Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1
suatu bentuk kejahatan yang sangat sulit untuk diberantas dan sebagai salah satu
bentuk perbudakan modern dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia
Walaupun banyak regulasi yang mengatur mengenai tindak pidana perdagangan
(human trafficking) untuk anak, salah satunya Pasal 76F Undang-undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau
perdagangan Anak.”
Namun kenyataannya, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling
banyak diminati korban tindak pidana trafficking yang dijual untuk banyak tujuan
dari mulai prostitusi, PRT, sampai penjualan organ tubuh.
2
4. Untuk Mengetahui Larangan Bagi Narapidana
5. Untuk Mengetahui Penyebab Trafficking
6. Untuk Mengetahui Akibat Yang Ditimbulkan Trafficking
7. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Trafficking
8. Untuk Mengetahui Rentang Respon Trafficking
9. Untuk Mengetahui Pohon Masalah Trafficking
10. Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan Trafficking
11. Untuk Mengetahui Pencegahan Dan Penanggulangan Human Trafficking
12. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Trafficking
Dan Narapidana
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai konsep asuhan keperawatan pada anak
dengan trafficking dan narapidana.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya prodi keperawatan
universitas jambi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TRAFFICKING
3
2.1.1 Definisi Trafficking
Fenomena human trafficking (perdagangan manusia) merupakan salah
satu masalah kontemporer yang tengah mendapat perhatian serius.
Karakteristiknya bersifat represif dengan tujuan eksploitasi manusia
(individu atau kelompok). Luasnya pengaruh dan dampak ancaman yang
ditimbulkan, membuat isu human trafficking diklasifikasikan sebagai bentuk
kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) mendefenisikan
human traficcking sebagai tindakan perekrutan, penampungan,
pengangkutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang. Modus
sindikat perdagangan manusia termanifestasi dalam beragam bentuk yaitu
penculikan, penggunaan kekerasan, penyekapan, penipuan, pemalsuan,
penyalahgunaan kekuasaan, memberi bayaran hingga penjeratan utang.
Secara sederhana, perdagangan manusia dapat dipahami sebagai suatu
bentuk intimidasi terhadap nilai dan kebebasan hak-hak dasar manusia.
(Farhana 2010)
2.1.2 Penyebab
1. Kemiskinan
Masalah kemiskinan di Indonesia adalah fenomena sosial yang sampai
detik ini penanganannya dan solusinya yang secara konkrit belum ada. Hal
ini bukanlah persoalan yang baru bagi republik ini karena persoalan
kemiskinan adalah persoalan fenomena yang nampaknya menjadi bagian
dari kompleksnya berbagai persoalan di negeri ini. Dari berbagai macam
alasan dan penyebab kemiskinan yang timbul diantaranya minimnya
lapangan kerja, minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat akan dunia
ketenagakerjaan dan dunia usaha, juga persoalan faktor karena banyaknya
anggota keluarga yang tidak seimbang dengan penghasilan yang didapatnya,
jelas beberapa hal diatas sangat mempengaruhi akan adanya kemiskinan.
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan minimnya lapangan
pekerjaan, membuat masyarakat kita memutuskan untuk mencari sumber
4
penghidupan di luar negeri dengan menjadi imigran. Terlebih sejak masa
orde baru, transmigrasi ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah dan
dijalankan di bawah pengawasan Departemen Transmigrasi mulai awal
1980-an pemerintah memperluas program transmigrasi ini dengan
memasukkan program ekspor tenaga kerja secara besar-besaran ke negara-
negara lain seperti Arab Saudi, negara- negara Timur Tengah, Malaysia,
Singapura, Hongkong, Brunei, Taiwan, dan Jepang.
2. Rendahnya tingkat pendidikan
Dalam hal ini pendidikan dirasakan sangat memegang peranan
penting, disamping perlunya sebuah ijazah pendidikan yang sangat tinggi
sebagai suatu persyaratan pendidikan yang cukup membuat seseorang dapat
memperoleh wawasan yang luas dan pengetahuan yang cukup dibandingkan
dengan yang berpendidikan rendah, meskipun bukan jaminan namun dengan
modal tersebut seseorang tidak mudah ditipu atau lebih kecil
kemungkinannya untuk dapat dikelabuhi, terutama jika menyangkut soal
dokumen, karena telah mempunyai kemampuan untuk membaca dokumen
tersebut dan mempelajarinya, meskipun awam akan prosedur administrasi,
akan tetapi dapat meminimalisir adanya penipuan atau kecurangan.
Adanya fenomena masalah rendahnya tingkat pendidikan ini efek
negatifnya dalam hal migrasi ditandai atau dapat dilihat, dimana didalam
negeri sendiri saja banyak ijazah yang tidak laku, apabila hanya pada tingkat
lulusan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) atau SLTA
(Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) yang ijazahnya sering tidak laku untuk
dijadikan syarat suatu pekerjaan di tanah air, selain itu rendahnya tingkat
pendidikan terlebih lagi bila hanya pada lulusan SD/sederajat, bahkan lebih
parah lagi malah buta huruf karena tidak pernah mengenyam pendidikan
sama sekali, sehingga hal ini sangat rawan dengan terjadinya penipuan,
pemalsuan dokumen, dan akan lebih memudahkan menjebak dan menjerat
korban, sesuai dengan tujuan si pelaku untuk mengeksploitasi atau bahkan
memperdagangkan sesuai keinginannya atau sesuai dengan pesanan penadah
atau pihak yang berkepentingan dengan hal tersebut (eksploitasi dan
perdagangan).
5
3. Dipaksa dengan kekerasan
Ini lebih condongnya anarkis secara terang-terangan, beban psikologis
lebih membekas, lapisan yang lebih biadab yaitu ditampilkan pada korban
secara paksa mereka mengikuti perintah yang tidak sesuai dengan
perkembangan pada umumnya mereka, sedangkan perempuan kebanyakan
sebagai budak seks dalam gerakan pagar besi, mucikari, germo, majikan,
dan lain-lain.
4. Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tetang trafficking (perdagangan manusia), pada beberapa
waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual,
baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara.
Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi khususnya yang
dikaitkan dengan perempuan daan kegiatan industri seksual, ini baru mulai
menjadi perhatian masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun
terkhir ini. Kemungkinan terjadi daalam skala kecil, atau dalam suatu
kegiatan yang teroganisir dengan sangat rapi. Merupakan sebagian dari
alasan-alasan yang membuat berita-berita perdagangan ini belum menarik
media massa pada masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia,
Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan kemajuan di
berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di
berbagai aspek terebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan
sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perubahan dan kemudahan tersebut menjadi
konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk
pada perempuann dan anak, salah satunya adalah berkembangnya
perdagangan seks pada anak. (Kebendaan, 2017)
2.1.3 Akibat Yang Ditimbulkan
Banyak akibat yang mereka alami, korban tidak hanya hanya dalam
bentuk fisik seperti luka, cacat, atau meninggal saja tetapi bagi mereka yang
terkena pelecahan seksual atau kekerasan tetapi juga dari segi psikologis.
Tentu akan ada akibat pada mental mereka yang akan berpengaruh pada
kehidupan mereka.
6
Akibat psikologis merupakan luka permanen bagi korban perdagangan
manusia dari pada akibat yang ditimbulkan dalam hal fisik. Mereka
mengalami stress, trauma bahkan depresi setelah apa yang mereka alami.
Rasa takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan manusia. Ciri
lain yang tampak adalah korban terkadang berfikir untuk bunuh diri,
kepercayaan dan harga diri yang kurang, selalu merasa bersalah, merasa
takut, merasa ketakutan sering mimpi buruk, kehilangan harga diri. Akibat
psikologis yang terjadi pada korban trafficking, diantaranya adalah:
1. Trauma
Sebagian besar korban perdagangan manusia akan mengalami trauma dari
akibat kekerasan atau pengalaman yang tidak menyenangkan bagi mereka.
Trauma adalah : “The essence of trauma is that it overwhelms thevictim’s
psychological and biological coping mechanisms. This occurs when
internal and external resourcesare inadequate to cope with the external
threat.”
2. Pembatasan gerak
Yaitu kontrol yang dilakukan oleh para traffickers telah melampaui batas.
3. Multiple Trauma
Mengalami beberapa atau kronis peristiwa traumatis atau kasar telah
ditemukan memiliki efek yang lebihnegatif dari trauma tunggal. Sebuah
kecemasan korban dapat diungkap, karena banyak korban yang masih
menghadapi bahaya nyata terkait pengalaman perdagangan mereka bahkan
setelah terjadi eksploitasi.
4. Violence
Korban perdagangan pasti telah mengalami kekerasan baik sebelum dan
selama proses perdagangan. Kekerasan sebelum perdagangan terlihat pada
sebagian besar korban perdagangan untuk eksploitasi seksual.
5. Abuse
Hal ini biasanya digunakan oleh para traffickers bagi korban yang kurang
pengetahuaanya untuk dipengaruhi secara negatif agar mau melaksanakan
apa yang dia perintah.
6. Concurrent Symptoms
Setelah mengalami perdagangan sebagian besar wanita memiliki banyak
simultan masalah kesehatan fisik dan mental. Di antara korban
7
perdagangan gejala kesehatan fisik menyebabkan mereka merasa sakit dan
tidak nyaman. Beberapa gejala kesehatan mental mengalami lebih lama.
7. Physical symptoms
Kelelahan dan penurunan berat badan, gejala neurologis, dan
gastrointestinal adalah masalah yang paling sering dilaporkan. Banyak
korban perdagangan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk tidur karena
dipaksauntuk melakukan aktivitas terus-menerus. Kurang tidur kronis atau
berkepanjangan tidak hanya mempengaruhi kemampuan individu untuk
berkonsentrasi dan berpikir jernih, tetapi juga melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan kemampuan untuk menahan rasa sakit.
8. Post-traumatic stress disorder (PTSD)
PTSD adalah istilah yang menggambarkan gangguan kesehatan mental
yang disebabkan, sebagian, oleh satu atau lebih peristiwa traumatis.
Gangguan ini berlangsung dalam jangka waktu lama dalam gejala
psikologis yang parah dialami oleh mereka yang telah terkena pengalaman
yang telah memiliki efek traumatis pada mereka. Hampir semua orang
yang memiliki pengalaman traumatis akan memiliki perasaan shock, sedih
dan penyesuaian dan tidak semua orang yang mengalami peristiwa traumat
is akan menyebabkan PTSD. Karakteristik umum PTSD adalah
kecenderungan gejala menurun dari waktu ke waktu di sebagian orang.
Studi korban trafficking ( khususnya untuk eksploitasi seksual ) telah
menemukan bahwa korban menunjukkan banyak gejala PTSD. Pola
penurunan dalam gejala PTSD juga ditemukan dalam korban trafficking.
PTSD tercermin dalam studi tentang perdagangan orang adalah bahwa
beberapa korban masih memiliki beberapa gejala setelah perdagangan.
(Farhana 2010)
8
5. Korban terkadang berfikir untuk bunuh diri
6. Kepercayaan dan harga diri yang kurang\
7. Selalu merasa bersalah
8. Merasa takut
9. Merasa ketakutan sering mimpi buruk
10. Kehilangan harga diri. (Farhana 2010)
Isolasi Sosial
Core problem
2.2 NARAPIDANA
2.2.1 Pengertian Narapidana
Secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari
narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena
telahmelakukan suatu tindak pidana, sedangkan menurut kamus induk istilah
ilmiah menyatakan bahwa narapidana adalah orang hukuman atau
orangbuian. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
tercantum pada Pasal 1 angka 32, terpidana adalah seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa narapidana adalah terpidana
yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan, menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang di pidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa narapidana adalah
seseorang atau terpidana yang sebagian kemerdekaannya hilang sementara
dan sedang menjalani suatu hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.Sebelum
istilah narapidana digunakan, yang lazim dipakai adalah orang penjara atau
11
orang hukuman. Dalam Pasal 4 ayat (1) Gestichtenreglement (Reglemen
Penjara) Stbl. 1917 No. 708 disebutkanbahwa orang terpenjara adalah:
a. Orang hukuman yang menjalani hukuman penjara (Gevengenis
Straff) atau suatu status/keadaan dimana orang yang bersangkutan
berada dalam keadaan Gevangen atau tertangkap
b. Orang yang ditahan buat sementara;
c. Orang di sel
d. Sekalian orang-orang yang tidak menjalani hukuman orang-orang
hilang kemerdekaan (Vrijheidsstraaf) akan tetapi dimasukkan ke
penjara dengan sah
12
g. Melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul dalam
penyelenggaraan pembinaan narapidana, lebih khusus terhadap
masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan kamtib.
h. Menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian,
pencurian, dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas di antara
penghuni di dalam lapas.
i. Menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang diterima dan
seluruh sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pembinaan
narapidana.
j. Menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam lapas.
