Anda di halaman 1dari 72

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat kriminalitas tinggi, hal
tersebut dapat dilihat dari semakin meningkatnya jumlah Narapidana dalam
Lembaga Pemasyarakatan (LP). Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat dari Wakil
Kepala Badan Reserse.Kriminal Polri Jendral Polisi Saud Usman, menurutnya
jumlah kejahatan di tahun 2012 tepatnya sampai ahir November mencapai 316500
kasus. Jadi setiap 1 menit 31 detik terjadi satu tindak kejahatan
(Nasional.Kompas.com).
Pelbagai tindak kejahatan yang sering terjadi di masyarakat, misalnya
pencurian, perampokan, penipuan, pembunuhan, pemerkosaan, asusila, aniaya dan
lain sebagainya. Semua tindak kejahatan tersebut terjadi dikarenakan berbagai
macam faktor yang memengaruhinya, seperti keterpaksaan seseorang melakukan
tindak kejahatan. Tindak kejahatan yang terjadi tersebut harus mendapat ganjaran
yang setimpal atau seimbang, sehingga dengan demikian agar ketertiban,
ketentraman dan rasa keadilan di masyarakat dapat tercapai dengan baik.
Indonesia adalah Negara hukum. Pembicaraan mengenai anak dan
perlindungnya tidak akan pernah berhenti dalam sejarah kehidupan, karena anak
merupakan generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi
yang dipersiapkan sebagai pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dan
pemegang kendali masa depan suatu Negara, tidak terkecuali Indonesia.1 Oleh
karena itu, setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang,
berpartisipasi, kebebasan serta berhak atas perlindungan dari tindak pidana. Untuk
menjamin hak-hak anak tersebut, dibuatlah regulasi-regulasi sebagai landasan
yuridis bagi pelaksanaan perlindungan terhadap anak.
Namun akhir-akhir ini di Indonesia maupun di Negara lain terjadi peningkatan
pelanggaran HAM termasuk pelanggaran terhadap anak.4 Yaitu pelanggaran yang
dikenal dengan istilah “Human Trafficking”.5 Human trafficking merupakan salah

1
suatu bentuk kejahatan yang sangat sulit untuk diberantas dan sebagai salah satu
bentuk perbudakan modern dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia
Walaupun banyak regulasi yang mengatur mengenai tindak pidana perdagangan
(human trafficking) untuk anak, salah satunya Pasal 76F Undang-undang Nomor
35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang berbunyi:
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, dan/atau
perdagangan Anak.”
Namun kenyataannya, perempuan dan anak-anak adalah kelompok yang paling
banyak diminati korban tindak pidana trafficking yang dijual untuk banyak tujuan
dari mulai prostitusi, PRT, sampai penjualan organ tubuh.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan apa yang diuraikan dalam latar belakang masalah di atas, maka
penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk konflik sesama anggota Narapidana selama di dalam
Lembaga Pemasyarakatan dapat terjadi?
2. Bagaimana penyebab terjadinya konflik sesama anggota Narapidana selama
di dalam Lembaga Pemasyarakatan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak korban perdagangan
(Human trafficking)?
4. Apakah hambatan-hambatan dalam perlindungan hukum terhadap anak
korban perdagangan (human trafficking)?

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yag ingin dicapai oleh Penulis dalam penelitian ini yaitu
sebegai berikut:
1. Untuk Mengetahui Definisi Narapidana Dan Trafficking
2. Untuk Mengetahui Kewajiban Narapidana
3. Untuk Mengetahui Hak Narapidana

2
4. Untuk Mengetahui Larangan Bagi Narapidana
5. Untuk Mengetahui Penyebab Trafficking
6. Untuk Mengetahui Akibat Yang Ditimbulkan Trafficking
7. Untuk Mengetahui Tanda Dan Gejala Trafficking
8. Untuk Mengetahui Rentang Respon Trafficking
9. Untuk Mengetahui Pohon Masalah Trafficking
10. Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan Trafficking
11. Untuk Mengetahui Pencegahan Dan Penanggulangan Human Trafficking
12. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Trafficking
Dan Narapidana

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan materi atau referensi pembelajaran dan menambah
pengetahuan khususnya mengenai konsep asuhan keperawatan pada anak
dengan trafficking dan narapidana.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bagi institusi Pendidikan khususnya prodi keperawatan
universitas jambi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 TRAFFICKING

3
2.1.1 Definisi Trafficking
Fenomena human trafficking (perdagangan manusia) merupakan salah
satu masalah kontemporer yang tengah mendapat perhatian serius.
Karakteristiknya bersifat represif dengan tujuan eksploitasi manusia
(individu atau kelompok). Luasnya pengaruh dan dampak ancaman yang
ditimbulkan, membuat isu human trafficking diklasifikasikan sebagai bentuk
kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) mendefenisikan
human traficcking sebagai tindakan perekrutan, penampungan,
pengangkutan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang. Modus
sindikat perdagangan manusia termanifestasi dalam beragam bentuk yaitu
penculikan, penggunaan kekerasan, penyekapan, penipuan, pemalsuan,
penyalahgunaan kekuasaan, memberi bayaran hingga penjeratan utang.
Secara sederhana, perdagangan manusia dapat dipahami sebagai suatu
bentuk intimidasi terhadap nilai dan kebebasan hak-hak dasar manusia.
(Farhana 2010)

2.1.2 Penyebab
1. Kemiskinan
Masalah kemiskinan di Indonesia adalah fenomena sosial yang sampai
detik ini penanganannya dan solusinya yang secara konkrit belum ada. Hal
ini bukanlah persoalan yang baru bagi republik ini karena persoalan
kemiskinan adalah persoalan fenomena yang nampaknya menjadi bagian
dari kompleksnya berbagai persoalan di negeri ini. Dari berbagai macam
alasan dan penyebab kemiskinan yang timbul diantaranya minimnya
lapangan kerja, minimnya pengetahuan dan wawasan masyarakat akan dunia
ketenagakerjaan dan dunia usaha, juga persoalan faktor karena banyaknya
anggota keluarga yang tidak seimbang dengan penghasilan yang didapatnya,
jelas beberapa hal diatas sangat mempengaruhi akan adanya kemiskinan.
Semakin meningkatnya jumlah pengangguran dan minimnya lapangan
pekerjaan, membuat masyarakat kita memutuskan untuk mencari sumber
4
penghidupan di luar negeri dengan menjadi imigran. Terlebih sejak masa
orde baru, transmigrasi ditetapkan sebagai kebijakan pemerintah dan
dijalankan di bawah pengawasan Departemen Transmigrasi mulai awal
1980-an pemerintah memperluas program transmigrasi ini dengan
memasukkan program ekspor tenaga kerja secara besar-besaran ke negara-
negara lain seperti Arab Saudi, negara- negara Timur Tengah, Malaysia,
Singapura, Hongkong, Brunei, Taiwan, dan Jepang.
2. Rendahnya tingkat pendidikan
Dalam hal ini pendidikan dirasakan sangat memegang peranan
penting, disamping perlunya sebuah ijazah pendidikan yang sangat tinggi
sebagai suatu persyaratan pendidikan yang cukup membuat seseorang dapat
memperoleh wawasan yang luas dan pengetahuan yang cukup dibandingkan
dengan yang berpendidikan rendah, meskipun bukan jaminan namun dengan
modal tersebut seseorang tidak mudah ditipu atau lebih kecil
kemungkinannya untuk dapat dikelabuhi, terutama jika menyangkut soal
dokumen, karena telah mempunyai kemampuan untuk membaca dokumen
tersebut dan mempelajarinya, meskipun awam akan prosedur administrasi,
akan tetapi dapat meminimalisir adanya penipuan atau kecurangan.
Adanya fenomena masalah rendahnya tingkat pendidikan ini efek
negatifnya dalam hal migrasi ditandai atau dapat dilihat, dimana didalam
negeri sendiri saja banyak ijazah yang tidak laku, apabila hanya pada tingkat
lulusan pendidikan SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) atau SLTA
(Sekolah Lanjutan Tingkat Atas) yang ijazahnya sering tidak laku untuk
dijadikan syarat suatu pekerjaan di tanah air, selain itu rendahnya tingkat
pendidikan terlebih lagi bila hanya pada lulusan SD/sederajat, bahkan lebih
parah lagi malah buta huruf karena tidak pernah mengenyam pendidikan
sama sekali, sehingga hal ini sangat rawan dengan terjadinya penipuan,
pemalsuan dokumen, dan akan lebih memudahkan menjebak dan menjerat
korban, sesuai dengan tujuan si pelaku untuk mengeksploitasi atau bahkan
memperdagangkan sesuai keinginannya atau sesuai dengan pesanan penadah
atau pihak yang berkepentingan dengan hal tersebut (eksploitasi dan
perdagangan).

5
3. Dipaksa dengan kekerasan
Ini lebih condongnya anarkis secara terang-terangan, beban psikologis
lebih membekas, lapisan yang lebih biadab yaitu ditampilkan pada korban
secara paksa mereka mengikuti perintah yang tidak sesuai dengan
perkembangan pada umumnya mereka, sedangkan perempuan kebanyakan
sebagai budak seks dalam gerakan pagar besi, mucikari, germo, majikan,
dan lain-lain.
4. Pengaruh Globalisasi
Pemberitaan tetang trafficking (perdagangan manusia), pada beberapa
waktu terakhir ini di Indonesia semakin marak dan menjadi isu yang aktual,
baik dalam lingkup domistik maupun yang telah bersifat lintas batas negara.
Perdagangan manusia yang paling menonjol terjadi khususnya yang
dikaitkan dengan perempuan daan kegiatan industri seksual, ini baru mulai
menjadi perhatian masyarakat melalui media massa pada beberapa tahun
terkhir ini. Kemungkinan terjadi daalam skala kecil, atau dalam suatu
kegiatan yang teroganisir dengan sangat rapi. Merupakan sebagian dari
alasan-alasan yang membuat berita-berita perdagangan ini belum menarik
media massa pada masa lalu. Adapun pengaruh dari akibat globalisasi dunia,
Indonesia juga tidak dapat luput dari pengaruh keterbukaan dan kemajuan di
berbagai aspek teknologi, politik, ekonomi, dan sebagainya. Kemajuan di
berbagai aspek terebut membawa perubahan pula dalam segi-segi kehidupan
sosial dan budaya yang diacu oleh berbagai kemudahan informasi.
Dampak negatif dari perubahan dan kemudahan tersebut menjadi
konsekuensi bagi munculnya permasalahan-permasalahan sosial termasuk
pada perempuann dan anak, salah satunya adalah berkembangnya
perdagangan seks pada anak. (Kebendaan, 2017)
2.1.3 Akibat Yang Ditimbulkan
Banyak akibat yang mereka alami, korban tidak hanya hanya dalam
bentuk fisik seperti luka, cacat, atau meninggal saja tetapi bagi mereka yang
terkena pelecahan seksual atau kekerasan tetapi juga dari segi psikologis.
Tentu akan ada akibat pada mental mereka yang akan berpengaruh pada
kehidupan mereka.

