Anda di halaman 1dari 26

LITERATURE REVIEW

EFEKTIVITAS TELEHEALTH PADA PENYAKIT JANTUNG KORONER


DIBANDINGKAN DENGAN CARDIAC REHABILITATION BERBASIS
PUSAT

Dosen Pengampu : Nita Arisanti Yulanda, S.Kep., Ners., M. Kep

DISUSUN OLEH :

Suci Kurnia Ningsih I1031181036

Syaifallah Aziz I1031181037

Syarifah Fitria Azzahara I1031181048

Diah Permatasari I1031181049

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019/2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ...................................................................................................................................... 2
ABSTRAK ......................................................................................................................................... 3
LATAR BELAKANG ....................................................................................................................... 5
METODE ........................................................................................................................................... 8
HASIL REVIEW ............................................................................................................................... 9
PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 18
IMPLIKASI KEPERAWATAN .................................................................................................... 22
KESIMPULAN ................................................................................................................................ 24
SARAN ............................................................................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 26
LAMPIRAN ..................................................................................................................................... 28

2
ABSTRAK

Latar Belakang: Penyakit jantung koroner merupakan penyebab nomor satu kematian
secara global. Diperkirakan 17,1 juta penduduk dunia meninggal karena penyakit jantung
koroner pada tahun 2018, yaitu 29% dari seluruh kematian. Penyakit jantung koroner
merupakan masalah kesehatan yang sangat banyak di temui di Indonesia. Permasalahan
yang sering terjadi di masyarakat adalah kurangnya monitoring atau pemantauan status
kesehatan oleh penderita penyakit jantung koroner. Di Indonesia banyak masyarakat yang
minim mendapatkan penanganan kesehatan. Hal itu disebabkan oleh banyak faktor.
Beberapa faktor tersebut seperti bagi masyarakat di daerah pedesaan, jarak puskesmas tidak
selalu dekat dengan tempat tinggal dan bagi masyarakat perkotaan terkadang tidak
memiliki waktu untuk antri di rumah sakit atau tidak mendapatkan pelayanan yang baik
dari rumah sakit. Rehabilitasi jantung (Cardiac Rehabilitation) adalah rekomendasi
berbasis bukti untuk pasien dengan penyakit jantung koroner. Namun, CR dalam
praktiknya kurang dimanfaatkan. Intervensi Telehealth memiliki potensi untuk mengatasi
hambatan dan dapat menjadi model inovatif dalam memberikan CR.

Tujuan: Literature review ini bertujuan untuk menentukan efektivitas telehealth untuk
penyakit jantung koroner dibandingkan dengan CR berbasis pusat.

Metode: Metode penelitain dilakukan melalui penelusuran literatur elektronik


menggunakan database; PubMed, Pro Quest, Journal of Nursing. Ovid, EBSCO, dan
Google Scholar, dengan memperhatikan tahun diterbitkannya jurnal tersebut, yaitu dalam
rentang waktu 2014 hingga 2019.

Hasil: Literature Review ini menunjukan hasil berupa efektifitas pemanfaatan Telehealth
untuk pasien dengan penyakit jantung koroner dibandingkan dengan Cardiac
Rehabilitation berbasis pusat.

3
Kesimpulan: Telehealth dapat menjadi solusi efektif dalam meningkatkan kesehatan
pasien dengan penyakit jantung koroner dibandingkan dengan Cardiac Rehabilitation
berbasis pusat yang dengan berbagai faktor hambatan.

Kata Kunci: Telehealth, Cardiac Rehabilitation, Penyakit Jantung Koroner, Peningkatan


Kualitas Hidup, Indonesia, Layanan Kesehatan, Perawat

4
Latar Belakang

Sistem kardiovaskular adalah salah satu sistem yang paling penting dalam tubuh
karena tidak ada sel dan jaringan yang dapat berfungsi dengan baik tanpa adanya oksigen
dan pasokan darah yang cukup. Jika terdapat permasalahan dengan jantung, maka seluruh
tubuh akan sangat dipengaruhi. Penyakit kardiovaskular merupakan penyakit gangguan
pada jantung dan pembuluh darah yang sangat sering terjadi di masyarakat dalam waktu
belakangan ini. Penyakit kardiovaskular yang paling sering diderita masyarakat pada saat
ini adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK), stroke, penyakit gagal jantung dan hipertensi.
Saat ini penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyebab utama kematian di negara
maju dan berkembang. Pada saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian
nomor satu di dunia. Pada tahun 2018 sedikitnya 17,1 juta atau setara dengan 29%
kematian di seluruh dunia disebabkan oleh penyakit jantung. Menurut WHO, 60% dari
seluruh penyebab kematian penyakit jantung adalah penyakit jantung koroner (PJK).

