Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Game Online


2.1.1 Pengertian Game Online
Game Online merupakan permainan (games) yang dapat diakses
oleh banyak pemain, dimana mesin-mesin yang digunakan pemain
dihubungkan oleh suatu jaringan (Adam & Rollings, 2010). Game
Online merupakan permainan yang dapat dimainkan oleh multi pemain
melalui internet. Game Online tidak hanya memberikan hiburan tetapi
juga memberikan tantangan yang menarik untuk diselesaikan sehingga
individu bermain game online tanpa memperhitungkan waktu demi
mencapai kepuasan. Hal ini menjadikan gamer tidak hanya menjadi
pengguna game online tetapi juga dapat menjadi pecandu game online
(Pratiwi, 2012).
2.1.2 Perkembangan game online di Indonesia
Meningkatnya pengguna game online, tentunya para pambuat game
mulai mengembangkan teknologi permainan yang berbasis komputer
dan televisi yang dimainkan sendiri atau secara bersamaan dengan
jaringan yang terhubung secara online. Januari 1997, game online
pertama adalah untima online, kemudian di ikuti oleh Ever Quest,
asheron’s Call, dan game-game lain. Perkembangan game online pernah
mengalami penurunan, tanpa munculnya game World of Warcraft
mampu menarik perhatian pangguna game Online. Munculnya situs
media sosial seperti my Space, Friendster, Hi5, Facebook, Twitter, dan
lain sebagainya, membuat para pembuat game online yang dulunya
independen, kini di perbaharui menjadi aplikasi yang situs
pertemanannya di integrasikan keberbagai diseluruh dunia. Salah
satunya adalah Zynga. Game Texas Holdem Poker, mafia dan game
lainnya yang di integrasikan ke berbagai situs media sosial (Hartoko,
2010).
2.1.3 Intensitas dan Bermain
Intensitas merupakan tingkat intens atau rutinitas yang dilakukan
oleh seseorang untuk melakukan kegiatan secara terus menerus dan
tetap.
Bermain merupakan hal yang menyenangkan. Dalam bermain itu
terdapat banyak hal yang diperoleh anak dan tidak ditemukan dalam
aktifitas selain bermain. Makna bermain menjadi penting dari sisi
perkembangan dan kebutuhan anak untuk mendukung perkembangan
anak baik fisik maupun psikis. Bermain itulah anak mempunyai
kebebasan untuk menyalurkan dan mengekspresikan apa yang menjadi
kehendak hatinya tanpa merasa salah dan terbatasi oleh peraturan.
Sebagian besar bagi orang dewasa bermain sebagai penghilang
kejenuhan, pengisi waktu, atau penyeling aktivitas.
2.1.4 Dampak game online
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan game online
menimbulkan dampak positif dan negatif bagi pemainnya. Berikut
dampak positif dan negatif bagi para pengguna game online :
1) Dampak positif game online merupakan dampak yang ditimbulkan
dari game online yang memberikan akibat positif dari penggunanya.
Berikut dampak positif yang dapat ditimbulkan dari bermain game
online :
a) Game Online membuat orang menjadi pintar
Penelitian di Manchester University dan Central Lanchashire
University membuktikan bahwa seorang gamer yang bermain
18-28 jam perminggu atau 2,5 jam/hari memiliki koordinasi
yang baik antara tangan dan mata setara dengan kemampuan
atlet.
b) Meningkatan Konsentrasi
Keya & Bryce (2012) menemukan bahwa gamer sejati punya
daya konsetrasi tinggi yang memungkinkan mereka mampu
menuntaskan beberapa tugas.
c) Memiliki ketajaman mata lebih cepat
Penelitian di Rochester University mengungkapkan bahwa anak-
anak yang memainkan game action secara teratur memiliki
ketajaman mata yang lebih cepat dari pada mereka yang tidak
bermain game.
d) Meningkatkan kinerja otak dan memacu otak dalam menerima
cerita sama juga halnya dengan belajar, bermain game yang
tidak berlebihan juga dapat meningkatkan kinerja otak dan
bahkan memilki kapasitas jenuh yang lebih sedikit dibandingkan
dengan membaca buku.
e) Meningkatkan kemampuan membaca
psikolog di Finland University menyatakan bahwa game dapat
membantu anak untuk meningkatkan kemampuan membaca
mereka.
f) Meningkatkan kemampuan berbahasa inggris
Penelitian di Indonesia membuktikan bahwa banyak pria yang
pintar berbahasa Inggris di sekolah ataupun di Universitas tanpa
melakukan kursus adalah mereka yang bermain game(Nani,
2013)
g) Game online dapat mendorong remaja menjadi cerdas, karena
pemain game online menuntut adanya analisa yang kuat dan
perencanaan strategi yang tepat agar bisa menyelesaikan
permainan dengan baik. Kelebihan yang bisa di peroleh oleh
remaja dalam bermain game online adalah meningkatkan
konsentrasi (Nad2, 2010).
2.) Dampak Negatif Game Online
Berikut beberapa dampak negatif yang ditimbukan akibat bermain
game online yang berlebihan bagi pengguna game online:
a) Mendorong remaja untuk bertindak asocial, karena aktivitas
bermain game online cukup menyita waktu berkomunikasi, baik
berkomunikasi dengan keluarga maupun teman sebaya.
b) Menimbulkan kemalasan belajar, disebabkan karena kelelahan
yang ditimbulkan setelah bermain game online, sehingga dapat
memicu tindakan kekerasan, karena remaja mengimitasi tokoh
yang secara berlebihan, dan meniru seluruh perilaku yang
ditampilkan tokoh dalam permainan tanpa mengetahui adanya
bahaya atau tidak. Imitasi yang berlebihan ini dapat pula
memicu tindakan kriminal, tanpa sepengetahuan remaja, bahwa
menyakiti orang lain secara fisik adalah suatu tindakan criminal
(Nad2, 2010).
c) Masalah psikologi Pengguna game online yang mengandung
kekerasan dan agresi menunjukkan bahwa dengan paparan
singkat (misal 25-30 menit) saat bermain game dapat
mengakibatkan peningkatan pikiran dan tindakan agresif
(Bailey, West, & Anderson, 2009). Selain itu penggunaan game
online yang berlebihan dapat menyebabkan perilaku anti sosial,
penurunan interaksi sosial dan penurunan empati. Penelitian
menyimpulkan bahwa setelah seseorang bermain game online
yang mengandung kekerasan, pemain menunjukkan adanya
penurunan yang signifikan dalam aliran darah otak di korteks
prefrontal dorsolateral, korteks temporal, anterior cingulate
cortex dan gyrus fusiform.