6
Akibat psikologis merupakan luka permanen bagi korban perdagangan
manusia dari pada akibat yang ditimbulkan dalam hal fisik. Mereka
mengalami stress, trauma bahkan depresi setelah apa yang mereka alami.
Rasa takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan manusia. Ciri
lain yang tampak adalah korban terkadang berfikir untuk bunuh diri,
kepercayaan dan harga diri yang kurang, selalu merasa bersalah, merasa
takut, merasa ketakutan sering mimpi buruk, kehilangan harga diri. Akibat
psikologis yang terjadi pada korban trafficking, diantaranya adalah:
1. Trauma
Sebagian besar korban perdagangan manusia akan mengalami trauma dari
akibat kekerasan atau pengalaman yang tidak menyenangkan bagi mereka.
Trauma adalah : “The essence of trauma is that it overwhelms thevictim’s
psychological and biological coping mechanisms. This occurs when
internal and external resourcesare inadequate to cope with the external
threat.”
2. Pembatasan gerak
Yaitu kontrol yang dilakukan oleh para traffickers telah melampaui batas.
3. Multiple Trauma
Mengalami beberapa atau kronis peristiwa traumatis atau kasar telah
ditemukan memiliki efek yang lebihnegatif dari trauma tunggal. Sebuah
kecemasan korban dapat diungkap, karena banyak korban yang masih
menghadapi bahaya nyata terkait pengalaman perdagangan mereka bahkan
setelah terjadi eksploitasi.
4. Violence
Korban perdagangan pasti telah mengalami kekerasan baik sebelum dan
selama proses perdagangan. Kekerasan sebelum perdagangan terlihat pada
sebagian besar korban perdagangan untuk eksploitasi seksual.
5. Abuse
Hal ini biasanya digunakan oleh para traffickers bagi korban yang kurang
pengetahuaanya untuk dipengaruhi secara negatif agar mau melaksanakan
apa yang dia perintah.
6. Concurrent Symptoms
Setelah mengalami perdagangan sebagian besar wanita memiliki banyak
simultan masalah kesehatan fisik dan mental. Di antara korban

7
perdagangan gejala kesehatan fisik menyebabkan mereka merasa sakit dan
tidak nyaman. Beberapa gejala kesehatan mental mengalami lebih lama.
7. Physical symptoms
Kelelahan dan penurunan berat badan, gejala neurologis, dan
gastrointestinal adalah masalah yang paling sering dilaporkan. Banyak
korban perdagangan yang hanya memiliki sedikit waktu untuk tidur karena
dipaksauntuk melakukan aktivitas terus-menerus. Kurang tidur kronis atau
berkepanjangan tidak hanya mempengaruhi kemampuan individu untuk
berkonsentrasi dan berpikir jernih, tetapi juga melemahkan sistem
kekebalan tubuh dan kemampuan untuk menahan rasa sakit.
8. Post-traumatic stress disorder (PTSD)
PTSD adalah istilah yang menggambarkan gangguan kesehatan mental
yang disebabkan, sebagian, oleh satu atau lebih peristiwa traumatis.
Gangguan ini berlangsung dalam jangka waktu lama dalam gejala
psikologis yang parah dialami oleh mereka yang telah terkena pengalaman
yang telah memiliki efek traumatis pada mereka. Hampir semua orang
yang memiliki pengalaman traumatis akan memiliki perasaan shock, sedih
dan penyesuaian dan tidak semua orang yang mengalami peristiwa traumat
is akan menyebabkan PTSD. Karakteristik umum PTSD adalah
kecenderungan gejala menurun dari waktu ke waktu di sebagian orang.
Studi korban trafficking ( khususnya untuk eksploitasi seksual ) telah
menemukan bahwa korban menunjukkan banyak gejala PTSD. Pola
penurunan dalam gejala PTSD juga ditemukan dalam korban trafficking.
PTSD tercermin dalam studi tentang perdagangan orang adalah bahwa
beberapa korban masih memiliki beberapa gejala setelah perdagangan.
(Farhana 2010)

2.1.4 Tanda dan Gejala


Bagi korban trafficking mereka akan mengalami keadaan psikologis
berikut :
1. Stress
2. Trauma
3. Depresi
4. Rasa takut akan sering muncul pada diri korban perdagangan manusia.

8
5. Korban terkadang berfikir untuk bunuh diri
6. Kepercayaan dan harga diri yang kurang\
7. Selalu merasa bersalah
8. Merasa takut
9. Merasa ketakutan sering mimpi buruk
10. Kehilangan harga diri. (Farhana 2010)

2.1.5 Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Menyendiri Kesepian Manipulasi
Otonomi Menarik Diri Impulsif
Kebersamaan Ketergantungan Narkisisme
Saling Ketergantungan
(Damaiyanti, mukhripah dan iskandar. 2014

2.1.6 Pohon Masalah

Risiko Gangguan Persepsi


Sensori Halusinasi
Effect

Isolasi Sosial
Core problem

Harga Diri Rendah Kronik


Causa

(Damaiyanti, mukhripah dan iskandar. 2014)

2.1.7 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang diangkat adalah :
1. Isolasi Sosial
9
2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Risiko Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Damaiyanti, mukhripah
dan iskandar. 2014)
2.1.8 Pencegahan dan Penanggulangan Human Trafficking
Perdagangan orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak
kejahatan yang kompleks, tentunya memerlukan upaya penanganan yang
komprehensif dan terpadu.
Tidak hanya dibutuhkan pengetahuan dan keahlian professional,
namun juga pengumpulan dan pertukaran informasi, kerjasama yang
memadai baik sesame apparat penegak hokum seperti kepolisian, kejaksaan,
hakim maupun dengan pihak- pihak lain yang terkait yaitu lembaga
pemerintah (Kementrian terkait) dan lembaga non pemerintah (LSM) baik
local maupun internasional.
Semua pihak bisa saling bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai
dengankewenangan masing-masing dan kode etik instansi. Tidak hanya
perihal pencegahan, namun juga penanganan kasus dan perlindungan korban
semakin memberikan pembenaran bagi upaya pencegahan dan
penanggulangan perdagangan peremuan secara terpadu. Hal ini bertujuan
untuk memastikan agar korban mendapatkan ha katas perlindungan dalam
hukum.
Dalam konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum
dapat memaksimalkan jaringan kerjasama dengan sesama apparat penegak
hokum lainnya didalam suatu wilayah negara, untuk bertukar informasi dan
melakukan investigasi bersama. Kerjasama dengan apparat penegak hokum
di negara tujuan bisa dilakukan melalui pertukaran informasi, atau bahkan
melalui mutual legal assistance, bagi pencegahan dan penanggulangan
perdagangan perempuan lintas negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan
meminta dukungan ILO dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI)
yang melakukan Program Prevention of Child Trafficking for Labor and
Sexual Exploitation. Tujuan dari program ini adalah:
1. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai
10
Sekolah Menegah Atasuntuk memperluas angka partisipasi anak laki-
laki dan anak perempuan.
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan
setelah lulus sekolah dasar
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan
penghasilan
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan
untuk memfasilitasi usaha sendiri.
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan masyarakat terhadap
trafficking anak.

2.2 NARAPIDANA
2.2.1 Pengertian Narapidana
Secara bahasa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti dari
narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena
telahmelakukan suatu tindak pidana, sedangkan menurut kamus induk istilah
ilmiah menyatakan bahwa narapidana adalah orang hukuman atau
orangbuian. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
tercantum pada Pasal 1 angka 32, terpidana adalah seseorang yang dipidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan menjelaskan bahwa narapidana adalah terpidana
yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan, menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995 Tentang Pemasyarakatan, terpidana adalah seseorang yang di pidana
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa narapidana adalah
seseorang atau terpidana yang sebagian kemerdekaannya hilang sementara
dan sedang menjalani suatu hukuman di Lembaga Pemasyarakatan.Sebelum
istilah narapidana digunakan, yang lazim dipakai adalah orang penjara atau

11
orang hukuman. Dalam Pasal 4 ayat (1) Gestichtenreglement (Reglemen
Penjara) Stbl. 1917 No. 708 disebutkanbahwa orang terpenjara adalah:
a. Orang hukuman yang menjalani hukuman penjara (Gevengenis
Straff) atau suatu status/keadaan dimana orang yang bersangkutan
berada dalam keadaan Gevangen atau tertangkap
b. Orang yang ditahan buat sementara;
c. Orang di sel
d. Sekalian orang-orang yang tidak menjalani hukuman orang-orang
hilang kemerdekaan (Vrijheidsstraaf) akan tetapi dimasukkan ke
penjara dengan sah

2.2.2 Kewajiban Narapidana


Seorang narapidana yang sedang menjalani suatu hukuman di
Lembaga Pemasyarakatan karena telah melakukan suatu tindak pidana
mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan, kewajiban dari narapidana
ini tercantum pada Pasal 23 Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
Tentang Pemasyarakatan yakni:
a. Mengikuti program pembinaan yang meliputi kegiatan perawatan
jasmani dan rohani, serta kegiatan tertentu lainnya dengan tertib.
b. Mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
c. Mengikuti kegiatan latihan kerja yang dilaksanakan selama 7 (tujuh)
jam dalam sehari.
d. Mematuhi peraturan tata tertib lapas selama mengikuti program
kegiatan.
e. Memelihara sopan santun, bersikap hormat dan berlaku jujur dalam
segala perilakunya, baik terhadap sesama penghuni dan lebih khusus
terhadap seluruh petugas.
f. Menjaga keamanan dan ketertiban dalam hubungan interaksi sesama
penghuni.

12
g. Melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul dalam
penyelenggaraan pembinaan narapidana, lebih khusus terhadap
masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan kamtib.
h. Menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian,
pencurian, dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas di antara
penghuni di dalam lapas.
i. Menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang diterima dan
seluruh sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan pembinaan
narapidana.
j. Menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam lapas.

2.2.3 Hak Narapidana


Selain mempunyai kewajiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan,
seoorang narapidana juga mempunyai hak. Dalam kamus Bahasa Indonesia,
hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan,
kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu.
Seperti halnya manusia pada umumnya, seorang narapidana tetap
mempunyai hak yang sama meskipun sebagian dari hak-haknya sementara
dirampas oleh negara. Pedoman PBB mengenai Standard Minimum Rules
untuk perlakuan narapidana yang sedang menjalani hukuman (Standard
minimum Rules For The Treatment Of Prisoner, 31 Juli 1957), yang
meliputi:
(1) Buku register
(2) Pemisahan kategori narapidana
(3) Fasilitas akomodasi yang harus memiliki ventilasi
(4) Fasilitas sanitasi yang memadai
(5) Mendapatkan air serta perlengkapan toilet
(6) Pakaian dan tempat tidur yang layak
(7) Makanan yang sehat
(8) Hak untuk berolahraga diudara terbuka

13
(9) Hak untuk mendapatkan pelayanan dokter umum dan dokter gigi
(10) Hak untuk diperlakukan adil menurut peraturan dan membela
diri apabila dianggap indisipliner
(11) Tidak diperkenankan pengurungan pada sel gelap dan hukuman
badan
(12) Borgol dan jaket penjara tidak boleh dipergunakan narapidana
(13) Berhak mengetahui peraturan yang berlaku serta saluran resmi untuk
mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan
(14) Hak untuk berkomunikasi dengan dunia luar
(15) Hak untuk mendapatkan bahan bacaan berupa buku-buku yang
bersifat mendidik
(16) Hak untuk mendapatkan pelayanan agama
(17) Hak untuk mendapatkan jaminan penyimpanan barang-barang
berharga
(18) Pemberitahuan kematian, sakit, dari anggota keluarga.

