Disusun Oleh:
Kebisingan atau noise pollution sering disebut suara atau bunyi yang tidak dikehendaki
atau dapat diartikan pula sebagai suara yang salah pada tempat dan waktu yang salah.
Kebisingan merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya stress dalam
kehidupan dunia modern. Sumber kebisingan dapat berasal dari kendaraan bermotor,
kawasan industri atau pabrik, pesawat terbang, kereta api, tempat-tempat umum dan
tempat niaga.
Setiap hari di jalan raya, banyak sekali kendaraan yang lalu-lalang baik yang beroda
dua maupun beroda empat bahkan lebih. Kendaraan-kendaraan tersebut terkadang
menimbulkan suara yang cukup besar dan mengganggu kehidupan orang-orang
disekitarnya, baik itu raungan mesinnya, klakson mobilnya, bahkan sirine dari mobil-
mobil tertentu seperti truk pemadam kebakaran, mobil polisi, dan ambulan.
Oleh karena itu, diadakanlah percobaan kebisingan di simpang tiga Plaza Mulia
sehingga dapat menentukan tingkat kebisingan pada kawasan tersebut serta menambah
menambah wawasan mengenai kebisingan dan keterampilan praktikan dalam
menggunakan sound level meter serta hasil yang di dapat bisa digunakan untuk
mengurangi bising yang menyakitkan bagi masyarakat.
Kebisingan atau noise pollution sering disebut suara atau bunyi yang tidak dikehendaki
atau dapat diartikan pula sebagai suara yang salah pada tempat dan waktu yang salah.
Kebisingan merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya stress dalam
kehidupan dunia modern. Sumber kebisingan dapat berasal dari kendaraan bermotor,
kawasan industri atau pabrik, pesawat terbang, kereta api, tempat-tempat umum dan
tempat niaga (Chandra, 2006).
Toleransi manusia terhadap kebisingan bergantung pada faktor akustikal dan faktor
non-akustikal. Faktor akustikal meliputi: tingkat kekerasan bunyi, frekuensi bunyi,
durasi munculnya bunyi, fluktuasi kekerasan bunyi, fluktuasi frekuensi bunyi, dan
waktu munculnya bunyi. Sementara faktir non-akustikal meliputi: pengalaman terhadap
kebisingan, kegiatan, perkiraan terhadap kemungkinan munculnya kebisingan,
kepribadian, lingkungan dan keadaan (Mediastika, 2008).
Pengaruh bising terhadap kesehatan yang paling utama adalah kerusakan pada indera
pendengar dan akibat ini telah diketahui umum. Kerusakan atau gangguan sistem
pendengaran dibagi atas:
1. Hilangnya pendengaran secara temporer atau sementara dan dapat pulih kembali
apabila bising tersebut dapat dihindarkan.
2. Orang menjadi kebal atau imun terhadap bising.
3. Telinga berdengung.
4. Kehilangan pendengaran secara permanen dan tidak pulih kembali, biasanya pada
frekuensi sekitar 4.000 Hz ke atas
(Subagiada, 2014).
Selain pengaruh bising terhadap sistem pendengaran, bising juga dapat mengganggu
konsentrasi dan meningkatkan kelelahan, ini dapat terjadi pada kebisingan tingkat
rendah. Sedangkan pada kebisingan tinggi dapat meyebabkan salah tafsir pada saat
bercakap-cakap (Subagiada, 2014).
Menyadari dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan, pemerintah negara maju telah
mengupayakan agar permasalahan kebisingan dipahami oleh masyarakat umum dan
diatur dalam perundangan yang ketat disertai sanksi bagi yang menghasilkan
kebisingan tersebut. Meski demikian, negara-negara berkembang sering menghadapi
kendala untuk menerapkan peraturan yang ketat. Alasan utamanya adalah tingkat
pertumbuhan ekonomi masyarakat yang masih rendah. Hal ini mengakibatkan
banyaknya peralatan dan mesin yang sesungguhnya sudah tidak layak pakai lagi masih
dipergunakan. Peralatan dan mesin semacam ini menimbulkan kebisingan yang tinggi.