d) Sebuah study yang melibatkan remaja pengguna game
komputer dan gejala muskuloskeletal, menyatakan bahwa
penggunaan komputer sehari-hari 3 jam atau dapat
meningkatkan risiko nyeri pada bagian punggung bawah, cedera
tendon (tendinosis) dari tangan dan pergelangan tangan.
e) Penggunaan game online yang berlebihan dapat menyebabkan
masalah kulit seperti adanya kekakuan, tangan chaffed, kutil
pada tangan atau lengan. Palmar hidradenitis yaitu gangguan
kulit yang disebabkan oleh konsolgame, lesi ini berada ditelapak
tangan dan jari-jari tangan akibat terlalu lama jari-jari tangan
digunakan untuk bermain game.
f) Gangguan Penglihatan (Computer vision Syndrome)
Penggunaan game komputer yang berlebihan dapat
menyebabkan ketegangan mata, sakit mata, sakit kepala, pusing,
dan kemungkinan muntah karena terlalu lama berfokus pada
layar komputer.
g) Menyebabkan perilaku kecanduan game secara kompleks,
kecanduan game online dibatasi untuk obat-obatan dan
komsumsi alkohol, namun baru-baru ini kecanduan diperluas
lagi pada perilaku seperti olahraga, seks, perjudian, vidio game
dan internet. Frekuensi bermain game online dikatakan tidak
perrnah jika kurang dari 2 jam, kadang-kadang 2-4, sering jika
4-6 jam, selalu lebih dari 6 jam. dan tinggi jika menurut
Panjaitan (2014).
h) Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Menurut penelitian
(Mesgarani & Shafiee, 2013), yang dilakukan kepada 201
mahasiswa yang berada di Iran, bahwa mahasiswa yang
mengalami kecanduan game online mempengaruhi tingkat
kecerdasan emosional.
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecanduan Game Online
1) Replase (kecenderungan untuk bermain game online kembali
setelah lama tidak bermain game online)
2) Mood modification (bermain game online untuk melarikan diri
dari masalah)
3) Conflict (bertengkar dengan orang lain karena bermain game
online secara berlebihan)
4) Tolerance (waktu bermain game online yang semakin meningkat)
5) Salience (berfikir tentang bermain game online sepanjang hari)
6) Withdrawal (merasa buruk jika tidak dapat bermain game online)
7) Problems (mangabaikan kegiatan lainnya sehingga menyebabkan
permasalahan). (Lemmens, Valkenbrug & Petter, 2009).
2.1.6 Jenis Game Online
Game online memiliki berbagai macam jenis bentuknya dari
permainan yang sederhana yang berbasis teks sampai yang
menggunakan grafik kompleks. Jenis game online berdasarkan
permainannya sebagai berikut:
1) Massively Multiplayer Online Firts-person shooter games
(MMOPFPS) Permainan ini mengambil pandangan orang pertama
sehingga seolah-olah pemain berada dalam permainan tersebut
dalam sudut pandang tokoh karakter yang dimainkan, dimana setiap
tokoh memiliki kemampuan yang berbeda dalam tingkat akurasi,
refleks, dan lainnya. Permainan ini mengambil setting peperangan
dengan senjata-senjata militer.
2) Massively Multiplayer Online Real-time strategy games
(MMORTS) Permainan jenis ini menekankan kepada kehebatan
strategi pemainnya.
3) Massively Multiplayer Online Role-playing games (MMORPG)
Sebuah permainan dimana pemainnya memainkan peran tokoh-
tokoh khayalan dan berkolaborasi untuk merajut sebuah cerita
bersama. RPG biasanya lebih mengarah ke kolaborasi sosial dari
pada kompetisi
4) Cross-platform online play Jenis permainan yang dapat dimainkan
secara online dengan perangkat yang berbeda. Saat ini mesin
permainan konsol (console games) mulai berkembang menjadi
seperti komputer yang di lengkapi dengan jaringan sumber terbuka
(open source networks). seperti Dreamcast, PlayStation 2, dan
Xbox yang memiliki fungsi online.
5) Massively Multiplayer Online Browser Game Permainan yang
dimainkan pada peramban seperti Mozilla Firefox, Opera, atau
Internet Explorer. Sebuah permainan sederhana dengan pemain
tunggal yang dapat dimainkan dengan peramban melalui HTML
dan teknologi scripting MTML (JavaScript, ASP, PHP, MySQL).
Perkembangan teknologi grafik berbasis web seperti Flash dan Java
menghasilkan permainan yang dikenal dengan “Flash games” atau
“Java games” yang menjadi sangat populer. Permainan sederhana
seperti Pac-Man bahkan dibuat ulang menggunakan pengaya
(plugin) pada sebuah halaman web. Browser game yang baru
menggunakan teknologi web seperti Ajax yang memungkinkan
adanya interaksi multiplayer.
6) Simulatin games permainan jenis ini bertujuan memberi
pengalaman melalui stimulasi. beberapa jenis permainan simulasi,
diantaranya seperti life-simulation games, contruction and
managament stimulation games dan vehicle simulation. Pada life-
simulation games, pemain bertanggung jawab atas tokoh atau
karakter dan memenuhi kebutuhan tokoh selayaknya kehidupan
nyata, namun dalam ranah virtual. Karakter memiliki kebutuhan
dan kehidupan layaknya manusia, seperti kegiatan bekerja,
bersosialisasi, makan, belanja, dan sebagainya. Biasanya, karakter
ini hidup dalam sebuah dunia virtual yang dipenuhi oleh karakter.
7) Massively multiplayer online game (MMOG) Pemain bermain
dalam dunia yang berskala besar (>100 pemain), dimana setiap
pemai dapat berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata.

