PENDAHULUAN
Selama ini belum diperoleh hasil penelitian yang komprehensif tentang hasil pembelajaran
pendidikan agama Islam pada sekolah, mulai tingkat SD, SMP dan SMA. Berbagai penelitian
yang menyangkut tentang pendidikan agama di sekolah pernah dilakukan oleh beberapa
kalangan, tetapi sifatnya parsial. Misalnya, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, telah
beberapa kali melakukan penelitian tentang pendidikan agama di sekolah: penelitian tentang
kompetensi Guru PAI tingkat di beberapa propinsi, penelitian tentang kesiapan GPAI dalam
pelaksanaan KBK di SMA dan penelitian tentang keberagamaan siswa SMU.
Namun bisa diduga, bahwa hasil pembelajaran PAI pada sekolah adalah sangat bervariasi, mulai
dari hasil pembelajaran yang kurang berkualitas hingga yang sangat bermutu. Pembelajaran yang
dikembangkan selama ini adalah selalu menempatkan guru sebagai pusat belajar sehingga target
pembelajaran adalah ilmu pengetahuan sebagai pemberian guru kepada siswa (transfer of
knowledge) yang berbentuk penguasaan bahan dan selalu berorientasi pada nilai yang tertuang
dalam bentuk angka-angka. Dengan demikian dominasi guru akan menghancurkan kreativitas,
kemandirian serta orisinalitas siswa. Di samping itu penyampaian pembelajaran lebih bersifat
teks normatif. Pendidikan religiusitas atau keberagamaan yang seharusnya terbentuk melalui
pendidikan agama terabaikan atau gagal diwujudkan.
Materi pendidikan agama Islam yang disajikan di sekolah masih banyak terjadi pengulangan-
pengulangan dengan tingkat sebelumnya. Disamping itu, materi pendidikan agama Islam
dipelajari tersendiri dan lepas kaitannya dengan bidang-bidang studi lainnya, sehingga mata
pelajaran agama Islam tidak diterima sebagai sesuatu yang hidup dan responsif dengan
kebutuhan siswa dan tantangan perubahan. Bahkan kehadiran pelajaran pendidimkan agama
Islam dapat dipastikan akan membosankan dan kurang menantang.
Metodologi pembelajaran agama Islam di sekolah disampaikan sebagian guru secara statis-
indoktrinatif-doktriner dengan fokus utama kognitif yang sibuk mengajarkan pengetahuan dan
peraturan agama, akan tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik: penuh kasih sayang,
menghormati sesama, peduli pada lingkungan, membenci kemunafikan dan kebohongan dan
sebagainya justru luput dari perhatian.
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara kuantitatif maupun kualitatf. Dengan cara kuantitatif,
berarti data yang dihasilkan berbentuk angka atau skor. Sedangkan cara kualitatif berarti
informasi hasil test berbentuk pernyataan-pernyataan verbal seperti kurang, sedang, baik dan
sebagainya. Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, dapat digunakan dua jenis teknik yaitu
teknik tes dan non test. Teknik test biasanya digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
aspek kemampuan, dimana kita mengenal misalnya test hasil belajar, test inteligensi, test bakat
khusus, dan sebagainya. Sedangkan teknik non test biasanya digunakan untuk menilai aspek
kepribadian yang lain misalnya minat, pendapat, kecenderungan dan lain-lain, dimana digunakan
wawancara, angket, observasi, dan sebagainya.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Evaluasi
Menurut Ralph Tayler evaluasi adalah proses yang menentukan sejauhmana tujuan pendidikan
dapat dicapai.[1] Sedangkan Cronbach, Stufflebeam dan Alkin mengartikan evaluasi dengan
menyediakan informasi untuk membuat keputusan. Pendapat lain dikemukakan oleh Malcolm
dan Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan standar untuk
mengetahui apakah ada selisih. Ada juga yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah penelitian
yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna beberapa obyek.
Melihat dari uraian di atas maka dapat diketahui adanya perbedaan pendapat diantara para ahli
tentang definisi dari evaluasi. Namun demikian secara garis besar masih ada titik temunya.
Berkaitan dengan evaluasi dalam pembelajaran pendidikan agama islam maka yang
dimaksudkan adalah ingin mengetahahui, memahami dan menggunakan hasil kegiatan belajar
siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun tujuan dan fungsi hasil-hasil evaluasi pada dasarnya dapat digolongkan menjadi empat
kategori:
Untuk memberikan umpan balik (feedback) kepada guru sebagai dasar untuk
memperbaiki proses belajar mengajar.
Untuk menentukan angka/hasil belajar masing-masing murid yang antara lain diperlukan
untuk penentuan kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya murid.
Untuk menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat, sesuai dengan
tingkat kemampuan (karakteristik) lainnya yang dimiliki murid.
Untuk mengenal latar belakang (psikologi, fisik, dan lingkungan) murid yang mengalami
kesulitan-kesulitan belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam
memecahkan kesulitan-kesulitan tersebut.[2]
Pelaksanaan fungsi pertama dan kedua terutama menjadi tanggung jawab guru sedangkan
pelaksanaan fungsi ketiga dan keempat lebih merupakan tanggung jawab bimbingan dan
penyuluhan. Sehubungan dengan keempat fungsi yang dikemukakan di atas, evaluasi hasil
belajar dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan memberikan umpan balik
kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan melaksanakan
pelayanan khusus bagi murid/siswa. Evaluasi ini jarang dipraktekkan oleh guru-guru di sekolah
sebagaiman yang seharusnya.
b. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dlaksanakan untuk keperluan memberikan angka
kemajuan belajar murid/siswa yang sekaligus dapat digunakan untuk pemberian laporan kepada
orang tua, penentuan lenaikan kelas, dan sebagainya.
c. Evaluasi Penempatan
d. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar belakang
(psikologi, fisik, lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam
belajar, yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesuliatan –kesuliatan
tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah.[3]
Evaluasi yang menggunakan pendekatan ini menghasilkan indeks yang mutlak tentang
kemampuan hasil belajar siswa. Dengan mutlak disini dimaksudkan bahwa evaluasi ini dapat
memberikan informasi tentang apakah seorang siswa telah menguasai tujuan-tujuan instruksional
yang diinginkan atau belum, terlepas dari hasil yang dicapai oleh temen-temannya yang lain.
Karena itu alat evaluasi hendaknya disusun sedemikian rupa sehinnga hasilnya dapat ditafsirkan
dalam hubungan standar atau kriteria tertentu. Dengan pendekatan ini, test disusun untuk
mengetahui apakah siswa telah menguasai tujuan instruksional tertentu, bukan untuk
membedakan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain. Evaluasi formatif pada umumnya
menggunakan pendekatan criterien referenced ini. Pendekatan ini cocok untuk diterapkan di
dalam evaluasi untuk keperluan menilai efektifitas program pengajaran yang diberikan dan
menilai sejauh mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan di dalam suatu program
tertentu yang merupakan persyaratan untuk mengikuti program selanjutnya.
Sementara itu Ramayulis berpendapat bahwa, sebagai salah satu komponen penting dalam
pelaksanaan pendidikan Islam, evaluasi berfungsi untuk:
a) Mengetahui tingkat kepahaman anak didik terhadap mata pelajaran yang disampaikan.
b) Mendorong kompetisi yang sehat antar peserta didik.
c) Mengetahui perkembangan anak didik setelah mengikuti proses belajar mengajar.
d) Mengetahui akurat tidaknya guru dalam memilih bahan, metode dan berbagai penyesuaian
dalam kelas.[4]
Tidak jauh berbeda dengan Ramayulis, Armai Arief menyebutkan beberapa fungsi evaluasi
pendidikan islam sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui sejauhmana efektivitas cara belajar mengajar yang telah dilakukan,
khususnya yang berkenaan dengan anak didik.
b) Untuk mengetahui prestasi belajar siswa guna mengambil keputusan apakah materi pelajaran
bisa dilanjutkan atau tidak.
c) Untuk mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh
oleh anak didik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum
pendidikan Islam.
d) Sebagai bahan laporan kepada wali murid tentang hasil belajar siswa yang bersangkutan, baik
berupa buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dan lain-lain.
e) Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan hasil
pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[5]
Dari uraian tentang fungsi evaluasi tersebut di atas, tampak bahwa evaluasi pendidikan hanya
berjalan satu arah, yakni yang di evaluasi hanya elemen siswa saja. Karena masalah cultural, kata
Abdurrahman Mas’ud, anak didik tidak memperoleh kesempatan untuk memberi umpan balik
kepada sekolah mengenai gurunya, apalagi mengevaluasi guru tersebut.[6]
3. Prosedur Evaluasi
Dalam evaluasi hasil belajar pertimbangan utama yang harus dilakukan ialah menentukan apa
yang akan diukur. Kemudian menganalisis dengan cepat tujuan yang akan dicapai dalam
penilaian tersebut. Akhirnya ditentukan pula cara penafsiran hasil penilaian yang guru akan
memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut untuk melakukan
penilaian hasil belajar, maka harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut:
1) Langkah persiapan umum yang harus dilakukan pada tahap awal penyelenggaraan penilaian
misalnya guru harus menetapkan lebih dahulu alat yang digunakan dan criteria yang dijadikan
pedoman penilaian.
2) Langkah persiapan khusus yaitu langkah yang harus dilaksanakan pada saat akan melakukan
suatu langkah penilaian tertentu misalnya membuat alat penilaian dan menetapkan cara
pencatatannya.
b. Langkah verifikasi program/rencana yang telah dibuat. Pada langkah ini guru
mengklasifikasikan rencana yang disusun menjadi dua katagori yaitu rencana yang
baik/memadai dan rencana yang kurang baik. Untuk menilai ini diperlukan berbagai
pertimbangan berdasarkan akal sehat dan cara berpikir logis. Disamping itu obyektivitas
penilaian juga perlu ditekankan dalam menilai rencana.
d. Langkah penafsiran, yaitu langkah member makna atau arti terhadap informasi yang
diperoleh. Agar tidak terjadi over estimated atau under estimated perlu berhati-hati dalam
membuat rincian kriteria/norma.[7]
Senada dengan rincian tersebut Edwin Wundt dan Gerald W. Brown menyatakan bahwa
langkah-langkah dalam prosedur penilaian hasil belajar harus mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut:
Sebenarnya dengan mempertimbangkan dua jenis pertimbangan tersebut (butir satu dan dua)
sudah cukup lengkap sebagai prosedur penilaian. Oleh karena itu dalam melakukan penilaian
hasil belajar, guru perlu dan harus mempertimbangkan terlebih dahulu tujuan melakukan
penilaian dan pemahaman guru terhadap program yang akan dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan cara kuantitatif maupun kualitatf. Dengan cara kuantitatif,
berarti data yang dihasilkan berbentuk angka atau skor. Sedangkan cara kualitatif berarti
informasi hasil test berbentuk pernyataan-pernyataan verbal seperti kurang, sedang, baik dan
sebagainya.
Dalam melaksanakan kegiatan evaluasi, dapat digunakan dua jenis teknik yaitu teknik tes dan
non test. Teknik test biasanya digunakan unutk mengumpulkan data mengenai aspek
kemampuan, dimana kita mengenal misalnya test hasil belajar, test inteligensi, test bakat khusus,
dan sebagainya. Sedangkan teknik non test biasanya digunakan untuk menilai aspek kepribadian
yang lain misalnya minat, pendapat, kecenderungan dan lain-lain, dimana digunakan wawancara,
angket, observasi, dan sebagainya. Sedangkan teknik test (evaluasi) antara lain : a) Jenis test
yang terdiri dari tiga yaitu; test tertulis , test lisan dan test perbuatan, b) Bentuk soal test terdiri
dari; bentuk uraian dan obyektif.[9]
Evaluasi diperlukan untuk mengadakan perbaikan. Untuk itu diperlukan keterangan tentang baik
buruknya mutu pengajaran. Tanpa evaluasi, perbaikan tidak mungkin. Karena itu setiap orang
atau instansi yang bertanggung jawab atas usaha pendidikan wajib mengadakan evaluasi, antara
lain guru sendiri, kepala sekolah, dan seterusnya termasuk lembaga-lembaga terkait.
Mengadakan evaluasi banyak mengandung kesulitan. Sebagai guru kita harus mengevaluasi
kegiatan mengajar kita. Menilai dan mengeritik diri sendiri merupakan sikap obyektif,
kerendahan hati dan keterbukaan untuk melihat dan mengakui kesalahan sendiri agar ada usaha
untuk mencari cara-cara yang lain yang mungkin lebih berhasil.
Selama ini evaluasi yang dilakukan kadang-kadang hanya sampai pada domain kognitif saja, dan
itupun lebih berorientasi pada sejauh mana siswa mampu mengingat atau menghafal sejumlah
materi yang telah disampaikan olh guru, sedangkan domain afektif, apalagi psikomotorik lepas
dari proses evaluasi. Ini berarti bahwa proses belajar mengajar hanya mengejar penumpukan
materi dan informasi. Hal inilah yang kemudian dikenal dengan model bank education atau
pendidikan gaya bank.
Evaluasi tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika pelaksanaannya benar-benar disesuaikan
dengan prinsip-prinsip evaluasi. Menurut Muhaimin,dkk, dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan
islam perlu dipegang prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Agar evaluasi pendidikan sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka evaluasi
harus mengacu pada tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya.
d. Evaluasi dilakukan secara continue. Apabila pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah
proses untuk mencapai tujuan-tujua tertentu, maka evaluasi pendidikannya harus dilakukan
secara continue (terus-menerus), dengan memperhatikan prinsip pertama, kedua dan ketiga.[10]
Tentu saja evaluasi memerlukan biaya, waktu, dan tenaga, apa lagi ruang lingkup yang akan
dinilai itu luas. Kelemahan dalam evaluasi juga dapat disebabkan sulitnya penilaian itu sendiri.
Apalagi evaluasi terhadap pelaksanaan pembelajaran PAI yang semestinya ketiga ranah
pembelajaran yaitu kognitif, afektif dan psikomotor memerlukan evalauasi secara menyeluruh
(integrated).
DAFTAR PUSTAKA
Mas’ud, Abdurrahman, Antologi Studi Agama dan Pendidikan Islam, Semarang: Aneka
Ilmu, 2004.
Muhaimin, at-al, Ilmu Pendidikan Islam, Surabaya: Karya Abdi Tama, tt.
Ramayulis, Metodologi Pengajara Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Saleh, Abdul Rachman, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan aksi Jakarta:
Gemawindu Pancaperkasa, 2000.
Tantowi, H. Ahmad, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, Semarang: PT
Pustaka Rizki Putra, 2008.