13
(9) Hak untuk mendapatkan pelayanan dokter umum dan dokter gigi
(10) Hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan membela
diri apabila dianggap indisipliner
(11) Tidak diperkenankan pengurungan pada sel gelap dan hukuman
badan
(12) Borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana
(13) Berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmi untuk
mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan
(14) Hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar
(15) Hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku-buku yang
bersifat mendidik
(16) Hak untuk mendapatkan pelayanan agama
(17) Hak untuk mendapatkan jaminan penyimpanan barang-barang
berharga
(18) Pemberitahuan kematian, sakit, dari anggota keluarga.
Hak narapidana juga telah dijabarkan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaan
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makananyang layak
e. Menyampaikan keluhan
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang
g. Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya
i. Mendapat pengurangan masa pidana (remisi)
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga
14
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undanganyang berlaku.
Pemerintah Indonesia yang batinnya menghormati dan mengikuti
HAM, komitmen terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM pada tahap
pelaksanaan putusan. Wujud komitmen tersebut adalah institusi Hakim
Pengawas dan Pengamat (WASMAT) sebagaimana yang telah diatur dalam
Pasal 277 sampai dengan Pasal 283 KUHAP, serta diundangkannya
Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 adalah kegiatan
untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan
sistem kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari
sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
15
g. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-
obatan lain yang berbahaya;
h. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol;
i. Melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi,
dan/atau alat elektronik lainnya;
j. Memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti
laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager,
dan sejenisnya;
k. Melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian;
l. Membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya;
m. Membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat
menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran;
n. Melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis,
terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, atau
tamu/pengunjung;
o. Mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat
menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban;
p. Membuat tato, memanjangkan rambut bagi Narapidana atau Tahanan
Laki-laki, membuat tindik, mengenakan anting, atau lainnya yang
sejenis;
q. Memasuki blok dan/atau kamar hunian lain tanpa izin Petugas
Pemasyarakatan;
r. Melakukan aktifitas yang dapat mengganggu atau membahayakan
keselamatan pribadi atau Narapidana, Tahanan, Petugas
Pemasyarakatan, pengunjung, atau tamu;
s. Melakukan perusakan terhadap fasilitas Lapas atau Rutan;
t. Melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;
u. Menyebarkan ajaran sesat; dan
16
v. Melakukanaktifitas lain yang dapat menimbulkan gangguan keamanan
dan ketertiban Lapas atau Rutan.
17
Konsep hak yang tidak dapat dikurangi (non-derogable rights) dan
hakyang dapat dikurangi (derogable rights).Dengan adanya konsep tersebut
pera nnegara menjadi sangat penting, yaitu boleh atau tidaknya negara
melakukancampur tangan dalam pemenuhannya, artinya terhadap beberapa
hak secaraabsolut tidak diperbolehkan adanya campur tangan, namun
terhadap beberapahak lainnya masih memungkinkan adanya campur tangan
negara dalam batastertentu. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasimanusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun”.
Pengertian dari konsep ini yaitu hak-hak yang boleh dikurangi
ataudibatasi pemenuhannya oleh negara. Hak-hak tersebut antara lain (Ifdal
Kasim,2001: xiii):
(1) Hak atas kebebasan berkumpul secara damai;
(2) Hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi
anggota serikat buruh; dan
(3) Hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi,
termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi
dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik
melalui lisan atau tulisan).
Pengurangan (pembatasan hak) tersebut hanya dapat dilakukan apabila
sebanding dengan ancaman yang akan muncul dan tidak bersifat
diskriminatif. Alasan-alasan yang dimungkinkan untuk melakukan
pembatasan diatur dalam beberapa peraturan baik nasional maupun
internasional.
Menurut prinsip- prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada
di bawah bentuk apapun atau pemenjaraan (Body of Principles for the
18
Protection of All Persons Under Any Form Detention or Imprisonment)
yang dikeluarkan oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB)
pada tanggal 9 Desember 1988 dengan Resolusi 43/173, tidak boleh ada
pembatasan atau pelanggaran terhadap setiap hak- hak asasi manusia dari
orang- orang yang berada di bawah bentuk penahanan atau pemenjaraan,
penangkapan, penahan, atau pemenjaraan harus diperlakukan dalam cara
yang manusiawi dan denganmenghormati martabat pribadi manusia yang
melekat.
19
a. Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung
maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda dari pada
lainnya.
b. Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari
hukum dan atau kebijakan merupakan bentuk dikriminasi walaupun
hal itu tidak di tujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, hak
kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripada
laki-laki.Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan
indikator diskriminasi berupa ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama,pendapat politik atau opini, nasionalitas atau
kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda, status kelahiran, terkait
seksual, umur, dan cacat tubuh.Semakin banyak yang memperluas
alasan diskriminasi lainnya hingga saat ini
iii. Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara
Prinsip ini digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu, menurut
hukum hak asasi internasional “suatu negara tidak boleh dengan sengaja
mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan.Negara diasumsikan
memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan
terpenuhinya hak-hak dan kebebasan.Untuk kebebasan berekspresi sebuah
negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit memberikan batasan, untuk
hak hidup negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif.Negara wajib
membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna
melindungi secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat
diterima oleh negara.
20
Binaan Pemasyarakatan yang tercantum pada Pasal 27 ayat (1) yakni setiap
LAPASmenyediakan bahan bacaan, media massa yang berupa media cetak
dan media elektronik.
a. Bahan Bacaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahan diartikan sebagai segala
sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk suatu tujuantertentu,
sedangkan arti dari bacaan sendiri adalah buku dan sebagainya 26. Bahan
bacaan digunakan hanya untuk memperkaya pengetahuan pembaca dalam
menambah pengetahuan dari segi rekreasi intelektual sertakhazanah
pengetahuan lainnya yang mendukung.Dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan
Menteri Dalam Negeri danOtonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Perpustakaan Desa/Kelurahan “Mendefinisikan bahan bacaan adalah semua
media cetak yang disediakan bagi masyarakat dalam bentuk buku, majalah,
tabloit, brosur, surat kabar, lelaflet dan bahan cetakan lainnya yang bersifat
informatif yang dapat dibaca, dipelajari dan memberi manfaat bagi
kehidupan masyarakat”.