2.2 Interaksi Sosial


2.2.5 Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan salah satu cara individu untuk
memelihara tingkah laku sosial individu tersebut sehingga individu tetap
dapat bertingkah laku sosial dengan individu lain. Interaksi sosial juga
dapat meningkatkan jumlah atau kuantitas dan mutu atau kualitas dari
tingkah laku sosial individu sehingga semakin matang dalam bertingkah
laku sosial dengan individu lain di dalam situasi sosial (Santoso, 2010).
Interaksi sosial sebagai pengaruh timbal balik antar individu dengan
golongan dalam usaha untuk mencapai tujuan bersama (Lestari, 2015)
Interaksi sosial merupakan suatu hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara orang perorangan dengan kelompok
manusia. (Gillin & Gillin dalam Soekanto, 2012). Interaksi sosial
merupakan peristiwa yang mempengaruhi ketika dua orang atau lebih
hadir bersama dan saling berkomunikasi satu sama lain yang bersifat
alami dan saling mempengaruhi individu satu sama lain (Ali dan Asrori,
2010)
2.2.6 Bentuk Interaksi Sosial
Ada empat bentuk Interaksi Sosial: kerjasama, persaingan, pertentangan,
dan akomodasi
1) Kerjasama
Menurut Sunaryo (2008) mengatakan kerjasama adalah suatu usaha
bersama antar orang perorangan atau kelompok untuk mencapai satu
atau beberapa tujuan yang sama. Syarta utama kerjasama yaitu setiap
komponen yang terlibat mengetahui tujuan dan tindakan yang akan
dilaksanakan dan tidak memerlukan komando, akan tetapi tetap dalam
konteks saling berhubungan dan bekerjasama dengan meminimalkan
resiko atau kesalahan.
2) Persaingan
Merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok manusia
yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang yang pada suatu
masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik
perhatian publik atau mempertajam prasangka yang telah ada
(Soekanto, 2012)
3) Pertentangan dan Pertikaian
Suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan anacaman atau kekerasan. Biasanya terdapat unsur paksaan
(Soekanto, 2012)
4) Akomodasi
Upaya untuk menyeimbangkan suatu perbedaan dalam rangka
menciptakan stabilitas internal melalui kesepakatan dan negosiasi
dengan jalan musyawarah untuk mufakat tanpa kehilangan kepribadian
sesama anggota kelompok.
2.2.7 Jenis Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok
dengan kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia. (Gillin & Gillin dalam soekanto, 2012).
1) Interaksi antara individu dengan individu terjadi saat dua individu
bertemu, walaupun dalam pertemuan tersebut tanpa adanya tindakan
apa-apa, yang terpenting disini bahwa individu sadar ada pihak lain yang
menimbulkan perubahan pada diri individu tersebut, yang
dimungkinkan oleh faktor-faktor tersebut.
2) Interaksi antara individu dan kelompok interaksi ini berbeda-beda sesuai
dengan keadaan. Interaksi jenis ini mecolok apabila terjadi adanya
benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok.
3) Bentuk interaksi antara kelompok dan kelompok seperti kelompok dan
kelompok yang menunjukkan bahwa kepentingan individu dalam
kelompok merupakan satu kesatuan, berhubungan dengan kepentingan
individu dalam kelompok yang lain.
2.2.8 Faktor-faktor yang mendasari dalam interaksi sosial
Interaksi sosial dapat berlangsung karena beberapa faktor penting yg
mendasari interaksi sosial, seperti yang dikemukakan oleh Santoso (2010),
yaitu :
1) Faktor Imitasi (Sebuah tindakan meniru)
Faktor ini telah diuraikan oleh Tarde (Santoso, 2010 dalam Lestari,
2015) faktor imitasi merupakan hal penting dalam interaksi sosial,
karena untuk belajar sesuatu ataupun bertindak pada mulanya kita pasti
belajar dari orang lain, dan terus belajar agar dapat berperilaku dengan
lebih baik. Namun imitasi juga dapat berdampak buruk bagi interaksi
individu jika yang di imitasi adalah hal yang salah, maka dari itu
individu perlu memilih hal-hal yang baik untuk dicontoh agar dapat
diterima dengan baik di lingkungannya.
2) Faktor Sugesti (pemberian pengaruh)
Sugesti merupakan suatu pengaruh psikis, baik yang datang dari
dirinya sendiri maupun dari orang lain, (Lestari, 2015) menjelaskan
bahwa sugesti merupakan pengaruh yang diberikan individu dan
diterima oleh individu lain tanpa berfikir baik dan buruknya.
3) Faktor Identifikasi (kecenderungan seseorang untuk menjadi seperti
seseorang yang lain)
Freud (dalam Santoso, 2010) merupakan sebagai dorongan untuk
menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun
secara ilmiah.
4) Faktor Simpati (suatu proses ketertarikan antara satu individu terhadap
individu lainnya)
Simpati merupakan perasaan kertariknya orang yang satu terhadap
orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional,
melainkan berdasarkan penilaian perasaan seperti juga ada proses
identifikasi. Bahkan orang dapat tiba-tiba merasa tertarik pada orang
lain dengan sendirinya karena keseluruhan cara-cara bertingkah laku
menarik baginya (Ahmadi, 2007). Hal ini di dorong oleh keinginan
untuk memahami dan bekerja sama dengan orang tersebut
(Lestari,2015).
2.2.9 Syarat - Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Syarat terjadinya interaksi sosial berhubungan dengan definisi
manusia sebagai makhluk sosial. Tanpa adanya interaksi, kehidupan sosial
tidak akan pernah terjadi. Menurut Sumarsono (2017), ada dua syarat agar
interaksi sosial dapat terjadi, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.
Kontak sosial merupakan tahap pertama dari tejadinya interaksi
sosial antara individu dengan individu lain meski tidak harus bersentuhan
secara fisik (Gillin,2002: Sumarsono,2017). Kontak sosial dapat terjadi
dalam tiga bentuk yaitu kontak antara individu dengan individu, individu
dengan suatu kelompok dan kelompok dengan kelompok. Kontak sosial
dapat menjadi positif maupun negatif. Kontak sosial yang positif adalah
yang dapat membawa dampak kebijakan, kerjasama, saling pengertian dan
asimilasi. Kontak sosial yang negatif adalah yang dapat menimbulkan
kebencian, konflik, dan perpecahan. Kontak sosial terkadang membutuhkan
media tertentu untuk saling bertukar informasi. Oleh karena itu, sarana
komunikasi tambahan sangat penting bagi kontak sosial dan saling
berhubungan dalam terciptanya suatu interaksi sosial. Dari penjelasan
diatas, kontak sosial dapat dijabarkan berdasarksn cara, bentuk, sifat dan
level hubungannya. Ditinjau dari sifatnya, ada tiga sifat yang berbeda dalam
kontak sosial, di antaranya kontak antar individu, kontak antara individu
dengan kelompok dan kontak antara kelompok dengan kelompok lainnya.