Tayibnapis, Farida Yusuf, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Udin S Winataputra, at-al, Belajar dan Pembelajaran, Dirjen Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1994.
___________________
[1] Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 3.
[2] Abdul Rachman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan aksi (Jakarta: Gemawindu
Pancaperkasa, 2000), hlm. 76.
[3] Ibid, hlm. 76-77.
[4] Ramayulis, Metodologi Pengajara Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2001), hlm. 319.
[5] H. Ahmad Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2008),
hlm. 31-32.
[6] Abdurrahman Mas’ud, Antologi Studi Agama dan Pendidikan Islam, (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), hlm. 212.
[7] Udin S winataputra,at-al, Belajar dan Pembelajaran, (Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan
Universitas Terbuka, 1994), hlm. 170.
[8] Ibid, hlm. 171.
[9] Ibid, hlm. 79-81.
[10] Muhaimin, at-al, Ilmu Pendidikan Islam, (Surabaya: Karya Abdi Tama, tt), hlm. 229-234.
……………………….
A. PENGERTIAN MASALAH
Masalah adalah kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Dalam evaluasi pembelajaran PAI, harapan
kita guru PAI dapat melaksanakan evaluasi pembelajaran dengan baik. Tetapi kenyataannya terdapat
kesalahan dalam melaksanakan evaluasi. Jadi masalah berarti antara harapan dan kenyataan tidak
berkesinambungan, dalam arti harapan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada atau terjadi.
Evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation. Menurut Mehrens dan Lehmann yang dikutip oleh
Ngalim Purwanto, evaluasi dalam arti luas adalah suatu proses merencanakan, memeperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif.
Permasalahan dalam evaluasi pembelajaran PAI, terjadi ketika guru PAI melakukan evaluasi
pembelajaran
Menurut Zakiah Darajat, pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha untuk mengasuh peserta didik
agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Pendidikan Agama Islam merupakan
usaha sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk meyakini,
memahami, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan pengajaran atau pelatihan yang
telah ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Penilaian hasil belajar untuk kelompok mata pelajaran agama Islam dilakukan melalui:
1) Pengamatan terhadap perubahan terhadap prilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan
kpribadian peserta didik.
2) Ujian, ulangan dan atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Pendidikan adalah upaya sadar untuk melakukan proses pembelajaran peserta didik menuju
pendewasaan. Pembelajaran adalah penyampaian pengetahuan atau rangkaian kegiatan untuk
memberikan peluang kepada peserta didik agar dapat mengembangkan diri. Kedewasaan sebagai
produk pembelajaran bila dihubungkan dengan upaya penanaman nilai agama adalah kesalehan yang
belakangan lebih popular dengan istilah religiositas atau keberagamaan. Dengan demikian pembelajaran
adalah proses religiosisasi dalam pendidikan agama.
Prinsip utama yang dimiliki guru dalam pembelajaran religiositas adalah bahwa proses mengajar tidak
terikat oleh ruang dan waktu, dalam artian mengajar bisa terjadi dimanapun selama siswa memiliki
minat yang tinggi dalam memahami dan mengembangkan materi pelajaran. Tugas utama guru adalah
mengorganaisir suasana dan situasi agar dapat dijadikan proses belajar.
Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran religiositas, pertama, Asumsi terhadap siswa.
Siswa merupakan input utama dalam pembelajaran. Siswa merupakan elemen yang memiliki potensi
yang bisa mengarah pada realitas negatif maupun realitas positif. Pembelajaran mengarahkan siswa
kearah terwujudnya atau terbentuknya realitas sikap dan perilaku siswa yang positif. Dalam konteks ini,
maka proses pembelajaran harus mampu menjawab, memberikan dan menyelesaikan problematika
siswa. Dalam PP Nomor 19 tahun 2005, dinyatakan bahwa dalam pendidikan harus ada standar proses,
yaitu proses pembelajaran yang diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai dengan minat, bakat dan perkembangan fisik serta
psikologis anak. Berdasarkan pesan PP tersebut, dalam pembelajaran harus dikemas dengan sedemikain
rupa agar siswa dapat berekpresi secara bebas, siswa memiliki rasa senang dan nyaman dalam belajar,
serta memiliki keleluasaan dalam mengembangkan materi sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga
siswa benar-benar memhamai dan mampu melaksanakan materi yang diterima. Apabila pembelajaran
justru melahirkan situasi dan kondisi dimana siswa tidak mampu melakukan ekpresi secara bebas, maka
religiositas tidak akan dapat dicapai.
Kedua, Asumsi terhadap pembelajaran. Ibarat sebuah pabrik, pembelajaran adalah proses mencetak
sesuatu barang menjadi barang cetakan. Pembelajaran merupakan proses berinteraksinya seluruh
elemen dalam pembelajaran, seperti, siswa, tujuan, materi, metode, guru, sarana, lingkungan. Seluruh
elemen ini diramu, dikelola guru agar mampu mewujudkan kualitas siswa sesuai dengan harapan.
Pembelajaran berarti mengoptimalisasikan seluruh elemen atau faktor dengan cara yang sesuai dengan
kapasitas siswa. Pembelajaran harus dikemas dalam suasana yang menyengkan bagi siswa, karena
dnegan suasana yang menyenangkan siswa akan mudah menerima dan mengembangkan materi yang
diberikan dari guru. Banyak anak-anak tidak suka terhadap materi pelajaran tertentu, bukan disebabkan
karena sulitnya materi pelajaran tersebut, tetapi lebih pada faktor siswa pernah memiliki pengalaman
pahit di masa lalu terhadap pelajaran tersebut. Oleh sebab itu jika pembelajaran tidak dikemas dengan
suasana yang menyenangkan, maka tidak akan dapat melahirkan pembelajaran religiositas.
Ketiga, asumsi terhadap guru. Guru diakui atau tidak memiliki peluang sangat besar dalam mewujudkan
kualitas pembelajaran. Meskipun demikian, guru tidak bisa bersikap dan berperilaku sembarangan. Guru
tidak diperbolehkan memiliki anggapan bahwa dirinya merupakan satu-satunya orang yang paling
pinter, siswa adalah anak yang tidak mengetahui apa-apa (bodoh). Apa yang dikatakan guru pasti benar
dan tidak boleh dibantah. Guru ibarat raja kecil didalam kelas yang harus ditiru segala ucapan dan
tindakannya. Jika asumsi demikian yang ada dalam diri guru maka pembelajaran religiositas tidak pernah
ada.
Pembelajaran religiositas perlu dikonstruk dengan memperhatikan unsur-unsur yang sangat dominan
yaitu : pertama, perumusan mengenai pentahapan atau klasifikasi pencapaian tujuan pembelajaran
yang lazim disebut taksonomi harus dirumuskan dengan konkret, tidak hanya tetap berakar pada al
Qur’an dan Sunnah, tetapi juga mewujudkan sosok kehidupan masa kini yang mampu menunjukkan
arah, memberikan motivasi dan menjadi tolok ukur dalam evaluasi kegiatan.
Kedua, unsur bahan pembelajaran dirancang untuk mencapai tujuan pendidikan, bersumber pada
wahyu dan yang selanjutnya memberikan penyelesaian praktis permasalahan umat. Cakupan dan arah
bahan kemudian didudukkan sebagai kurikulum sebuah kegiatan belajar mengajar. Struktur dan
organisasi kurikulum didesain dengan kompak dan utuh, meski susunannya sudah dikemas dalam sosok
muatan nasional dan lokal, pada dasarnya berpeluang untuk menentukan jati diri produk pembelajaran
dan tidak perlu terkungkung oleh jerat formal. Artinya, unsur kurikulum bisa dibangun dengan membuka
pintu baik bidang studi agama maupun non agama. Ini dilakukan karena masing-masing memiliki kaitan
fungsional dengan ilmu tentang kenyataan praktis sebagai bagian proses mencapai tujuan.
Kemampuan membuka diri masing-masing bidang studi, menentukan kaitan fungsional antar unsur, dan
kemudian membangun organisasi kurikulum yang kompak dan utuh untuk mencapai tujuan. Tawaran
yang bisa menjadi pijakan adalah model scientific cum doktriner milik Mukti Ali, dengan teknik koherensi
esensi dalam keterbukaan tampilan praktis. Model ini berpangkal dan bersumber pada al Qur’an dan
Sunnah, namun pada saat yang sama menyikapi tampilan empiris. Potensi yang akan tumbuh lebih
mengarah pada munculnya perilaku religiositas.
Komarudin Hidayat (1999) memberikan pemikiran ideal yang menarik tentang pendidikan dan
pengajaran agama yang relatif adaptif dengan perkembangan dan realitas masyarakatnya yaitu dengan
membebaskan diri dari dikte-dikte sejarah masa lalu, membaca dan memahami ayat-ayat suci beserta
sebab-sebab turunnya, dan mengeluarkan makna etisnya.
Secara lebih operasional, Soedjatmoko (1976) memberikan sebuah tawaran agar pengajaran dan
pendidikan agama perlu sinkronisasi, kerjasama dan diinteraksikan dengan pendidikan non agama,
sehingga memudahkan peserta didik mengamalkan agama ke dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini
dioperasionalkan secara lebih teknis oleh Mochtar Buchori (1994) dengan cara setiap jam kegiatan
pendidikan agama memperkaya program pendidikan umum, sedangkan setiap jam kegiatan pendidikan
umum akan memantapkan program pendidikan agama. Disinilah pendidikan agama tidak boleh
terlampau bersikap menyendiri, tetapi harus saling bekerjasama dengan ilmu lain. Bentuknya bisa
berupa latihan-latihan pengamalan keagamaan, sehingga pendidikan menjadikan orang beragama
secara transformatif. Artinya pendidikan agama yang bisa mempekokoh kehidupan lewat praksis sosial
serta berorientasi pada pemecahan problematika ummat.
Selama ini belum diperoleh hasil penelitian yang komprehensif tentang hasil pembelajaran pendidikan
agama Islam pada sekolah, mulai tingkat SD, SMP dan SMA. Berbagai penelitian yang menyangkut
tentang pendidikan agama di sekolah pernah dilakukan oleh beberapa kalangan, tetapi sifatnya parsial.
Misalnya, Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama, telah beberapa kali melakukan penelitian
tentang pendidikan agama di sekolah: penelitian tentang kompetensi Guru PAI tingkat di beberapa
propinsi, penelitian tentang kesiapan GPAI dalam pelaksanaan KBK di SMA dan penelitian tentang
keberagamaan siswa SMU.
Namun bisa diduga, bahwa hasil pembelajaran PAI pada sekolah adalah sangat bervariasi, mulai dari
hasil pembelajaran yang kurang berkualitas hingga yang sangat bermutu. Pembelajaran yang
dikembangkan selama ini adalah selalu menempatkan guru sebagai pusat belajar sehingga target
pembelajaran adalah ilmu pengetahuan sebagai pemberian guru kepada siswa (transfer of knowledge)
yang berbentuk penguasaan bahan dan selalu berorientasi pada nilai yang tertuang dalam bentuk
angka-angka. Dengan demikian dominasi guru akan menghancurkan kreativitas, kemandirian serta
orisinalitas siswa. Di samping itu penyampaian pembelajaran lebih bersifat teks normatif. Pendidikan
religiositas atau keberagamaan yang seharusnya terbentuk melalui pendidikan agama terabaikan atau
gagal diwujudkan.
Materi pendidikan agama Islam yang disajikan di sekolah masih banyak terjadi pengulangan-
pengulangan dengan tingkat sebelumnya. Disamping itu, materi pendidikan agama Islam dipelajari
tersendiri dan lepas kaitannya dengan bidang-bidang studi lainnya, sehingga mata pelajaran agama
Islam tidak diterima sebagai sesuatu yang hidup dan responsif dengan kebutuhan siswa dan tantangan
perubahan. Bahkan kehadiran pelajaran pendidikan agama Islam dapat dipastikan akan membosankan
dan kurang menantang.
Metodologi pembelajaran agama Islam di sekolah disampaikan sebagian guru secara statis-indoktrinatif-
doktriner dengan fokus utama kognitif yang sibuk mengajarkan pengetahuan dan peraturan agama,
akan tetapi bagaimana menjadi manusia yang baik: penuh kasih sayang, menghormati sesama, peduli
pada lingkungan, membenci kemunafikan dan kebohongan dan sebagainya justru luput dari perhatian.
Romo Mangunwijaya dengan nada menggugat ia berucap, pelaksanaan pendidikan agama saat ini
mempunyai masalah-masalah yang sangat kompleks tapi sayangnya tidak semua educator agama benar-
benar sadar akan persoalan ini. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa pola pendidikan kita saat ini masih
mementingkan huruf dari pada ruh, lebih mendahulukan tafsiran harfiah di atas cinta kasih.
Dari ungkapan-ungkapan sebagaimana terurai di atas, dapat dimengerti bahwa pelaksanaan pendidikan
agama Islam sekolah menghadapi sejumlah permasalahan yang mendesak untuk dipecahkan. Jika tidak,
dikhawatirkan justru misi utama yang hendak diemban oleh pendidikan agama Islam malah tidak atau
kurang mencapai sasaran.
b. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan
berwibawa serta menjadi teladan peserta didik.
Dalam standar nasional pendidikan, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi
teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian sangat besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini
memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapkan
dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan
negara, dan bangsa pada umumnya.
c. Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali
peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian
dari masyarakat yang sekurang-kurangnya memiliki kompetensi untuk:
1. Berkomunikasi secara lisan, tulisan dan isyarat
2. Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional
3. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali
peserta didik; dan
4. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar
d. Kompetensi Profesional
Yang dimaksud kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas
dan mendalam.
Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi, pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang
ditetapkan dalam standar nasional pendidikan. Adapun ruang lingkup kompetensi profesional sebagai
berikut:
1. Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik filosofi, psikologis, sosiologis, dan
sebagainya.
2. Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik.
3. Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.
4. Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.
5. Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan.
6. Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.
7. Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik.
8. Mampu menumbuhkan kepribadian peserta didik.
Dengan diberlakukannya kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) saat ini, dalam hal penilaian atau
evaluasi, ditinjau dari sudut profesionalisme tugas kependidikan maka dalam melaksanakan kegiatan
penilaian yang merupakan salah satu ciri yang melekat pada pendidik profesional. Seorang pendidik
profesional selalu menginginkan umpan balik atas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal tersebut
dilakukan karena salah satu indikator keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh tingkat keberhasilan
yang dicapai peserta didik. Dengan demikian, hasil penilaian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan
proses pembelajaran dan umpan balik bagi pendidik untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran
yang dilakukan.
Adanya komponen-komponen yang menunjukkan kualitas mengevaluasi akan lebih memudahkan para
guru untuk terus meningkatkan kualitas menilainya.