Hak narapidana juga telah dijabarkan dalam pasal 14 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaan
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makananyang layak
e. Menyampaikan keluhan
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya yang tidak dilarang
g. Mendapat upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan
h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu
lainnya
i. Mendapat pengurangan masa pidana (remisi)
j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
keluarga

14
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undanganyang berlaku.
Pemerintah Indonesia yang batinnya menghormati dan mengikuti
HAM, komitmen terhadap perlindungan dan pemenuhan HAM pada tahap
pelaksanaan putusan. Wujud komitmen tersebut adalah institusi Hakim
Pengawas dan Pengamat (WASMAT) sebagaimana yang telah diatur dalam
Pasal 277 sampai dengan Pasal 283 KUHAP, serta diundangkannya
Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 adalah kegiatan
untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan
sistem kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari
sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

2.2.4 Larangan Bagi Narapidana


Dalam Peraturan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor
6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahahnan Negara disebutkan dalam Pasal 4 adanya beberapa larangan yang
tidak boleh dilakukan oleh narapidana, bahwa setiap narapidana atau
tahanan dilarang:
a. Mempunyai hubungan keuangan dengan Narapidana atau Tahanan lain
maupun dengan Petugas Pemasyarakatan;
b. Melakukan perbuatan asusila dan/atau penyimpangan seksual;
c. Melakukan upaya melarikan diri atau membantu pelarian;
d. Memasuki Steril Area atau tempat tertentu yang ditetapkan Kepala
Lapas atau Rutan tanpa izin dari Petugas pemasyarakatan yang
berwenang;
e. Melawan atau menghalangi Petugas Pemasyarakatan dalam
menjalankan tugas;
f. Membawa dan/atau menyimpan uang secara tidak sah dan barang
berharga lainnya;

15
g. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi narkotika dan/atau prekursor narkotika serta obat-
obatan lain yang berbahaya;
h. Menyimpan, membuat, membawa, mengedarkan, dan/atau
mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol;
i. Melengkapi kamar hunian dengan alat pendingin, kipas angin, televisi,
dan/atau alat elektronik lainnya;
j. Memiliki, membawa dan/atau menggunakan alat elektronik, seperti
laptop atau komputer, kamera, alat perekam, telepon genggam, pager,
dan sejenisnya;
k. Melakukan pemasangan instalasi listrik di dalam kamar hunian;
l. Membuat atau menyimpan senjata api, senjata tajam, atau sejenisnya;
m. Membawa dan/atau menyimpan barang-barang yang dapat
menimbulkan ledakan dan/atau kebakaran;
n. Melakukan tindakan kekerasan, baik kekerasan fisik maupun psikis,
terhadap sesama Narapidana, Tahanan, Petugas Pemasyarakatan, atau
tamu/pengunjung;
o. Mengeluarkan perkataan yang bersifat provokatif yang dapat
menimbulkan terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban;
p. Membuat tato, memanjangkan rambut bagi Narapidana atau Tahanan
Laki-laki, membuat tindik, mengenakan anting, atau lainnya yang
sejenis;
q. Memasuki blok dan/atau kamar hunian lain tanpa izin Petugas
Pemasyarakatan;
r. Melakukan aktifitas yang dapat mengganggu atau membahayakan
keselamatan pribadi atau Narapidana, Tahanan, Petugas
Pemasyarakatan, pengunjung, atau tamu;
s. Melakukan perusakan terhadap fasilitas Lapas atau Rutan;
t. Melakukan pencurian, pemerasan, perjudian, atau penipuan;
u. Menyebarkan ajaran sesat; dan

16
v. Melakukanaktifitas lain yang dapat menimbulkan gangguan keamanan
dan ketertiban Lapas atau Rutan.

2.2.5 Hak Asasi Manusia


Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, tercantum dalam Pasal 1 disebutkan bahwa:
“Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat
pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi,dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak
yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang
kodrati.Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat
mencabutnya.Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup
dan kehidupan manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas
dari dan dalam kehidupan manusia.Hakikat dari penghormatan dan
perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi manusia
secara utuh melalui aksi keseimbangan yaitu keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan
kepentingan umum.Konsep HAM memiliki dua pengertian dasar:
1) Hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut, yakni hak moral yang
berasal dari kemanusiaan setiap insan dan bertujuan untuk
menjamin marrtabat setiap manusia.
2) Hak menurut hukum, yang dibuat sesuai dengan proses pembuatan
hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun
internasional. Dasar dari hak ini adalah persetujuan orang yang
diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk pada
pada hak-hak itu dan tidak hanya tertib alamiah, yang merupakan
dasar dari arti yang pertamatersebut di atas.

17
Konsep hak yang tidak dapat dikurangi (non-derogable rights) dan
hakyang dapat dikurangi (derogable rights).Dengan adanya konsep tersebut
pera nnegara menjadi sangat penting, yaitu boleh atau tidaknya negara
melakukancampur tangan dalam pemenuhannya, artinya terhadap beberapa
hak secaraabsolut tidak diperbolehkan adanya campur tangan, namun
terhadap beberapahak lainnya masih memungkinkan adanya campur tangan
negara dalam batastertentu. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia:
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak
untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak
asasimanusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh
siapapun”.
Pengertian dari konsep ini yaitu hak-hak yang boleh dikurangi
ataudibatasi pemenuhannya oleh negara. Hak-hak tersebut antara lain (Ifdal
Kasim,2001: xiii):
(1) Hak atas kebebasan berkumpul secara damai;
(2) Hak atas kebebasan berserikat, termasuk membentuk dan menjadi
anggota serikat buruh; dan
(3) Hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi,
termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi
dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik
melalui lisan atau tulisan).
Pengurangan (pembatasan hak) tersebut hanya dapat dilakukan apabila
sebanding dengan ancaman yang akan muncul dan tidak bersifat
diskriminatif. Alasan-alasan yang dimungkinkan untuk melakukan
pembatasan diatur dalam beberapa peraturan baik nasional maupun
internasional.
Menurut prinsip- prinsip untuk perlindungan semua orang yang berada
di bawah bentuk apapun atau pemenjaraan (Body of Principles for the

18
Protection of All Persons Under Any Form Detention or Imprisonment)
yang dikeluarkan oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa- Bangsa (PBB)
pada tanggal 9 Desember 1988 dengan Resolusi 43/173, tidak boleh ada
pembatasan atau pelanggaran terhadap setiap hak- hak asasi manusia dari
orang- orang yang berada di bawah bentuk penahanan atau pemenjaraan,
penangkapan, penahan, atau pemenjaraan harus diperlakukan dalam cara
yang manusiawi dan denganmenghormati martabat pribadi manusia yang
melekat.

2.2.6 Prinsip Hak Asasi Manusia


Menurut Rhona K. M. Smith ada 3 (tiga) prinsip dalam Hak Asasi
Manusia, yaitu:
i. Prinsip Kesetaraan (Equality)
Kesetaraan dianggap sebagai prinsip hak asasi manusia yang sangat
fundamental, kesetaraan dimaknai sebagai perlakuan yang setara dimana
pada situasi atau keadaan yang sama harus diperlakukan dengan sama, dan
dimana pada situasi yang berbeda dengan sedikit perdebatandiperlakukan
secara berbeda. Kesetaraan dianggap sebagai persyaratan mutlak dalam
negara demokrasi, mulai dari kesetaraan dimata hukum, kesetaraan
kesempatan, kesetaraan akses dalam pendidikan, kesetaraan dalam
mengakses peradilan yang fair dan lainnya merupakan suatu hal yang
penting dalam hak asasi manusia.
ii. Prinsip Non-Diskriminasi (Non Discrimination)
Pelarangan terhadap diskriminasi atau non-driskiminasi adalah salah
satu bagian dari prinsip kesetaraan, jika semua orang setara dimata hukum,
setara untuk kesempatan, dan setara dalam mengakses peradilan yang fair
maka seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif. Pada dasarnya,
diskriminasi adalah kesengajaan perbedaan perlakuan dari perlakuan yang
seharusnya sama atau setara.Prinsip ini menjadi sangat penting dalam hak
asasi manusia, diskriminasi mempunyai 2 (dua) bentuk yaitu:

19
a. Diskriminasi langsung, yaitu ketika seseorang baik langsung
maupun tidak langsung diperlakukan secara berbeda dari pada
lainnya.
b. Diskriminasi tidak langsung, yaitu ketika dampak praktis dari
hukum dan atau kebijakan merupakan bentuk dikriminasi walaupun
hal itu tidak di tujukan untuk tujuan diskriminasi. Misalnya, hak
kehamilan jelas mempengaruhi lebih kepada perempuan daripada
laki-laki.Pemahaman diskriminasi kemudian meluas dengan
indikator diskriminasi berupa ras, warna kulit, jenis kelamin,
bahasa, agama,pendapat politik atau opini, nasionalitas atau
kebangsaan, kepemilikan atas suatu benda, status kelahiran, terkait
seksual, umur, dan cacat tubuh.Semakin banyak yang memperluas
alasan diskriminasi lainnya hingga saat ini
iii. Prinsip Kewajiban Positif Setiap Negara
Prinsip ini digunakan untuk melindungi hak-hak tertentu, menurut
hukum hak asasi internasional “suatu negara tidak boleh dengan sengaja
mengabaikan hak-hak dan kebebasan-kebebasan.Negara diasumsikan
memiliki kewajiban positif untuk melindungi secara aktif dan memastikan
terpenuhinya hak-hak dan kebebasan.Untuk kebebasan berekspresi sebuah
negara boleh memberikan kebebasan dan sedikit memberikan batasan, untuk
hak hidup negara tidak boleh menerima pendekatan yang pasif.Negara wajib
membuat suatu aturan hukum dan mengambil langkah-langkah guna
melindungi secara positif hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang dapat
diterima oleh negara.