Materi hak narapidana yang terdapat pada pedoman PBB mengenai
standar peraturan untuk perlakuan narapidana yang menjalani hukuman
(Standard Minimum Rules for the Treatment Prisoner) 31 Juli
1957menyebutkan bahwa narapidana berhak untuk mendapatkan bahan
bacaanberupa buku- buku yang bersifat mendidik
21
berdasarkan isi media dan sudut pandang. Media alternatif dapat disebut
sebagai media massa manakala menggunakan teknologi yang tepat yang
dapat menjangkau khalayak secara luas walaupun tidak sebesar media
mainstream. Berikutadalah beberapa pengertian media massa menurut ahli,
yaitu:
1) Dictionary of Media and Communications (2009)–media
massaadalah media (radio, televisi, buku, majalah, surat kabar,
periodik, laman atau websites) yang menjangkau khalayak luas.
2) Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick (2011)–media
massamerujuk pada berbagai bentuk komunikasi yang secara simultan
menjangkau sejumlah besar orang, termasuk namun tidak terbatas
pada radio, TV, surat kabar, majalah, billboards, film, rekaman, buku,
dan Internet.
3) Nickolas Luhmann (2000)–media massa adalah institusi
yangmenggunakan teknologi penggandaan untuk menyebarkan
komunikasi. Luhmann menekankan pada adanya aspek-aspek dalam
media massa, yaitu aspek efisien dan aspek ekonomis. Media adalah
segalanya yang dapat menyatukan jumlah produk secara luas kepada
kelompok sasaran yang tidak ditentukan.
4) John Durham Peters (2008)–Media massa sendiri dan informasi
yangdikirimkannya, walaupun dalam bentuk multimedia, harus dapat
diakses secara luas. Menurut Peters, terdapat 3 (tiga) dimensi kunci
yang membuat sebuah media menjadi media massa, yaitu tujuan,
ketersediaan, dan akses. Lebih lanjut Peters menyatakan bahwa media
massa tidak hanya ditujukan kepada khalayak massa namun
mengirimkan pesan kepada semua khalayak.
5) Walter Benjamin (1975)–media massa merupakan manifestasi
darikeinginan massa kontemporer untuk membawa berbagai hal
menjadi lebih dekat secara ruang maupun secara humanis
Media cetak merupakan media yang bersifat statis dan mengutamakan
pesan-pesan visual.Media ini terdiri dari lembaran kertas dengan sejumlah
22
kata, gambar, sejumlah foto dengan tata warna dan halaman. Media cetak
merupakan dokumen atas segala yang dikatakan orang lain, rekaman
peristiwa yang ditangkap oleh jurnalis dan diubahdalam bentuk kata-kata,
gambar, foto dan semacamnya untuk dijadikansebuah berita. Media
massa cetak secara rinci meliputi:
(a) Koran atau suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano);
(b) Tabloid (1/2 broadsheet);
(c) Majalah (1/2 tabloid atau kertas ukuran folio/kwarto);
(d) Buku (1/2 majalah);
(e) Newsletter (folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8);
(f) Buletin (1/2 majalah, jumlah halaman lazimnya 4-8).
Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan:
berita, opini, dan feature.Media elektronik adalah media yang menggunakan
elektronik atau elektromekanis. Sumber media elektronik yang familiar bagi
pengguna umum antara lain rekaman vidio, rekaman audio, presentasi
multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat berbentuk analog
maupun digital. Jenis media massa elektronik ini isinya disebarluaskan
melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi
elektro, seperti radio,televisi, dan film.
23
kembali kemasyarakat.Tercantum dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat (1)
dijelaskan bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (3) disebutkan Lembaga
Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan. Menurut Ramlf Atmasasmita, Rumah
Penjara dapat diartikan sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara dan pada
saat itu dibagi dalam beberapa bentuk antara lain:
1) Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang
sifatnya berat
2) Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana
diberikan pelajaran tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan
benda-benda dari kayu dengan mempergunakan ampelas.
Pembagian rumah penjara ketika itu erat kaitannya dengan kebiasaan
masyarakat pada saat itu dan dalam hal menempatkan para terpidana secara
terpisah sesuai dengan berat ringannya pidana yang harus mereka jalani di
rumah-rumah penjara manapun di dunia ini. Di Indonesia saat ini hal
demikian juga diikuti namun bentuk dan namanya tidak rumah penjara lagi
melainkan Lembaga Pemasyarakatan.Jadi dapat disimpulkan bahwa
Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah
untuk menampung kegiatan pembinaan bagi para narapidana, baik
pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat hidup
normal kembali dan dapat diterima di tengah-tengah masyarakat.
24
hukum baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang
menjalani pidana, tahun-tahun penting yang menjadi tonggak sejarah dunia
dalam upaya perbaikan tersebut .Pertama, tahun 1933 ketika The
International Penal dan PenitentaryCommision (IPPC), sebuah komisi
Internasional mengenai pidana dan pelaksanaan pidana itu pada tahap
merencanakan. Kedua, tahun 1934 dimana IPPC mulai mengajukan untuk
disetujui oleh The Asembly of The Leaque of Nation, yaitu rapat umum
organisasi bangsa-bangsa.Ketiga, tahun 1955 naskah IPPC yang diperbaiki
oleh sekretariat PBB disetujui oleh Kongres PBB, yang dijadikan Standart
Minimum Rules (SMR) dalam pembinaan napi. Keempat, tepatnya tanggal
31 Juli 1957 Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Resolusi No. 663C XXIV)
menyetujui dan menganjurkan pada pemerintahan dari setiap negara untuk
menerima dan menerapkannya.Upaya perbaikan di Indonesia juga tidak
berhenti disitu saja, diawali pada 5 Juli 1963 di Istana Negara RI ketika
Sahardjo, SH, Menteri Kehakiman mendapat anugerah gelar Doktor Honoris
Causa bidang hukum dengan pidatonya “Pohon Beringin Pengayoman”
dinyatakan bahwa tujuan dari pidana penjara adalah “Pemasyarakatan” dan
juga mengemukakan konsep tentang hukum nasional, yang digambarkan
sebuah “Pohon Beringin” untuk melambangkan “Tugas hukum ialah
memberi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara.
DR, Sahardjo, SH adalah seorang tokoh yang menancapkan tiang pancang
perubahan dalambidang pemasyarakatan.Struktur organisasi Lembaga
Pemasyarakatan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehakiman Rl
No. M-01.-PR.07.03 Tahun 1985 dalamPasal 4 ayat (1) diklasifikasikan
dalam 3 klas yaitu :
(1) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I
(2) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A
(3) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B
Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan
kegiatan kerja.Lembaga Pemasyarakatan menurut Departemen Hukum dan
25
HAM Rl adalah unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan yang
menampung, merawat dan membina narapidana.