Berdasarkan sifat hubungan, kontak sosial dibedakan menjadi
kontak primer, dan kontak sekunder,. Kontak primer terjadi apabila
seseorang melakukan tatap muka secara langsung, sedangkan kontak
sekunder memerlukan media perantara untuk terjadinya interaksi sosial
(Sumarsono, 2017: Lestari 2015).
Syarta kedua terjadimya interaksi sosial adalah komunikasi. Lestari
(2015) menjelaskan bahwa komunikasi merupakan penyampaian informasi
dan tafsiran terhadap apa yang diberikan. Komunikasi menjadi syarat
informasi terjadinya interaksi sosial karena dalam di dalamnya terdapat
unsur aksi dan reaksi. Dalam komunikasi sangat mungkin terjadi berbagai
macam penafsiran dalam komunikasi, individu memerlukan suatu sarana,
alat, atau media agar komunikasi tersebut dapat berlangsung. Contoh dari
sarana komunikasi antara lain bahasa, aksara, gerak tubuh, simbol, radio,
dan telepon. Terdapat lima unsur yang harus ada dalam komunikasi, yaitu
adanya pengiriman / sender / communicator, penerima / receiver /
communicant. Adanya pesan (message), adanya media perantara, dan
adanya umpan balik (feedback) (Sumarsono. 2017).
2.2.10 Ciri – Ciri Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang terjalin karena
adanya interaksi yang dilakukan antara dua orang atau lebih dengan
melakukan komunikasi pada waktu dan tujuan tertentu (Sumasono, 2017).
Berikut adalah ciri-ciri interaksi sosial:
1) Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
2) Terjadinya komunikasi diantara pelaku melalu kontak sosial
3) Mempunyai maksud dan tujuan yang jelas
4) Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu.
5) Dilakukan melalui pola sistem sosial tertentu
2.2.11 Hubungan interaksi sosial remaja
Usia remaja anak mulai mengembangkan hubungan intim dengan
teman sebayanya baik teman sejenis maupun lawan jenis sehingga biasanya
remaja mempunyai teman karib. Hubungan remaja dengan teman akan
sangat dependen sedangkan hubungan dengan orang tua mulai independen.
Hal ini menyebabkan remaja lebih banyak menghabiskan banyak waktu
dengan teman sebaya mereka dibandingkan orang tua dan keluarga (Papalia,
Old dan Feldman, 2008; Yusuf, Fitryasari dan Nihayati, 2015). Namun
demikian, tanpa mereka sadari, remaja tetap lebih dekat dengan orang tua
dibandingkan dengan teman sebaya (Offer dan Churh, 1991 dalam Papalia
et.al.,2008). Berikut adalah penjelasan tentang pola interaksi sosial remaja
dengan orang tua, saudara kandung, dan teman sebaya menurut beberapa
ahli.
1) Hubungan interaksi remaja dengan orang tua
Sesuai dengan tahap perkembangannya, pola interaksi antara remaja
dengan orang tua memiliki ciri khas tersendiri. Menurut Jersild, Brook,
dan Brook (1998) interaksi antara remaja dengan orangtua dapat
digambarkan sebagai drama tiga tindakan (three-act-drama) (Ali dan
Asrori, 2010).
Drama tindakan pertama (the first act drama) berlangsung
sebagaimana pola interaksi antara masa anak-anak dengan orangtua.
Mereka masih bergantung dan sangat dipengaruhi oleh orangtua.
Drama tindakan kedua (the second aact drama) atau disebut dengan
“perjuangan untuk emansipasi”. Pada tahap ini remaja berusaha untuk
menghilangkan ketergantungan mereka terhadap orang tua untuk
mencapai ststus dewasa. Remaja seringkali mulai meninggalkan
kemanjaannya saat berinteraksi dengan orang tua dan semakin
meningkatkan tanggung jawab akan dirinya sendri. Akibatnya, remaja
seringkali mengalami konflik dan pergolakan saat berinteraksi dengan
orang tua.
Drama tindakan ketiga (the third act drama) merupakan tahap
dimana remaja berusaha menempatkan dirinya dengan berusaha
berinteraksi secara lancar dengan orang dewasa (Jersild, Brook, dan
Brook, 1998 dalam Ali dan Asrori, 2010). Namun, usaha remaja ini
seringkali mengalami hambatan dari orangtua yang sebenarnya masih
belum bisa melepas anak remaja mereka. Di satu sisi orangtua
menginginkan anaknya menjadi mandiri, namun di sisi lain mereka
masih merasa sulit untuk melepaskan anaknya(Papalia, Old dan
Feldman, 2008). Keadaan ini seringkali mengakibatkan terjadinya
konflik antara orangtua dengan remaja (Jersild, Brook, dan Brook, 1998
dalam Ali dan Asrori, 2010).
Fontana (1981) dalam Ali dan Asrori (2010) menambahkan bahwa
interaksi remaja dengan orang tua dipengaruhi oleh aspek objektif dan
subjektif. Aspek objektif adalah keadaan nyata dari peristiwa saat
interaksi remaja-orang tua sedang berlangsung. Sedangkan aspek
subjektif adalah suatu keadaan nyata yang dipersepsi remaja pada saat
berinteraksi langsung. Fontana mengatakan bahwa remaja cenderung
menggunakan aspek subjekif dalam berinteraksi dengan orang tua .