Indonesia merupakan negara yang termasuk ke dalam negara berkembang. Dengan


jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta jiwa dan status negara berkembang,
Indonesia bertambah dari dua tahun sebelumnya, namun jumlah ini dianggap masih belum
dapat memenuhi penanganan kesehatan penduduk Indonesia. Masyarakat Indonesia tidak
hanya tinggal di kota-kota besar, namun ada pula yang tinggal di kecamatan hingga
pedesaan yang belum memiliki rumah sakit atau bahkan puskesmas. Hal ini lah yang
menjadi masalah utama dalam penanganan kesehatan di Indonesia. Dimana para
masyarakatnya tidak memiliki tempat untuk memeriksakan gejala-gejala penyakit yang
mereka alami untuk dapat ditangani. Meskipun di beberapa desa telah memiliki puskesmas
ketersediaan tenaga medis dirasa kurang dan tidak sebanyak yang ada di rumah sakit.
Terkadang dokter yang ada di puskesmas dapat sewaktu-waktu dipanggil ke rumah sakit
pusat atau dapat dikatakan tidak selalu berada di puskesmas. Tidak hanya bagi masyarakat
di pedesaan yang mengalami masalah penanganan kesehatan, namun masyarakat di
perkotaan pun mengalaminya. Beberapa masyarakat perkotaan tidak memiliki waktu untuk
memeriksakan penyakit yang dianggap penyakit ringan dengan alasan tidak memliki waktu.

5
Hal ini merupakan faktor utama bagi masyarakat perkotaan dalam masalah penanganan
kesehatan.

Telehealth merupakan sebuah sistem yang menggunakan teknologi informasi yang


mendukung jarak jauh penanganan kesehatan pasien yang berhubugan dengan tenaga medis
atau dokter. Penggunaan telehealth akan dapat meningkatkan kepuasaan dari pasien
dikarenakan penggunaannya yang tidak memerlukan bertatap muka secara langsung
terhadap dokter, perawat, maupun tenaga kesehatan lainnya. Pada tahun 2007, penelitian
dilakukan di negara Kanada yang menunjukkan 81% pasien menggunakan aplikasi
telehealth dan 47%-nya memiliki hasil klinis yang signifikan (Tenforde, dkk, 2017). Selain
penelitian tersebut, survei yang dilakukan di Amerika pada tahun 2013 menunjukkan
bahwa 74% masyarakat Amerika telah menggunakan layanan telehealth dan 70%-nya
merasakan kenyamanan dalam menggunakan layanan komunikasi virtual pada telehealth
(Olson & Thomas, 2017). Oleh karena itu, telehealth dapat dijadikan solusi terbaik dalam
layanan kesehatan jarak jauh.

Saat ini penerapan telehealth di Indonesia belum diaplikasikan pada layanan


homecare antara perawat dan pasien. Konsep telehealth di Indonesia masih terbatas pada
layanan konsultasi dokter dan pasien. Faktanya, telehealth layanan homecare menjadi
salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan akses kesehatan. Hasil survei Home
Nursing Agency dalam Olson & Thomas (2017) menunjukkan bahwa pasien-pasien yang
menggunakan layanan telehealth tidak mengalami rehospitalisasi. Pemerintah Indonesia
berupaya untuk menerapkan teknologi tele-kesehatan sebagai upaya mengurangi
kesenjangan akses pelayanan kesehatan. Target awal pemerintah dalam penerapan
telehealth saat ini berfokus pada pengampu pelayanan telehealth yang tersebar di Indonesia
dengan persentase capaian sebesar 6 % di tahun 2016 (Renstra Kemenkes, 2015).

Data tersebut menunjukkan bahwa pentingnya penerapan telehealth ini sebagai


acuan dalam upaya pelayanan pada era perkembangan teknologi. Telehealth diharapkan
mampu mendukung layanan homecare untuk mewujudkan konsep keperawatan
berkelanjutan dan holistic. Penulisan Literature Review ini bertujuan untuk menentukan

6
keefektivitasan antara Telehealth untuk penyakit jantung koroner dengan Cardiac
Rehabiliation berbasis pusat.

Rumusan Masalah

Bagaimana keefetivitasan Telehealth untuk penyakit jantung koroner dibandingkan dengan


Cardiac Rehabilitation berbasis pusat untuk mengatasi dan menekan prevalensi penyakit
jantung koroner?

Tujuan

Mampu memahami manfaat dari Telehealth untuk penyakit jantung koroner dan Cardiac
Rehabilitation berbasis pusat dan memahami keefeketivitasan Telehealth untuk penyakit
jantung koroner dibandingkan dengan Cardiac Rehabilitation berbasis pusat untuk
mengatasi dan menekan prevalensi penyakit jantung koroner.

Manfaat Penelitian

Mengetahui manfaat dari Telehealth untuk penyakit jantung koroner dan Cardiac
Rehabilitation berbasis pusat dan mengetahui keefeketivitasan Telehealth untuk penyakit
jantung koroner dibandingkan dengan Cardiac Rehabilitation berbasis pusat untuk
mengatasi dan menekan prevalensi penyakit jantung koroner melalui evidence base (telaah
fakta) dalam bentuk Literature Review.