26
e. Pendekatan dilakukan secara individual dan kelompok.
Tujuan pembinaan Narapidana selanjutnya dapat dikatakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para Narapidana dan
anak didik yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.
27
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai
arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina,
yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Suatu Sistem Pemasyarakatan pastilah mempunyai tujuan
danfungsi tersendiri, tujuan dari Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
b. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di
Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam
rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan
c. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para pihak
berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita
untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang
dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.
Sedangkan fungsi dari Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 3
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ialah untuk
menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara
sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.
28
2.2.13 Asas dalam Sistem Pemasyarakatan
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, sistem pembinaan terhadap narapidana harus dilaksanakan
berdasarkan asas:
(1) Pengayoman Perlakuan terhadap warga binaan dalam rangka
melindungi masyarakat dari terulangnya perbuatan pidana yang
dilakukan oleh warga binaan dengan cara memberikan pembinaan oleh
pihak Lapas.
(2) Persamaan Perlakuan dan Pelayanan Seluruh Warga Binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Diperlakukan dan dilayani tanpa membeda-bedakan
latar belakang warga binaan atau tanpa adanya diskriminasi.
(3) Pendidikan dan Pembimbingan Pelayanan Diberikannya pendidikan
dalam Lembaga Pemasyarakatan bagiwarga binaan untuk tetap
megasah kemampuan ilmu pengetahuannya meskipun kemerdekaannya
di rengut sementara waktu.
(4) Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia Dijelaskan sebagai bentuk
perlakuan kepada warga binaan yang dianggap orang yang “bersalah”,
tetapi tetap harus diperlakukan sebagai layaknya manusia pada
umumnya.
(5) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Yang
dimaksud bahwa Warga Binaan hanya ditempatkan sementara waktu di
Lembaga Pemasyarakatan untuk mendapatkan rehabilitasi dari negara
karena perbuatan yang dilakukan.
(6) Terjaminnya hak warga binaan untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang-orang tertentu.
29
pemidanaan mempunyai tujuan yang plural, yang merupakan gabungan dari
pandangan utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus
menimbulkan konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, keadilan tidak
boleh melalui pembebanan penderitaan yang patut diterima untuk tujuan
penderitaan itu sendiri dan pandangan retributivist yang menyatakan bahwa
keadilan dapat dicapai apabila tujuan yang theological tersebut dilakukan
dengan menggunakan ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, misalnya
bahwa penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran
yang selayaknya diperoleh pelaku tindak pidanaKajian terhadap tujuan
pemidanaan akan mengantarkan pada pemahaman tentang seberapa jauh
sanksi pidana relevan dan karenanya patutdipertahankan dalam sistem
hukum pidana. Mengenai tujuan pemidanaan dapat digolongkan dalam tiga
jenis teori, yaitu teori tujuan, teori pembalasan dan teori gabungan:
1. Teori Tujuan
Menurut teori ini suatu tindak kejahatan tidak harus diikuti dengan
suatu pidana, pemberian atau penjatuhan suatu pidana tidak hanya di lihat
dari masa lampau saja melainkan juga harus melihat ke masa depan. Teori
ini berprinsip penjatuhan pidana guna menyelenggarakan tertib masyarakat
yang bertujuan membentuk suatu prevensi kejahatan, Wujud pidana ini
berbeda-beda: menakutkan, memperbaiki, atau mebinasakan.
Salah satu kritikan yang paling mendasar dapat penulis perlihatkan
berdasarkan pendapat Dewey yang menyatakan: Banyak pelaku kejahatan
tidak mempertimbangkan hukuman. Terkadang karena mereka mengalami
sakit jiwa (feebleminded) atau berbuat dibawah tekanan emosi yang
berat.Terkadang ancaman hukuman itu menjadikan mereka seolah-olah
dibujuk. Banyak tahanan yang mengemukakan reaksi kejiwaaannya dikala
proses dari pelanggaran undang-undang. Semua ini memperlihatkan bahwa
sesungguhnya hanya sedikit yang mempertimbangkan undang-
undangpenghukuman.
2. Teori Pembalasan (Absolute)
30
Menurut teori ini suatu pidana akan dijatuhkan kepada seseorang yang
telah melakukan suatu kejahatan atau suatu tindak pidana, yang tidak lain
tujuan dari teori pembalasan (absolut) ini adalah untuk memberikan
kepuasan pihak korban dalam hal menuntut keadilan dengan cara
menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah
dilakukan.Imamanuel Kant memandang pidana adalah sebagai
“Kategorische Imperatif” dimana seseorang harus dipidana oleh Hakim
karena ia telah melakukan kejahatan sehingga pidana dapat menunjukan
suatu tuntutan keadilan, Tuntutan keadilan yang bersifat absolute ini dapat
dilihat pada pendapat Imamanuel Kant dalam bukunya “Philosophy of
Law”:
“Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk
mempromosikan tujuan atau kebaikan lain, baik bagi sipelaku itu sendiri
maupun bagi masyarakat tapi dalam semua hal harus dikenakan karena
orang yang bersangkutan telah melakukan sesuatu kejahatan”.
3. Teori Gabungan
Teori ini merupakan gabungan antara prinsip-prinsip dari teori tujuan
(relatif) dengan teori pembalasan (absolute).Tujuan pidana adalah selalu
membalas kesalahan yang telah dilakukan penjahat yang juga dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat dengan mewujudkan ketertiban umum, tetap
dengan ketentuan beratnya pidana tidak boleh melampaui batas pembalasan
yang adil.Teori gabungan ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, dan
VanList dengan pandangan sebagai berikut:
1) Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu
gejala masyarakat.
2) Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus
memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.
3) Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan
pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-
satunya sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri
31
akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi dengan upaya
sosialnya.
BAB III
ASKEP DAN KASUS
32
desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan
kegalauannya. Dari kampung mereka, Rawamangun di Palopo, gadis-gadis
sebaya ini berangkat ke Makassar., Menginap satu malam di sebuah hotel
dan bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik
kelab malam. Lalu berangkat dengan pesawat menuju Ambon pada
keesokan harinya. Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga
menggunakan system sel yang terputus-putus di satu daerah ke daerah lain.