Perlu diperhatikan bagaimana persepsi remaja tentang interaksinya
dengan orang tua dan bukan semata-mata interaksi nyata (real
interaction). Terdapat beberapa aspek interaksi anak dan orang tua yaitu
sebagai berikut:
a. Kasih sayang, adalah sebuah perasaan yang timbul dan tulus dari
hati untuk menyayangi, mencintai, memberi kebahagiaan kepada
seseorang. Orang tua sangat berperan dalam pencapaian
perkembangan sosial-emosional yang baik bagi remaja. Orang tua
merupakan orang pertama sebagai pondasi pada tercapainya
kompetensi sosial. Oleh karena itu, orang tua harus berinteraksi
dengan menunjukkan kasih sayang dan memahami perasaan anak
(Hanum, 2015).
b. Kelekatan adalah ikatan afeksi antara dua orang yang memiliki
intensitas yang kuat. Kelekatan remaja dengan orang tuanya
membuat mereka tidak melepaskan diri dari ikatan keluarga ketika
belajar untuk membangun hubungan di luar keluarga (Armsden dan
Greenberg,1987 dalam Papalia, 2008).
c. Komunikasi sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian
anak. Komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anak
tercapai bila masing-masing pihak dapat saling memberi dan
menerima informasi, pendapat dan perasaan sehingga dapat
diketahui apa yang diinginkan oleh kedua belah pihak tersebut
(Djaja, 2017).
d. Konflik dalam keluarga sering terjadi pada masa remaja awal ketika
emosi negatif sedang mencapai puncaknya, saat memasuki usia
remaja pertengahan (Laursen, Coy, dan Collins, 1998 dalam Ali dan
Asrori, 2010). Penurunan frekuensi konflik pada masa remaja akhir
menandakan penyesuaian terhadap adanya perubahan yang terjadi
pada remaja dan keseimbangan kekuatan antara orang tua dengan
remaja (Fuligni & Eccles, 1993; Laursen et.al., 1998, Molina &
Chassing, 1996; Steinberg; 1998dalam Papalia, 2008).
2) Hubungan interaksi remaja-saudara kandung
Perubahan dalam hubungan remaja dengan saudara kandung
merupakan perubahan pola hubungan remaja dengan orang tua. Pada
waktu remaja memasuki sekolah menengah atas, hubungan dengan
saudara kandung akan semakin seimbang. Saudara kandung yang lebih
tua tidak banyak menggunakan tenaga fisik terhadap saudara yang lebih
muda dan jarang terjadi perkelahian, namun hubungan mereka menjadi
kurang intens (Buhrmester & Furman, 1990; Raffaelli &Larson, 1987
dalam dalam Papalia, 2008).
3) Hubungan interaksi remaja-teman sebaya
Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Jackie Robinson, sumber
dukungan emosional penting sepanjang transisi masa remaja sekaligus
menjadi sumber tekanan bagi perilaku yang disesalkan oleh orang tua,
adalah keterlibatan remaja dengan teman sebayanya (Papalia, 2008).
Papalia (2008) menjelaskan bahwa kelompok teman sebaya
merupakan sumber afeksi, simpati, pemahaman, dan panduan moral;
tempat bereksperimen; dan setting untuk mendapatkan otonomi dan
independensi dari orang tua. Menurut (Buhrmester, 1996; Gecas & Seff,
1990; Laursen, 1996).
Pengaruh teman sebaya mencapai puncaknya pada masa remaja
awal, yaitu dalam rentang usia 12 sampai 13 tahun dan akan mengalami
penurunan saat memasuki tahap remaja akhir saat hubungan remaja-
orang tua. Keterikatan remaja dengan teman sebaya tidak akan
bermasalah jika keterikatan tersebut tidak terlalu kuat. Jika keterikatan
tersebut terlalu kuat, maka remaja tidak segan-segan untuk melanggar
aturan rumah, tidak menyelesaikan tugas sekolah, dan tidak mau
mengembangkan bakatnya sebagai usaha untuk mendapat pengakuan
teman sebaya (Fuligni, 2001 dalam Papalia, 2008).
Partowisastro (1983) dalam Muna (2016) mengemukakan tiga aspek
dalam interaksi dengan teman sebaya yaitu keterbukaan, kerjasama dan
frekuensi hubungan dalam kelompok.
a. Keterbukaan dalam kelompok yaitu keterbukaan remaja terhadap
kelompok dan penerimaan individu dalam kelompoknya.
b. Kerjasama yang dimaskudkan adalah kerjasama antara individu
dengan kelompok, yaitu keterlibatan individu dalam kegiatan
kelompoknya.
c. Frekuensi hubungan individu dalam kelompok, yaitu intensitas
individu dalam bertemu anggota kelompoknya dan saling berbicara
dalam hubungan yang dekat (Partowisastro, 1983 dalam Muna,
2016).
4) Hubungan interaksi remaja dengan lingkungan sekolah
Sekolah merupakan salah satu tempat terjadinya perkembangan
sosial remaja. Oleh karena itu, sekolah dituntut untuk memiliki iklim
kehidupan yang kondusif bagi perkembangan remaja. Kondusif atau
tidaknya lingkungan sekolah bagi perkembangan sosial remaja tampak
dari interaksi antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa,
keteladanan perilaku guru, serta keahlian dan profesionalitas guru
sehingga dapat menjadi role model bagi siswanya (Papalia, Old dan
Feldman, 2008)
Palaniappan (2005) menjelaskan bahwa kreativitas berpikir
merupakan hal yang sangat penting dalam proses belajar di sekolah.
Latar belakang keluarga yang meliputi karakteristik sosial ekonomi
keluarga, tingkat pendidikan orang tua dan posisi sosial orang tua
menjadi faktor yang mempengaruhi perkembangan kreativitas anak. Hal
ini juga berkaitan erat dengan prestasi akademik (Puspitawati, 2006).
Aspek interaksi remaja-remaja di lingkungan sekolah adalah sebagai
berikut:
a. Komunikasi adalah tafsiran pada perilaku orang lain berupa
pembicaraan, berak tubuh, sikap dan perasaan yang ingin
disampaikan individu. (Soekanto, 1990 dalam Lestari, 2014).
b. Kerjasama, merupakan proses sosial, di mana didalamnya terdapat
aktivitas tertentu yang ditunjukan untuk mencapai tujuan tertentu.
c. Persaingan, merupakan usaha orang untuk mencapai sesuatuyang
lebih daripada yang lainnya.
5) Hubungan interaksi remaja dengan lingkungan masyarakat
Remaja merupakan fase dimana seseorang berusaha untuk mencari
jati dirinya sehingga faktor keteladanan dan norma dalam masyarakat
menjadi penting. Kurangnya keteladanan dalam masyarakat dapat
berdampak negatif bagi perkembangan hubungan sosial remaja, bentuk
interaksi sosial merupakan hasil dari pengaruh sosial yang ada
(Wirosardjono, 1991 dalam Ali dan Asrori, 2010).