Dengan demikian, berarti bahwa setiap guru memungkinkan untuk dapat memiliki kompetensi menilai
secara baik dan menjadi guru yang bermutu.
1. Mempelajari fungsi penilaian
2. Mempelajari bermacam-macam teknik dan prosedur penilaian
3. Menyusun teknik dan prosedur penilaian
4. Mempelajari kriteria penilaian teknik dan proseur penialaian
5. Menggunakan teknik dan dan prosedur penilaian
6. Mengolah dan menginterpretasikan hasil penilaian
7. Menggunakan hasil penilaian untuk perbaikan proses belajar mengajar
8. Menilai teknik dan prosedur penilaian
9. Menilai keefektifan program pengajaran
Dalam standar kompetensi guru DKI Jakarta, hal penguasaan teknik evaluasi, guru yang berkompeten
mampu melaksanakan evaluasi proses dan hasil serta manfaat pembelajaran yaitu dengan:32
1. Mengidentifikasi berbagai jenis alat atau cara penilaian.
2. Menentukan metode yang tepat dalam menilai hasil belajar.
3. Membuat dan mengembangkan alat evaluasi sesuai kebutuhan.
4. Menentukan kriteria keberhasilan dalam melakukan evaluasi.
5. Menganalisis hasil evaluasi dan melaksanakan tindak lanjut.
………………………………
evaluasi
dirumuskan.
pembelajaran
yang lulus.
3 TEMBILAHAN HULU..
1. Menarik untuk diteliti karena pada fakta yang ada tidak sesuai
untuk menelitinya.
meneliti.
C. Penegasan Istilah
1. Pelaksanaan
Berasal dari kata laksana yang berarti proses dari sesuatu.
2. Evaluasi
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan
3. Pembelajaran
4. Agama Islam
keimanan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta tata
D. Permasalahan
1. Pembeberan Masalah
Dari latar belakang masalah dan gejala-gejala di atas, maka
2. Batasan Masalah
3. Rumusan Masalah
Tembilahan Hilir?
1. Tujuan Penelitian
Tembilahan Hilir.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Guru
mengatasinya.
b. Bagi peneliti
1. Sebagai syarat dalam menyelesaikan studi akhir sekaligus meraih
F. Kerangka Teoritis
G. Konsep Operasional
kognitif
afektif
psikomotor
pembelajaran
ulangan harian
…………..
ENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang calon guru nantinya akan benar-benar dituntut profesional dalam menjalankan
tugasnya sebagai seorang pendidik. Di dalam mengajar nantinya seorang guru dituntut untuk bisa
memberikan pendidikan yang terbaik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan yang
diinginkan.
Evaluasi dalam pendidikan Islam cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku peserta
didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komperehensif dari seluruh aspek-aspek
kehidupan mental psikologis dan spritual religius peserta didik. Karena sosok pribadi yang
diinginkan oleh pendidikan Islam bukan hannya pribadi yang bersifat religius, tetapi juga
memiliki ilmu dan berkleterampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhandan
masyrakat.
Dalam hal itu, evaluasi pendidikan merupakan salah satu bagian dari kegiatan yang
dilakukan oleh seorang guru untuk mendukung agar tercapainya tujuan pendidikan tersebut, dan
diantara evaluasi yang dilakukan oleh guru yaitu evaluasi hasil belajar, dimana evaluasi ini
dilakukan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan dan keterampilan siswa setelah menerima
materi dan arahan dari seorang guru.
Evaluasi hasil belajar ini sangatlah penting dimana seorang guru harus benar-benar obyektif
dan profesional dalam melaksanakannya, karena disisi seorang guru akan memutuskan berhasil
tidaknya seorang murid.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Evaluasi Pembelajaran PAI
2. Tujuan Evaluasi Pembelajaran PAI
3. Fungsi Evaluasi Pembelajaran PAI
4. Prinsip Evaluasi Pembelajaran PAI
5. Macam Evaluasi Pembelajaran PAI
6. Alat-alat Penilaian.
PEMBAHASAN
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah
pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan agama islam guna melihat
sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai islam sebagai tujuan dari
pendidikan islam itu sendiri.[3] Atau lebih singkatnya yang dimaksud dengan evaluasi disini
adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan siswa.[4]
Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran,
melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah
diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang
cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar
kekurangannya, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat sekolah. Sasaran evaluasi tidak
hannya bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik,
sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan
pendidikan islam.[6]
1) Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan mengajar yang telah dilakukan
benar-benar tepat atau tidak, baik yang berkenaan dengan sikap pendidik/ guru maupun anak
didik/murid.
2) Untuk mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah bahan
pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan.
3) Untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan
yang diperoleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum
pendidikan Islam.
4) Sebagai bahan laporan bagi orang tua murid tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat
berbentuk buku raport, piagam, sertifikat, ijazah dll.
5) Untuk membandingkan hasil pembelajaran yang diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran
yang dilakukan sesudah itu, guna meningkatkan pendidikan.[7]
Prof. Dr. S. Nasution menyatakan, bahwa fungsi evaluasi pendidikan sebagai berikut:
a) Mengetahui kesanggupan anak, sehingga anak itu dapat dibantu memilih jurusan, sekolah atau
jabatan yang sesuai dengan bakatnya.
b) Mengetahui hingga manakah anak itu mencapai tujuan pelajaran dan pendidikan.
c) Menunjukkan kekurangan dan kelemahan murid-murid sehingga mereka dapat diberi bantuan
yang khusus untuk mengatasi kekurangan itu. Murid-murid memandang tes juga sebagai usaha
guru untuk membantu mereka.
d) Menunjukkan kelemahan metode mengajar yang digunakan oleh guru. Kekurangan murid sering
bersumber pada cara-cara mengajar yang buruk. Setiap tes atau ulanagan merupaan alat penilaian
hasil karya murid dan guru. Hasil 7 khnulangan yang buruk jangan hanya dicari pada murid,
akan tetapi juga pada guru sendiri.
e) Memberi petunjuk yang lebih jelas tentang tujuan pelajaran yang hendak dicapai. Ulangan atau
tes memberi petunjuk kepada anak tentang apa dan bagaimana anak harus belajar. Ada hubungan
antar sifat ujian dan teknik belajar.
f) Memberi dorongan kepada murid-murid untuk belajar dengan giat, anak akan bergiat belajar
apabila diketahuinya bahwa tes atau ulangan akan diadakan.
Dari ungkapan tersebut dapat disimpulkanbahwa fungsi evaluasi hasil belajar dalam proses
belajar mengajar pendidikan agama untuk:
a) Penentuan kelemahan dan atau kekuatan serta kesanggupan murid dalam memiliki/menguasai
materi pendidikan pengajaran agama yang telah diterima dalam proses belajar mengajar.
b) Penentuan komponen-komponen/unsur-unsur (tujuan, materi, alat dan metode dan sebagainya),
yang perlu ditinjau dan direvisi/diperbaiki
c) Penentuan kelemahan/kekuatan guru dalam melaksanakan program belajar-mengajar
d) Membimbing pertumbuhan dan perkembangan murid baik secara perorangan maupun
kelompok.[8]
1. Evaluasi adalah alat komunikasi; yaitu komunikasi inter dan antar sekolah dengan orang tua dan
sekolah dengan masyarakat.
2. Evaluasi untuk membantu anak-anak dalam mencapai perkembangan yang semaksimal
mungkin.
3. Evaluasi terhadap anak tidak hanya dibandingakan dengan nilai anak itu sendiri pada hasil-hasil
sebelumnya akan tetapi juga dibandingkan dengan kelompoknya.
4. Dalam mengadakan evaluasi seharusnya mempergunakan berbagai macam alat atau cara-cara
evaluasi dengan segala variasinya.
5. Evaluasi seharusnya memberi follow up
6. Bahwa dalam memberi nilai/evaluasi seseorang itu didasarkan pada keadaan yang bisa diserap
oleh indera manusia, sedangkan keadaan bathiniyah seseorang menjadi urusan masing-masing
orang dengan Allah SWT.
b. Prinsip pelaksanaan evaluasi
Dalam memberikan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar pendidikan agama
harus berdasarkan prinsip pelaksanaan. Adapun prinsip-prinsip pelaksanaan itu adalah sebagai
berikut:
1. Komprehensif
2. Kontinyuitas
3. Obyektifitas
a) Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif yaitu evaluasi yang dilakukan sesudah diselesaikan satu pokok bahasan.
Dengan demikian evaluasi hasil belajar jangkan pendek. Dalam pelaksanaannya di sekolah
evaluasi formatif ini merupakan ulangan harian.
b) Evaluasi Sumative
Evaluasi Sumative yaiyu evaluasi yang dilakukan sesudah diselesaikan bebrapa pokok
bahsan. Dengan demikian evaluasi sumative adlah evaluasi hasil belajar jangka panjang. Dalam
pelaksanaannya di sekolah, kalau evaluasi formative dapat disamakan dengan ulangan harian,
maka evaluasi sumative dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan
pada tiap akhir catur wulan atau akhir semester.
c) Evaluasi Placement
Jika cukup banyak calon siswa yang diterima di suatu sekolah sehingga diperlukan lebih dari
satu kelas, maka untuk pembagian diperlukan pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik
akan disatukan di satu kelas ataukah semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik,
sedanmg dan kurang, maka deperlukan adanya informasi. Informasi yang demikian dapat
diperoleh dengan cara evaluasi placement. Tes ini dilaksanakan pada awal tahun pelajaran untuk
mengetahui tingkat pengetahuan siswa berkaitan dengan materi yang telah disampaikan.[11]
d) Evaluasi Diagnostic
Evaluasi Diagnostic ialah suatu evaluasi yang berfungsi untuk mengenal latar belakang
kehidupan (psikologi, phisik dan milliau) murid yang mengalami kesulitan belajar yang hasilnya
dapat digunakann sebagai dasar dalam memcahkan kesulitan-kesulitan tersebut.[12]
Dan jenis-jenis evaluasi pendidikan islam ada empat macam yang dilakukan, yaitu;
a. Evaluasi formatif
b. Evaluasi sumatif
c. Evaluasi placement
d. Evaluasi diagnostic[13]
F. Alat-alat Penilaian.
Pada pelaksanaan evaluasi hasil belajar pengajaran agama, anda akan diperkenalkan dengan
tiga bentuk evaluasi, yaitu:[14]
a. Tes tertulis
Ialah tes, ujian atau ulangan, yang dialami oleh sejumlah siswa secara serempak dan harus
menjawab sejumlah pertanyaan atau soal secara tertulis dalam waktu yang sudah ditentukan.
Terdapat dua jenis tes tertulis, yaitu tes esai dan Obyektive tes.
b. Tes Lisan
Ialah bila sejumlah siswa sorang demi seorang diuji secara lisan oleh seorang penguji atau
lebih.
c. Observasi
Ialah metode/cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secar sistematis mengenai
tingkah laku dengan melihat/ mengamati siswa atau sekelompok siswa secara langsung. Dalam
rangka evaluasi hasil belajar, observasi digunakan sebagai alat evaluasi untuk menilai kegiatan-
kegiatan belajar yang bersifat keterampilan atau aspek Psikomotor.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian Evaluasi Pembelajaran PAI.yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan
agama Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan agama
islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai islam
sebagai tujuan dari pendidikan islam itu sendiri
Tujuan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar (termasuk belajar mengajar
pendidikan agama): untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi taraf perkembangan dan
kemajuan yang diperoleh muri, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetepkan dalam
kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Armai, “Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam”, (Jakarta: Ciputat Press,
2002)
Anam, Choirul,”Metodologi Pendidikan Agama Islam”, (Jombang: Tebuireng, 2014)
Hasan, Basyri dan Beni, Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010)
Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002)
[10] Ibid.,151.
[11] Hasan, Basyri dan Beni, Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2010), hal. 210
[12] Ibid., 152.
[13] Ibid,, hal.26
[14] Zakiah Daradjat, “Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam”,
……………………..
Menurut Monroe, yang dikutib oleh Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, bahwa
evaluasi adalah suatu penilaian yang lebih menitik beratkan pada perubahan kepribadian secara
luas dan terhadap sasaran-sasaran umum dari program kependidikan.[1]
Sedangkan yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan agama Islam ialah suatu kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan agama. Evaluasi adalah alat
untuk mengukur sampai dimana penguasaan murid terhadap bahan pendidikan yang telah
diberikan.[2]
Di sekolah evaluasi diadakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemajuan penguasaan
bahan pelajaran murid, disamping juga ketrampilan, sikap dan evaluasi juga untuk mengetahui
hambatan-hambatan yang terdapat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, sehingga dengan
itu dapat diberikan bimbingan bantuan.[3]
Jadi jelaslah, bahwa dalam evaluasi mementingkan penilaian tentang pertumbuhan dan
perkembangan yang menyeluruh pada seseorang individu atau pada kelompok. Dan evaluasi
bukanlah hanya sekedar gejala yang dapat dicapai dengan mudah dan berlaku begitu saja, tetapi
ia merupakan suatu keharusan, merupakan suatu keperluan dalam setiap proses pendidikan.
Dengan demikian evaluasi secara keseluruhan dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah-
sekolah bukan hanya sekedar menilai hasil belajar siswa saja, tetapi juga bagaimana guru
mengajar, bagaimana situasi dan perlengkapan sekolah yang tersedia, sesuai tidaknya materi
yang diberikan, kecerdasan dan minat anak. Dan mengingat bahwa penilaian ini dilakukan pada
program pengajaran di sekolah, dimana waktu belajar cukup panjang dan lama serta kegiatan
belajarpun sudah banyak dilakukan, maka penilaian hasil belajar itu harus diarahkan secara
lengkap kepada semua aspek tingkah laku. Penilaian itu dilakukan terhadap aspek-aspek
pengetahuan, aspek ketrampilan, serta aspek nilai dan sikap yang telah diperoleh atau dikuasai
siswa- siswa setelah mereka mengalami kegiatan belajar-mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang.
Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, 1991. Ilmu Pendidikan, Jakrta, Rineka Cipta.
Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsismi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rieneka
Cipta.
Mansyur & Moehammad, 1982. Evaluasi Pendidikan Agama, Songo Abadi Inti.
Sarwono, Sarlito Wirawan, 1976. Pengantar Umum Psikologi, Jakarta, Bulan Bintang.
Zuhairini, et.al, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang, Biro Ilmiah Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.
Refrensi Buku
[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) cet. Ed. Rev., hal. 245.
[2] Zuhairini, et.al, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Ampel, 1983) hal. 154.