Hampir serupa dengan cara sindikat narkoba beroperasi. Sehingga dari
Ambon, gadis-gadis Palopo ini bertemu dengan orang yang berbeda yang
membawa mereka ke Pulau Aru. Dan cerita sedih berkepanjangan dimulai
ketika mereka menginjakkan kaki di tempat kerja mereka. “Dia magang
untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani
tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim
mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,”
kata Ibu Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya. Bella dan
teman-temannya melihat perlakuan buruk kepada perempuan yang bekerja
disana.;Bukan hanya dari para pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki serta
pemilik tempat hiburan itu. “Mereka membuat perempuan menjadi
binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup
mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat
itu karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
“Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil dibawa pergi
daripulau dan tidak pernahkembali.” Cerita Bella hanyalah satu dari ribuan
kisah pilu perdagangan orang. Tersamarkan dengan berbagai modus yang
terus diperbaharui seiring dengan perkembangan jaman untuk menjerat
korbannya. Iming-iming gaji bulanan dengan jumlah fantastis masih sering
digunakan,tetapi para pemangsa mulai menggunakan media sosial untuk
menjerat targetnya. Dan sudah ada pula kasus-kasus dimana korban dijerat
melalui perjalanan umrah.
I. PENGKAJIAN
33
Nama Klp : Kelompok 3 Tg/ Jam MRS
Tgl/ Jam Pengkajian : No. RM
Sumber Data : Ny. S Ruangan/Kelas
Metode : No. Kamar
Alat/ Bahan :
Diagnosa Medis :
a. IDENTITAS
1. Nama : Nn. B
3. JenisKelamin : Perempuan
4. Pekerjaan : SPG
34
Bella pergi diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa
mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan kegalauannya.
6. Riwayat PenyakitDahulu :Tidak terdapat dalam kasus.
7. Persepsi Klien tentang status kesehatan dankesejahteraan
Tidak terdapat dalam kasus
8. Riwayat KesehatanKeluarga
Tidak terdapat dalam Kasus
9. Susunan Keluarga (Genogram)
Tidak terdapat dalam kasus
10. RiwayatAlergi
Tidak terdapat dalam kasus
d. POLA ELIMINASI
Tingkat Ansietas:
35
1. Role Peran : Konflik Peran
Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar.
Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia
disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca.
Bisa saya katakan separuh telanjang,”
2. Identity/IdentitasDiri : Merasa Terkekang dan Kurang
Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat
dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar. Ada ibu-ibu
yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang banyak,
anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
MasalahKeperawatan : Resiko Harga Diri Rendah
Pekerjaan : SPG
j. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI
o. TERAPI
36
II ANALISA DATA
Ruangan/Kamar :
No.RM :
37
hari dia disuruh memakai
pakaian seminim mungkin
dan dipajang di Ruang
kaca. Bisa saya
katakan separuh
telanjang,”
2. Menurut Ny. S“Mereka
membuat perempuan
menjadi binatang.
Menjerat dengan hutang
yang jelas-jelas tidak akan
sanggup mereka bayar
PRIORITAS MASALAH
NamaKlien : Nn. B
Ruangan/Kamar :
No.RM :
Tanggal
Masalah Keperawatan Paraf
o Ditemukan Teratasi
.
Proses Perubahan Keluarga
.
Resiko Harga Diri Rendah
.
38
III. Intervensi Keperawatan
PERENCANAAN
NO. DIAGNOSA
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1. Proses Perubahan Pasien dan Keluarga Setelah…..Pertemuan pasien 1. Pengkajian
Keluarga mampu: mampu:
a. Kaji Interaksi antara pasien
1. Memahami perubahan 1. Mengidentifikasi Pola
dan keluarga, waspada
dalam perankeluarga Koping
terhadap potensi perilaku
2. Berpartisipasi dalam proses
merusak
membuat keputusan tentang
b. Kaji Keterbatasan anak,
perawatan setelah rawatinap
dengan demikian dapat
3. Berfungsi untuk saling
mengakomodasi anakuntuk
memberikan dukungan
berpartisipasi dalam
kepada setiap anggota
aktivitassehari-hari
keluarga
2. IntervensiUmum
4. Mengidentifikasi cara untuk
a. Bina Hubungan Saling
berkoping lebihefektif
Percaya
46
b. Beri Kesempatan kepada
Keluarga sebagai Individu
dan Sebagai Kelompok
untuk saling berbagi tentang
perasaan yang mereka
pendam
c. Tekankan bahwa anggota
keluarga tidak bertanggung
jawab atas kebiasaan mabuk
anggota keluargalainnya.
d. Gali keyakinan keluarga
tentang situasi yang mereka
hadapi dan tujuanmereka.
e. Bicarakan tentang metode
tak efektif yang digunakan
keluarga
f. Bantu keluargamemahami
47
mengontrol kebiasaan
mabuk
g. Tekankan bahwa membantu
pencandu alcohol berarti
pertama- tama harus
membantu diri mereka
sendiri
h. Bicarakan dengan keluarga
bahwa, selama masa
pemulihan, dinamika
keluarga mereka akan
berubahdrastic.
i. Bicarakan tentang
kemungkingan kambuh dan
factorpenunjang
j. Bila terdapat diagnosis
keperawatan individu atau
keluarga tambahan,lihat
tindak penganiyaan anak
48
atau tindak kekerasan dalam
rumah tangga dibawah
diagnosis ketidakmampuan
koping keluarga
k. Lakukan penyuluhan
kesehatan mengenai sumber
daya komunitas dan lakukan
perujukan sesuaiindikasi.
3. Promosi Integritas Keluarga
49
tentang penyebab penyakit
50
p. Identifikasi Prioritas yang
bertentangan diantara
anggotakeluarga
4. Penyuluhan untuk Pasien/
Keluarga
a. Ajari keterampilan merawat
pasien yang diperlukan oleh
keluarga (misalnya,
manajemen waktu,
pengobatan)
b. Ajari keluarga perlunya
kerjasama dengan system
sekolah untuk menjamin
akses kesempatan
pendidikan yang sesuai
untuk penderita penyakit
kronis atau anak cacat.
5. AktivitasKolaboratif
51
a. Pelopori konferensi
multidisiplin perawatan
pasien, dengan melibatkan
pasien/ keluarga dalam
menyelesaikan masalah dan
fasilitasikomunikasi
b. Berikan perawatan
berkelanjutan dengan
mempertahankan
komunikasi yang efektif
antara anggota staf mrlalui
catatan keperawatan dan
rencanaperawatan
c. Anjurkan pelayanan
konsultasi social untuk
membantu keluarga
menentukan kebutuhan
pascahospitalisasi dan
52
identifikasi sumber
dukungan dikomunitas.
d. Promosi Integrasi keluarga
(NIC), rujuk untuk terapi
keluarga sesuaiindikasi.