7
Metode Penelitian

Melalui penelusuran literatur elektronik menggunakan database; PubMed, Pro Quest,


Journal of Nursing. Ovid, dan EBSCO dengan memperhatikan tahun diterbitkannya jurnal
tersebut, yaitu dalam rentang waktu 2014 hingga 2019, dan menggunakan beberapa istilah,
diantaranya; “Cardiac Rehabilitation”, “Cardiovascular Diseases”, “Effectiveness”,
“Telehealth”, “nurse and nursing”, “Community Health Service” “Coronary Diseases”
Dikarenakan kurangnya literatur yang membahas tentang Telehealth di Indonesia,
digunakan pencarian literatur melalui Google , dalam pencarian literatur melalui Google
Scholar adapun kriteria inklusi yang diperhatikan yaitu, artikel yang dipilih merupakan
artikel penelitian, diterbitkan pada rentang tahun 2014 sampai 2019, berfokus pada
Rehabilitasi pasien denga penyakit jantung koroner dan diterbitkan baik dalam bahasa
Inggris maupun Bahasa Indonesia. Dari 36 artikel yang ditemukan terkait istilah pencarian,
hanya 11 artikel yang memenuhi kriteria inklusi untuk dijadikan ulasan. Tiga artikel
sebagai artikel utama, dan delapan artikel sebagai artikel pendukung dalam literature
review.

8
Hasil Literature Review

Literature Review ini menelaah tiga artikel utama, dengan dua artikel yang menggunakan
desain penelitian quasy eksperimental dan satu jurnal menggunakan desain penelitian
prospektif.

1. Penelitian yang dilakukan Leila Pfaeffli Dale,dkk (2015) dengan judul Text Message and
Internet Support for Coronary Heart Disease Self-Management dengan menggunakian
desain penelitian quasy eksperimental. Dilakukan pada orang dewasa Selandia Baru
yang didiagnosis menderita PJK. Peserta direkrut di rumah sakit dan didorong untuk
menghadiri CR berbasis pusat (kontrol perawatan biasa). Selain itu, kelompok intervensi
menerima program mHealth 24 minggu yang dipersonalisasi, yang dibingkai dalam teori
kognitif sosial, dikirim oleh pesan teks layanan pesan singkat (SMS) yang sepenuhnya
otomatis dan situs web pendukung. Hasil utama adalah kepatuhan terhadap perilaku
gaya hidup sehat yang diukur menggunakan skor perilaku kesehatan komposit yang
dilaporkan sendiri (≥3) pada 3 dan 6 bulan. Hasil sekunder termasuk hasil klinis, skor
kepatuhan pengobatan, efikasi diri, persepsi penyakit, dan kecemasan dan / atau depresi
pada 6 bulan. Penilaian tindak lanjut awal dan 6 bulan dilakukan secara langsung . Hasil:
Pasien yang memenuhi syarat (N = 123) direkrut dari 2 rumah sakit metropolitan besar
secara acak dengan intervensi (n = 61) atau kelompok kontrol (n = 62). Peserta sebagian
besar adalah laki-laki (100/123, 81,3%), Selandia Baru Eropa (73/123, 59,3%), dengan
usia rata-rata 59,5 tahun. Efek pengobatan yang signifikan dalam mendukung intervensi
diamati. Mayoritas peserta intervensi melaporkan membaca semua pesan teks mereka
(52/61, 85%). Jumlah kunjungan ke situs web per orang berkisar dari nol hingga 100
(median 3) selama periode intervensi 6 bulan. Intervensi Telehealth ditambah
menunjukkan efek positif pada kepatuhan terhadap perubahan perilaku gaya hidup pada
3 bulan pada orang dewasa Selandia Baru dengan PJK dibandingkan dengan perawatan
biasa saja yang efeknya tidak bertahan sampai akhir intervensi 6 bulan. (Dale et al.,
2015)

9
2. Penelitain yang dilakukan oleh Lixuan Zhang, dkk (2016) dengan judul Community
health service center-based cardiac rehabilitation in patients with coronary heart
disease dengan prospective study. Penelitian ini dilakukan di di Shijiazhuang, Hebei,
Cina pasien yang memenuhi syarat berturut-turut direkrut dari sistem registrasi
kesehatan. Proporsi pasien yang berpartisipasi dalam program rehabilitasi jantung
berbasis masih kurang optimal menjadi latar belakang dilakukannya penelitian ini.
Penelitian ini dirancang untuk menyelidiki penerimaan Rehabilitasi Jantung (CR)
berbasis pusat layanan kesehatan masyarakat, dan memeriksa efektivitasnya dalam hal
perubahan kualitas hidup (QOL), keadaan psikologis dan kapasitas olahraga. Pasien di
lokasi intervensi diberikan CR (kelompok-CR) sementara pasien di lokasi non-intervensi
ditawarkan perawatan biasa (kelompok UC). Data mengenai kualitas hidup terkait
kesehatan (HRQoL), keadaan psikologis dan kapasitas olahraga (tes 6 menit berjalan =
6MWT) dikumpulkan dan dibandingkan pada awal dan pada 6 bulan pasca intervensi.
Hasilnya di antara pasien yang diundang yang memenuhi syarat untuk program CR,
65,3% berpartisipasi, sementara 5,3% dari peserta keluar selama masa tindak lanjut.
Pasien dalam kelompok CR menunjukkan penurunan skor kecemasan dan depresi yang
signifikan sesuai Skala Kecemasan dan Depresi Rumah Sakit (HADS), bersama dengan
peningkatan yang nyata dalam Survei Kesehatan Bentuk-Pendek (SF-12) berbasis Fisik
(PCS) dan Skor Ringkasan Komponen Mental (MCS). Selain itu, pengukuran 6MWT
menunjukkan peningkatan yang signifikan di antara pasien CR berbeda dengan sedikit
peningkatan di antara pasien UC, yang dikarenakan Pasien di situs non-intervensi (UC)
menerima perawatan biasa untuk manajemen rutin penyakit kronis oleh dokter dan
perawat komunitas. Seperti halnya kelompok CR, mereka juga diberikan intervensi
faktor risiko dan konsultasi namun via seluler, pengobatan melalui panggilan telepon.
Hal, ini sangat sedikit pasien dapat memanfaatkan atau membeli CR, karena sistem
pengiriman CR dalam hal ini koneksi/signal cukup terbelakang di Cina dan tidak
tercakup oleh asuransi kesehatan dasar.(Zhang, Zhang, Wang, Ding, & Zhang, 2017)

10
3. Penelitian yang dilakukan oleh Anna Tori, dkk (2018) dengan judul Promotion of
Home-Based Exercise Training as Secondary Prevention of Coronary Heart Disease A
PILOT WEB-BASED INTERVENTION. Dengan menggunakan desain penelitian quasy
eksperimental. Penelitian ini dilakukan di Program Rehabilitasi Jantung Santa Maria
Nascente, di mana pasien dirawat untuk CR rawat inap (rata-rata tinggal 3 minggu)
setelah revaskularisasi atau bedah koroner. Walaupun rehabilitasi jantung (CR) berbiaya
efektif dalam meningkatkan kesehatan pasien dengan penyakit jantung koroner (PJK),
hanya kurang dari setengah pasien PJK yang menghadiri program CR. Pasien PJK
risiko rendah sampai sedang direkrut pada saat keluar dari CR rawat inap setelah
kejadian bedah koroner atau revaskularisasi. Peneliti mengembangkan platform
interaktif berbasis web untuk kontrol akses individu rumah yang aman, pemantauan, dan
validasi pelatihan olahraga. Pada pasien yang memenuhi syarat, 26 setuju untuk
berpartisipasi dalam intervensi studi (IG) dan 27 pasien yang memenuhi syarat, tidak
tersedia untuk pemantauan web, namun menyetujui kunjungan tindak lanjut seperti biasa
(UC). Pada kelompok IG Mereka diundang untuk merekam dan mentransmisikan jenis
dan jumlah aktivitas fisik harian, yang dikonversi oleh perangkat lunak menjadi MET
yang setara dengan menggunakan tabel khusus, Fisioterapis hadir memeriksa kepatuhan
mingguan dengan resep medis dan beban kerja yang dilakukan, memvalidasi aktivitas
fisik yang direkam pasien, dan membuat panggilan telepon umpan balik yang
disesuaikan untuk menyesuaikan program pelatihan, sesuai kebutuhan. Sedangkan
kelompok UC mereka disarankan untuk melanjutkan program pelatihan olahraga yang
dipelajari selama rawat inap dan diundang untuk kunjungan lanjutan, tanpa ada
pemantauan aktifitas yang mereka lakukan yang berhubungan dengan kesehatan fungsi
kardiovaskularnya. Kedua kelompok menunjukkan perubahan yang menguntungkan dari
waktu ke waktu dalam profil lipid, fungsi ventrikel, jarak berjalan dalam 6 menit, dan
kualitas hidup. Pada 6 bulan, IG mencapai proporsi yang lebih tinggi dari target faktor
risiko kardiovaskular daripada UC (75 ± 20% vs 59 ± 30%, P = 0,029).(Torri et al.,
2018).

11
Tabel 1

Hasil Penelitian dan Tinjauan Literatur

No Penulis Judul Desain Sampel Hasil Kesimpulan


1. Leila Pfaeffli Dale, Text Message Quasy Pasien yang memenuhi Efek pengobatan Intervensi mHealth
MA and Internet Eksperimental syarat (N = 123) direkrut yang signifikan menunjukkan efek
Robyn Whittaker, Support for dari 2 rumah sakit di dalam mendukung positif pada kepatuhan
PhD Coronary Auckland, Selandia Baru. intervensi diamati terhadap perubahan
Yannan Jiang, PhD Heart Secara acak dengan untuk hasil utama perilaku gaya hidup
Ralph Stewart, PhD Disease Self- intervensi (n = 61) atau pada 3 bulan (AOR pada 3 bulan pada
Anna Rolleston, PhD Management kelompok kontrol (n = 62). 2,55, 95% CI 1,12- orang dewasa Selandia
Ralph Maddison, Peserta sebagian besar 5,84; P = 0,03), Baru dengan PJK
PhD adalah laki-laki (100/123, tetapi tidak pada 6 dibandingkan dengan
81,3%), Selandia Baru bulan (AOR 1,93, perawatan biasa saja
Eropa (73/123, 59,3%), 95% CI 0,83-4,53 ; Cardiac
dengan usia rata-rata 59,5 P = .13). Kelompok Rehabilitation
(SD 11,1) tahun intervensi berbasis pusat.
melaporkan skor
kepatuhan
pengobatan secara
signifikan lebih