[3] Mansyur & Moehammad, Evaluasi Pendidikan Agama, (Songo Abadi Inti, 1982), hal. 1.
……………….
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pendidikan terjadi proses belajar mengajar yang sistematis, yang terdiri dari
banyak komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat terpisah atau berjalan
sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling bergantung dan berkesinambungan.
Proses belajar mengajar pada dasarnya adalah interaksi yang terjadi antara guru dan siswa
untuk mencapai tujuan pendidikan. Guru sebagai pengarah dan pembimbing, sedang siswa
sebagai orang yang mengalami dan terlibat aktif untuk memperoleh perubahan yang terjadi pada
diri siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar, maka guru bertugas melakukan suatu
kegiatan yaitu penilaian atau evaluasi atas ketercapaian siswa dalam belajar.
Evaluasi adalah sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan
perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.[1] Evalusi Pendidikan adalah sistem yang
dilaksanakan.[2] Sedangkan evaluasi pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk menentukan
taraf kemajuan suatu aktivitas di dalam pendidikan Islam.[3]Evaluasi digunakan sebagai alat
untuk menentukan suatu tujuan pendidikan dicapai atau tidak. Tentunya evaluasi ini tidak hanya
Evaluasi pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku
anak didik berdasarkan standar perhitungan yang bersifat komprehensif dari seluruh aspek-aspek
Selain memiliki kemampuan untuk menyusun bahan pelajaran dan keterampilan menyajikan
bahan untuk mengkondisikan keaktifan belajar siswa, guru diharuskan memiliki kemampuan
mengevaluasi ketercapaian belajar siswa, karena evaluasi merupakan salah satu komponen
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka Makalah ini dapat
C. Tujuan
Pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan. Menurut Anas
Sudijono, tujuan evaluasi adalah, pertama, untuk mencari informasi atau bukti-bukti tentang
sejauhmana kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan, atau sejauhmana batas
kemampuan yang telah dicapai oleh seseorang atau sebuah lembaga. Kedua, untuk mengetahui
sejauhmana efektifitas cara dan proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut.
PEMBAHASAN
Secara etimologi. Evaluasi berasal dari bahasa Inggris: Evaluation akar katanyaValue
yang berarti menilai atau harga[4]. Nilai dalam bahasa Arab disebut al-Qimahatau al-Taqdir[5]
Dengan demikian secara harfiah , evaluasi pendidikan al-Tagdir al-tarbawiy dapat diartikan
sebagai penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan
Secara terminologi evaluasi pendidikan dibagi atas beberapa pendapat yaitu sebagai
berikut:
1) Menurut Edwind Waudt, evaluasi mengandung pengertian suatu tindakan atau proses dalam
menentukan sesuatu.[7]
2) Menurut M.Chabib Thaha, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan objek dangan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur
3) Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang
bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif
4) Menurut Norman Gronlund, evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan
dan kemajuan siswa kearah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan di dalam
kurikulum.[9]
a) Evaluasi adalah proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan
c) Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk menilai seberapa jauh program telah berjalan seperti
d) Evaluasi adalah suatu alat untuk menentukan apakah tujuan pendidikan dan apakah proses dalam
komponen dan sistem pendidikan islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana
sebagai alat untuk mengukur beberhasilan atau target yang akan yang akan dicapai dalam proses
Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar/ukuran pemahaman anak didik terhadap materi
pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang
telah diberikan. Selain itu program evaluasi bertujuan untuk mengetahui siapa diantara anak
didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat
mengejar kekurangannya.
Sasaran evaluasi tidak bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan
Sedangkan menurut Muchtar Buchari M. Eb, mengemukakan, ada dua tujuan evaluasi:
1. Untuk mengetahui kemajuan belajar peserta didik setelah menyadari pendidikan selama jangka
waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkat efisien metode pendidikan yang dipergunakan dalam jangka waktu
tertentu.
Namun secara umum tujuan evaluasi itu diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan evaluasi secara umum adalah:
2) Untuk mengetahui tingkat efektifitas metode yang digunakan guru dalam mengajar.
3) Untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.
b) Untuk mencari faktor-faktor penyebab keberhasilan dan kegagalan siswa dalam mengikuti
program Pendidikan.
c) Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan.
d) Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, Sehingga dapat
e) mengetahui efisiansi dan efektifitas strategi pembelajaran yang digunakan guru, baik yang
Fungsi evaluasi adalah membantu anak didik agar ia dapat mengubah atau
mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya cara meraih
suatu kepuasan bila berbuat sebagaimana mestinya. Di samping itu fungsi evaluasi juga dapat
Kalau dilihat prinsip yang terdapat didalam al-Qur’an dan praktek yang dilakukan oleh
Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan
yang dihadapi.
Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah
dengan istilah muraja’ah terhadap kegiatan pendidikan. Umpan balik berguna untuk:
1. Ishlah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan termasuk perbaikan perilaku,
2. Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan, artinya melihat kembali
program-program pendidikan yang dilakukan, apakah program tersebut penting atau tidak dalam
kehidupan peserta didik. Apabila terdapat program yang harus dihilangkan dan dicarikan
3. Tajdid, yaitu memodrenisasi semua kegiatan pendidikan. Kegiatan yang tidak relevan baik untuk
kepentingan internal maupun eksternal perlu diubah dan dicarikan penggantinya yang lebih baik.
Dengan kegiatan ini, maka pendidikan dapat dimobilisasi dan didinamisasi untuk lebih maju.
4. Ad-dakhil, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik berupa rapor, ijazah,
1) Secara psikologis, peserta didik perlu mengetahui prestasi belajarnya, sehingga ia merasakan
2) Secara sosiologis,untuk mengetahui apakah peserta didik sudah cukup mampu untuk terjun ke
masyarakat. Mampu dalam arti dapat berkomunikasi dan beradaptasi dengan seluruh lapisan
3) Secara didaktis-metodis, evaluasi berfungsi untuk membantu guru dalam menempatkan peserta
didik pada kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan dan kecakapannya masing-masing.
5) untuk mengetahui taraf kesiapan peserta didik dalam menempuh program pendidikannya.
6) untuk membantu guru dalam memberikan bimbingan dan seleksi, baik dalam rangka
7) Secara administratif, evaluasi berfungsi untuk memberikan laporan tentang kemajuan peserta
didik kepada pemerintah, pimpinan/kepala sekolah, guru/instruktur, termasuk peserta didik itu
sendiri.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan evaluasi pendidikan islam itu sebagai
berikut:
1. Evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen dan sistem pendidikan islam yang harus
dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur beberhasilan atau target
yang akan yang akan dicapai dalam proses pendidikan islam dan pembelajaran.
2. Evaluasi pendidikan dapat diartikan sebagai penilaian dalam (bidang) pendidikan atau penilaian
3. Yang bertujuan mengetahui kadar/ukuran pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran,
melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah
diberikan.
4. Sasaran evaluasi tidak bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan untuk
tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan kepadanya cara meraih suatu kepuasan bila
B. Saran
Semoga Maklalah ini Bermanpat Khususnya bagi Penulis, Umumnya bagi pembaca.
DAFTAR FUSTAKA
Anas Sudion, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Grapindo Persada, Jakarta, 2005
Edwind Wandt dalam Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia, Jakarta, 2001
S.Wojowasito dan Tito Wasito W, Kamus Lengkap Inggris Indonesia, Hasta, Jakatra, 1980
Problematika..
Dalam problematika pendidikan PAI. Tidak ada gading yang tidak retak. Menurut penulis
pribahasa ini cukup bisa mewakili pendidikan agama Islam di Indonesia sekarang ini. [baca:
perkembangan demokrasi di indonesia] Tidak sedikit dijumpai buku-buku dan tulisan-tulisan
yang menunjukkan kegemilangan pendidikan agama Islam, pendidikan agama Islam dianggap
sudah bisa menghantarkan siswa menjadi pribadi yang mengusai bagaimana cara berinteraksi
yang baik dan benar, baik secara vertikal maupun horisontal. Di sisi lain, masih banyak dijumpai
kekurangan serta problematika pendidikan agama Islam yang perlu mendapat perhatian khusus.
Problematika selalu menuntut untuk bisa diselesaikan. Begitu juga dengan problematika
pendidikan PAI (Pendidikan agama Islam). Dalam studi problematika pendidikan PAI, tidak
hanya dikaji tentang masalah-masalah yang muncul, akan tetapi juga berusaha menemukan
solusi dan jalan keluar atas permasalahan tersebut.
Munculnya sebuah permasalahan dalam PAI terutama yang berkenaan dengan proses
pembelajaran, tidak lepas dari tiga sebab yang mendasar. Pertama, selama ini, banyak
pendidikan agama yang lebih banyak berorientasi pada aspek kognitif saja. Padahal pendidikan
agama seharusnya lebih berorientasi secara praktisi, maka tidak heran ketika banyak dijumpai
anak yang menadapat niai bagus dalam mata pelajaran agama akan tetapi dalam penerapan dan
prilaku keseharian cenderung menyimpang dari norma ajaran yang islami, sebagaiman a
disebutkan oleh penulis di pendahuluan. Kedua, sistem pendidikan agama yang berkembang di
sekolah kurang sistematis dan kurang terpadu untuk anak didik. Ketiga, eveluasi yang dilakukan
untuk pendidikan agama disamakan dengan pelajaran-pelajaran yang lain, yaitu hanya aspek
kognitif saja. Pada hakikatnya evaluasi PAI idealnya tidak hanya dalam hal kognitif saja, akan
tetapi lebih menekankan pada praktisi, supaya ajaran agama yang telah siswa pelajari bisa
terlihat langsung dalam berprilaku sehari-hari.[1]
Problematika pendidikan PAI tidak hanya tumbuh subur di Indonesia. Di Filipina permasalahan
ini sudah banyak diperbincangakan sejak 1980, dan ditahun yang sama diadakan sebuah
konferensi untuk membahas problematika ini. berikut ini adalah problematika yang ditemukan:
1. Curriculum 2. Inadequate resources 3. Lack of competent teachers 4. Lack of competent
administrators 5. Lack of adequate teaching materials (no relevant textbooks and referen-
ces) 6. Lack of school facilities such as buildings, etc. 7. Peace and order as an extraneous
factor affecting the normal operation of madrasah.[2]
Enam permasalahan yang muncul di Filipina hampir ada kesamaan dengan yang terjadi di
Indonesia, terutama yang berkenaan dengan proses pembelajaran. Bedanya, di Filipina hal
tersebut sudah menjadi perhatian khusus bahkan sejak tahun 1980, akan tetapi di Indonesia
belum ada konferensi yang memperbincangkan problematika pendidikan PAI. [baca: manusia
dan pendidikan]
Dalam mengkaji problematika pendidikan PAI yang berkembang baik di lembaga pendidikan
Islam maupun di lembaga yang tidak ber latar belakang Islam selalu menjadi hal yang menarik.
Karena masalah yang muncul dalam PAI seakan tidak pernah ada habisnya.
Secara garis besar problematika yang dihadapi oleh pendidikan agama Islam bisa digolongkan
menjadi dua. Pertama, permasalahan yang bersumber dari internal. Maksudnya adalah
permasalahan yang muncul dari materi pendidikan agama Islam itu sendiri, karena materi dalam
pendidikan agama Islam mayoritas berupa sesuatu yang abstrak. Kedua, permasalahan yang
bersumber dari ekternal. Eksternal disini mencakup lingkungan, guru, keadaan ekonomi siswa,
politik dan orang tua.[3]
Problematika yang muncul dari internal siswa cenderung lebih mudah untuk ditangani. Karena
guru bisa memilah dan memilih materi apa yang tepat diajarkan kepada peserta didik di level
belajar tertentu. Kurikulum juga termasuk dalam problematika yang bersumber dari internal,
kurikulum dianggap sebagai pedoman dalam setiap proses belajar mengajar.
Kuriulum PAI yang digunakan disekolah cenderung memiliki kompetensi yang tidak
terlalu luas, lebih-lebih lagi guru PAI seringkali terpaku pada kurikulum yang tidak terlalu
komprehensif tersebut. Selain itu, kurikulum PAI lebih cenderung menjelaskan persoalan-
persoalan teoretis agama yang bersifat kognitif dan amalan-amalan ibadah praktis. Padahal PAI
seharusnya diaplikasikan dalam kehidupan nyata sehari-hari.[4]
Kurikulum adalah salah satu komponen operasional pendidikan agama islam sabagai
sistem materi atau disebut juga sebagai kurikulum. Jika demikian, maka materi yang
disampaikan oleh pendidikan (khususnya pendidik agama islam) hendaknya mampu
menjabarkan seluruh materi yang terdapat di dalam buku dan tentunya juga harus ditunjang oleh
buku pegangan pendidik lainnya agar pengetahuan anak didik tidak sempit.
Disamping itu materi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak
didik dan tujuan pembelajaran. Sesuai dengan pernyataan Nur Uhbiyati mengenai definisi
kurikulum, bahwa kurikulum adalah sejumlah pengalaman pembelajaran, kebudayaan sosial,
olah raga dan kesenian yang tersedia di sekolah bagi anak didik dan tujuan didik di dalam dan di
luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk perkembangan menyeluruh dalam segala segi
dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan pembelajaran.[5]
Namun merealisasikan kurikulum yang ada disuatu lembaga pendidikan bukanlah suatu
hal yang mudah, sedangkan alokasi waktu untuk pembelajaran pendidikan agama islam sangat
sedikit. Dengan demikian dapat menjadi problem dalam pembelajaran pandidikan agama islam.
Permasalahan yang bersumber dari eksternal cenderung lebih kompleks dan menuntut banyak
kerja keras untuk bisa menyelesaikanya…
A. Latar Belakang
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui hasil yang telah dicapai oleh
pendidik dalam proses pembelajaran adalah melalui evaluasi. Evaluasi merupakan sub sistem
yang sangat di butuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena evaluasi dapat mencerminkan
seberapa jauh perkembangan atau kemajuan hasil pendidikan. Dalam setiap pembelajaran,
pendidik harus berusaha mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Pentingnya
diketahui hasil ini karena dapat menjadi salah satu patokan bagi pendidik untuk mengetahui
sejauh mana proses pembelajaran yang dia lakukan dapat mengembangkan potensi peserta didik.
Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan dapat diketahui, dan dengan
evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk
berubah menjadi lebih baik ke depan.
Evaluasi pendidikan dan pengajaran adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi
data mengenai hasil belajar mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau mengolah atau
menafsirkannya menjadi nilai berupa data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar
tertentu. Evaluasi yang dilakukan oleh pendidik ini dapat berupa evaluasi hasil belajar dan
evaluasi pembelajaran. Namun, dalam makalah ini hanya akan dibicarakan masalah evaluasi
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian Evaluasi Pembelajaran ?
