Anda di halaman 1dari 10

KATA PENGANTAR

Atas asung kertha wara nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa, dalam
waktu yang singkat ini saya berusaha menyelesaikan sebuah makalah tentang “Bahasa
Indonesia di Era Industri 4.0” dan dengan selesainya makalah ini semoga dapat memberikan
mamfaat dan inspirasi terhadap pembaca.
Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, saya yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu, sangat diharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Denpasar,15 November 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR….......………………………………………………………...……….. i
DAFTAR ISI…..........…………………………………………………………………..……. ii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…........…………………………………………………………………1
B. Rumusan Masalah.......…………………………………………………………………2
C. Tujuan.…....................…………………………………………………………………2
BAB II : PEMBAHASAN

A. Perkembangan Bahasa Indoneisa di Era Revolusi Industri 4.0...................................... 3


B. Eksistensi Pembelajaram Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0.......................4
C. Dampak Era Revolusi Industri 4.0 Terhadap Bahasa Indonesia......................................5

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan…....................................………………………………………………….……....7

DAFTAR PUSTAKA …......…………………………………………………………………. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bahasa merupakan media untuk menyampaikan informasi baik secara lisan maupun tulisan
dari individu satu ke individu lainnya .di Indonesia sendiri kita memiliki bahasa nasional
yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa kita. meskipun terkadang kita
seringkali menggunakan bahasa Indonesia secara sembarangan, terutama di kalangan
remaja saat ini. Itu semua karena berbagai pengaruh lingkungan dan akibat dari
perkembangan zaman yang semakin pesat.
Bahasa Indonesia memiliki tantangan yang makin besar, seiring dengan makin kencangnya
dinamika kehidupan bagi bangsa dan negara serta masyarakat Indonesia yang sekarang
telah memasuki era revolusi industri 4.0. Dari ruang publik dapat dilihat perubahan yang
sangat fundamental dalam berbagai aspek kehidupan tersebut, terutama dalam hal
penggunaan bahasa asing yang makin marak untuk menamai lembaga, melabeli produk,
dan lain-lain.Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang menjadi identitas bangsa
Indonesia. Artinya, bahwa kedudukan Bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa nasional
negara Indonesia. Hal ini sejalan dengan fungsi dari Bahasa Indonesia yaitu: (a) bahasa
resmi kenegaraan; (b) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan; (c) bahasa
resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan serta pemerintah; dan (d) bahasa resmi di dalam pengembangan
kebudayaaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Penggalakan Gerakan Disiplin Nasional pada tahun 1995 untuk mengutamakan bahasa
Indonesia tengah menemui masa redup. Redupnya pengutamaan bahasa negara di ruang
publik seolah-olah menunjukan tanda-tanda kekhasan identitas bangsa ini mulai runtuh.
Keruntuhan simbolik negara bangsa seperti itu tengah terjadi oleh karena agenda
globalisasi dan kemajuan teknologi informasi serta komunikasi yang telah diproyeksi
sebagai modernisasi era revolusi industri 4. 0. Oleh karena itu, sebagai gambaran, di
kalangan masyarakat terasa tidak asing dan dipandang lebih keren bentuk Bahasa seperti
e-money, e-banking, dan e-toll. Sikap bangga pada bahasa asing seperti itu dianggap
menjadi pilihan yang tepat agar manusia Indonesia lebih berterima sebagai warga global.
Pada saat yang sama, agenda dan kemajuan global itu telah melahirkan generasi milenial
yang sedang digelorakan agar tercetak “generasi emas” pada tahun 2045. Harapan mulia
itu akan “jauh panggang dari api” apabila kesetiaan,
kebanggaan, dan tanggung jawab untuk berbahasa Indonesia secara baik dan benar serta
apik dan santun di ruang publik menghilang. Tanpa kepatuhan yang memadai terhadap
hokum yang berlaku tersebut, penggunaan bahasa Indonesia melalui media sosial
cenderung lebih sebagai alat pengungkap kesenangan pada hal instan dan kebiasaan
merumpikan SARA daripada sebagai etos pengembangan literasi sebagai baca tulis secara
komprehensif. Tantangan linguistik, sejarah, dan hokum itu makin besar pada zaman
globalisasi, terutama pada era Revolusi Industri 4,0.

1
B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana perkembangan Bahasa Indonesia di era revolusi industri 4.0 ?
B. Bagaimana eksistensi pembelajaran Bahasa Indonesia di era revolusi industri 4.0 ?
C. Apa dampak yang ditimbulkan dari era revolusi industri 4.0 terhadap Bahasa
Indonesia ?

C. Tujuan
A. Mengetahui perkembangan Bahasa Indonesia di era revolusi industri 4.0
B. Mengetahui bagaimana pembelajaran Bahasa Indonesia di era revolusi industri 4.0
C. Mengetahui dampak yang diakibatkan dari era revolusi industri 4.0 terhadap
Bahasa Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0

Bahasa Indonesia yang lahir seiring dengan perjuangan bangsa Indonesia harus kita jaga
dan utamakan dalam penggunaannya. Kita tidak ingin seperti Negara lain, sebut saja India
yang memilik bahasa Nasional, tetapi tidak mampu menjaga eksistensi bahasa Nasionalnya
dan menyatukan ratusan bahasa daerah yang ada di negaranya.
Seiring perkembangan zaman menuju dunia global, teknologi pun semakin maju . Apalagi,
kini dunia memasuki era Revolusi Industri 4.0.
Revolusi industri keempat melibatkan sistem siber fisik dan melampaui sekadar otomatisasi
dan komputerisasi. Kemajuan teknologi memasuki era digital ini berdampak pula dengan
komunikasi manusia yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Media sosial pun turut
meramaikan era disruptif teknologi ini.
Menilik bahasa yang kerap digunakan dalam media sosial, seperti facebook, twitter
setidaknya telah membuka pemikiran kita tentang arti pentingnya moralitas bahasa.
Maksudnya, bagaimana cara penggunaan bahasa itu tersampaikan, sikap berbahasa dan
estetika bahasanya. Moral bahasa menjadi sangat penting dalam pranata sosio-kultural
masyarakat.
Tidak sedikit bahasa yang digunakan dalam media sosial (sosmed) begitu memaksakan
kata-katanya yang cenderung bermakna kasar. “Saling serang” menggunakan bahasa kerap
terjadi dalam komunikasi jejaring sosial.
Gaya bahasa sarkasme pun sering terlontar menyambut lawan bicara di dunia maya ini. Hal
ini kalau dibiarkan akan merusak keutuhan berbangsa dan bernegara. Bahkan, memasuki
masa pemilihan presiden yang sebentar lagi, para pendukung dan pro kandidat calon
presiden pun terkadang saling menelontarkan kata-kata yang bermakna negatif terhadap
lawan calon presiden lainnya.
Pengguna bahasa sering tidak memperdulikan kesantunan berbahasa. Padahal, bahasa
Indonesia lahir sesuai dengan citra bangsa Indonesia yang sangat menjunjung etika budaya
timur. Kesopansantunan dalam bahasa Indonesia sebagai warisan budaya.
Sesungguhnya bahasa memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemampuan manusia
sampai titik homo humanus, yakni manusia berbahasa dengan jiwa yang halus, mempunyai
rasa kemanusiaan, dan berbudaya.
Bangsa Indonesia yang terdiri dari multi etnik ini, maka fungsi bahasa sebagai alat
komunikasi dan interaksi antarmasyarakat serta sarana pengungkap perasaan dan pikiran
manusia perlu dikembangkan.
Namun, kalau tidak diantisipasi secara seksama, bukan tidak mungkin sisi negatif yang
akan muncul dan berkembang sebagai pemicu konflik dan kesalahpahaman seperti yang
kerap terjadi di jejaring sosial dewasa ini.
Pengguna bahasa wajib memahami tentang tata cara berbahasa (linguistic etiquete). Sistem
tindak laku berbahasa itu sering disebut dengan linguistic etiquete yang berkaitan dengan
(1) apa yang sebaiknya dikatakan pada waktu dan keadaan tertentu; (2) ragam bahasa apa
yang sewajarnya dipakai dalam situasi sosiolinguistik tertentu; (3) kapan dan bagaimana

3
menggunakan giliran berbicara dan menyela pembicaraan orang lain; dan (4) kapan harus
diam tidak berbicara.

Sesuai semangat Sumpah Pemuda bahwa bangsa Indonesia menjunjung bahasa persatuan,
bahasa Indonesia, sudah selayaknya masyarakat pengguna bahasa mengamalkan salah satu
butir Sumpah Pemuda tersebut. Jangan sampai karena kebablasan kebebasan berbahasa
mengganggu keutuhan bangsa. Selamat Hari Sumpah Pemuda.

B. Eksistensi Pembelajaran Bahasa Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0

Pada era saat ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap
warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh
pengaruh dan budaya asing yang tidak sesuai dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih harus dihadapi dengan mempertahankan
jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia. Ini semua menyangkut
tentang kedisiplinan berbahasa nasional, pemakai bahasa Indonesia yang berdisiplin adalah
pemakai bahasa Indonesia yang patuh terhadap semua kaidah atau aturan pemakaian bahasa
Indonesia yang sesuai dengan situasi dan kondisinya. Disiplin berbahasa Indonesia akan
membantu bangsa Indonesia untuk mempertahankan dirinya dari pengaruh negatif asing
atas kepribadiannya sendiri.
Bahasa Indonesia adalah sebagai sarana pengembangan penalaran. Pembelajaran bahasa
Indonesia selain untuk meningkatkan keterampilan berbahasa, juga untuk meningkatkan
kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan. Peningkatan fungsi
bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan perlu terus dilakukan sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan mutu
pengajaran bahasa Indonesia di sekolah perlu terus dilakukan. Dalam kedudukannya
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sudah berusia ± 80 tahun. Jika dianalogikan
dengan kehidupan manusia, dalam rentang usia tersebut idealnya sudah mampu mencapai
tingkat kematangan dan kesempurnaan, sebab sudah banyak merasakan lika-liku dan pahit-
getirnya perjalanan sejarah. Dengan perkembangan zaman yang begitu pesag, bahasa
Indonesia pun mulai terpengaruh oleh berbagai macam bahasa lain. Bahasa Inggris, Jepang,
dan Korea merupakan 3 bahasa yang paling banyak memengaruhi pengguna bahasa
Indonesia dewasa ini. Hal ini disebabkan oleh pertukaran budaya dan informasi yang begitu
deras lewat internet, televisi, dan media-media lainnya, sehingga orang-orang Indonesia
cenderung terbiasa mengucapkan kata-kata asing seperti “good morning”, “ohayou
gozaimasu”, dan “annyeonghaseyo” daripada kata-kata bahasa Indonesia seperti “selamat
pagi”. Hal ini tentu akan sangat membahayakan kelangsungan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional.
Selain itu, bahasa-bahasa tren yang digunakan oleh remaja-remaja Indonesia saat ini juga
akan berdampak buruk bagi bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa- bahasa alay yang
menggabungkan huruf dan tulisan serta sebutan-sebutan yang
kadang memiliki arti yang jauh dari konotasi sebenarnya seperti “cabe-cabean” juga dapat
merusak bahasa Indonesia, terutama apabila bahasa-bahasa tren tersebut digunakan oleh
banyak orang. Bahasa- bahasa ini biasanya menyebar dari mulut ke mulut, atau menyebar
melalui media sosial online seperti Facebook, Twitter, sehingga hanya dalam sekejap,

4
ratusan atau bahkan ribuan orang dapat langsung mengetahui dan menggunakannya dalam
percakapan sehari-hari. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan dari fenomena globalisasi yang
makin gencar dengan adanya teknologi informasi. Tren-tren bahasa yang berkembang di
dalam maupun luar negeri dapat langsung berkembang dan menjadi bahasa sehari-hari
masyarakat. Ini tentu tidak dapat dihindari, karena bahasa- bahasa lain dunia pun banyak
yang dipengaruhi oleh bahasa asing maupun bahasa slang dari negara mereka sendiri.
Untuk itu, diperlukan sebuah kesadaran dari masyarakat, terutama masyarakat Indonesia
sebagai pengguna bahasa Indonesia, dalam menggunakan bahasa Indonesia. Masyarakat
harus lebih bijak dalam memilah-milah bahasa baik dan buruk yang mereka dengar di
internet ataupun media lainnya, sehingga mereka dapat membatasi penggunaan bahasa alay
yang berlebihan.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional harus disikapi bersama termasuk dalam
pengajarannya.Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai alat komunikasi mempunyai
peran sebagai penyampai informasi. Kebenaran berbahasa akan berpengaruh terhadap
kebenaran informasi yang disampaikan. Berbagai fenomena yang berdampak buruk pada
kebenaran berbahasa yang disesuaikan dengan kaidahnya, dalam hal ini berbahasa
Indonesia dengan baik dan benar.
Perkembangan zaman saat ini memang tidak dapat dihindari. Akulturasi bahasa nasional
dengan bahasa dunia pun menjadi lebih terasa perannya. Menguasai bahasa dunia dinilai
sangat penting agar dapat bertahan di era modern ini. Namun sangat disayangkan jika
masyarakat menelan mentah-mentah setiap istilah-istilah asing yang masuk dalam bahasa
Indonesia. Ada baiknya jika dipikirkan dulu penggunaannya yang tepat dalam setiap
konteks kalimat. Sehingga penyusupan istilah-istilah tersebut tidak terlalu merusak tatanan
bahasa nasional.

C. Dampak yang Diakibatkan Terhadap Bahasa Indonesia

Rasa bangga berbahasa Indonesia belum lagi tertanam pada setiap orang Indonesia. Rasa
menghargai bahasa asing (dahulu bahasa belanda sekarang bahasa inggris) masih terus
menampak pada sebagian besar bangsa Indonesia. Mereka menganggap bahwa bahasa
asing lebih tinggi derajatnya daripada bahasa Indonesia. Bahkan, mereka seolah tidak mau
tahu perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi
pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya kemampuan bahasa Indonesia dalam
mengungkapkan pikiran dan perasaannya dengan lengkap, jelas, dan sempurna. Akibat
lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan


ungkapan-ungkapan asing, padahal kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan
itu sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Misalnya page, background, reality,
alternative, airport, masing-masing untuk “halaman”, “latar belakang”, “kenyataan”,
“(kemungkinan) pilihan”, dan “lapangan terbang” atau “bandara”
2. Banyak oang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga
ditemukan kata dan istilah asing yang “amat asing”, “terlalu asing”, atau “hiper asing”.
Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing tesebut,
misalnya rokh, insyaf, fihak, fatsal, syarat (muatan), dianggap (syah). Padahal kata-kata

5
itu cukup diucapkan dan ditulis roh, insaf, pihak, pasal, sarat (muatan), dan dianggap
(sah).
3. Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asing dengan baik, tetapi
menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Terkait dengan itu banyak orang Indonesia
yang mempunyai bermacam-macam kamus bahasa asing, tetapi tidak mempunyai satu
pun kamus bahasa Indonesia. Seolah-olah seluruh kosakata bahasa Indonesia telah
dikuasainya dengan baik. Akibatnya kalua mereka kesulitan menjelaskan atau
menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia, mereka akan mencari jalan
pintas dengan cara sederhana dan mudah misalnya, penggunaan kaya yang mana yang
kurang tepat, pencampuradukan penggunaan kata tidak dan bukan, pemakaian kata
ganti saya, kami, kita yang tidak jelas.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Baik buruknya bahasa Indonesia merupakan tanggung jawab setiap orang yang mengaku
sebagai warga negara Indonesia yang baik. Setiap warga negara Indonesia harus serta merta
berperan dalam membina dan mengembangkan bahasa Indonesia ke arah yang positif.
Usaha-usaha ini, antara lain dengan meningkatkan kedisiplinan berbahasa Indonesia pada era
globalisasi yang sangat ketat dengan persaingan di segala sektor kehidupan. Maju bahasa,
majulah bangsa. Kacau bahasa, kacau pulalah bangsa. Keadaan ini harus disadari benar oleh
setiap warga negara Indonesia sehingga akan ada rasa tangung jawab terhadap pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia akan tumbuh dengan subur di sanubari setiap pemakai
bahasa Indonesia. Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia pun akan bertambah besar dan
bertambah mendalam. Sudah barang tentu, ini semuanya merupakan harapan bersama,
harapan setiap orang yang mengaku berbangsa Indonesia.
Dalam era revolusi industri 4.0 ini, jati diri bahasa Indonesia merupakan ciri bangsa
Indonesia yang perlu terus dipertahankan. Pergaulan antarbangsa memerlukan alat
komunikasi yang sederhana, mudah dipahami, dan mampu menyampaikan pemikiran yang
lengkap. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus terus dibina dan dikembangkan sedemikian
rupa sehingga menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia dalam pergaulan antarbangsa pada
era revolusi industri 4.0 ini.

7
DAFTAR PUSTAKA

Nisbah, Faizal. 2013. Pembelajaran Bahasa Indonesia.


http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/0 7/pembelajaran-bahasa-indonesia.html.

Mendikbud Ungkap Cara Hadapi Revolusi 4.0 di Pendidikan.


https://www.republika.co.id/berita/pendi dikan/eduaction/18/05/02/p8388c430- mendikbud-
ungkap-cara-hadapi- revolusi-40-di-pendidikan.

https://koranindonesia.id/bahasa-indonesia-dalam-revolusi-4-o/

http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/artikel/2987/pengembangan-bahasa-
indonesia-di-era-revolusi-40

Anda mungkin juga menyukai