Interaksi remaja dengan lingkungan masyarakat terdiri dari tiga
aspek yaitu:
a. Kerjasama, merupakan suatu usaha individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan bersaman yang timbul karena adanya orientasi pada
individu terhadap kelompoknya. Kerjasama adalah hal yang penting
untuk dilakukan oleh individu agar tercipta kerukunan dan
kedamaian (Lestari, 2015).
b. Akomodasi, merupakan suatu keseimbangan dalam interaksi antara
individu dengan individu atau kelompok dengan kelompok manusia
yang berkaitan dengan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Akomodasi memiliki dua arti yaitu untuk menunjuk
pada suatu keadaan dan untuk menunjukkan proses. Akomodasi
yang menunjuk pada suatu keadaan berarti kenyataan adanya suatu
keseimbangan interaksi antara individu dengan kelompok yang
berhubungan dengan nilai dan norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. (Lestari, 2015).
c. Asimilasi, merupakan suatu proses sosial yang ditandai dengan
adanya upaya mengurangi perbedaan antar individu atau kelompok
untuk menyamakan sikap dan tindakan sesuai dengan kepentingan
dan tujuan kelompok (Lestari, 2015).
2.2.12 Faktor yang mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja
Menurut Ali dan Asrori (2010) terdapat tiga faktor penting yang
dapat mempengaruhi perkembangan hubungan sosial remaja. Faktor-faktor
tersebut adalah:
1) Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga berperan penting dalam proses perkembangan
hubungan sosial anak. Faktor dari dalam keluarga yang dibutuhkan anak
dalam perkembangan sosialnya adalah kebutuhan akan rasa aman,
dihargai, disayangi, diterima, dan kebebasan untuk menyatakan diri.
Rasa aman yaitu perasaan aman baik secara mental maupun material
yang secara mental berupa perlindungan emosional orang tua terhadap
anak, membantu menstabilkan emosinya, dan membantu dalam
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi anak. Secara material
berupa pemenuhan kebutuhan makan, pakaian, dan sarana lain sesuai
dengan kemampuan orang tua. Mempermalukan mereka di depan umum
dapat berdampak negatif terhadap kondisi psikologis mereka. Remaja
dapat merasa tertekan dan, tidak mampu mengembangkan kemampuan
dan kreativitasnya sehingga mengakibatkan mereka menjadi lebih
banyak berdiam diri. Sebaliknya, memberikan pujian dapat
menimbulkan perasaan disayang pada diri remaja. Menyatakan kasih
sayang kepada anak merupakan hal yang penting karena dengan begitu
mereka akan mengetahui bahwa orang tua menyayanginya. Seorang
anak yang mengetahui mereka disayang akan memiliki kemudahan
untuk menyayangi orang tua dan keluarganya. Situasi interaksi antar
anggota keluarga, perlakuan anggota keluarga terhadap anak remajanya,
dan perkembangan teknlogi memiliki pengaruh kuat dalam
perkembangan psikis remaja.
2) Lingkungan sekolah
Sekolah merupakan perluasan lingkungan sosial remaja dalam
proses sosialisasinya sekaligus faktor lingkungan baru yang sangat
menantang bahkan mencemaskan bagi mereka. Para guru dan teman-
teman sekelas membentuk suatu sistem yang kemudian menjadi
lingkungan norma bagi remaja.
3) Lingkungan masyarakat
Salah satu masalah yang dialami remaja dalam proses sosialisasinya
adalah ketidak konsistenan masyarakat terhadap mereka. Di satu sisi
masyarakat menganggap bahwa remaja sudah dewasa, namun di sisi lain
mereka tidak memberikan kesempatan atau peran penuh sebagaimana
orang dewasa seharusnya. Untuk beberapa masalah penting, re maja
seringkali dianggap belum mampu menyelesaikan masalah tersebut
sehinggaterjadikekecewaan pada remaja, dimana hal ini dapat
menghambatperkembangan sosial remaja.

2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian
Menurut WHO, remaja adalah usia 10 hingga 19 tahun. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014, remaja adalah
usia 10-18 tahun. Sementara itu, menurut Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), rentang usia remaja adalah
10-24 tahun dan belum menikah. Perbedaan tersebut menunjukkan
bahwa tidak ada kesepakatan mengenai batasan kelompok usia remaja.
Namun, masa remaja itu masa transisi dari anak-anak menuju dewasa
dan merupakan persiapan menuju masa dewasa yang akan melewati
beberapa tahapan perkembangan. Selain kematangan fisik dan seksual,
remaja juga mengalami tahapan menuju kemandirian sosial dan
ekonomi, membangun identitas, akuisisi kemampuan (skill) untuk
kehidupan masa dewasa serta kemampuan bernegosiasi (abstract
reasoning) (WHO, 2015)
2.3.2 Tahap Perkembangan Remaja
Menurut Sarwono (2011) ada tiga tahap perkembangan remaja yaitu:
1) Pra Remaja (11 atau 12-13 atau 14 tahun)
Pra remaja masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu
tahun, untuk laki-laki usia 12 atau 13 tahun - 13 atau 14 tahun.
Fase ini adalah fase negatif, karena terlihat tingkah laku yang
cenderung negatif. Fase yang sukar untuk hubungan komunikasi
antara anak dengan orang tua. Perkembangan fungsi-fungsi
tubuh juga terganggu karena mengalami perubahan-perubahan
termasuk perubahan hormonal yang dapat menyebabkan
perubahan suasana hati yang tak terduga. Remaja
menunjukkan peningkatan tentang diri mereka yang berubah
dan meningkat berkenaan dengan apa yang orang pikirkan
tentang mereka. Seperti pertanyaan: Apa yang mereka
pikirkan tentang aku? Mengapa mereka menatapku?
Bagaimana tampilan rambut aku? Apakah aku salah satu anak
“keren”? dan lain lain
2) Remaja Awal (13 atau 14 tahun - 17 tahun)
fase ini perubahan-perubahan terjadi sangat pesat dan mencapai
puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan
ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada usia ini. Ia
mencari identitas diri karena masa ini, statusnya tidak jelas.