2. Tujuan dan manfaat evaluasi pembelajaran?
3. Prinsip-prinsip evaluasi dalam pembelajaran ?
4. Ruang lingkup evaluasi pembelajaran ?
5. Fungsi evaluasi dan jenis-jenis evaluasi?
PEMBAHASAN
1[1]http://www.hil.man.web.id/posting/blog/827/pengertian-fungsi-dan-prosedur-evaluasi-
pembelajaran.html
4[4] Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, (Jakarta: PT.Bumi
Aksara, 2009.) H. 180
Dari berbagai penjelasan secara bahasa dan istilah di atas bahwa Evaluasi memiliki tujuan
sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran
b. Untuk melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang
disajikan
c. Untuk mengetahui tingkat perubahan prilakunya
d. Untuk mengetahui siapa di antara peserta didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang
lemah diberi perhatian khusus agar ia dalam mengejar kekurangannya. Oleh karena itu, sasaran
dari evaluasi bukan saja peserta didik tetapi mencakupi pengajarnya( guru)
Sedangkan manfaat dilaksanakan evaluasi pembelajaran ada beberapa hal :
a. Memperoleh pemahaman pelaksanaan dan hasil pembelajaran yang telah berlangsung/
dilaksanakan oleh guru.
b. Membuat keputusan berkenaan dengan pelaksanaan dan hasil pembelajaran
c. Meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran dalam rangka upaya meningkatkan
kualitas keluaran.
C. PRINSIP-PRINSIP EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN
Dalam mendesain dan melakukan proses atau kegiatan evaluasi seorang guru hendaknya
mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut:5[5]
a. Prinsip berkesinambungan (continuity) Maksud Prinsip ini adalah kegiatan evaluasi
dilaksanakan secara terus-menerus. Evaluasi tidak hanya dilakukan sekali setahun atau
persemester, tetapi dilakukan secara berkelanjutan mulai dari proses pembelajaran dengan
memperhatikan peserta didik hingga ia tamat dari institusi tersebut.
b. prinsip menyeluruh (comprehensive) Prinsip ini maksudnya adalah dalam melakukan evaluasi
haruslah melihat keseluruhan dari aspek berfikir (domain kognitif),aspek nilai atau sikap
(domain afektif), maupun aspek keterampilan ( domain psikomotor) yang ada pada masing-
masing peserta didik.
F. JENIS-JENIS EVALUASI
Dilihat dari fungsinya, penilaian terdiri atas beberapa macam yakni penilaian formatif,
penilaian sumatif, penilaian diagnostik, penilaian selektif dan penilaian penempatan.7[7]
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar
mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Penilaian
formatif berorientasi pada proses, yang akan memberikan informasi kepada guru apakah
program atau proses belajar mengajar masih perlu diperbaiki.
Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program misalnya
penilaian yang dilaksanakan pada akhir caturwulan, akhir semester atau akhir tahun.Tujuan
penilaian ini adalah untuk mengetahui hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh
siswa telah mencapai kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian ini berorientasi
pada produk/hasil.
Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui kelemahan-
kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya. Pelaksanaan penilaian semacam ini biasanya
7[7] http://www.tuan.guru.net/2012/01/komponen-evaluasi-pembelajaran.html
bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar, pengajaran remedial, menemukan kasus-dasus dan
lain-lain.
Penilaian selektif adalah penilaian yang dilaksanakan dalam rangka menyeleksi atau
menyaring. Memilih siswa untuk mewakili sekolah dalam lomba-lomba tertentu termasuk jenis
penilaian selektif. Untuk kepentingan yang lebih luas penilaian selektif misalnya seleksi
penerimaan mahasiswa baru atau seleksi yang dilakukan dalam rekrutmen tenaga kerja.
Penilaian penempatan adalah penilaian yang bertujuan untuk mengetahui keterampilan
prasyarat yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang
diprogramkan sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan kata lain penilaian
ini berorientasi pada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program
belajar dengan kemampuan yang telah dimiliki siswa. Dilihat dari sasarannya evaluasi terdiri
dari lima, yaitu:8[8]
1. Evaluasi konteks adalah Evaluasi yang ditujukan untuk mengukur konteks program baik
mengenai rasional tujuan, latar belakang program, maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul
dalam perencanaan
2. Evaluasi input adalah Evaluasi yang diarahkan untuk mengetahui input baik sumber daya
maupun strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
3. Evaluasi proses Evaluasi yang di tujukan untuk melihat proses pelaksanaan, baik mengenai
kalancaran proses, kesesuaian dengan rencana, faktor pendukung dan faktor hambatan yang
muncul dalam proses pelaksanaan, dan sejenisnya.
4. Evaluasi hasil atau produk Evaluasiyang diarahkan untuk melihat hasil program yang dicapai
sebagai dasar untuk menentukan keputusan akhir, diperbaiki, dimodifikasi, ditingkatkan atau
dihentikan.
5. Evaluasi outcom atau lulusan Evaluasi yang diarahkan untuk melihat hasil belajar siswa lebih
lanjut, yankni evaluasi lulusan setelah terjun ke masyarakat
Sedangkan Jenis evalusi berdasarkan lingkup kegiatan pembelajaran adalah :
1. Evaluasi program pembelajaran adalah Evaluasi yang mencakup terhadap tujuan pembelajaran,
isi program pembelajaran, strategi belajar mengajar, aspek-aspek program pembelajaran yang
lain.
8[8] http://nasu.prawoto.wordpress.com/2011/01/26/jenis-jenis-penilaian/
2. Evaluasi proses pembelajaran adalah Evaluasi yang mencakup kesesuaian antara peoses
pembelajaran dengan garis-garis besar program pembelajaran yang ditetapkan, kemampuan
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, kemampuan siswa dalam mengikuti
prosespembelajaran.
3. Evaluasi hasil pembelajaran Evaluasi hasil belajar mencakup tingkat penguasaan siswa terhadap
tujuan pembelajaran yang ditetapkan, baik umum maupun khusus, ditinjau dalam aspek kognitif,
afektif, psikomotorik.
Sedangkan evaluasi berdasarkan pengukurannya ada dua jenis,yaitu: Tes dan Non-tes.9[9]
1.Tes merupakan alat atau teknik penilaian yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa dalam pencapaian suatu kompetensi tertentu oleh guru. Adapun jenis-jenis tes adalah
a. Tes standar dan tes buatan guru
b. Tes berdasarkan pelaksanaannya
c. Tes berdasarkan jumlah peserta
2.Non-tes adalah alat evaluasi yang biasa untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap,
minat, dan motivasi. Adapun jenis-jenis non-tes sebagai alat evaluasi adalah:
a. Observasi adalah teknik penilaian dengan cara mengamati tingkah laku pada suatu situasi
tertentu.
b. Wawancara adalah komunikasi antara yang mewawancarai dan yang diwawancarai.
c. Penilaian produk adalah bentuk penilaian yang digunakan untuk melihat kemampuan siswa
dalam menghasilkan suatu karya tertentu.
d. Penilaian portopolio adalah penilaian terhadap karya-karya siswa selama proses pembelajaran
yang tersusun secara sistematis dan terorganisir yang dikumpulkan selama periode tertentu
dan digunakan untuk memantau perkembengan siswa baik mengenai pengetahuan, keterampilan,
maupun sikap siswa terhadap mata pelajaran yang bersangkutan.
G. PENILAIAN BERBASIS KELAS
Penilaian berbasis kelas merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran yang
dilakukan sebagai proses pengumpulan dan pemanfaatan informasi yang menyeluruh tentang
9[9]http://www.hilman.web.id/posting/blog/827/pengertian-fungsi-dan-prosedur-evaluasi-
pembelajaran.html
hasil belajar yang diperoleh siswa untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan
kompetensi seperti yang ditentukan dalam kurikulum dan sebagai umpan balik perbaikan proses
pembelajaran. Dari penjelasan di atas, penilaian
berbasis kelas memiliki beberapa karatiristik penting.10[10] pertama, penilaian
berbasis kelas merupakan bagian integral dalam proses pembelajaran.
Kedua, penilaian berbasis kelas merupakan proses pengumpulan informasi yang
menyeluruh, artinya dalam penilaian berbasis kelas, guru dapat mengembangkan berbagai jenis
evaluasi, baik itu evaluasi yang berkaitan dengan pengujian dan pengukuran tingkat kognitif
siswa, evaluasi perkembangan mental siswa dan evaluasi terhadap produk atau karya siswa.
Ketiga, hasil pengumpulan informasi dimanfaatkan untuk menetapkan tingkat
penguasaan kompetensi, baik standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator hasil belajar
seperti yang terdapat dalam kurikulum.
Keempat, hasil pengumpulan informasi digunakan untuk meningkatkan hasil belajar
siswa melalui proses perbaikan kualitas pembelajaran agar lebih efektif dan efisien.
Dari uraian di atas, minimal ada tiga manfaat yang ingin dicapai oleh penilaian berbasis kelas:
a. Menjamin agar proses pembelajaran terarah sesuai kurukulum.
b. Untuk menetukan kelemahan dan kelebiha peserta didik.
c. Untuk menentukan pencapaian kompetensi yang dicapai oleh peserta didik
H. GURU SEBAGAI EVALUATOR
Evaluasi merupakan salah satu komponen yang memiliki peran yang sangat penting
dalam suatu rangkai kegiatan pembelajaran. Melalui evaluasi bukan saja guru dapat
mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan dalam proses pembelajaran sebagai
umpan balik untuk memperbaiki selanjutnya, akan tetapi dapat melihat sejauh mana kemampuan
peserta didik.
Beberapa hal yang cukup penting dalam melaksanaan fungsi evaluator bagi guru adalah:11[11]
11[11]Wina, Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, ibit , hal 152
a. Evaluasi harus dilaksanakan terhadap semua aspek perkembangan siswa, baik aspek kognitif,
afektif maupun psikomotor. Hal ini sangat penting , oleh sebab pencapaian manusai seutuhnya
merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan dan atau proses pembelajaran.
b. Evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus,dengan menekankan kepada evaluasi hasil dan
evaluasi proses.
c. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan berbagai intrumen penilaian. Guru banyak yang
beranggapan bahwa evaluasi identik dengan melaksanakan tes. Padahal tidak demikian, tes
hanya sebagai salah satu instrumen untuk melaksanakan evaluasi.
d. Evaluasi harus dilaksanakan secara terbuka dengan melibatkan siswa sebagai evaluand.
Untuk melaksanakan ke-empat hal di atas, Guru perlu memahami teori dan teknik
penilaian, seperti:12[12]
a. Guru perlu memiliki kemampuan dalam merancang berbagai instrumen evaluasi, misalnya
kemampuan guru menyusun angket, wawancara, observasi dan lain-lain.
b. Guru perlu memiliki kemampuan dalam mengolah data sebagai bagian dari proses evaluasi
yang dilakukannya.
c. Guru harus memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat berdasarkan data
hasil evaluasi.
Menurut Monroe, yang dikutib oleh Arifin dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam, bahwa
evaluasi adalah suatu penilaian yang lebih menitik beratkan pada perubahan kepribadian secara
luas dan terhadap sasaran-sasaran umum dari program kependidikan.[1]
Sedangkan yang dimaksud dengan evaluasi pendidikan agama Islam ialah suatu kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan agama. Evaluasi adalah alat
Di sekolah evaluasi diadakan untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemajuan penguasaan
bahan pelajaran murid, disamping juga ketrampilan, sikap dan evaluasi juga untuk mengetahui
hambatan-hambatan yang terdapat dalam rangka mencapai tujuan pendidikan, sehingga dengan
itu dapat diberikan bimbingan bantuan.[3]
Jadi jelaslah, bahwa dalam evaluasi mementingkan penilaian tentang pertumbuhan dan
perkembangan yang menyeluruh pada seseorang individu atau pada kelompok. Dan evaluasi
bukanlah hanya sekedar gejala yang dapat dicapai dengan mudah dan berlaku begitu saja, tetapi
ia merupakan suatu keharusan, merupakan suatu keperluan dalam setiap proses pendidikan.
Dengan demikian evaluasi secara keseluruhan dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah-
sekolah bukan hanya sekedar menilai hasil belajar siswa saja, tetapi juga bagaimana guru
mengajar, bagaimana situasi dan perlengkapan sekolah yang tersedia, sesuai tidaknya materi
yang diberikan, kecerdasan dan minat anak. Dan mengingat bahwa penilaian ini dilakukan pada
program pengajaran di sekolah, dimana waktu belajar cukup panjang dan lama serta kegiatan
belajarpun sudah banyak dilakukan, maka penilaian hasil belajar itu harus diarahkan secara
lengkap kepada semua aspek tingkah laku. Penilaian itu dilakukan terhadap aspek-aspek
pengetahuan, aspek ketrampilan, serta aspek nilai dan sikap yang telah diperoleh atau dikuasai
siswa- siswa setelah mereka mengalami kegiatan belajar-mengajar.
DAFTAR PUSTAKA
Abrasyi, Athiyah. 1970. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan Bintang.
Abu Ahmadi & Nur Uhbiyati, 1991. Ilmu Pendidikan, Jakrta, Rineka Cipta.
Ali, Mohammad Daud. 1998. Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Arikunto, Suharsismi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis, Jakarta, Rieneka
Cipta.
Mansyur & Moehammad, 1982. Evaluasi Pendidikan Agama, Songo Abadi Inti.
Sarwono, Sarlito Wirawan, 1976. Pengantar Umum Psikologi, Jakarta, Bulan Bintang.
Zuhairini, et.al, 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Malang, Biro Ilmiah Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel.
Refrensi Buku
[1] M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991) cet. Ed. Rev., hal. 245.
[2] Zuhairini, et.al, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (Malang: Biro Ilmiah Fakultas Tarbiyah
IAIN Sunan Ampel, 1983) hal. 154.
[3] Mansyur & Moehammad, Evaluasi Pendidikan Agama, (Songo Abadi Inti, 1982), hal. 1.
