
regulasi desa (peraturan desa, peraturan bersama kepala desa).
c. Merancang bersama kerja-kerja keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID
(BID, TIK, TPID) dengan para pihak yang berkepentingan (Kecamatan, Kepala
Desa dan Perangkat, BPD, LKD, Tokoh Masyarakat).
d. Penggalangan sumberdaya manusia dengan cara menggalang kelompok
peduli inovasi desa (LSM, organisasi sosial, masyarakat peduli) yang dapat
menyumbangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk kegiatan
konsultasi/bantuan teknis berdasarkan kompetensi keahlian masing-masing.
Hubungan kerja bersifat volunteer atau kerelawanan.
e. Penggalangan sumberdaya kapital (modal) dapat dilakukan melalui
keterlibatan dunia usaha dalam bentuk tangggung jawab sosial perusahaan
(CSR) yang disalurkan untuk dukungan kegiatan inovasi desa (Bursa Inovasi
Desa, capturing, operasional TPID).
f. Mempromosikan issue inovasi desa kepada program dan atau pihak lain
terkait untuk dukungan dalam bentuk kerjasama, sinergi, integrasi, adopsi.

9.2. Tingkat Kecamatan, PD dan PLD memfasilitasi terselenggaranya MAD


Evaluasi Pelaksanaan PID di Tingkat Kecamatan dengan agenda dan hasil:
a. Verifikasi dan pengesahan hasil pengumpulan seluruh data dan dokumen
program PID mencakup data tentang: rencana dan realisasi kegiatan program
(RKTL dan realisasi kegiatan), dokumen pertanggungjawaban dana,
dokumen capturing, dokumen hasil BID, dokumen P2KTD, dokumen kegiatan
TPID.
b. Penetapan hasil penilaian kinerja TPID oleh TIK sesuai form isian evaluasi
kinerja TPID (lampiran 1).
c. Penetapan hasil pemeriksaan keuangan TPID oleh TIK sesuai form isian
pemeriksaan keuangan TPID (lampiran 2).
d. Review dan eksposed hasil-hasil PID di tingkat kecamatan dan desa oleh
TPID dan peserta Musdes sesuai isian review program PID (lampiran 3).
e. Menyusun dan menetapkan rencana strategis bagi pelestarian hasil-hasil
program, sesuai form isian renstra pelestarian (lampiran 4), mencakup:
Keberlanjutan TPID, keberlanjutan BID, keberlanjutan kegiatan capturing
inovasi desa, pengelolaan dokumen inovasi desa, keberlanjutan PIID-PEL,
keberlanjutan KPM.
f. Melakukan mobilisasi dukungan mentransformasikan PID sebagai gerakan
inovasi desa dalam bentuk kesertaan, gagasan, prakarsa dari kelompok
peduli inovasi desa form isian mobilisasi dukungan (lampiran 5).
g. Sosialisasi terbitnya regulasi desa (peraturan desa, peraturan bersama
kepala desa) tentang keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.

9.3. Tingkat Kabupaten, TAPM Kab melakukan fasilitasi penggalangan dukungan


terhadap issue gerakan inovasi desa melalui:
a. Penggalangan issue pelestarian hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) kepada para
pihak yang berkepentingan (DPMD, OPD lain terkait, LSM, Perguruan Tinggi,
Bupati/Walikota) dengan tujuan tumbuh kebutuhan untuk terbitnya payung
hukum daerah tentang keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.
b. Merancang bersama payung hukum daerah tentang pelestarian hasil-hasil
PID (BID, TIK, TPID) dengan para pihak yang berkepentingan (DPMD, OPD
lain terkait, LSM, Perguruan Tinggi, Bupati/Walikota) dengan tujuan untuk
menjamin keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.
c. Penggalangan sumberdaya manusia dengan cara menggalang kelompok
peduli inovasi desa (LSM, organisasi sosial, masyarakat peduli) yang dapat
menyumbangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk kegiatan
konsultasi/bantuan teknis berdasarkan kompetensi keahlian masing-masing.
Hubungan kerja bersifat volunteer atau kerelawanan.
d. Penggalangan sumberdaya kapital (modal) dapat dilakukan melalui
keterlibatan dunia usaha dalam bentuk tangggung jawab sosial perusahaan
(CSR) yang disalurkan untuk dukungan kegiatan inovasi desa (Bursa Inovasi
Desa, capturing, operasional TPID).
e. Mempromosikan issue inovasi desa kepada program dan atau pihak lain
terkait untuk dukungan dalam bentuk kerjasama, sinergi, integrasi, adopsi.