2.2.7 Bahan Bacaan dan Siaran Media Massa


Berdasarkan isi dari Pasal 14 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Narapidana berhak mendapatkan
bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak
larangan. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

20
Binaan Pemasyarakatan yang tercantum pada Pasal 27 ayat (1) yakni setiap
LAPASmenyediakan bahan bacaan, media massa yang berupa media cetak
dan media elektronik.
a. Bahan Bacaan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahan diartikan sebagai segala
sesuatu yang dapat dipakai atau diperlukan untuk suatu tujuantertentu,
sedangkan arti dari bacaan sendiri adalah buku dan sebagainya 26. Bahan
bacaan digunakan hanya untuk memperkaya pengetahuan pembaca dalam
menambah pengetahuan dari segi rekreasi intelektual sertakhazanah
pengetahuan lainnya yang mendukung.Dalam Pasal 1 ayat (4) Peraturan
Menteri Dalam Negeri danOtonomi Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang
Perpustakaan Desa/Kelurahan “Mendefinisikan bahan bacaan adalah semua
media cetak yang disediakan bagi masyarakat dalam bentuk buku, majalah,
tabloit, brosur, surat kabar, lelaflet dan bahan cetakan lainnya yang bersifat
informatif yang dapat dibaca, dipelajari dan memberi manfaat bagi
kehidupan masyarakat”.
Materi hak narapidana yang terdapat pada pedoman PBB mengenai
standar peraturan untuk perlakuan narapidana yang menjalani hukuman
(Standard Minimum Rules for the Treatment Prisoner) 31 Juli
1957menyebutkan bahwa narapidana berhak untuk mendapatkan bahan
bacaanberupa buku- buku yang bersifat mendidik

b. Siaran Media Massa


Media adalah sebuah sarana komunikasi tempat dimana orang
mengirimkan dan menerima informasi. Sementara itu, yang dimaksud
dengan massa adalah sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi
untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Dengan
demikian, media massa merujuk pada suatu sarana alat komunikasi untuk
menerima informasi dan menyebarkan berita atau pesan untuk
masyarakatluas. Istilah media massa seringkali merujuk pada media
mainstream yang dapat dibedakan dari berbagai media alternatif

21
berdasarkan isi media dan sudut pandang. Media alternatif dapat disebut
sebagai media massa manakala menggunakan teknologi yang tepat yang
dapat menjangkau khalayak secara luas walaupun tidak sebesar media
mainstream. Berikutadalah beberapa pengertian media massa menurut ahli,
yaitu:
1) Dictionary of Media and Communications (2009)–media
massaadalah media (radio, televisi, buku, majalah, surat kabar,
periodik, laman atau websites) yang menjangkau khalayak luas.
2) Roger D. Wimmer dan Joseph R. Dominick (2011)–media
massamerujuk pada berbagai bentuk komunikasi yang secara simultan
menjangkau sejumlah besar orang, termasuk namun tidak terbatas
pada radio, TV, surat kabar, majalah, billboards, film, rekaman, buku,
dan Internet.
3) Nickolas Luhmann (2000)–media massa adalah institusi
yangmenggunakan teknologi penggandaan untuk menyebarkan
komunikasi. Luhmann menekankan pada adanya aspek-aspek dalam
media massa, yaitu aspek efisien dan aspek ekonomis. Media adalah
segalanya yang dapat menyatukan jumlah produk secara luas kepada
kelompok sasaran yang tidak ditentukan.
4) John Durham Peters (2008)–Media massa sendiri dan informasi
yangdikirimkannya, walaupun dalam bentuk multimedia, harus dapat
diakses secara luas. Menurut Peters, terdapat 3 (tiga) dimensi kunci
yang membuat sebuah media menjadi media massa, yaitu tujuan,
ketersediaan, dan akses. Lebih lanjut Peters menyatakan bahwa media
massa tidak hanya ditujukan kepada khalayak massa namun
mengirimkan pesan kepada semua khalayak.
5) Walter Benjamin (1975)–media massa merupakan manifestasi
darikeinginan massa kontemporer untuk membawa berbagai hal
menjadi lebih dekat secara ruang maupun secara humanis
Media cetak merupakan media yang bersifat statis dan mengutamakan
pesan-pesan visual.Media ini terdiri dari lembaran kertas dengan sejumlah

22
kata, gambar, sejumlah foto dengan tata warna dan halaman. Media cetak
merupakan dokumen atas segala yang dikatakan orang lain, rekaman
peristiwa yang ditangkap oleh jurnalis dan diubahdalam bentuk kata-kata,
gambar, foto dan semacamnya untuk dijadikansebuah berita. Media
massa cetak secara rinci meliputi:
(a) Koran atau suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano);
(b) Tabloid (1/2 broadsheet);
(c) Majalah (1/2 tabloid atau kertas ukuran folio/kwarto);
(d) Buku (1/2 majalah);
(e) Newsletter (folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8);
(f) Buletin (1/2 majalah, jumlah halaman lazimnya 4-8).
Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan:
berita, opini, dan feature.Media elektronik adalah media yang menggunakan
elektronik atau elektromekanis. Sumber media elektronik yang familiar bagi
pengguna umum antara lain rekaman vidio, rekaman audio, presentasi
multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat berbentuk analog
maupun digital. Jenis media massa elektronik ini isinya disebarluaskan
melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi
elektro, seperti radio,televisi, dan film.

2.2.8 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian lembaga
pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu
penyelidikan atau usaha.
b. Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan
yang keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan
Departemen Hukum dan HAM, yang berkaitan dengan
pertolongan bantuan atau tutuntan kepada hukuman/bekas
tahanan, termasuk bekas terdakwa atau yang dalam tindak pidana
diajukan kedepan pengadilan dan dinyatakan ikut terlibat, untuk

23
kembali kemasyarakat.Tercantum dalam Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Pasal 1 ayat (1)
dijelaskan bahwa Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk
melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang
merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata
peradilan pidana.
Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (3) disebutkan Lembaga
Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana
dan Anak Didik Pemasyarakatan. Menurut Ramlf Atmasasmita, Rumah
Penjara dapat diartikan sebagai tempat pelaksanaan pidana penjara dan pada
saat itu dibagi dalam beberapa bentuk antara lain:
1) Tuchtuis adalah rumah penjara untuk menjalankan pidana yang
sifatnya berat
2) Rasphuis adalah rumah penjara dimana kepada para terpidana
diberikan pelajaran tentang bagaimana caranya melicinkan permukaan
benda-benda dari kayu dengan mempergunakan ampelas.
Pembagian rumah penjara ketika itu erat kaitannya dengan kebiasaan
masyarakat pada saat itu dan dalam hal menempatkan para terpidana secara
terpisah sesuai dengan berat ringannya pidana yang harus mereka jalani di
rumah-rumah penjara manapun di dunia ini. Di Indonesia saat ini hal
demikian juga diikuti namun bentuk dan namanya tidak rumah penjara lagi
melainkan Lembaga Pemasyarakatan.Jadi dapat disimpulkan bahwa
Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah
untuk menampung kegiatan pembinaan bagi para narapidana, baik
pembinaan secara fisik maupun pembinaan secara rohaniah agar dapat hidup
normal kembali dan dapat diterima di tengah-tengah masyarakat.

2.2.9 Sejarah Pemasyarakatan


Sejak bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17
Agustus1945 yang itu tentu dalam upaya perbaikan terhadap pelanggar

24
hukum baik yang berada dalam penahanan sementara maupun yang sedang
menjalani pidana, tahun-tahun penting yang menjadi tonggak sejarah dunia
dalam upaya perbaikan tersebut .Pertama, tahun 1933 ketika The
International Penal dan PenitentaryCommision (IPPC), sebuah komisi
Internasional mengenai pidana dan pelaksanaan pidana itu pada tahap
merencanakan. Kedua, tahun 1934 dimana IPPC mulai mengajukan untuk
disetujui oleh The Asembly of The Leaque of Nation, yaitu rapat umum
organisasi bangsa-bangsa.Ketiga, tahun 1955 naskah IPPC yang diperbaiki
oleh sekretariat PBB disetujui oleh Kongres PBB, yang dijadikan Standart
Minimum Rules (SMR) dalam pembinaan napi. Keempat, tepatnya tanggal
31 Juli 1957 Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Resolusi No. 663C XXIV)
menyetujui dan menganjurkan pada pemerintahan dari setiap negara untuk
menerima dan menerapkannya.Upaya perbaikan di Indonesia juga tidak
berhenti disitu saja, diawali pada 5 Juli 1963 di Istana Negara RI ketika
Sahardjo, SH, Menteri Kehakiman mendapat anugerah gelar Doktor Honoris
Causa bidang hukum dengan pidatonya “Pohon Beringin Pengayoman”
dinyatakan bahwa tujuan dari pidana penjara adalah “Pemasyarakatan” dan
juga mengemukakan konsep tentang hukum nasional, yang digambarkan
sebuah “Pohon Beringin” untuk melambangkan “Tugas hukum ialah
memberi pengayoman agar cita-cita luhur bangsa tercapai dan terpelihara.
DR, Sahardjo, SH adalah seorang tokoh yang menancapkan tiang pancang
perubahan dalambidang pemasyarakatan.Struktur organisasi Lembaga
Pemasyarakatan berdasarkan pada Surat Keputusan Menteri Kehakiman Rl
No. M-01.-PR.07.03 Tahun 1985 dalamPasal 4 ayat (1) diklasifikasikan
dalam 3 klas yaitu :
(1) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I
(2) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A
(3) Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II B
Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan
kegiatan kerja.Lembaga Pemasyarakatan menurut Departemen Hukum dan

25
HAM Rl adalah unit pelaksana teknis (UPT) pemasyarakatan yang
menampung, merawat dan membina narapidana.

2.2.10 Pengertian dan Tujuan Pembinaan


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan tercantum
pada Pasal 1 ayat (1), Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan
kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan
perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan.Pengertian pembinaan secara umum adalah suatu
proses penggunaan manusia, peralatan, uang, waktu, metode, dan sistem
yang didasarkan pada prinsip tertentu untuk usaha mencapai tujuan yang
telah ditentukan dengan daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
Pengertian lain daripada “pembinaan” adalah segala usaha atau tindakan
yang berhubungan langsung dengan perencanaan, penyusunan,
pembangunan atau pengembangan, pengarahan, penggunaan serta
pengendalian sesuatu secara berdaya guna danberhasil guna.
Menurut Sudarto konsep Pemasyarakatan pada prinsipnya
menyatakan, “Pemasyarakatan ialah “suatu proses pembinaan untuk
mengembalikan kesatuan hidup dari terpidana”.
Pembinaan narapidana di dalam Lembaga Pemasyarakatan menurut
Tim Peneliti Puslitbang Departemen Kehakiman dan HAM RI2003
dilaksanakan dengan metode atau cara sebagai berikut:
a. Pembinaan interaksi langsung yang bersifat kekeluargaaan antara
petugas pembina dan narapidana.
b. Pembinaan yang bersifat persuasif yang ditujukan untuk memperbaiki
pola tingkah laku melalui contoh-contoh dan keteladanan.
c. Menempatkan narapidana sebagai manusia yang memiliki potensi dan
harga diri dengan hak dan kewajiban yang sama dengan manusia
lainnya.
d. Pembinaan dilaksanakan berencana, terusmenerus dan sistematis.