54
Melatih kegiatan yang - Beri pujian yang realistis
sudah dipilih, sesuai dan hindarkan setiap kali
kemampuan bertemu dengan pasien
Merencanakan penilaian yangnegative.
kegiatan yangsudah Nilai kemampuan yang dapat
dilatihnya dilakukan saatini
- Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saatini
- Bantu pasien
menyebutkannya dan
memberi penguatan
terhadap kemampuan diri
yang diungkapkanpasien
- Perlihatkan respon yang
kondusif dan menjadi
pendengar yangaktif
Pilih kemampuan yang akan
55
- Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukansehari-hari
- Bantu pasien menetapkan
aktivitas mana yang dapat
pasien lakukansecara
mandiri
▪ Aktivitas yang
memerlukan bantuan
minimal darikeluarga
▪ Aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari
keluarga ataulingkungan
terdekatpasien
▪ Beri contoh pelaksanaan
aktivitas yangdapat
56
▪ Susun bersama pasien
aktivitas atau kegiatan
sehari-haripasien
Nilai kemampuan pertama
yang telahdipilih
57
- Beri kesempatan padapasien
untuk mencobakegiatan
- Beri pujian atas
aktivitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien
setiaphari
- Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi dan setiap
perubahan
- Susun daftar aktivitas yang
sudah dilatihkan bersama
pasien dankeluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivita
58
SP.2
(Tgl……………………………)
59
Keluarga mampu: Setelah……pertemuan keluarga SP.1 (Tgl…………………….)
Merawat pasien dengan mampu:
harga diri rendah di rumah Mengidentifikasi kemampuan Identifikasi masalah yang
dan menjadi system yang dimilikipasien dirasakan dalam merawat
pendukung yang efektif Menyediakan fasilitasuntuk pasien
bagi pasien pasien melakukankegiatan Jelaskan proses terjadinya
Membantu perkembangan
pasien
60
SP.2 (Tgl…………………….)
Evaluasi kemampuan SP.1
Menyusun RTL
keluarga/jadwal keluargauntuk
merawatpasien
SP. 3 (Tgl………………………)
▪ Evaluasi KemampuanKeluarga
▪ Evaluasi KemampuanPasien
▪ RTLKeluarga
- FollowUp
- Rujukan
61
3.2 ASKEP NARAPIDANA
62
c. Harga Diri Rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya
dengan ideal diri. (Gail. W. Stuart, 2007).
Tanda dan gejala dari HDR meliputi DS dan DO yaitu :
DS:
1. Mengejek dan mengkritik diri.
2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak
diri sendiri.
3. Menunda keputusan.
4. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk
mengakhiri hidup.
5. Perasaan tidak mampu.
6. Pandangan hidup yang pesimitis.
7. Tidak menerima pujian.
8. Penurunan produktivitas.
9. Penolakan tehadap kemampuan diri.
DO :
1. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi,
gangguan penggunaan zat.
2. Kurang memperhatikan perawatan diri.
3. Berpakaian tidak rapi.
4. Berkurang selera makan.
5. Tidak berani menatap lawan bicara.
6. Lebih banyak menunduk.
7. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
8. Merusak atau melukai orang lain.
9. Sulit bergaul.
10. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
11. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan
halusinasi.
Dalam HDR juga terdapat faktor predisposisi yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri
2. Faktor yang mempengaruhi peran.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
63
4. Faktor biologis
Faktor presipitasi dalam HDR yang mana stressor pencetus dapat berasal
dari internal dan eksternal, yaitu:
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi
yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai
frustasi.
Rentang Respon
d. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri,
64
2.1 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang,
3.1 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
4.1 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
5.1 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6.1 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang
yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Tindakan :
1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1.2 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
1.3 Utamakan memberi pujian yang realistis
1.4 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
d.1 Diskusikankemampuan dan aspek positif yang dimiliki
d.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan
65
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
2. Alasan Masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian.
3. Faktor Predisposisi
1) Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya.
2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah
66
3) Klien mempunyai pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
yaitu ketika sekolah selalu di bully.
4. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda – tanda vital
1.1 Tekanan darah : 130/80 mmHg
1.2 Nadi : 84 x/menit
1.3 Suhu : 36,5 ºC
1.4 Pernafasan : 26 x/menit
2) Ukuran
2.1 Tinggi badan : 169 cm
2.2 Berat badan : 62 Kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan fisik.
5. Psikososial
1) Konsep Diri
1.1 Citra Tubuh: Klien mengatakan bagian tubuh yang paling
disukai adalah mata karena bisa melihat.
1.2 Identitas: Klien mengatakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.
1.3 Peran: Klien mengatakan di dalam keluarganya atau
dirumah sebagai anak.
1.4 Ideal diri: Klien mengatakan merasa takut jika keluar dari
lapas
1.5 Harga diri: Klien mengatakan malu berhadapan langsung
dengan orang lain selain ibu dan adiknya,klien merasa
tidak pantas jika berada diantara orang lain, kurang
interaksi social karena statusnya sebagai narapidana.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
2) Hubungan Sosial
2.1 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya.
2.2 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien masuk
lapas sering keluyuran tidak jelas
3) Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi
selama di lapas pasien sering sholat.
67
4) Status Mental
4.1 Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut jarang
disisir, klien menggunakan baju yang disediakan di lapas.
4.2 Pembicaraan: Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan
dapat dipahami.
4.3 Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk, aktivitas
klien menyesuaikan.
4.4 Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika masa
tahanan nya sudah selesai karena takut tidak diterima oleh
masyarakat
4.5 Afek: Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat
4.6 Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang karena
menunduk,sesekali klien menengadah,selalu menjawab jika
ditanya.
4.7 Persepsi: Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
4.8 Pola Fikir: Tidak ada waham.
4.9 Tingkat kesadaran: Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat
pengkajian, hari jum’at tanggal 18 Februari 2019 jam 16.30
WIB,hari berikutnya juga klien sadar hari sabtu tanggal
19Februari 2019.
4.10 Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa
lalunya.
4.11 Tingkat konsentrasi dan berhitung: Klien berhitung lancar,
contoh 20 – 15= 5
4.12 Kemampuan Penilaian: Klien mampu menilai antara masuk
kamar setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien
memilih membereskan kursi.