9.4. Tingkat Kabupaten, TAPM Kab memfasilitasi forum musyawarah kabupaten


yang dihadiri oleh TIK, TPID, PD dan PLD dengan agenda:
a. Pembahasan dan finalisasi rancangan Peraturan Bupati tentang
Keberlanjutan/Pelestarian Hasil-Hasil Program PID (mencakup sekurang-
kurangnya keberlanjutan/pelestarian BID, TIK dan TPID).
b. Menyusun dan menetapkan rencana strategis bagi peningkatan kapasitas
TPID.
c. Menyusun dan menetapkan rencana strategis bagi perluasan keterlibatan
stake holder pada issue gerakan inovasi desa.

9.5. Tingkat Provinsi, KPW melakukan pengelolaan tahapan exit strategy PID
melalui kegiatan:
a. Mengkonsolidasikan hasil-hasil fasilitasi tahapan exit strategy dari
kabupaten/kota menyangkut data hasil-hasil PID, dokumen hasil MAD dan
musyawarah Kabupaten, peraturan bupati dan peraturan lain terkait
keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil program PID, data dan dokumen hasil
penggalangan dukungan.
b. Penggalangan issue pelestarian hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) kepada para
pihak yang berkepentingan (DPMD, OPD lain terkait, LSM, Perguruan Tinggi,
Gubernur) dengan tujuan tumbuh kebutuhan untuk terbitnya payung hukum
daerah tentang keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.
c. Merancang bersama payung hukum daerah (Pergub) tentang pelestarian
hasil-hasil PID (BID, TIK, TPID) dengan para pihak yang berkepentingan
(DPMD, OPD lain terkait, LSM, Perguruan Tinggi, Gubernur) dengan tujuan
untuk menjamin keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil PID.
d. Penggalangan sumberdaya manusia dengan cara menggalang kelompok
peduli inovasi desa (LSM, organisasi sosial, masyarakat peduli) yang dapat
menyumbangkan waktu, pemikiran, dan tenaga untuk kegiatan
konsultasi/bantuan teknis berdasarkan kompetensi keahlian masing-masing.
Hubungan kerja bersifat volunteer atau kerelawanan.
e. Penggalangan sumberdaya kapital (modal) dapat dilakukan melalui
keterlibatan dunia usaha dalam bentuk tangggung jawab sosial perusahaan
(CSR) yang disalurkan untuk dukungan kegiatan inovasi desa (Bursa Inovasi
Desa, capturing, operasional TPID).
f. Mempromosikan issue inovasi desa kepada program dan atau pihak lain
terkait untuk dukungan dalam bentuk kerjasama, sinergi, integrasi, adopsi.

9.6. Tingkat Pusat, PIU-PIU program program PID melakukan pengelolaan


tahapan exit strategy melalui kegiatan:
a. Mengkonsolidasikan hasil-hasil fasilitasi tahapan exit strategy dari PIU-PIU
dan provinsi menyangkut data hasil program-program PID termasuk dokumen
hasil MAD dan musyawarah Kabupaten, regulasi daerah, regulasi desa dan
dukungan penganggaran terkait keberlanjutan/pelestarian hasil-hasil program
PID, data dan dokumen hasil penggalangan dukungan.
b. Merancang sistem pengelolaan pengetahuan (knowledge management
system) dan atau komponen inovasi desa dalam sistem aplikasi Go___Desa.
Diharapkan pertukaran pengetahuan antar desa _____ dapat terbangun
dalam kerangka sistem nasional berbasis sistem aplikasi yang praktis, cepat,
mudah dan informatif. Selain itu terdapat kebutuhan menyangkut pengelolaan
dokumen pembelajaran inovatif yang mudah diakses oleh para pihak, oleh
karena itu sistem pengelolaan pengetahuan (knowledge management system)
dalam sistem aplikasi Go___Desa diharapkan dapat mengakomodasi
kebutuhan ini.

X. HASIL YANG DIHARAPKAN DARI EXIT STRATEGI PID


Hasil yang diharapkan dari pelaksanaan exit strategy PID adalah:

a. Hasil Kegiatan Pengakhiran Program


 Data-data hasil kegiatan selama pelaksanaan program PID dari setiap PIU;
 Data-data PDO dan KPI;
 Kurikulum dan modul pelatihan PID;
 Dokumen-dokumen pembelajaran inovasi desa;
 Data pertanggungjawaban dan serah terima hasil kegiatan PEL kepada
desa;
 Anggaran untuk kelanjutan kegaitan PPE yang sedang berjalan;
 Laporan akhir program.

b. Hasil Kegiatan Keberlanjutan Program:


 Data regulasi (daerah dan atau desa) tentang pelaksanaan BID;
 Data penyediaan anggaran tentang pelaksanaan BID melalui APBDes atau
APBD.
 Data pengelolaan pengetahuan yang sistematis (KMS);
 Regulasi daerah tentang Sistem Pengelolaan Inovasi Desa termasuk
memuat tentang lembaga inovasi daerah;
 Hasil kaji peluang TPID sebagai bagian dari lembaga inovasi daerah.
 Hasil kaji ulang kriteria P2KTD;
 Hasil penyempurnaan direktori P2KTD (dilengkapi profil lembaga);
 Laporan diseminasi keberadaaan P2KTD ke desa-desa.
 Dokumen capture keberhasilan kegiatan PEL
 Hasil diseminasi dokumen pembelajaran kegiatan PEL dalam bentuk cetak
dan video.
 Data regulasi (daerah dan atau desa) terkait penanganan stunting;
 Data penyediaan anggaran melalui APBdes atau APBD terkait
penanganan stunting;
 Data ketersediaan anggaran untuk pengoperasian dan pemeliharaan
database pembangunan desa;
 Data ketersediaan SDM yang mengelola database pembangunan desa;
 Dokumen strategi komunikasi yang telah dan akan dikembangkan
termasuk MoU dengan media-media strategis.

XI. BATAS WAKTU PELAKSANAAN

Keseluruhan tahapan fasilitasi exit strategy ini minimal 3 bulan. Setelah panduan
ini ditetapkan segera dilakukan fasilitasi pelaksanaan di lapangan untuk
mencapai hasil semaksimal mungkin.

Lampiran 1
Form isian evaluasi kinerja TPID
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP TPID (Salah satu yang aktif):

No Kekuatan atau aspek Aspek kinerja TPID Usulan dan


kinerja yang yang masih kurang rekomendasi
menonjol dari TPID dan butuh perbaikan

Disetujui oleh: Diverifikasi Oleh Dibuat Oleh

TAPM Kab PD PLD

Lampiran 2
Form isian pemeriksaan keuangan TPID
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):

Form 2.a
Tahun Jumlah DOK Jumlah Didukung Bukti transaksi
(Rp) penggunaan Bukti Sebagian Sebagian
(Rp) transaksi besar besar
lengkap didukung tidak ada
bukti bukti
transaksi transaksi
Tahun
2017
Tahun
2018
Tahun
2019

Form 2.b
Tahun Jumlah DOK Jumlah Laporan Penggunaan
(Rp) penggunaan Sudah Sudah Belum
(Rp) dibuat dibuat tapi dibuat
lengkap tidak
lengkap
Tahun 2017
Tahun 2018
Tahun 2019

Disetujui oleh: Diverifikasi Oleh Dibuat Oleh

TAPM Kab PD PLD

Lampiran 3
Form isian review program PID
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):

No Hasil-Hasil PID di Jumlah Kualitas Hasil Hasil Program


Kecamatan dan Desa SB B CB KB SK
1 Dokumen pembelajaran
inovatif karya setempat
(tulisan) Tahun 2017
2 Dokumen pembelajaran
inovatif karya setempat
(tulisan) Tahun 2018
3 Dokumen pembelajaran
inovatif karya setempat
(tulisan) Tahun 2019
4 Dokumen pembelajaran
inovatif karya setempat
(video)
5 Komitmen Inovasi hasil BID
2017
6 Komitmen Inovasi hasil BID
2018
7 Komitmen Inovasi hasil BID
2019
8 Ide Inovasi hasil BID 2017
9 Ide Inovasi hasil BID 2018
10 Ide Inovasi hasil BID 2019
11 Lembaga P2KTD yang
masuk direktori
12 Lembaga P2KTD yang telah
memberikan jasa layanan
teknis ke desa

SB : Sangat baik
B : Baik
CB : Cukup baik
KB : Kurang baik
SKB : Sangat kurang baik

Disetujui oleh: Diverifikasi Oleh Dibuat Oleh

TAPM PD/PLD TPID

Lampiran 4
Form isian renstra keberlanjutan/pelestarian
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):

No Komponen Seberapa penting Usulan dan


rekomendasi
Sangat Cukup Kurang
penting penting penting
1 Keberlanjutan
TPID
2 Keberlanjutan BID
3 Keberlanjutan
kegiatan capturing
inovasi desa
4 Pengelolaan
dokumen inovasi
desa,
5 Keberlanjutan
P2KTD
6 Keberlanjutan
PIID-PEL
7 Keberlanjutan
KPM.

Disetujui oleh: Diverifikasi Oleh Dibuat Oleh

KPW TAPM Kab Pendamping Desa

Lampiran 5
Form isian mobilisasi dukungan
Kecamatan/Kabupaten/Provinsi:______________
No HP dan nama TPID (Salah satu yang aktif):

No Komunitas Jumlah Isu Usulan dan Rekomendasi


Inovasi Desa Strategis
1 Terbentuk
komunitas inovasi
desa berbasis
ekonomi
2 Terbentuk
komunitas inovasi
desa berbasis
PSDM
3 Terbentuk
komunitas inovasi
desa berbasis
infrastruktur

Disetujui oleh: Diverifikasi Oleh Dibuat Oleh

TAPM PD PLD

Anda mungkin juga menyukai