Permasalahan-permasalahan evaluasi ditinjau dari sisi guru, orang tua, dan lembaga Selasa, 24
April 2012 Published by My Self 1. Permasalahan-permasalahan evaluasi ditinjau dari sisi guru
Beberapa permasalahan evaluasi yang ditinjau dari sisi guru, sebagai berikut: a. Guru menaikkan
nilai raport hasil belajar siswa dengan tujuan agar siswanya dapat tuntas semua dalam mencapai
nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Namun, pada kenyataannya masih banyak siswa yang
nilainya belum mencapai KKM yang telah ditetapkan. Sehingga nilai yang diterima siswa bukan
nilai asli dari hasil belajar siswa itu sendiri. b. Guru tidak melakukan perubahan dalam
penyampaian materi kepada siswanya. Padahal, dari hasil belajar siswa telah terlihat bahwa
tingkat pemahaman dan penangkapan materi oleh siswa sangat rendah sehingga nilai hasil
belajarnya pun juga rendah. c. Nilai hasil belajar siswa rendah bahkan jelek yang dipengaruhi
strategi belajar guru kurang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga siswa merasa jenuh
dengan pembelajaran. Dalam hal ini, biasanya guru sudah mengetahui penyebab nilai hasil
belajar siswa yang rendah. Akan tetapi, guru tetap menggunakan strategi pembelajaran tersebut
di kelas. d. Guru memberikan soal-soal ujian kepada siswa, namun soal-soal tersebut tidak sesuai
dengan materi yang telah disampaikan kepada siswanya selama pembelajaran di kelas. Hal
tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa rendah. 2. Permasalahan-permasalahan evaluasi
ditinjau dari sisi orang tua Beberapa permasalahan evaluasi yang ditinjau dari sisi orang tua,
sebagai berikut: a. Orang tua menerima saja program-program yang disampaikan oleh pihak
sekolah tanpa mengetahui bagaimana pelaksanaan dari program-program yang disampaikan.
Dalam hal ini, orang tua hanya menganggap bahwa program-program yang disampaikan sekolah
adalah program yang terbaik untuk pendidikan anaknya. b. Orang tua tidak mengkonsultasikan
mengenai hasil belajar anaknya. Apakah nilai yang diperoleh anaknya itu nilai yang asli ataukah
nilai hasil manipulasi. c. Orang tua memberikan sumbangan kepada pihak-pihak tertentu dalam
sekolah agar anaknya dapat naik kelas meskipun nilai anaknya jelek dan belum tuntas jika
dibandingkan dengan KKM yang telah ditetapkan. d. Orang tua memberikan uang suap sebagai
jalan untuk memperlancar agar anaknya dapat diterima di perguruan tinggi favorit sesuai dengan
yang diinginkannya. Sedangkan berdasarkan hasil tes, anaknya tidak lulus untuk masuk
perguruan tinggi tersebut. 3. Permasalahan-permasalahan evaluasi ditinjau dari sisi guru lembaga
Beberapa permasalahan evaluasi yang ditinjau dari sisi lembaga, sebagai berikut: a. Sekolah
maupun lembaga pendidikan tidak melakukan pembaharuan program yang akan datang. Padahal,
sudah diketahui bahwa program yang dilaksanakan belum dapat mencapai hasil yang maksimal.
b. Tidak adanya pembaharuan program yang disesuaikan dengan Standar Nasional Pendidikan
sehingga program yang ada di lembaga hanya program yang dahulu telah terlaksana dan
kemudian dilaksanakan lagi. Padahal, seharusnya terdapat pembaharuan program yang
dimaksudkan agar sesuai dengan hasil belajar dan Standar Nasional Pendidikan yang telah
ditetapkan. Sumber Referensi : Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan
Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara. Eko Putro Widoyoko. 2011. Evaluasi Program
Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Surakarta:
Pustaka Pelajar. Rahmat Ha Pe. 2011. Syarat-Syarat Alat Ukur Hasil Belajar. Diunduh tanggal
30 Maret 2012 dari www.blog-indonesia.com Salsabilla, Farri. 2011. Pengertian dan Konsep
Penilaian, Evaluasi, dan Assessment. Diunduh tanggal 30 Maret 2012 dari
http://faesalsabilla.blogspot.com/ Sulaeman. 2011. Evaluasi PAN dan PAP. Diunduh tanggal 30
Maret 2012 dari http://sulaemaneman.blogspot.com/ Anonim. 2011. Prinsip Dasar, Tujuan,
Fungsi, Teknik, Prosedur Evaluasi Pendidikan. Diunduh tanggal 30 Maret 2012 dari
http://sylvie.edublog.org. Anonim. 2011. Evaluasi, Pengukuran, Tes, dan Penilaian (Tujuan,
Pendekatan, dan Ruang Lingkupnya). Diunduh tanggal 30 Maret 2012 dari www.wikiberita.net.
Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub
……………….
Perubahan perilaku tersebut dilihat dari tiga ranah, yaitu; ranah cognitives (pengetahuan
intelektual), ranah affective (values dan attitudes) atau aspek nilai, dan skill psikomotorik
(keterampilan yang dimiliki peserta didik).
Pengertian lain menurut Cross dalam Sofian, “evaluation is aprocess which determines the extent
to which objective have been achieved”. Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi,
di mana suatu tujuan telah dapat dicapai. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa secara langsung
terdapat hubungan evaluasi dengan tujuan yang ingin dicapai dari proses pembelajaran PAI.
Evaluasi pembelajaran sebagai proses merupakan aktivitas untuk mengetahui informasi tentang
prestasi belajar peserta didik. evaluasi pembelajaran berdasarkan PP. No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 menyatakan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan
dan pengelolaan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Pengertian lain yang berkaitan dengan proses pengukuran hasil belajar peserta didik, yaitu
“evaluation is a process of making an assessment of a student’s growth”. Evaluasi merupakan
proses penilaian pertumbuhan peserta didik dalam proses belajar mengajar.
Evaluasi pembelajaran PAI sebaiknya dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan (continu)
agar dapat menemukan informasi yang akurat tentang kemampuan atau hasil belajar peserta
didik. Terkadang disadari atau tidak terdapat kesalahan dalam proses evaluasi bahwa pendidik
tidak melakukan evaluasi secara continu namun hanya dilakukan pada saat tertentu saja, seperti
pertengahan pembelajaran dan akhir program pembelajaran. akibatnya pendidik kurang
informasi tentang kemajuan belajar, seharusnya evaluasi tersebut dapat dilakukan secara tepat
dan pada tiap hari pembelajaran di kelas.
Input adalah bahan mentah yang dimasukkan ke dalam transformasi. Peserta didik di sekolah
merupakan bahan mentah yang dimasukkan ke dalam institusi sekolah untuk diberikan
pendidikan. Sebelum peserta didik duduk di bangku sekolah terlebih dahulu dilakukan tes untuk
mengukur kemampuannya. Tes atau penilaian yang dilakukan untuk menganalisis tentang
kemampuan peserta didik yang akan mengikuti program pengajaran.
Sementara output adalah peserta didik sebagai hasil yang diperoleh dari transformasi. Hal ini
sejalan penjelasan Jamaluddin, bahwa yang dimaksud dengan output dalam kajian ini adalah
peserta didik lulusan sekolah yang bersangkutan untuk dapat menentukan apakah peserta didik
berhak lulus atau tidak, perlu diadakan penilaian.
Sedangkan transformasi merupakan proses perubahan olahan menjadi hasil produksi atau jasa,
yang dilakukan oleh manusia atau mesin-mesin, atau manusia dengan mesin. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Jamaluddin menjelaskan, transformasi adalah mesin yang bertugas
mengubah bahan mentah menjadi bahan jadi.
Mesin transformasi yang dimaksud di sini adalah sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
bertugas menghasilkan produksinya yaitu peserta didik yang dibekali dengan sejumlah
kompetensi. Selanjutnya Jamaluddin, menjelaskan tentang sekolah sebagai mesin transformasi
terdiri dari beberapa unsur (guru dan personilnya, metode mengajar dan sistem evaluasi, sarana
penunjang dan sistem administrasi) yang ikut berperan dalam menentukan
keberhasilan/kelulusan peserta didik.
Umpan balik adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi.
Umpan balik di sini diperlukan untuk memperbaiki input maupun transformasi. Menurut Acep,
hasil dari evaluasi, baik evaluasi hasil belajar maupun evaluasi hasil pelaksanaan mengajar
secara keseluruhan, merupakan umpan balik bagi penyempurnaan-penyempurnaan lebih lanjut.
Informasi hasil belajar yang diperoleh peserta didik pada proses pembelajaran PAI menjadi
umpan balik untuk penyempurnaan pelaksanaan proses pembelajaran ke depan.
Lulusan kurang berkompetensi dan tidak bermutu menurut Jamaluddin, dipengaruhi oleh
beberapa penyebab, yaitu; input yang kurang baik kualitasnya, guru dan personal yang kurang
tepat (kualitas), materi yang tidak cocok, metode mengajar atau sistem evaluasi yang kurang
memadai standarnya, kurang sarana penunjang, dan sistem administratif yang kurang tepat.
Untuk itu, aspek tersebut harus menjadi bagian yang harus dievaluasi dalam proses pembelajaran
PAI.
Selanjutnya Didi, menambahkan bahwa keempat tujuan evaluasi tersebut, termaktub dalam Pasal
36 ayat (1) dan pasal 64 ayat (1 dan 2) Peraturan Pemerintah. No. 19 Tahun 2005 tentang standar
pendidikan nasional, sebagai berikut: penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan Dasar dan
menengah terdiri atas: a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik; b. Penilaian hasil belajar oleh
satuan pendidikan; dan c. Penilaian hasil belajar dilakukan oleh pemerintah (pasal 63 ayat 1).
Sedangkan pada pasal 64 ayat (1) dinyatakan bahwa: “penilaian hasil belajar oleh pendidik
sebagaimana dimaksud pada pasal 63 ayat (1) butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan semester, dan ulangan kenaikan kelas”, dan pada ayat (2)-nya dinyatakan
bahwa: penilaian sebagaimana pada ayat (1) digunakan untuk; menilai pencapaian kompetensi
peserta didik; bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar; dan memperbaiki proses
pembelajaran.
Demikian pula, terkait dengan tujuan evaluasi pembelajaran PAI dan ideal pendidik dapat
melakukan evaluasi secara berkesinambungan mulai dari hari pertama belajar hingga akhir
program pembelajaran.
Adapun fungsi evaluasi pembelajaran secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu:
1. Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan peserta didik setelah
mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu.
2. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program pengajaran
3. Untuk keperluan bimbingan dan konseling (BK).
4. Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Sejalan dengan pernyataan tersebut Sudaryono dengan mengacu pada pendapat Suharsimi dan
Muktar, bahwa tindak lanjut dari kegiatan evaluasi sebagai suatu aktivitas untuk memperoleh
informasi yang akurat (cermat) mengenai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran pada peserta
didik merupakan fungsi evaluasi yang masing-masing dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Evaluasi berfungsi sebagai penempatan (Placement test). Jenis evaluasi ini sebaiknya
dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses pembelajaran yang permulaan, atau peserta
didik tersebut baru akan mengikuti pendidikan pada suatu tingkat tertentu, yaitu pada awal tahun
ajaran, untuk mengetahui keadaan peserta didik tersebut dan mengukur kesiapannya serta tingkat
pengetahuan yang telah dicapai sehubungan dengan pelajaran yang akan diikutinya. Dengan tes,
peserta didik dapat ditempatkan pada posisi yang tepat, berdasarkan bakat, minat, kesanggupan,
dan keadaan lainnya, agar ia tidak mengalami hambatan dalam mengikuti setiap program atau
bahan yang disajikan. Tes semacam ini dibuat dengan mengacu pada norma, yaitu disebut
dengan Tes Acuan Norma atau Norm Reference Test (NRT), yang aspek penilaiannya meliputi
keadaan fisik, psikis, bakat, kemampuan atau pengetahuan, keterampilan, sikap, dan aspek lain
yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan peserta didik kedepan.
2. Evaluasi berfungsi sebagai formatif (formative test). Evaluasi ini dilakukan di tengah-tengah
program pembelajaran, yang bermaksud untuk memantau atau mengontrol kemajuan belajar
peserta didik guna memberikan umpan balik (feed back), baik kepada peserta didik maupun
kepada pendidik. Berdasarkan hasil tes ini, pendidik dan peserta didik dapat mengetahui apa
yang masih perlu dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai dengan baik. Peserta
didik dapat mengetahui bagian mana dari bahan pelajaran yang belum dikuasainya agar dapat
mengupayakan perbaikannya, sementara pendidik dapat melihat bagian-bagian mana yang
umumnya belum dikuasai peserta didik sehingga dapat mengupayakan penjelasan yang lebih
baik dan luas agar bahan tersebut dapat dikuasai oleh peserta didik. Test formatif ini pada
umumnya mengacu pada kriteria, sehingga disebut tes Acuan Kriteria atau Criterion Referenced
Test (CRT).
3. Evaluasi berfungsi diagnostik (diagnostic test). Evaluasi jenis ini berfungsi untuk
mengetahui kesulitan atau masalah yang dialami peserta didik dalam proses pembelajaran.
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat
hasilnya guru akan mengetahui kelemahan peserta didik dan faktor-faktor penyebab terjadinya
hal tersebut. Dengan demikian, peserta didik dapat mengatasi kesulitan atau hambatan yang
dialami peserta didik ketika mengikuti kegiatan pembelajaran pada suatu bidang studi atau
keseluruhan program pengajaran.
4. Evaluasi berfungsi sumatif (sumative test). Evaluasi ini biasanya diberikan pada akhir tahun
ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program
berhasil diterapkan. Hal ini tentunya tergantung pada berbagai faktor, yaitu faktor pendidik,
peserta didik, kurikulum, metode mengajar, sarana, dan lain sebagainya. Hal ini dapat diketahui
dengan mengadakan evaluasi sumatif (sumative test).
5. Evaluasi berfungsi selektif. Dengan cara mengadakan evaluasi pendidik mempunyai cara
untuk mengadakan seleksi atau penempatan terhadap peserta didiknya. Evaluasi ini bertujuan
untuk; (a) memilih peserta didik yang dapat diterima di sekolah tertentu; (b) memilih peserta
didik yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya; (c) memilih peserta didik yang seharusnya
mendapatkan beasiswa; dan (d) memilih peserta didik yang sudah berhak meninggalkan sekolah
dan sebagainya.
Mengacu pada pandangan tersebut maka demikian pula jika dihubungkan dengan evaluasi
pembelajaran PAI berfungsi sebagai; penempatan (Placement test), formatif (formative test),
selektif, diangnostik, sumatif (sumative test), selektif, dan pengukuran keberhasilan proses
pembelajaran PAI.