12
besar (perbedaan
rata-rata: 0,58, 95%
CI 0,19-0,97; P =
0,004). Mayoritas
peserta intervensi
melaporkan
membaca semua
pesan teks mereka
(52/61, 85%).
Jumlah kunjungan
ke situs web per
orang berkisar dari
nol hingga 100
(median 3) selama
periode intervensi 6
bulan
2 Lixuan Zhang, Community Studi Pasien yang memenuhi Di antara pasien Mengingat partisipasi
Li Zhang, Jing Wang, health service Prospektif syarat dari sistem registrasi yang diundang yang tinggi dan penarikan
Fang Ding and Suhua center-based kesehatan CHSC di memenuhi syarat rendah bersamaan
Zhang cardiac Shijiazhuang, Hebei, Cina, untuk program CR, dengan peningkatan
rehabilitation yaitu 132 peserta (66 65,3% berpartisipasi, yang cukup besar

13
in patients peserta per kelompok) sementara 5,3% dari dalam HRQoL,
with group UC (Telehealth) dan peserta keluar keadaan psikologis
coronary group CR (Cardiac selama masa tindak dan kapasitas latihan,
heart disease Rehabilitation berbasis lanjut. Pasien dalam CHSC kemungkinan
pusat) kelompok CR akan menjadi
menunjukkan pengaturan optimal
penurunan skor untuk menerapkan
kecemasan dan Cardiac
depresi yang Rehabilitation
signifikan sesuai berbasis pusat untuk
Skala Kecemasan pasien dengan PJK di
dan Depresi Rumah Cina
Sakit (HADS),
bersama dengan
peningkatan yang
nyata dalam Survei
Kesehatan Bentuk-
Pendek (SF-12)
berbasis Fisik (PCS)
dan Skor Ringkasan
Komponen Mental

14
(MCS). Selain itu,
pengukuran 6MWT
menunjukkan
peningkatan yang
signifikan dari jarak
berjalan 57,42 m di
antara pasien CR
berbeda dengan
sedikit peningkatan
di antara pasien UC
dikarenakan karena
sistem pengiriman
CR dalam hal ini
koneksi/signal cukup
terbelakang di Cina
dan tidak tercakup
oleh asuransi
kesehatan dasar

15
3. Anna Torri , MD Promotion of Quasy Dari 86 pasien yang Di antara IG, Program pemeliharaan
Claudia Panzarino , Home-Based Eksperimental memenuhi syarat, 26 setuju transmisi data harian CR rumah berbasis
MSc Exercise untuk berpartisipasi dalam aktif adalah 100% web/Telehealth layak,
Anna Scaglione, Training as intervensi studi (IG) selama bulan 1, 88% diterima dengan baik,
MD Maddalena Secondary Telehealth . 27 pasien yang pada bulan 3, dan dan efektif dalam
Modica , MPsych Prevention of memenuhi syarat, tidak 81% pada 6 bulan, meningkatkan
Bruno Bordoni , Coronary tersedia untuk pemantauan dengan peningkatan aktivitas fisik selama 6
BPT Heart web biasa, yang berkelanjutan dalam bulan dan mencapai
Raffaella Redaelli , Disease menyetujui kunjungan aktivitas fisik yang kepatuhan keseluruhan
MEng tindak lanjut seperti biasa dilaporkan sendiri yang lebih tinggi
Renata De Maria, (UC) Cardiac dimulai dengan terhadap target risiko
MD Rehabilitation berbasis minggu pertama kardiovaskular
Maurizio Ferratini , pusat. setelah keluar dari daripada UC
MD CR rawat inap (2467
[ 1854-3554] MET-
min / minggu)
hingga bulan 3
(3411 [1981-5347]
MET-min / minggu,
P = 0,019). Kedua
kelompok

16
menunjukkan
perubahan yang
menguntungkan dari
waktu ke waktu
dalam profil lipid,
fungsi ventrikel,
jarak berjalan dalam
6 menit, dan kualitas
hidup. Pada 6 bulan,
IG mencapai
proporsi yang lebih
tinggi dari target
faktor risiko
kardiovaskular
daripada UC (75 ±
20% vs 59 ± 30%, P
= 0,029).

17
Pembahasan

Telehealth pada pasien dengan Penyakit Jantung Koroner Program merupakan


menggabungkan beberapa komponen intervensi penting yang diperlukan untuk
meningkatkan kepatuhan pengobatan, yaitu, pengetahuan pasien, konseling, dan
pemantauan diri. Tingkat kepatuhan pengobatan yang lebih besar dan peningkatan porsi
buah dan sayuran yang diamati (komponen perilaku kesehatan) telah berkontribusi untuk
menurunkan kolesterol LDL di antara kelompok intervensi pada 6 bulan. Pada pasien
dengan PJK tentunya tingkat kecemasan akan meningkat, ditambah lagi dengan hadirnya
pesan singkat yang diterima melalui Telehealth ini, namun kecemasan ini cenderung
tidak berlangsung lama, melainkan akan semakin meningkatkan kewaspadaan pada
orang dengan PJK untuk selalu taat dalam menjalani aktifitas yang mampu mengurangi
tingginya faktor risiko yang muncul, yang pada akhirnya akan semakin meningkatkan
kesehatan untuk jangka waktu yang panjang.
Rehabilitasi jantung adalah program profesional yang tersupervisi untuk membantu
pasien dalam proses penyembuhan dari serangan jantung, pembedahan jantung, tindakan
PCI seperti stenting dan angioplasty yang terdiri dari pelayanan edukasi dan konseling
untuk membantu pasien PJK dalam meningkatkan aktivitas fisik, menurunkan tanda
gejala, meningkatkan kesehatan dan menurukan resiko terjadinya serangan jantung
kembali (AHA, 2015).
Pelaksanaan mengenai program rehabilitasi jantung dilakukan sejak pasien masih
dalam perawatan di rumah sakit (inpatient) hingga keluar dari rumah sakit (outpatient).
Hal tersebut terbagi menjadi 4 fase yaitu fase I saat masih dalam perawatan di rumah
sakit dan fase II, III, IV bagi pasien yang sudah keluar dari rumah sakit. Program-
program yang dilakukan saat rehabilitasi jantung itu diantaranya latihan aktivitas fisik,
konseling diet atau nutrisi dan manajemen berat badan.
Rehabilitasi jantung memiliki banyak manfaat yang dirasakan oleh pasien.
Penelitian Nurlaeci (2015) memperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dari latihan progresif fase I rehabilitasi jantung terhadap tekanan darah dan denyut nadi
(heart rate) pada pasien sindrom koroner akut. Selain itu, manfaat dari rehabilitasi

18
jantung adalah meningkatkan kualitas hidup pasien dengan mengurangi terjadinya
tanda gejala, menurunkan angka kematian yaitu angka kematian yang kemungkinan
muncul sebesar 2,2 % untuk yang menjalani rehabilitasi jantung sedangkan 5,3% untuk
yang tidak menjalaninya dan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien ( Tori et
al.,2018).
Upaya pelayanan fasilitas rehabilitasi jantung di Indonesia sudah cukup baik salah
satunya berada di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Namun saat ini, tingkat
kepatuhan dan pasrtisipasi pasien dalam menjalani rehabilitasi jantung masih sangat
rendah. Nurleaci (2015) telah memperoleh data bahwa hanya 11,35% pasien PJK yang
menjalani rehabilitasi jantung di RSHS Bandung. Sophie O’Connell (2014) menyatakan
bahwa ada beberapa hambatan yang memengaruhi kedatangan para pasien dalam
rehabilitasi jantung, yaitu : waktu pelaksanaan, informasi yang diberikan kepada pasien
oleh tenaga kesehatan, usia dan jenis kelamin, status ekonomi, komunikasi, faktor
kebiasaan dan factor psikologis. Nurleaci (2015) juga menyebutkan bahwa faktor
psikososial menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kedatangan pasien
melakukan rehabilitasi jantung, kemudian alasan selanjutnya adalah perasaan mengenai
pentingnya rehabilitasi, faktor pendidikan kesehatan dan kemampuan mengemudi,
Selain itu, beberapa alasan utama pasien tidak melaksanakan program rehabilitasi
jantung, yaitu: hambatan fisik (kurangnya transportasi dan jarak yang terlalu jauh dari
pusat rehabilitasi jantung, dan biaya rehabilitasi yang tinggi),hambatan personal (malu
berpartisipasi rendahnya pengetahuan mengenai tujuan program) dan kurangnya
rekomendasi dari tim kesehatan).
Karakteristik geografis Indonesia yang cukup berbeda dengan luar negeri seperti
wilayah Indonesia yang cukup luas tetapi dengan kondisi jalan raya yang masih banyak
dalam perbaikan, angkutan umum yang masih belum mencukupi, pelayanan rehabilitasi
jantung yang hanya ada di rumah sakit besar serta tenaga medis yang memiliki keahlian
dalam rehabilitasi jantung masih sangat sedikit sehingga akan menjadi salah satu
hambatan dan juga sulitnya system birokrasi di Indonesia seperti prosedur birokrasi
yang cenderung sulit dalam penggunaan BPJS dan panjangnya antrean ketika sudah

19
sampai pada pusat pelayanan kesahatan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lebih
lanjut mengenai hambatan – hambatan apa saja yang terjadi di Indonesia terutama
sebagai salah satu penyedia pelayanan rehabilitasi jantung. Tingginya jumlah pasien PJK
saat ini seharusnya berbanding lurus dengan tingkat partisipasi saat menjalani
rehabilitasi jantung. Namun, saat ini tingkat kepatuhan dan partisipasi pasien PJK pasca
rawat untuk mengikuti rehabilitasi jantung masih rendah dikarenakan berbagai
hambatan.
Dalam dunia kesehatan sekarang sudah hadir pelayanan kesehatan jarak jauh
dengan artian bahwa pasien tanpa harus berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan, yaitu
dengan Telehealth (home based cardiac rehabilitation). Saat ini, di Indonesia pelayanan
rehabilitasi jantung masih dilakukan di rumah sakit terutama di rumah sakit besar yang
terkadang jauh dari jangkauan masyarakat. Penelitian-penelitian di luar negeri telah
banyak meneliti mengenai keefektifan dari program rehabilitasi jantung dengan
telehealth dan memperoleh hasil bahwa ketika rehabilitasi jantung dengan telehealth
akan memberikan efek positif terhadap self efikasi pasien dan sangat direkomendasikan
untuk para pasien penyakit jantung.
Telenursing adalah bagian dari telehealth. Telenursing menawarkan program
kolabortif dan mengurangi biaya pasien. Sebagai contoh : konsultasi dengan perawat
akan mengurangi angka kejadian masuknnya pasien dengan keadaan emergency ke
Rumah Sakit yang bisa saja hal ini terjadi pada pasien dengan penyakit jantung koroner.
Intervensi berupa pembinaan yang disampaikan secara singkat melalui telephone juga
memiliki dampak positif terhadap pasien jantung koroner. Pada kelompok intervensi
didapatkan perbaikan yang signifikan terhadap diet, exercise, gejala depresi dan gejala
MCI. Juga mempengaruhi empat mekanisme terapeutik yaitu self efficacy, dukungan
sosial, reinforcement perilaku perawatan diri dan kesadaran akan tujuan perawatan diri.
Dari beberapa jurnal yang membahas tentang telehelath dalam memberikan
pelayanan kesehatan, jenis teknologi yang digunakan adalah telecardiology, telephone,
video SLX model dan videoconverence. Manfaat telehealth pada pasien penyakit kronik
(gagal jantung, MCI ) yaitu menurunkan perkembangan penyakit kronik, menurunkan