Pemerintah negara berkembang umumnya juga tidak memiliki pedoman perencanaan
kota yang baik, sehingga pertumbuhan pemakaian alat angkut bermotor belum diikuti
pertumbuhan lebar dan panjang ruas jalan yang memadai (Mediastika, 2008).
Sampai saat ini, membatasi kebisingan di Indonesia dengan jalan membatasi atau
meniadakan kebisingan belum dapat diterapkan. Sebagai contoh, aturan ketat yang
membatasi dan menerapkan sanksi kepada mereka yang menghasilkan kebisingan yang
melebihi bakuan belum diterapkan di Indonesia. Di sisi lain, membatasi jumlah
kendaraan bermotor yang menghasilkan kebisingan, juga tidak mudah diterapkan,
sebab hal ini sangat berkaitan dengan usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masyarakat (Mediastika, 2008).
Alat utama untuk mengukur tingkat kebisingan adalah sound level meter. Alat ini
berfungsi mengukur kebisingan yang berada dalam kisaran 30 sampai 130 desibel (dB)
dengan frekuensi antara 20 sampai 20.000 Hz. Di dalam alat itu sudah terpasang
kalibrasinya sendiri, kecuali untuk kalibrasi mikrofon yang memerlukan pengecekan
dengan kalibrasi tersendiri. Sebagai kalibrasi dapat dipakai pengeras suara yang
kekuatan suaranya diatur oleh amplifier. Piston phone juga dapat digunakan untuk
keperluan kalibrasi. Alat ini sangat baik untuk kalibrasi suara yang memiliki intensitas
tinggi (125 dB) (Chandra, 2006).
Analisis terhadap frekuensi suatu kebisingan biasanya diperlukan. Hal itu biasa
dilakukan dengan alat octave band analyzer, yang memiliki filter-filter yang disusun
menurut tingkatan oktafnya. Jika spektrumnya sangat curam dan berbeda banyak, skala
1/3 oktaf dapat digunakan. Untuk filter-filtr oktaf disukai frekuensi-frekuensi tengah
yang berukuran 31,5; 63; 125; 250; 500; 1.000; 2.000; 4.000; 8.000; 16.000; dan
31.500 Hz (Chandra, 2006).
Untuk analisis lebih lanjut, dapat dipakai narrow band analyzer (alat analisis spektrum
sempit), baik dengan layar spektrum yang tetap, misalnya 2-200 Hz, atau spektrum
yang melebar dengan frekuensi yang lebih tinggi. Alat ini lebih disukai di lapangan
mengingat komponen kebisingan mungkin berbeda-beda bergantung pada muatan
mesin (Chandra, 2006).
3.2.1 Alat
1. GPS
2. Stopwatch
3. Meteran
4. Kalkuator
5. Payung
6. Kamera
7. Alat tulis
8. Vibration meter
3.2.2 Bahan
1. Software ArcGis 9.3
2. Software TatukGis Calculator
3. Papan LJK
Gambar 4.7 Pemetaan Lokasi Pengukuran Tingkat Kebisingan di Persimpangan Plaza Mulia
(Jalan Bhayangkara, Jalan Kesuma Bangsa, dan Jalan Pahlawan)
4.4 Pembahasan
Kebisingan atau noise pollution sering disebut suara atau bunyi yang tidak dikehendaki
atau dapat diartikan pula sebagai suara yang salah pada tempat dan waktu yang salah.
Ada 3 macam kebisingan, yaitu audible noise, occupational noise dan impuls noise.
Ada dua macam parameter kebisingan, yaitu parameter umum dan parameter turunan.
Parameter umum terdiri dari frekuensi, tekanan bunyi, dan tenaga bunyi. Sedangkan
parameter turunan terdiri dari tingkat tekanan bunyi dan tingkat bunyi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebisingan antara lain mesin dari kendaraan, keras
pelannya suara teriakan dari seseorang. Alat yang digunakan dalam melakukan
percobaan kali ini yaitu sound level meter. Sound level meter adalah alat pengukur
suara. Mekanisme kerja SLM apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan
terjadinya perubahan tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini, selanjutnya
akan menggerakkan meter penunjuk. Sebuah alat ukur kebisingan disebut Sound Meter.