Menurut Ramayulis dkk, prinsip evaluasi pendidikan Islam/pembelajaran PAI sebagai berikut:
a. Ranah kognitif, Bloom mengklasifikasikan ranah ini ke dalam enam ranah, yaitu:
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analis, sintesis, dan evaluasi.
b. Ranah afektif, Krathwol, Bloom dan Masria (1964) mengembangkan taksonomi ini yang
berorientasi kepada perasaan atau afektif (nilai atau sikap). Krathwol membagi ranah ini menjadi
lima kategori, yaitu; pengenalan (receiving), pemberian respon (responding), penghargaan
terhadap nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan pengamalan (characterization).
c. Ranah Psikomotorik, berkaitan dengan keterampilan (skill) dalam berbuat, Harrow (1972)
membagi ranah ini ke dalam lima tingkatan, yaitu; meniru (immitation), manipulasi
(manipulation), ketepatan gerak (precision), artikulasi (articulation), dan naturalisasi
(naturalization).
a. Tes tertulis, tes ini digunakan untuk mengukur hasil belajar peserta didik pada ranah
kognitif. Jenis tes ini mencakupi:
1) Tes uraian, jenis tes ini menuntut peserta didik untuk memberikan jawaban dengan cara
menguraikan dalam bentuk tulisan. Tes uraian dapat berbentuk pertanyaan atau tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik dengan cara mengemukakan pikirannya secara naratif.
2) Tes objektif, adalah tes atau bentuk butir soal yang menuntut jawaban secara lebih pasti.
Adapun yang termasuk dalam jenis tes ini, yaitu:
a) Jawaban singkat atau isian singkat
b) Menjodohkan
c) Benar salah.
d) Pilihan ganda
3) Penilaian unjuk kerja (performansice assessment). Muijs dan Reynods (2008) menjelaskan
performansice assessment adalah mengukur hasil belajar peserta didik atau unjuk kerja secara
langsung dan bukan menggunakan tes tertulis. Contohnya berpidato.
2. Teknik Non-tes, teknik ini tepat digunakan untuk mengukur ranah afektif dan psikomotor.
Adapun yang termasuk dalam teknik non-tes adalah:
a. Observasi atau pengamatan, adalah teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis.
b. Angket, adalah sejumlah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden. Melalui angkat
dapat diketahui tentang data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap dan pendapatnya. Isian daftar
angket tentu harus menggambarkan aspek yang diukur secara jelas.
c. Skala, adalah serangkaian tingkatan, level atau nilai yang mendeskripsikan variasi derajat
sesuatu. Adapun yang termasuk dalam skala ini, misalnya Skala likert dan skala inkels.
d. Wawancara
e. Checklist, merupakan suatu cara mendapatkan informasi dari subjek yang mengajukan suatu
pertanyaan yang diikuti sejumlah alternatif respon dalam memberikan respon, subjek tinggal
memilih alternatif yang tersedia dengan karakteristik dirinya, alternatif respon yang dipilih oleh
subjek mungkin hanya satu.
f. Penilaian diri, merupakan suatu teknik penilaian, di mana subjek yang ingin dinilai diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan, status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi
yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu.
g. Portofolio, merupakan kumpulan karya atau tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik.
Penggunaan kedua teknik tes tersebut tentu memiliki karakteristik tersendiri. Teknik tes tepat
digunakan untuk mengukur kemampuan penguasaan materi atau aspek kognitif, misalnya untuk
mengetahui tentang kemampuan peserta didik dalam menguasai materi tentang yang
membatalkan shalat, dapat dilakukan dengan tes tertulis. Namun untuk melihat tentang
kekhusyukan dan ketepatan cara shalat dapat digunakan teknik non-tes (observasi).
DAFTAR PUSTAKA
A. Qohar Masjkoery dkk, Pendidikan Agama Islam, Cet. I. Jakarta: Gunadarma, 2003.
A. Tresna Sastrawijaya, Pengembangan Program Pengajaran. Cet. I. Jakarta: Reneka Cipta 1991.
Abdul Halik, Inovasi Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pada SMA Model Negeri 3
Palu. Hunafa: Jurnal Studia Islamika, Vol. 10, No. 1, Juni 2013.
Abdul Halim, Pengaruh Strategi Pembelajaran Dengan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar
Fisika Siswa SMP2 Secanggang Kabupaten Langkat. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Vol. 1 9
No. 2, Desember 2012.
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Cet. IV. Bandung: Remaja Rosdakarya 2008.
Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi, dan Aksi. Cet. I.
Jakarta: Gemawindu Pancaperkasa 2000.
Abdul Rahman, Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Islam-Tinjauan Epistemologi dan Isi-
Materi. Jurnal Eksis. Vol. 8 No. 1, Maret 2012.
Abdullah Sugeng Triyuwono, Perbandingan Antara Minat Belajar Dan Pemahaman Konsep
Matematika Siswa Kelas VII SMP/MTS Yang Berasal Dari SD/MI Yang Menerapkan PMRI
Dan SD/MI Yang Tidak Menerapkan PMRI. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2009.
Abifasya, metode pendidikan Islam https://farhansyaddad. wordpress. Com/2010/06/09/metode-
pendidikan-islam/. (Online). Tanggal 18 Agustus 2015.
Abuddin Nata, Persepsi Islam Tentang Strategi Pembelajaran, Cet. II. Jakarta: Kencana Prenada
Group 2011.
------ Filsafat Pendidikan Islam. Cet. I. Jakarta: logos Wacana Ilmu, 1997.
Acep Ruskandar, Link And Match Dalam Kegiatan Belajar Mengajar, Cet. I. Bandung: CV.
Marrifat. t.t..
Achmad Musyahid, Urgensi Penerapan Metode Dan Strategi Pembelajaran Efektif Dalam
Perkuliahan. Jurnal. Lentera pendidikan, Vol. 12. No. 2 Desember 2009.
Afifuddin, Perencanaan Pengajaran Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal. Volume I Nomor 1,
Oktober 2012.
Afriani. S, Pola Interaksi Edukatif Dalam Pendidikan Islam (Suatu Kajian Terhadap Pola
Interaksi Edukatif Rasulullah saw). Jurnal. Serambi Tarbawi. Vol. 01, No. 01, Januari 2013.
Agus Arwani, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Berbasisi Multi Media. Jurna. Forum
Tarabiyah. Vol. 9. No. 2. Desember 2011.
Ahamad Sabri, Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching. Cet. II. Jakarta: Quantum Teaching,
2007.
Ahmad Habibullah dkk, Kompetensi Pedagogik Guru. Cet I. Jakarta: Puslitbang Pendidikan
Agama Dan Keagamaan Badan Litbang Dan Diklat Kementerian Agama RI 2012.
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, Cet. I. Jakarta: Rineka Cipta 2010.
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Cet. II. Ciputat: Ciputat Presss 2007.
Ahmad Susanto, Teori Belajar&Pembelajaran Di Sekolah Dasar, Cet. I. Jakarta: Kencana
Prenada Media Gruop 2013.
Ahmad Ta’rifin, Membangun Interaksi Humanistik Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal. Forum
Tarbiyah. Vol. 7, No. 1, Juni 2009.
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Cet. VII. Bandung: Remaja Rosdakarya
2007.
------ Metodologi Pengajaran Agama Islam, Cet. VIII. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Ahmad Yani, Keterampilan Mengajar, Cet. I. Bandung: Pringganda 2013.
Akmal Hawi, Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, Cet. II. Jakarta: RajaGfafindo Persada
2014.
Ali Muhtadi, Menciptakan Iklim Kelas (Classroom Climate)Yang Kondusif Dan Berkualitas
dalam Proses Pembelajaran. Majalah Ilmiah Pembelajaran, ISSN, Oktober 2005.
Amitya Kumara dkk, Program “Menciptakan Kelas Bersahabat” Dan Pengelolaan Kelas. Jurnal
Intervensi Psikologi, Vol . 4. No. 2. Desember 2012.
Anastasia Sri Mendari, Aplikasi Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Dalam Meningkatkan
Motivasi Belajar Mahasiswa. Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV/Januari 2010.
Arief S. Sadiman dkk, Media Pendidikan, Cet. I. Jakarta: Raja Grafindo Persada 2006.
Arif Didik Kurniawan, Implementasi Metode Eksperimen Dan Diskusi Untuk Meningkatkan
Pemahaman Konsep Mahasiswa Pada Mata Kuliah Struktur Hewan. Jurnal Pendidikan MIPA,
Vol.3, No.1 Maret 2011.
Arko Pujadi, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar Mahasiswa: Studi Kasus Pada
Pada Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia. Busenes&Management Journal Bunda Mulia,
Vol. 3. No. 2, September 2007.
Armai Arif, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Ciputat Pres,
2002.
Arumi Savitri Fatimaningrum, Karakteristik Guru Dan Sekolah Yang Efektif Dalam
Pembelajaran.http://staff. uny. ac. id/
sites/default/files/penelitian/Arumi%20Savitri%20Fatimaningrum,%20S.Psi.,%20M.A./Jurnal%
20TP_Guru%20yang%20Efektif_Arumi%20SF.pdf. (Oline). Tanggal 3 September 2015.
Asep Sahrudin, Implementasi Strategi pembelajaran Discovery untuk Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Motivasi Belajar Siswa SMA. Jurnal
Pendidikan Unsika. Volume 2 Nomor 1, November 2014.
Asep Surya, Manajemen Kelas. Bahan Belajar Mandiri. Program Studi PGSD Universitas
Pendidikan Indonesia 2006.
Asiando Rirax Fanov, Meningkatkan Keterampilan Dasar Mengajar Guru Melalui Supervisi
Klinis Dengan Pendekatan Kolaboratif Di SMA Negeri 1 Sitiotio Kabupaten Samosir. Jurnal
Manajemen Pendidikan Indonesia Vol 6 No. 2 Oktober 2014.
Asril, Menggapai Iklim Kelas. (Online). http://www.google. com/search?q=iklim+kelas&ie=utf-
8&oe=utf 8&aq=t&rls=org. mozilla:enUS: official &client= firefox-a. (21 Juni 2013).
Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, Cet. 1. (Jakarta: RajaGrafindo Persada 2006).
Barbara K. Given, Brain-Based Teaching: Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar Yang
Melibatkan Otak Emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, Dan Reflektif. Terj. Lala Herwati
Dharma. Cet. I. Bandung: Kaifa PT. Mizan Pustaka, 2007.
Barnawi Dkk, Strategi&Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, Cet. I. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media 2012.
Bayraktar Bayrakli, Prinsip&Metode Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Inisiasi Press 2004.
C. Asri Budiningsih, Karakteristik Siswa Sebagai Pijakan Dalam Penelitian Dan Metode
Pembelajaran. Jurnal. Cakrawala Pendidikan. Th. XXX, No. 1. Februari 2011.
Carolyn M. Evertson dan Edmund T. Emmer, Manajemen Kelas Untuk Guru Sekolah Dasar,
Edisi. VIII. Cet. I. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.
Dede Rosyada, Paradigma Pendidikan Demokrasi. Cet. I. Jakarta: Kencana, 2004.
Devi Arianti dkk, Peran Guru Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran
Sosiologi Di Kelas X SMA PGRI 1 Pontianak. Hasil Penelitian Tahun 2012.
Didi Supriadie dkk, Komunikasi Pembelajaran, Cet. I. Bandung: Remaja Rosdakarya Offst 2012.
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik, dan Implementasi. Cet. IX.
Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2006.
------ Pengembangan Dan Implementasi Kurikulum 2013. Cet. IV. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2014.
Endang, desain Pembelajarn http://File.Upi.Edu/Direktori /Fip/Jur.
Pend._Luar_Biasa/195705101985031 Endang_ Rusyani/ Desain_Pembelajaran. Pdf. (Online).
Tanggal 19 Agustus 2015.
Endang Hartati, Penerapan Model Pebelajaran Dengan Metode Pembelajaran Jigsaw Dalam
Meningkatkan Prestasi Belajar Materi Penggunaan Mikroorganisme Dalam Pembuatan Tempe
Pada Siswa Kelas IX SMP Negeri 16 Banda Aceh. Jurnal. Visipena. Vol.V. No 2. Juli-Desember
2014.
Fadriati, Prinsip-Prinsip Metode Pendidikan Islam dalam al-Qur’an. Jurnal. Ta’dib, Volume 15,
No. 1 Juni 2012.
Febrian Widya Kusuma dkk, Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Akuntansi Siswa Kelas XI IPS 1 SMA Negeri 2
Wonosari Tahun Ajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. X, No. 2,
Tahun 2012.
Febriliawaty Eli, Implementasi Coaching Berbasis Rekaman Video Terhadap Kemunculan
Pertanyaan Guru Berdasarkan Jenjang Kognitif Bloom Pada Proses Pembelajaran Di Kelas V
Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan. Edisi Khusus No. 2. Agustus 2011.
H. Sujati, Diagnosis Hambatan Praktikan D-II PGSD Dalam Mengaplikasikan Keterampilan
Pengelola Kelas.Jurnal Ilmiah Guru “COPE”, No 1/Tahun VII/Pebruari 2003.
Hamid Darmadi, Kemampuan Dasar Mengajar, Cet. III. Bandung: Alfabeta 2012.
Hamzah B. Uno, Perencanaan Pengajaran, Cet. II. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
------ Perencanaan Pembelajaran, Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Handartiningsih, Peningkatan Kompetensi Siswa Dalam Menyiapkan Dan Menyajikan Minuman
Nonalkohol Melalui Metode Demonstrasi. Jurnal Pendidikan Vokasi, Vol 4, Nomor 3,
November 2014.
Hary Priatna Susanti, Peran Guru PAI Dalam Pengembanagan Nuansa Religius Disekolah.
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim. Vol 11. No 2, Tahun 2013.
Hayati, Budaya Progressivisme Perpektif Filsafat Pendidikan Islam. Jurnal. Serambi Tarbawi.
Vol. 01, No. 01, Januari 2013.
Herawati dkk, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Dalam Upaya
Meningkatkan Penguasaan Operasi Hitung Satuan Waktu. Jurnal. Visipena. Vol.V. No 1.
Januari-Juni 2014.
Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II. Jakarta: Logos 1999.
HRA Mulyani, Peran Guru Sebagai Pendidik Di Sekolah. Jurnal. Nuasa Kependidikan. Vol. 16.
No. 1, Nopember 2012.
http://www.m-edukasi.web.id/2013/06/keterampilan-guru-dalam menjelaskan.html. (Oline).
Tanggal 8 September 2015.
Indah Komsiah, Belajar Dan Pembelajaran, Cet. I. Yogyakarta: Teras 2012.
Intan Abdul Razak, Kemampuan Guru Dalam Mengelola Kelas Di SMP Negeri 1 Kabila.
Pedagogika/Jurnal Ilmu Pendidikan. t.t.
Jamaluddin Idris, Teknik Evaluasi Dalam Pendidikan Dan Pembelajaran. Cet. I. Bandung:
Citapustaka Media Perintis, 2011.
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran, Cet. I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.