20
risiko kunjungan ke unit gawat darurat kardiovaskuler, menurunkan biaya
kesehatan, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi beban ekonomi, membatu pasien
mengelola kondisi mereka sehingga meningkatkan frekuensi exercise, meningkatkan
diet, menurunkan dan gejala depresi. Selain bermanfaat buat pasien juga bermanfaat
terhadap penyedia layanan kesehatan dan asuransi.
Telehealth menggunakan sistem jaringan nirkabel pada proses interaksinya. Dahulu
tenaga kesehatan dan pasien bertemu secara tatap muka (face to face), setelah
menggunakan layanan telehealth, akses informasi dapat dilakukan dalam jarak jauh
(Farrar, 2015). Kondisi ini sesuai dengan manfaat telehealth yang memberikan
keefektifan waktu layanan kesehatan. Pasien dan perawat dapat berkomunikasi secara
fleksibel sesuai waktu yang disepakati oleh keduanya. Dampak selanjutnya adanya
telehealth adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sebagai solusi dalam
intervensi masalah kesehatan pasien (Farrar, 2015). Hasil kajian literatur mengenai
perkembangan telehealth di Indonesia yang dilakukan oleh Wiwieko, Zesario, & Aulia
(2016) menjelaskan beberapa layanan telehealth memberikan fasilitas dalam
memberikan alarm pada pasien dengan menggunakan aplikasi teknologi mobile health
(m-Health). Beberapa aplikasi melalui smartphone telah dikembangkan untuk
memberikan kemudahan masyarakat dalam pencegahan risiko penyakit hingga
rehabiltisi penyakit. Manfaat telehealth ini memberikan salah satu dampak yang baik
dalam promosi kesehatan untuk meningkatkan paradigma sehat. Salah satunya aplikasi
menjaga keseimbangan berat badan, mengurangi risiko penyakit kronis, mencegah
potensi gejala kegawatdaruratan seperti pada pasien dengan Penyakit jantung Koroner,
hingga pererencanaan program kehamilan.

21
Implikasi Keperawatan

Perkembangan teknologi berdampak pada profesi perawat yang diberikan


kemudahan dalam proses intervensi. Pada dasarnya konsep keperawatan mengacu pada
perawatan berkelanjutan (continuum of care). Pemanfaatan teknologi perawatan
berkelanjutan, yaitu telehealth telah diinisiasi oleh MediFa dan Halodokter.com dengan
memanfaatkan video streaming, WAP (Wireless Application Protocol), dan SMS
sebagai interaksi antara dokter dan pasien pada upaya kuratif dan rehabilitatif. Aplikasi
ini masih digunakan sebagai interaksi dokter dan pasien. Belum banyak penelitian yang
menjelaskan bahwa aplikasi telehealth digunakan oleh perawat dan pasien di Indonesia.
Telehealth dalam layanan homecare menjadi salah satu solusi perbaikan kesenjangan
layanan kesehatan di kondisi geografis Indonesia yang memiliki beberapa daerah
terpencil dan perbatasan. Penerapan telehealth sangat dianjurkan sebagai upaya
peningkatan paradigma sehat di Indonesia. Telehealth dapat diterapkan sebagai upaya
preventif dan rehabilitatif masyarakat yang memiliki masalah keterbatasan akses ke
pelayanan kesehatan. Pengembangan telehealth saat ini sudah mulai dirancang, seperti
ketersediaan insfrastruktur dan jaringan internet di beberapa daerah. Selain dari
ketersediaan infrastruktur, peran pemerintah dalam penerapan telehealth sangat
dibutuhkan, seperti dalam perancangan peraturan penggunaan telehealth pada layanan
cardiac rehabilitation.
Beberapa tantangan yang harus diantisipasi oleh pemerintah dalam merancang
telehealth di Indonesia adalah akses jaringan di Daerah Tertinggal Perbatasan dan
Kepulauan (DTPK) dan kurangnya kesadaran tenaga kesehatan terhadap manfaat
telehealth. Pemerintah saat ini dapat memulai memberikann pelatihan pentingnya
telehealth pada tenaga kesehatan Indonesia, khususnya perawat sebagai pemberian
layanan kesehatan yang paling dekat kepada klien. Oleh karena itu, pemerintah
membutuhkan kerjasama lintas sektor dalam mengatasi kesenjangan kesehatan ini,
seperti organisasi profesi kesehatan, NGO (Non-Governmental Organization) , CSR
(Corporate Social Responsibility), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan

22
komunitas-komunitas yang berfokus pada upaya peningkatan layanan kesehatan
sehingga mampu menunjang perkembangan dan pemanfaatan Telehealth.

