2. Etiologi
1). Kongenital
Misalnya faset tropismus (asimetris), kelainan vertebra misalnya sakralisasi,
lumbalisasi, dan skoliosis serta sindrom ligamen transforamina yang menyempitkan
ruang untuk jalannya nervus spinalis hingga dapat menyebabkan LBP.
2). Trauma dan gangguan mekanik
Trauma dan gangguan mekanik merupakan penyebab utama LBP. Orang yang
tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau sudah lama tidak melakukannya dapat
menderita LBP akut, atau melakukan pekerjaan dengan sikap yang salah dalam waktu
lama akan menyebabkan LBP kronik. Trauma dapat berbentuk lumbal strain (akut
atau kronik), fraktur (korpus vertebra, prosesus tranversus), subluksasi sendi faset
(sindroma faset), atau spondilolisis dan spondilolistesis.
3). Radang (Inflamasi), misalnya Artritis Rematoid dan Spondilitis ankilopoetika
(penyakit Marie-Strumpell)
4). Tumor (Neoplasma)
Tumor menyebabkan LBP yang lebih dirasakan pada waktu berbaring atau pada
waktu malam. Dapat disebabkan oleh tumor jinak seperti osteoma, penyakit Paget,
osteoblastoma, hemangioma, neurinoma, meningioma. Atau tumor ganas, baik primer
(mieloma multipel) maupun sekunder: (metastasis karsinoma payudara, prostat, paru
tiroid ginjal dan lain-lain).
5). Gangguan metabolic
Osteoporosis dapat disebabkan oleh kurangnya aktivitas/imobilisasi lama, pasca
menopouse, malabsorbsi/intake rendah kalsium yang lama, hipopituitarisme,
akromegali, penyakit Cushing, hipertiroidisme/tirotoksikosis, osteogenesis
imperfekta, gangguan nutrisi misalnya kekurangan protein, defisiensi asam askorbat,
idiopatik, dan lain-lain. Gangguan metabolik dapat menimbulkan fraktur kompresi
atau kolaps korpus vertebra hanya karena trauma ringan. Penderita menjadi bongkok
dan pendek dengan nyeri difus di daerah pinggang.
6). Degenerasi, misalnya pada penyakit Spondylosis (spondyloarthrosis deforman),
Osteoartritis, Hernia nukleus pulposus (HNP), dan Stenosis Spinal.
7). Kelainan pada alat-alat visera dan retroperitoneum, pada umumnya penyakit dalam
ruang panggul dirasakan di daerah sakrum, penyakit di abdomen bagian bawah
dirasakan didaerah lumbal.
8). Infeksi
Infeksi dapat dibagi ke dalam akut dan kronik. LBP yang disebabkan infeksi akut
misalnya : disebabkan oleh kuman pyogenik (stafilokokus, streptokokus, salmonella).
LBP yang disebabkan infeksi kronik misalnya spondilitis TB (penyakit Pott), jamur,
osteomielitis kronik.
9). Problem psikoneurotik
LBP karena problem psikoneuretik misalnya disebabkan oleh histeria, depresi,
atau kecemasan. LBP karena masalah psikoneurotik adalah LBP yang tidak
mempunyai dasar organik dan tidak sesuai dengan kerusakan jaringan atau batas-
batas anatomis, bila ada kaitan LBP dengan patologi organik maka nyeri yang
dirasakan tidak sesuai dengan penemuan gangguan fisiknya.
4. Patofisiologi
Struktur spesifik dalam system saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi
sensasi nyeri. Sistem yang terlibat dalam transmisi dan persepsi nyeri disebut sebagai
system nosiseptif. Sensitifitas dari system ini dapat dipengaruhi oleh sejumlah factor dan
intensitas yang dirasakan berbeda diantara tiap individu. Reseptor nyeri (nosiseptor)
adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat, yang
secara potensial merusak, dimana stimuli tersebut sifatnya bisa kimia, mekanik, ataupun
termal. Kornu dorsalis dari medulla spinalis merupakan tempat memproses sensori,
dimana agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada system assenden harus
diaktifkan.
Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi yang
akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri merupakan proteksi yang bertujuan
untuk mencegah pergerakan sehingga proses penyembuhan dimungkinkan. Salah satu
bentuk proteksi adalah spasme otot, yang selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri
yang timbul dapat berupa nyeri inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai
mediator inflamasi; atau nyeri neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada system saraf.
Iritasi neuropatik pada serabut saraf dapat menyebabkan dua kemungkinan.
Pertama, penekanan hanya terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya
nosiseptor dari nervinevorum yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan
sepanjang serabut saraf dan bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena
pergerakan. Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini
terjadi perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion lainnya.
Penumpukan ini menyebabkan timbulnya mechano-hot spot yang sangat peka terhadap
rangsang mekanikal dan termal. Hal ini merupakan dasar pemeriksaan Laseque.
5. Pathway
Pathway terlampir.
6. Pemeriksaan Fisik
a Keadaan Umum, pada LBP keadaan umum biasanya tidak mengalami penurunan
kesadaran. Adanya perubahan padatanda-tanda vital brakikardi, hipotensi yang
berhubungan dengan penurunan aktivitas karena adanya paraparise.
a) B1 (Breating) jika tidak mengganggu sistem pernapasan biasanya pada
pemeriksaan :
• Inspeksi, ditemukan klien tidak mengalami batuk, tidak sesak napas ,
dan frekuensi pernapasan normal.
• Palpasi, ditemukan taktil fremitus kiri dan kanan.
• Perkusi, ditemukan adanya sura resonan pada seluruh lapang paru.