4.13 Daya Tilik Diri: Klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah
sakit jiwa.
68
2) BAB / BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 4x sehari, mandiri.
3) Mandi
Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali mandi,
mandiri.
4) Berpakaian / berhias
Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
5) Istirahat dan Tidur
Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 WIB15.00 WIB,tidur
malam jam 20.00WIB 04.30 WIB.
6) Penggunaan obat
Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Haloperidol 2x5 mg,
trihexiperidine 2x2 mg.
7) Pemeliharaan Kesehatan
Klien sudah pernah periksa diRSJD Soedjarwadi Klaten tetapi
rawat jalan.
8) Kegiatan di Dalam Rumah
Klien dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah
7. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang
lain,lebih suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.
8. Masalah Psikososial dan Lingkungan
1) Masalah berhubungan dengan lingkungan: Klien menarik diri
dari lingkungan
2) Masalah dengan kesehatan (-)
3) Masalah dengan perumahan:Klien tinggal dengan kedua orang
tua dan 2 saudaranya.
4) Masalah dengan Ekonomi: Kebutuhan klien dipenuhi oleh
ibunya akan tetapi ekonomi keluarganya sulit.
69
9. Aspek Medik
1) Diagnosa Medis: Schizofrenia
2) Terapi
Haloperidol 2x5 mg
Trihexiperidine 2x2 mg
3) Masalah Keperawatan
1.1 Harga Diri Rendah
1.2 Menarik Diri
1.3 Koping Individu Tidak Efektif
4) Pohon Masalah
Menarik Diri
b. Analisa Data
No Data Etiologi Problem
70
Do :
o Klien tampak malu
saat berbicara
c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah b/d koping individu tidak efektif
d. Intervensi
No Dx.Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
71
Klien dapat mengungkapk sesuai
2. Gunakan tekhnik
mengenali dan an
komunikasi terapeutik
mengekspresik perasaannya
Klien mampu terbuka,
an emosinya
3. Bantu klien
mengenali
mengekspresikan
emosinya dan
perasaannya
dapat
4. Bantu klien
mengekspresi
mengidentifikasikan
kannya
situasi kehidupan yang
tidak berada dalam
kemampuan dan
mengontrolnya
5. Dorong untuk
menyatakan secara
verbal perasaan –
perasaan yang
berhubungan dengan
ketidak mampuannya.
72
TUK 3 Klien dapat 1. Diskusikan masalah
Klien dapat
mengidentifik yang dihadapi klien
memodifikasi
asi pemikiran dengan memintanya
pola kognitif
yang negatif untuk menyimpulkannya
yang negative Klien dpat 2. Identifikasi pemikiran
menurunkan negatif klien dan bantu
penilaian untuk menurunkan
yang melalui interupsi dan
negatifpada substitusi
3. Evaluasi ketetapan
dirinya.
persepsi logika dan
kesimpulan yang dibuat
klien
4. Kurangi penilaian klien
yang negatif terhadap
dirinya
5. Bantu klien menerima
nilai yang dimilikinya
atau perilakunya atau
perubahan yang terjadi
pada dirinya.
TUK 4 Klien 1. Libatkan klien dalam
Klien dapat
mampu menetapkan tujuan yang
berpartisipasi
menentukan ingin dicapai
dalam 2. Motivasi klien untuk
kebutuhan
mengambil membuat jadwal
untuk
keputusan yang aktivitas perawatan
perawatan
berkenan dirinya
pada dirinya
3. Berikan privasi sesuai
dengan Klien dapat
kebutuhan yang
perawatan berpartisipasi
ditentukan
73
dirinya dalam 4. Berikan reinsforcement
pengambilan posotif tentang
keputusan pencapaian kegiatan
yang telah sesuai dengan
keputusan yang
ditentukannya
74
jika bertemu dan
percaya jika
perawat akan
membantu masalah
yang dihadapi
19 Februari 2. Bina hubungan terapeutik S :
2019 dengan perawat dengan : Klien mau duduk
Jam 15.30 Pendekatan dengan baik
berdampingan dengan perawat
,menerima klien apa
O:
adanya
- Klien mampu berbincang –
Mengidentifikasi
bincang dengan perawat
perasaan danreaksi
-Klien mampu merespon tindakan
perawatan diri sendiri
perawat.
Menyediakan waktu
A : SP 2 tercapai
untuk bina hubungan
P:
yang sopan
Menberikan Lanjutkan SP 3 adakan
kesempatan untuk kontrak waktu
merespon pertemuan berikutnya.
75
positif Klien dapat mengungkapkan
Mendorong agar
perasaannya
berpenilaian positif
A : SP 3 teratasi sebagian
Membantu
P:
mengungkapkan
lanjutkan SP 1 keluarga
perasaannya
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Gangguan mental adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi. Salah satu
bentuk gangguan mental emosional adalah stres. Stres dapat dialami oleh semua
76
orang dalam rentang kehidupannya (Varcarolis, 2010), termasuk pada seorang yang
melakukan tindak pidana,tindakan kekeraasan dan bahkan korban dari tindakan
pidana ini.Menurut Yosep (2009) dan WHO (2016 ) mengatakan bahwa seseorang
yang terlibat dalam masalah hukum seperti menjadi narapidana merupakan salah satu
sumber stres yang dapat menyebabkan seseorang rentan mengalami masalah
kesehatan mental lainnya.
4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai
bagaimana peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa yang latar belakang masalahnya human trafficking dan
sebagai narapidana.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar program studi keperawatan universitas jambi menjadikan
makalah ini menjadi arsip prodi agar mahasiswa dapat membaca dan
menjadikan literature dalam mencari informasi mengenai asuhan keperawatan
pada anak dengan korban trafficking dan narapidana.
77
DAFTAR PUSTAKA
78
Panjaitan dan Simorangkir, 1995.LAPAS Dalam Prespektif Sistem
Peradilan Pidana. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Hl
http://erepo.unud.ac.id. Universitas Udayana. Hlm 3.Diakses pada 7
Januari 2018.
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung : Refika Aditama
Farhana. 2010 . Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta :
Sinar Grafika
Kebendaan, P. J. 2017. Telaah Yuridis Perkembangan Regulasi Dan Usaha
Pegadaian Sebagai Pranata Jaminan Kebendaan, 2(35).
https:doi.org/10.23920/jbmh.v2nl.7
79