23
Kesimpulan

Tersedianya akses pelayanan kesehatan yang mudah untuk masyarakat menjadi


salah satu aspek dalam meningkatkan kualitas hidup manusia. Telehealth menjadi solusi
dalam meningkatkan kesenjangan pelayanan kesehatan yang disebabkan karena akses
yang mengakibatkan seseorang enggan untuk berkunjung ke pelayanan kesehatan,
terlebih jika hanya sekedar untuk melakukan Rehabilitasi. Masih banyaknya daerah
tertinggal dan perbatasan menjadi tantangan pemerintah dalam pengembangan
telehealth. Jika pembangunan infrastruktur telehealth merata hingga Sabang sampai
Merauke, maka peningkatan kualitas hidup khususnya pada pasien dengan Penyakit
Jantung Koroner yang sebagai penyebab kematian terbesar di dunia dapat tercapai.
Perawat memiliki peran dalam upaya peningkatan layanan kesehatan di Indonesia.
Intervensi secara holistic menjadi konsep perawat dalam pemberian asuhan. Perawat
dapat memanfaatkan perkembangan teknologi dalam layanan telehealth. Penerapan
layanan ini dilakukan dengan memberikan asuhan keperawatan berupa tindakan
preventif dan rehabilitatif. Penggunaan telehealth ini sangat efektif dalam layanan
Cardiac Rehabilitation. Hal ini akan mencapai kesehatan yang mandiri, efektif, dan
efisien seiring perkembangan teknologi dan informasi.

Saran

Untuk para pemangku kepentingan dan berbagai elemen yang berkaitan


(pemerintah, pemberi pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan) perlu
dilakukan promosi kesehatan dan tindakan promotif, preventif dan rehabilitative untuk
menurunkan prevalensi Penyakit jantung koroner sehingga pembiayaan dan penurunan
kualtitas hidup yang timbul akibat dari penyakit jantung koroner tersebut bisa
diminimalisir. Selain itu peran pemerintah dalam dukungan sarana dan prasarana (Alat-
alat teknologi yang canggih) sangat diperlukan dalam mendukung dalam
mendeteksi,mendiagnosa awal penyakit jantung hingga ke tahap rehabilitatif untuk
meningkatkan kembali kualitas hidup.

24
DAFTAR PUSTAKA

American Heart association (AHA). 2015. Health Care Research : Coronary Heart Disease.

Dale, L. P., Whittaker, R., Jiang, Y., Stewart, R., Rolleston, A., & Maddison, R. (2015).
Text message and internet support for coronary heart disease self-management:
Results from the text4heart randomized controlled trial. Journal of Medical Internet
Research, 17(10), 1–12. https://doi.org/10.2196/jmir.4944

Farrar, F. C. (2015). Transforming Home Health Nursing with Telehealth Technology.


Nursing Clinics of North America. https://doi.org/10.1016/j.cnur.2015.03.004

Kementerian Kesehatan RI. (2015). Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun


20152019. Pusat Komunikasi Publik. https://doi.org/351.077 Ind r

Nurlaeci. (2015). Latihan Progresif Fase I Rehabilitasi Jantung terhadap Tekanan Darah
dan Denyut Nadi pada Pasien Sindrom Koroner AKUT. Bandung: Fakultas
Keperawatan Unpad

Olson, Christina.A., & Thomas, J.A. (2017). Telehealth: No longer an idea for the future.
Advances in Pediatrics, 64, 347-370

O'Connell, S. (2014). Barriers to attending cardiac rehabilitation. Nursing Time, 15-17

Torri, A., Panzarino, C., Scaglione, A., Modica, M., Bordoni, B., Redaelli, R., … Ferratini,
M. (2018). Promotion of Home-Based Exercise Training as Secondary Prevention of
Coronary Heart Disease. 253–258. https://doi.org/10.1097/HCR.0000000000000316

Tenforde, A. S., Hefner, J. E., Kodish-Wachs, J. E., Iaccarino, M. A., & Paganoni, S.
(2017). Telehealth in Physical Medicine and Rehabilitation: A Narrative Review.
PM&R, 9(5), S51–S58. https://doi.org/10.1016/j.pmrj.2017.02.013

Wiweko, Budi., Zesario, Aulia., & Agung, P.G.(2016). Overview the development of tele
health and mobile health application in indonesia. IEEE. 16

25
Zhang, L., Zhang, L., Wang, J., Ding, F., & Zhang, S. (2017). Community health service
center-based cardiac rehabilitation in patients with coronary heart disease : a
prospective study. 1–8. https://doi.org/10.1186/s12913-017-2036-3

26

Anda mungkin juga menyukai