• Auskultasi, ditemukan tidak terdengar bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood), bila tidak ada gangguan pada sistem kardiovaskuler, biasanya
kualitas dan frekuensi nadi normal, tekanan darah normal. Pada auskultasi,
tidak ditemukan bunyi jantung tambahan.
c) B3 (Brain), merupakan pemeriksaan fokus yang lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem yang lain. Inspeksi umum, kurvatura yang
berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya anglus, pelvis miring/asimetris,
postur tungkai yang abnormal. Hambatan pada pergerakan punggung, pelvis
dan tungkai selama bergerak.
b Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya kompos mentis.
c Pemeriksaan fungsi serebri
Status mental, observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motirik. Status mental
klien yang telah lama menderita HNP biasanya mengalami perubahan.
d Pemeriksaan saraf kranial
• Saraf I, biasanya pada klien HNP tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.
• Saraf II, hasil tesketajaman penglihatan biasanya normal.
• Saraf III, IV, dan V, klien biasanya mengalami kesulitan mengangkat kelopak
mata, pupil isokor.
• Saraf V, pada klien HNP umumnya tidak ditemukan paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
• Saraf VII, persepsi pengecapan dalam bats normal, wajah simetris.
• Saraf VIII, tidak ditemukannya tuli konduktif dan tuli persepsi.
• Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
• Saraf XI, tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
• Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi, indra pengecapan normal.
e Sistem motorik
a) Kaji kekuatan fleksi dan ekstensi tungkai atas, tungkai bawah, kaki dan ibu
jari, dan jari lainnya dengan memeinta klien untuk melakukan gerak fleksi
dan ekstensi lalu menahan gerakan tersebut.
b) Ditemukan atropi otot pada meleolus atau kaput fibula dengan
membandingkan kanan dan kiri.
c) Fakulasi (kontraksi involunter yang bersifat halus) pada otot-otot tertentu.
f Sistem sensorik
Lakukan pemeriksaan rasa raba, rasa sakit, rasa suhu, rasa dalam dan rasa
getar untuk menentukan dermatom yang terganggu sehigga dapat ditentukan pula
radiks yang terganggu. Palpasi dan perkusi harus dikerjakan dengan hati-hati atau
halus sehingga tidak memebingungkan klien. Palapasi dilakukan pada daerah
yang ringan rasa nyerinya ke arah yang paling terasa nyeri.
7. Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik
1). Sinar X vertebra ; mungkin memperlihatkan adanya fraktur, dislokasi, infeksi,
osteoartritis atau scoliosis.
2). Computed tomografhy (CT) : berguna untuk mengetahui penyakit yang mendasari
seperti adanya lesi jaringan lunak tersembunyi disekitar kolumna vertebralis dan
masalah diskus intervertebralis.
3). Ultrasonography : dapat membantu mendiagnosa penyempitan kanalis spinalis.
4). Magneting resonance imaging (MRI) : memungkinkan visualisasi sifat dan lokasi
patologi tulang belakang.
5). Meilogram dan discogram : untuk mengetahui diskus yang mengalami degenerasi
atau protrusi diskus.
6). Venogram efidural : Digunakan untuk mengkaji penyakit diskus lumbalis dengan
memperlihatkan adanya pergeseran vena efidural.
7). Elektromiogram (EMG) : digunakan untuk mengevaluasi penyakit serabut syaraf
tulang belakang (Radikulopati)
8. Komplikasi
Skoliosis merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita
nyeri punggung bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu
memposisikan tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh
normal. Hal ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.
9. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Keperawatan.
Informasi dan edukasi.
Pada LBP akut: Imobilisasi (lamanya tergantung kasus), pengaturan berat
badan, posisi tubuh dan aktivitas, modalitas termal (terapi panas dan dingin)
masase, traksi (untuk distraksi tulang belakang), latihan : jalan, naik sepeda,
berenang (tergantung kasus), alat Bantu (antara lain korset, tongkat)
LBP kronik: psikologik, modulasi nyeri (TENS, akupuntur, modalitas termal),
latihan kondisi otot, rehabilitasi vokasional, pengaturan berat badan posisi tubuh
dan aktivitas
2) Medis
a. Formakoterapi.
a) LBP akut: Asetamenopen, NSAID, muscle relaxant, opioid (nyeri berat),
injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) untuk nyeri radikuler
b) LBP kronik : antidepresan trisiklik (amitriptilin) antikonvulsan (gabapentin,
karbamesepin, okskarbasepin, fenitoin), alpha blocker (klonidin, prazosin),
opioid (kalau sangat diperlukan)
b. Invasif non bedah
a) Blok saraf dengan anestetik lokal (radikulopati)
b) Neurolitik (alcohol 100%, fenol 30 % (nyeri neuropatik punggung bawah
yang intractable)
c. Bedah
HNP, indikasi operasi :
a) Skiatika dengan terapi konservatif selama lebih dari empat
minggu: nyeri berat/intractable / menetap / progresif.
b) Defisit neurologik memburuk.
c) Sindroma kauda.
d) Stenosis kanal : setelah terjadi konservatif tidak berhasil
e) Terbukti adanya kompresi radiks berdasarkan pemeriksaan
neurofisiologik dan radiologik.
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
dibuat.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dinilai berdasarkan kriteria hasil yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul bari, Saifuddin. 2002. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBPSP
Aria wibawa dept obstetri dan ginekologi FKUI-RSUPN CM
Cunningham, F.G., Et all. 2005. William Obstetrics, 22nd edition. Chapter 21 Disorders of
Aminic Fluid Volume. Pages 525-533. USA: McGRAW-HILL
Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta. EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal . Jakarta: YBP-SP
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Indikasi dan
Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
PATHWAY