Alat ini didesain memberikan respon seperti telinga manusia dengan memasukkan
sebuah penguat dalam rangkaian elektroniknya yang memberikan penguatan tegangan
yang lebih kecil pada frekuensi rendah dan tinggi. Alat ukur ini ditandai dalam satuan
desibel (disingkat dB). Desibel (Lambang Internasional = dB) adalah satuan untuk
mengukur intensitas suara. Huruf "B" pada dB ditulis dengan huruf besar karena
merupakan bagian dari nama penemunya, yaitu "Bell" (Alexander Graham Bell).Sound
meter, ada 2 jenis yaitu: Sound meter analog, pada instrumen ini disusun dari rangkaian
listrik yang didesign khusus akan mengkonversi sinyal listrik dari mikropon menjadi
suatu bacaan angka pada skala. Sound meter digital, pada instrument ini disusun dari
rangkaian listrik yang didesign khusus akan mengkonversi sinyal listrik dari mikropon
menjadi bacaan angka yang terdisplai pada layar.
Hasil perhitungan yang kami dapatkan adalah kebisingan di Jalan Bhayangkara pada
lampu merah sebesar 87,27 dB dan pada jarak 10 m dari lampu merah sebesar 87,38
dB. Kebisingan di Jalan Kesuma Bangsa pada lampu merah sebesar 87,98 dB dan pada
jarak 10 m dari lampu merah sebesar 85,35 dB. Kebisingan di Jalan Pahlawan pada
lampu merah sebesar 87,29 dB dan pada jarak 10 m dari lampu merah sebesar 87,59
dB.
Adanya perbedaan tingkat kebisingan pada L1, L2, dan L3 disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya karena kondisi jalan raya tidak konstan, kadang lenggang, kadang
ramai, sehingga jika ada kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi atau
membunyikan klakson akan memiliki intensitas bunyi yang jauh lebih tinggi.
Kemudian, putaran mesin yang dimiliki oleh setiap kendaraan berbeda-beda, semakin
halus putaran mesinnya semakin rendah tingkat kebisingannya. Begitu pula sebaliknya.
Kebisingan pada persimpangan tiga Plaza Mulia berkisar antara 85,35 - 87,98 dB.
Berdasarkan Kepmenaker No.51 Tahun 1999, di mana untuk tempat kerja NAB sebesar
85 dB, maka kebisingan pada persimpangan Plaza Mulia telah melewati batas yang
ditentukan, sehingga ada batas pemaparan yang ditentukan Kepmenaker No.51 Tahun
1999 pada persimpangan Plaza Mulia yakni sekitar 4 jam.
Kondisi simpang tiga Plaza Mulia pada pagi hari cuacanya cukup buruk, yakni hujan.
Dan kendaraan yang melintasi jalan tersebut cukup jarang. Pada saat siang hari,
cuacanya cerah dan banyak kendaraan yang melintasi jalan-jalan tersebut. Pada saat
malam hari, jalanan semakin padat karena banyak sekali kendaraan yang melintas.
Kendalanya adalah pada saat cuaca buruk kami harus berusaha menjaga sound level
meter agar tidak kebasahan. Selain itu, cuaca buruk sempat menghambat kami ke lokasi
percobaan.
Dampak negatif dari kebisingan antara lain mengganggu pengguna kendaraan bermotor
lainnya dan pejalan kaki di sekitar jalan raya, serta mengganggu
komunikasi/percakapan antar individu. Solusi untuk mengendalikan tingkat kebisingan
yang tinggi antara lain menggunakan penyumbat telinga, menghindari suara yang
terlalu bising, dan menggunakan komponen baru pada kendaraan bermotor yang
mampu meredam suara dari kendaraan tersebut.
Faktor kesalahan yang terjadi selama praktikum antara lain kesalahan pada saat men-
setting sound level meter, praktikan yang berbicara dengan keras pada saat melakukan
pengujian, dan kurang fokusnya praktikan dalam melakukan pengamatan pada display
sound level meter.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya pengujian dilakukan dalam waktu yang sedikit lebih lama, misalnya 15
menit untuk setiap titik untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang mencolok
dengan metode sebelumnya atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA