Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Otak memiliki jutaan sistem saraf yang berfungi mengatur, mengendalikan dan
memberikan perintah pada setiap sistim organ yang ada pada tubuh kita. Otak bekerja
layaknya sistem operasi pada laptop/pc. Apabila terjadi eror pada sistem operasi tersebut
maka akan berdampak pula pada bagian lainnya seperti contoh layar pada laptop/pc
menjadi gelap/hang out. Sama halnya seperti otak, contoh kerusakan kecil yang di
akibatkan karena trauma kranial yang berdampak pada kerusakan komponen sistem saraf
yang ada pada otak dapat berakibat terjadinya kebutaan, kelumpuhan, sulit bicara, hilang
ingatan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Trauma kranial adalah cedera yang terjadi dalam tempurung kepala. Trauma
kranial atau cedera kepala dinyatakan sebagai pembunuh nomor satu di dunia dalam
sistim persarafan. Karena rauma kepala dapat menyerang pada setiap umur, baik pada
anak sampai lansia. Trauma kranial dapat terjadi karena akibat benturan keras baik
pukulan, terjatuh, kecelakaan atau akibat tekanan darah yang sangat tinggi. Dalam
kasusnya, Setiap tahun, sekitar 40.000 orang anak mengalami cedera kepala serius dan
lebih dari 200 orang meninggal (www.parentsindonesia.com).
Perdarahan intrakranial terjadi ketika darah tiba-tiba menerobos ke jaringan otak,
menyebabkan kerusakan pada otak, yang dapat menimbulkan gejala mirip dengan stroke.
Gejala stroke seperti biasanya muncul tiba-tiba selama perdarahan intrakranial,
menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala, kelemahan, kebingungan, dan
kelumpuhan, terutama pada satu sisi tubuh. Penumpukan darah menempatkan tekanan
pada otak dan mengganggu pasokan oksigen. Hal ini dapat dengan cepat menyebabkan
kerusakan otak dan saraf. Ini adalah keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan
segera.
Trauma kranial harus mendapatkan penanganan yang segera. Dilihat dari besarnya
kasus tersebut hal inilah yang melatarbelakangi pembuatan makalah ini.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada klien
trauma kranial.

1
2. Tujuian Khusus
a. Untuk memenuhi salah tugas Keperawatan Medikal Bedah III
b. Mengetahui definisi dari perdarahan intracranial, epidural hematom & subdural
hematoma
c. Mengetahui dan memahami tentang etiologi dari perdarahan intracranial, epidural
hematom & subdural hematoma
d. Mengetahui & memahami tentang patofisiologi perdarahan intracranial, epidural
hematom & subdural hematoma
e. Mengetahui dan memahami tentang pengkajian pada kasus perdarahan
intracranial, epidural hematom & subdural hematoma
f. Mengetahui dan memahami tentang intervensi keperawatan pada pasien dengan
gangguan system persarafan perdarahan intracranial, epidural hematom &
subdural hematoma
g. Mengetahui dan memahami tentang evaluasi keperawatan pada pasien dengan
gangguan system persarafan perdarahan intracranial, epidural hematom &
subdural hematoma

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pada makalah asuhan keperawatan klien dewasa dengan gangguan
system persyarafan trauma kranial meliputi definisi hingga asuhan keperawatan pada
klien dengan perdarahan intrakranial, epidural hematoma dan subdural hematoma.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak,
merupakan bentuk perdarahan yang mematikan pada stroke hemoragik dan dapat terjadi
pada semua umur dan juga akibat trauma kepala seperti kapitis, tumor otak dan lain-lain.
(Suzanne C Smeltzer,, 2002)
Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak,
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam pembuluh darah yang ada
dalam jaringan otak (M Arif, 2008).
Perdarahan intrakranial adalah penggumpalan darah (hematoma) yang terjadi di
dalam kubah kranial. Akibat yang paling serius dari hemoragik cedera kepala.
Penimbunan darah pada rongga epidural (epidural hematoma), subdural, dana tau
intraserebral bergantung pada lokasinya (B Fransisca, 2008).
Perdarahan intrakranial adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal ini
dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka
.intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik akibat melebarnya
pembuluh nadi. (Corwin, 2009)

B. Etiologi
Bermacam macam penyebab terjadinya perdarahan spontan pada otak dan
umumnya multifaktorial. Berbagai bentuk congenital dan yang diperdapat pada penyakit
kardiovaskuler merupakan mekanisme penyebab yang paling sering, tapi struktur yang
mirip dapat juga terjadi akibat komplikasi tumor otak primer dan sekunder, peradangan
dan penyakit autoimmune otak,trauma otak,atau manifestasi penyakit sistemik yang
menyebabkan hipertensi atau coagulopathy.
Juga dapat terjadi perdarahan otak karena terapi trombolitik pada miokard infark
dan cerebral infark. Oleh karena faktor-faktor penyebabnya heterogen, pengobatannya
khusus dan intervensi penyesuaiannya harus hati-hati terhadap masing-masing individu.
Penyebab yang paling sering adalah hipertensi dari non trauma perdarahan dalam
otak, dimana terjadi perubahan-perubahan pathologi seperti micro aneurysma,

3
lipohyalinosis, terutama pada arteri-arteri kecil, lemahnya dinding pembuluh darah dan
cenderung pecah.
Perokok ,pemakai alkohol, kadar serum kolesterol juga mempengaruhi terjadinya
perdarahan otak. Resiko perdarahan 2,5 kali lebih tinggi pada perokok. Resiko perdarahan
bertambah pada pemakai alcohol.
Serum kolesterol yang rendah dibawah 160mg/dl, berhubungan dengan
meningkatnya resiko perdarahan pada laki-laki Jepang
Pemakaian Aspirin dengan terjadinya perdarahan dalam otak masih kontroversi.
Dalam penelitian dimana penggunaan Aspirin dosis rendah (325mg/hari) terhadap
plasebo pada pencegahan primer penyakit jantung,diperoleh hasilnya signifikan
borderline bertambah resiko perdarahan pada group Aspirin
Penyebab perdarahan dalam otak yang non hipertensi antara lain:
1. Kelainan pembuluh darah yang kecil seperti angioma, biasanya lokasi perdarahannya
lobar. Umumnya terjadi pada usia muda.
2. Obat-obat symptomatik. Perdarahan dalam otak berhubungan dengan penggunaan
amphetamine. Penggunaan obat ini kebanyakan intra vena, juga dilaporkan dengan
intra nasal atau oral. Lokasi perdarahan kebanyakan lebar. Efeknya karena tekanan
darah meninggi (50% dari kasus) atau perubahan histologis pembuluh darah seperti
arteritis, mirip, periarteritis nodosa. Ini oleh karena efek toksik dari obat tersebut.
Pada angiography dijumpai multiple area dari fokal arteri stenosis atau konstriksi
dengan ukuran sedang pada arteri besar intra kranial. Ini bersifat reversible dan akan
hilang dengan berhentinya penyalah gunaan obat ini.
3. Cerebral amyloid angiopathy atau congophilic angiopathy merupakan bentuk yang
unik dan pada angiography khas adanya penumpukan/deposit amyloid pada bagian
media dan adventitia dengan ukuran sedang dan kecil dari arteri cortical dan
leptomeningeal. Deposit pada dinding arteri cenderung menyebabkan penyumbatan
pada lumen arteri karena penebalan basement membrane,fragmentasi dari lamina
elastik interna dan hilangnya sel-sel endothel. Juga terjadi nekrosis fibrinoid pada
pembuluh darah. Keadaan ini tidak berhubungan dengan sistemik vaskular
amyloidosis. Sekitar Cerebral amyloid angiopathy berhubungan dengan dementia
senilis yang progressive. Biasanya terjadi pad a usia yang lebih lanjut dan jarang
berhubungan dengan hipertensi.

4
4. Intra cranial tumor; jarang terjadi perdarahan pada tumor otak ; dijumpai sekitar 6-
10%. Yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu tumor ganas,baik primer
ataupun metastase ; jarang pada meningioma atau oligodendroma. Tumor ganas
primer pada otak yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu glioblastoma
multiform, lokasi perdarahan umumnya deep cortical seperti basal ganglia,corpus
callosum. Tumor metastase yang paling sering menimbulkan perdarahan yaitu germ
sell tumor,sekitar 60% dan lokasi perdarahan umumnya sucortical.
5. Anti coagulant. Pemakaian obat oral anticoagulant yang lama dengan warfarin sering
menyebabkan perdarahan otak ; dijumpai sekitar 9% dari kasus. Resiko terjadinya
perdarahan dengan pemakaian oral anticoagulant yang lama, 8-11 kali dibandingkan
dengan yang tidak menggunakan obat tersebut pada usia yang sama. Lokasi
perdarahan paling sering pada serebellum. Mekanisme terjadinya perdarahan ini
masih belum diketahui.
6. Fibrinolytic agent. Ini termasuk Streptokinase, Urokinase dan tissue type plasminogen
aktivator (tPA) yang digunakan dalam pengobatan coronary, arteri dan venous
trombosis. Kemampuan obat-obat ini yaitu menghancurkan clot dan relatif
menurunkan tingkatan sistemik hipofibrinogenemia, sehingga sangat ideal dalam
pengobatan akut trombosis.Komplikasi yang utama walaupun jarang yaitu perdarahan
intra cerebral. Dijumpai 0,4%-1,3% penderita dengan miokard infark yang diobati
dengan tPA. Perdarahan yang cenderung terjadi setelah pemberian tPA 40% sewaktu
dalam pemberian infus,25% terjadai dalam 24jam setelah pemberian. 70-9-% lokasi
perdarahan lobar. 30% perdarahannya multiple dan mortality 40-65%. Mekanisme
terjadinya perdarahan ini masih belum diketahui.
7. Vaskulitis. Cerebral vaskulitis dapat menyebabkan penyumbatan arteri dan cerebral
infark serta jarang menimbulkan perdarahan intra cerebral. Proses radang umumnya
terjadi dalam lapisan media dan adventitia pembuluh darah arteri dan vena dengan
ukuran kecil dan sedang. Biasanya berhubungan dengan pembentukan
mikroaneurysma. Gejalanya sakit kepala kronis,mundurnya kesadaran atau pengertian
yang progressive, kejang-kejang,cerebral infark yang recurrent [32]. Diagnosanya
berupa limpositik CSF pleocytosis dengan protein yang tinggi. Lokasi perdarahan
umumnya lobar.

5
Etiologi dari perdarahan intrakranial menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok

C. Klasifikasi Berdasarkan Lokasi Perdarahan


1. Subdural Hematoma (SDH)
Merupakan kumpulan darah di bawah lapisan dalam dari duramater tetapi
eksternal untuk otak dan membran arachnoid. Subdural hematoma adalah jenis yang
paling umum dari trauma lesi massa intrakranial
a. Gambaran Radiologis CT Scan
1) Akut

Gambar: Perdarahan subdural akut

6
2) Subakut

gambar: Darah abu-abu merupakan subakut perdarahan, sedangkan darah


putih mewakili akut.
3) Kronis

Gambar: Non - kontras aksial CT scan menunjukkan berbentuk bulan sabit,


kronis CSF - isodense meninggalkan hematoma subdural (panah). Ada
penipisan ringan ventrikel lateral kiri.
b. Gambaran Radiologis MRI
1) Akut

7
Gambar: perdarahan subdural akut pada MRI.
2) Subakut

gambar: Aksial T1 magnetic resonance imaging menunjukkan bilateral


hematoma subdural subakut dengan intensitas sinyal meningkat. Area
intensitas menengah merupakan perdarahan lebih akut ke dalam koleksi
subakut
3) Kronis

Gambar: Aksial FLAIR MR menunjukkan hematoma subdural kronis dengan


sinyal hyperintense ( panah).23

2. Epidural Hematoma (EDH)


Perdarahan ekstradural (EDH), juga dikenal sebagai hematoma epidural, adalah
kumpulan darah yang terbentuk antara permukaan dalam tengkorak dan lapisan luar
duramater. Umumnya terkait dengan riwayat trauma dan terkait patah tulang
tengkorak. Sumber perdarahan biasanya arteri meningeal robek (paling sering, arteri

8
meningeal media). EDH biasanya bikonveks dalam bentuk dan dapat menyebabkan
efek massa dengan herniasi.
a. Gambaran Radiologi CT-Scan Non Kontras

Gambar: gambaran bikonveks

b. Gambaran Radiologi MRI

Gambar: MRI epidural hematoma - meninggalkan proton daerah kepadatan


hypersignal di daerah temporal kanan T2W - dura dipandang sebagai garis
hyposignal

D. Manifestasi Klinik
Perdarahan intrakranial mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah orang, hal
itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada
orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya
disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan tidak bisa
berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata
bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil bisa menjadi tidak
9
normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa
dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin (2009)
manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu :
1. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya
hematom.
2. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium.
5. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat.
6. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan
intra cranium.

E. Patofisiologi
Perdarahan intrakranial ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri
yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah
didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh
darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi,
perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan
kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila
aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi
penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala
ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari
darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan
terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang
tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan
tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemik didaerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun

10
lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri
yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah
didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh
darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar
perdarahan, spasme ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi,
perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan
kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang
dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila
aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi
penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala
ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari
darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan
terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan tejadi jelas/lesi yang
tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan
tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun
lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa
menit, jam bahkan beberapa hari. (Corwin, 2009)

11
F. Pathways

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006) adalah
sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo

12
f. Laboratorium
g. EKG

H. Penatalaksanaan
Pendarahan intrakranial lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang
yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang
mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan
hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu.
Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intrakranial berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-obatan
antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk.
Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah,
mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan
pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang
membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan).
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena
operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan darah bisa
memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang
parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar
pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalah
mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk perdarahan
intracranial adalah Observasi dan tirah baring lama.
a. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara
bedah.
b. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
c. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.

13
d. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian
diuretik dan obat anti inflamasi.
e. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya
yang menunjang.

I. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.
Agitasi memberi kesan adanya hipoksia, dan penurunan kesadaran memberi
kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan
oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku-kuku
dan kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway. Airway (jalan napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas dari
segala sumbatan, benda asing, darah dari fraktur maksilofasial, gigi yang patah
dan lain-lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika apnea, GCS (Glasgow
Coma Scale) < 8, pertimbangan juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen
tidak mencapai 90%.
b) Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi
(suara napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat.
c) Feel (raba)

2) Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi yang tidak adekuat


a) Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada
yang adekuat. Asimetris menunjukkan pembelatan (splinting) atau flail chest
dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan susah (labored breathing)
sebaiknya harus dianggap sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita
dan harus segera di evaluasi. Evaluasi tersebut meliputi inspeksi terhadap
bentuk dan pergerakan dada, palpasi terhadap kelainan dinding dada yang

14
mungkin mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan adanya darah atau
udara ke dalam paru.
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda
akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernapasan yang
cepat-takipneu mungkin menunjukkan kekurangan oksigen.
c) Gunakan pulse oxymeter. Alat ini mampu memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya
ventilasi yang adekuat
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
mempertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-
tekanan diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka
timbullah hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan
pada daerah tersebut
e) Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku, jangan sumpal MAE
(Meatus Akustikus Eksternus) dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
atau darah mengalir keluar, karena hal ini membantu mengurangi TTIK
(Tekanan Tinggi Intra Kranial)
f) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung.
4) Disability
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh
penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi (America College of Surgeons ; ATLS)

15
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi
rambut kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakan, nyeri tekan, fontanela (pada bayi)).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa),
tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2) Dada dan paru
Inspeksi. Dada diinspeksi terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan
ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik pada saat dada
bergerak atau pada saat diem, terutama sewaktu dilakukan pengamatan
pergerakan pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi, dan tactil vremitus
(vibrasi yang dapat teraba yang dihantarkan melalui sistem bronkopulmonal
selama seseorang berbicara)
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau ”dull” yang menunjukkan udara
(pneumotorak) atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal
dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna
untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi
dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area aorta,
area pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi
dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan
karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,
antara lain :

16
a) Cedera pembuluh darah.
b) Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c) Crush injury.
d) Sindroma kompartemen.
e) Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba.
b) Pucat (pallor).
c) Dingin (coolness).
d) Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e) Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan thrill”.
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat
mungkin dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory Disstress Syndrom) sampai 5
kali lipat. Fiksasi dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala
dapat menurunkan insidensi ARDS.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Tahanan pembuluh darah ;infark
b. Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
c. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
anoreksia
d. Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neutronsmiter
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan ADL b.d kelemahan fisik.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan invasi MO.

17
3. Intervensi
No Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
1 Ketidakefektifan Perfusi jaringan 1. Monitor Vital 1. Identifikasi
perfusi jaringan cerebral efektif Sign. hipertensi.
cerebral b.d setelah dilakukan 2. Monitor tingkat 2. Mengetahui
Tahanan pembuluh tindakan kesadaran. perkembangan
darah ;infark keperawatan selama 3. Monitor GCS. 3. Mengetahui
3x24 jam dengan 4. Tentukan faktor perkembangan
KH: penyebab 4. Acuan intervensi
- Vital Sign penurunan perfusi yang tepat.
normal. cerebral. 5. Meningkatakan
- Tidak ada tanda- 5. Pertahankan posisi tekanan arteri dan
tanda peningkatan tirah baring atau sirkulasi atau
TIK (takikardi, head up to 30°. perfusi cerebral.
Tekanan darah 6. Pertahankan
turun pelan2) lingkungan yang 6. Membuat klien
- GCS E4M5V6 nyaman. lebih tenang.
7. Kolaborasi dengan
tim kesehatan.
Pemberian terapi
oksigen
2 Nyeri kepala akut - Setelah dilakukan 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui
b.d peningkatan asuhan umum dan tanda- respon autonom
tekanan intracranial keperawatan tanda vital tubuh
(TIK) selama 3x24 jam 2. Lakukan
diharapkan nyeri pengkajian nyeri 2. Menentukan
terkontrol atau secara penanganan nyeri
berkurang dengan komprehensif secara tepat
kriteria hasil : 3. Observasi reaksi 3. Mengetahui
- Ekspresi wajah abnormal dan tingkah laku
rileks ketidaknyamanan ekspresi dalam
- Skala nyeri 4. Control merespon nyeri
berkurang lingkungan yang 4. Meminimalkan

18
No Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
- Tanda-tanda vital dapat factor eksternal
dalam batas mempengaruhi yang dapat
normal nyeri mempengaruhi
5. Pertahankan tirah nyeri
baring 5. Meningkatkan
6. Ajarkan tindakan kualitas tidur dan
non farmakologi istirahat
dalam penanganan 6. Terapi dalam
nyeri penanganan nyeri
7. Kolaborasi tanpa obat
pemberian 7. Terapi
analgesic sesuai penanganan nyeri
program secara
farmakologi
3 Resiko: Kebutuhan nutrisi 1. Kaji kebiasaan 1. Menentukan
Ketidakseimbangan terpenuhi setelah makan-makanan intervensi yang
kebutuhan nutrisi dilakukan tindakan yang disukai dan tepat.
kurang dari keperawatan selama tidak disukai. 2. Mengurangi rasa
kebutuhan tubuh 3x24 jam dengan 2. Anjurkan klien bosan sehingga
b.d anoreksia KH: makan sedikit tapi makanan habis.
- Asupan nutrisi sering. 3. Agar kebutuhan
adekuat. 3. Berikan makanan nutrisi terpenuhi.
- BB meningkat. sesuai diet RS. 4. Mulut bersih
- Porsi makan yang 4. Pertahankan meningkatkan
disediakan habis. kebersihan oral. nafsu makan.
- Konjungtiva tidak 5. Kolaborasi 5. Menentukan diet
ananemis. dengan ahli gizi. yang sesuai.
4 Kerusakan Mobilitas 1. Kaji tingkat 1. Menentukan
mobilitas fisik b.d meningkat setelah mobilisasi fisik intervensi.
Kelemahan dilakukan tindakan klien. 2. Meningkatkan
neutronsmiter keperawatan selama 2. Ubah posisi kanyamanan,
3 x 24 jam dengan secara periodik. cegah dikobitas.

19
No Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
KH: 3. Lakukan ROM 3. Melancarkan
- Klien mampu aktif/pasif. sirkulasi.
melakukan 4. Dukung 4. Mencegah
aktifitas dbn. ekstremitas pada kontaktur.
- Kekuatan otot posisi fungsional. 5. Menentukan
meningkat. 5. Kolaborasi program yang
- Tidak terjadi dengan ahli fisio tepat.
kontraktur. terapi.
5 Gangguan Pemenuhan 1. Kaji kemampuan 1. Mengetahui
pemenuhan kebutuhan ADL ADL. kemampuan
kebutuhan ADL b.d terpenuhi setelah ADL.
kelemahan fisik. dilakukan tindakan 2. Dekatkan barang- 2. Mempermudah
keperawatan selama barang yang pemenuhan
3 x 24 jam dengan dibutuhkan klien. ADL.
KH: 3. Motivasi klien 3. Meningkatkan
- Mampu untuk melakukan kemandirian
memenuhi aktivitasa secara klien.
kebutuhan secara bertahap. 4. Meningkatkan
mandiri. 4. Dorong dan kemandirian
- Klien dapat dukung aktivitas klien dan
beraktivitas perawatan diri. meningkatkan
secara bertahap. 5. Menganjurkan menyamanan.
- Nadi normal. keluarga untuk 5. Pemenuhan
membantu klien kebutuhan klien
memenuhi dapat terpenuhi.
kebutuhan klien.
6 Resiko tinggi Mempertahankan 1. Berikan perawatan 1. Cara pertama
terhadap infeksi nonmotermia, bebas aseptik dan untuk menghidari
berhubungan tanda-tanda infeksi antiseptic. infeksi
dengan invasi MO o Mencapai nosokomial.
penyembuhan luka 2. pertahankan teknik 2. Deteksi dini
(craniotomi) tepat cuci tangan yang perkembangan

20
No Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
pada waktunya. baik. infeksi
3. catat karakteristik 3. memungkinkan
dari drainase dan untuk melakukan
adanya inflamasi. tindakan dengan
segera dan
4. Pantau suhu tubuh pencegahan
secara teratur. terhadap
Catat adanya komplikasi
demam, menggigil, selanjutnya
diaforesis dan 4. Dapat
perubahan fungsi mengindikasikan
mental (penurunan perkembangan
kesadaran). sepsis yang
selanjutnya
5. Batasi pengunjung memerlukan
yang dapat evaluasi atau
menularkan infeksi tindakan dengan
atau cegah segera.
pengunjung yang 5. Menurunkan
mengalami infeksi pemajanan
saluran napas terhadap
bagian atas. “pembawa
kuman penyebab
6. Berikan antibiotik infeksi”.
sesuai indikasi. 6. Terapi profilaktik
dapat digunakan
7. Ambil bahan pada pasien yang
pemeriksaan mengalami
(spesimen) sesuai trauma (luka,
indikasi kebocoran CSS
atau setelah
dilakukan

21
No Diagnosa Kep Tujuan Intervensi Rasional
pembedahan
untuk
menurunkan
risiko terjasdinya
infeksi
nasokomial).
7. Kultur/sensivitas.
Pewarnaan Gram
dapat dilakukan
untuk
memastikan
adanya infeksi
dan
mengidentifikasi
organisme
penyebab dan
untuk
menentukan obat
pilihan yang
sesuai.

22
BAB III
PENUTUP

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang terjadi di dalam tulang tengkorak.


perdarahan bisa terjadi didalam otak maupun disekelilingnya. Perdarahan Epidural adalah
perdarahan yang terjadi diantara tulang tengkorak dan lapisan duramater. Perdarahan
subdural adalah perdarahan yang terjadi antara duramater dan arachnoid.
Penyebab perdarahan intracranial bisa karena cedera kepala maupun kelainan pada
pembuluh darah, apabila tidak segera ditangani akan membahayakan korban karena dapat
menyebabkan kerusakan sistem saraf.

23
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3. Jakarta :
EGC
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta : EGC
Doengoes, M.E.,2000. Penerapan Proses Kperawatan dan Diagnosa Keperawatan, Jakarta :
EGC.
Donna, D.Et Al.1991. Medical Surgical Nursing : A. Nursing Prosess Approch. St. Louis :
The C.V. Mosby Co.
NANDA, 2007. Nursing Diagnoses : Definition and Clssification 2007 – 2008, NANDA
International, Philadephia.
Mansjoer, Arif. Dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarata : Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran UI
Batticaca, Fransisca, 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

24

Anda mungkin juga menyukai