Pola-pola hubungan sosial mulai berubah. Menyerupai orang
dewasa muda, remaja sering merasa berhak untuk membuat
keputusan sendiri. Pada masa perkembangan ini, pencapaian
kemandirian dan identitas sangat menonjol, pemikiran
semakin logis, abstrak dan idealistis dan semakin banyak
waktu diluangkan diluar keluarga.
3) Remaja Lanjut (17-20 atau 21 tahun)
Dirinya ingin menjadi pusat perhatian serta ingin menonjolkan
dirinya caranya berbeda dengan remaja awal. Ia idealis,
mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan mempunyai
energi yang besar, berusaha memantapkan identitas diri, dan
ingin mencapai ketidak tergantungan emosional. Perubahan
fisik pada fase remaja yang begitu cepat, misalnya perubahan
pada karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada,
perkembangan pinggang bagi anak perempuan sedangkan anak
laki-laki tumbuhnya kumis, jenggot serta perubahan suara.
Perubahan mental juga mengalami perkembangan. Pada fase
ini identitas diri sangat menonjol, pemikiran semakin logis,
abstrak, dan idealistis, dan semakin banyak waktu diluangkan di
luar keluarga. Selanjutnya, perkembangan tersebut disebut fase
pubertas (puberty) yaitu suatu periode kematangan kerangka
atau fisik tubuh seperti proporsi tubuh, berat dan tinggi badan
mengalami perubahan serta kematanagan fungsi seksual yang
terjadi secara pesat terutama pada awal masa remaja. Akan
tetapi, pubertas bukanlah peristiwa yang tiba-tiba terjadi.
Pubertas adalah bagian dari suatu proses yang terjadi berangsur-
angsur (gradual). Pada fase ini kita banyak melihat fenomena
remaja yang duduk berjam-jam didepan kaca untuk penampilan
yang sempurna dan meyakinkan bahwa dirinya menarik.
Terkadang remaja berpenampilan yang aneh-aneh supaya
mendapat perhatian dan diakui keberadaannya, seperti tentang
model rambut, model baju, model assesoris yang selalu
mengikuti perkembangan jaman dan tingkah laku yang kadang
kita anggap tidak sewajarnya. Karena hormon-hormon sexnya
sudah bekerja dan berfungsi, maka remaja sudah mempunyai
rasa ketertarikan dengan lawan jenis sehingga remaja begitu
sangat cemas dan tertekan apabila ada yang kurang pada
penampilannya. Mereka berusaha menutupi kekurangananya
dengan berbagai cara. Remaja berusaha tampil secara
meyakinkan dan tanpa rasa minder ketika mereka bergaul
dengan teman-teman sebayanya. Preokupasi (perhatian)
terhadap citra tubuh itu cukup kuat di masa remaja. Sekalipun
demikian, keraguan masih seringkali terlihat pada raut mukanya
ketika berbicara dengan orang-orang dewasa.
2.3.3 Ciri-Ciri Remaja
Jahja11 mengemukakan bahwa masa remaja adalah suatu masa
perubahan. Ciri-ciri perubahan pada remaja sebagai berikut:
1) Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja
awal yang dikenal sebagai masa storm & stress. Peningkatan
emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama
hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial,
peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada
dalam kondisi bari yang berbeda dari masa-masa yang sebelumnya.
Pada fase ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan kepada
remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah
laku seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri, dan
bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan
terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan tampak jelas pada
remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah di Perguruan
Tinggi.
2) Perubahan yang cepat secara fisik juga disertai dengan kematangan
seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak
yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik
yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem
sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan
eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh
sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3) Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungannya
dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan
dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga
dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa
remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan
ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Remaja tidak
lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang
sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4) Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada
masa kanak-kanak menjadi kurang penting, karena telah mendekati
dewasa.
5) Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi
perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan
kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab
yang menyertai kebebasan itu, serta meragukan kemampuan
mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab.
Dilengkapi pula oleh Gunarsa & Gunarsa,12 dan
Mappiare,13 dalam menjelaskan ciri-ciri remaja sebagai berikut :
1) Masa remaja awal. Biasanya duduk di bangku Sekolah Menengah
Pertama, dengan ciri-ciri:
a. tidak stabil keadaannya, lebih emosional.
b. mempunyai banyak masalah
c. masa yang kritis
d. mulai tertarik pada lawan jenis
e. munculnya rasa kurang percaya diri, dan
f. suka mengembangkan pikiran baru, gelisah, suka berkhayal
dan suka menyendiri.
2) Masa remaja madya (pertengahan). Biasanya duduk di bangku
Sekolah Menengah Atas dengan ciri-ciri:
a. sangat membutuhkan teman
b. cenderung bersifat narsistik/kecintaan pada diri sendiri
c. berada dalam kondisi keresahan dan kebingungan, karena
pertentangan yang terjadi dalam diri
d. berkenginan besar mencoba segala hal yang belum
diketahuinya, dan
e. keinginan menjelajah ke alam sekitar yang lebih luas.
3) Masa remaja akhir di tandai dengan ciri-ciri:
a. aspek-aspek psikis dan fisiknya mulai stabil
b. meningkatnya berfikir realistis, memiliki sikap pandang yang
sudah baik
c. lebih matang dalam cara menghadapi masalah
d. ketenangan emosional bertambah, lebih mampu menguasai
perasaan
e. sudah terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi
2.3.4 Tugas-tugas Perkembangan Masa Remaja
William Kay, sebagaimana dikutip Yudrik Jahja14
mengemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja sebagai
berikut:
1) Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.
2) Mencapai kemandirian emosional dari orangtua atau figur-figur
yang mempunyai otoritas.
3) Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan
bergaul dengan teman sebaya, baik secara individual maupun
kelompok
4) Menemukan manusia model yang dijadikan identitas pribadinya.
5) Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap
kemampuannya sendiri.
6) Memeperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas
dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup
(weltanschauung)
7) Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku)
kekanak-kanakan
DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi (2012). Perilaku Adiksi Game-Online Ditinjau Dari Efekasi Diri


Akademik Dan Keterampilan Sosial Pada Remaja Di Surakarta. Universitas
Seebelas Maret Surakarta
Keya, L. and Bryce, J. (2012). Putting the “fun factor” into gaming: The
influence of social contexts on experiences of playing video games.