26
e. Pendekatan dilakukan secara individual dan kelompok.
Tujuan pembinaan Narapidana selanjutnya dapat dikatakan untuk
memperbaiki dan meningkatkan akhlak (budi pekerti) para Narapidana dan
anak didik yang berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

2.2.11 Prinsip Pembinaan Pemasyarakatan


Terdapat 10 (sepuluh) prinsip pembinaan terhadap narapidana
diIndonesia yakni:
1) Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan
perannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna;
2) Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara;
3) Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertaubat;
4) Negara tidak berhak membuat mereka lebih buruk atau jahat dari pada
sebelum dijatuhi hukuman pidana;
5) Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak
didik harus dikenalkan dengan dan tidak boleh diasingkan dari
masyarakat;
6) Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak
boleh bersifat pengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan
untuk memenuhi kebutuhan harus satu dengan pekerjaan di
masyarakat dan menjunjung usaha peningkatan produksi;
7) Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana dan anak
didik harus berdasarkan pancasila;
8) Narapidana dan anak didik sebagai orang-orang yang tersesat adalah
manusia, dan mereka harus diperlakukan sebagai manusia;
9) Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan
sebagai satu-satunya derita yang dialaminya;
10) Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi
rehabilitatif, korektif, dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan.

2.2.12 Tujuan dan Fungsi Pemasyarakatan

27
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai
arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan
berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina,
yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan
Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Suatu Sistem Pemasyarakatan pastilah mempunyai tujuan
danfungsi tersendiri, tujuan dari Pemasyarakatan adalah sebagai berikut:
a. Membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
b. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan yang ditahan di
Rumah Tahanan Negara dan Cabang Rumah Tahanan Negara dalam
rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan
c. Memberikan jaminan perlindungan hak asasi tahanan / para pihak
berperkara serta keselamatan dan keamanan benda-benda yang disita
untuk keperluan barang bukti pada tingkat penyidikan, penuntutan,
dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta benda-benda yang
dinyatakan dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.
Sedangkan fungsi dari Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 3
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan ialah untuk
menyiapkan Warga Binaan Pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara
sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota
masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

28
2.2.13 Asas dalam Sistem Pemasyarakatan
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan, sistem pembinaan terhadap narapidana harus dilaksanakan
berdasarkan asas:
(1) Pengayoman Perlakuan terhadap warga binaan dalam rangka
melindungi masyarakat dari terulangnya perbuatan pidana yang
dilakukan oleh warga binaan dengan cara memberikan pembinaan oleh
pihak Lapas.
(2) Persamaan Perlakuan dan Pelayanan Seluruh Warga Binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Diperlakukan dan dilayani tanpa membeda-bedakan
latar belakang warga binaan atau tanpa adanya diskriminasi.
(3) Pendidikan dan Pembimbingan Pelayanan Diberikannya pendidikan
dalam Lembaga Pemasyarakatan bagiwarga binaan untuk tetap
megasah kemampuan ilmu pengetahuannya meskipun kemerdekaannya
di rengut sementara waktu.
(4) Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia Dijelaskan sebagai bentuk
perlakuan kepada warga binaan yang dianggap orang yang “bersalah”,
tetapi tetap harus diperlakukan sebagai layaknya manusia pada
umumnya.
(5) Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan Yang
dimaksud bahwa Warga Binaan hanya ditempatkan sementara waktu di
Lembaga Pemasyarakatan untuk mendapatkan rehabilitasi dari negara
karena perbuatan yang dilakukan.
(6) Terjaminnya hak warga binaan untuk tetap berhubungan dengan
keluarga dan orang-orang tertentu.

2.2.14 Teori Pemidanaan


Muladi mengistilahkan teori tujuan sebagai teleological theories dan
teori gabungan disebut sebagai pandangan integratif di dalam tujuan
pemidanaan (theological retributivism) yang beranggapan bahwa

29
pemidanaan mempunyai tujuan yang plural, yang merupakan gabungan dari
pandangan utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus
menimbulkan konsekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan, keadilan tidak
boleh melalui pembebanan penderitaan yang patut diterima untuk tujuan
penderitaan itu sendiri dan pandangan retributivist yang menyatakan bahwa
keadilan dapat dicapai apabila tujuan yang theological tersebut dilakukan
dengan menggunakan ukuran berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, misalnya
bahwa penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran
yang selayaknya diperoleh pelaku tindak pidanaKajian terhadap tujuan
pemidanaan akan mengantarkan pada pemahaman tentang seberapa jauh
sanksi pidana relevan dan karenanya patutdipertahankan dalam sistem
hukum pidana. Mengenai tujuan pemidanaan dapat digolongkan dalam tiga
jenis teori, yaitu teori tujuan, teori pembalasan dan teori gabungan:
1. Teori Tujuan
Menurut teori ini suatu tindak kejahatan tidak harus diikuti dengan
suatu pidana, pemberian atau penjatuhan suatu pidana tidak hanya di lihat
dari masa lampau saja melainkan juga harus melihat ke masa depan. Teori
ini berprinsip penjatuhan pidana guna menyelenggarakan tertib masyarakat
yang bertujuan membentuk suatu prevensi kejahatan, Wujud pidana ini
berbeda-beda: menakutkan, memperbaiki, atau mebinasakan.
Salah satu kritikan yang paling mendasar dapat penulis perlihatkan
berdasarkan pendapat Dewey yang menyatakan: Banyak pelaku kejahatan
tidak mempertimbangkan hukuman. Terkadang karena mereka mengalami
sakit jiwa (feebleminded) atau berbuat dibawah tekanan emosi yang
berat.Terkadang ancaman hukuman itu menjadikan mereka seolah-olah
dibujuk. Banyak tahanan yang mengemukakan reaksi kejiwaaannya dikala
proses dari pelanggaran undang-undang. Semua ini memperlihatkan bahwa
sesungguhnya hanya sedikit yang mempertimbangkan undang-
undangpenghukuman.
2. Teori Pembalasan (Absolute)

30
Menurut teori ini suatu pidana akan dijatuhkan kepada seseorang yang
telah melakukan suatu kejahatan atau suatu tindak pidana, yang tidak lain
tujuan dari teori pembalasan (absolut) ini adalah untuk memberikan
kepuasan pihak korban dalam hal menuntut keadilan dengan cara
menjatuhkan pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah
dilakukan.Imamanuel Kant memandang pidana adalah sebagai
“Kategorische Imperatif” dimana seseorang harus dipidana oleh Hakim
karena ia telah melakukan kejahatan sehingga pidana dapat menunjukan
suatu tuntutan keadilan, Tuntutan keadilan yang bersifat absolute ini dapat
dilihat pada pendapat Imamanuel Kant dalam bukunya “Philosophy of
Law”:
“Pidana tidak pernah dilaksanakan semata-mata sebagai sarana untuk
mempromosikan tujuan atau kebaikan lain, baik bagi sipelaku itu sendiri
maupun bagi masyarakat tapi dalam semua hal harus dikenakan karena
orang yang bersangkutan telah melakukan sesuatu kejahatan”.
3. Teori Gabungan
Teori ini merupakan gabungan antara prinsip-prinsip dari teori tujuan
(relatif) dengan teori pembalasan (absolute).Tujuan pidana adalah selalu
membalas kesalahan yang telah dilakukan penjahat yang juga dimaksudkan
untuk melindungi masyarakat dengan mewujudkan ketertiban umum, tetap
dengan ketentuan beratnya pidana tidak boleh melampaui batas pembalasan
yang adil.Teori gabungan ini diperkenalkan oleh Prins, Van Hammel, dan
VanList dengan pandangan sebagai berikut:
1) Tujuan terpenting pidana adalah membrantas kejahatan sebagai suatu
gejala masyarakat.
2) Ilmu hukum pidana dan perundang-undangan pidana harus
memperhatikan hasil studi antropologi dan sosiologis.
3) Pidana ialah suatu dari yang paling efektif yang dapat digunakan
pemerintah untuk memberantas kejahatan. Pidana bukanlah satu-
satunya sarana, oleh karena itu pidana tidak boleh digunakan tersendiri

31
akan tetapi harus digunakan dalam bentuk kombinasi dengan upaya
sosialnya.

BAB III
ASKEP DAN KASUS

3.1 ASKEP TRAFFICKING


KASUS :
Suara Ibu Sulis terdengar geram ketika bercerita mengenai apa yang
terjadi pada salah satu putrinya, yang menjadi korban – dan pada akhirnya
penyintas – perdagangan orang pada akhir 2013.“Tidak bisa saya bayangkan
ketakutannya., Dia jauh dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia
melihat semuanya., Dia seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali
mendengar suaranya (melalui telepon) setelah sekian lama tidak
berhubungan,” kata Ibu Sulis berapi-api.“Keluarga kami broken home.
Anak-anak melihat orang tua tidak akur. Mungkin itu yang menyebabkan
dia memutuskan pergi,” jelas Ibu Sulis yang berasal dari Palopo, Sulawesi
Selatan.“Anak saya mungkin frustasi dan tidak tahan kondisi keluarga
kami,”tegas ibu Sulis, 45tahun.Bella yang lahir pada tahun 1995, menurut
ibunya, tergoda dengan iming- iming gaji Rp 10 juta per bulan sebagai SPG.
Dia mendapat tawaran dari teman masa kecilnya yang memang sudah lebih
dulu bekerja di Dobo, kota kecil di Kepulauan Aru di Maluku. Bersama
dengan teman lama dan sahabatnya, Bella pergi diam-diam meninggalkan

32
desa dan merasa bahwa mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan
kegalauannya. Dari kampung mereka, Rawamangun di Palopo, gadis-gadis
sebaya ini berangkat ke Makassar., Menginap satu malam di sebuah hotel
dan bertemu dengan calon pemberi pekerjaan, yang ternyata adalah pemilik
kelab malam. Lalu berangkat dengan pesawat menuju Ambon pada
keesokan harinya. Para pelaku praktek perdagangan orang ini diduga
menggunakan system sel yang terputus-putus di satu daerah ke daerah lain.
Hampir serupa dengan cara sindikat narkoba beroperasi. Sehingga dari
Ambon, gadis-gadis Palopo ini bertemu dengan orang yang berbeda yang
membawa mereka ke Pulau Aru. Dan cerita sedih berkepanjangan dimulai
ketika mereka menginjakkan kaki di tempat kerja mereka. “Dia magang
untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar. Selama itu dia kerja melayani
tamu, menemani minum. Setiap hari dia disuruh memakai pakaian seminim
mungkin dan dipajang di ruang kaca. Bisa saya katakan separuh telanjang,”
kata Ibu Sulis menceritakan apa yang dia dengar dari anaknya. Bella dan
teman-temannya melihat perlakuan buruk kepada perempuan yang bekerja
disana.;Bukan hanya dari para pelanggan tetapi juga pekerja laki-laki serta
pemilik tempat hiburan itu. “Mereka membuat perempuan menjadi
binatang. Menjerat dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup
mereka bayar. Ada ibu-ibu yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat
itu karena hutang banyak, anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
“Bella juga melihat teman-temannya yang sakit atau hamil dibawa pergi
daripulau dan tidak pernahkembali.” Cerita Bella hanyalah satu dari ribuan
kisah pilu perdagangan orang. Tersamarkan dengan berbagai modus yang
terus diperbaharui seiring dengan perkembangan jaman untuk menjerat
korbannya. Iming-iming gaji bulanan dengan jumlah fantastis masih sering
digunakan,tetapi para pemangsa mulai menggunakan media sosial untuk
menjerat targetnya. Dan sudah ada pula kasus-kasus dimana korban dijerat
melalui perjalanan umrah.