Johar Permana, Pengelolaan Kelas Dalam Rangka Proses Belajar Mengajar. Bahan Training Of
Trainers (TOT) Nasional Pelatihan Supervisi Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiyah
Basic Education Project (BEP). Bandung: Kerjasama Departemen Agama Republik Indonesia
Institute for Religious and Institutional Studies (IRIS) 2001.
Kartono, Pendidikan Kritis Dan Reformasi Pendidikan Nasional. Khazanah Pendidikan; Jurnal
Ilmiah Kependidikan, Vol. III, No. 1 September 2010.
Kelik Wachyudi dkk, Analisis Pengelolaan Dan Interaksi Kelas Dalam Pengajaran Bahasa
Inggris. Jurnal Ilmiah Solusi Vol. 1 No. 4 Desember 2014-Februari 2015.
Khairunnisa, Profil Komptensi Guru Pendidikan Agama Islam SMP Negeri Di Kota Bekasi.
Jurnal Tarbawi. Vol. 1. No. 3 September 2012.
Khosiah, Pengaruh Strategi Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Hasil Belajar Pendidikan
Agama Islam SD Inti No. 060873 Medan. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED. Vol. 9 No. 1, Juni
2012.
Kunandar, Guru Professional Implementasi KTSP Dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Cet. I.
RajaGrafindo Persada, 2008.
M. A. Hertiavi dkk, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Peningkatan
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 6 (2010).
M. Arifin, Terj. Perbandingan Pendidikan Islam, Cet. II. Jakarta: PT. Renika Cipta, 2002.
M. Aunur Rofiq, pengelolaan kelas. Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan
Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Kewarganegaraan Dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Malang 2009.
M. Basyiruddun Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Cet. III. Jakarta: Ciputat Press,
2002.
M. Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Cet. III. Jakarta: Rineka Cipta 2005.
M. Nafiur Rofiq, Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Dalam Pengajaran
Pendidikan Agama Islam. Jurnal Falasifa. Vol. 1 No. 1 Maret 2010.
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Evaluasi Pengajaran, Cet. XI. Bandung: Remaja
Rosdakarya Offset 2004.
Made Budiawan dkk, Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dan Motivasi
Belajar Terhadap Prestasi Belajar Ilmu Fisiologi Olahraga. Jurnal Pendidikan Indonesia. Vol. 2,
No. 1, April 2013.
Mareta Parlina Rachman dkk, Keterampilan Pengelolaan Kelas Dilihat Dari Jenis Kelamin Dan
Kecerdasan Emosi Guru Sekolah Luar Biasa. Jurnal. Psikologi Volume 2, No. 1, Desember
2008.
Marlina dkk, Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share (TPS) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa di SMA Negeri 1
Bireuen. Jurnal Didaktik Matematika. Vol. 1, No. 1, April 2014.
Marselina, Analisis Efektivitas Keterampilan Guru Bertanya Dasar Kelas III Sekolah Dasar
Negeri Di Kecamatan Menjalin. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Vol 2. No. 9. Tahun 2013.
Martinis Yamin dkk, Manajemen Pembelajaran Kelas, Cet. I. Jakarta: Gaung Persada, 2009.
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Cet. II. Jakarta:
Bumi Aksara, 2007.
Moh. Muslih, Pembelajaran Moral Melalui Pembelajaran Kooperatif. Jurnal Forum Tarbiyah
Vol. 8, No. 2, Desember 2010.
Moh. Sholeh Hamid Standar Penilaian Dalam Kelas, Cet. I. Jogjakarta: Diva Press 2011.
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Cet. XVII. Bandung: Remaja Rosdakarya 2005.
Muh. Husen Basyah dkk, Evaluasi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (Rsb) Di Smk Negeri
5 Surakarta. Jurnal. Teknologi Pendidikan. Vol 1, No 2. 2013.
Muh. Yusuf Mappeasse, Pengaruh Cara Dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar
Programmable Logic Controller (PLC) Siswa Kelas III Jurusan Listrik SMK Negeri 5 Makassar.
Jurnal Medtek, Volume 1, Nomor 2, Oktober 2009.
Muhammad Irham dkk, Psikologi Pendidikan, Cet. I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 2013.
Muhammad Saleh, Pembelajaran Kooperatif Dengan Pendekatan Pendidikan Matematika
Realistic (PMR). Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Volume 13 Nomor 2, Edisi September 2012.
Muhammad Siddik, Strategi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) Di Sekolah
Menengah Pertama ( SMP). http:// sumut. kemenag. go.id/file/file/ST/isqu1333968562.pdf.
(Online). Tanggal 19 Agustus 2015.
Muhammad Thobroni dkk, Belajar&Pembelajaran, Cet. II. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 2013.
Muhammad Yaumi, Prinsip-Prinsip Desain Pembelajaran, Cet. I. Jakarta: Kencana, 2013.
Muhibbin Syah ddk, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif Dan Menyenangkan
(PAIKEM). Bahan pelatihan PLPG. Bandung: Rayon Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN
Sunan Gunung Djati 2009.
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Cet. I. Jakarta: Misaka Galiza, 2003.
Mulyani Mudis Taruna, Perbedaan Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam (Studi
Kompentensi Guru PAI Tersertifikasi Dan Belum Tersertifikasi Di MTS Kabupaten Banjar
Kalimantan Selatan). Jurnal “Analisa” Volume XVIII, No. 02, Juli -Desember 2011.
Mulyaton, Analisis Keterampilan Dasar Mengajar Mahasiswa Calon Guru Kimia (Studi Pada
Praktik Pengalaman Lapangan Mahasiswa Tadris Kimia). Jurnal Phenomenon, Volume 4 Nomor
1, Juli 2014.
Muslimin, Perlunya Inovasi Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Satra Indonesia “Solusi Mengatasi
Problem Klasik Pengajaran Bahasa Dan Sastra Di Sekolah”. Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Budaya.
Vo. 1. No. 1. Mei 2011.
Nasution, Didaktika Asas-Asas Mengajar, Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Nathanael Sitanggang dkk, Studi Karakteristik Siswa SLTA Di Kota Medan. Jurnal Teknologi
Pendidikan, Vol.6, No. 2, Oktober 2013.
Nispi Syahbani, Pendayagunaan Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. At-Ta’lim; Vol.
4, Tahun 2013.
Novan Ardy Wiyani, Manajemen Kelas Teori Dan Aplikasi Untuk Menciptakan Kelas Yang
Kondusif, Cet. I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media 2013.
Nunu Yusvavera Syatra, Desain Relasi Efektif Guru Dan Murid, Cet. I. Jogjakarta: Buku Biru
2013.
Nurainiah, Kompetensi Profesioanl Guru Pendidikan Agama Islam. Jurnal. Serambi Tarbawi.
Vol.01. Januari 2013.
Nurhasnah Manarung, Pemanfaatan Multi Intelijence Dalam Proses Pembelajaran. Jurnal.
Keguruan. Vol 1. No. 1. Tahun 2013.
Nurmahni Harapan, Hubungan Antara Motivasi Dan Aktivitas Belajar Siswa Terhadap Hasil
Belajar Kognitig Siswa Dengan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams
Achievement Division Pada Konsep Ekosistem. Jurnal. Visipena. Vol.V. No 1. Januari-Juni
2014.
Nurul Astuty Yensy. B, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non
Examples Dengan Menggunakan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di Kelas
VIII SMPN 1 Argamakmur. Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012.
Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, Cet. I. Jakarta: Bumi Aksara 2010.
------ Proses Belajar Mengajar, Cet. V. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Panca Putri Rusdewanti dkk, Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Seni Musik Untuk
Siswa SMP. Jurnal Inovasi Teknologi Pendidikan Volume 1-Nomor 2, 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tentang Guru Tahun 2008.
Pipit Afriyani. D, Pelaksanaan Tugas Guru Profesional Di Sekolah Menengah Atas Negeri Kota
Pariman. Jurnal. Administrasi Pendidikan. Vol 1. No 1. Oktober 2013.
Pupuh Fathurrahman dkk, Strategi Belajar Mengajar: Strategi Mewujudkan Pembelajaran
Bermakna Melalui Penanaman Konsep Umum & Islami, Cet. V. Bandung: Refika Aditama
2011.
R. Lestari dkk, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Checks Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan Sosial Skill Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 8. Juli
2012.
R. Lestari, S. Linuwih, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Pair Checks Pemecahan
Masalah Untuk Meningkatkan Sosial Skill Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia. Juli 2012.
R. Umi Baroroh, Beberapa Konsep Dasar Proses Belajar Mengajar Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam. Vol. 1, No. 1 Mei-
Oktober 2004.
Radja Mudyahardjo, Pengantar Pendidikan. Cet. I. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005.
Rahmi, Manajemen Kelas Dalam Lembaga Pendidikan Islam. Jurnal. Progresif. Voleme 1.
Number 1. Juli 2009.
Ramayulis dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. III. Jakarta: Kalam Mulia 2011.
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Cet. VII. Jakarta: Kalam Mulia, 2012.
Ramli, Hasil Belajar Bahasa Inggris Dan Keterampilan Guru Dalam Mengajar. Jurnal Ilmiah
Didaktika Vol. XII, No. 1, Agustus 2011.
Ramli Maha, Psikologi Pendidikan. Cet. I. Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry
1996.
Ridual Inayah, Pengaruh Kompetensi Guru, Motivasi Belajar Siswa, Dan Fasilitas Belajar
Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Pada Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1
Lasem Jawa Tengah Tahun Pembelajaran 2011/2012. Jurnal Pendidikan Insan Mandiri: Vol. 1.
No. 1. 2013.
Rita Novita, Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Pada
Materi Trigonometri Di Kelas XI IA1 SMA Negeri 8 Banda Aceh. Jurnal. Visipena. Vol V. No
1. Januari-Juni 2014.
Saiful Rohman, Pengantar Metodologi Pengajaran Sastra, Cet. I. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
2012.
Salafudin, Metode Pembelajaran Aktif Ala Rasulullah, Pembelajaran Yang Membangkitkan
Motivasi (Suatu Kajian Metode Pembelajaran Dari Hadis). Jurnal. Forum Tarbiyah. Vol. 9. No.
2, Desember 2011.
Salman Rusydie, Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas, Cet. I. Jogjakarta: Diva Press, 2011.
Sardiman, Interaksi Dan Motivasi Belajar-Mengajar, Cet. XII. Jakarta: RajaGrafindo Persada
2005.
Septi Budi Sartika, Pengaruh Penerapan Metode Eksperimen Sebagai Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Terhadap Prestasi Belajar Siswa. Jurnal. Pedagogia. Vol. 1,
No. 2, Juni 2012.
Septiana dkk, Menerapkan Keterampilan Mengajar Guru Dalam Mengadakan Variasi Di SMAN.
Jurnal Pendidikan Dan Pebelajaran. Vol 3. No. Tahun 2014.
Siswanto, Tingkat Peguasaan Keterampilan Dasar Mengajar Mahasiswa Prodi. Pendidikan
Akuntansi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Pendidikan
Akuntansi Indonesia, Vol. VIII. No. 2-Tahun 2010.
Siti Aini Latifah A, Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Plus Assalaam
Bandung. Jurnal Tarbawi. Vol 1. No. 1. Maret 2012.
Siti Fatonah, Aplikasi Aspek Kognitif (Teori Bloom) Dalam Pembuatan Soal Kimia. Jurnal
Kaunia, Vol. I, No. 2, Oktober 2005.
Siti Khadijah Ibrahim, http://sitikhadijahibrahim. blogspot. com/ 2013/08/ tujuan-dan-ruang-
lingkup-pendidikan 12.html. (Online). Tanggal 20 Agustus 2015.
Siti Mumun Muniroh, Penerapan Aliran Psikologi Humanistik Dalam Proses Pembelajaran.
Jurnal. Forum Tarbiyah Vol. 9, No. 1, Juni 2011.
Siwi Widiastuti, Pembelajaran Proyek Berbasis Budaya Lokal untuk Menstimulasi Kecerdasan
Majemuk Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak, Volume 1, Edisi 1, Juni 2012.
Sodikin dkk, Jurnal Penyesuaian Modus Pembelajaran Untuk Siswa SMK Kelas X. Jurnal
Teknologi Informasi, Volume 5 Nomor 2, Oktober 2009.
Sofan Amri, Pengembangan&Model Pembelajaran Dalam Kurikulum 2013, Cet. I. Jakarta:
Prestasi Pustaka 2013.
Sudarman Danim, Pengembangan Profesi Guru, Cet. I. Jakarta: Prenada Media Grup 2011.
Sudaryono, Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran, Cet. I. Yogyakarta: Graha Ilmu 2012.
Sulaiman, Metodologi Pengajaran Menurut Perspektif Filosofis Konservatif Dan Liberal. Jurnal.
Azkia. Vol. 5, No. 1. Juli 2010.
Suyono dkk, Belajar Dan Pembelajaran, Cet. III. Bandung: Remaja Rosdakarya 2012.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru&Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Cet. III. Jakarta: Reneka
Cipta 2010.
Syaiful Bhari Djamarah dkk, Strategi Belajar Mengajar, Cet. IV. Jakarta: Rineka Cipta 2010.
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran. Cet. I. Bandung: Alfabeta, 2010.
Tapilouw Marthen, Pembelajaran Melalui Pendekatan React Meningkatkan Kemampuan
Matematis Siswa SMP. Jurnal Penelitian Pendidikan Vol. 11 No.2 Oktober 2010.
Tirtawaty Abdjul, Peningkatan Motivasi Mahasiswa PGBI Kelas Fisika Dasar II Pada
Penyelenggaraan Lesson Study. Jurnal Entropi, Volume VIII, Nomor 1, Februari 2013.
Toto Ruhimat dkk, Kurikulum&Pembelajaran, Cet. III. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Cet. VI. Jakarta: Kencana Prenada
Media Gruop 2013.
Tuti Istianti dkk, Pengembangan Strategi Pengajaran Konsep Dalam Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial Di Sekolah Dasar. Jurnal. Pendidikan Dasar. Volume. V. No. 7. April 2007.
Undang-Undang Republik Indonesi Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen.
Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran: Teori Dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Cet. V. Jakarta: Kencana Premedia Group 2013.
Yudha M. Saputra dkk, Pembelajaran Kooperatif Untuk Meningkatkan Keterampilan Anak TK,
Cet. I. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005.
Yusak Burhanuddin, Administrasi Pendidikan. Cet. III. Bandung: Pustaka Setia, 2005.
Yusmaridi, Penerapan Metode Resitasi Berwawasan Lingkungan Dalam Pembelajaran
Kooperatif Untuk Meningkatkan Kompetensi Belajar Fisika Siswa SMP Negeri 2 Padang. Jurnal
Penelitian Pembelajaran Fisika 1. 2012.
Zakiah Daradjat, Dkk Metodik Khusus Pengajaran Agama I