International Journal Internet Science, Vol 7(1), 23-36
Nani, D. (2003). Dampak bermain game online bagi kesehatan anak.
Cilacap: naskah tidak dipublikasikan.
Nad2 (2010). Perkembangan dan dampak game online di Indonesia.
Bailey, K., West R,. and Anderson, C. A. (2009). The infuence of video games
on social, cognitive, and affective information procession. Oxford: Draft of
chapter to appear in handbook of social and neurosciense (Exford Univerity
Press).
Lemmens, J.S., Valkenburg, P.M.& Petter, J. 2009. Development and
Validation of a Game Addiction Scale. Media Psyhology,pp.77-95.
Sanditaria, W. (2011). Adiksi game online pada anak usia sekolah diwarung
internet penyedia game online Jatinangor Sumedang. Sumedang: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjadjaran.
Santosa, S (2010). Teori-teori Psikologi Sosial. Yogyakarta: Reflika
Aditama
Soekanto, S (2012). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada
Gilin dalam Soekanto (2012). Kemampuan Interaksi Sosial Antara Remaja
Yang Tinggal Dipondok Pesantren Dengan Yang Tinggal Bersama Keluarga.
Jurnal Fakultas Psikologi, 2(72), 2303-114X
Lestari, T. (2015) Kumpulan untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan,
Yogyakarta: Nuha Medika.
Sumarsono, B. (2015) Ciri-ciri Interaksi Sosial, Tersedia pada:
https://www.halopsikolog.com/ciri-ciri-interaksi-sosial/276/ (Diakses:13
Maret 2018)
Papalia, D. E,. Old, W.S. dan Feldman, R.D (2008) Human Development
(psikologi Perkembangan). Jakarta: Kencana.
Djaja, M. (2017) Pengasuhan Positif, Kemdikbud. Tersedia pada:
https://saghabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/up;ouds/Dokumen/4560_20
17-03-08/Pengasuh Positif-Maswita Djaja,pdf(Diakses:23Mei2018).
Sunaryo (2008). Psikologi untuk keperawatan. Cetakan Pertama, Jakarta:
EGC
Ahmadi, A. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta:Rineka Cipta
Walgito, B. (2007). Pengantar Psikologi Umum, Andi, Yogyakarta
World Health Organiza on (WHO). (2015), ‘Adolescent Development:
Topics at Glance’, diunduh dari
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/ topics/adolescence/dev/en/#
Jahja, Yudrik, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Kencana, 2011
Gunarsa, S.D., dan Gunarsa, Y.S., Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan
Keluarga, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001

Anda mungkin juga menyukai

  • Pembidaian
    Pembidaian
    Dokumen7 halaman
    Pembidaian
    heru
    Belum ada peringkat
  • MMSE
    MMSE
    Dokumen2 halaman
    MMSE
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Pemasangan Collar Neck
    Pemasangan Collar Neck
    Dokumen4 halaman
    Pemasangan Collar Neck
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • CASTING TEKNIK
    CASTING TEKNIK
    Dokumen5 halaman
    CASTING TEKNIK
    heru
    Belum ada peringkat
  • Pembidaian
    Pembidaian
    Dokumen7 halaman
    Pembidaian
    heru
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Dokumen12 halaman
    KUESIONER
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Spinal Log Roll Teknik
    Spinal Log Roll Teknik
    Dokumen3 halaman
    Spinal Log Roll Teknik
    Lisa Sofiyah
    Belum ada peringkat
  • MMSE
    MMSE
    Dokumen2 halaman
    MMSE
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • 83 259 1 PB
    83 259 1 PB
    Dokumen8 halaman
    83 259 1 PB
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen3 halaman
    Tugas
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Pemasangan Collar Neck
    Pemasangan Collar Neck
    Dokumen4 halaman
    Pemasangan Collar Neck
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER
    KUESIONER
    Dokumen12 halaman
    KUESIONER
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Acc KDM Eliminasi
    Acc KDM Eliminasi
    Dokumen7 halaman
    Acc KDM Eliminasi
    Maria Ulfa
    Belum ada peringkat
  • B Trisna
    B Trisna
    Dokumen1 halaman
    B Trisna
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Halaman 1 Translate
    Halaman 1 Translate
    Dokumen23 halaman
    Halaman 1 Translate
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • EFUSI PLEURA Fix Amel
    EFUSI PLEURA Fix Amel
    Dokumen8 halaman
    EFUSI PLEURA Fix Amel
    Anonymous WUWJx00g
    Belum ada peringkat
  • B Trisna
    B Trisna
    Dokumen1 halaman
    B Trisna
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • LP KDM
    LP KDM
    Dokumen10 halaman
    LP KDM
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Halaman 1 Translate
    Halaman 1 Translate
    Dokumen23 halaman
    Halaman 1 Translate
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Completed
    Skripsi Completed
    Dokumen102 halaman
    Skripsi Completed
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Completed
    Skripsi Completed
    Dokumen102 halaman
    Skripsi Completed
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • LP Nutrisi
    LP Nutrisi
    Dokumen13 halaman
    LP Nutrisi
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI PAH
    PATOFISIOLOGI PAH
    Dokumen5 halaman
    PATOFISIOLOGI PAH
    Puji Pratiwi
    100% (1)
  • TB-HIPOALBUMIN
    TB-HIPOALBUMIN
    Dokumen17 halaman
    TB-HIPOALBUMIN
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • LP Hemaptoe
    LP Hemaptoe
    Dokumen7 halaman
    LP Hemaptoe
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan P
    Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan P
    Dokumen14 halaman
    Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan P
    Sri Liestiyowati
    Belum ada peringkat
  • Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gan
    Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gan
    Dokumen42 halaman
    Asuhan Keperawatan Pada Ny. S Dengan Gan
    NokayIlMarGalle
    Belum ada peringkat
  • Efusi LP
    Efusi LP
    Dokumen20 halaman
    Efusi LP
    Indhira Permata
    Belum ada peringkat
  • Skripsi Completed
    Skripsi Completed
    Dokumen102 halaman
    Skripsi Completed
    Desy Ratnasari
    Belum ada peringkat