I. PENGKAJIAN
33
Nama Klp : Kelompok 3 Tg/ Jam MRS
Tgl/ Jam Pengkajian : No. RM
Sumber Data : Ny. S Ruangan/Kelas
Metode : No. Kamar
Alat/ Bahan :
Diagnosa Medis :

a. IDENTITAS

1. Nama : Nn. B

2. Umur : Lahir tahun1995

3. JenisKelamin : Perempuan

4. Pekerjaan : SPG

5. Alamat danNo.Telp : Rawamangun, Palopo

6. Penanggung Jawab : Ny. S (45 Tahun) sebagai Ibunya.

b. POLA PERSEPSI KESEHATAN ATAU PENANGANAN


KESEHATAN
1. Keluhan Utama : Menurut Ny. S “Anak saya mungkin frustasi dan
tidak tahan kondisi keluarga kami,”
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Tidak terdapat dalam kasus
3. LamanyaKeluhan : Tidak terdapat dalam kasus
4. Faktor yang Memperberat
Menurut Ny. S “Keluarga kami broken home. Anak-anak
melihat orangtua tidak akur. Mungkin itu yang menyebabkan dia
memutuskan pergi,”
5. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi Keluhan
Menurut Ny. S bersama dengan teman lama dan sahabatnya,

34
Bella pergi diam-diam meninggalkan desa dan merasa bahwa
mencari nafkah sendiri merupakan jawaban akan kegalauannya.
6. Riwayat PenyakitDahulu :Tidak terdapat dalam kasus.
7. Persepsi Klien tentang status kesehatan dankesejahteraan
Tidak terdapat dalam kasus
8. Riwayat KesehatanKeluarga
Tidak terdapat dalam Kasus
9. Susunan Keluarga (Genogram)
Tidak terdapat dalam kasus
10. RiwayatAlergi
Tidak terdapat dalam kasus

c. POLA NUTRISI DAN METABOLIK

Tidak terdapat dalam Kasus

d. POLA ELIMINASI

Tidak terdapat dalam kasus

e. POLA AKTIVITAS DANLATIHAN


Tidak terdapat dalam kasus
f. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR

Tidak terdapat dalam kasus


g. POLA KOGNITIF DAN PERSEPTUAL

Tingkat Ansietas:

Menurut Ny. S “Tidak bisa saya bayangkan ketakutannya., Dia jauh


dari rumah, bekerja untuk rumah biadab itu. Dia melihat semuanya., Dia
seperti jadi orang lain ketika saya pertama kali mendengar suaranya (melalui
telepon) setelah sekian lama tidak berhubungan,”

h. POLA PERSEPSI DIRI/ KONSEPDIRI

35
1. Role Peran : Konflik Peran

Menurut Ny. S “Dia magang untuk 3 bulan baru boleh dibawa keluar.
Selama itu dia kerja melayani tamu, menemani minum. Setiap hari dia
disuruh memakai pakaian seminim mungkin dan dipajang di ruang kaca.
Bisa saya katakan separuh telanjang,”
2. Identity/IdentitasDiri : Merasa Terkekang dan Kurang
Menurut Ny. S “Mereka membuat perempuan menjadi binatang. Menjerat
dengan hutang yang jelas-jelas tidak akan sanggup mereka bayar. Ada ibu-ibu
yang sama sekali tidak bisa meninggalkan tempat itu karena hutang banyak,
anak banyak dan tidak jelas siapa saja bapaknya.”
MasalahKeperawatan : Resiko Harga Diri Rendah

i. POLA PERAN DANHUBUNGAN

Pekerjaan : SPG
j. POLA SEKSUALITAS/REPRODUKSI

Tidak terdapat dalam kasus


k. POLA KOPING/TOLERANSISTRESS
Tidak terdapat dalam kasus

l. POLA NILAI /KEPERCAYAAN

Tidak terdapat dalam kasus

m. PENGKAJIAN PERSISTEM (Review ofSystem)

Tidak terdapat dalam kasus


n. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak terdapat dalam kasus

o. TERAPI

Tidak terdapat dalam kasus

36
II ANALISA DATA

Nama Klien : Nn. B

Umur : Lahir Tahun1995

Ruangan/Kamar :

No.RM :

Data (Symptom) Penyebab (Etiologi) Masalah (Problem)


o
.
Objektif
.
1. Menurut Ny. S “Anak saya Perubahan Proses
mungkin frustasidan tidak Keluarga
Perubahan Proses
tahan kondisi keluarga Frustasi
Keluarga
kami,”  Tidak Tahan Kondisi
2. Menurut Ny.S “Keluarga Keluarga
kami broken home.Anak- Broken Home
anak melihatorangtua tidak Orang Tua Tidak
akur. Mungkin itu yang Akur
menyebabkan dia
memutuskan untuk pergi
Objektif
.  Resiko HDR
1. Menurut Ny. S “Dia magang  Kerja Melayani
untuk 3 bulan baru boleh Tamu Pria
dibawa keluar. Selama itu  Memakai Pakaian
dia kerja melayani tamu, Minim Resiko Harga Diri
menemani minum. Setiap  Pekerjaan SPG Rendah

37
hari dia disuruh memakai
pakaian seminim mungkin
dan dipajang di Ruang
kaca. Bisa saya
katakan separuh
telanjang,”
2. Menurut Ny. S“Mereka
membuat perempuan
menjadi binatang.
Menjerat dengan hutang
yang jelas-jelas tidak akan
sanggup mereka bayar

PRIORITAS MASALAH

NamaKlien : Nn. B

Umur : Lahir Tahun1995

Ruangan/Kamar :

No.RM :
Tanggal
Masalah Keperawatan Paraf
o Ditemukan Teratasi
.
Proses Perubahan Keluarga
.
Resiko Harga Diri Rendah
.

38
III. Intervensi Keperawatan

PERENCANAAN
NO. DIAGNOSA
TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1. Proses Perubahan Pasien dan Keluarga Setelah…..Pertemuan pasien 1. Pengkajian
Keluarga mampu: mampu:
a. Kaji Interaksi antara pasien
1. Memahami perubahan 1. Mengidentifikasi Pola
dan keluarga, waspada
dalam perankeluarga Koping
terhadap potensi perilaku
2. Berpartisipasi dalam proses
merusak
membuat keputusan tentang
b. Kaji Keterbatasan anak,
perawatan setelah rawatinap
dengan demikian dapat
3. Berfungsi untuk saling
mengakomodasi anakuntuk
memberikan dukungan
berpartisipasi dalam
kepada setiap anggota
aktivitassehari-hari
keluarga
2. IntervensiUmum
4. Mengidentifikasi cara untuk
a. Bina Hubungan Saling
berkoping lebihefektif
Percaya

46
b. Beri Kesempatan kepada
Keluarga sebagai Individu
dan Sebagai Kelompok
untuk saling berbagi tentang
perasaan yang mereka
pendam
c. Tekankan bahwa anggota
keluarga tidak bertanggung
jawab atas kebiasaan mabuk
anggota keluargalainnya.
d. Gali keyakinan keluarga
tentang situasi yang mereka
hadapi dan tujuanmereka.
e. Bicarakan tentang metode
tak efektif yang digunakan
keluarga
f. Bantu keluargamemahami

efek dari upaya mereka

47
mengontrol kebiasaan
mabuk
g. Tekankan bahwa membantu
pencandu alcohol berarti
pertama- tama harus
membantu diri mereka
sendiri
h. Bicarakan dengan keluarga
bahwa, selama masa
pemulihan, dinamika
keluarga mereka akan
berubahdrastic.
i. Bicarakan tentang
kemungkingan kambuh dan
factorpenunjang
j. Bila terdapat diagnosis
keperawatan individu atau
keluarga tambahan,lihat
tindak penganiyaan anak

48
atau tindak kekerasan dalam
rumah tangga dibawah
diagnosis ketidakmampuan
koping keluarga
k. Lakukan penyuluhan
kesehatan mengenai sumber
daya komunitas dan lakukan
perujukan sesuaiindikasi.
3. Promosi Integritas Keluarga

l. Kaji Perasaan Bersalah


yang mungkin dialami
keluarga
m. Kaji jenis hubungan
keluarga
n. Pantau hubungan keluarga
saatini
o. Kaji pemahamankeluarga

49
tentang penyebab penyakit

50
p. Identifikasi Prioritas yang
bertentangan diantara
anggotakeluarga
4. Penyuluhan untuk Pasien/
Keluarga
a. Ajari keterampilan merawat
pasien yang diperlukan oleh
keluarga (misalnya,
manajemen waktu,
pengobatan)
b. Ajari keluarga perlunya
kerjasama dengan system
sekolah untuk menjamin
akses kesempatan
pendidikan yang sesuai
untuk penderita penyakit
kronis atau anak cacat.
5. AktivitasKolaboratif

51
a. Pelopori konferensi
multidisiplin perawatan
pasien, dengan melibatkan
pasien/ keluarga dalam
menyelesaikan masalah dan
fasilitasikomunikasi
b. Berikan perawatan
berkelanjutan dengan
mempertahankan
komunikasi yang efektif
antara anggota staf mrlalui
catatan keperawatan dan
rencanaperawatan
c. Anjurkan pelayanan
konsultasi social untuk
membantu keluarga
menentukan kebutuhan

pascahospitalisasi dan
52
identifikasi sumber
dukungan dikomunitas.
d. Promosi Integrasi keluarga
(NIC), rujuk untuk terapi
keluarga sesuaiindikasi.

2. Gangguan konsep diri: Pasien mampu: Setelah…..pertemuan klien SP.1 (Tgl…………………….)


harga diri rendah mampu:
 Identifikasi kemampuan positif
 Mengidentifikasi  Mengidentifikasi kemampuan yangdimiliki
kemampuan danaspek aspek positif yangdimiliki
- Diskusikan bahwa pasien
posiif yangdimiliki  Memiliki kemampuan yang
masih memiliki sejumlah
 Menilai kemampuan dapat digunakan. Memilih
kemampuan dari aspek
yang dapatdigunakan kegiatan sesuaikemampuan
positif seperti kegiatan
 Menetapkan/memilih  Melakukan kegiatanyang
pasien di rumah adanya
kegiatan yang sesuai sudahdipilih.
keluarga dan lingkungan
53
dengankemampuan  Merencanakan kegiatanyang terdekat pasien.

2. Gangguan konsep diri: Pasien mampu: Setelah…..pertemuan klien SP.1 (Tgl…………………….)


harga diri rendah mampu:
 Identifikasi kemampuan positif
 Mengidentifikasi  Mengidentifikasi kemampuan yangdimiliki
kemampuan danaspek aspek positif yangdimiliki
- Diskusikan bahwa pasien
posiif yangdimiliki  Memiliki kemampuan yang
masih memiliki sejumlah
 Menilai kemampuan dapat digunakan. Memilih
kemampuan dari aspek
yang dapatdigunakan kegiatan sesuaikemampuan
positif seperti kegiatan
 Menetapkan/memilih  Melakukan kegiatanyang
pasien di rumah adanya
kegiatan yang sesuai sudahdipilih.
keluarga dan lingkungan
dengankemampuan
 Merencanakan kegiatanyang terdekat pasien.

54
 Melatih kegiatan yang - Beri pujian yang realistis
sudah dipilih, sesuai dan hindarkan setiap kali
kemampuan bertemu dengan pasien
 Merencanakan penilaian yangnegative.
kegiatan yangsudah  Nilai kemampuan yang dapat
dilatihnya dilakukan saatini
- Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saatini
- Bantu pasien
menyebutkannya dan
memberi penguatan
terhadap kemampuan diri
yang diungkapkanpasien
- Perlihatkan respon yang
kondusif dan menjadi
pendengar yangaktif
 Pilih kemampuan yang akan

55
- Diskusikan dengan pasien
beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan dan dipilih
sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukansehari-hari
- Bantu pasien menetapkan
aktivitas mana yang dapat
pasien lakukansecara
mandiri
▪ Aktivitas yang
memerlukan bantuan
minimal darikeluarga
▪ Aktivitas apa saja yang perlu
bantuan penuh dari
keluarga ataulingkungan
terdekatpasien
▪ Beri contoh pelaksanaan
aktivitas yangdapat

56
▪ Susun bersama pasien
aktivitas atau kegiatan
sehari-haripasien
 Nilai kemampuan pertama
yang telahdipilih

- Diskusikan dengan pasien


untuk menetapkan urutan
kegiatan (yang sudah dipilih
pasien) yang akandilatihkan
- Bersama pasien dankeluarga
memeperagakan beberapa
kegiatan yang akan
dilakukanpasien.
- Berikan dukungan dan
pujian yang nyata sesuai
kemajuan yangdiperlihatkan
pasien.
 Masukan dalam jadwal

57
- Beri kesempatan padapasien
untuk mencobakegiatan
- Beri pujian atas

aktivitas/kegiatan yang
dapat dilakukan pasien
setiaphari
- Tingkatkan kegiatan sesuai
dengan toleransi dan setiap
perubahan
- Susun daftar aktivitas yang
sudah dilatihkan bersama
pasien dankeluarga
- Berikan kesempatan
mengungkapkan
perasaannya setelah
pelaksanaan kegiatan.
Yakinkan bahwa keluarga
mendukung setiap aktivita

58
SP.2

(Tgl……………………………)

 Evaluasi kegiatan yang lalu


(SP1)
 Pilih kemampuan kedua yang
dapat dilakukan
 Latih kemampuan yangdipilih

 Masukan dalam jadwal


kegiatanpasien
SP.3 (Tgl………………………….)

 Evaluasi kegiatan yang lalu


(SP.1 dan2)

 Memilih kemampuan ketiga


yang dapatdilakukan
 Masukan dalam jadwal

59
Keluarga mampu: Setelah……pertemuan keluarga SP.1 (Tgl…………………….)
Merawat pasien dengan mampu:
harga diri rendah di rumah  Mengidentifikasi kemampuan  Identifikasi masalah yang
dan menjadi system yang dimilikipasien dirasakan dalam merawat
pendukung yang efektif  Menyediakan fasilitasuntuk pasien
bagi pasien pasien melakukankegiatan  Jelaskan proses terjadinya

 Mendorong pasien HDR

melakukankegiatan  Jelaskan tentang cara merawat

 Memuji pasien saatpasien pasien

dapat melakukankegiatan  Main peran dalam merawat


 Membantu melatihpasien pasienHDR

 Membantu menyusunjadwal  Susun RTL keluarga/jadwal


kegiatanpasien keluarga untuk merawatpasien

 Membantu perkembangan
pasien

60
SP.2 (Tgl…………………….)
Evaluasi kemampuan SP.1

 Latih keluarga langsung ke


pasien

 Menyusun RTL
keluarga/jadwal keluargauntuk
merawatpasien

SP. 3 (Tgl………………………)

▪ Evaluasi KemampuanKeluarga

▪ Evaluasi KemampuanPasien

▪ RTLKeluarga

- FollowUp

- Rujukan

61
3.2 ASKEP NARAPIDANA

Konsep Askep pada Narapidana


a. Pengkajian
1. Identitas klien
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Tanggal dirawat
5) Tanggal pengkajian
6) Nomor rekam medis
2. Faktor predisposisi
1) Genetik
2) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan
sistem neurotransmiter.
3) Teori virus dan infeksi
3. Faktor presipitasi
1) Biologis
2) Sosial kutural
3) Psikologis
4. Penilaian terhadap stress
5. Sumber koping
1) Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
2) Pencapaian wawasan
3) Kognitif yang konstan
4) Bergerak menuju prestasi kerja
6. Mekanisme koping
1) Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses
informasi dan pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam
upaya mengelola anxietas)
2) Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang
membingungkan dengan menetapkan tanggung jawab
kepada orang lain)
3) Menarik diri
4) Pengingkaran

b. Diagnosa keperawatan yang muncul pada narapidana


1. Harga Diri Rendah

62
c. Harga Diri Rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dirinya
dengan ideal diri. (Gail. W. Stuart, 2007).
Tanda dan gejala dari HDR meliputi DS dan DO yaitu :
DS:
1. Mengejek dan mengkritik diri.
2. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak
diri sendiri.
3. Menunda keputusan.
4. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klien untuk
mengakhiri hidup.
5. Perasaan tidak mampu.
6. Pandangan hidup yang pesimitis.
7. Tidak menerima pujian.
8. Penurunan produktivitas.
9. Penolakan tehadap kemampuan diri.
DO :
1. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi,
gangguan penggunaan zat.
2. Kurang memperhatikan perawatan diri.
3. Berpakaian tidak rapi.
4. Berkurang selera makan.
5. Tidak berani menatap lawan bicara.
6. Lebih banyak menunduk.
7. Bicara lambat dengan nada suara lemah.
8. Merusak atau melukai orang lain.
9. Sulit bergaul.
10. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
11. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan
halusinasi.
Dalam HDR juga terdapat faktor predisposisi yaitu:
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri
2. Faktor yang mempengaruhi peran.
3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.

63
4. Faktor biologis
Faktor presipitasi dalam HDR yang mana stressor pencetus dapat berasal
dari internal dan eksternal, yaitu:
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau
menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.
2. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi
yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai
frustasi.
Rentang Respon

Pohon masalah yang


muncul menurut
Fajariyah (2012) :

d. Intervensi keperawatan
Diagnosa 1. Harga Diri Rendah
Tujuan umum: klien tidak terjadi gangguan interaksi sosial, bisa
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik,
perkenalan diri,

64
2.1 Jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang,
3.1 Buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
4.1 Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
5.1 Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
6.1 Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang
yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu
menolong dirinya sendiri
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
Tindakan :
1.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
1.2 Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
1.3 Utamakan memberi pujian yang realistis
1.4 Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
3) Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
Tindakan :
d.1 Diskusikankemampuan dan aspek positif yang dimiliki
d.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4) Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1 Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
4.2 Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
4.3 Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan

5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan


kemampuan Tindakan :
5.1 Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan

65
5.2 Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3 Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara
merawat klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga

Asuhan Keperawatan pada Narapidana

Tanggal Pengkajian : 18Februari 2019


Tanggal Masuk : 18 Oktober 2018
Ruang : Rajawali
a. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 24Tahun
Alamat : Singkawang
Status Perkawinan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Melayu / Indonesia
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Penanggung Jawab
Nama : Ny. P
Hubungan dengan Klien : Ibu Kandung
Alamat : Singkawang

2. Alasan Masuk
Dua bulan sebelum masuk lapas klien melakukan tindakan pencurian.

3. Faktor Predisposisi
1) Klien belum pernah melakukan kejahatan sebelumnya.
2) Klien dan keluarga memiliki ekonomi yang susah

66
3) Klien mempunyai pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan
yaitu ketika sekolah selalu di bully.

4. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda – tanda vital
1.1 Tekanan darah : 130/80 mmHg
1.2 Nadi : 84 x/menit
1.3 Suhu : 36,5 ºC
1.4 Pernafasan : 26 x/menit
2) Ukuran
2.1 Tinggi badan : 169 cm
2.2 Berat badan : 62 Kg
3) Kondisi Fisik
Klien tidak mengeluh sakit apa – apa, tidak ada kelainan fisik.

5. Psikososial
1) Konsep Diri
1.1 Citra Tubuh: Klien mengatakan bagian tubuh yang paling
disukai adalah mata karena bisa melihat.
1.2 Identitas: Klien mengatakan anak ke-2 dari 3 bersaudara.
1.3 Peran: Klien mengatakan di dalam keluarganya atau
dirumah sebagai anak.
1.4 Ideal diri: Klien mengatakan merasa takut jika keluar dari
lapas
1.5 Harga diri: Klien mengatakan malu berhadapan langsung
dengan orang lain selain ibu dan adiknya,klien merasa
tidak pantas jika berada diantara orang lain, kurang
interaksi social karena statusnya sebagai narapidana.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
2) Hubungan Sosial
2.1 Orang yang dekat dengan klien adalah ibu dan adiknya.
2.2 Peran serta kelompok / masyarakat : sebelum klien masuk
lapas sering keluyuran tidak jelas
3) Spiritual
Klien mengatakan jarang sholat dalam 5x sehari, akan tetapi
selama di lapas pasien sering sholat.

67
4) Status Mental
4.1 Penampilan : Penampilan klien kurang rapi, rambut jarang
disisir, klien menggunakan baju yang disediakan di lapas.
4.2 Pembicaraan: Klien berbicara lambat tetapi dapat tercapai dan
dapat dipahami.
4.3 Aktivitas Motorik : Klien lebih banyak menunduk, aktivitas
klien menyesuaikan.
4.4 Alam perasaan : Klien mengatakan merasa malu jika masa
tahanan nya sudah selesai karena takut tidak diterima oleh
masyarakat
4.5 Afek: Klien tidak sesuai dalam berfikir, bicara klien lambat
4.6 Interaksi selama wawancara: Kontak mata kurang karena
menunduk,sesekali klien menengadah,selalu menjawab jika
ditanya.
4.7 Persepsi: Halusinasi saat pengkajian tidak ditemukan.
4.8 Pola Fikir: Tidak ada waham.
4.9 Tingkat kesadaran: Klien sadar hari, tanggal dan waktu saat
pengkajian, hari jum’at tanggal 18 Februari 2019 jam 16.30
WIB,hari berikutnya juga klien sadar hari sabtu tanggal
19Februari 2019.
4.10 Memori : Daya ingat jangka panjang klien masih ingat masa
lalunya.
4.11 Tingkat konsentrasi dan berhitung: Klien berhitung lancar,
contoh 20 – 15= 5
4.12 Kemampuan Penilaian: Klien mampu menilai antara masuk
kamar setelah makan atau membiarkan kursi tidak rapi, klien
memilih membereskan kursi.
4.13 Daya Tilik Diri: Klien tahu dan sadar bahwa dirinya dirumah
sakit jiwa.

6. Pola Fungsional Kesehatan


1) Makan
Klien makan 3x sehari, pagi, siang, sore, minum ± 6 gelas / hari,
mandiri.

68
2) BAB / BAK
Klien BAB 1x sehari, BAK ± 4x sehari, mandiri.
3) Mandi
Klien mandi 2x sehari, pagi dan sore, gosok gigi setiap kali mandi,
mandiri.
4) Berpakaian / berhias
Klien mampu berpakaian sendiri tanpa bantuan orang lain.
5) Istirahat dan Tidur
Klien lebih banyak tiduran, tidur siang 12.30 WIB15.00 WIB,tidur
malam jam 20.00WIB 04.30 WIB.
6) Penggunaan obat
Klien minum obat 3x sehari setelah makan. Haloperidol 2x5 mg,
trihexiperidine 2x2 mg.
7) Pemeliharaan Kesehatan
Klien sudah pernah periksa diRSJD Soedjarwadi Klaten tetapi
rawat jalan.
8) Kegiatan di Dalam Rumah
Klien dirumah membantu orang tua mengerjakan pekerjaan rumah

7. Mekanisme Koping
1) Klien mampu berbicara dengan orang lain,terlihat malu
2) Klien mampu menjaga kebersihan diri sendiri
3) Klien mampu jika ada masalah tidak menceritakan kepada orang
lain,lebih suka diam.
Masalah Keperawatan : Koping Individu Tidak Efektif.
8. Masalah Psikososial dan Lingkungan
1) Masalah berhubungan dengan lingkungan: Klien menarik diri
dari lingkungan
2) Masalah dengan kesehatan (-)
3) Masalah dengan perumahan:Klien tinggal dengan kedua orang
tua dan 2 saudaranya.
4) Masalah dengan Ekonomi: Kebutuhan klien dipenuhi oleh
ibunya akan tetapi ekonomi keluarganya sulit.

69
9. Aspek Medik
1) Diagnosa Medis: Schizofrenia
2) Terapi
 Haloperidol 2x5 mg
 Trihexiperidine 2x2 mg
3) Masalah Keperawatan
1.1 Harga Diri Rendah
1.2 Menarik Diri
1.3 Koping Individu Tidak Efektif
4) Pohon Masalah

Menarik Diri

Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif

b. Analisa Data
No Data Etiologi Problem

1. Ds : Koping Individu Harga Diri


o Klien mengatakan Tidak Efektif Rendah
teman berkurang
semenjak di lapas
o Klien malu dengan
teman karena klien
merasa tidak pantas
diantara mereka
o Klien mengatakan
malu untuk jika
keluar dari lapas
karena statusnya
sebagai napi

70
Do :
o Klien tampak malu
saat berbicara

c. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah b/d koping individu tidak efektif

d. Intervensi
No Dx.Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1. Harga Diri Rendah TUM


Klien dapat  Klien mampu 1. Lakukan pendekatan
berhubungan
melakukan duduk dengan baik, menerima
dengan Koping
keputusan yang berdampingan klien apa adanya dan
Individu Tidak
efektif untuk dengan bersikap empati
Efektif
2. Cepat mengendalikan
mengendalikan perawat
 Klien mampu perasaan dan reaksi
situasi
berbincang - perawatan diri sendiri
kehidupan
bincang misalnya rasa marah
yang demikian
dengan ,empati.
menurunkan
3. Sediakan waktu untuk
perawat
perasaan
 Klien mampu berdiskusi dan bina
rendah diri
merespon hubungan yang sopan.
TUK 1
4. Berikan kesempatan
Klien dapat tindakan
kepada klien untuk
menbina perawat
merespon.
hubungan
terapeutik
dengan perawat
TUK 2  Klien dapat 1. Tunjukan emosional yang

71
Klien dapat mengungkapk sesuai
2. Gunakan tekhnik
mengenali dan an
komunikasi terapeutik
mengekspresik perasaannya
 Klien mampu terbuka,
an emosinya
3. Bantu klien
mengenali
mengekspresikan
emosinya dan
perasaannya
dapat
4. Bantu klien
mengekspresi
mengidentifikasikan
kannya
situasi kehidupan yang
tidak berada dalam
kemampuan dan
mengontrolnya
5. Dorong untuk
menyatakan secara
verbal perasaan –
perasaan yang
berhubungan dengan
ketidak mampuannya.

72
TUK 3  Klien dapat 1. Diskusikan masalah
Klien dapat
mengidentifik yang dihadapi klien
memodifikasi
asi pemikiran dengan memintanya
pola kognitif
yang negatif untuk menyimpulkannya
yang negative  Klien dpat 2. Identifikasi pemikiran
menurunkan negatif klien dan bantu
penilaian untuk menurunkan
yang melalui interupsi dan
negatifpada substitusi
3. Evaluasi ketetapan
dirinya.
persepsi logika dan
kesimpulan yang dibuat
klien
4. Kurangi penilaian klien
yang negatif terhadap
dirinya
5. Bantu klien menerima
nilai yang dimilikinya
atau perilakunya atau
perubahan yang terjadi
pada dirinya.
TUK 4  Klien 1. Libatkan klien dalam
Klien dapat
mampu menetapkan tujuan yang
berpartisipasi
menentukan ingin dicapai
dalam 2. Motivasi klien untuk
kebutuhan
mengambil membuat jadwal
untuk
keputusan yang aktivitas perawatan
perawatan
berkenan dirinya
pada dirinya
3. Berikan privasi sesuai
dengan  Klien dapat
kebutuhan yang
perawatan berpartisipasi
ditentukan

73
dirinya dalam 4. Berikan reinsforcement
pengambilan posotif tentang
keputusan pencapaian kegiatan
yang telah sesuai dengan
keputusan yang
ditentukannya

e. Implementasi dan Evaluasi


Tanggal / No Implementasi Evaluasi
Jam
18Februari 1. Bina hubungan saling S :
2019 percaya dengan : Klien menjawab salam dan
Jam 12.30  Menyapa klien dengan
mengatakan selamat
ramah
pagi,menyebutkan nama
 Memperkenalkan diri
dan alamat
dengan sopan
 Menanyakan nama O :
lengkap serta alamat
 -Klien mau berjabat tangan
 -Klien mau duduk
klien
 Menunjukan sikap berdampingandengan perawat
 -Klien mau mengutarakan
empati, jujur dan
masalahnya
menempati janji
 Menanyakan masalah A : SP 1 tercapai
yang dihadapi P:
 Lanjutkan SP 2
adakan kontrak
waktu pertemuan
berikutnya.
 Anjurkan klien
untuk dapat
menyapa perawat

74
jika bertemu dan
percaya jika
perawat akan
membantu masalah
yang dihadapi
19 Februari 2. Bina hubungan terapeutik S :
2019 dengan perawat dengan :  Klien mau duduk
Jam 15.30  Pendekatan dengan baik
berdampingan dengan perawat
,menerima klien apa
O:
adanya
 - Klien mampu berbincang –
 Mengidentifikasi
bincang dengan perawat
perasaan danreaksi
 -Klien mampu merespon tindakan
perawatan diri sendiri
perawat.
 Menyediakan waktu
A : SP 2 tercapai
untuk bina hubungan
P:
yang sopan
 Menberikan  Lanjutkan SP 3 adakan
kesempatan untuk kontrak waktu
merespon pertemuan berikutnya.

 Anjurkan klien mampu


berkomunikasi,mampu
memulai berbicara dan
tidak janggung.
20 Februari 3. Mengidentifikasi S:
2019 kemampuan dan aspek
 Klien mengatakan cara penilaian
Jam 17.00
positif yang dimiliki positif tidak boleh berfikir jelek
dengan : terhadap orang lain,sopan santun
 Membantu
dan ramah yang diutamakan.
mengidentifikasi
O:
dengan aspek yang

75
positif  Klien dapat mengungkapkan
 Mendorong agar
perasaannya
berpenilaian positif
A : SP 3 teratasi sebagian
 Membantu
P:
mengungkapkan
 lanjutkan SP 1 keluarga
perasaannya

 Anjurkan klien untuk


mempertahankan
hubungan saling
percaya berinteraksi
secara terarah.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Narapidana adalah orang yang sedang menjalani hukuman karena telah


melakukan suatu tindak pidana, sedangkan menurut kamus induk istilah ilmiah
menyatakan bahwa narapidana adalah orang hukuman atau orang buian . Dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tercantum pada Pasal 1 angka
32, terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menjadi narapidana itu sendiri merupakan
stresor yang berat dalam kehidupan pelakunya. Salah satu contoh tindakan terpidana
adalah perdagangan orang (human trafficking).

Gangguan mental adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi. Salah satu
bentuk gangguan mental emosional adalah stres. Stres dapat dialami oleh semua

76
orang dalam rentang kehidupannya (Varcarolis, 2010), termasuk pada seorang yang
melakukan tindak pidana,tindakan kekeraasan dan bahkan korban dari tindakan
pidana ini.Menurut Yosep (2009) dan WHO (2016 ) mengatakan bahwa seseorang
yang terlibat dalam masalah hukum seperti menjadi narapidana merupakan salah satu
sumber stres yang dapat menyebabkan seseorang rentan mengalami masalah
kesehatan mental lainnya.

4.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan makalah ini sebagai salah satu sumber informasi mengenai
bagaimana peran perawat dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
dengan gangguan jiwa yang latar belakang masalahnya human trafficking dan
sebagai narapidana.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar program studi keperawatan universitas jambi menjadikan
makalah ini menjadi arsip prodi agar mahasiswa dapat membaca dan
menjadikan literature dalam mencari informasi mengenai asuhan keperawatan
pada anak dengan korban trafficking dan narapidana.

77
DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia.Narapidana. https://kbbi.web.id. Diakses


pada 22 Desember 2017.
Dahlan, M.Y. Al-Barry, 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah Seri
Intelectual. Surabaya.
Target Press. Hlm 53.
Wahdanigsi, 2015.Implementasi Hak Narapidana Untuk Mendapatkan
Pendidikan danPengajaran Di Rumah Tahanan Negara Klas IIB Kabupaten
Sinjai. Hasil Penelitian MahasiswaUniversitas Hasanuddin. Makasar.
B Mardjono Reksodiputro, 2009. Naskah Akademik Rancangan
Undang-UndangTentang Lembaga Pemasyarakatan.Jakarta. Badan Pembinaan
Hukum Nasional DepartemenHukum dan HAM RI.Hlm 90.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.Hak. https://kbbi.web.id. Diakses pada
7 Januari 2018.

78
Panjaitan dan Simorangkir, 1995.LAPAS Dalam Prespektif Sistem
Peradilan Pidana. Jakarta. Pustaka Sinar Harapan. Hl
http://erepo.unud.ac.id. Universitas Udayana. Hlm 3.Diakses pada 7
Januari 2018.
Damaiyanti, Mukhripah dan Iskandar. 2014. Asuhan Keperawatan Jiwa.
Bandung : Refika Aditama
Farhana. 2010 . Aspek Hukum Perdagangan Orang di Indonesia. Jakarta :
Sinar Grafika
Kebendaan, P. J. 2017. Telaah Yuridis Perkembangan Regulasi Dan Usaha
Pegadaian Sebagai Pranata Jaminan Kebendaan, 2(35).
https:doi.org/10.23920/jbmh.v2nl.7

79

Anda mungkin juga menyukai